Laporan Resmi Praktikum Kimia Koordinasi
“STABILISASI DAN ISOLASI SENYAWA TEMBAGA (I)”
Nama / NIM : Muhamad. Syaiful Ampri.(652015011)
Judul : STABILISASI DAN ISOLASI SENYAWA TEMBAGA (I) Tanggal Praktikum : 9 Maret 2017
Landasan teori
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif. Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini bukan berarti larutan senyawa Cu(I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada keadaan bagaimana mereka ditemukan, yaitu jika kita mencoba membuat (Cu+) cukup banyak pada larutan air, Cu2+ akan berada pada jumlah banyak (sebab konsentrasinya harus sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+. Disproporsionasi akan menajdi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap),
Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap.
Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: cuprum) dalam suatu Sistem Periodik Unsur (SPU) tembaga termasuk dalam golongan 11dan menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atom (BA) 63,546. Tembaga, perak dan emas disebut logam koin karena dipakai sejak lama sebagai uang dalam bentuk lempengan (koin). Hal ini disebabkan oleh logam ini tidak reaktif, sehingga tidak berubah dalam waktu yang lama. Tembaga adalah logam berdaya hantar listrik tinggi, maka dipakai sebagai kabel listrik. Tembaga tidak larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga teroksidasi oleh HNO3 sehingga tembaga larut dalam HNO3 .(Ranawijaya, 1985)
Senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip perilaku senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam (Svehla, 1990).
Thiourea adalah thiokarbamida, hablur tanpa warna, titik leleh 445 K. larut dalam air panas dan etanol, pereaksi analisis dan zat antara bagi zat farmasi dan zat celup. Thiourea memiliki rumus molekul (NH2)2CS (Pass, 1974).
cepat dibanding pelarutan sianida.. bisa 4 hingga 5 kali lebih cepat dibanding proses sianida (El-Sayed,1999).
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Dalam kasus pemurnian garam NaCl dengan teknik rekristalisasi pelarut (solven) yang digunakan adalah air. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondidi supersaturasi atau larutan lewat jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur, menguapkan olvens, reaksi kimia, dan mengubah komposisi solven (Agustina, 2013).
Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Syarat – syarat pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut:
 Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan.
 Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
 Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai. (Kotz, 2006)
Tujuan
1. Mempelajari cara isolasi senyawa tembaga (I) melalui pembentukan senyawa kompleks tris(tiourea)tembaga (I) sulfat.
2. Menentukan kristal tris (thiourea) tembaga(I) sulfat. 3. Menentukan %yeld kristal tris (thiourea) tembaga(I) sulfat. Alat dan bahan
a. Alat yang diperlukan
 Gelas ukur 50 ml
 Pengaduk gelas
 Corong gelas
 Kertas saring
 Thermometer 100 oC
 Alat timbang
b. Bahan Kimia yang diperlukan  Thiourea
 Tembaga (II) sulfat pentahidrat
 Asam sulfat 1 M
 Alcohol
 Es batu
 Bubuk tembaga
Metode
1. Dibuat larutan thiourea (0,25 gram) dalam 7,5 ml air dan dilarutan Cu(II) sulfat pentahidrat (0,25 gram) dalam 7,5 ml air. Kemudian larutan itu didingainkan dalam tempat yang berisi es.
2. Ditambahkan perlahan lahan larutan Cu(II) sulfat ke dalam larutan tiourea sambil diaduk terus menerus.
3. Setelah larutan Cu(II) sulfat habis ditambahkan , diamkan larutan campuran hingga terbentuk Kristal putih pada dinding gelas beker
4. Disiapkan larutan tiourea dingin (0,1 gram) dalam 1 ml air dan ditambahkan ke dalam campuran reaksi.
5. Diaduk campuran reaksi secara cepat kemudian diamkan.
6. Setelah jumlah Kristal putih yang terbrntuk maksimum lakukan penyaringan untuk memisahkan dari campuran reaksi.
7. Rekristalisasi dilakukan dengan jalan melarutkan hasil yang diperoleh ke dalam larutan tiourea (0,08 gram) dalam 15 ml air yang mengandung beberapa tetes asam sulfat 1M
8. Pelarutan dapat dipercepat dengan memanaskan larutan dengan suhu maksimum 75 oC.
9. Dinginkan larutan dan disaring Kristal putih yang terbentuk. Dicuci Kristal yang diperoleh dengan 5 ml air kemudian dengan 5 ml alcohol.
