viii ABSTRAK
Dwi Novi Ratnasari, 2015. Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung Kelas V SD Negeri Jetisharjo Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas V Sekolah Dasar beserta faktor-faktor penyebabnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Data penelitian ini dikumpulkan melalui hasil tes tertulis dan hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa kelas V Sekolah Dasar. Tes tertulis bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis miskonsepsi yang dialami siswa dalam mengerjakan soal pada materi bangun ruang prisma segitiga dan tabung. Wawancara bertujuan untuk mengetahui lebih dalam miskonsepsi yang dialami siswa beserta faktor penyebabnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis miskonsepsi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah miskonsepsi klasifikasional, miskonsepsi teoritik, dan miskonsepsi korelasional. Miskonsepsi klasifikasional secara garis besar terletak pada kesalahan siswa dalam mengklasifikasikan atau mengelompokkan macam-macam bangun ruang prisma serta memberi nama pada masing-masing bangun ruang. Miskonsepsi teoritik dilihat dari kesalahan siswa dalam menyimpulkan fakta-fakta terkait dengan konsep bangun ruang prisma segitiga. Miskonsepsi korelasional dilihat dari kesalahan siswa dalam menentukan hubungan antara rumus dengan proses penyelesaiannya. Faktor penyebab terjadinya miskonsepsi diantaranya adalah: (1) Faktor dari diri sendiri, yaitu kemampuan siswa dalam memahami konsep masih kurang, sehingga siswa masih kesulitan dalam menjawab soal. (2) Faktor dari guru atau pengajar, dimungkinkan ketika guru mengajar di kelas kurang jelas. (3) Faktor dari buku teks dan internet, yaitu siswa sering baca buku dan buka internet untuk mencari informasi terkait pelajaran Matematika.
ix ABSTRACT
Dwi Novi Ratnasari, 2015. Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung Kelas V SD Negeri Jetisharjo Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of Primary School Teacher Education, Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University.
This study aims to find out the types of misconception encountered by grade V primary school students as well as the cause. This study uses qualitative descriptive research method.
The data of this study were collected through the results of written test and interview performed towards grade V primary school students. Written test aims to find out the types of misconception encountered by students in doing the test on the material of prism and cylinder. Interview aims to understand the misconception encountered by students deeper as well as its cause.
The result of the study shows that the types of misconception found in the research are classificational misconception, theoretical misconception, and correlational misconception. Classificational misconception, in a broad outline, is
located in students’ mistake in classifying or categorizing various kinds of prism
as well as mentioning the name of each solid figure. Theoretical misconception is seen from students’ mistake in drawing a conclusion from the facts related to the concept of triangular prism. Correlational misconception is seen from students’ mistake in determining the relation between formula and its solving process. The causes of misconception are: (1) Self-originating factor, that students’ ability in comprehending the concept is still inadequate, therefore the students still face difficulties in solving the problems. (2) Teacher or educator factor, it is enabled when teacher teaches unclearly in class. (3) Text book and internet factor, that students often read books and search in the internet in order to find the information regarding Math lesson.
i
MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL
MATERI BANGUN RUANG PRISMA SEGITIGA DAN
TABUNG KELAS V SD NEGERI JETISHARJO
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Dwi Novi Ratnasari
NIM : 111134243
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Allah SWT yang selalu mengindahkan dan memudahkan proses saya
Bapak Ibu (Subari & Sartinah) yang selalu berjuang dan selalu mendoakan
Kakak tersayang yang mengantarkan saya masuk sampai keluar dari gerbang perkuliahan
Dosen-dosen terhebat saya (Bu Christy & Bu Haniek)
Budiyono dan keluarga yang rela dan ikhlas menjadi guru dalam hidup saya
Saudara dan teman-teman semua yang sudah membantu dan mendoakan
Terima kasih banyak Jika sekarang saya BAHAGIA,
v
HALAMAN MOTTO
Hidup itu bukan pilihan, tapi kepastian
bagi orang yang berilmu
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Dwi Novi Ratnasari
NIM : 111134243
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya yang
berjudul: MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL
MATERI BANGUN RUANG PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG KELAS
V SD NEGERI JETISHARJO YOGYAKARTA kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan
demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 21 Agustus 2015
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
Dwi Novi Ratnasari, 2015. Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung Kelas V SD Negeri Jetisharjo Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas V Sekolah Dasar beserta faktor-faktor penyebabnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Data penelitian ini dikumpulkan melalui hasil tes tertulis dan hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa kelas V Sekolah Dasar. Tes tertulis bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis miskonsepsi yang dialami siswa dalam mengerjakan soal pada materi bangun ruang prisma segitiga dan tabung. Wawancara bertujuan untuk mengetahui lebih dalam miskonsepsi yang dialami siswa beserta faktor penyebabnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis miskonsepsi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah miskonsepsi klasifikasional, miskonsepsi teoritik, dan miskonsepsi korelasional. Miskonsepsi klasifikasional secara garis besar terletak pada kesalahan siswa dalam mengklasifikasikan atau mengelompokkan macam-macam bangun ruang prisma serta memberi nama pada masing-masing bangun ruang. Miskonsepsi teoritik dilihat dari kesalahan siswa dalam menyimpulkan fakta-fakta terkait dengan konsep bangun ruang prisma segitiga. Miskonsepsi korelasional dilihat dari kesalahan siswa dalam menentukan hubungan antara rumus dengan proses penyelesaiannya. Faktor penyebab terjadinya miskonsepsi diantaranya adalah: (1) Faktor dari diri sendiri, yaitu kemampuan siswa dalam memahami konsep masih kurang, sehingga siswa masih kesulitan dalam menjawab soal. (2) Faktor dari guru atau pengajar, dimungkinkan ketika guru mengajar di kelas kurang jelas. (3) Faktor dari buku teks dan internet, yaitu siswa sering baca buku dan buka internet untuk mencari informasi terkait pelajaran Matematika.
ix ABSTRACT
Dwi Novi Ratnasari, 2015. Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung Kelas V SD Negeri Jetisharjo Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of Primary School Teacher Education, Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University.
This study aims to find out the types of misconception encountered by grade V primary school students as well as the cause. This study uses qualitative descriptive research method.
The data of this study were collected through the results of written test and interview performed towards grade V primary school students. Written test aims to find out the types of misconception encountered by students in doing the test on the material of prism and cylinder. Interview aims to understand the misconception encountered by students deeper as well as its cause.
The result of the study shows that the types of misconception found in the research are classificational misconception, theoretical misconception, and correlational misconception. Classificational misconception, in a broad outline, is
located in students’ mistake in classifying or categorizing various kinds of prism
as well as mentioning the name of each solid figure. Theoretical misconception is seen from students’ mistake in drawing a conclusion from the facts related to the concept of triangular prism. Correlational misconception is seen from students’ mistake in determining the relation between formula and its solving process. The causes of misconception are: (1) Self-originating factor, that students’ ability in comprehending the concept is still inadequate, therefore the students still face difficulties in solving the problems. (2) Teacher or educator factor, it is enabled when teacher teaches unclearly in class. (3) Text book and internet factor, that students often read books and search in the internet in order to find the information regarding Math lesson.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi yang berjudul MISKONSEPSI SISWA DALAM
MENYELESAIKAN SOAL MATERI BANGUN RUANG PRISMA
SEGITIGA DAN TABUNG KELAS V SD NEGERI JETISHARJO
YOGYAKARTAini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Penulis menyadari dan merasakan bahwa ada banyak dukungan, bantuan,
dan bimbingan dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma.
memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan selama proses penelitian
dan penulisan skripsi hingga selesai.
