• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kader Perempuan Dalam Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Kader Perempuan Dalam Organisasi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sosial masyarakat perempuan sering dijadikan sebagai masyarakat

kelas dua. Adanya sistem patriarkhi yang berlaku dalam masyarakat membuat perempuan

menjadi terpinggirkan oleh laki-laki. Sistem patriarkhi yang berkembang sekarang ini

diartikan sebagai sebuah sistem pengambilan keputusan dalam kehidupan berpolitik, dimana

pendapat laki-lakilah yang diutamakan. Sistem budaya patriarkhi ini dulunya menempatkan

laki-laki sebagai pencari nafkah (sektor publik) dan perempuan mengerjakan aktifitas rumah

tangga (sektor domestik). Pembagian kerja ini menghasilkan penghargaan sosial yang

berbeda, karena laki-laki sebagai pihak yang memperoleh uang dan mempunyai kekuatan

ekonomi sering kali menganggap perempuan hanya sebagai pendamping, bukan sebagai

mitra yang sejajar. Hal inilah yang sering sekali menimbulkan ketidakmandirian pada

perempuan.

Tidak berbeda dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, perempuan masih

menjadi bagian yang tertinggal dari kaum laki-laki, perempuan masih menjadi objek di dalam

masyarakat. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya selalu di dominasi oleh

laki-laki. Perempuan hanya dianggap sebagai instrument pendukung apabila dibutuhkan oleh

laki-laki. Hal ini tentu saja berkaitan dengan budaya dalam masyarakat, di mana dalam

masyarakat tersebut terdapat sebuah konstruksi kesenjangan hak, status, fungsi dan peran

antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan menjadi kelompok yang mengalami

subordinasi atas laki-laki.

Dalam sistem yang lebih besar dan kompleks, hubungan antara laki-laki dan

perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan pola perilaku yang mencerminkan

penerimaan dari pihak laki-laki atau perempuan terhadap kedudukan tiap-tiap jenis kelamin.1

1

Sugihastuti dan Itsna Hadi. 2007. Gender Dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 82

Proses ini dikuatkan oleh realitas dalam banyak kebudayaan bahwa posisi laki-laki berada

lebih tinggi secara struktural dibandingkan dengan perempuan. Hal ini membuktikan bahwa

interaksi yang terjalin menuntut adanya satu jenis kelamin yang lebih unggul dibandingkan

(2)

dan peran yang lebih menentukan dalam berbagai proses sosial dibandingkan dengan

perempuan, bahkan pada lingkup pergaulan sosial yang lebih luas seperti kelompok

masyarakat. Proses pengambilan keputusan dalam sebuah keluarga, dengan demikian, juga

tidak terlepas dari kontrol kekuasaan laki-laki yang dianggap lebih berwenang.

Hal ini terus terjadi dan seolah-olah dilegalkan oleh konstruksi kebudayaan setempat.

Proses yang berulang akhirnya banyak membentuk pandangan negatif tentang kaum

perempuan yang diantaranya meliputi fungsi, peran dan kedudukan mereka dalam kehidupan

bermasyarakat. Salah satunya ialah stereotip bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah,

sedangkan kaum laki-laki ialah kaum yang kuat. Berdasarkan hal ini, perempuan memiliki

kecenderungan yang kuat untuk bergantung kepada laki-laki. Sebaliknya, laki-laki memiliki

kekuasaaan untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas,

sistem pembagian kerja dan sebagainya.

Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh

dilupakan adalah konsep gender. Hal ini menjadi masalah yang krusial karena stereotip yang

dibentuk oleh gender dalam aplikasinya memiliki kecenderungan menguntungkan jenis

kelamin tertentu yakni laki-laki. Keuntungan tersebut dilihat dari berbagai bentuk tatanan

sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang menganut budaya patriarkhi.

Perempuan, sebagai lawan jenis dari laki-laki, digambarkan dengan citra-citra tertentu yang

mengesankan inferioritas perempuan, baik dalam struktur sosial maupun budaya.

Kesan-kesan inferioritas salah satunya dapat ditemukan dalam sistem pembagian

kerja yang menyangkut fungsi dan peran perempuan.2

2

Ibid, hlm.83

Terdapat pemahaman yang

menyatakan bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai istri, ibu dan ibu rumah tangga

bagi keluarga, tetapi juga secara sosial dan budaya dalam lingkup yang lebih luas. Akan

tetapi, ketika peran-peran bagi anggota keluarga secara dominan dikuasai oleh laki-laki,

perempuan tidak memiliki peran yang signifikan dalam menjalankan suatu fungsi tertentu

karena sudah ditangani oleh laki-laki. Salah satunya ialah peran perempuan yang tidak

berjalan dalam menjalankan fungsi sosial sebagai bagian dari sebuah komunitas masyarakat.

Perempuan membutuhkan aktualisasi diri dalam masyarakat maupun organisasi, bukan

sebagai individu yang menjalankan fungsinya dalam lingkup rumah tangga saja. Akan tetapi,

(3)

Beberapa permasalahan yang membuat gender menjadi permasalahan sosial,

diantaranya adalah: perempuan tidak berkembang karena sebagian masyarakat beranggapan

bahwa perempuan harus bekerja di rumah, perempuan tidak mendapat pendidikan seperti

laki-laki karena dianggap tidak perlu, perempuan sangat tergantung pada laki-laki, laki-laki

tidak peduli dengan pekerjaan rumah tangga, dan lain sebagainya yang membuat terjadinya

kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Pada realitanya posisi superordinasi selalu diisi

oleh kaum laki-laki. Perempuan selalu berada di bawah laki-laki dalam kondisi dan situasi

tertentu hingga membuat perempuan hanya menjadi kelompok yang dipandang lemah dan

selalu menjadi kelompok subordinasi dalam kesenjangan kelas sosial.

