• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hubungan biaya kualitas dengan persentase produk cacat : studi kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hubungan biaya kualitas dengan persentase produk cacat : studi kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN

PERSENTASE PRODUK CACAT

Studi Kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Monika Ruti Nugrahita

NIM: 122114122

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN

PERSENTASE PRODUK CACAT

Studi Kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

OLEH:

Monika Ruti Nugrahita NIM: 122114122

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,

sebab Ia yang memelihara kamu.”

(1 Petrus 5:7)

“Hidup itu sederhana, tapi kita yang membuat hidup menjadi rumit.”

(Confucius)

“Hargailah usahamu, hargailah dirimu. Harga diri memunculkan disiplin diri. Ketika anda memiliki keduanya, itulah kekuatan sesungguhnya.”

(Clint Eastwood)

“Kerja keras dan ketekunan akanmengalahkan bakat yang tanpa kerja keras.”

Kupersembahkan untuk:

Bunda Maria & Tuhan Yesus Kristus

Orang tuaku Daddy dan Iru

Adikku Dipo dan koko Andre

Semua yang senantiasa menyertai,

(6)
(7)
(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi,

Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada:

1. Johanes Eka Priyatama, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar mengembangkan

kepribadian kepada penulis.

2. Lisia Apriani, S.E, M.Si., Ak., QIA., C.A. selaku pembimbing yang telah

membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku pembimbing statistika yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Edi Siswanto selaku Kepala Seksi Personalia PT Kusumahadi Santosa

yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian. Dan segenap karyawan

departmen Printing dan Dyeing PT Kusumahadi Santosa yang telah banyak

membantu dengan mencarikan data yang dibutuhkan.

5. Daddy Yakobus Sukiran dan Iru Maria Eni Ningsih selaku orang tua yang

(9)
(10)

ix

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi

(11)

x

D. Penjualan ... 25

E. Hubungan Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat ... 26

F. Penelitian Terdahulu ... 28

a. Statistik deskriptif persentase biaya kualitas ... 76

b. Statistik deskriptif persentase produk cacat ... 79

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel ... 38

Tabel 2. Jumlah Karyawan PT Kusumahadi Santosa ... 52

Tabel 3. Data Mesin Produksi pada Departemen Printing – Dyeing ... 62

Tabel 4. Jumlah Produksi Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa

Tahun 2013-2015 ... 66

Tabel 5. Jumlah Penjualan Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 (Rp)... 67

Tabel 6. Jumlah Penjualan Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015(yard) ... 67

Tabel 7. Jumlah Produk Cacat Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 68

Tabel 8. Biaya Perawatan Mesin Departemen Printing & Dyeing

PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 69

Tabel 9. Biaya Pemeriksaan Bahan Baku dan Chemical Departemen Printing &

Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 70

Tabel 10. Biaya Inspekting Kain Printing & Dyeing di PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 71

Tabel 11. Biaya Reproduksi Kain Printing & Dyeing di PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 72

Tabel 12. Total Biaya Kualitas PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 73

Tabel 13. Persentase Biaya Kualitas PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 74

Tabel 14. Persentase Produk Cacat di PT Kusumahadi Santosa tahun 2013-2015 ... 75

Tabel 15. Statistik Deskriptif Persentase Biaya Kualitas ... 76

Tabel 16. Statistik Deskriptif Persentase Produk Cacat ... 79

Tabel 17. Tabulasi Silang Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase

Produk Cacat ... 81

Tabel 18. Exact Signifiance Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1: Laporan Biaya Kualitas ... 21

Gambar 2: Laporan Laba Rugi ... 22

Gambar 3: Gambar Grafik Biaya Kualitas AQ ... 26

Gambar 4: Grafik Biaya Kualitas Kontemporer ... 27

Gambar 5: Gambar Kerangka Pemikiran ... 30

Gambar 6: Peta Lokasi PT Kusumahadi Santosa ... 43

Gambar 7: Struktur Organisasi PT Kusumahadi Santosa ... 47

Gambar 8: Diagram Alir Pengerjaan dan Pesanan Barang di PT Kusumahadi Santosa ... 61

Gambar 9: Histogram Persentase Biaya Kualitas ... 77

Gambar 10: Grafik Persentase Biaya Kualitas ... 78

Gambar 11: Histogram Persentase Produk Cacat ... 79

Gambar 12: Grafik Persentase Produk Cacat ... 80

Gambar 13: Histogram Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat ... 83

(14)

xiii

ABSTRAK

ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN PERSENTASE PRODUK CACAT

Studi Kasus Pada PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta

Monika Ruti Nugrahita 122114122

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biaya kualitas memiliki hubungan dengan persentase produk cacat. Penelitian ini dilakukan di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara melakukan perhitungan komponen biaya kualitas antara lain biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan, dan persentase produk cacat. Kemudian menghitung perbandingan antara total biaya kualitas dengan penjualan, kemudian dibandingkan dengan prinsip biaya kualitas yang berlaku, dimana standar total biaya kualitas yang dianggarkan tidak melebihi dari 2,5% dari penjualan. Langkah berikutnya adalah menghitung persentase produk cacat dengan membandingkan jumlah produk yang cacat dengan jumlah produk yang terjual. Langkah terakhir dari teknik analisis data dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk cacat menggunakan Chi-square Fisher exact test.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk cacat.

(15)

xiv

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF CORRELATION BETWEEN QUALITY COST AND PERCENTAGE OF DEFECTIVE PRODUCT

A Case studi at PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta

Monika Ruti Nugrahita 122114122

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

This study aimed to determine whether the cost of quality correlated with the percentage of defective products. This research was conducted at PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta.

Data was collected by survey and documentation. Data analysis technology was prossesed by calculating the components of quality costs and the cost of prevention, testing fees, the cost of failure, and the percentage of defective products. Then, the ratio between the total cost of quality versus turnover was compared to the cost principles for quality, in which the quality of the estimated total costs did not exceed 2,5% of the turnover. The next step was to calculate the percentage of defects, which were compared by the number of defective products with the number of products sold. The last step of techniques of data analysis used to that determined the correlation between the cost of quality with the percentage of defective products using Chi-square Fisher Exact Test.

Based on the results of research conducted showed there was no correlation between the cost of quality with the percentage of defective products.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa-masa sekarang ini era globalisasi telah mengubah wajah

dunia, dengan tuntutan konsumen atas peningkatan kualitas produk dan jasa.

Perkembangan dunia usaha ini dapat memberikan peluang bisnis yang sangat

besar tetapi juga memberikan tantangan dan ancaman yang patut

diperhitungkan atau diwaspadai, yaitu berupa persaingan. Salah satu usaha

yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan kualitas

hasil produksinya.

Perusahaan yang bersaing di pasar global adalah perusahaan yang

mampu menghasilkan produk baik barang maupun jasa yang berkualitas

tinggi dengan harga yang bersaing serta pelayanan yang baik yang dapat

diberikan kepada konsumen. Dalam meningkatkan kualitas produk dan jasa

yang akan dihasilkan membutuhkan kerja keras serta keseriusan dalam

menjalankannya. Jika perusahaan tidak melakukan perbaikan atas kualitas

produk dan jasa yang dihasilkan maka perusahaan tersebut akan ketinggalan

sehingga perusahaan tersebut akan kalah saing dengan

perusahaan-perusahaan yang telah melakukan perbaikan serta pembaharuan atas produk

dan jasa yang dihasilkan.