5. Dominikus Arif Budi P. M.Si., Veronika Fitri Rianasari M.Sc., C. Siswa
W., Martina Kusumawati, M.Psi., Psikolog yang telah bersedia membantu
dalam proses penelitan.
6. Siti Nurhayati, S.Pd Kepala SDN Jetisharjo Yogyakarta yang telah
memberikan ijin tempat untuk melakukan penelitian.
7. Bandono S.Pd guru Matematika yang telah bersedia memberikan bantuan
xi
8. Siswa kelas VI dan V SDN Jetisharjo Yogyakarta yang telah bersedia
untuk membantu penulis dalam proses penelitian.
9. Bapak dan ibu guru serta karyawan/karyawati SDN Jetisharjo Yogyakarta
yang telah mendoakan dan membantu dalam proses penyusunan skripsi.
10.Kedua orang tuaku Bapak Subari dan Ibu Sartinah yang selalu mendoakan
dan ikut berjuang demi kesuksesan penulis.
11.Eko Prastiyawan, kakak yang hebat yang selalu mendukung dalam setiap
kegiatan penulis.
12.Pak Budi, Mbak Yasmi dan keluarga yang tulus membimbing, sayang, dan
selalu mendoakan dalam setiap proses penulis.
13.Mas Yayok, Mbak Pita, Bu Cindy, Bu Sesil, Mbak Ike, Bias, Mbak Sisca,
Marta, Noven, Mili, Susi, Mas Izzan, Mas Juno, Mas Irul, dan
teman-teman sekaligus keluarga yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu dan mendoakan demi keberhasilan penulis.
14.Teman-teman bimbingan skripsi dan teman-teman PGSD angkatan 2011
yang bersedia bekerjasama dengan penulis selama berproses dalam
kegiatan perkuliahan sampai selesai.
15.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis.
Kesalahan datangnya daridiri penulis, sedangkan kebaikan datang dari
Allah SWT. Begitu pula dengan kesempurnaan yang hanya milik Allah SWT.
Penulis sangat merasa jauh dari kata sempurna, begitu pula dengan penulisan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015
Penulis
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABTRACT ………....…...ix
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ...xvii
DAFTAR LAMPIRAN………...xviii
BAB 1.PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang ………....1
B. Rumusan Masalah ………4
C. Tujuan Penelitian ………...5
D. Manfaat Penelitian ………...5
E. Definisi Operasional ……….……...6
xiii
Halaman
A. Kajian Pustaka ……….……....8
1.Konsep………...8
a. Pengertian Konsep ………..…...8
b. Macam-macam Konsep………...10
2. Konsepsi ... .10
3. Miskonsepsi ... 11
a. Pengertian Miskonsepsi ...11
b. Mendeteksi Miskonsepsi ...11
c. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi ...14
d. Cara Mengatasi Miskonsepsi ...16
4. Soal Uraian ... 19
5. Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung ...20
a. Bangun Ruang ...20
b. Bangun Ruang Prisma...21
c. Bangun Ruang Tabung...22
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24
C. Kerangka Berpikir ... 28
BAB III METODE PENELITIAN...32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Setting Penelitian ... 33
C. Desain Penelitian ... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
E. Instrumen Penelitian ... 41
F. Kredibilitas dan Tranferabilitas ... 49
xiv
Halaman
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...54
A. Hasil Penelitian ... 54
1. Deskripsi Tempat Penelitian………...54
2. Deskripsi Hasil Penentuan Subjek Penelitian………55
3. Deskripsi Pengumpulan Data………...56
4. Analisis Data Penelitian………...57
B. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 122
BAB V PENUTUP...126
A. Kesimpulan ... 126
B. Keterbatasan Peneliti ... 127
C. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 129
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel Kerangka Berfikir ...31
Tabel 3.1 Proses Pengumpulan Data ...41
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Tes ...43
Tabel 3.3 Soal Sebelum Direvisi dan Sudah Direvisi ...46
Tabel 3.4 Proses Pengembangan Pedoman Wawancara ...49
Tabel 4.1 Subjek Wawancara ...55
Tabel 4.2 Daftar Pelaksanaan Wawancara ...56
Tabel 4.3 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N1 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...60
Tabel 4.4 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N1 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...65
Tabel 4.5 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N1 pada Indikator Menghitung Volume Tabung ...69
Tabel 4.6 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N2 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...74
Tabel 4.7 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N3 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...77
Tabel 4.8 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N3 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...82
Tabel 4.9 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N4 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...87
Tabel 4.10 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N4 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...91
Tabel 4.11 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N4 pada Indikator Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...95
xvi
Halaman
Tabel 4.13 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N5 pada Indikator
Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...103
Tabel 4.14 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N5 pada Indikator
Mengidentifikasi Bangun Ruang Prisma ...106
Tabel 4.15 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N6 pada Indikator
Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...110
Tabel 4.16 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N7 pada Indikator
Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...114
Tabel 4.17 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N7 pada Indikator
Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...117
Tabel 4.18 Hasil Tes Tertulis dan Wawancara Subjek N8 pada Indikator
Mengidentifikasi Macam-macam Bangun Ruang ...119
Tabel 4.19 Jenis Miskonsepsi pada Pemahaman Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung ...123
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bangun Ruang Prisma Segitiga...21
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Verbatim Siswa ...134
Lampiran 2. Soal Tes Tertulis ...160
Lampiran 3. Alternatif Jawaban ...167
Lampiran 4. Hasil Validasi Instrumen ...171
Lampiran 5. Hasil Jawaban Siswa ...173
Lampiran 6. Validasi Dosen Matematika ...221
Lampiran 7. Validasi Dosen Psikologi ...227
Lampiran 8. Validasi Guru ...231
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan peristiwa yang dilakukan oleh hampir setiap orang.
Menurut Gagne (dalam Mudjiono dan Dimyati, 2006), belajar merupakan
kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang memiliki kapabilitas yang baru,
dapat berupa keterampilan, pegetahuan, sikap maupun nilai. Kapabilitas tersebut
timbul dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang
dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan melewati pengolahan
informasi, menjadi hasil belajar berupa kapabilitas baru. Dalam kegiatan belajar
tersebut, tentunya masing-masing individu mengalami permasalahan
sendiri-sendiri untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Menurut Walgito (2010:
188), apabila hasil belajar baik, maka pada umumnya tidak akan timbul masalah,
namun apabila hasil belajar tidak memuaskan, maka persoalan akan segera timbul.
Oleh karena itu, pada umumnya titik tolak permasalahan siswa dalam belajar
dilihat dari rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Menurut hasil survey Trends in Mathematics and Science Study(TIMSS)
tahun 2011 yang ditulis oleh Ratih Keswara dalam SINDOnews.com Senin, 11
November 2013, pukul 02.40 WIB, pembelajaran Matematika di Indonesia berada
di peringkat bawah. Berdasarkan TIMSS tahun 2011, skor rata-rata Matematika
siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia menduduki peringkat 38
Fenomena tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan
pada tanggal 09 September 2014 di SDN Jetisharjo Yogyakarta. Peneliti
melakukan wawancara kepada salah satu guru Matematika di SDN Jetisharjo.
