• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi miskonsepsi pembelajaran matematika materi volume bangun ruang (tabung, balok, kubus) pada siswa kelas V di Sekolah Dasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi miskonsepsi pembelajaran matematika materi volume bangun ruang (tabung, balok, kubus) pada siswa kelas V di Sekolah Dasar."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Bati, Alan Trisna. (2015). Identifikasi Miskonsepsi Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang (Tabung, Balok, Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. (Skripsi). Yogyakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas V SD Negeri Tempak 1 tahun pelajaran 20014/2015 tentang materi menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan tabung serta menemukan apa saja faktor yang menyebabkannya.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Tempak 1 pada bulan Januari 2015, dengan subjek partisipan 22 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes tertulis dan wawancara. Tes tertulis berupa soal uraian yang digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis tes digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa berdasarkan hasil jawaban siswa dan memperoleh nilai akhir siswa kemudian analisis wawancara digunakan untuk menemukan apa saja faktor penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Subjek wawancara adalah siswa yang mengalami miksonsepi berdasarkan nilai akhir yang rendah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) siswa mengalami miskonsepsi dalam materi menghitung volume balok yakni siswa salah dalam menentukan rumus yang tepat untuk menghitung volume balok, siswa terbalik dalam penggunaan rumus menghitung volume balok dengan menghitung volume kubus, (2) miskonsepsi dalam menghitung volume tabung yakni siswa tidak tepat dalam penggunaan phi antara 3,14 dengan . Miskonsepsi yang dialami siswa merupakan jenis miskonsepsi teoritik.

(2)

ABSTRACT

Bati, Alan Trisna. (2015). Identification of Learning Math Misconceptions Material of Volume (Cylinder, Beam, Cube) of the fifth graders of Elementary School. (Skripsi). Yogyakarta. Faculty of Education and Teachers Training. Primary School Teacher Education. Sanata Dharma University.

The Objective of this research were to know had been around by the fifth graders of SD Negeri Tempak 1 in the school year 2014/ 2015 about calculate the material of volume especially Beam, Cube and cylinder as well as finds what are the factors that cause it.

The kind of this research belongs to qualitative descriptive. This research was conducted in SD Negeri Tempak 1 in January 2015, subject of the participant is 22 students. The technique of data collection was obtained by written test and interview. Written test like essay is used to know the misconception that experienced by students. Data analysis use qualitative descriptive. Test analysis are used to know the misconception that experienced based on the results of the students’ answer and obtain a final score of students and then interview analysis are used to find out what the factor cause the misconception that experienced by students. The subject of interview is students who experience the misconception and become the subject based on the final score with the low score.

The result of this research shows that: (1) students experience the misconception that a student is kind of a misconception to theoretic.

(3)

i

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MATERI VOLUME BANGUN RUANG

(TABUNG, BALOK, KUBUS)

PADA SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Alan Trisna Bati NIM : 111134120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Bapak dan Ibuku yang selalu menjadi semangat hidupku terima kasih atas doa dan

dukungannya selama ini. Kedua kakakku, teman-teman, seluruh warga SD

(7)

v MOTTO

Sedikit Bicara, Banyak Bekerja

Lebih baik memecahkan masalah dari pada

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Bati, Alan Trisna. (2015). Identifikasi Miskonsepsi Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang (Tabung, Balok, Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. (Skripsi). Yogyakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas V SD Negeri Tempak 1 tahun pelajaran 20014/2015 tentang materi menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan tabung serta menemukan apa saja faktor yang menyebabkannya.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Tempak 1 pada bulan Januari 2015, dengan subjek partisipan 22 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes tertulis dan wawancara. Tes tertulis berupa soal uraian yang digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis tes digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa berdasarkan hasil jawaban siswa dan memperoleh nilai akhir siswa kemudian analisis wawancara digunakan untuk menemukan apa saja faktor penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Subjek wawancara adalah siswa yang mengalami miksonsepi berdasarkan nilai akhir yang rendah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) siswa mengalami miskonsepsi dalam materi menghitung volume balok yakni siswa salah dalam menentukan rumus yang tepat untuk menghitung volume balok, siswa terbalik dalam penggunaan rumus menghitung volume balok dengan menghitung volume kubus, (2) miskonsepsi dalam menghitung volume tabung yakni siswa tidak tepat dalam penggunaan phi antara 3,14 dengan . Miskonsepsi yang dialami siswa merupakan jenis miskonsepsi teoritik.