Jika suatu produk dapat memenuhi dan memuaskan konsumen maka

produk tersebut dapat dikatakan sebagai produk yang berkualitas. Jika suatu

(17)

memperhatikan biaya untuk memperbaikinya, biaya yang dimaksud adalah

biaya kualitas. Hansen dan Mowen (2009: 272) mendefinisikan biaya kualitas

sebagai aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yang dilakukan karena ada

kemungkinan produk yang buruk atau terdapat produk yang buruk. Biaya

kualitas berkaitan erat dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan dan

pencegahan kerusakan. Oleh karena itu, penerapan biaya kualitas harus

dilaksanakan sejak awal proses produksi sampai akhir proses produksi.

Penerapan biaya kualitas khususnya dalam pemilihan standar kualitas

dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tradisional dan metode standar

kerusakan nol (zero defect). Pandangan yang lebih modern mengarah pada

penghilangan produk cacat yaitu dengan zero defect. Zero defect merupakan

standar kinerja yang mengharuskan tidak ada produk yang rusak.

Pandangan tradisonal mengenai kesesuaian mengasumsikan bahwa

terdapat rentang nilai yang bisa diterima setiap karakteristik spesifikasi atau

kualitas. Nilai target ditetapkan, serta batas atas dan batas bawah ditentukan

agar diperoleh penyimpangan produk yang bisa diterima untuk suatu

karakteristik kualitas yang ditentukan. Setiap produk yang ada di dalam

batas-batas yang telah ditentukan dianggap sebagai produk tanpa cacat

(nondefective) (Hansen dan Mowen, 2009: 271).

Menjaga dan meningkatkan kualitas tidak bisa dianggap mudah atau

enteng dalam sebuah perusahaan, karena hal tersebut mencakup produk

maupun biaya-biaya yang dikeluarkan perusahan yang berhubungan dengan

(18)

produk yang berkualitas tinggi maka kepuasan pelanggan akan meningkat.

Kualitas produk yang baik secara tidak langsung dapat meningkatkan pangsa

pasar dan nilai jual, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis

merumuskan permasalahan yaitu apakah ada hubungan biaya kualitas dengan

persentase produk cacat.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan biaya

kualitas dengan dengan persentase produk cacat pada PT Kusumahadi

Santosa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi PT Kusumahadi Santoso

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi yang

bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan pengembangan penerapan

biaya kualitas pada PT Kusumahadi Santoso.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wawasan serta

(19)

ini dan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. Serta sebagai

tambahan koleksi bahan bacaan ilmiah bagi Universitas Sanata Dharma.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman penulis serta dapat dipakai sebagai sarana untuk penerapan

ilmu yang didapat dibangku kuliah dengan keadaan sesungguhnya.

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II Kajian Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori dan konsep yang

digunakan dalam penelitian ini.

BAB III Metode Peelitian

Bab ini membahas tentang objek dan subjek penelitian,

metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data.

BAB IV Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini menguraikan gambaran umum perusahaan, sejarah

perusahaan, struktur organisasi, kegiatan usaha dan proses

(20)

BAB V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini mengevaluasi data hasil penelitian di perusahaan

dan dibahas menggunakan dasar teori yang digunakan.

BAB VI Penutup

Bab ini menguraikan kesimpulan, keternatasan dan saran

(21)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Biaya

1. Pengertian Biaya

Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu

proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga

pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi.

Harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka

memperoleh penghasilan dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan

disebut biaya.

Menurut Hansen dan Mowen (2009: 47) mendefinisikan biaya sebagai

kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang

dan jasa yang diharapkan memberikan manfaat untuk saat ini maupun

masa mendatang bagi organisasi. Horngren dkk (2006: 189)

mendefinisikan biaya sebagai sebuah sumber daya yang yang

dikorbankan untuk mencapai sebuah objek yang spesifik. Carter dan

Usry (2006: 177) menyatakan bahwa biaya sebagai nilai tukar,

pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat.

2. Klasifikasi Biaya

Klasifikasi biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data biaya

yang ada. Horngren dkk (2006: 191) mengklasifikasikan biaya menjadi

dua yaitu: biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung

(22)

dapat dihitung sebagai nilai ekonomis. Sedangkan biaya tidak langsung

merupakan biaya yang berhubungan dengan biaya produk namun tidak

dapat dihitung sebagai nilai ekonomis produk.

Hansen dan Mowen (2009: 50) mengklasifikasikan biaya kedalam dua

kategori fungsional utama, yaitu:

a. Biaya produksi, merupakan biaya yang berkaitan dengan pembuatan

barang atau penyediaan jasa.

Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai:

1) Biaya bahan langsung, adalah bahan yang dapat di telusuri ke

barang atau jasa yang diproduksi. Biaya bahan langsung ini dapat

dibebankan ke produk karena pengamatan fisik dapat digunakan

untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap produk.

2) Tenaga kerja langsung, adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri

pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Seperi halnya

bahan langsung, pengamatan fisik dapat digunakan dalam

mengukur kuantitas karyawan yang digunakan dalam

memproduksi suatu produk dan jasa. Karyawan yang mengubah

bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa pelanggan

diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.

3) Overhead, merupakan semua biaya yang tidak termasuk kedalam

bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Kategori biaya

overhead memuat berbagai item yang luas. Banyak input yang

(23)

langsung yang merupakan bagian yang tidak signifikan dalam

proses produksi biasanya dimasukkan kedalam kategori biaya

overhead. Hal ini dibenarkan atas dasar biaya dan kepraktisan.

Biaya lembur tenaga kerja langsung biasanya dibebankan ke

overhead, dengan asumsi bahwa tidak semua operasi produksi

tertentu secara khusus dapat diidentifikasikan sebagai penyebab

lembur.

b. Biaya non produksi, merupakan biaya yang berkaitan dengan fungsi

perencanaan, pengembangam pemasaran, distribusi, pelayanan

pelanggan dan administrasi umum.

Terdapat dua jenis biaya non produksi yang lazim digunakan,

diantaranya:

1) Biaya penjualan atau pemasaran, adalah biaya yang diperlukan

dalam memasarkan, mendistribusikan dan melayani produk atau

jasa.

2) Biaya administrasi, merupakan seluruh biaya yang berkaitan

dengan penelitian, pengembangan dan administrasi umum pada

organisasi yang tidak dapat dibebankan ke pemasaran ataupun

produksi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam

memastikan bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara

tepat sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat

(24)

B. Biaya Kualitas

1. Pengertian Kualitas

Secara umum, kamus mendefinisikan kualitas sebagai untuk kualitas

adalah “derajat atau tingkat kesempurnaan”; dalam hal ini kualitas adalah

ukuran relatif dari kebaikan (goodness). Hansen dan Mowen (2009: 269)

mendefinisikan kualitas sebagai kebaikan merupakan makna sangat

umum yang tidak memiliki makna operasional. Secara operasional,

produk atau jasa yang berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi

harapan pelanggan.

Menurut Siregar dkk (2013: 285) kualitas dapat diartikan berbeda

antara satu orang dengan orang lain. Biasanya kualitas dapat dilihat dari

dua faktor utama, yaitu:

a. Memuaskan harapan konsumen yang berkaitan dengan atribut-atribut

harapan konsumen.

b. Memastikan seberapa baik produk dapat memenuhi aspek-aspek

teknis dari desain produk tersebut, kesesuaian kinerja dengan standar

yang diharapkan, dan kesesuaian dengan standar pembuatnya.