Hasil dari wawancara tersebut menyatakan bahwa nilai Matematika siswa belum
menemui kriteria ketuntasan minimum yang telah ditentukan. Dari seluruh siswa
kelas V, diperoleh rata-rata nilai ulangan pokok bahasan bangun ruang prisma
segitiga dan tabung yang tergolong rendah. Guru Matematika SDN Jetisharjo
juga menambahkan, secara umum siswa sudah paham dengan materi bangun
ruang, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang merasa bingung ketika
mengidentifikasi dan membedakan antarbangun ruang, serta menggunakan rumus
ketika akan memecahkan suatu masalah dalam Matematika.
Dalam tulisannya yang termuat dalam kompas.com, Jumat (14/ 12/ 2012),
Wono Setyabudhi, dosen Matematika dari Institut Teknologi Bandung,
mengatakan bahwa, pembelajaran matematika di Indonesia memang masih
menekankan menghafal rumus-rumus dan menghitung. Ada juga guru yang
otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus atau pengetahuan Matematika
yang sudah ada. Hal ini menjadi pemicu kesalahan atau kekeliruan konsep yang
dialami oleh siswa. Kekeliruan atau kesalahan konsep ini disebut juga dengan
miskonsepsi.
Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang
diakui oleh para ahli (Suparno, 2005: 8). Miskonsepsi yang terjadi secara
terus-menerus akan mengakibatkan semakin rendahnya kemampuan matematis siswa
menyebabkan timbulnya miskonsepsi pada siswa, dua di antaranya adalah
kemampuan siswa itu sendiri dalam memahami konsep Matematika serta dari
guru atau pengajar yang tidak menguasai bahan atau tidak mengerti materi
Matematika secara benar.
Pada dasarnya pembelajaran Matematika sangat berkesinambungan,
materi satu dengan yang lain saling berhubungan dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, siswa diharapkan mampu menguasai konsep-konsep Matematika yang
diberikan sebelumnya secara matang. Konsep tersebut menjadi bekal siswa untuk
memahami konsep berikutnya. Melihat pentingnya pemahaman dan penguasaan
konsep, maka siswa harus memahami konsep tersebut agar tidak terjadi
miskonsepsi.
Apabila miskonsepsi terjadi pada siswa dan dibiarkan secara terus
menerus, maka tidak menutup kemungkinan proses belajar siswa menjadi
terhambat. Dengan demikian, miskonsepsi merupakan sebuah kondisi yang perlu
ditangani agar tidak menghambat proses belajar siswa. Guru juga harus
memperhatikan kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa, dari kesalahan itu
guru dapat mengetahui siswa tersebut mengalami miskonsepi atau tidak. Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis jenis miskonsepsinya setelah
itu mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepi.
Pada waktu yang bersamaan, 09 September 2014, guru Matematika SDN
Jetisharjo mengatakan bahwa, salah satu faktor yang menyebabkan prestasi
siswanya rendah adalah ketidakmampuan siswa dalam memahami soal dan
kemampuan memahami konsep atau soal dengan baik sehingga siswa mampu
menyelesaiakan persoalan di pembelajaran Matematika.
Atas dasar ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai miskonsepsi yang dialami siswa kelas V SDN Jetisharjo Yogyakarta
beserta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Harapannya agar hasil penelitian
ini dapat memberikan gambaran kepada guru-guru untuk menciptakan
pembelajaran yang inovatif dan kreatif agar siswa lebih termotivasi untuk
mempelajari konsep-konsep dalam matematika. Dengan demikian, permasalahan
yang berhubungan dengan miskonsepsi mampu teratasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal di atas, masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan yang menjadi sub fokus penelitian.
Pertanyaan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Jenis miskonsepsi apa sajakah yang terjadi pada siswa kelas V SDN
Jetisharjo Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dalam menyelesaikan soal
materi pokok bangun ruang prisma segtiga dan tabung ?
2. Apa penyebab miskonsepsi yang dialami siswa kelas V SDN Jetisharjo
Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dalam menyelesaikan soal materi
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka secara umum
tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi yang terjadi pada
siswa kelas V SDN Jetisharjo Yogyakarta pada materi bangun ruang prisma
segitiga dan tabung dengan rincian sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis miskonsepsi yang dilakukan siswa kelas V SDN
Jetisharjo Yogyakarta dalam menyelesaikan soal materi pokok bangun
ruang prisma segitiga dan tabung.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab miskonsepsi yang dialami siswa
kelas V SDN Jetisharjo Yogyakarta dalam materi pokok bangun ruang
prisma segitiga dan tabung.
D. Manfaat Penelitian
Dari beberapa tujuan, diharapkan penelitian ini mampu memberikan
manfaat di berbagai kalangan, antara lain:
1. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Memperoleh informasi tentang miskonsepsi yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan persoalan Matematika dan faktor
penyebab miskonsepsi. Selain itu guru diharapkan dapat mengatasi
miskonsepsi yang dialami oleh siswa disesuaikan dengan faktor
b. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menjadi gambaran bahwa dalam
pembelajaran Matematika pemahaman tentang konsep harus
dikuasai dengan matang oleh calon guru khususnya dalam konteks
ini guru Matematika. Selain itu dapat digunakan oleh peneliti untuk
menciptakan ide-ide kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pembelajaran sehingga siswa tidak mengalami miskonsepsi.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini mampu menjadi inspirasi dalam dunia pendidikan
untuk menyelesaikan permaalahan-permasalahan yang terjadi,
khususnya tentang miskonsepsi, agar kualitas pendidikan semakin
membaik sehingga sumber daya manusianya meningkat.
E. Definisi Operasional
1. Konsep adalah suatu perolehan makna dalam proses berpikir. Manusia
dapat dikatakan sudah memahami konsep apabila manusia itu sudah
menampilkan perilaku-perilaku tertentu. Belajar konsep dalam penelitian
ini adalah pembelajaran yang dilakukan siswa mengenai suatu istilah atau
definisi yang terdapat pada materi bangun ruang prisma segitiga dan
tabung.
2. Konsepsi adalah presepsi seseorang terhadap suatu konsep. Dalam
pendapat siswa tentang konsep-konsep yang berhubungan dengan bangun
ruang prisma segitiga dan tabung.
3. Miskonsepsi adalah konsepsi yang bertentangan dengan konsepsi para ahli
yang sudah diyakini kebenarannya. Dalam penelitian ini miskonsepsi yang
akan diteliti adalah miskonsepsi yang dilakukan siswa SD kelas V di SDN
Jetisharjo Yogyakarta dalam menyelesaikan soal-soal materi bangun ruang
prisma segitiga dan tabung.
4. Tes Tertulis, tes tertulis dalam penelitian ini berfungsi untuk melihat letak
miskonsepsi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal bangun
ruang prisma segitiga dan tabung.
5. Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung, prisma segitiga dan tabung
merupakan salah satu pokok bahasan dalam pembelajaran matematika
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Konsep
a. Pengertian Konsep
Salah satu aspek mendasar dalam berpikir adalah tentang pemahaman
konsep. Konsep menjadi penting karena merupakan batu pembangun berpikir,
selain itu konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip dan generalisasi (Dahar, 2006: 62). Kategori mental juga
digunakan untuk mengelompokkan benda-benda, kejadian-kejadian, dan ciri-ciri
tertentu (Laura, 2010: 8). Selain itu Bahri (2011: 30-31) juga berpendapat bahwa
orang yang sudah memiliki konsep akan mampu mengadakan abstraksi terhadap
objek-objek yang dihadapi dan menempatkan objek tersebut dalam golongan atau
kelas tertentu. Hal itu sependapat dengan (Walgito, 2010: 197), kemampuan
manusia untuk membentuk konsep, memungkinkan manusia tersebut untuk
mengadakan klasifikasi benda-benda atau kejadian-kejadian tertentu.