Membicarakan keterlibatan perempuan dalam organisasi tentu menimbulkan

pertanyaan sejak kapan perempuan terlibat di dalam organisasi? Pada zaman penjajahan

Belanda telah lahir seorang pejuang perempuan, yaitu R.A Kartini (1879-1904). Beliau

adalah pelopor dan pendahulu perjuangan untuk pendidikan perempuan dan persamaan hak

perempuan. Kartini berpendapat bahwa bila perempuan ingin maju dan mandiri, maka

perempuan harus mendapat pendidikan. Kartinilah yang membangun pola pikir kemajuan,

dengan cara menggugah kesadaran orang-orang sejamannya, bahwa kaum perempuan harus

sekolah, tidak hanya di sekolah rendah namun harus dapat meneruskan ke sekolah yang lebih

tinggi. Gagasan Kartini kemudian diikuti oleh beberapa tokoh perempuan lainnya. Pada tahun

1904 Dewi Sartika mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan di Bandung. Keterlibatan

Dewi Sartika mendirikan sekolah tersebut merupakan cerminan bahwa perempuan telah

mampu mengorganisir, sehingga sekolah tersebut dapat berdiri.

Organisasi yang bersifat formal muncul pada tahun 1912 yang bernama Putri Mardika

di Jakarta. Organisasi ini berdiri untuk memperjuangkan pendidikan untuk perempuan,

mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa takut dan mengangkat

perempuan ke kedudukan yang sama seperti laki-laki.3

Keterlibatan perempuan di dalam organisasi umumnya juga tidak berbeda jauh

dengan keadaan dalam masyarakat umum. Perempuan tidak banyak mengambil posisi khusus

seperti ketua organisasi, baik itu di dalam organisasi mahasiswa maupun dalam organisasi Dengan berdirinya organisasi

perempuan sesungguhnya telah cukup menyatakan bahwa perempuan tidak asing lagi dalam

kehidupan berorganisasi.

3

(4)

politik. Kebanyakan perempuan menjadi sekretaris maupun bendahara. Kedudukan yang

seperti ini memang dianggap sebagai milik perempuan karena dikatakan sangat identik

dengan ketelitian. Perempuan dianggap mampu dalam melakukan hal tersebut.

Sebelumnya perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap di dalam organisasi, di

mana perempuan tidak menempati posisi strategis di dalam organisasi. Saat ini masih banyak

terdapat keengganan pada diri perempuan untuk terlibat penuh di dalam organisasi. Banyak

hal yang membuat kondisi seperti ini terjadi, salah satunya seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya adalah adanya anggapan masyarakat bahwa perempuan harus bekerja di rumah

saja, sehingga membuat perempuan tidak mempunyai peluang yang besar untuk

berpartisipasi di dalam organisasi.

Dominannya laki-laki daripada perempuan dalam hal jabatan struktural organisasi

seringkali menyebabkan kurangnya keaktifan serta mobilitas yang sangat rendah bagi

perempuan dalam menjalankan kegiatan organisasi. Hal inilah yang menyebabkan dalam

sebuah organisasi tertentu dibentuk badan khusus yang memposisikan perempuan pada posisi

yang khusus. Salah satu organisasi yang memiliki badan khusus dalam bidang

keperempuanan adalah Himpunan Mahasiswa Islam. Himpunan Mahasiswa Islam adalah

sebua

Mahasiswa Islam yang selanjutnya akan disingkat HMI adalah sebuah organisasi mahasiswa

yang berfungsi sebagai organisasi kader dan berperan sebagai organisasi perjuangan.4

Secara hierarki kepemimpinan tertinggi HMI berada di tangan Pengurus Besar HMI

(PB HMI). Dalam melaksanakan aktifitasnya, PB dibantu oleh Badko (Badan Koordinasi).

Badko HMI yang dibentuk tahun 1963 mengkoordinir beberapa cabang, minimal

mengkordinasikan cabang-cabang di satu provinsi.

Dikatakan sebagai organisasi kader karena keanggotaan HMI adalah sepanjang menjadi

mahasiswa, sehingga ada batasan ruang dan waktu. Sebagai organisasi kader maka HMI

harus bersifat mandiri, independen di tengah pluralisme umat dan kebhinekaan bangsa. Hal

ini diperlukan untuk dapat menjadi perekat kebhinekaan kebebasan berpikir untuk mencari

formula yang terbaik di segala bidang, yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

5

4

Konstitusi HMI hasil Kongres ke XXVII Depok tahun 2010

5

Solichin. 2010. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation. hlm.7

(5)

dibentuk adalah Badko HMI Sumatera Utara (Sumut). Tugas umum dari Badko HMI Sumut

adalah membantu PB HMI dalam mengkoordinir cabang-cabang yang ada di wilayah Sumut.

Dalam organisasi HMI ini terdapat sebuah lembaga semi otonom yang menempatkan

kader-kader perempuannya pada posisi khusus. Lembaga semi otonom tersebut dinamakan

Korps HMI Wati atau disingkat dengan Kohati. Kohati ini dibentuk sebagai wadah untuk

memfasilitasi kader-kader perempuan yang ada di HMI agar kontribusinya terhadap

organisasi lebih besar. Selain itu Kohati dibentuk agar kader-kader perempuan di dalam

organisasi tidak merasa terpinggirkan keberadaannya oleh kader laki-laki yang jumlahnya

lebih banyak daripada kader perempuan tersebut. Hal ini terlihat dari jabatan stuktural yang

ada di HMI didominasi oleh kader laki-laki, seperti jabatan ketua umum dan sekretaris

jendral yang belum pernah diduduki oleh kader perempuannya.