Ada dua jenis kualitas yang diakui menurut Hansen dan Mowen (2009:

269) yaitu:

a. Kualitas Rancangan (Quality of Design)

Kualitas rancangan (Quality of Design) adalah berbagai spesifikasi

produk. Kualitas rancangan yang tinggi biasanya ditunjukan oleh dua

(25)

b. Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance)

Kualitas kesesuaian (Quality of Conformance) adalah suatu ukuran

mengenai bagaimana suatu produk memenuhi berbagai persyaratan

atau spesifikasi. Bila kualitas tidak sesuai atau tidak memenuhi

persyaratan maka akan menimbulkan masalah bagi perusahaan.

2. Dimensi Kualitas

Harapan konsumen atas produk atau jasa tentu saja berbeda antara

satu konsumen dan konsumen lainnya. Harapan konsumsen ini dapat

dilihat dari beberapa dimensi yang mewakili kualitas, yaitu:

a. Kinerja (performance), merujuk ke bagaimana konsisten dan baiknya

fungsi suatu produk.

b. Estetika (esthetic), berkaitan dengan penampilan produk-produk yang

berwujud sekaligus juga dengan penampilan fasilitas, peralatan,

personel, dan perlengkapan komunikasi yang berkaitan dengan jasa.

c. Kemampuan memberikan jasa (serviceability), berkaitan dengan

kemudahan pemeliharaan dan atau perbaikan suatu produk.

d. Bentuk (features), merujuk ke karakteristik suatu produk yang

membedakannya dengan produk lain yang sejenis secara fungsional.

e. Kemampuan untuk diandalkan (reliability), probabilitas suatu produk

atau jasa dalam menjalankan fungsinya untuk jangka waktu tertentu.

f. Daya tahan (durability), jangka waktu berfungsinya suatu produk.

g. Kesesuaian (conformance), suatu tolak ukur mengenai bagaimana

(26)

h. Kecocokan dengan kegunaan (fitness for use), kesesuaian suatu

produk dengan fungsi-fungsinya sesuai dengan yang diiklankan.

3. Alasan Kualitas Menjadi Penting

Beberapa alasan mengapa kualitas sangat diperlukan, yaitu:

a. Konsumen menjadi lebih canggih dalam selera dan pilihan.

b. Kompetisi persaingan menjadi lebih ketat dan canggih.

c. Kenaikan biaya yang hanya dapat diatasi lewat perbaikan kualitas

proses dan peningkatan produktivitas tanpa henti.

d. Krisis.

Peningkatan kualitas dapat meningkatkan profitabilitas melalui dua cara,

yaitu:

a. Dengan meningkatkan permintaan pelanggan

b. Dengan mengurangi biaya

Dalam pasar persaingan yang ketat, peningkatan permintaan dan

penghematan biaya dapat menjadi penentu apakah suatu usaha dapat

berkembang atau sekedar bertahap hidup.

4. Pengertian Biaya Kualitas

Kegiatan yang berhubungan dengan kualitas adalah kegiatan yang

dilakukan karena kualitas yang buruk mungkin atau telah terjadi.

Biaya-biaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan itu disebut Biaya-biaya kualitas.

(27)

adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat

produk yang kualitasnya buruk.

Menurut Carter dan Usry (2006: 198) biaya kualitas adalah biaya yang

tidak hanya untuk mencapai kualitas, tetapi juga biaya yang terjadi karena

kualitas yang buruk. Menurut Supriyono (2002: 379) biaya kualitas

adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian,

perbaikan, dam pencegahan kerusakan.

5. Jenis-jenis Biaya Kualitas

Menurut Blocher (2012: 486), biaya kualitas terdiri dari beberapa

jenis, yaitu:

a. Biaya pencegahan (prevention cost)

Biaya pencegahan (prevention cost) adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kecacatan kualitas produk.

Biaya pencegahan mencakup:

1) Biaya pelatihan kualitas, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

program-program pelatihan internal dan eksternal, yang meliputi

upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelatihan, biaya instruksi,

biaya staf klerikal, bahan habis pakai untuk menyiapkan buku

pegangan dan manual instruksi.

2) Biaya desain ulang produk dan peningkatan proses, biaya ini

ditujukan untuk mengevaluasi dan meningkatkan desain produk

(28)

atau untuk mengeliminasi atau mengurangi masalah terkait

kualitas produk.

3) Biaya perawatan peralatan, biaya ini termasuk biaya untuk

pemasangan, penyesuaian, perawatan perbaikan dan pengecekan

alat-alat produksi.

4) Biaya sistem informasi, biaya ini diperlukan untuk pengembangan

data yang yang dibutuhkan, serta pengukuran, audit, dan pelaporan

data terkait kualitas.

b. Biaya penilaian (appraisal cost)

Biaya penilaian (appraisal cost) adalah biaya yang terkonsentrasi pada

pengukuran dan analisis data untuk menentukan keselarasan antara

hasil produksi dengan spesifikasi yang ditentukan.

Biaya penilaian mencakup:

1) Biaya pengujian dan inspeksi; biaya yang dikeluarkan untuk

menguji dan menginspeksi bahan yang datang, produk dalam

proses, dan produk yang selesai.

2) Instrumen dan peralatan pengujian; biaya ini ini digunakan untuk

menemukan, mengoperasikan atau menjaga fasilitas, peranti lunak

mesin dan instrumen untuk menilai atau menaksir kualitas dari

(29)

c. Biaya kegagalan internal (internal failure cost)

Biaya kegagalan internal (internal failure cost) adalah biaya-biaya

yang dikeluarkan karena rendahnya kualitas yang ditemukan sejak

penilaian awal sebelum produk dikirimkan kepada pelanggan.

Biaya ini mencakup:

1) Biaya kegiatan koreksi; biaya yang dikeluarkan untuk mencari

penyebab kegagalan dan mencari solusinya.

2) Biaya pengerjaan ulang (rework); biaya Biaya ini meliputi biaya

yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengerjaan ulang agar

dapat memenuhi standar kualitas yang ditentukan.

3) Biaya sisa bahan baku (scrap); biaya ini adalah kerugian yang

terjadi karena adanya sisa bahan baku yang tidak terpakai dalam

upaya memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki.

4) Biaya proses; biaya yang dikeluarkan untuk mendesain ulang

produk atau proses, penghentian mesin yang tidak terencana untuk

penyesuaian, dan kehilangan produksi yang bertujuan untuk

perbaikan dan pengerjaan kembali.

d. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost)

Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) adalah biaya terkait

cacatnya kualitas yang terdeteksi setelah produk sampai ke tangan

(30)

Biaya kegagalan eksternal mencakup:

1) Biaya perbaikan atau pergantian; perbaikan atau pergantian dari

barang-barang yang dikembalikan.

2) Biaya untuk menangani keluhan dari konsumen dan

pengembalian produk; gaji dan pengeluaran tambahan untuk

administrasi departemen layanan konsumen, diskon untuk kualitas

yang rendah, dan ongkos angkut untuk barang yang dikembalikan.

3) Penjualan yang hilang dari konsumen; pemesanan yang dibatalkan

dan penurunan pangsa pasar.