Dari uraian di atas terlihat bahwa proses pembentukan dan pemahaman
terhadap suatu konsep itu penting. Menurut Laura (2010: 8), konsep menjadi
sangat penting karena empat alasan. Pertama, konsep memungkinkan kita untuk
melakukan generalisasi. Kedua, konsep memungkinkan kita untuk membuat
asosiasi pengalaman dan benda-benda yang ada. Ketiga, konsep membantu
kembali pemahaman atau makna ketika kita berhadapan dengan sebuah potongan
informasi. Keempat, konsep menyediakan petunjuk mengenai bagaimana kita
bereaksi terhadap suatu benda atau pengalaman tertentu.
Sedangkan menurut Budi (1992: 114), untuk mengetahui apakah siswa
memahami suatu konsep, maka diperlukan indikator-indikator yang dapat
menunjukkan pemahaman tersebut. Pemahaman atau indikator tersebut antara
lain: (1) dapat menyatakan konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat
sendiri, (2) dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain,
(3) dapat menganalisis hubungan antarkonsep dalam suatu hukum, (4) dapat
mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, (5) dapat
membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lain yang saling berkaitan,
(6) dapat membedakan konsepsi yang benar dan konsepsi yang salah serta dapat
membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
adalah suatu perolehan makna dalam proses berpikir. Manusia dapat dikatakan
sudah memahami konsep apabila manusia itu sudah menampilkan
perilaku-perilaku tertentu. Misalnya manusia dapat menggolongkan hewan dan bukan
hewan. Dalam penelitian ini siswa dinilai memahami konsep ketika mampu
menggolongkan atau mengklasifikasi bangun ruang prisma segitiga dan bangun
b. Macam-macam Konsep
Menurut Amien (1979), ditinjau dari fungsinya, konsep dapat
dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu: konsep klasifikasional, konsep
korelasional, dan konsep teoritik:
1) Konsep klasifikasional adalah mengklasifikasi konsep-konsep. Siswa
mengelompokkan suatu konsep ke dalam suatu peristiwa. Contoh:
mengklasifikasi konsep segitiga, konsep trigonometri, dan konsep
logaritma.
2) Konsep kolerasional adalah menghubungkan konsep yang satu dengan
konsep yang lainnya dua atau lebih objek. Misalnya konsep luas persegi
panjang sebagai hasil kali panjang dan lebar.
3) Konsep teoritik adalah menjelaskan konsep berdasarkan fakta. Misalnya
konsep titik, bilangan, dan himpunan.
2. Konsepsi
Konsepsi dapat didefinisikan sebagai tafsiran perorangan atau individu
terhadap suatu konsep (Berg, 1991). Contohnya konsep bola, bola dapat
ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu benda kecil, bulat dan menggelinding.
Sedangkan Budi (1992: 114-115), mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan
memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun kondisi lingkungan.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah
atau pandangan atau pendapat siswa tentang konsep-konsep yang berhubungan
dengan bangun ruang prisma segitiga dan tabung.
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi atau salah konsep adalah suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang
itu (Suparno, 2005: 4). Menurut Flower 1987 (dalam Suparno, 2005: 5),
miskonsepsi adalah suatu pengertian yang tidak akurat dengan konsep,
penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, serta
hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Siswa dapat dikatakan miskonsepsi apabila konsep yang dimiliki oleh
siswa tersebut bertentangan dengan konsep yang dimiliki oleh para ahli (Berg,
1991: 10). Hal itu sependapat dengan Budi (1992: 114), ia berpendapat bahwa
miskonsepsi dapat terjadi apabila konsepsi seorang siswa berbeda dengan
konsepsi para ahli secara teoritis yang dianggap benar dan baku.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulan bahwa miskonsepsi adalah suatu
makna atau konsep yang telah dipersepsikan, namun bertentangan dengan
persepsi para ahli yang sudah diyakini kebenarannya.
b. Mendeteksi Miskonsepsi
Menurut Suparno (2005: 121), sebelum melangkah lebih lanjut, diperlukan
beberapa alat deteksi yang sering digunakan untuk mendeteksi ialah: pertama,
dengan menggunakan peta konsep (concept maps), digunakan untuk mendeteksi
miskonsepsi siswa dalam bidang fisika. Peta konsep menekankan
gagasan-gagasan pokok yang disusun secara hirarkis. Miskonsepsi siswa dapat
diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antar konsep itu benar atau salah
dan dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan antar
konsep (Novak & Gowin, 1984).
Kedua, dengan menggunakan tes mulitiple choice dengan reasoning
terbuka. Amir dkk, (1987), menggunkan tes pilihan ganda dengan pertanyaan
terbuka dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai
jawaban terebut. Berdasarkan hasil jawaban tes yang tidak benar dalam pilihan
ganda tersebut, dilanjutkan dengan wawancara. Tujuan wawancara adalah untuk
meneliti bagaimana siswa berpikir dan mengapa mereka berpikir seperti itu.
Model ini biasanya dipilih oleh peneliti karena dengan siswa menuliskan alasan,
peneliti mudah untuk menganalisis hasil tes.
Ketiga, dengan menggunakan tes esai tertulis. Tes esai ini memuat
beberapa konsep yang memang hendak diajarkan atau sudah diajarkan. Melalui
tes esai, miskonsepsi yang dibawa siswa dapat ditemukan dan dalam bidang atau
konsep tertentu. Wawancara mendalam dilakukan untuk lebih mendalami
mengapa siswa mempunyai gagasan seperti itu dan akan terlihat dari mana
Keempat, dengan menggunakan wawancara diagnosis. Langkah pertama
sebelum melakukan wawancara diagnosis, guru/ peneliti memilih beberapa
konsep yang diperkirakan sulit untuk dimengerti oleh siswa atau beberapa pokok
bahasan yang akan diajarkan. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan wawancara terstruktur dan wawancara bebas. Wawancara terstruktur ialah
pertanyaan sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya. Wawancara
bebas, guru/ peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat
dengan bebas menjawab. Urutan atau pertanyaan yang akan ditanyakan dalam
wawancara itu tidak peru disiapkan.
Kelima, dengan menggunakan diskusi dalam kelas. Diskusi kelas ini untuk
mengungkapkan gagasan siswa tentang konsep yang sudah diajarkan maupun
yang akan diajarkan. Diskusi kelas dapat mendeteksi apakah gagasan siswa itu
tepat atau tidak. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar.
Berdasarkan pembahasan tentang cara mengidentifikasi atau mendeteksi
miskonsepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak cara yang dapat digunakan
untuk mendeteksi miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Cara tersebut sama-sama
menekankan bahwa siswa diberi kesempatan untuk mengunggkapkan gagasannya,
dengan hal itu peneliti mudah dalam mendeteksi miskonsepsi.
Ada pendapat lain dari Abraham (1992: 112), ia menggolongkan derajat
pemahaman siswa dalam enam kategori. Enam kategori tersebut adalah: (1) Tidak
ada respon, dengan kriteria tidak menjawab dan atau menjawab “saya tidak tahu”.
tidak berhubungan dengan pertanyaan dan atau jawaban tidak jelas. (3)
Miskonsepsi, dengan kriteria menjawab tetapi penjelasannya tidak benar atau
tidak logis. (4) Memahami sebagian dan terjadi miskonsepsi, dengan kriteria
jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai, namun ada pernyataan yang
menunjukkan miskonsepsi. (5) Memahami sebagian, dengan kriteria jawaban
menunjukkan sebagian konsep yang dipahami tanpa miskonsepsi. (6) Memahami
konsep, dengan kriteria jawaban menunjukkan konsep dikuasai dengan benar.