Hasil pengamatan
Massa thiourea = 0,25 gram dalam 7,5 ml aquades
Massa Cu (II) sulfat pentahidrat = 0,25 dalam 7,5 ml aquades
 Massa kertas saring kosong + cawan petri = 41,18 gram
 Massa kertas saring kosong + cawan petri + sampel = 41,40 gram  Massa sampel = 0,22 gram
Perhitungan
Massa CuSO4.5 H2O = 0,25 gram
Massa NH4CSNH4 = 0,43 gram
Mol CuSO4.5 H2O = massaCuSOMr4 .5H2O = 249,60,25gramg
/mol = 1 x 10-3 mol
Mol NH4CSNH4 =
massa NH4CSNH4
Mr =
0,43gram
76,12g/mol = 5,6 x 10-3 mol
6NH4CSNH4 + 2 CuSO4.5 H2O [Cu(CS(NH2)2)3]2(SO4)2 + 10H2O
M : 5,6 x 10-3 mol 1 x 10-3 mol
R : 3 x 10-3 mol 1 x 10-3 mol 5 x 10-4 mol
S : 2,6 x 10-3 mol - 5 x 10-4 mol
Mol [Cu(CS(NH2)2)3]2(SO4)2 = 5 x 10-4 mol
Massa [Cu(CS(NH2)2)3]2(SO4)2 = 5 x 10-4 mol x 679,85 g/mol = 0,34 gram
% yield = massa kristal
massa toritis x 100%
= 0,22gram
Pembahasan
Isolasi senyawa tembaga(I) dapat dilakukan dengan membentuk suatu senyawa kompleks, di mana pada percobaan ini akan dibuat senyawa tembaga(I) dalam bentuk senyawa kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat. Reaktan yang dibutuhkan untuk membuat senyawa kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat yakni berupa thiourea dan tembaga (II) sulfat pentahidrat. Sementara itu, untuk teknik pemurnian kristal dilakukan dengan rekristalisasi.
Dalam percobaan ini dilakukan proses stabilisasi senyawa Cu+, di mana proses stabilisasi dilakukan melalui pembentukan suatu senyawa larut. Tembaga (Cu) mempunyai keadaan oksidasi +1 dan +2. Keadaan oksidasi tembaga yang normal dan berada di alam yakni +2 (Cu2+), sementara itu untuk keadaan oksidasi tembaga +1 (Cu+) tidak ada di alam sehingga keberadaannya harus melalui proses isolasi.
Pada pembuatan kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat, kedua reaktan yakni thiourea dan tembaga (II) sulfat pentahidrat dicampurkan dalam suhu rendah (kondisi dingin). Suhu pada proses reaksi harus dijaga pada kondisi yang rendah karena agar kristal kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat dapat terbentuk. Pada proses pendinginan kedua reaktan sebelum dicampurkan, pendinginan thiourea dijaga agar tidak terlalu dingin karena justru akan memicu terbentuknya kembali kristal thiourea.
Pada saat penambahan thiourea ke dalam Cu(II)sulfat, terbentuk gumpalan (seperti padatan) yang berwarna agak kekuningan. Warna kuning ini dimungkinkan masih adanya kandungan sulfur dalam campuran. Oleh sebab itu, dilakukan penambahan larutan thiourea yang kedua untuk menyempurnakan dan mengoptimalkan pembentukan kristal yang terjadi. Hasilnya, terbentuk padatan berupa butiran kristal yang lebih putih. Hal ini menunjukkan bahwa kristal tris(thiourea)tembaga(I)sulfat telah terbentuk.
Larutan Cu(II)sulfat saat dilarutkan dalam air akan terurai menjadi: ����4(�� ) → ��2+(�� ) + ��42− (�� )
Pencampuran larutan CuSO4 ke dalam larutan thiourea akan menyebabkan terjadinya reaksi redoks sebagai berikut.