6. Pengukuran Biaya Kualitas

Menurut Gaspersz (2005: 168), perusahaan mengukur dan

menganalisis biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan program

perbaikan kualitas yang dapat dihubungkan dengan ukuran-ukuran biaya

lain, yaitu:

a. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin rendah

nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.

b. Biaya kualitas dibandingkan dengan keuntungan, semakin rendah nilai

ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.

c. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan, diukur

berdasarkan persentase biaya kualitas total terhadap nilai harga pokok

penjualan, dimana semakin rendahnya nilai ini menunjukkan semakin

(31)

Biaya kualitas juga dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang dapat

diamati atau tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati adalah

biaya-biaya yang tersedia dari pencatatan akuntansi organisasi. Biaya kualitas

yang tersembunyi adalah biaya kesempatan yang dihasilkan dari kualitas

buruk.

Ada tiga metode yang diusulkan oleh Hansen dan Mowen (2009: 273)

untuk menaksir biaya kualitas tersembunyi, yaitu:

a. Metode pengali (multiplier method)

Mengasumsikan bahwa total biaya gagal hanya merupakan

multiplikasi biaya-biaya gagal yang diukur.

Total biaya gagal eksternal = k (biaya gagal eksternal yang diukur)

Dimana k adalah efek multiplikasi berdasarkan pada pengalaman.

Memasukkan biaya tersembunyi dalm penilaian jumlah biaya gagal

eksternal membuat manajemen dapat lebih akurat dalam menentukan

tingkat pengeluaran sumber daya untuk aktivitas-aktivitas pencegahan

dan penilaian. Dengan kenaikan biaya gagal, diharapkan pihak

manajemen akan meningkatkan investasinya dalam biaya kontrol.

b. Metode riset pemasaran

Metode riset pasar formal adalah metode-metode yang digunakan

untuk menilai efek dari kualitas buruk pada penjualan dan pangsa

pasar. Hasil riset pemasaran dapat digunakan untuk memproyeksikan

(32)

c. Fungsi kerugian kualitas Taguchi

Fungsi ini mengasumsikan bahwa setiap variasi dari nilai sasaran

karakteristik kualitas menyebabkan biaya kualitas tersembunyi. Biaya

tersembunyi meningkat secara kuadratikal ketika nilai aktual

menyimpang dari nilai sasaran.

Rumus: L(y) = k (y - T)²

Dimana:

k = konstanta proporsional yang tergantung pada struktur biaya gagal

eksternal organisasi

y = karakteristik nilai kualitas aktual

T = karakteristik nilai kualitas sasaran

Untuk menerapkan fungsi taguchi, k harus diestimasi. Nilai untuk k

dihitung dengan membagi estimasi biaya pada satu batas spesifik

dengan deviasi kuadrat batas tersebut dari nilai sasaran:

� =

²

Dimana:

c = kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah

d = jarak antara batas dengan nilai sasaran

Kelebihan metode ini adalah:

1) Memudahkan perusahaan untuk melakuakan analisis terhadap

produk yang dihasilkan, karena produk tersebut dapat dideteksi

(33)

2) Memotivasi perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk,

karena metode ini selalu berpandangan bahwa produk yang

dihasilkan harus mencapai target, jika tidak akan selalu

memuncullkan kerugian.

3) Perusahaan dapat mengidentifikasi dan melakukan estimasi

terhadap besarnya biaya kualiatas tersembunyi.

Kelemahan metode ini adalah:

1) Apabila metode ini tidak diterapkan dengan teknik-teknik yang

dikembangkan oleh Deming, Juran dan Crosby, maka tidak

akan memberikan hasil yang optimal.

2) Metode ini hanya cocok untuk diterapkan perusahaan industri

manufaktur yang menghasilkan barang dengan tingkat

ketelitian tinggi.

3) Implementasi dari metode ini membutuhkan perhitungan

statistik yang sedikit rumit, sehingga diperlukan sumber daya

dengan keahlian khusus untuk menerapkannya.

Dari segi akuntansi, menurut Hansen dan Mowen (2009: 282)

terdapat dua tipe pengukuran biaya kualitas yaitu:

1) Biaya kualitas yang dapat diamati (Observable Quality Cost)

Biaya kualitas yang dapat diamati (Observable Quality Cost)

adalah biaya-biaya yang tersedia atau apat diperoleh dari cacatan

(34)

2) Biaya kualitas yang tersembunyi (Hidden Quality Cost)

Biaya kualitas yang tersembunyi (Hidden Quality Cost) adalah

biaya kesempatan atau oportunitas yang terjadi karena kualitas

yang buruk. Biaya oportunitas biasanya tidak disajikan dalam

catatan akuntansi. Contohnya biaya-biaya yang tersembunyi berada

dalam katagori kegagalan, kehilangan penjualan, biaya

ketidakpuasan pelanggan, kehilangan pangsa pasar.

7. Perspektif Kualitas

Setelah diketahui dimensi kualitas, harus diketahui bagaimana

perspektif kualitas, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan

kualitas suatu produk. Garvin dalam Nasution (2015: 5) mengidentifikasi

adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:

a. Transcendental Approach

Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi

sulit dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam

seni musik, drama, seni tari dan seni rupa. Fungsi perencanaan,

produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan

definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas karena sulitnya

mendisain produk secara tepat yang mengakibatkan implementasinya

sulit.

b. Product-based Approach

Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut

(35)

sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam

selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

c. User-based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung

pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling

memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas

paling tinggi.

d. Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik

perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas

sebagai sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada

penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal.

e. Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan

mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas

didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam

perspektif ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki

kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan

tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat

dibeli.

8. Laporan Biaya Kualitas

Laporan biaya kualitas berisi biaya kualitas dalam setiap kategori

(36)

internal, dan eksternal) yang dihubungkan dalam bentuk persentase dari

pendapatan penjualan (Hansen dan Mowen, 2009: 276).

Berikut ini merupakan contoh dari laporan biaya kualitas yaitu

sebagai berikut:

PT XXX

Laporan Biaya Kualitas

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 200X

Biaya kualitas Persentase (%) Biaya kegagalan eksternal:

Keluhan pelanggan XXX

Garansi XXX

Perbaikan XXX

Jumlah XXX XXX %

Total biaya kualitas XXX XXX %

Gambar 1: Laporan Biaya Kualitas Sumber: Hansen dan Mowen, 2009

Dari laporan biaya kualitas di atas, biaya kualitas dapat di susun

kedalam laporan laba rugi. Dalam laporan laba rugi, biaya kualitas

(37)

Di bawah ini merupakan contoh dari laporan laba rugi yang di

dalamnya terdapat biaya kualitas, yaitu sebagai berikut:

PT XXX Laporan Laba Rugi

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 200X

Penjualan XXX

Total harga pokok penjualan XXX Laba kotor XXX

Gambar 2: Laporan laba rugi Sumber: Hansen dan Mowen, 2009

9. Kegunaan Biaya Kualitas

Informasi biaya kualitas dapat memberikan manfaat bagi perusahaan,

sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi peluang laba.

b. Menentukan apakah biaya-biaya kualitas telah didistribusikan dengan

(38)

c. Penentuan dalam anggaran dan perencanaan laba.

d. Menjadi alat ukur tentang hubungan masukan dan keluaran.

e. Sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.

Biaya kualitas juga mempunyai kegunaan dalam manajeman.