Kohati sebagai badan khusus yang berfungsi dan bekerja di bidang kewanitaan adalah

aparat HMI yang tidak terpisahkan. Kohati dibentuk di semua jenjang organisasi, sejak dari

Kohati PB hingga Kohati komisariat. Lembaga Kohati tersebut merupakan lembaga khusus

yang diisi oleh kader-kader permpuan HMI. Kohati sebagai salah satu badan khusus yang ada

di HMI memiliki bidang kerja yang sangat khusus dan visioner, yakni keperempuanan.

Kohati sebagai sebuah lembaga keperempuanan yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam

tentulah juga memiliki peran penting dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Sejak

didirikannya pada tanggal 17 September 1966, peranannya dirasakan bukan hanya di

lingkungan internal organisasi, namun pula masyarakat secara keseluruhan.

Dalam lembaga Kohati ini perempuan mendapatkan posisi khusus hingga dapat

mengekspresikan minat dan bakat mereka tanpa adanya dominasi dari kader laki-laki. Kohati

menyelenggarakan berbagai usaha yang dapat mendorong peningkatan peranan perempuan

dalam wadah-wadah kerjasama organisasi perempuan. Kohati juga melaksanakan

kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas HMI Wati sesuai dengan tingkat perkembangan

perempuan khususnya dalam masyarakat umum.

Hal tersebutlah yang membuat penulis ingin meneliti lebih jauh tentang bagaimana

peran perempuan di dalam sebuah organisasi. Karena dengan adanya lembaga ini diharapkan

perempuan tidak lagi berada pada posisi nomor dua dalam masyarakat. Hingga dalam

kehidupan masyarakat yang lebih luas perempuan mampu memposisikan diri sejajar dengan

(6)

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah “Bagaimana

peran kader perempuan dalam organisasi HMI Sumatera Utara”.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan

penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor

mana saja yang termasuk ke dalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak. Maka

untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan

uraian yang sistematis diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah

yang akan diteliti oleh penulis yaitu: penelitian ini mengkaji tentang bagaimana peran

perempuan dalam Kohati Badko HMI Sumut.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran

perempuan dalam Kohati Badko HMI Sumut.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan

kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

studi program strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

2. Secara teoritis penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan mampu

memberikan kontribusi pemikiran mengenai peran perempuan dalam organisasi.

3. Hasil pemikiran ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan, serta

(7)

F. Kerangka Teori F.1 Peran

Pengertian peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran

didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi

harapan-harapan mereka sendiri atau harapan-harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peran diartikan sebagai pemain sandiwara

atau film dan tukang lawak pada permainan makyong.7 Namun KBBI menambahkan

keterangan pada tema peran sebagai “perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang

yang berkedudukan di masyarakat”. Jika dibawa ke dalam lingkup kehidupan bermasyarakat,

maka peran ialah sesuatu yang melekat pada kedudukan manusia sebagai makhluk sosial; ia

diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan yang melekat pada kedudukannya

tersebut. Dari sinilah kemudian muncul istilah dalam bahasa Inggris role expectation-harapan

mengenai peran seseorang dalam kedudukannya.8

Peran merupakan kesadaran yang tumbuh dari dalam untuk berpartisipasi atau ikut

serta untuk menyumbangkan segala kemampuan pikir dan fisik demi sebuah kemajuan.

Karena itu peran selalu melahirkan kepekaan untuk-misalnya-mengetahui apa yang dirasakan

(keluhan dan harapan) orang-orang di sekitarnya. Jadi, peran bukan soal hak dan kewajiban

namun lebih merupakan tanggung jawab individual yang terkait dengan harapan dan norma

dimana seseorang dituntun kesadarannya untuk memenuhinya sehingga ia menjadi manusia

yang bermanfaat bagi sesamanya.

Peran memungkinkan para aktor yang bermain di panggung kehidupan dapat bermain

sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Harapan-harapan peran merupakan

pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu, misalnya sebagai dokter,

mahasiswa, wanita dan lain sebagainya diharapkan agar berperilaku sesuai dengan peran

tersebut.

6

Friedman, Marilyn M.1998. Family Nursing. Theory & Practice. 3/E. Jakarta: EGC. hlm.286

7

Hasan Alwi. 2007. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 854

8

(8)

F.2 Gender

Gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku,

mentalitas dan emosi serta faktor-faktor non-biologis lainnya.9 Secara historis, konsep gender

pertama kali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan

antara gender dan seks. Perbedaan seks berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu

yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui). Perbedaan gender

adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak

selalu identik dengannya. Jadi kelihatan bahwa gender lebih mengarah kepada simbol-simbol

sosial yang diberikan pada suatu masyarakat tertentu. Gender adalah pembedaan peran,

perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui interpretasi

terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan.10

Gender sendiri merupakan suatu istilah yang dimaknai sebagai perbedaan peran,

fungsi, tanggung jawab, harapan dan karakteristik, feminitas dan maskulinitas antara laki-laki

dan perempuan.

Jadi gender tidak diperoleh dari lahir

tapi dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa. Oleh

karena itu, gender dapat disesuaikan dan diubah.

Pembicaraan mengenai gender dewasa ini semakin hangat dalam perbincangan

mengenai kemajuan perkembangan kaum perempuan maupun posisi dan status perempuan

dalam kesetaraan dengan kaum pria. Gender menjadi bagian penting dalam kehidupan

masyarakat modern yang sejak kemunculan istilahnya merupakan sebuah bentuk perjuangan

atas diskriminasi terhadap kaum perempuan. Hasil konstruksi sosial di masyarakat sering

menempatkan perempuan sebagai kaum nomor dua, di mana perempuan sering kali dianggap

sebagai kaum lemah yang tidak memiliki posisi tawar, sehingga menyebabkan perempuan

mudah untuk didiskriminasi.

