Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik A “Kurva Titrasi dan Kapasitas Bufer”
Nama / NIM :
1. M. Syaiful Ampri. (652015011) 2. Difto (652015...) 3. Eliana Prabalaras (652015...) 4. Tonia Nur F. (652013021) 5. Asep Mufti K. (652013022)
Tanggal Praktikum : 04 Oktober 2016
Judul : “Kurva Titrasi dan Kapasitas Bufer” Tujuan
1. Menentukan Kurva Titrasi dari berbagai reaksi netralisasi
2. Menentukan Kapasitas Buffer dari asam cuka dan sodium asetat dengan berbagai konsentrasi.
Landasan teori
Titrasi dilakukan untuk menentukan titik ekuivalen suatu larutan yang ditritasi dengan titran. Titik ekuivalen adalah suatu titik dimana suatu mol zat A memiliki jumlah yang sama dengan zat B dan terbentuk reaksi kesetimbangan. Penentuan titik ekuivalen dapat dilakukan dengan mengukur pH ketika dilakukan titrasi.
Kurva yang terbentuk dalam titrasi asam kuat dan basa kuat dapat digambarkan sebagai berikut :(lihatbuku petunjuk).
Buffer dapat didefinisikan sebagai campuran asam/basa lemah dengan garamnya yang dapat mempertahankan pH larutan saat ditambahkan asam/basa dalam jumlah relatif sedikit. Mekanisme buffer dapat mempertahankan pH larutan adalaha akibat pengaruh ion yang sama (common ion effect) (Anonim, 2012). Adanya alkalinitas dalam reaktor dengan konsentrasi tertentu dapat menjadi penyangga (Buffer) agar pH tetap pada kondisi netral apabila terjadi penambahan asam, sehingga kesetimbangan proses dengan normal (Padmono,2007).
Buffer dapat merupakan larutan yang menahan pH bila asam atau basa ditambahkan atau bila larutan larutan diencerkan. Buffer asam terdiri dari dari asam lemah dengan garam asam. Garam menyebabkan ion A-, yaitu basa konjugat dari asam
HA. Buffer basa terdiri dari basa lemah dan garam dari basa itu untuk (untuk menyediakan asam konjugatnya) (Daintith, 2010).
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Dengan bertambahnya sekresi saliva akan menyebabkan peningkatan kapasitas buffer saliva sehingga dapat menetralkan pH plak yang asam, karena bertambahnya ion bikarbonat (HCO3-) yang berperan dalam kapasitas buffer saliva
(Soesilo dkk, 2005).
Larutan buffer harus mengandung konsentrasi asam yang cukup tinggi untuk bereaksi dengan ion OH- yang ditambahkan kepadanya dan harus mengandung
konsentrasi basa yang sama tingginya untuk bereaksi dengan ion H+ yang ditambahkan.
Selain itu, komponen asam dan basa dari buffer tidak boleh saling menghabiskan dalam suatu reaksi penetralan. Persyaratan ini dipenuhi oleh pasangan asam-basa konjugat (asam lemah dan basa konjugatnya atau basa lemah dan asam konjugatnya) (Chang, 2006).
Kapasitas buffer adalah keefektifan larutan buffer, bergantung pada jumlah asam dan basa konjugat yang menyusun buffer tersebut. Semakin besar jumlahnya, semakin besar buffernya (Chang, 2006).
Komponen larutan penyangga terbagi menjadi: 1. Larutan penyangga yang bersifat Asam.
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
Larutan Penyangga asam : HA H+ + A
-Penambahan asam kuat atau ion H+ pada larutan ini akan meningkatkan
jumlah ion H+ dalam larutan, maka akan mendesak ion H+ yang ada, sehingga
-dalam larutan berkurang karena digantikan oleh jumlah ion A- dari garam sehingga
jumlahnya relatif tetap untuk mempertahankan kesetimbangan tersebut. Ion H+ yang
ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.
Jika yang ditambahkan ke dalam larutan adalah basa, maka ion OH- yang berasal dai
basa tersebut akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat
dipertahankan atau pH larutan buffer asam tersebut tetap stabil atau bertahan. Apabila suatu basa lemah dicampur dengan asam konjugasinya maka akan terbentuk suatu larutan buffer basa. Larutan ini akan mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Misalnya larutan campuran NH3 dengan ion amonium (NH4+). Larutan
buffer basa juga dapat terjadi dari campuran suatu basa lemah dengan suatu asam kuat di mana basa lemah dicampurkan berlebih (Day, 2002 ).
