ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN
PERSENTASE PRODUK CACAT
Studi Kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Monika Ruti Nugrahita
NIM: 122114122
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN
PERSENTASE PRODUK CACAT
Studi Kasus di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
OLEH:
Monika Ruti Nugrahita NIM: 122114122
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,
sebab Ia yang memelihara kamu.”
(1 Petrus 5:7)
“Hidup itu sederhana, tapi kita yang membuat hidup menjadi rumit.”
(Confucius)
“Hargailah usahamu, hargailah dirimu. Harga diri memunculkan disiplin diri. Ketika anda memiliki keduanya, itulah kekuatan sesungguhnya.”
(Clint Eastwood)
“Kerja keras dan ketekunan akanmengalahkan bakat yang tanpa kerja keras.”
Kupersembahkan untuk:
Bunda Maria & Tuhan Yesus Kristus
Orang tuaku Daddy dan Iru
Adikku Dipo dan koko Andre
Semua yang senantiasa menyertai,
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Johanes Eka Priyatama, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar mengembangkan
kepribadian kepada penulis.
2. Lisia Apriani, S.E, M.Si., Ak., QIA., C.A. selaku pembimbing yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku pembimbing statistika yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Edi Siswanto selaku Kepala Seksi Personalia PT Kusumahadi Santosa
yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian. Dan segenap karyawan
departmen Printing dan Dyeing PT Kusumahadi Santosa yang telah banyak
membantu dengan mencarikan data yang dibutuhkan.
5. Daddy Yakobus Sukiran dan Iru Maria Eni Ningsih selaku orang tua yang
ix
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi
x
D. Penjualan ... 25
E. Hubungan Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat ... 26
F. Penelitian Terdahulu ... 28
a. Statistik deskriptif persentase biaya kualitas ... 76
b. Statistik deskriptif persentase produk cacat ... 79
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel ... 38
Tabel 2. Jumlah Karyawan PT Kusumahadi Santosa ... 52
Tabel 3. Data Mesin Produksi pada Departemen Printing – Dyeing ... 62
Tabel 4. Jumlah Produksi Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa
Tahun 2013-2015 ... 66
Tabel 5. Jumlah Penjualan Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 (Rp)... 67
Tabel 6. Jumlah Penjualan Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015(yard) ... 67
Tabel 7. Jumlah Produk Cacat Printing & Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 68
Tabel 8. Biaya Perawatan Mesin Departemen Printing & Dyeing
PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 69
Tabel 9. Biaya Pemeriksaan Bahan Baku dan Chemical Departemen Printing &
Dyeing PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 70
Tabel 10. Biaya Inspekting Kain Printing & Dyeing di PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 71
Tabel 11. Biaya Reproduksi Kain Printing & Dyeing di PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 72
Tabel 12. Total Biaya Kualitas PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 73
Tabel 13. Persentase Biaya Kualitas PT Kusumahadi Santosa Tahun 2013-2015 ... 74
Tabel 14. Persentase Produk Cacat di PT Kusumahadi Santosa tahun 2013-2015 ... 75
Tabel 15. Statistik Deskriptif Persentase Biaya Kualitas ... 76
Tabel 16. Statistik Deskriptif Persentase Produk Cacat ... 79
Tabel 17. Tabulasi Silang Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase
Produk Cacat ... 81
Tabel 18. Exact Signifiance Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Laporan Biaya Kualitas ... 21
Gambar 2: Laporan Laba Rugi ... 22
Gambar 3: Gambar Grafik Biaya Kualitas AQ ... 26
Gambar 4: Grafik Biaya Kualitas Kontemporer ... 27
Gambar 5: Gambar Kerangka Pemikiran ... 30
Gambar 6: Peta Lokasi PT Kusumahadi Santosa ... 43
Gambar 7: Struktur Organisasi PT Kusumahadi Santosa ... 47
Gambar 8: Diagram Alir Pengerjaan dan Pesanan Barang di PT Kusumahadi Santosa ... 61
Gambar 9: Histogram Persentase Biaya Kualitas ... 77
Gambar 10: Grafik Persentase Biaya Kualitas ... 78
Gambar 11: Histogram Persentase Produk Cacat ... 79
Gambar 12: Grafik Persentase Produk Cacat ... 80
Gambar 13: Histogram Persentase Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat ... 83
xiii
ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN BIAYA KUALITAS DENGAN PERSENTASE PRODUK CACAT
Studi Kasus Pada PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta
Monika Ruti Nugrahita 122114122
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biaya kualitas memiliki hubungan dengan persentase produk cacat. Penelitian ini dilakukan di PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara melakukan perhitungan komponen biaya kualitas antara lain biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan, dan persentase produk cacat. Kemudian menghitung perbandingan antara total biaya kualitas dengan penjualan, kemudian dibandingkan dengan prinsip biaya kualitas yang berlaku, dimana standar total biaya kualitas yang dianggarkan tidak melebihi dari 2,5% dari penjualan. Langkah berikutnya adalah menghitung persentase produk cacat dengan membandingkan jumlah produk yang cacat dengan jumlah produk yang terjual. Langkah terakhir dari teknik analisis data dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk cacat menggunakan Chi-square Fisher exact test.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk cacat.
xiv
ABSTRACT
AN ANALYSIS OF CORRELATION BETWEEN QUALITY COST AND PERCENTAGE OF DEFECTIVE PRODUCT
A Case studi at PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta
Monika Ruti Nugrahita 122114122
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2016
This study aimed to determine whether the cost of quality correlated with the percentage of defective products. This research was conducted at PT Kusumahadi Santosa Karanganyar, Surakarta.
Data was collected by survey and documentation. Data analysis technology was prossesed by calculating the components of quality costs and the cost of prevention, testing fees, the cost of failure, and the percentage of defective products. Then, the ratio between the total cost of quality versus turnover was compared to the cost principles for quality, in which the quality of the estimated total costs did not exceed 2,5% of the turnover. The next step was to calculate the percentage of defects, which were compared by the number of defective products with the number of products sold. The last step of techniques of data analysis used to that determined the correlation between the cost of quality with the percentage of defective products using Chi-square Fisher Exact Test.
Based on the results of research conducted showed there was no correlation between the cost of quality with the percentage of defective products.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa-masa sekarang ini era globalisasi telah mengubah wajah
dunia, dengan tuntutan konsumen atas peningkatan kualitas produk dan jasa.
Perkembangan dunia usaha ini dapat memberikan peluang bisnis yang sangat
besar tetapi juga memberikan tantangan dan ancaman yang patut
diperhitungkan atau diwaspadai, yaitu berupa persaingan. Salah satu usaha
yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan kualitas
hasil produksinya.
Perusahaan yang bersaing di pasar global adalah perusahaan yang
mampu menghasilkan produk baik barang maupun jasa yang berkualitas
tinggi dengan harga yang bersaing serta pelayanan yang baik yang dapat
diberikan kepada konsumen. Dalam meningkatkan kualitas produk dan jasa
yang akan dihasilkan membutuhkan kerja keras serta keseriusan dalam
menjalankannya. Jika perusahaan tidak melakukan perbaikan atas kualitas
produk dan jasa yang dihasilkan maka perusahaan tersebut akan ketinggalan
sehingga perusahaan tersebut akan kalah saing dengan
perusahaan-perusahaan yang telah melakukan perbaikan serta pembaharuan atas produk
dan jasa yang dihasilkan.