Derajat pemahaman 1 dan 2 dkategorikan sebagai derajat pemahaman “tidak
memahami konsep”, 3 dan 4 termasuk “miskonsepsi”, sedangkan 5 dan 6
termasuk “memahami konsep”, Abraham (1992: 113).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa derajat pemahaman
dibedakan menjadi 3 kategori. Kategori pertama ialah siswa “tidak memahami
konsep”, artinya siswa tersebut tidak menjawab pertanyaan dan atau siswa
menjawab pertanyaan akan tetapi jawaban tersebut tidak jelas. Kategori kedua
ialah siswa mengalami “miskonsespsi”, artinya siswa tersebut menjawab
pertanyaan akan tetapi jawaban tersebut tidak benar atau tidak sesuai dengan
jawaban para ahli sebelumnya. Kategori ketiga ialah siswa “memahami konsep”,
artinya siswa menjawab pertanyaan dengan menunjukkan konsep yang dikuasi
dengan benar.
c. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi
Kualitas gambaran atau pemahaman konsep yang diterima oleh seseorang
terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.
Kualitas tersebut ditentukan oleh kualitas proses pembentukan dan kemampuan
pembentuknya. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan,
hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif dan kesalahan
yang naif (Suparno, 2005: 4). Konsep awal (prakonsepsi) ialah bentuk
miskonsepsi yang sering muncul dan dibawa siswa ke kelas formal atau dalam
pembelajaran Clement (1987).
Menurut Suparno (2005: 53), secara singkat penyebab miskonsepsi ada
lima kelompok. Penyebab miskonsepsi yang pertama adalah dari diri siswa itu
sendiri, misalnya konsep awal (prakonsepsi) yang dibawa oleh siswa, dari cara
berpikir siswa, perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dalam
memahami konsep, serta minat belajar siswa. Penyebab miskonsepsi yang kedua
adalah dari guru atau pengajar, seperti guru belum mengusai pokok bahasan,
ketidakmampuan guru dalam mengajar, bukan lulusan dari bidang ilmu yang
diampu, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide yang
dimilikinya, hubungan antara guru dengan siswa kurang baik. Penyebab
miskonsepsi yang ketiga adalah dari buku teks, misalnya penjelasan yang
dipaparkan dalam buku salah, penulisan rumus maupun gambar yang salah.
Penyebab yang keempat adalah konteks. Penyebab miskonsepsi dari segi konteks
misalnya pengalaman siswa, bahasa sehari-hari yang berbeda, teman diskusi atau
penjelasan dari orang tua yang keiru, keyakinan dan ajaran agama. Penyebab
miskonsepsi yang kelima adalah cara mengajar atau metode mengajar, misalnya
suatu metode untuk pembelajaran terkadang membantu munculnya miskonsepsi
bukan membantu peningkatan konsep siswa.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi dapat terjadi
pada waktu proses pembentukan konsep yang dilakukan oleh diri siswa itu sendiri
dan berdasarkan kemampuanya untuk membentuk sebuah konsep. Selain itu,
miskonsepsi juga akan muncul karena faktor dari luar diri siswa, seperti guru atau
pengajar, buku teks, konteks, dan metode yang digunakan guru saat mengajar.
d. Cara Mengatasi Miskonsepsi
Setelah mengetahui penyebab miskonsepsi serta mengetahui cara
mendeteksi miskonsepsi, berikut ini akan dijelaskan bagaimana caranya untuk
mengatasi miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk
mengatasi miskonsepsi adalah: 1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang
dilakukan siswa, 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut, 3)
Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi (Suparno, 2005: 55).
Banyak cara untuk mengatasi miskonsepsi, akan tetapi sering cara yang
ditempuh untuk mengatasi miskonsepsi tidak berhasil. Menurut Suparno (2005:
55), ketidakberhasilan tersebut dapat disebabkan oleh pendidik atau peneliti yang
kurang tepat dalam memilih metode atau cara yang digunakan untuk mengatasi
miskonsepsi tersebut. Bisa juga cara yang digunakan belum sesuai dengan siswa
di tempat pembelajaran. Maka dari itu, sangat penting peneliti menemukan sendiri
penyebab miskonsepsi pada siswa dan mencari pemecahan yang sesuai untuk
Suparno, (2005: 81-82) memaparkan beberapa langkah pembenahan
miskonsepsi berdasarkan penyebab miskonsepsi yang telah di bahas di atas.
Penyebab kesalahan yang pertama adalah dari diri siswa. Penyebab kesalahan dari
siswa dapat berupa konsep awal (prakonsepsi) maupun cara berfikir siswa yang
kurang tepat. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara siswa dihadapkan pada
peristiwa anomali. Peristiwa anomali adalah pengalaman nyata yang sungguh lain
dengan konsep atau pemikiran yang mereka bangun dan yakini benar (Suparno,
2005: 58). Ada beberapa siswa yang belum sempurna perkembangan kognitifnya,
sehingga siswa kesulitan dalam memahami dan merumuskan konsep yang abstrak.
Cara mengatasinya dengan cara menjelaskan konsep yang ada sesuai dengan
perkembangan kognitif siswa. Dapat dimulai dengan memberikan contoh nyata
lalu pelan-pelan ke abstrak.
Kadang-kadang kemampuan siswa juga kurang dalam belajar. Siswa tidak
dapat menangkap konsep yang diajarkan oleh guru dengan tepat dan lengkap.
Cara yang dapat dilakukan adalah siswa yang kemampuannya kurang dapat
dibantu dengan pembelajaranmultiple intelligence(Suparno, 2005: 63).Model ini
guru mencari inteligensi mana yang sangat kuat pada siswa, kemudian guru
menjelaskan konsep dengan inteligensi yang menonjol pada siswa tersebut.
Selanjutnya, minat belajar siswa rendah. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara
memberikan motivasi kepada siswa dan menvariasi metode pembelajaran.
Penyebab kesalahan yang kedua adalah dari guru atau pengajar. Penyebab
kesalahan dari guru dapat berupa guru tersebut kurang menguasai bahan
relasi guru dengan siswa kurang baik. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kesalahan tersebut adalah dengan cara guru harus belajar lagi, memberikan waktu
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara lisan maupun tertulis, dan
menciptakan relasi yang akrab, humor dan tidak menakutkan siswa (Suparno,
2005: 65-66).
Penyebab kesalahan yang ketiga adalah dari buku teks. Penyebab
kesalahan dari buku teks dapat berupa penjelasan yang dipaparkan dalam buku
salah, penulisan rumus maupun gambar yang salah, dan siswa tidak tahu cara
menggunakan buku teks. Cara mengatasi adalah dengan mengoreksi secara teliti
buku, penulisan rumus, atau gambar yang salah dan dibenarkan. Guru juga harus
melatih siswa cara menggunakan buku teks dengan benar (Suparno, 2005: 70-72).