(11)

ix ABSTRACT

Bati, Alan Trisna. (2015). Identification of Learning Math Misconceptions Material of Volume (Cylinder, Beam, Cube) of the fifth graders of Elementary School. (Skripsi). Yogyakarta. Faculty of Education and Teachers Training. Primary School Teacher Education. Sanata Dharma University.

The Objective of this research were to know had been around by the fifth graders of SD Negeri Tempak 1 in the school year 2014/ 2015 about calculate the material of volume especially Beam, Cube and cylinder as well as finds what are the factors that cause it.

The kind of this research belongs to qualitative descriptive. This research was conducted in SD Negeri Tempak 1 in January 2015, subject of the participant is 22 students. The technique of data collection was obtained by written test and interview. Written test like essay is used to know the misconception that experienced by students. Data analysis use qualitative descriptive. Test analysis are used to know the misconception that experienced based on the results of the students’ answer and obtain a final score of students and then interview analysis are used to find out what the factor cause the misconception that experienced by students. The subject of interview is students who experience the misconception and become the subject based on the final score with the low score.

The result of this research shows that: (1) students experience the misconception to calculate the volume of material in the beam is the students were wrong to determine exact formula to calculate the volume of the beam, students overturned in the use of the formula to calculate the volume of the beam with calculate the volume of cube, (2) the misconception in calculating the volume of cylinder which students are not precise in the use of phi between 3.14 and . The misconception that a student is kind of a misconception to theoretic.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, cinta dan karunia-Nya,

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI VOLUME BANGUN RUANG (TABUNG, BALOK, KUBUS) PADA SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR” dengan lancar sesuai dengan waktu yang diharapkan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan program studi S-1 PGSD Universitas Sanata

Dharma serta dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik,

tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph. D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., Kaprodi PGSD.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakaprodi PGSD.

4. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah

membimbing peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah

membimbing peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Wurmiyati, S. Pd. SD., Kepala Sekolah SD Negeri Tempak 1, yang

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

E. Pengertian Miskonsepsi ... 11

(15)

xiii

G. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi ... 16

H. Pembelajaran Matematika ... 19

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 19

2. Hakikat Matematika... 20

3. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 21

I. Bangun Ruang ... 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

B. Deskripsi Hasil Penentuan Subjek Penelitian ... 47

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48

1. Pelaksanaan Penelitian ... 48

(16)

xiv

C. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-kisi Soal Tes ... 38

Tabel 3.2. Hasil Validasi... 39

Tabel 3.3. Rentang Skor Lembar Validasi ... 40

Tabel 4.1. Subjek Wawancara ... 48

Tabel 4.2. Daftar Pelaksanaan Wawancara ... 49

Tabel 4.3. Nilai Akhir Siswa ... 50

Tabel 4.4 Triangulasi Teknik Soal nomor 2 Subjek DS kode siswa N6 ... 54

Tabel 4.5 Triangulasi Teknik Soal nomor 2 Subjek WD kode siswa N10 ... 58

Tabel 4.6 Triangulasi Teknik Soal nomor 2 Subjek DN kode siswa N14 ... 61

Tabel 4.7 Triangulasi Teknik Soal nomor 3 Subjek ER kode siswa N18 ... 63

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Validasi Instrumen Soal Tes ... 78

Lampiran 2. Validasi Pedoman Wawancara ... 84

Lampiran 3. Uji Empiris Instrumen Tes ... 86

Lampiran 4. Soal-Soal yang digunakan untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa .. 90

Lampiran 5. Hasil Pekerjaan Siswa yang Menjadi Subjek Wawancara ... 92

Lampiran 6. Hasil Wawancara pada Subjek ... 104

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian ... 109

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses pembelajaran merupakan suatu sistem terdiri dari beberapa

komponen yang saling berinteraksi, berhubungan dan bergantung satu sama

lain. Proses pembelajaran yang terjadi dalam lingkungan sekolah yaitu adanya

interaksi antara guru dengan siswa. Guru sebagai fasilitator bagi siswa

bertugas menyampaikan informasi kepada siswa tentang materi-materi yang

dibutuhkan siswa. Belajar tidak sebatas memperoleh informasi tetapi belajar

untuk memahami proses membuat koneksi (keterkaitan), menggunakan

pengetahuan secara lincah dan fleksibel sehingga terbentuk suatu wawasan

yang bermakna. Belajar dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam

kehidupan manusia sehari-hari.