Jika suatu produk dapat memenuhi dan memuaskan konsumen maka
produk tersebut dapat dikatakan sebagai produk yang berkualitas. Jika suatu
memperhatikan biaya untuk memperbaikinya, biaya yang dimaksud adalah
biaya kualitas. Hansen dan Mowen (2009: 272) mendefinisikan biaya kualitas
sebagai aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yang dilakukan karena ada
kemungkinan produk yang buruk atau terdapat produk yang buruk. Biaya
kualitas berkaitan erat dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan dan
pencegahan kerusakan. Oleh karena itu, penerapan biaya kualitas harus
dilaksanakan sejak awal proses produksi sampai akhir proses produksi.
Penerapan biaya kualitas khususnya dalam pemilihan standar kualitas
dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tradisional dan metode standar
kerusakan nol (zero defect). Pandangan yang lebih modern mengarah pada
penghilangan produk cacat yaitu dengan zero defect. Zero defect merupakan
standar kinerja yang mengharuskan tidak ada produk yang rusak.
Pandangan tradisonal mengenai kesesuaian mengasumsikan bahwa
terdapat rentang nilai yang bisa diterima setiap karakteristik spesifikasi atau
kualitas. Nilai target ditetapkan, serta batas atas dan batas bawah ditentukan
agar diperoleh penyimpangan produk yang bisa diterima untuk suatu
karakteristik kualitas yang ditentukan. Setiap produk yang ada di dalam
batas-batas yang telah ditentukan dianggap sebagai produk tanpa cacat
(nondefective) (Hansen dan Mowen, 2009: 271).
Menjaga dan meningkatkan kualitas tidak bisa dianggap mudah atau
enteng dalam sebuah perusahaan, karena hal tersebut mencakup produk
maupun biaya-biaya yang dikeluarkan perusahan yang berhubungan dengan
produk yang berkualitas tinggi maka kepuasan pelanggan akan meningkat.
Kualitas produk yang baik secara tidak langsung dapat meningkatkan pangsa
pasar dan nilai jual, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis
merumuskan permasalahan yaitu apakah ada hubungan biaya kualitas dengan
persentase produk cacat.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan biaya
kualitas dengan dengan persentase produk cacat pada PT Kusumahadi
Santosa.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi PT Kusumahadi Santoso
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi yang
bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan pengembangan penerapan
biaya kualitas pada PT Kusumahadi Santoso.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wawasan serta
ini dan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. Serta sebagai
tambahan koleksi bahan bacaan ilmiah bagi Universitas Sanata Dharma.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis serta dapat dipakai sebagai sarana untuk penerapan
ilmu yang didapat dibangku kuliah dengan keadaan sesungguhnya.
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II Kajian Pustaka
Bab ini berisi tentang teori-teori dan konsep yang
digunakan dalam penelitian ini.
BAB III Metode Peelitian
Bab ini membahas tentang objek dan subjek penelitian,
metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
BAB IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini menguraikan gambaran umum perusahaan, sejarah
perusahaan, struktur organisasi, kegiatan usaha dan proses
BAB V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini mengevaluasi data hasil penelitian di perusahaan
dan dibahas menggunakan dasar teori yang digunakan.
BAB VI Penutup
Bab ini menguraikan kesimpulan, keternatasan dan saran
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Biaya
1. Pengertian Biaya
Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu
proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga
pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi.
Harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka
memperoleh penghasilan dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan
disebut biaya.
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 47) mendefinisikan biaya sebagai
kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang
dan jasa yang diharapkan memberikan manfaat untuk saat ini maupun
masa mendatang bagi organisasi. Horngren dkk (2006: 189)
mendefinisikan biaya sebagai sebuah sumber daya yang yang
dikorbankan untuk mencapai sebuah objek yang spesifik. Carter dan
Usry (2006: 177) menyatakan bahwa biaya sebagai nilai tukar,
pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat.
2. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data biaya
yang ada. Horngren dkk (2006: 191) mengklasifikasikan biaya menjadi
dua yaitu: biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
dapat dihitung sebagai nilai ekonomis. Sedangkan biaya tidak langsung
merupakan biaya yang berhubungan dengan biaya produk namun tidak
dapat dihitung sebagai nilai ekonomis produk.
Hansen dan Mowen (2009: 50) mengklasifikasikan biaya kedalam dua
kategori fungsional utama, yaitu:
a. Biaya produksi, merupakan biaya yang berkaitan dengan pembuatan
barang atau penyediaan jasa.
Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai:
1) Biaya bahan langsung, adalah bahan yang dapat di telusuri ke
barang atau jasa yang diproduksi. Biaya bahan langsung ini dapat
dibebankan ke produk karena pengamatan fisik dapat digunakan
untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap produk.
2) Tenaga kerja langsung, adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri
pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Seperi halnya
bahan langsung, pengamatan fisik dapat digunakan dalam
mengukur kuantitas karyawan yang digunakan dalam
memproduksi suatu produk dan jasa. Karyawan yang mengubah
bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa pelanggan
diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.
3) Overhead, merupakan semua biaya yang tidak termasuk kedalam
bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Kategori biaya
overhead memuat berbagai item yang luas. Banyak input yang
langsung yang merupakan bagian yang tidak signifikan dalam
proses produksi biasanya dimasukkan kedalam kategori biaya
overhead. Hal ini dibenarkan atas dasar biaya dan kepraktisan.
Biaya lembur tenaga kerja langsung biasanya dibebankan ke
overhead, dengan asumsi bahwa tidak semua operasi produksi
tertentu secara khusus dapat diidentifikasikan sebagai penyebab
lembur.
b. Biaya non produksi, merupakan biaya yang berkaitan dengan fungsi
perencanaan, pengembangam pemasaran, distribusi, pelayanan
pelanggan dan administrasi umum.
Terdapat dua jenis biaya non produksi yang lazim digunakan,
diantaranya:
1) Biaya penjualan atau pemasaran, adalah biaya yang diperlukan
dalam memasarkan, mendistribusikan dan melayani produk atau
jasa.
2) Biaya administrasi, merupakan seluruh biaya yang berkaitan
dengan penelitian, pengembangan dan administrasi umum pada
organisasi yang tidak dapat dibebankan ke pemasaran ataupun
produksi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam
memastikan bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara
tepat sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat
B. Biaya Kualitas
1. Pengertian Kualitas
Secara umum, kamus mendefinisikan kualitas sebagai untuk kualitas
adalah “derajat atau tingkat kesempurnaan”; dalam hal ini kualitas adalah
ukuran relatif dari kebaikan (goodness). Hansen dan Mowen (2009: 269)
mendefinisikan kualitas sebagai kebaikan merupakan makna sangat
umum yang tidak memiliki makna operasional. Secara operasional,
produk atau jasa yang berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan.