Penyebab kesalahan yang keempat adalah dari konteks. Penyebab
kesalahan dari konteks dapat berupa pengalaman siswa yang keliru, dapat diatasi
dengan cara siswa dihadapkan pada pengalaman baru sesuai konsep yang sedang
dipelajari. Bahasa sehari-hari yang berbeda dan keyakinan agama yang berbeda,
dapat diatasi dengan cara dijelaskan perbedaannya dengan contoh atau
pengalaman yang dapat dialami siswa. Selain itu, kesalahan dapat berupa teman
diskusi yang salah, dapat diatasi dengan mengungkapkan hasil diskusi dan
4. Soal Uraian
Keberadaan miskonsepsi yang terus menerus akan mengganggu proses
pembelajaran. Miskonsepsi berkaitan dengan pemahaman konsep yang tidak
mudah dilihat, maka dari itu miskonsepsi harus segera ditangani. Salah satu cara
adalah dengan menggunakan tes, tes tersebut digunakan untuk mengetahui
miskonsepsi yang dibawa siswa dan dalam bidang apa (Suparno, 2005: 126). Tes
yang diberikan harus mampu memberikan informasi secara tertulis miskonsepsi
yang dialami oleh siswa.
Pengertian tes secara umum diungkapkan oleh Masidjo (1995: 38), ia
menyatakan bahwa tes merupakan suatu alat ukur yang berupa serangkaian
pertnayaan yang harus dijawab secara sengaja dan bertujuan untuk mengukur
kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok. Dalam hal ini tes yang
akan digunakan adalah tes uraian. Tes uraian adalah sejenis tes kemajuan belajar
yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata
(Arikunto, 2007: 126).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes digunakan untuk
mengukur kemampuan maupun hasil belajar individu atau kelompok, sedangkan
tes uraian adalah tes untuk mengukur kemampuan belajar siswa yang memerlukan
5. Bangun Ruang Prisma Segitiga dan Tabung
a. Bangun Ruang
Bangun ruang merupakan bangun yang memiliki isi atau volume. Menurut
Astuty dan Mustaqim (2008: 207), sisi adalah bidang atau permukaan yang
membatasi bangun ruang. Rusuk adalah garis yang merupakan pertemuan dari dua
sisi bangun ruang. Titik sudut adalah titik pertemuan dari tiga buah rusuk pada
bangun ruang.
Bangun ruang merupakan bangun yang dibatasi oleh sisi yang berbentuk
bidang, sisi yang berbentuk bidang tersebut dibatasi oleh garis-garis, (Karim, dkk,
2014: 3.6). Contoh bangun ruang seperti kotak korek api, dadu, dan batu bata.
Misalnya batu bata, batu bata memiliki 6 permukaan yang tepinya berbentuk
persegi panjang. Masing-masing permukaan tersebut dinamakan sisi batu bata.
Karim menambahkan bahwa ada juga bangun ruang yang mempunyai bidang
lengkung, contohnya adalah bola, silinder, kerucut, dan tabung.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bangun ruang adalah
bangun yang memiliki isi atau volume dan memiliki sisi berupa bidang datar atau
bidang lengkung yang saling berpotongan. Contoh bangun ruang yang terbentuk
dari beberapa bidang datar adalah kubus dan balok. Sedangkan contoh bangun
ruang yang memiliki bidang lengkung saja adalah bola. Contoh bangun ruang
b. Bangun Ruang Prisma
Prisma merupakan salah satu bangun ruang. Prisma merupakan bangun
ruang yang mempunyai alas dan tutup sama bentuk dan ukuran. Alas dan tutup
berbentuk bangun datar bersegi. Misalnya segitiga, segi empat, atau segi lima
(Sumanto, dkk, 2008: 148). Nama prisma ditentukan oleh bentuk dasar apakah
segitiga, segi empat dan seterusnya (Runtuhahu dan Kandou, 2014: 161).
Menurut Mahfan dan Wiliam (103), prisma adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh dua buah bidang sejajar dimana bidang-bidang sejajar tersebut
merupakan bidang alas dan bidang atas (tutup). Secara umum, sifat-sifat prisma
adalah (1) terdiri atas sisi alas, sisi atas, dan sisi tegak. (2) Bentuk sisi alas sama
dengan sisi atas. (3) Sisi tegak berbentuk persegi atau persegi panjang (Ali, dkk,
2011:166).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prisma merupakan
salah satu bangun ruang. Prisma mempunyai sisi alas dan atas yang sama bentuk
dan ukurannya, mempunyai sisi tegak berupa persegi panjang.
Gambar berikut adalah gambar bangun ruang prisma.
Untuk menghitung luas permukaan prisma segitiga dan volume adalah
dengan cara sebagai berikut:
Rumus Luas Permukaan Prisma Segitiga:
L = Keliling∆ x t x ( 2 x Luas∆)
Volume Prisma Segitiga:
V = Luas Alas x t
= ( ½ a x t ) x t
Keterangan :
L : luas permukaan
∆ : alas dan atas segitiga
t : tinggi prisma
V : Volume
Luas Alas : Luas∆ = ( ½ a x t )
c. Bangun Ruang Tabung
Tabung mempunyai dua sisi (daerah lingkaran) pada dua bidang yang
sejajar, sedangkan sisi yang lainnya bukan bidang datar tetapi berupa bidang
lengkung atau sisi lengkung. Karim, dkk (2014: 3.8). Menurut Runtuhahu dan
Kandou (2014: 163), permukaan tabung terdiri dari dua lingkaran dan sebuah sisi
lengkung. Secara umum, sifat-sifat tabung adalah (1) terdiri atas sisi alas, sisi atas,
dan sisi lengkung. (2) sisi alas dan sisi ats berbentuk lingkaran. (3) tidak memiliki
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tabung merupakan
bangun ruang. Tabung memiliki dua sisi yang berbentuk lingkaran yang sering
disebut sebagai sisi alas dan sisi atas serta mempunyai sisi lengkung.
Gambar berikut adalah gambar bangun ruang tabung.
Gambar 2.2 Contoh tabung
Untuk menghitung luas permukaan tabung dan volume tabung adalah
dengan cara sebagai berikut:
Rumus Luas Permukaan Tabung:
= 2 x luas alas + luas selimut tabung
= 2 (πr2) + 2 π r t
= 2 π r (r + t)
Volume Tabung:
V = Luas Alas x t
= πr2x t
Keterangan :
L : luas permukaan
t : tinggi tabung
V : Volume
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh:
Rohma, Ika Lailatul. 2013. Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal
materi bangun datar segi empat kelas VII SMP N 34 Semarang tahun ajaran
2012/2013. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk mendiskripsikan miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa kelas VII-H
SMP Negeri 34 Semarang dalam menyelesaikan soal materi pokok bangun
datar segi empat serta untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya
miskonsepsi. Alat pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan
tes dan pedoman wawancara. Tes digunakan untuk mengetahui letak
miskonsepsi siswa pada soal yang diberikan berkaitan dengan segi empat,
setelah itu siswa yang mempunyai kesalahan konsep akan ditindaklanjuti
dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam bertujuan untuk
memastikan miskonsepsi yang terjadi pada siswa serta mengetahui faktor
penyebabnya. Hasil dari penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 34
Semarang mengalami 3 jenis miskonsepsi. Diantaranya adalah miskonsepsi
klasifikasional, siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan jenis
dan sifat terkait dengan konsep bangun datar segi empat. Miskonsepsi
korelasional, siswa mengalami miskonsepsi dalam menentukan hubungan suatu
konsep maupun rumus dengan proses penyelesaiannya. Miskonsepsi teoritik,
siswa mengalami miskonsepsi dalam menjelaskan fakta-fakta terkait bangun
datar segi empat. Faktor yang menyebabkan munculnya miskonsepi adalah
memahami gambar berdasarkan apa yang ada dalam buku pada umumnya,
siswa terbiasa mencontek teman yang salah, serta pelajaran matematika di
sekolah lebih menekankan pada soal yang berkaitan dengan hitung
menghitung.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tersebut dapat
mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Selain itu, penelitian
tersebut menjadi salah satu dasar bagi peneliti untuk mengembangkan
penelitiannya. Persamaan penelitian Rohma dengan penelitian ini adalah
penelitian Rohma dan penelitian ini sama-sama mengidentifikasi siswa yang
mengalami dan tidak mengalami miskonsepsi, mengetahui jenis kesalahan
yang dilakukan siswa, serta mencari faktor penyebab terjadinya miskonsepsi.