11

9

Nasaruddin Umar. 1999. Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran. Jakarta: Paramadina.

10

Harmona Daulay. 2007. Perempuan Dalam Kemelut Gender. Medan: USU Press, Medan. hlm 4

Salah satu contoh perbedaan tersebut antara lain laki-laki menjalankan

peran produksi sedangkan perempuan menjalankan peran pemeliharaan. Gender bukan

sebuah kodrat akan tetapi bentukan manusia yang artinya dapat berubah setiap saat dan dapat

dipertukarkan. Gender merupakan sebuah alat analisa, dimana analisa gender dilakukan untuk

11

(9)

menganalisa hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan. Hubungan antara kuasa dan

peran laki-laki maupun perempuan.12

Islam mengakui adanya perbedaan (distrinction) antara laki-laki dan perrmpuan,

bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis

perempuan yang dirakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan itu tidak

dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.

F.2.1 Kodrat Perempuan dalam Islam

Menarik untuk dikaji lebih mendalam bagaimana sesungguhnya pandangan Islam

(al-Qur’an dan hadis) dalam menempatkan perbedaan jenis kelamin (gender) dalam konsep

pranata sosialnya. Tidak ada penjelasan khusus yang lebih mendetail tentang bagaimana

kodrat perempuan dalam al-Qur’an dan hadis. Namun kalau yang dimaksud kodrat

perempuan terkandung upaya untuk memberdayakan perempuan, maka dapat ditemukan

beberapa ayat dan hadis. Bahkan yang paling pertama harus bersyukur dengan datangnya

Islam adalah perempuan.

Sebelum datangnya Islam, perempuan ditempatkan sebagai objek yang hampir tidak

mempunyai hak-hak pribadi. Seorang perempuan tidak berhak mendapatkan harta warisan. Ia

tidak mempunyai hak-hak politik seperti halnya kaum laki-laki. Meraka harus tunduk di

bawah tekanan dan keinginan suami dan berkewajiban untuk mengamankan dan

membereskan segenap isi rumah dan sebagainya. Kehadiran Islam kemudian mengangkat

harkat perempuan dalam suatu posisi yang sepadan dengan kaum laki-laki. Al-Qur’an

memberikan pandangan optimis terhadap perempuan, salah satunya dengan menekankan

suatu prinsip bahwa ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa

membedakan etnik dan jenis kelamin. Al-Qur’an berusaha memandang perempuan dalam

suatu struktur kesetaraan gender dengan kaum laki-laki.

13

Dalam Islam,

kaum perempuan juga memperoleh berbagai hak sebagaimana halnya kaum laki-laki. Sebagai

contoh dapat dilihat beberapa hal berikut ini:

12

Listiani dkk. 2002. Gender Dan Komunitas Perempuan Pedesaan. Medan; BITRA Indonesia. hlm 56

13

(10)

1. Hak-hak dalam Bidang Politik

Tidak ditemukan ayat atau hadis yang melarang kaum perempuan untuk aktif dalam

dunia politik. Sebaliknya al-Qur’an dan hadis banyakl mengisyaratkan tentang kebolehan

perempuan aktif menekuni dunia tersebut.

Al-Qur’an surah at-Taubah/9:71 menyatakan:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)

menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang

ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan

mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;

sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Kalimat dalam ayat di atas mencakup kerja sama, bantuan dan penguasaan; sedangkan

“menyuruh mengerjakan yang ma’ruf” mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi

masukan dan kritik terhadap penguasa.

2. Hak dalam Memilih Pekerjaan

Seperti halnya dalam bidang politik, memilih perempuan juga tidak ada larangan, baik

pekerjaan itu di dalam atau di luar rumah, baik secara mandiri maupun secara kolektif, baik

di lembaga pemerintahan ataupun di lembaga swasta—selama pekerjaan tersebut

dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan dan tetap memelihara agamanya, serta tetap

menghindari dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.

Dalam Islam, kaum perempuan mendapatkan kebebasan bekerja, selama mereka

memenuhi syarat dan mempunyai hak untuk bekerja dalam bidang apa saja yang dihalalkan.

Jabatan kontroversi bagi kaum perempuan adalah menjadi kepala negara. Sebagian ulama

masih menganggap jabatan ini tidak layak bagi seorang perempuan. Namun perkembangan

amsyarakat dari zaman ke zaman pendukung pendapat ini semakin berkurang. Bahkan

al-Maududi yang dikenal sebagai ulama yang secara lebih tekstual mempertahankan ajaran

Islam sudah memberikan duukungan kepada perempuan untuk menduduki jabatan perdana

menteri di Pakistan.

3. Hak Memperoleh Pelajaran

Kalimat pertama yang diturunkan dalam al-Qur’an adalah kalimat perintah, yaitu

perintah untuk membaca (iqra’). Hal ini menegaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan

dalam Islam. Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak hanya pada laki-laki, tetapi

juga pada kaum perempuan, seperti ditegaskan dalam hadis yang popular: “Menuntut ilmu

(11)

Kemerdekaan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan banyak dijelaskan dalam

hadis, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat wanita yang

membuat keserupaan diri dengan kaum laki-laki, demikian pula sebaliknya, tetapi tidak

dilarang mengadakan perserupaan dalam hal kecerdasan dan amal ma’ruf.