Menurut Siregar dkk (2013: 285) kualitas dapat diartikan berbeda
antara satu orang dengan orang lain. Biasanya kualitas dapat dilihat dari
dua faktor utama, yaitu:
a. Memuaskan harapan konsumen yang berkaitan dengan atribut-atribut
harapan konsumen.
b. Memastikan seberapa baik produk dapat memenuhi aspek-aspek
teknis dari desain produk tersebut, kesesuaian kinerja dengan standar
yang diharapkan, dan kesesuaian dengan standar pembuatnya.
Ada dua jenis kualitas yang diakui menurut Hansen dan Mowen (2009:
269) yaitu:
a. Kualitas Rancangan (Quality of Design)
Kualitas rancangan (Quality of Design) adalah berbagai spesifikasi
produk. Kualitas rancangan yang tinggi biasanya ditunjukan oleh dua
b. Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance)
Kualitas kesesuaian (Quality of Conformance) adalah suatu ukuran
mengenai bagaimana suatu produk memenuhi berbagai persyaratan
atau spesifikasi. Bila kualitas tidak sesuai atau tidak memenuhi
persyaratan maka akan menimbulkan masalah bagi perusahaan.
2. Dimensi Kualitas
Harapan konsumen atas produk atau jasa tentu saja berbeda antara
satu konsumen dan konsumen lainnya. Harapan konsumsen ini dapat
dilihat dari beberapa dimensi yang mewakili kualitas, yaitu:
a. Kinerja (performance), merujuk ke bagaimana konsisten dan baiknya
fungsi suatu produk.
b. Estetika (esthetic), berkaitan dengan penampilan produk-produk yang
berwujud sekaligus juga dengan penampilan fasilitas, peralatan,
personel, dan perlengkapan komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
c. Kemampuan memberikan jasa (serviceability), berkaitan dengan
kemudahan pemeliharaan dan atau perbaikan suatu produk.
d. Bentuk (features), merujuk ke karakteristik suatu produk yang
membedakannya dengan produk lain yang sejenis secara fungsional.
e. Kemampuan untuk diandalkan (reliability), probabilitas suatu produk
atau jasa dalam menjalankan fungsinya untuk jangka waktu tertentu.
f. Daya tahan (durability), jangka waktu berfungsinya suatu produk.
g. Kesesuaian (conformance), suatu tolak ukur mengenai bagaimana
h. Kecocokan dengan kegunaan (fitness for use), kesesuaian suatu
produk dengan fungsi-fungsinya sesuai dengan yang diiklankan.
3. Alasan Kualitas Menjadi Penting
Beberapa alasan mengapa kualitas sangat diperlukan, yaitu:
a. Konsumen menjadi lebih canggih dalam selera dan pilihan.
b. Kompetisi persaingan menjadi lebih ketat dan canggih.
c. Kenaikan biaya yang hanya dapat diatasi lewat perbaikan kualitas
proses dan peningkatan produktivitas tanpa henti.
d. Krisis.
Peningkatan kualitas dapat meningkatkan profitabilitas melalui dua cara,
yaitu:
a. Dengan meningkatkan permintaan pelanggan
b. Dengan mengurangi biaya
Dalam pasar persaingan yang ketat, peningkatan permintaan dan
penghematan biaya dapat menjadi penentu apakah suatu usaha dapat
berkembang atau sekedar bertahap hidup.
4. Pengertian Biaya Kualitas
Kegiatan yang berhubungan dengan kualitas adalah kegiatan yang
dilakukan karena kualitas yang buruk mungkin atau telah terjadi.
Biaya-biaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan itu disebut Biaya-biaya kualitas.
adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat
produk yang kualitasnya buruk.
Menurut Carter dan Usry (2006: 198) biaya kualitas adalah biaya yang
tidak hanya untuk mencapai kualitas, tetapi juga biaya yang terjadi karena
kualitas yang buruk. Menurut Supriyono (2002: 379) biaya kualitas
adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian,
perbaikan, dam pencegahan kerusakan.
5. Jenis-jenis Biaya Kualitas
Menurut Blocher (2012: 486), biaya kualitas terdiri dari beberapa
jenis, yaitu:
a. Biaya pencegahan (prevention cost)
Biaya pencegahan (prevention cost) adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kecacatan kualitas produk.
Biaya pencegahan mencakup:
1) Biaya pelatihan kualitas, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
program-program pelatihan internal dan eksternal, yang meliputi
upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelatihan, biaya instruksi,
biaya staf klerikal, bahan habis pakai untuk menyiapkan buku
pegangan dan manual instruksi.
2) Biaya desain ulang produk dan peningkatan proses, biaya ini
ditujukan untuk mengevaluasi dan meningkatkan desain produk
atau untuk mengeliminasi atau mengurangi masalah terkait
kualitas produk.
3) Biaya perawatan peralatan, biaya ini termasuk biaya untuk
pemasangan, penyesuaian, perawatan perbaikan dan pengecekan
alat-alat produksi.
4) Biaya sistem informasi, biaya ini diperlukan untuk pengembangan
data yang yang dibutuhkan, serta pengukuran, audit, dan pelaporan
data terkait kualitas.
b. Biaya penilaian (appraisal cost)
Biaya penilaian (appraisal cost) adalah biaya yang terkonsentrasi pada
pengukuran dan analisis data untuk menentukan keselarasan antara
hasil produksi dengan spesifikasi yang ditentukan.
Biaya penilaian mencakup:
1) Biaya pengujian dan inspeksi; biaya yang dikeluarkan untuk
menguji dan menginspeksi bahan yang datang, produk dalam
proses, dan produk yang selesai.
2) Instrumen dan peralatan pengujian; biaya ini ini digunakan untuk
menemukan, mengoperasikan atau menjaga fasilitas, peranti lunak
mesin dan instrumen untuk menilai atau menaksir kualitas dari
c. Biaya kegagalan internal (internal failure cost)
Biaya kegagalan internal (internal failure cost) adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan karena rendahnya kualitas yang ditemukan sejak
penilaian awal sebelum produk dikirimkan kepada pelanggan.
Biaya ini mencakup:
1) Biaya kegiatan koreksi; biaya yang dikeluarkan untuk mencari
penyebab kegagalan dan mencari solusinya.
2) Biaya pengerjaan ulang (rework); biaya Biaya ini meliputi biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengerjaan ulang agar
dapat memenuhi standar kualitas yang ditentukan.
3) Biaya sisa bahan baku (scrap); biaya ini adalah kerugian yang
terjadi karena adanya sisa bahan baku yang tidak terpakai dalam
upaya memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki.
4) Biaya proses; biaya yang dikeluarkan untuk mendesain ulang
produk atau proses, penghentian mesin yang tidak terencana untuk
penyesuaian, dan kehilangan produksi yang bertujuan untuk
perbaikan dan pengerjaan kembali.
d. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost)
Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) adalah biaya terkait
cacatnya kualitas yang terdeteksi setelah produk sampai ke tangan
Biaya kegagalan eksternal mencakup:
1) Biaya perbaikan atau pergantian; perbaikan atau pergantian dari
barang-barang yang dikembalikan.