16��2+ + 16� → 16��+
8 �2� 2�� + 16�2� → 16��+ + �8 + 16��4+ + 8��2 + 16� 16��2+ + 8 �2� 2�� + 16�2� → 16��+ + 16��+ + �8 + 16��4+ + 8��2
Ion Cu+ kemudian bereaksi dengan thiourea membentuk ion kompleks: ��+ + 3(�2�)
2�� → [��((�2�)2��)3]+
Kompleks tris (thiourea) tembaga(I) sulfat yang diperoleh berupa padatan kristal, sehingga perlu dilakukan rekristalisasi untuk menghilangkan pengotor yang terkadung pada kristal agar memiliki kemurnian yang tinggi. Proses rekristalisasi kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat menggunakan pelarut thiourea yang kemudian dilakukan dengan pemanasan dalam kondisi asam (H2SO4). Penggunaan pelarut thiourea karena larutan thiourea dapat melarutkan kompleks tris (thiourea) tembaga(I) sulfat dalam kondisi panas, sehingga dapat dipisahkan dari pengotornya. Pencucian kristal menggunakan akuades dan alkohol untuk membersihkan kristal dari senyawa yang bersifat polar karena pengotor polar akan ikut larut saat dicuci dengan akuades dan alkohol.
Pada hasil percobaan diperoleh padatan kristal tris (thiourea) tembaga(I) sulfat berwarna putih dan tidak berbau dengan berat 0,22 gram. Dan didapat % yeld sebesar 64,7%.
Jawab pertanyaan
1. Jika ion logam mempunyai kerapatan electron yang tinggi maka ion logam itu akan lebih siap untuk menyumbangkan electron dalam pembentukan ikatan phi dengan ligan, Dengan adanya ikatan phi ini akan menyebabkan naiknya stabillitas ion komplek. Dengan demikian suatu jenis ion logam dengan keadan oksidasi yang lebih rendah akan lebih siap berpartisipasi dalam pembentukan ikatan phi. Untuk keperluan stabilitas Cu(I) dalam larutuan thiourea merupakan ligan yang cocok. Senyawa kompleks yang terbentuk adalah ion tris(tiourea)tembaga(I) dengan ikatan koordinasi terjadi antara ion Cu(I) dengan atom S dari thiourea.
2. Ion kompleks yang dihasilkan adalah [��((�2�)2��)3]+. Karena Larutan Cu(II)sulfat bereaksi dalam air akan terurai. Setelah itu pencampuran larutan CuSO4 ke dalam larutan thiourea akan menyebabkan terjadinya reaksi redoks. Kemudian Ion Cu+ kemudian bereaksi dengan thiourea membentuk ion komplek.
Kesimpulan
1. Isolasi senyawa tembaga(I) dapat dilakukan dengan membentuk suatu senyawa kompleks, di mana pada percobaan ini akan dibuat senyawa tembaga(I) dalam bentuk senyawa kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat. Reaktan yang dibutuhkan untuk membuat senyawa kompleks tris(thiourea)tembaga(I)sulfat yakni berupa thiourea dan tembaga (II) sulfat pentahidrat. Sementara itu, untuk teknik pemurnian kristal dilakukan dengan rekristalisasi.
2. Padatan kristal tris (thiourea) tembaga(I) sulfat berwarna putih dan tidak berbau didapat dengan berat 0,22 gram.
3. % yeld yang didapat dari pembuatan kristal tris (thiourea) tembaga(I) sulfat yaitu 64,7%.
Daftar Pustaka
Kotz, 2006, Chemistry and Chemical Reactivity, Seventh Edition, Belmont, USA. Pass, G., 1974, Practical Inorganic Chemistry, Chapman and Hall, London. Ranawijaya, J. (1985). ilmu kimia2. jakarta: depdikbud.
Rositawati, Agustina Leokrist., Dkk, (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri.Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. Vol. 2, No.4.Universitas Diponegoro. Semarang. Diakses tanggal 8 Desember 2014