2. Larutan penyangga yang bersifat basa.
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih (Pencinta Lingkungan, 2010).
Larutan penyangga basa :
Jika ke dalam larutan ditambahkan suatu asam kuat, maka ion H+ yang berasal
dari asam itu akan mengikat atau bereaksi dengan ion OH-. Hal itu menyebabkan
kesetimbangan larutan menjadi bergeser ke kanan sehingga konsentasi ion OH- dapat
dipertahankan atau dengan kata lain pH larutan stabil atau dapat bertahan. Demikian juga pada penambahan suatu basa kuat, jumlah ion OH- dalam larutan akan
bertambah. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan larutan menjadi bergeser ke kiri sehingga konsentasi ion OH- dapat dipertahankan dan pH larutan tidak berubah
(Day, 2002 ).
keefektifan ini dicapai bila asam tersebut ternetralkan separuh, atau pH = pKa. Kapasitas suatu penyangga merupakan ukuran keefektifannya dalam perubahan pH pada penambahan asam atau basa. Semakin besar konsentrasi asam dan basa konjugasinya, semakin besar kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga dapat didefinisikan secara kuantitatif dengan jumlah mol basa kuat dibutuhkan untuk mengubah pH 1 L larutan sebesar 1 pH satuan (Vogel, 1979).
Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999). Asam lemah yang bereaksi CH3COOH dititrasi oleh basa kuat
NaOH.Sebelum basa tersebut ditambahkan larutan hanya berisi asam lemah, sehingga harga pH diberikan oleh perhitungan keadaan equilibriumnya. Jika kemudian basa kuat ditambahkan, maka basa kuat menerima 4 kuantitas stokiometrik dari asam lemah dengan persamaan:
CH3COOH + NaOH CH3COO- + H2O
Saat titik ekivalen semua asam asetat dan NaOH terlarut, sehingga terbentuk CH3COO- dan harga pH-pun ditentukan oleh larutan CH3COO- atau pH>7
(perhatikan untuk titrasi asam lemah-basa kuat pH ≠ 7. Setelah titik ekivalen tersebut nilai pH ditentukan oleh sisa basa kuatnya. Untuk titrasi asam lemah oleh basa luat, harga pH awal lebih tajam dari titrasi asam-basa kuat.Semakin lemah asam, maka titik ekivalen makin inflection.Untuk asam yang sangat lemah tidak mungkin untuk mendeteksi titik ekivalen.Bagi aspek sistem pengendalian kondisi lemah lebih mudah untuk dikendalikan. Hal tersebut terjadi oleh karena gain yang diperlukan untuk menaiikan pH dari asam-netral ke kondisi basanya mempunyai rentang penguatan yang lebar (Irawan dkk, 2004)
Alat dan bahan
Buret.
Beaker dan Erlenmyer.
Pipet Ukur 1 mL; 5 mL; 10mL. Pipet Volume 10 mL; 25 mL. NaOH 0,5 M dan 1 M. HCL 0,1 M.
H3PO4 0,33 M dan 0,033 M.
CH3COOH 0,05 M; 0,3 M; 0,1 M.
CH3COONa 0,05 M; 0,1 M; 1 M.
Metode
1.1Titrasi Monoprotik dan Poliprotik Disediakan alat dan bahan
50 ml HCl 0,1 M dimasukan kedalam beaker dan ditambah 50 ml aquades Dimasukan magnetik stirer
Diletakan beker tersebut diatas hot-plate magnetik stirer
Dimasukan elektroda pH meter kedalam beaker dengan posisi elektroda tercelup larutan.
Buret diisi dengan NaOH 0,5 M
Dicatat pH larutan awal, dan dimulai proses titrasi. Titrasi dilakukan setiap 0,5 ml dan dicatat nilai pH-nya
Ketika volime titrasi sudah mencapai 8 ml, volume titer diperkecil menjadi 0,2 ml dan dicatat PH-nya.
Dibuat kurva titrasi ( ml versus pH ) dan titrasi dilanjutkan hingga pH stabil. Diulangi percobaan diatas dengan diganti asamnya dengan 0,1 M CH3COOH
sebagai asam lemah monoprotik, volume titran tetap setiap 0,2 ml dan H3PO4
0,33 M sebagai asam poliprotik.