2) Biaya untuk menangani keluhan dari konsumen dan
pengembalian produk; gaji dan pengeluaran tambahan untuk
administrasi departemen layanan konsumen, diskon untuk kualitas
yang rendah, dan ongkos angkut untuk barang yang dikembalikan.
3) Penjualan yang hilang dari konsumen; pemesanan yang dibatalkan
dan penurunan pangsa pasar.
6. Pengukuran Biaya Kualitas
Menurut Gaspersz (2005: 168), perusahaan mengukur dan
menganalisis biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan program
perbaikan kualitas yang dapat dihubungkan dengan ukuran-ukuran biaya
lain, yaitu:
a. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin rendah
nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
b. Biaya kualitas dibandingkan dengan keuntungan, semakin rendah nilai
ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
c. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan, diukur
berdasarkan persentase biaya kualitas total terhadap nilai harga pokok
penjualan, dimana semakin rendahnya nilai ini menunjukkan semakin
Biaya kualitas juga dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang dapat
diamati atau tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati adalah
biaya-biaya yang tersedia dari pencatatan akuntansi organisasi. Biaya kualitas
yang tersembunyi adalah biaya kesempatan yang dihasilkan dari kualitas
buruk.
Ada tiga metode yang diusulkan oleh Hansen dan Mowen (2009: 273)
untuk menaksir biaya kualitas tersembunyi, yaitu:
a. Metode pengali (multiplier method)
Mengasumsikan bahwa total biaya gagal hanya merupakan
multiplikasi biaya-biaya gagal yang diukur.
Total biaya gagal eksternal = k (biaya gagal eksternal yang diukur)
Dimana k adalah efek multiplikasi berdasarkan pada pengalaman.
Memasukkan biaya tersembunyi dalm penilaian jumlah biaya gagal
eksternal membuat manajemen dapat lebih akurat dalam menentukan
tingkat pengeluaran sumber daya untuk aktivitas-aktivitas pencegahan
dan penilaian. Dengan kenaikan biaya gagal, diharapkan pihak
manajemen akan meningkatkan investasinya dalam biaya kontrol.
b. Metode riset pemasaran
Metode riset pasar formal adalah metode-metode yang digunakan
untuk menilai efek dari kualitas buruk pada penjualan dan pangsa
pasar. Hasil riset pemasaran dapat digunakan untuk memproyeksikan
c. Fungsi kerugian kualitas Taguchi
Fungsi ini mengasumsikan bahwa setiap variasi dari nilai sasaran
karakteristik kualitas menyebabkan biaya kualitas tersembunyi. Biaya
tersembunyi meningkat secara kuadratikal ketika nilai aktual
menyimpang dari nilai sasaran.
Rumus: L(y) = k (y - T)²
Dimana:
k = konstanta proporsional yang tergantung pada struktur biaya gagal
eksternal organisasi
y = karakteristik nilai kualitas aktual
T = karakteristik nilai kualitas sasaran
Untuk menerapkan fungsi taguchi, k harus diestimasi. Nilai untuk k
dihitung dengan membagi estimasi biaya pada satu batas spesifik
dengan deviasi kuadrat batas tersebut dari nilai sasaran:
� =
²Dimana:
c = kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah
d = jarak antara batas dengan nilai sasaran
Kelebihan metode ini adalah:
1) Memudahkan perusahaan untuk melakuakan analisis terhadap
produk yang dihasilkan, karena produk tersebut dapat dideteksi
2) Memotivasi perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk,
karena metode ini selalu berpandangan bahwa produk yang
dihasilkan harus mencapai target, jika tidak akan selalu
memuncullkan kerugian.
3) Perusahaan dapat mengidentifikasi dan melakukan estimasi
terhadap besarnya biaya kualiatas tersembunyi.
Kelemahan metode ini adalah:
1) Apabila metode ini tidak diterapkan dengan teknik-teknik yang
dikembangkan oleh Deming, Juran dan Crosby, maka tidak
akan memberikan hasil yang optimal.
2) Metode ini hanya cocok untuk diterapkan perusahaan industri
manufaktur yang menghasilkan barang dengan tingkat
ketelitian tinggi.
3) Implementasi dari metode ini membutuhkan perhitungan
statistik yang sedikit rumit, sehingga diperlukan sumber daya
dengan keahlian khusus untuk menerapkannya.
Dari segi akuntansi, menurut Hansen dan Mowen (2009: 282)
terdapat dua tipe pengukuran biaya kualitas yaitu:
1) Biaya kualitas yang dapat diamati (Observable Quality Cost)
Biaya kualitas yang dapat diamati (Observable Quality Cost)
adalah biaya-biaya yang tersedia atau apat diperoleh dari cacatan
2) Biaya kualitas yang tersembunyi (Hidden Quality Cost)
Biaya kualitas yang tersembunyi (Hidden Quality Cost) adalah
biaya kesempatan atau oportunitas yang terjadi karena kualitas
yang buruk. Biaya oportunitas biasanya tidak disajikan dalam
catatan akuntansi. Contohnya biaya-biaya yang tersembunyi berada
dalam katagori kegagalan, kehilangan penjualan, biaya
ketidakpuasan pelanggan, kehilangan pangsa pasar.
7. Perspektif Kualitas
Setelah diketahui dimensi kualitas, harus diketahui bagaimana
perspektif kualitas, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan
kualitas suatu produk. Garvin dalam Nasution (2015: 5) mengidentifikasi
adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
a. Transcendental Approach
Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi
sulit dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam
seni musik, drama, seni tari dan seni rupa. Fungsi perencanaan,
produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan
definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas karena sulitnya
mendisain produk secara tepat yang mengakibatkan implementasinya
sulit.
b. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut
sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam
selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
c. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas
paling tinggi.
d. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas
sebagai sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada
penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal.
e. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas
didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan
tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat
dibeli.
8. Laporan Biaya Kualitas
Laporan biaya kualitas berisi biaya kualitas dalam setiap kategori
internal, dan eksternal) yang dihubungkan dalam bentuk persentase dari
pendapatan penjualan (Hansen dan Mowen, 2009: 276).
Berikut ini merupakan contoh dari laporan biaya kualitas yaitu
sebagai berikut:
PT XXX
Laporan Biaya Kualitas
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 200X
Biaya kualitas Persentase (%) Biaya kegagalan eksternal:
Keluhan pelanggan XXX
Garansi XXX
Perbaikan XXX
Jumlah XXX XXX %
Total biaya kualitas XXX XXX %
Gambar 1: Laporan Biaya Kualitas Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
Dari laporan biaya kualitas di atas, biaya kualitas dapat di susun
kedalam laporan laba rugi. Dalam laporan laba rugi, biaya kualitas
Di bawah ini merupakan contoh dari laporan laba rugi yang di
dalamnya terdapat biaya kualitas, yaitu sebagai berikut:
PT XXX Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 200X
Penjualan XXX
Total harga pokok penjualan XXX Laba kotor XXX
Gambar 2: Laporan laba rugi Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
9. Kegunaan Biaya Kualitas
Informasi biaya kualitas dapat memberikan manfaat bagi perusahaan,
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi peluang laba.
b. Menentukan apakah biaya-biaya kualitas telah didistribusikan dengan
c. Penentuan dalam anggaran dan perencanaan laba.
d. Menjadi alat ukur tentang hubungan masukan dan keluaran.
e. Sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.