Beberapa kegunaan tersebut dikelompokan dalam empat kategori:

a. Biaya kualitas dapat digunakan untuk mempromosikan produk dan

kualitas jasa sebagai parameter bisnis.

b. Memberikan peningkatan pada pengukuran pelaksanaan.

c. Menyediakan cara untuk perencanaan dan pengendalian biaya

kualitas.

d. Bertindak sebagai motivator.

Dari poin-poin yang telah disebutkan diatas dapat diketahui tujuan

utama biaya kualitas adalah untuk memperbaiki dan mempermudah

perencanaan pengendalian, dan pengambilan keputusan manajerial.

Selain itu dengan perbaikan kualitas, diharapkan akan mengurangi

biaya-biaya yang lain sehingga dapat meningkatkan laba.

C. Produk Cacat

1. Pengertian Produk Cacat

Produk cacat merupakan unit-unit produk yang karena keadaan

fisiknya tidak dapat dilakukan sebagai produk akhir, tetapi dapat

(39)

menurut Supriyono (2002: 194) produk cacat adalah:

“Produk yang dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi

ukuran standar kualitas yang sudah ditentukan akan tetapi produk tersebut masih dapat secara ekonomi menjadi produk yang baik dalam arti biaya perbaikan produk cacat lebih rendah dibandingkan kenaikan

nilai yang diperoleh dengan adanya perbaikan.”

Produk cacat merupakan produk yang tidak diinginkan oleh produsen.

Tetapi kadang kala adanya produk cacat itu sendiri tidak bisa dihindari

dan bahkan selalu ada dalam proses produksi. Adanya produk cacat dalam

perusahaan bisa tidak digunakan oleh perusahaan, tetapi bisa juga produk

cacat itu diperbaiki oleh perusahaan supaya dapat dijual oleh perusahaan.

2. Perlakuan Biaya Produk Cacat

Biaya perbaikan produk cacat merupakan biaya yang dikeluarkan

untuk memperbaiki produk cacat menjadi produk yang baik. Metode

perlakuan biaya perbaikan produk cacat yang dapat digunakan tergantung

penyebab terjadinya produk cacat tersebut.

Jenis produk cacat dapat dikelompokan menjadi:

a. Produk cacat bersifat normal

Produk cacat bersifat normal yaitu produk cacat yang besarnya masih

di bawah atau sama dengan toleransi yang telah ditentukan

sebelumnya oleh perusahan dan produk tersebut terjadinya pada

kondisi operasi yang efisien.

b. Produk cacat terjadi karena kesalahan

Perlakuan biaya perbaikan produk cacat tidak boleh dikapitalisasikan

(40)

elemen rugi produk cacat. Produk cacat merupakan produk yang

tidak diinginkan oleh produsen. Tetapi kadangkala adanya produk

cacat itu sendiri tidak bisa dihindari dan bahkan selalu ada dalam

proses produksi. Adanya produk cacat dalam perusahaan bisa tidak

digunakan oleh perusahaan tetapi bisa juga produk cacat itu

diperbaiki oleh perusahaan supaya dapat dijual oleh perusahaan.

Tetapi saat ini banyak perusahaan berusaha untuk mencapai

kesalahan mendekati nol (zero defect). Perusahaan berusaha untuk

mencapai produk yang berkualitas dengan biaya kualitas yang

rendah.

D. Penjualan

Penjualan merupakan usaha-usaha perusahaan untuk memberikan

kepuasan kepada konsumen dengan jalan menyediakan atau menjual

barang/jasa yang paling baik dengan harga yang layak. Pendapat lain bahwa

penjualan adalah seni mempengaruhi atau merangsang orang-orang untuk

mengikuti apa yang diinginkan oleh para bidang wakil penjualan.

Tingkatan penjualan merupakan jumlah (Rp) penjualan dari hasil

produksi perusahaan dalam periode tertentu. Tingkat penjulan hasil produksi

dari waktu ke waktu biasanya mengalami pasang-surut, kadang naik kadang

turun. Seorang pengusaha yang baik tidak hanya memikirkan faktor-faktor

(41)

juga memikirkan faktor-faktor yang akan diperkirakan dalam mempengaruhi

kelancaran di masa yang datang.

E. Hubungan Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat

1. Pandangan tradisional (pandangan kualitas yang dapat diterima)

Menurut Hansen dan Mowen (2009: 279) pandangan kualitas yang

dapat diterima mengasumsikan terdapat perbandingan terbalik antara

biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Ketika biaya pengendalian

meningkat, biaya kegagalan seharusnya menurun.

Gambar 3: Gambar Grafik Biaya Kualitas AQ Sumber: Hansen dan Mowen, 2009

AQL adalah acceptable quality level atau tingkat kualitas yang dapat

diterima. Menurut pandangan ini produk cacat diperbolehkan dalam

jumlah tertentu. AQL dapat diterima dimana terdapat keseimbangan

optimal antara biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan

(42)

penilaian naik, maka biaya kegagalan turun. Untuk mendapatkan produk

yang benar-benar berkualitas maka harus terjadi keseimbangan antara

biaya pencegahan dan penilaian dengan biaya kegagalan. Pendukung

pandangan ini juga berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan

dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang

apabila ada sedikit kesaahan yang dibiarkan (Hansen dan Mowen, 2009:

280).

2. Pandangan kontemporer

Menurut pandangan ini menganggap bahwa produk cacat harus

ditekan hingga nol. Karena jika produk cacat terjadi akan menimbulkan

kerugian pada perusahaan. Dengan cacat nol maka perusahaan

diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan maupun

konsumen.

Gambar 4: Grafik Biaya Kualitas Kontemporer Sumber: Hansen dan Mowen, 2009

Tingkat optimal biaya kualitas terjadi jika ada produk yang rusak atau

(43)

tidak naik tanpa batas ketika mendekati cacat nol dan biaya kegagalan

dapat ditekan sehingga menjadi nol (Hansen dan Mowen, 2009: 281).

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini berfokus pada hubungan biaya kualitas dengan persentase

produk cacat. Pratama (2011) melakukan penelitian tentang analisis hubungan

biaya kualitas dengan persentase produk cacat pada PT Mondrian. Hasil

penelitian menjelaskan bahwa antara biaya kualitas dengan persentase produk

cacat tidak memiliki hubungan. Penelitian ini menggunakan analisis koefisien

korelasi untuik menganalisis hubungan korelasi pada penelitian ini.

Krisnamurti (2010) melakukan penelitian tentang analisis hubungan

antara persentase total biaya kualitas dari penjualan dan produktivitas berkait

laba pada PG Madukismo. Hasil penelitian menjelaskan bahwa antara

persentase total biaya kualitas dari penjualan dengan produktivitas berkait

laba memiliki hubungan yang sangat kuat dengan besarnya koefisien korelasi

sebesar 78,7% dan tingkat signifikan sebesar 0,043. Penelitian ini

menggunakan analisis koefisien korelasi untuk menganalisis hubungan

korelasi pada penelitian ini.

Prihatyasari (2007) melakukan penelitian tentang analisis hubungan

antara hubungan biaya kualitas dengan kuantitas produk cacat pada PT Sari

Husada Tbk D.I.Yogyakarta. Hasil penelitian menjelaskan bahwa biaya

kualitas memiliki hubungan positif yang signifikan secara statistik dengan

(44)

disertai peningkatan kuantitas produk cacat. Penelitian ini menggunakan

analisis statistik korelasi nonparametric dengan menggunakan Kendall’s tau-b

untuk menganalisis hubungan korelasi pada penelitian ini.