Sumber belajar dapat berupa manusia yang berfungsi sebagai

fasilitator ataupun non manusia seperti buku, siaran radio dan televisi,

rekaman bahan belajar pandang dan dengar, alam semesta, dan masalah yang

dihadapi (Basleman dan Mappa 2011: 2). Siswa memperoleh informasi atau

pengetahuan tidak hanya berdasarkan pemberian dari guru, tetapi dapat saja

siswa memiliki pengetahuan selain dari lingkungan sekolah, misalnya dari

lingkungan keluarga, masyarakat serta media elektronik. Terkadang informasi

atau pengetahuan yang sudah diperoleh siswa dari lingkungannya tidak sesuai

(20)

pembelajaran secara formal di sekolah sudah membawa konsep awal. Konsep

awal yang siswa bawa tersebut kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan

dengan konsep yang diterima oleh para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai

dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep

(Suparno, 2008: 2). Suatu konsep dipahami secara benar bila tidak terjadi

kesalahan pemahaman atau salah konsepsi yang dapat terjadi pada siapa saja

(Budi, 1992: 129).

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di

bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh

perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori

peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di

masa depan diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini (KTSP

2006: 147).

Menurut Depdiknas (2006: 148), mata pelajaran Matematika

diberikan kepada siswa agar siswa memiliki kemampuan: (1) Memahami

konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan megaplikasikan

konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam

pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; (3)

(21)

merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lainya untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5)

Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam meperlajari Matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mata pelajaran Matematika di sekolah dasar terdapat beberapa materi

yang diberikan kepada siswa salah satunya adalah materi tentang menghitung

volume bangun ruang. Volume adalah suatu konsep pada materi pembelajaran

Matematika yang harus dikuasai oleh siswa khususnya kelas V. Materi ini

dipelajari oleh siswa tidak hanya di sekolah dasar saja tapi nantinya akan

bekelanjutan di jenjang sekolah berikutnya. Proses pembelajaran siswa di

sekolah dalam mempelajari materi tingkat pemahaman antara siswa satu

dengan yang lainya tidaklah sama. Tingkat pemahaman siswa yang berbeda

tersebut dapat menimbulkan kelasahan konsep atau miskonsepsi pada siswa

yang tingkat pemahamanya rendah. Miskonsepsi siswa dapat disebabkan

karena siswa sendirilah yang mengolah dan mencoba mengambil makna dan

pengertian dalam dirinya (Suparno 1998: 28). Kesalahan konsep atau

miskonsepsi pada siswa dapat terjadi karena beberapa penyebab selain tingkat

pemaham siswa yang rendah, guru dapat menjadi sumber penyebab

miskonsepsi karena dalam menyampaikan materi pembelajaran guru

mengalami miskonsepsi. Kemudian buku pegangan siswa dapat menyebabkan

(22)

Pada saat peneliti melakukan pengamatan metode mengajar guru di

kelas V di SDN Tempak 1 Candimulyo, Magelang pada hari Kamis, 2

Oktober 2014, peneliti mengamati proses pembelajaran Matematika pada

materi menghitung volume bangun ruang. Guru kelas dalam mengajarkan

materi tentang volume bangun ruang masih salah dalam membedakan tinggi

limas atau sisi miring limas untuk mencari volumenya. Pada saat menjelaskan

rumus menghitung volume limas segitiga guru tidak tepat dalam menentukan

tinggi segitiga yang menjadi alas limas. Kejadian tersebut memungkinan

dapat menyebabkan kesalahan konsep atau miskonsepsi pada siswa dalam

memperlajari materi menghitung volume bangun ruang.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tetang miskonsepsi yang terjadi terhadap bangun selain

limas yaitu pada konsep menghitung volume bangun ruang khususnya balok,

kubus dan tabung. Peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui

salah konsep atau miskonsepsi pada materi volume yang dialami siswa serta

apa saja faktor penyebabnya peneliti yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi

Pembelajaran Matematika Materi Menghitung Volume Bangun Ruang

Khususnya Balok, Kubus dan Tabung pada Siswa Kelas V Di SDN Tempak

1 Candimulyo Magelang”

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi pada identifikasi

(23)

pembelajaran Matematika sekolah dasar kelas V di SDN Tempak 1

Candimulyo Magelang tentang pengukuran volume bangun ruang khususnya

balok, kubus dan tabung.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalahnya adalah:

1. Jenis miskonsepsi apa yang dialami siswa kelas V SDN Tempak 1

Candimulyo Magelang tentang menghitung volume bangun ruang

khusunya balok, kubus dan tabung?

2. Apa faktor yang menyebabkan terjadi miskonsepsi tentang pengukuran

volume bangun ruang balok, kubus dan tabung pada kelas V di SDN

Tempak 1 Candimulyo Magelang?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan temuan salah konsep atau miskonsepsi, tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan miskonsepsi yang dilakukan siswa terkait konsep

menghitung volume bangun ruang pada kelas V di SDN Tempak 1,

Candimulyo, Magelang.

2. Faktor yang menyebabkan miskonsepsi terkait konsep menghitung volume

(24)

E. Batasan istilah

1. Konsep adalah hasil atau perolehan yang penting dalam proses belajar

yang abstrak baik positif maupun negatif kemudian mampu memahaminya

dan didefinisikan sendiri.

2. Konsepsi adalah kemampuan seseorang dalam memahami suatu konsep

yang diperoleh dari lingkunganya.

3. Miskonsepsi adalah pemahaman konsep seseorang yang berbeda dengan

konsep-konsep yang sudah diartikan oleh para ahli.

4. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang bersifat dedukti dan terbukti

kebenaranya kemudian matematika dapat menjadi alat komunikasi antara

orang satu dengan yang lainya dalam menyampaikan gagasan atau ide.

5. Bangun ruang adalah suatu bangun yang mempunyai sisi, rusuk dan titik

sudut yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Praktis

1. Bagi guru

Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan jenis

miskonsepsi dan faktor penyebabnya terkait konsep menghitung

(25)

2. Bagi peneliti

Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk

pengajaran kelak saat mengajar langsung pada mata pelajaran

matematika.

b. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan bidang pendidikan dasar terutama pada

miskonsepsi yang dialami siswa SD terkait konsep menghitung volume

(26)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep

Menurut Bahri (2011: 30-31), konsep adalah satuan arti yang

mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang

memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang

dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Konsep

dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep

konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam

lingkungan fisik. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili

realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan

hidup fisik.

Konsep merupakan perolehan makna yang penting dari belajar.

Makna atau arti konsep tersebut di peroleh dari kejadian yang dialaminya

baik positif maupun negatif. Sekali memperoleh konsep, peserta didik akan

mampu mengenal hal atau kejadian dan mampu memberikan definisi verbal

dari konsep tersebut (Blaseman dan Mappa 2011: 67).

Bell (dalam Purwanto, 2011: 236) manyatakan bahwa konsep adalah

ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau

penggolongan. Konsep dalam Matematika sering diungkapkan melalui

definisi atau contoh-contoh. Misalnya, konsep kekontinuan fungsi merupakan

(27)

kontinu atau tidak. Ide abstrak ini dibatasi dengan ungkapan yang berupa “definisi kekontinuan fungsi”. Suatu konsep pada umumnya disusun atau

dibentuk dari konsep-konsep lain, fakta-fakta atau aksioma-aksioma yang

sudah dikenal sebelumnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa

konsep adalah hasil atau perolehan yang penting dalam proses belajar yang

abstrak baik positif maupun negatif kemudian mampu memahaminya dan

didefinisikan sendiri.