Biaya kualitas juga mempunyai kegunaan dalam manajeman.
Beberapa kegunaan tersebut dikelompokan dalam empat kategori:
a. Biaya kualitas dapat digunakan untuk mempromosikan produk dan
kualitas jasa sebagai parameter bisnis.
b. Memberikan peningkatan pada pengukuran pelaksanaan.
c. Menyediakan cara untuk perencanaan dan pengendalian biaya
kualitas.
d. Bertindak sebagai motivator.
Dari poin-poin yang telah disebutkan diatas dapat diketahui tujuan
utama biaya kualitas adalah untuk memperbaiki dan mempermudah
perencanaan pengendalian, dan pengambilan keputusan manajerial.
Selain itu dengan perbaikan kualitas, diharapkan akan mengurangi
biaya-biaya yang lain sehingga dapat meningkatkan laba.
C. Produk Cacat
1. Pengertian Produk Cacat
Produk cacat merupakan unit-unit produk yang karena keadaan
fisiknya tidak dapat dilakukan sebagai produk akhir, tetapi dapat
menurut Supriyono (2002: 194) produk cacat adalah:
“Produk yang dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi
ukuran standar kualitas yang sudah ditentukan akan tetapi produk tersebut masih dapat secara ekonomi menjadi produk yang baik dalam arti biaya perbaikan produk cacat lebih rendah dibandingkan kenaikan
nilai yang diperoleh dengan adanya perbaikan.”
Produk cacat merupakan produk yang tidak diinginkan oleh produsen.
Tetapi kadang kala adanya produk cacat itu sendiri tidak bisa dihindari
dan bahkan selalu ada dalam proses produksi. Adanya produk cacat dalam
perusahaan bisa tidak digunakan oleh perusahaan, tetapi bisa juga produk
cacat itu diperbaiki oleh perusahaan supaya dapat dijual oleh perusahaan.
2. Perlakuan Biaya Produk Cacat
Biaya perbaikan produk cacat merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk memperbaiki produk cacat menjadi produk yang baik. Metode
perlakuan biaya perbaikan produk cacat yang dapat digunakan tergantung
penyebab terjadinya produk cacat tersebut.
Jenis produk cacat dapat dikelompokan menjadi:
a. Produk cacat bersifat normal
Produk cacat bersifat normal yaitu produk cacat yang besarnya masih
di bawah atau sama dengan toleransi yang telah ditentukan
sebelumnya oleh perusahan dan produk tersebut terjadinya pada
kondisi operasi yang efisien.
b. Produk cacat terjadi karena kesalahan
Perlakuan biaya perbaikan produk cacat tidak boleh dikapitalisasikan
elemen rugi produk cacat. Produk cacat merupakan produk yang
tidak diinginkan oleh produsen. Tetapi kadangkala adanya produk
cacat itu sendiri tidak bisa dihindari dan bahkan selalu ada dalam
proses produksi. Adanya produk cacat dalam perusahaan bisa tidak
digunakan oleh perusahaan tetapi bisa juga produk cacat itu
diperbaiki oleh perusahaan supaya dapat dijual oleh perusahaan.
Tetapi saat ini banyak perusahaan berusaha untuk mencapai
kesalahan mendekati nol (zero defect). Perusahaan berusaha untuk
mencapai produk yang berkualitas dengan biaya kualitas yang
rendah.
D. Penjualan
Penjualan merupakan usaha-usaha perusahaan untuk memberikan
kepuasan kepada konsumen dengan jalan menyediakan atau menjual
barang/jasa yang paling baik dengan harga yang layak. Pendapat lain bahwa
penjualan adalah seni mempengaruhi atau merangsang orang-orang untuk
mengikuti apa yang diinginkan oleh para bidang wakil penjualan.
Tingkatan penjualan merupakan jumlah (Rp) penjualan dari hasil
produksi perusahaan dalam periode tertentu. Tingkat penjulan hasil produksi
dari waktu ke waktu biasanya mengalami pasang-surut, kadang naik kadang
turun. Seorang pengusaha yang baik tidak hanya memikirkan faktor-faktor
juga memikirkan faktor-faktor yang akan diperkirakan dalam mempengaruhi
kelancaran di masa yang datang.
E. Hubungan Biaya Kualitas dengan Persentase Produk Cacat
1. Pandangan tradisional (pandangan kualitas yang dapat diterima)
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 279) pandangan kualitas yang
dapat diterima mengasumsikan terdapat perbandingan terbalik antara
biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Ketika biaya pengendalian
meningkat, biaya kegagalan seharusnya menurun.
Gambar 3: Gambar Grafik Biaya Kualitas AQ Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
AQL adalah acceptable quality level atau tingkat kualitas yang dapat
diterima. Menurut pandangan ini produk cacat diperbolehkan dalam
jumlah tertentu. AQL dapat diterima dimana terdapat keseimbangan
optimal antara biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan
penilaian naik, maka biaya kegagalan turun. Untuk mendapatkan produk
yang benar-benar berkualitas maka harus terjadi keseimbangan antara
biaya pencegahan dan penilaian dengan biaya kegagalan. Pendukung
pandangan ini juga berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan
dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang
apabila ada sedikit kesaahan yang dibiarkan (Hansen dan Mowen, 2009:
280).
2. Pandangan kontemporer
Menurut pandangan ini menganggap bahwa produk cacat harus
ditekan hingga nol. Karena jika produk cacat terjadi akan menimbulkan
kerugian pada perusahaan. Dengan cacat nol maka perusahaan
diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan maupun
konsumen.
Gambar 4: Grafik Biaya Kualitas Kontemporer Sumber: Hansen dan Mowen, 2009
Tingkat optimal biaya kualitas terjadi jika ada produk yang rusak atau
tidak naik tanpa batas ketika mendekati cacat nol dan biaya kegagalan
dapat ditekan sehingga menjadi nol (Hansen dan Mowen, 2009: 281).
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berfokus pada hubungan biaya kualitas dengan persentase
produk cacat. Pratama (2011) melakukan penelitian tentang analisis hubungan
biaya kualitas dengan persentase produk cacat pada PT Mondrian. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa antara biaya kualitas dengan persentase produk
cacat tidak memiliki hubungan. Penelitian ini menggunakan analisis koefisien
korelasi untuik menganalisis hubungan korelasi pada penelitian ini.
Krisnamurti (2010) melakukan penelitian tentang analisis hubungan
antara persentase total biaya kualitas dari penjualan dan produktivitas berkait
laba pada PG Madukismo. Hasil penelitian menjelaskan bahwa antara
persentase total biaya kualitas dari penjualan dengan produktivitas berkait
laba memiliki hubungan yang sangat kuat dengan besarnya koefisien korelasi
sebesar 78,7% dan tingkat signifikan sebesar 0,043. Penelitian ini
menggunakan analisis koefisien korelasi untuk menganalisis hubungan
korelasi pada penelitian ini.