Selain itu dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan atau
saran kepada guru untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
miskonsepsi siswa.
Sedangkan perbedaannya adalah pertama, fokus materi yang ditelti.
Dalam penelitian Rohma berfokus pada materi bangun datar segiempat, di
penelitian ini fokus materinya adalah bangun ruang prisma segitiga dan tabung.
Kedua, subjek yang digunakan oleh peneliti adalah siswa SD, sedangkan di
penelitian Rohma subjek yang digunakan adalah siswa SMA.
Kurniawati, Ira. 2007. Analisis Miskonsepsi Siswa Sekolah Dasar pada
Pembelajaran Matematika. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk
kecamatan Wonosari, kabupaten Klaten pada materi geometri. Subjek dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V dari 5 Sekolah Dasar yang dipilih
secara random dari 41 Sekolah Dasar di kecamatan Wonosari, kabupaten
Klaten. Kelima Sekolah Dasar yang terpilih sebagai subjek penelitian adalah
SDN Bener I, SDN Gunting 1, SDN Sidowarni II, SDN Jelobo III, dan SDN
Kingkang II. Analisis data menggunakan trianggulasi dengan membandingkan
data hasil observasi, hasil wawancara, dan hasil tes. Hasil penelitian ini adalah
terjadinya miskonsepsi untuk materi geometri pada pokok bahasan bangun
datar yang mencapai 39.33% dari total responden, dengan perincian: konsep
teoritikal (47.57%), konsep klasifikasional (27.67%) dan konsep korelasional
(24.76%). Penyebab terjadinya miskonsepsi siswa untuk materi geometri pada
pokok bahasan bangun datar antara lain: (1) Dalam penyampaian materi, guru
kurang menekankan pada penguasaan konsep. (2) Guru kurang variatif dalam
memberikan contoh soal atau latihan dan jarang sekali mengkaitkan pada
masalah kontekstual. (3) Siswa cenderung menghafal rumus dalam
mempelajari geometri. (4) Kurang aktifnya siswa dalam berlatih mengerjakan
soal-soal latihan yang variatif.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tersebut dapat
mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Selain itu, penelitian
tersebut menjadi salah satu dasar bagi peneliti untuk mengembangkan
penelitiannya. Persamaan penelitian Ira dengan penelitian ini adalah, pertama
penelitian ini sama-sama menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
tertulis dan hasil wawancara mendalam. Ketiga, dalam penelitian Ira dan
penelitian ini sama-sama mengetahui miskonsepsi siswa pada suatu konsep dan
faktor penyebab terjadi miskonsepsi.
Sedangkan perbedaannya adalah pertama, fokus materi yang diteliti.
Dalam penelitian Ira berfokus pada materi bangun datar, di penelitian ini fokus
materinya adalah bangun ruang prisma segitiga dan tabung. Kedua, subjek
yang digunakan penelitian Ira adalah subjek yang dipilih secara random dari
berbagai SD, sedangkan di penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa
dari satu SD saja.
Permana, Iwan. 2013. Analisis Miskonsepsi Siswa SMA Kelas X Pada
Mata Pelajaran Fisika Melalui CRI (Certainty Of Response Index)
Termodifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi siswa
SMA kelas X pada konsep optik, listrik dinamis, suhu dan kalor. Metode yang
digunakan adalah deskriptif kualittif. Data diperoleh dari 204 siswa dari
beberapa sekolah melalui tes pilihan ganda dengan lembar jawaban Certainty
Of Response Index (CRI). Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Miskonsepsi
telah terjadi pada siswa SMA kelas X di semua konsep yang diteliti. (2)
Miskonsepsi terjadi pada kategori rendah, kecuali pada konsep optik (kategori
sedang). (3) Miskonsepsi tidak tergantung pada tingkat kesukaran soal. (4)
Jenis konsep yang banyak menimbulkan miskonsepsi adalah jenis konsep
miskonsepsi adalah C2(pemahaman). (6) Siswa dengan kategori rendah paling
banyak mengalami miskonsepsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tersebut dapat
mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Selain itu, penelitian
tersebut menjadi salah satu dasar bagi peneliti untuk mengembangkan
penelitiannya. Persamaan penelitian Iwan dengan penelitian ini adalah, pertama
penelitian ini sama-sama menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan
bertujuan untuk mengetahui letak miskonsepsi pada suatu konsep.
Sedangkan perbedaannya adalah pertama, fokus materi atau konsep yang
ditelti. Dalam penelitian Iwan berfokus pada materi optik,listrik dinamis, suhu
dan kalor. Sedangkan di penelitian ini fokus materinya adalah bangun ruang
prisma segitiga dan tabung. Kedua, subjek yang digunakan oleh peneliti adalah
siswa SD, akan tetapi dalam penelelitian Iwan subjek dipilih secara random
dari berbagai SMA, sedangkan di penelitian ini subjek yang digunakan adalah
siswa dari satu SD saja.
C. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh hampir setiap
orang. Belajar membentuk suatu kapabilitas yang baru. Kapabilitas tersebut dapat
berupa pegetahuan, keterampilan maupun sikap dalam diri seseorang melalui
proses kognitif. Biasanya kapabilitas baru atau konsep yang sudah diperoleh
dipersepsikan sendiri untuk memudahkan pemahaman pada konsep tersebut. Akan
Kesalahan konsep atau salah konsep sering disebut dengan miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan konsepsi yang bertentangan dengan konsepsi para ahli
yang sudah diyakini kebenarannya.
Miskonsepsi yang muncul akan menyebabkan proses belajar menjadi
terhambat, sehingga harus segera ditangani. Miskonsepsi sering muncul karena
beberapa faktor, seperti faktor yang berasal dari siswa itu sendiri, misalnya siswa
mempunyai konsep awal(prakonsepsi). Faktor dari luar siswa misalnya dari buku
teks atau sumber yang mereka gunakan salah dan guru atau pengajar yang kurang
memahami konsep.
Langkah pertama yang harus dilakukan guru atau peneliti adalah dengan
mendeteksi miskonsepsi. Sebelum mendeteksi, peneliti akan melihat hasil belajar
siswa. Mendeteki miskonsepsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam
penelitian ini peneliti memilih dan menggunakan tes tertulis dengan soal uraian
dan wawancara mendalam. Miskonsepsi dapat terlihat ketika siswa sedang
mengerjakan soal-soal Matematika dan melakukan kesalahan ketika mengerjakan
soal tersebut. Kegiatan wawancara juga dapat mendeteksi miskonsepsi yang
dialami oleh siswa melalui jawaban-jawaban yang diungkapkan oleh siswa.