Al-Qur’an menempatkan kaum laki-laki dan perempuan sebagai dua jenis makhluk

yang mempunyai status yang sama, baik dalam posisi dan kapasitasnya sebagai pengabdi

kepada Tuhan, maupun sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifah).14

F.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender

Antara satu dengan lainnya

tidak terdapat superioritas, baik dilihat dari segi asal-usul dan proses penciptaan maupun

dilihat dari struktur sosial masyarakat Islam. Kalaupun harus diberikan perbedaan adalah

dalam struktur biologis yang memang sudah ditentukan sejak asalnya sebagai sebuah

identitas gender yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.

15

Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender telah

melahirkan berbagai ketidakadilan. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau

ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikonstruksikan secara sosial dan

budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini

menyebabkan sejumlah persoalan. Persoalan gender disebabkan karena Negara Indonesia

menganut hukum hegemoni patriarkhi, yaitu yang berkuasa di dalam keluarga adalah bapak.

Patriarkhi menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam keluarga

dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya.

Patriarkhi adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting

dalam masyarakat, pemerintahan, militer, organisasi, pendidikan, industri, agama dan lain

sebagainya.

Selain hukum hegemoni patriarkhi di atas ketidakadilan gender juga disebabkan

karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal besar itulah yang

menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat dari pada perempuan

akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar.

14

Ibid hlm.35

15

(12)

F.2.3 Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan16

• Gender dan Marginalisasi Perempuan

Perbedaan gender dalam beberapa hal akan mengantarkan pada ketidakadilan gender.

Ketidakadilan yang dilahirkan oleh perbedaan gender inilah yang sesungguhnya sedang

dipertanyakan. Ternyata dari sejarah perekembangan hubungan yang tidak adil, menindas

serta mendominasi antara kedua jenis kelamin tersebut. Bentuk manifestasi ketidakadilan

gender ini adalah dalam mempersepsi, member nilai, serta dalam pembagian tugas antara

laki-laki dan perempuan. Uraian ini akan menganalisis bagaimana manifestasi ketidakadilan

gender dalam bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan pekerjaan yang mereka lakukan.

Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi atatu pemiskinan

terhadap kaum perempuan. Marginalisasi atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Ada

beberapa mekanisme proses marginalisasi kaum perempuan. Dari segi sumbernya bisa

berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan

kebiasaan atau bahakan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi yang disebabkan

oleh perbedaan gender misalnya dilihat pada adanya pekerjaan khusus perempuan

seperti guru kanak-kanak, pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang

rendah.

• Gender dan Subordinasi Pekerjaan Perempuan

Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam

pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang

dikonstruksikan secara sosial. Hal ini disebakan karena belum terkondisikannya

konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja bagi

perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional atau emosional, sehingga

perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin, dan berakibat munculnya sikap yang

menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan diindentikkan

dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum

perempuan pada sektor pekerjaan misalnya presentase jumlah pekerjaan perempuan,

penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak perempuan yang berkaitan dengan

kodratnya yang belum terpenuhi. Agar perempuan tidak tersubordinasi lagi, maka

perempuan harus mengejar berbagai ketertinggalan dari lelaki untuk meningkatkan

16

(13)

kemampuan kedudukan, peranan, kesempatan dan kemandiriannya. Dengan demikian

perempuan mampu bersama lelaki sebagai mitra yang sejajar, selaras dan seimbang.

• Gender dan Stereotip atas Pekerjaan Perempuan

Stereotip adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu.

Stereotip adalah bentuk ketidakadilan. Secara umum stereotip merupakan pelabelan

atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu

berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Dengan adanya

pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotip yang dikonstruksi oleh

masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan lelaki dan perempuan.

Oleh karena itu perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka

peluang perempuan untuk berpartisipasi di luar rumah sangat terbatas.

F.3 Kader

Kader adalah orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga

kepengurusan dalam sebua

'pemihak' dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut.17

Dalam hal

membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut, seorang kader dapat berasal dari luar

organisasi tersebut dan biasanya merupakan simpatisan yang berasas dan bertujuan sama

dengan institusi organisasi yang membinanya. Pada umumnya penggunaan kata 'kader' sangat

lekat pad

yang membantu tugas ormas tersebut. Kaderisasi merupakan usaha pembentukan seorang

kader secara terstruktur dalam organisasi yang biasanya mengikuti suatu silabus tertentu.

Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi.

Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan

formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non

formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga

diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna.18

Kader juga dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang terorganisir secara

terus-menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Hal ini dapat

dijelaskan, pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal

18

(14)

aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi.

Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus-menerus (permanen), tidak mengenal

semangat musiman, tapi utuh dan konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan

kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagi tulang punggung atau

kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Keempat,

seorang kader memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merspon dinamika sosial

pingkungannya dan mampu melakukan social engineering.

Dalam tubuh organisasi, kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagai tenaga

penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin dan sebagai benteng organisasi. Kader adalah

anggota inti. Kader adalah tenaga penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar

dan ideologi perjuangan. Ia mampu melaksanakan perjuangan secara konsekuen di setiap

waktu, situasi dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang

berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum.19

Dari sini, pandangan umum mengenai pengkaderan suatu organisasi dapat dipetakan

menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran

kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi

adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan Pengkaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian,

situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan

potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang

lain dan dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaan sekarang dan mewujudkan masa depan

yang lebih baik sesuai dengan cita-cita yang diidealkan, nilai-nilai yang di yakini serta misi

perjuangan yang diemban. Sistem pengkaderan yaitu totalitas upaya pembelajaran yang

dilakukan secara terarah, terencana, sistemik, terpadu, berjenjang dan berkelanjutan untuk

mengembangkan potensi, mengasah kepekaan, melatih sikap, memperkuat karakter,

mempertinggi harkat dan martabat, memperluas wawasan, dan meningkatkan kecakapan agar

menjadi manusia yang beradab, berani, santun, berkarakter, terampil, loyal, peka, mampu dan

gigih menjalankan roda organisasi dalam segala upaya pencapaian cita-cita dan tujuan

perjuangannya. Oleh karena itu, pengakaderan merupakan hal penting bagi sebuah organisasi,

karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan.