G. Kerangka Pemikiran

Biaya kualitas akan timbul jika mungkin atau telah terdapat produk yang

buruk kualitasnya. Produk yang dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak

memenuhi ukuran standar kualitas yang sudah ditentukan dikatakan sebagai

produk cacat. Persentase biaya kualitas didapat dengan membandingkan total

biaya kualitas dengan penjualan. Persentase produk cacat didapat dengan

membandingkan jumlah produk yang cacat selama produksi dengan jumlah

produk yang terjual. Pada gambar 3 (tiga) AQL (Acceptable Quality Level)

dapat diterima dimana terdapat keseimbangan optimal antara biaya

pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan

eksternal. Biaya pencegahan dan biaya penilaian naik, maka biaya kegagalan

turun.

Penelitian ini ingin meneliti hubungan antara biaya kualitas dengan

persentase produk cacat. Total biaya kualitas akan dibandingkan dengan

penjualan untuk mengetahui besarnya persentase biaya kualitas. Penelitian ini

melihat hubungan antara biaya kualitas (proksi persentase biaya kualitas)

(45)

Kerangka konseptual dalam penelitian ini seperti digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 5: Gambar Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka di atas hipotesis yang akan diuji dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0 : Tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk

cacat.

(46)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakuakan penulis berupa studi kasus, yang hanya

memusatkan pada suatu objek penelitian tertentu, dengan mempelajari

sebagai suatu kasus sehingga kesimpulan yang dapat diambil hanya akan

berlaku terbatas bagi objek yang diteliti.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian: Penelitian dilakukan pada PT Kusumahadi Santoso.

b. Waktu Penelitian: Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan

bulan April 2016.

C. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah unit-unit yang

terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kualitas, yaitu:

a. Kepala bagian produksi

b. Kepala bagian keuangan

c. Kepala PPC

(47)

D. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah produk kain batik printing dan kain dyeing pada

PT Kusumahadi Santoso.

E. Data yang Diperlukan

Dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian ini, penulis memerlukan

data-data yang menunjang penyelesaian. Data yang diperlukan dalam

penelitian ini adalah:

a. Gambaran umum perusahaan, yang meliputi sejarah berdirinya

perusahan, produksi, pemasaran, personalia, struktur organisasi

perusahaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perusahaan.

b. Laporan Biaya Kualitas di PT Kusumahadi Santoso

c. Data penjualan di PT Kusumahadi Santoso

d. Total biaya kualitas dan persentase total biaya kualitas di PT

Kusumahadi Santoso

e. Kuantitas dan persentase produk cacat pada PT Kusumahadi Santoso

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya

(48)

menyangkut proses produksi dan cara-cara yang dilakukan perusahaan

dalam perbaikan serta peningkatan kualitas produk. Dalam penelitian

ini penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur dalam

penelitiannya. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang

bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya (Sugiyono, 2009: 197).

b. Dokumentasi

Dari dokumentasi diperoleh data tentang sejarah singkat perusahaan,

struktur organisasi perusahaan, tujuan perusahaan, data laporan biaya

kualitas, data yang berkaitan dengan elemen-elemen biaya kualitas,

dan data kuantitas serta persentase produk yang cacat selama

produksi.

G. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka

perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung biaya kualitas, persentase biaya kualitas, dan persentase

produk cacat

a. Menghitung total biaya kualitas

Menurut Gasperz dalam Nasution (2015: 168) menghitung total

biaya kualitas, dengan rumus:

(49)

Dimana:

TQC = Total Quality Cost atau biaya kualitas total

QCC = Quality Cost Control atau biaya pencegahan dan

penilaian

QAC = Quality Assurance Cost atau biaya kegagalan internal

dan biaya kegagalan eksternal

b. Menghitung persentase biaya kualitas

Persentase biaya kualitas dapat diukur dengan:

� � ��� � � = � � ��� � � � � × %

c. Menghitung persentase produk cacat

Persentase produk cacat dapat diukur dengan:

� � � � � = �ℎ � � �

�ℎ � × %

2. Melakukan Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data.

Menurut Boedijoewono (2012: 11) statistik desktiptif adalah metode

yang menggambarkan sifat-sifat data. Kegiatan statistik di sini berupa

kegiatan pengumpulan data, penyusunan data dan penyajian data

(50)

3. Mengklasifikasi Data

Penulis menggunakan analisis statistik non-parametrik dalam

penelitian ini. Statistik non-parametrik (Boedijoewono, 2012: 30)

adalah statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk sebaran

parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik

non-parametrik biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni

nominal dan ordinal yang umumnya tidak berdistribusi normal.

Menggunakan metode seriaton secara berkelompok untuk

mengklasifikasikan data. Metode ini digunakan untuk menyusun data

dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas interval tertentu

sehingga dapat diperoleh secara tepat data yang terkecil dan yang

terbesar dan mengelompokkan data menjadi beberapa bagian apakah

menjadi 2 bagian atau lebih (Boedijoewono, 2012: 30).

a. Mengklasifikasikan data biaya kualitas

Ukuran data biaya kualitas berskala rasio, pada pengklasifikasian

ini ukuran data laba akuntansi diubah menjadi skala ordinal.

Semakin tinggi biaya kualitas berarti semakin besar biaya kualitas

yang terjadi dalam perusahaan, sebaliknya semakin rendah biaya

kualitas berarti semakin kecil biaya kualitas yang terjadi dalam

perusahaan. Dalam mengklasifikasikan data biaya kualitas peneliti

membuat 2 kategori tingkatan biaya kualitas menjadi rendah dan

(51)

dihasilkan dari histogram, kemudian mengkategorikannya sebagai

berikut:

1 : rendah

2 : tinggi

b. Mengklasifikasikan data persentase produk cacat

Ukuran data persentase produk cacat berskala rasio, pada

pengklasifikasian ini ukuran data laba akuntansi diubah menjadi

skala ordinal. Semakin tinggi persentase produk cacat berarti

semakin banyak produk cacat yang terjadi dalam perusahaan,

sebaliknya semakin rendah persentase produk cacat berarti

semakin sedikit produk cacat yang terjadi dalam perusahaan.

Dalam mengklasifikasikan data persentase produk cacat peneliti

membuat 2 kategori tingkatan persentase produk cacat menjadi

rendah dan tinggi. Klasifikasi data dilakukan dengan membagi

angka yang dihasilkan dari histogram, kemudian

mengkategorikannya sebagai berikut:

1 : rendah

2 : tinggi

4. Melakukan Analisis Tabulasi Silang (Crosstabs)

Analisis tabulasi silang (crosstabs) menyajikan data dalam bentuk

tabulasi yang meliputi baris dan kolom. Data untuk penyajian

crosstabs (Ghozali, 2011: 96) adalah data berskala nominal, ordinal

(52)

berskala nominal atau ordinal. Crosstab dapat juga disertai dengan

penghitungan tingkat rentan hubungan (Santosa, 2015: 77).

5. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase

produk cacat.

HA : Ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk

cacat.