Prihatyasari (2007) melakukan penelitian tentang analisis hubungan
antara hubungan biaya kualitas dengan kuantitas produk cacat pada PT Sari
Husada Tbk D.I.Yogyakarta. Hasil penelitian menjelaskan bahwa biaya
kualitas memiliki hubungan positif yang signifikan secara statistik dengan
disertai peningkatan kuantitas produk cacat. Penelitian ini menggunakan
analisis statistik korelasi nonparametric dengan menggunakan Kendall’s tau-b
untuk menganalisis hubungan korelasi pada penelitian ini.
G. Kerangka Pemikiran
Biaya kualitas akan timbul jika mungkin atau telah terdapat produk yang
buruk kualitasnya. Produk yang dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak
memenuhi ukuran standar kualitas yang sudah ditentukan dikatakan sebagai
produk cacat. Persentase biaya kualitas didapat dengan membandingkan total
biaya kualitas dengan penjualan. Persentase produk cacat didapat dengan
membandingkan jumlah produk yang cacat selama produksi dengan jumlah
produk yang terjual. Pada gambar 3 (tiga) AQL (Acceptable Quality Level)
dapat diterima dimana terdapat keseimbangan optimal antara biaya
pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan
eksternal. Biaya pencegahan dan biaya penilaian naik, maka biaya kegagalan
turun.
Penelitian ini ingin meneliti hubungan antara biaya kualitas dengan
persentase produk cacat. Total biaya kualitas akan dibandingkan dengan
penjualan untuk mengetahui besarnya persentase biaya kualitas. Penelitian ini
melihat hubungan antara biaya kualitas (proksi persentase biaya kualitas)
Kerangka konseptual dalam penelitian ini seperti digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 5: Gambar Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka di atas hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : Tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk
cacat.
31 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakuakan penulis berupa studi kasus, yang hanya
memusatkan pada suatu objek penelitian tertentu, dengan mempelajari
sebagai suatu kasus sehingga kesimpulan yang dapat diambil hanya akan
berlaku terbatas bagi objek yang diteliti.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian: Penelitian dilakukan pada PT Kusumahadi Santoso.
b. Waktu Penelitian: Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan
bulan April 2016.
C. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah unit-unit yang
terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kualitas, yaitu:
a. Kepala bagian produksi
b. Kepala bagian keuangan
c. Kepala PPC
D. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah produk kain batik printing dan kain dyeing pada
PT Kusumahadi Santoso.
E. Data yang Diperlukan
Dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian ini, penulis memerlukan
data-data yang menunjang penyelesaian. Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah:
a. Gambaran umum perusahaan, yang meliputi sejarah berdirinya
perusahan, produksi, pemasaran, personalia, struktur organisasi
perusahaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perusahaan.
b. Laporan Biaya Kualitas di PT Kusumahadi Santoso
c. Data penjualan di PT Kusumahadi Santoso
d. Total biaya kualitas dan persentase total biaya kualitas di PT
Kusumahadi Santoso
e. Kuantitas dan persentase produk cacat pada PT Kusumahadi Santoso
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya
menyangkut proses produksi dan cara-cara yang dilakukan perusahaan
dalam perbaikan serta peningkatan kualitas produk. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur dalam
penelitiannya. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
datanya (Sugiyono, 2009: 197).
b. Dokumentasi
Dari dokumentasi diperoleh data tentang sejarah singkat perusahaan,
struktur organisasi perusahaan, tujuan perusahaan, data laporan biaya
kualitas, data yang berkaitan dengan elemen-elemen biaya kualitas,
dan data kuantitas serta persentase produk yang cacat selama
produksi.
G. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka
perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung biaya kualitas, persentase biaya kualitas, dan persentase
produk cacat
a. Menghitung total biaya kualitas
Menurut Gasperz dalam Nasution (2015: 168) menghitung total
biaya kualitas, dengan rumus:
Dimana:
TQC = Total Quality Cost atau biaya kualitas total
QCC = Quality Cost Control atau biaya pencegahan dan
penilaian
QAC = Quality Assurance Cost atau biaya kegagalan internal
dan biaya kegagalan eksternal
b. Menghitung persentase biaya kualitas
Persentase biaya kualitas dapat diukur dengan:
� � ��� � � = � � ��� � �� � � × %
c. Menghitung persentase produk cacat
Persentase produk cacat dapat diukur dengan:
� � � � � = �ℎ � � �
�ℎ � × %
2. Melakukan Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data.
Menurut Boedijoewono (2012: 11) statistik desktiptif adalah metode
yang menggambarkan sifat-sifat data. Kegiatan statistik di sini berupa
kegiatan pengumpulan data, penyusunan data dan penyajian data
3. Mengklasifikasi Data
Penulis menggunakan analisis statistik non-parametrik dalam
penelitian ini. Statistik non-parametrik (Boedijoewono, 2012: 30)
adalah statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk sebaran
parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik
non-parametrik biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni
nominal dan ordinal yang umumnya tidak berdistribusi normal.
Menggunakan metode seriaton secara berkelompok untuk
mengklasifikasikan data. Metode ini digunakan untuk menyusun data
dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas interval tertentu
sehingga dapat diperoleh secara tepat data yang terkecil dan yang
terbesar dan mengelompokkan data menjadi beberapa bagian apakah
menjadi 2 bagian atau lebih (Boedijoewono, 2012: 30).
a. Mengklasifikasikan data biaya kualitas
Ukuran data biaya kualitas berskala rasio, pada pengklasifikasian
ini ukuran data laba akuntansi diubah menjadi skala ordinal.
Semakin tinggi biaya kualitas berarti semakin besar biaya kualitas
yang terjadi dalam perusahaan, sebaliknya semakin rendah biaya
kualitas berarti semakin kecil biaya kualitas yang terjadi dalam
perusahaan. Dalam mengklasifikasikan data biaya kualitas peneliti
membuat 2 kategori tingkatan biaya kualitas menjadi rendah dan
dihasilkan dari histogram, kemudian mengkategorikannya sebagai
berikut:
1 : rendah
2 : tinggi
b. Mengklasifikasikan data persentase produk cacat
Ukuran data persentase produk cacat berskala rasio, pada
pengklasifikasian ini ukuran data laba akuntansi diubah menjadi
skala ordinal. Semakin tinggi persentase produk cacat berarti
semakin banyak produk cacat yang terjadi dalam perusahaan,
sebaliknya semakin rendah persentase produk cacat berarti
semakin sedikit produk cacat yang terjadi dalam perusahaan.
Dalam mengklasifikasikan data persentase produk cacat peneliti
membuat 2 kategori tingkatan persentase produk cacat menjadi
rendah dan tinggi. Klasifikasi data dilakukan dengan membagi
angka yang dihasilkan dari histogram, kemudian
mengkategorikannya sebagai berikut:
1 : rendah
2 : tinggi
4. Melakukan Analisis Tabulasi Silang (Crosstabs)
Analisis tabulasi silang (crosstabs) menyajikan data dalam bentuk
tabulasi yang meliputi baris dan kolom. Data untuk penyajian
crosstabs (Ghozali, 2011: 96) adalah data berskala nominal, ordinal
berskala nominal atau ordinal. Crosstab dapat juga disertai dengan
penghitungan tingkat rentan hubungan (Santosa, 2015: 77).
5. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase
produk cacat.
HA : Ada hubungan antara biaya kualitas dengan persentase produk
cacat.
6. Menarik Kesimpulan
Kesimpulan hasil pada tabel tabulasi silang (crosstabs) antara variabel
dengan melihat kekuatan hubungan dan arah hubungan berdasarkan
nilai Spearman’s rho. Menurut Santosa (2015: 82) penggunaan exact
test menghubungkan ranking antara dua variabel yang sudah
diurutkan. Pengujian ini memiliki dua sampel kecil independen dan
datanya berbentuk nominal, maka data hasil pengamatan disusun
dalam bentuk tabel kontingensi 2x2. Adapun langkah-langkah untuk
menarik kesimpulan adalah sebagai berikut:
a. Menguji tingkat signifikan
Penelitian ini akan menggunakan tingkat signifikan sebesar 5%
dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Menguji tingkat
signifikan dengan melihat nilai exact significance, jika nilai exact
variabel. Begitupula sebaliknya, jika nilai exact significance <
0,05, maka terdapat hubungan antara kedua variabel.
Berdasarkan hal tersebut, jika terdapat hubungan antara kedua
variabel maka analisis data dilanjutkan dengan menguji kekuatan
arah hubungan.
b. Menguji kekuatan hubungan dan arah hubungan
Menurut Sugiyono (2009: 163) kriteria pengujiannya adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel
Nilai Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, 2009
Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan
linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi
positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan positif atau
searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y
akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka
kedua variabel mempunyai hubungan negatif atau terbalik. Artinya
jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan
PT Kusumahadi Santosa adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pertekstilan yang terletak di Jalan Raya Solo – Tawangmangu Km 9,4
Jaten, Kabupaten Karanganyar, Karesidenan Surakarta. PT Kusumahadi
Santosa merupakan anak perusahaan dari PT. Danar Hadi ini berdiri pada
tanggal 14 Mei 1980. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Santosa
dengan Akta Notaris No. 39 dari Maria Theresia Budisantosa, SH dengan
SK No. A/287/4 dan diresmikan pada tanggal 21 September 1983 oleh
Menteri Tenaga Kerja Soedomo yang didampingi oleh Gubernur Jawa
Tengah H. Ismail. Perusahaan ini berbentuk badan hukum Perseroan
Terbatas (PT) dan modal perusahaan bersifat Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) sesuai UU No. 6 tahun 1986 tentang PMDN.
PT Kusumahadi Santosa memulai pembangunan Fisik secara resmi
pada bulan Mei 1981 dengan Surat Ijin Pembangunan No. 6471/30/PU
Karanganyar pada tanggal 23 Mei 1981, selanjutnya diperbaharui dengan
surat ijin pendirian bangunan No. 6471/54/PU Karanganyar tanggal 2
November 1981. Pembangunan fisik, pemasangan mesin dan sarana
penunjang lainnya baru selesai pada bulan Februari 1982 dan proses
dilengkapi dengan izin lokasi dengan nomor 530/340/1981 oleh
Pemerintah Daerah (PEMDA).
PT Kusumahadi Santosa didirikan bukan hanya semata-mata demi
mendapatkan keuntungan akan tetapi terdapat beberapa tujuan
didirikannya PT Kusumahadi Santosa. Tujuan tersebut adalah:
a. Membantu pemerintah dalam menunjang kebutuhan sandang
masyarakat dalam peningkatan pembangunan.
b. Memperoleh keuntungan dari hasil kegiatan/operasi yang dilakuakan
perusahaan.
c. Membantu menambah hasil pendapatan daerah setempat.
d. Mendukung program pemerintah dalam hal penciptaan lapangan
pekerjaan, agar dapat meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat.
Pada tahun 1989 didirikan sebuah anak perusahaan yaitu PT
Kusumaputra Santosa yang letaknya tepat di sebelah utara PT Kusumahadi
Santosa yang bergerak di bidang pemintalan, hasil produksinya dipakai
untuk memenuhi kebutuhan proses produksi di PT Kusumahadi Santosa
sebanyak 60% dan sisanya sebanyak 40% dipasarkan ke beberapa daerah
seperti Bandung, Pekalongan, dan daerah sekitar Solo. Pada tahun 1990
dilakukan perluasan pada Departemen Weaving dengan penambahan
mesin air jetloom serta perluasan pada Departemen Printing dengan
penambahan mesin pencapan kasa datar (flat print) buatan Jepang, mesin
pencapan kasa putar (rotary print) buatan Belanda, dan mesin stenter
mesin pencelupan (Fong). Setelah dilakukan perluasan perusahaan, hasil
produksi PT Kusumahadi San tosa tidak hanya untuk Danarhadi tetapi
juga dipasarkan ke industri garmen dan pedagang–pedagang kain di dalam
dan luar negeri yang berupa kain putih, kain berwarna hasil pencelupan,
dan kain bermotif hasil pencapan.
PT Kusumahadi Santosa mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan hingga saat ini yaitu:
a. Bangunan pabrik, bangunan perumahan karyawan serta fasilitasnya,
dan juga bangunan kantor beserta peralatannya.
b. Mesin-mesin yang berada di Departemen Weaving, Departemen
Printing, Departemen Dyeing, dan Departemen Finishing.
c. Beberapa sarana yang lainnya antaralain: tempat ibadah berupa
Masjid, poliklinik, sarana olahraga berupa lapangan tenis dan
lapangan bulutangkis, sarana transportasi berupa bus karyawan, serta
bangunan lain sebagai pelengkap perusahaan.
d. Adanya koperasi karyawan.
2. Misi dan Visi
Untuk dapat bersaing dengan para kompetitornya yang semakin ketat,
PT Kusumahadi Santosa selalu hadir dengan mengutamakan kebutuhan
serta kepuasan pelanggan. Untuk itu PT Kusumahadi Santosa siap
menghadapi tantangan dengan seluruh memperhatikan dan berusaha
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan meningkatkan
Adapun visi, misi, dan sasaran mutu perusahaan adalah:
a. Visi Perusahaan
1) Meningkatkan suber daya manusia, disiplin yang tinggi, mampu
bekerja keras menghadapi ketatnya persaingan pada usaha-usaha
tekstil.
2) Meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin pemenuhan
pesanan pelanggan sebaik mungkin.
3) Karena hasil produksinya diminati masyarakat local dan
internasional maka perusahaan berinvestasi pada laba.
b. Misi Perusahaan
1) Melestarikan batik dan menghandalkan bahan baku yang
dibutuhkan dalam pembuatan kain batik halus.
2) Menjaga kualitas produksi agar dapat memenuhi selera dan
permintaan konsumen.
3) Membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan
menjunjung pembangunan khususnya standar untu kenutuhan
hidup masyarakat.
c. Sasaran Mutu Perusahaan
1) Meningkatkan produktivitas.