19

(15)

kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas

organisasi. Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain

adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi

organisasi. Sifat sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus

memenuhi beberapa fondasi dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader

organisasi yang handal, cerdas dan matang secara intelektual dan psikologis.

Sistem pengkaderan mengenal tiga bentuk pengkaderan yang bersifat substansial dan

komplementasi serta terikat satu dengan yang lainnya yaitu Pengkaderan Formal,

Pengkaderan Informal dan Pengkaderan Non Formal. Secara bersama-sama, ketiganya

terpadu dengan suasana dan kebiasaan sehari-hari di lingkuangan imadiklus yang memiliki

andil menentukan dalam proses pengkaderan.

Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, pencapaian,

situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan

potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga kader dapat membantu orang

lain dan dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaan sekarang dan mewujudkan masa depan

yang lebih baik sesuai dengan cita-cita yang diidealkan, nilai-nilai yang di yakini serta misi

perjuangan yang diemban.

Dalam hal ini kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses pengkaderan

sehingga telah memiliki ciri kader sebagaimana telah dikemukakan di atas dan memiliki

integritas kepribadian yang utuh, yaitu: Beriman, Berilmu dan beramal shaleh sehingga siap

mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

F.4 Organisasi

Organisasi adalah kesatuan (entity) social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif

terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atatu sekelompok tujuan.20

20

Stephen P. Robbins. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Jakarta: Arcan. hlm.4

Perkataan

dikoordinasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial berarti

bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola

interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan

(16)

Sebuah organisasi mempunyai batasan yang relatif dapat diidentifikasi. Batasan dapat

berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata

harus ada agar dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Pada organisasi sosial,

para anggota biasanya member kontribusi dengan imbalan prestise, interaksi sosial atau

kepuasan dalam membantu orang lain. Setiap organisasi mempunyai batasan yang

membedakan antara siapa yang menjadi bagian dan siapa yang tidak menjadi bagian dari

organisasi tersebut.

Orang-orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatu keterikatan yang

terus-menerus. Rasa keterikatan ini tentunya bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Sebaliknya,

organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun saat

mereka menjadi anggota, orang-orang di dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.

Organisasi dapat dikonsepkan dengan berbagai cara. Sebagai sebuah sistem politik,

organisasi terdiri dari pendukung internal yang mencoba memperoleh control dalam proses

pengambilan keputusan agar dapat memperbaiki posisi mereka. Sebagai alat dominasi,

organisasi menempatkan para anggotanya ke dalam “kotak-kotak” pekerjaan yang

menghambat apa yang dapat mereka lakukan dan individu yang dengannya mereka dapat

berinteraksi. Selain itu, mereka diberi atasan yang mempunyai kekuasaan terhadap mereka.

Organisasi juga dapat dikonsepkan sebagai penjara psikis, dimana organisasi menghambat

para anggota dengan membuat uraian pekerjaan, departemen, divisi dan perilaku standar yang

dapat diterima dan tidak dapat diterima.

F.4.1 Fungsi Organisasi

Organisasi mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah memenuhi kebutuhan

pokok organisasi, mengembangkan tugas dan tanggung jawab, memproduksi hasil produksi

dan mempengaruhi orang.21

1. Memenuhi Kebutuhan Pokok Organisasi

Setiap organisasi mempunyai kebutuhan pokok masing-masing dalam rangka

kelangsungan hidup organisasi tersebut. Misalnya semua organisasi cenderung memerlukan

gedung sebagai tempat beroperasinya organisasi, uang atau modal untuk biaya,

petunjuk-petunjuk dan materi tertulis yang berkenaan dengan aturan organisasi dan sebagainya.

2. Mengembangkan Tugas dan Tanggung Jawab

21

(17)

Kebanyakan organisasi bekerja dengan bermacam-macam standar etis tertentu. Ini

berarti bahwa organisasi harus hidup sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh

organisasi maupun standar masyarakat di mana organisasi itu berada. Standar ini memberikan

organisasi satu set tanggung jawab yang harus dilakukan oleh anggota organisasi.

3. Memproduksi Barang atau Orang

Fungsi utama dari organisasi adalah memproduksi barang atau orang sesuai dengan

jenis organisasinya. Semua organisasi mempunyai produknya masing-masing. Misalnya

organisasi mahasiswa produksinya adalah mahasiswa yang berpendidikan dan mempunyai

kreativitas tinggi.

4. Mempengaruhi dan Dipengaruhi Orang

Sesungguhnya organisasi digerakkan oleh orang. Orang yang membimbing,

mengelola, mengarahkan dan menyebabkan pertumbuhan organisasi. Orang yang

memberikan ide-ide baru, program baru dan arah yang baru. Orang sebagai anggota

organisasi maupun sebagai pemakai jasa organisasi akan dipengaruhi oleh organisasi. Dalam

kondisi normal orang akan cenderung mengambil karakteristik tertentu dari organisasi mana

dia berada.

Sebaliknya organisasi juga dipengaruhi orang. Suksesnya suatu organisasi tergantung

kepada kemampuan dan kualitas anggotanya dalam melakukan aktifitas organisasi. Agar

suatu organisasi dapat terus berkembang organisasi hendaknya memilih anggota yang

diperlukannya yang mempunyai kemampuan yang baik dalam bidangnya dan juga

memberikan kesempatan kepada seluruh anggota untuk mengembangkan diri mereka

masing-masing.