6. Menarik Kesimpulan

Kesimpulan hasil pada tabel tabulasi silang (crosstabs) antara variabel

dengan melihat kekuatan hubungan dan arah hubungan berdasarkan

nilai Spearman’s rho. Menurut Santosa (2015: 82) penggunaan exact

test menghubungkan ranking antara dua variabel yang sudah

diurutkan. Pengujian ini memiliki dua sampel kecil independen dan

datanya berbentuk nominal, maka data hasil pengamatan disusun

dalam bentuk tabel kontingensi 2x2. Adapun langkah-langkah untuk

menarik kesimpulan adalah sebagai berikut:

a. Menguji tingkat signifikan

Penelitian ini akan menggunakan tingkat signifikan sebesar 5%

dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Menguji tingkat

signifikan dengan melihat nilai exact significance, jika nilai exact

(53)

variabel. Begitupula sebaliknya, jika nilai exact significance <

0,05, maka terdapat hubungan antara kedua variabel.

Berdasarkan hal tersebut, jika terdapat hubungan antara kedua

variabel maka analisis data dilanjutkan dengan menguji kekuatan

arah hubungan.

b. Menguji kekuatan hubungan dan arah hubungan

Menurut Sugiyono (2009: 163) kriteria pengujiannya adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel

Nilai Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Lemah

0,20 – 0,399 Lemah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Sumber: Sugiyono, 2009

Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan

linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi

positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan positif atau

searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y

akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka

kedua variabel mempunyai hubungan negatif atau terbalik. Artinya

jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi

(54)

39

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan

PT Kusumahadi Santosa adalah perusahaan yang bergerak di bidang

pertekstilan yang terletak di Jalan Raya Solo – Tawangmangu Km 9,4

Jaten, Kabupaten Karanganyar, Karesidenan Surakarta. PT Kusumahadi

Santosa merupakan anak perusahaan dari PT. Danar Hadi ini berdiri pada

tanggal 14 Mei 1980. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Santosa

dengan Akta Notaris No. 39 dari Maria Theresia Budisantosa, SH dengan

SK No. A/287/4 dan diresmikan pada tanggal 21 September 1983 oleh

Menteri Tenaga Kerja Soedomo yang didampingi oleh Gubernur Jawa

Tengah H. Ismail. Perusahaan ini berbentuk badan hukum Perseroan

Terbatas (PT) dan modal perusahaan bersifat Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) sesuai UU No. 6 tahun 1986 tentang PMDN.

PT Kusumahadi Santosa memulai pembangunan Fisik secara resmi

pada bulan Mei 1981 dengan Surat Ijin Pembangunan No. 6471/30/PU

Karanganyar pada tanggal 23 Mei 1981, selanjutnya diperbaharui dengan

surat ijin pendirian bangunan No. 6471/54/PU Karanganyar tanggal 2

November 1981. Pembangunan fisik, pemasangan mesin dan sarana

penunjang lainnya baru selesai pada bulan Februari 1982 dan proses

(55)

dilengkapi dengan izin lokasi dengan nomor 530/340/1981 oleh

Pemerintah Daerah (PEMDA).

PT Kusumahadi Santosa didirikan bukan hanya semata-mata demi

mendapatkan keuntungan akan tetapi terdapat beberapa tujuan

didirikannya PT Kusumahadi Santosa. Tujuan tersebut adalah:

a. Membantu pemerintah dalam menunjang kebutuhan sandang

masyarakat dalam peningkatan pembangunan.

b. Memperoleh keuntungan dari hasil kegiatan/operasi yang dilakuakan

perusahaan.

c. Membantu menambah hasil pendapatan daerah setempat.

d. Mendukung program pemerintah dalam hal penciptaan lapangan

pekerjaan, agar dapat meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat.

Pada tahun 1989 didirikan sebuah anak perusahaan yaitu PT

Kusumaputra Santosa yang letaknya tepat di sebelah utara PT Kusumahadi

Santosa yang bergerak di bidang pemintalan, hasil produksinya dipakai

untuk memenuhi kebutuhan proses produksi di PT Kusumahadi Santosa

sebanyak 60% dan sisanya sebanyak 40% dipasarkan ke beberapa daerah

seperti Bandung, Pekalongan, dan daerah sekitar Solo. Pada tahun 1990

dilakukan perluasan pada Departemen Weaving dengan penambahan

mesin air jetloom serta perluasan pada Departemen Printing dengan

penambahan mesin pencapan kasa datar (flat print) buatan Jepang, mesin

pencapan kasa putar (rotary print) buatan Belanda, dan mesin stenter

(56)

mesin pencelupan (Fong). Setelah dilakukan perluasan perusahaan, hasil

produksi PT Kusumahadi San tosa tidak hanya untuk Danarhadi tetapi

juga dipasarkan ke industri garmen dan pedagang–pedagang kain di dalam

dan luar negeri yang berupa kain putih, kain berwarna hasil pencelupan,

dan kain bermotif hasil pencapan.

PT Kusumahadi Santosa mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan hingga saat ini yaitu:

a. Bangunan pabrik, bangunan perumahan karyawan serta fasilitasnya,

dan juga bangunan kantor beserta peralatannya.

b. Mesin-mesin yang berada di Departemen Weaving, Departemen

Printing, Departemen Dyeing, dan Departemen Finishing.

c. Beberapa sarana yang lainnya antaralain: tempat ibadah berupa

Masjid, poliklinik, sarana olahraga berupa lapangan tenis dan

lapangan bulutangkis, sarana transportasi berupa bus karyawan, serta

bangunan lain sebagai pelengkap perusahaan.

d. Adanya koperasi karyawan.

2. Misi dan Visi

Untuk dapat bersaing dengan para kompetitornya yang semakin ketat,

PT Kusumahadi Santosa selalu hadir dengan mengutamakan kebutuhan

serta kepuasan pelanggan. Untuk itu PT Kusumahadi Santosa siap

menghadapi tantangan dengan seluruh memperhatikan dan berusaha

memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan meningkatkan

(57)

Adapun visi, misi, dan sasaran mutu perusahaan adalah:

a. Visi Perusahaan

1) Meningkatkan suber daya manusia, disiplin yang tinggi, mampu

bekerja keras menghadapi ketatnya persaingan pada usaha-usaha

tekstil.

2) Meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin pemenuhan

pesanan pelanggan sebaik mungkin.

3) Karena hasil produksinya diminati masyarakat local dan

internasional maka perusahaan berinvestasi pada laba.

b. Misi Perusahaan

1) Melestarikan batik dan menghandalkan bahan baku yang

dibutuhkan dalam pembuatan kain batik halus.

2) Menjaga kualitas produksi agar dapat memenuhi selera dan

permintaan konsumen.

3) Membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan

menjunjung pembangunan khususnya standar untu kenutuhan

hidup masyarakat.

c. Sasaran Mutu Perusahaan

1) Meningkatkan produktivitas.

2) Mengurangi junlah keluhan/ complain dari pelanggan.

3) Mengurangi jumlah tuntutan ganti rugi.

(58)

3. Lokasi Perusahaan

PT Kusumahadi Santosa berada di daerah kawasan industri Jaten,

tepatnya di tepi Jalan Raya Solo – Tawangmangu Km 9,4 Jaten,

Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. Lokasi perusahaan ini dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

S

Keterangan : Tanpa Skala

Gambar 6: Peta Lokasi PT Kusumahadi Santosa

Sumber : Bagian Personalia PT Kusumahadi Santosa, Surakarta 2015

Keterangan Gambar 6:

a. Arah ke Surakarta (Solo)

b. Arah Tawangmangu

c. Jalan ke Kabupaten Sragen

(59)

d. Perumahan PT Kusumahadi

Santosa

e. Lahan Kosong

f. PT Gunung Subur

g. Jalan Desa Sawahan

h. PT Kusumahadi Santosa

i. PT Kusumaputra Santosa

j. PT SKI Tekstil

k. Mesjid Al – Hadi

l. Jalan Kereta api

m. Batas Kecamatan

n. PT Pamor

Dalam pemilihan lokasi perusahaan tersebut, ada beberapa

pertimbangan yang dijadikan alasan dalam pemilihan lokasi tersebut

yaitu:

a. Banyak tenaga kerja yang tersedia dikarenakan lokasi perusahaan

terletak diantara Kecamatan Jaten, Mojolaban dan Tasikmadu.