Melalui kedua kegiatan tersebut nantinya juga dapat mendeteksi faktor penyebab
miskonsepsi. Siswa yang tidak banyak melakukan kesalahan tidak melakukan tes
terlutis dan wawancara.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti akan melakukan penelitian di SDN
Jetisharjo dengan harapan peneliti mampu mendeteksi miskonsepsi yang dialami
segitiga dan tabung. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang dialami oleh siswa dengan
menggunakan tes tertulis dan wawancara.
Peneliti melakukan penelitian ini dengan harapan nantinya penelitian ini
dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi pembaca terutama dalam dunia
pendidikan. Peneliti juga ingin memberikan gambaran tentang masalah
miskonsepsi yang sering dialami oleh siswa. Secara umum kerangka berfikir
Tabel 2.1 Tabel Kerangka Berfikir
Belajar
Hasil dianalisis
( triangualasi data) Melakukan wawancara
mendalam Tidak melakukan
wawancara mendalam
Tarik Kesimpulan Konsep
Konsepsi
Tidak
Miskonsepsi
Mengalami
Miskonsepsi Memberikn tes
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan tipe studi kasus. Penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang
menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan lainnya (Strauss dan Corbin, 2009: 4). Sedangkan menurut
(Moleong, 2006: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Penelitian
kualitatif berhubungan dengan ide, perilaku, presepsi, atau tindakan yang
dilakukan oleh subyek penelitian. Metode kualitaif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif (Bogdan dan Taylor, 1975 dalam Ahmadi,
Rulam 2014:15). Penelitian deskriptif ialah menggambarkan “apa adanya” tentang
suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 2005: 243).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dimana
peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana proses siswa kelas V C dalam
mengerjakan soal matematika materi bangun ruang prisma segitiga dan tabung.
Menurut Arikunto (2005: 237), dalam studi kasus peneliti mecoba untuk
mencermati individu atau unit secara mendalam. Studi kasus lebih berkutat pada
penemuan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta
perkembangan variabel tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan “why”
(mengapa) individu itu berindak demikian, “what” (apa/apakah) wujud tindakan
Peneliti mengumpulkan data dan mendiskripsikan proses mengerjakan
soal sampai hasil yang diperoleh siswa sesuai dengan keadaan sebenarnya yang
terjadi di lokasi penelitian tersebut.
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Jetisharjo Yogyakarta yang beralamat
di jalan A.M Sangaji Nomor 42 kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian
ini berdasarkan pada beberapa pertimbangan berikut:
a. Sekolah tersebut memiliki permasalahan yang sesuai dengan
permasalahan miskonsepsi yang ada,
b. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai miskonsepsi yang
dilakukan siswa,
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai dengan Juli
2015. Tes tertulis merupakan alat pengumpulan data tahap pertama.
Wawancara dilakukan sebagai alat pengumpulan data tahap kedua pada hari
yang sama. Wawancara dilakukan setelah siswa selesai mengerjakan soal tes.
Pemilihan waktu penelitian atas dasar kesepaatan antara peneliti dengan guru
matematika kelas V SDN Jetisharjo Yogyakarta.
Data yang sudah diperoleh kemudian diolah sampai mampu
menjawab rumusan masalah. Akan tetapi, peneliti melakukan pengambilan
pengambilan data pertama kurang mendalam, sehingga peneliti melakukan
pengambilan data kembali. Pengambilan data yang kedua dilakukan pada
tanggal 6 Juli 2015 pukul 08.30-09.30 WIB. Peneliti membagikan soal tes
tertulis dan melakukan wawancara pada hari yang sama.
3. Subjek Penelitian
Subjek dari pengambilan data pertama adalah siswa kelas VI B SDN
Jetisharjo Yogyakarta semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Jumlah siswa
adalah 20 anak, terdiri dari 9 perempuan dan 11 laki-laki. Pemilihan subjek
pada kelas VI karena siswa tersebut sudah memperoleh materi bangun ruang
tentang mengitung volume prisma segitiga dan tabung yang diajarkan di
semester 1.
Subjek dari pengambilan data kedua adalah siswa kelas V C SDN
Jetisharjo Yogyakarta semester genap tahun ajaran 2014/2015. Jumlah siswa
adalah 24 anak, terdiri dari 9 perempuan dan 15 laki-laki. Akan tetapi, subjek
yang diteliti di penelitian kedua ini adalah 20 siswa, teridi dari 8 perempuan
dan 12 laki-laki. Empat siswa lainnya tidak bisa hadir dikarenakan bertepatan
dengan libur sekolah, jadi beberapa siswa sudah ke luar kota untuk berlibur.
Pemilihan subjek pada kelas V ini atas dasar siswa tersebut sudah
memperoleh materi bangun ruang tentang menghitung volume prisma
segitiga dan tabung yang diajarkan di semester 2.
4. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah mengungkap miskonsepsi serta
Jetisharjo Yogyakarta semester genap tahun ajaran 2014/2015 pada materi
bangun ruang prisma segitiga dan tabung.
C. Desain Penelitian
Berdasarkan rancangan yang telah disusun oleh peneliti, penelitian ini
berlangsung pada bulan Juli 2014 sampai dengan Juli 2015. Penelitian tersebut
berlangsung dengan pertimbangan bahwa siswa yang bersangkutan sedang
mengalami proses pembelajaran materi materi bangun ruang prisma segitiga dan
tabung. Pelaksanaan kegiatan ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini diantaranya
adalah:
a. Survei lokasi penelitian
Survei lokasi penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014. Survei ini
dilakukan untuk memperoleh informasi dari pihak sekolah terkait
kesepakatan perijinan dan perjanjian penelitian, mengetahui guru pengampu
mata pelajaran Matematika SDN Jetisharjo Yogyakarta tahun ajaran
2014/2015, jumlah siswa yang akan diteliti serta kemampuan yang dimiliki
siswa.
b. Pengajuan proposal penelitian
Pengajun proposal penelitian untuk skripsi ini diawali dengan peneliti
memilih tema atau judul skripsi yang telah di rekomendasikan oleh dosen.
ketua jurusan, peneliti menyusun rancangan kegiatan penelitian. Peneliti
menyusun rancanagan kegiatan penelitian atau proposal skripsi pada bulan
Juli sampai November 2014. Penyusunan tersebut dikonsultasikan secara
teratur serta terprogram pada dosen pembimbing hingga memperoleh
persetujuan untuk melakukan kegiatan penelitian.
c. Permohonan ijin penelitian di SDN Jetisharjo Yogyakarta
Berdasarkan proposal penelitian yang telah disetujui dosen
pembimbing, peneliti memperoleh surat ijin penelitian dari instalansi terkait
untuk memudahkan peneliti melakukan perijinan pada tempat penelitian.
Surat ijin penelitian tersebut diserahkan dan disetujui oleh kepala sekolah
SDN Jetisharjo Yogyakarta, selanjutnya peneliti menentukan waktu yang
tepat untuk melaksanakan penelitian agar penelitian yang dilakukan tidak
mengganggu proses belajar megajar di sekolah tersebut.
d. Pembuatan instrumen penelitian
Peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat untuk
memperoleh data. Instrumen dibuat sebelum peneliti melakukan penelitian.
Pembuatan instrumen ini meliputi tes yang terdiri dari soal bangun ruang
prisma segitiga dan tabung serta pedoman wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan kegiatan
pengambilan data yang meliputi pemberian soal tes materi bangun ruang
prisma segitiga dan tabung serta kegiatan wawancara terhadap siswa yang