Organisasi sangat perlu bagi masyarakat. Dalam dunia industri, pendidikan,

pelayaran, kesehatan dan lainnya organisasi telah memberikan keuntungan yang

mengesankan bagi standar hidup. Ukuran (besarnya) organisasi yang dihadapi setiap hari

menggambarkan besarnya kekuasaan politik, ekonomi dan sosial yang dimiliki oleh

organisasi itu. Akan tetapi, organisasi lebih dari sekedar alat untuk menyediakan barang dan

jasa. Organisasi juga menciptakan lingkungan di mana sebagian besar dari kita menghabiskan

kehidupannya. Dalam hal ini, organisasi mempunyai pengaruh besar atas perilaku kita.

F.4.2 Perilaku Kelompok dalam Organisasi

Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Setiap hari manusia akan

terlibat dalam aktifitas kelompok. Demikian pula kelompok merupakan bagian dari

(18)

Hampir pada umumnya manusia yang menjadi anggota dari suatu organisasi besar atau kecil

adalah sangat kuat kecenderungannya untuk mencari keakraban dalam kelompok-kelompok

tertentu. Dimulai dari adanya kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat

kerja, seringnya berjumpa dan barangkali adanya kesamaan kesenangan bersama, maka

timbullah kedekatan satu sama lain.

Banyak teori yang mencoba mengembangkan suatu anggapan mengenai awal mula

terbentuk dan tumbuhnya suatu kelompok. Teori pembentukan kelompok yang lebih

komprehensif adalah suatu teori yang berasal dari George-Homans. Teorinya berdasarkan

pada aktifitas-aktifitas, interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen (perasaan atau emosi).22

1. Semakin banyak aktivitas-aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain (shared),

semakin beraneka interaksi-interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya

sentimen-sentimen mereka.

Tiga elemen ini berhubungan satu sama lain secara langsung, dan dapat dijelaskan sebagai

berikut:

2. Semakin banyak interaksi-interaksi di antara orang-orang, maka semakin banyak

kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan (shared) pada orang

lain.

3. Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin

banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak

kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.

Teori lainnya yang menjelaskan tentang pembentukan kelompok secara menyeluruh

ialah teori keseimbangan (a balance theory of group formation).23

22

George C. Homans. 1950. The Humans Group. dalam buku Miftah Thoha. 2010. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Perilakunya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. hlm. 80-81

23

Miftah Thoha. 2010. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Perilakunya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. hlm. 81

Teori ini menyatakan

bahwa seseorang tertarik kepada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap di dalam

menanggapi suatu tujuan yang relevan satu sama lain. Individu A akan berinteraksi dan

membentuk suatu hubungan (kelompok) dengan individu B lantaran adanya sikap dan nilai

yang sama dalam rangka mencapai tujuan. Sekali hubungan tersebut terbentuk, partisipan

berusaha mencapai dan menjaga hubungan keseimbangan yang simetris dia antara

sikap-sikap yang menarik dan bersama. Jika ketidakseimbangan terjadi ada suatu usaha untuk

memperbaiki keseimbangan tersebut. Jika keseimbangan tidak bisa diperbaiki, maka

(19)

Dari pemahaman teori pembentukan kelompok tersevut dapat kemudian

diidentifikasikan karakteristik dari suatu kelompok, yaitu:24

1) Adanya dua orang atau lebih

2) Berinteraksi satu dengan lainnya

3) Saling membagi beberapa tujuan yang sama

4) Melihat dirinya sebagai suatu kelompok.

Karakteristik nomor (2), berarti bahwa anggota kelompok paling sedikit sekali-kali

bertemu, bercakap-cakap dan mengerjakan sesuatu bersama-sama. Mereka tidak harus

semuanya bertemu pada suatu saat tertentu secara bersamaan, melainkan agar menjadi

anggota suatu kelompok, seseorang berkali-kali mempunyai hubungan dengan satu atau lebih

dengan anggota lainnya.

Karakteristik nomor (3), berarti bahwa anggota-anggota kelompok mempunyai

kesamaan. Barangkali mereka bisa membagi suatu tujuan, misalnya perlindungan dari

pekerjaannya, atau rasa aman dalam melaksanakan pekerjaan, atau adanya kesamaan

penilaian. Demikianlah apapun dasarnya, suatu kelompok mempunyai sesuatu yang sama

sebagai salah satu cirri yang dapat mengidentifikasikan suatu kelompok.

Karakteristik nomor (4) merupakan sebagai hasil dari nomor (2) dan (3). Orang-orang

yang berinteraksi satu sama lain dan yang membagi sama cita-cita atau maksud bersama pada

umumnya tertarik satu sama lain. Penguatan yang diterima dari proses interaksi dengan orang

lain membimbing mereka untuk mengenali dan memahami dirinya sebagai sesuatu yang

spesial, sebagai suatu kelompok yang unik. Keunikan inilah yang membawa pemahaman

bahwa orang-orang mengetahui dirinya sebagai suatu kelompok.

F.4.3 Dasar-Dasar Daya Tarik Antar Orang25

1. Kesempatan untuk Berinteraksi

Dalam bagian ini akan diuraikan alasan-alasan mengapa seseorang tertarik kepada

yang lainnya, sehingga terjalin hubungan kelompok. Alasan-alasan itu dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

Dasar pokok yang sangat penting dari daya tarik antarindividu dan pembentukan

kelompok adalah secara sederhana karena adanya kesempatan berinteraksi satu sama lain.