2) Mengurangi junlah keluhan/ complain dari pelanggan.
3) Mengurangi jumlah tuntutan ganti rugi.
3. Lokasi Perusahaan
PT Kusumahadi Santosa berada di daerah kawasan industri Jaten,
tepatnya di tepi Jalan Raya Solo – Tawangmangu Km 9,4 Jaten,
Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. Lokasi perusahaan ini dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
S
Keterangan : Tanpa Skala
Gambar 6: Peta Lokasi PT Kusumahadi Santosa
Sumber : Bagian Personalia PT Kusumahadi Santosa, Surakarta 2015
Keterangan Gambar 6:
a. Arah ke Surakarta (Solo)
b. Arah Tawangmangu
c. Jalan ke Kabupaten Sragen
d. Perumahan PT Kusumahadi
Santosa
e. Lahan Kosong
f. PT Gunung Subur
g. Jalan Desa Sawahan
h. PT Kusumahadi Santosa
i. PT Kusumaputra Santosa
j. PT SKI Tekstil
k. Mesjid Al – Hadi
l. Jalan Kereta api
m. Batas Kecamatan
n. PT Pamor
Dalam pemilihan lokasi perusahaan tersebut, ada beberapa
pertimbangan yang dijadikan alasan dalam pemilihan lokasi tersebut
yaitu:
a. Banyak tenaga kerja yang tersedia dikarenakan lokasi perusahaan
terletak diantara Kecamatan Jaten, Mojolaban dan Tasikmadu.
Kecamatan tersebut terletak di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Sehingga tenaga kerja relatif mudah didapat.
b. Akses transportasi lebih mudah, karena terletak di jalan raya antara
kota Solo–Tawangmangu dengan jalur jalan raya Solo–Surabaya yang
merupakan jalur utama bagi lalu lintas darat Pulau Jawa. Hal ini
sangat membantu penyediaan bahan baku maupun pemasaran hasil
produksi batik lokal atau ekspor.
c. Perijinan pembangunan perusahaan lebih mudah, karena daerah Jaten
dan sekitarnya merupakan area industri.
d. Terletak dekat dengan lahan kosong, sehingga mudah untuk
e. Tersedia sumber air tanah sehingga mudah untuk melakukan kegiatan
produksi dan keperluan lain.
f. Tersedianya fasilitas transportasi di daerah kawasan pabrik, sehingga
proses pengiriman dan penerimaan informasi dapat dilakukan dengan
cepat, mudah dan lancar.
g. Dukungan dan sikap masyarakat sekitar perusahaan dinilai cukup
positif.
PT Kusumahadi Santosa memiliki tanah seluas 103.209 m2 yang
meliputi lokasi perusahaan, perumahan karyawan, dan tanah persawahan
untuk pengembangan. Luas lokasi perusahaan adalah 87.121 m2,
perumahan karyawan seluas 6.088 m2, dan tanah persawahan untuk
pengembangan seluas 10.000 m2.
4. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap
bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di harapkan
dan di inginkan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas
pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan
bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur
organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa
melapor kepada siapa. Struktur organisasi yang digunakan oleh PT
adalah suatu bentuk organisasi yang di dalamnya ada batasan yang jelas
antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan bertanggung jawab atas segala
kegiatan organisasi dan mempunyai hak untuk mengambil keputusan dan
Direktur
Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu Ka Regu
Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Ka Sie
Gambar 7: Struktur Organisasi PT Kusumahadi Santosa
Tugas dan tanggungjawab pada setiap jabatan disesuaikan dengan
tingkatan dalam struktur organisasi perusahaan. Adapun pembagian
tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Direktur Utama
Adapun tugas dari seorang direktur utama adalah:
1) Memimpin perusahaan
2) Mengawasi perusahaan, menilai hasil dari tujuan perusahaan yang
dibantu oleh staff ahli operasional keuangan, pemasaran dan
produksi.
3) Membawahi langsung:
a) Manager Logistik, yang bertugas untuk pengadaan kelancaran
barang dan perbekalan untuk kebutuhan perusahaan.
b) Manager Keuangan, bertugas mengurus sirkulasi keuangan di
dalam perusahaan.
c) Manager Umum dan Personalia, bertugas memperlancar
perkembangan perusahaan dan kesejahteraan pegawai serta
menentukan urusan kepegawaian.
b. Wakil Direktur Utama
Wakil Direktur Utama bertugas untuk membantu Direktur Utama
dalam menjalankan tugasnya dengan membawahi langsung Kepala
c. Kepala Divisi Produksi
Kepala Divisi Produksi bertanggung jawab mengawasi dan
mengontrol:
1) Manager Weaving yang bertanggung jawab untuk memproduksi
kain tenun (grey).
2) Manager Pre-Treatment yang bertanggung jawab terhadap proses
persiapan penyempurnaan, yaitu memproses kain grey menjadi
kain putih.
3) Manager Persiapan yang bertugas mempersiapkan segala persiapan
di Departement Printing – Dyeing.
4) Manager Produksi yang bertanggung jawab terhadap segala proses
produksi di Departement Printing – Dyeing.
5) Manager Desain yang bertanggung jawab pada pembuatan motif
yang akan di produksi sesuai dengan permintaan buyer.
6) Manager Utility yang bertanggung jawab atas pengadaan air, listrik,
dan pemeliharaan sarana – sarana penunjang produksi seperti
diesel, AC, dan lain – lain.
7) Manager PPC yang bertanggung jawab terhadap proses
perencanaan dan pengendalian produksi sebelum terlaksana hingga
d. Kepala Divisi Pemasaran
Kepala Divisi Pemasaran ada dua yaitu kepala divisi pemasaran 1 dan
kepala divisi pemasaran 2.
1) Kepala Divisi Pemasaran 1 membawahi dua bidang yaitu:
a) Manager Pengiriman yang bertanggung jawab terhadap
pengiriman barang hasil produksi
b) Manager Penjualan 1 yang bertanggung jawab terhadap
penjualan yang di produksi di PT Kusumahadi Santosa.
2) Kepala Divisi Pemasaran 2 membawahi Manager Penjualan yang
tugasnya sama dengan Manager Penjualan 1 yang bertanggung
jawab terhadap penjualan yang diproduksi di PT Kusumahadi
Santosa.
e. Kepala Seksi
Tugas kepala seksi adalah:
1) Mengadakan koordinasi dan pengawasan terhadap departemen
yang dibawahi.
2) Menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari
manager.
3) Bertanggung jawab atas kelancaran produksi.
f. Kepala Sub Seksi
Kepala Sub Seksi bertugas membantu kepala seksi dalam bidang–
g. Kepala Shift / Kepala Urusan
Kepala Shift/ Kepala Urusan bertanggung jawab terhadap kelancaran
proses produksi di lapangan dan langsung terjun ke lapangan untuk
melakukan pengawasan serta mengatasi masalah yang terjadi di dalam
satu shift kerja yang dipimpinnya
h. Kepala Regu
Kepala Regu bertugas memimpin dan mengamati hasil kerja operator
secara langsung dan bertanggung jawab langsung kepada kepala