Kecamatan tersebut terletak di wilayah Kabupaten Karanganyar.

Sehingga tenaga kerja relatif mudah didapat.

b. Akses transportasi lebih mudah, karena terletak di jalan raya antara

kota Solo–Tawangmangu dengan jalur jalan raya Solo–Surabaya yang

merupakan jalur utama bagi lalu lintas darat Pulau Jawa. Hal ini

sangat membantu penyediaan bahan baku maupun pemasaran hasil

produksi batik lokal atau ekspor.

c. Perijinan pembangunan perusahaan lebih mudah, karena daerah Jaten

dan sekitarnya merupakan area industri.

d. Terletak dekat dengan lahan kosong, sehingga mudah untuk

(60)

e. Tersedia sumber air tanah sehingga mudah untuk melakukan kegiatan

produksi dan keperluan lain.

f. Tersedianya fasilitas transportasi di daerah kawasan pabrik, sehingga

proses pengiriman dan penerimaan informasi dapat dilakukan dengan

cepat, mudah dan lancar.

g. Dukungan dan sikap masyarakat sekitar perusahaan dinilai cukup

positif.

PT Kusumahadi Santosa memiliki tanah seluas 103.209 m2 yang

meliputi lokasi perusahaan, perumahan karyawan, dan tanah persawahan

untuk pengembangan. Luas lokasi perusahaan adalah 87.121 m2,

perumahan karyawan seluas 6.088 m2, dan tanah persawahan untuk

pengembangan seluas 10.000 m2.

4. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap

bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam

menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di harapkan

dan di inginkan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas

pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan

bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur

organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa

melapor kepada siapa. Struktur organisasi yang digunakan oleh PT

(61)

adalah suatu bentuk organisasi yang di dalamnya ada batasan yang jelas

antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan bertanggung jawab atas segala

kegiatan organisasi dan mempunyai hak untuk mengambil keputusan dan

(62)

Direktur

Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Ka Sie

Gambar 7: Struktur Organisasi PT Kusumahadi Santosa

(63)

Tugas dan tanggungjawab pada setiap jabatan disesuaikan dengan

tingkatan dalam struktur organisasi perusahaan. Adapun pembagian

tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Direktur Utama

Adapun tugas dari seorang direktur utama adalah:

1) Memimpin perusahaan

2) Mengawasi perusahaan, menilai hasil dari tujuan perusahaan yang

dibantu oleh staff ahli operasional keuangan, pemasaran dan

produksi.

3) Membawahi langsung:

a) Manager Logistik, yang bertugas untuk pengadaan kelancaran

barang dan perbekalan untuk kebutuhan perusahaan.

b) Manager Keuangan, bertugas mengurus sirkulasi keuangan di

dalam perusahaan.

c) Manager Umum dan Personalia, bertugas memperlancar

perkembangan perusahaan dan kesejahteraan pegawai serta

menentukan urusan kepegawaian.

b. Wakil Direktur Utama

Wakil Direktur Utama bertugas untuk membantu Direktur Utama

dalam menjalankan tugasnya dengan membawahi langsung Kepala

(64)

c. Kepala Divisi Produksi

Kepala Divisi Produksi bertanggung jawab mengawasi dan

mengontrol:

1) Manager Weaving yang bertanggung jawab untuk memproduksi

kain tenun (grey).

2) Manager Pre-Treatment yang bertanggung jawab terhadap proses

persiapan penyempurnaan, yaitu memproses kain grey menjadi

kain putih.

3) Manager Persiapan yang bertugas mempersiapkan segala persiapan

di Departement Printing – Dyeing.

4) Manager Produksi yang bertanggung jawab terhadap segala proses

produksi di Departement Printing – Dyeing.

5) Manager Desain yang bertanggung jawab pada pembuatan motif

yang akan di produksi sesuai dengan permintaan buyer.

6) Manager Utility yang bertanggung jawab atas pengadaan air, listrik,

dan pemeliharaan sarana – sarana penunjang produksi seperti

diesel, AC, dan lain – lain.

7) Manager PPC yang bertanggung jawab terhadap proses

perencanaan dan pengendalian produksi sebelum terlaksana hingga

(65)

d. Kepala Divisi Pemasaran

Kepala Divisi Pemasaran ada dua yaitu kepala divisi pemasaran 1 dan

kepala divisi pemasaran 2.

1) Kepala Divisi Pemasaran 1 membawahi dua bidang yaitu:

a) Manager Pengiriman yang bertanggung jawab terhadap

pengiriman barang hasil produksi

b) Manager Penjualan 1 yang bertanggung jawab terhadap

penjualan yang di produksi di PT Kusumahadi Santosa.

2) Kepala Divisi Pemasaran 2 membawahi Manager Penjualan yang

tugasnya sama dengan Manager Penjualan 1 yang bertanggung

jawab terhadap penjualan yang diproduksi di PT Kusumahadi

Santosa.

e. Kepala Seksi

Tugas kepala seksi adalah:

1) Mengadakan koordinasi dan pengawasan terhadap departemen

yang dibawahi.

2) Menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari

manager.

3) Bertanggung jawab atas kelancaran produksi.

f. Kepala Sub Seksi

Kepala Sub Seksi bertugas membantu kepala seksi dalam bidang–

(66)

g. Kepala Shift / Kepala Urusan

Kepala Shift/ Kepala Urusan bertanggung jawab terhadap kelancaran

proses produksi di lapangan dan langsung terjun ke lapangan untuk

melakukan pengawasan serta mengatasi masalah yang terjadi di dalam

satu shift kerja yang dipimpinnya

h. Kepala Regu

Kepala Regu bertugas memimpin dan mengamati hasil kerja operator

secara langsung dan bertanggung jawab langsung kepada kepala

Gambar

Gambar 1: Laporan Biaya Kualitas Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
Gambar 2: Laporan laba rugi Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
Gambar 3: Gambar Grafik Biaya Kualitas AQ Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
Gambar 4: Grafik Biaya Kualitas Kontemporer  Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan oleh Winarsih (2014) dengan judul Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Pengendalian Produk Cacat, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

Produk cacat dapat diartikan produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk

Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan dalam Bab IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian mengenai pengaruh

Secara parsial biaya pencegahan memiliki pengaruh negatif dan signifikan ter- hadap produk cacat, sedangkan biaya penilaian memen- garuhi produk cacat dengan hubungan yang positif

management (proksi produk cacat) berpengaruh positif terhadap biaya kualitas, 2).. Apakah biaya kualitas berpengaruh negatif

Berdasar hasil analisis data dapat diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecemasan dengan prestasi kerja dengan koefisien korelasi r (xy)

Produk cacat dapat diartikan produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk

Biaya pencegahan (prevention cost) Biaya pencegahan merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang dihasilkan (mencegah cacat kualitas) atau semua