24

Ibid. hlm. 83

25

(20)

Hal ini dapat dipahami secara jelas, bahwa orang yang jarang melihat, atau berbicara satu

sama lain sulit dapat tertarik. Kesan ini membuktikan bahwa interaksi antarindividu akan

menimbulkan adanya daya tarik, atau daya tarik ini timbul karena adanya interaksi antara

orang per-orang.

2. Kesamaan Latar Belakang

Latar belakang yang sama merupakan salah satu faktor penentu dari proses daya tarik

individu untuk berinteraksi satu sama lain. Kesamaan latar belakang, misalnya usia, jenis

kelamin, agama, pendidikan, ras, kebangsaan dan status sosio-ekonomi seseorang akan

memudahkan mereka untuk menemukan daya tarik berinteraksi satu sama lain. Kesamaan

status sosio-ekonomi, agama, jenis kelamin merupakan suatu bukti bahwa seseorang individu

cenderung mau berinteraksi dengan orang lain.

3. Kesamaan Sikap

Kesamaan sikap ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari kesamaan

latar belakang. Orang-orang yang mempunyai kesamaan latar belakang nampaknya

mempunyai kesamaan pengalaman yang lebih memudahkan untuk berinteraksi dibandingkan

dengan orang yang tidak mempunyai kesamaan pengalaman. Kesamaan yang didasarkan dari

pengalaman yang melatarbelakangi itu membawa orang-orang kea rah kesamaan sikap.

Daya tarik orang-orang yang berinteraksi yang disebabkan karena kesamaan sikap

dapat dilihat dapat dilihat dari pergaulan-peragulan antara mahasiswa, teman sejawat, orang

bertetangga, buruh suatu pabrik, dan lainnya. Dari kesamaan sikap ini kemudian dapat

dimengerti mengapa mahasiswa daya tarik interaksinya kepada mahasiswa, bukan kepada

dosen.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara alamiah yang digunakan untuk memperoleh data

dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Umumnya tujuan dari penelitian itu ada tiga macam,

yaitu bersifat penemuan, bersifat pembuktian dan bersifat pengembangan. Penemuan yang

berarti itu datanya benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian

yang berarti itu datanya bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan

atau informasi tertentu. Sementara untuk pengembangan yang berarti itu bisa memperluas

(21)

G.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah salah satu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh

melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian

tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, di samping juga tentang peranan

organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik.26

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data tersebut bisa

diperoleh melalui kuesioner atau hasil wawancara peneliti dengan nara sumber.

Dalam pengambilan data penulis mengumpulkan data dengan teknik interview

(wawancara). Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara memberikan

pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh keterangan dalam

menyimpulkan data yang terkumpul.

Penelitian kualitatif memberi

kesempatan untuk berekspresi dan penjelasan yang lebih besar.

G.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan sumber data. Sumber data terdiri atas dua macam

yaitu data primer dan data sekunder.

27

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data

tersebut dapat diperoleh melalui catatan atau dokumentasi, buku, majalah dan literatur

lain yang berhubungan dengan judul penelitian ini. Dengan demikian diperoleh data

sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.

Pada penelitian ini key informan adalah Ketua

dan Sekretaris Kohati Badko HMI Sumut, yang akan diwawancarai untuk

memberikan informasi terkait dengan peran perempuan di dalam organisasi.

G.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Sekretarian Badko HMI Sumatera Utara di Jalan

Adinegoro No. 15A Medan Perjuangan.

G.4 Teknik Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif

kualitatif, di mana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh

26

Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 4

27

(22)

gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif meliputi

pengumpulan data melalui pertanyaan (wawancara). Tipe yang paling umum dari penelitian

ini adalah penelitian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur yang

dikumpulkan melalui daftar pertanyaan ataupun observasi.28

Metode deskriptif memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta sebagaimana

keadaan sebenarnya. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah membuat, menggambarkan,

meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau variabel, yang timbul di masyarakat yang

menjadi objek penelitian.29

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini menggambarkan rencana penulisan atau bentuk fisik hasil

penelitian yang akan mempermudah isi skripsi ini. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi ke

dalam empat bab berikut:

BAB I. Pendahuluan

Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II. HMI Sumatera Utara

Bab ini akan membahas mengenai Badko HMI Sumatera Utara dan Kohati HMI

Sumatera Utara yang meliputi sejarah dan deskripsi visi misi organisasi.

BAB III. Peran Kader Perempuan pada HMI Sumatera Utara

Bab ini mendeskripsikan peran kader perempuan dalam HMI Sumatera Utara. Data

tersebut disajikan dan dianalisis sesuai dengan karakteristik informan dan

faktor-faktor yang menjadi pendukung.

BAB IV. Penutup

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada

bab-bab sebelumnya, serta berisikan saran yang mendukung bagi penyusunan hasil

penelitian.

28

Mudrajad Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. hlm. 8

29

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, pengertian kelompok oleh Muhyadi bahwa kelompok adalah sebuah sistem yang terorganisasi, terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan satu sama

Pada penelitian ini key informan adalah Ketua dan Sekretaris Kohati Badko HMI Sumut, yang akan diwawancarai untuk memberikan informasi terkait dengan peran perempuan di

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Peran Kader Perempuan

terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian menjadi Korps yang berstatus semiotonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar HMI, Kohati seolah-olah sebuah organisasi

• Wawancara dengan dengan Husni Laili, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 2010-2012. • Wawancara dengan Rizki Emeliya, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode

Kamu dapat mencermati bahwa suatu organisasi beranggotakan lebih dari satu orang, mempunyai tujuan yang sama, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama5.

Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan

Kelompok merupakan sekumpulan orang-orang yang terdiri atas tiga orang atau lebih yang memiliki keterkaitan psikologis terhadap sesuatu hal yang saling berinteraksi satu sama