Dibuat kurva titrasi seperti percobaan sebelumnya. 1.2Kapasitas Bufer
Disediakan alat dan bahan
Dimasukan 5 campuran dari larutan asam asetat 0,05 M dan sodium asetat 0,5M dan dimasukan masing-masing kedalam buret yang berbeda dengan perbandingan (22:3); (20:5); (25:25); (5:20); (3:22)
Ukurlah pH masing-masing larutan campuran diatas dan buat kurvanya Diulangi percobaan diatas dengan mengganti larutan asam asetat 0,1 M dan
sodium asetat 0,3 M.
Ulangi percobaan nomer 4 sampai 5 hanya dengan 4 beaker (nomer 1-4),
dengan 0,5 ml NaOH 0,05 M diganti 1ml NaOH 0,1 M. Hasil pengamatan
1.1 Titrasi Monoprotik dan Poliprotik Titrasi monoprotik asam kuat
50 ml HCl 0,1 M + 50 ml H2O
Vol. NaOH yg ditambahkan pH 0 1,70 0,5 1,73 1 1,76 1,5 1,78 2 1,81 2,5 1,83 3 1,86 3,5 1,89 4 1.92 4,5 1,95 5 1,99 5,5 2,03 6 2,08 6,5 2,14 7 2,21 7,5 2,32 8 2,44 50 ml HCl 0,1 M + 50 ml H2O
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425 0
2 4 6 8 10 12
TITRASI MONOPROTIK ASAM BASA KUAT
0
Volume NaOH
p
H
50 ml CH3COO
H 0,1 M + 50 ml
H2O
0 2 4 6 8 10 12 0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Pembahasan
TITRASI REAKSI NETRALISASI Asam Monoprotik dan Poliprotik A
Kapasitas Buffer
Pada praktikum ini, dilakukan pembentukan buffer dengan menggunakan pasangan asam lemah dan garamnya. Asam lemah yang digunakan yaitu asam asetat dengan garamnya, natrium asetat.
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Asam Garam
Berdasarkan pengertian buffer pada literature, maka asam lemah akan dicampur dengan garamnya dengan volume tertentu akan membentuk larutan. Selain dilakukan pembentukan buffer, kali ini juga akan diukur pH awal dan pH setiap 0,5 ml NaOH pada proses titrasi dengan menggunakan pH meter.
Pada pembuatan buffer fosfat, diambil sejumlah volume asam sitrat dan NaH2PO4
yang disatukan dalam gelas kimia 250 ml, dilarutkan kedua larutan ini hingga menjadi larutan buffer fosfat. Lalu diambil 10 ml sampel dan diukur pH awal dan diperoleh pH awal sebesar 2,6. Selanjutnya ditetesi 2 tetes indicator, dan dititrasi seperti pada percobaan buffer asetat. Dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna, dan setiap 1 ml NaOH diukur pH larutan. Pada 1 ml NaOH awal, diperoleh pH larutan sebesar 5,2. Pada 2 ml NaOH, pH larutan naik menjadi 6,2. pH terus bertambah setiap ml penambahan NaOH pada proses titrasi. Hingga akhir titrasi, pH larutan sebesar 11,1 pada volume 4,6 ml NaOH.
Dari percobaan ini, kemampuan buffer asetat dengan kapasitas 0,01 dalam mempertahankan pH lebih baik dibandingkan buffer fosfat, buffer asetat kapasitas 0,015 dan 0,1, dimana buffer asetat dengan kapasitas 0,01 mencapai titik akhir titrannya pada volume NaOH 0,2 ml dengan merubah pH dari 7,8 menjadi 12, terjadi kenaikan sebesar 4,2. Sedangkan pada buffer fosfat, untuk mencapai akhir titrasinya dibutuhkan 4,6 ml dan merubah pH dari 2,6 menjadi 11,1. Terjadi kenaikan yang sangat besar yaitu 8,5.
Pada buffer asetat yang dibuat dalam 3 bentuk kapasitas, bila ditinjau dr setiap kapasitas, pada kapasitas 0,01
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Larutan Buffer.
http://monzapeace.blogspot.com/2010/04/contoh-laporan-buffer.html . Diakses pada 8 Oktober 2016.
Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Farmasi Fisik I. Kendari : Universitas Haluoleo Chang, R. 2006. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Daintith, J. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga: Jakarta
Day, R. A. and A. L. Underwood.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 394, 396-404.
Padmono, D.2007. Kemampuan Alkalinitas Kapasitas Penyanggan (Buffer Capacity) dalam Sistem Anaerobik Fixed Bed. Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Jakarta. Vol.8. No.2. Hal.119-127.
Soesilo, Diana, Rinna E.S., Indeswati D. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga: Surabaya.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Vogel. 1979. “Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.