B. Macam-Macam Konsep

Berdasarkan bentuknya konsep dapat dibedakan menjadi 3 jenis

menurut Amien (1987: 18), yaitu:

a. Konsep klasifikasional, mencangkup bentuk konsep yang

didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta kedalam bagan yang

terogranisir. Misal mengklasifikasikan konsep segitiga atau konsep

trigonometri.

b. Konsep korelasional, mencangkup kejadian-kejadian khusus yang

saling berhubungan, atau observasi-observasi yang terdiri dari atas

dugaan terutama berbentuk formulasi prinsip-prinsip umum. missal

konsep luas persegi panjang sebagai hasil kali dari panjang kali

lebar.

c. Konsep teoritik, mencangkup bentuk konsep yang mempermudah

(28)

sistem yang terorganisir. Misalnya konsep titik, bilangan,

himpunan.

C. Memahami Konsep

Menurut Budi (1992: 114), salah satu tujuan belajar adalah

memahami suatu materi dan usaha siswa tersebut perlu diukur tingkat

keberhasilannya. Untuk dapat memutuskan apakah seseorang memahami

konsep atau tidak, diperlukan kriteria atau indikator-indikator yang dapat

menunjukan pemahaman tersebut.

Beberapa indikator yang menunjukan pemahaman seseorang akan

suatu konsep antara lain (1) Dapat menyatakan pengertian konsep dalam

bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri, (2) Dapat menjelaskan makna

dari konsep bersangkutan kepada orang lain, (3) Dapat menganalisis

hubungan antara konsep dalam suatu hukum, (4) Dapat mempelajari konsep

lain yang saling berkaitan, (5) Dapat membedakan konsep yang satu dengan

konsep yang lain yang saling berkaitan.

D. Konsepsi

Konsepsi dapat didefinisikan sebagai tafsiran perorangan atau

individu terhadap suatu konsep (Berg, 1991). Contohnya konsep bola, bola

dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu benda kecil, bulat dan

(29)

sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera

maupun kondisi lingkungan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

konsepsi adalah kemampuan seseorang dalam memahami suatu konsep yang

diperoleh dari lingkunganya.

E. Pengertian Miskonsepsi

Menurut Suparno (2005 : 2), miskonsepsi adalah konsep awal yang

siswa bawa kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep

yang diterima para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep

ilmiah. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang

tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para

pakar dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal,

kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif

atau pandangan yang naif. Flower (dalam Suparno, 2005: 5) menyatakan

bahwa miskonsepsi adalah sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep ,

penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,

kekacauan konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis

konsep-konsep yang tidak benar.

Budi (1992: 114-115) mengungkapkan bahwa kesalahan konsep atau

miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan

yang lain dalam mempelajari konsep untuk menangkap makna konsep

(30)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

miskonsepsi adalah pemahaman konsep seseorang yang berbeda dengan

konsep-konsep yang sudah diartikan oleh para ahli.

F. Penyebab Miskonsepsi

Menurut Budi (1992: 115) empat sumber yang mungkin

menyebabkan terjadinya salah konsep adalah guru (dosen), proses mengajar,

siswa, buku pegangan (buku ajar). Buku ajar atau bahan ajar yang akan

disajikan mepengaruhi dalam pemilihan jenis strategi belajar yang akan

digunakan (Basleman dan Mappa 2011: 44). Salah konsep bukan

memonopoli siswa, dan terjadi dimana saja (Euwe & Berg, 1991: 2-3). Bila

salah konsepsi terjadi pada siswa maka kesalahan yang sama dapat terjadi

pada guru (dosen) atau pengajar pada umumnya. Konsepsi salah yang

diperoleh dari proses belajar mengajar tidak pernah diremidiasi karena tidak

disadari sebagai kelasalahan, tetap merupakan konsepsi yang salah. Bila

terjadi salah konsepsi pada guru tentu tidak mustahil tidak terjadi salah

konsepsi pada siswa. Sebaliknya bila tidak terjadi salah konsepsi pada guru,

tidak berarti bahwa tidak akan terjadi salah konsepsi pada siswa. Konsepsi

yang dibentuk melalui proses belajar mengajar, kesalahanya dapat disebabkan

oleh proses belajar mengajarnya sendiri. Buku sumber (buku ajar) dapat

merupakan salah satu konsepsi yang potensial. Sumber kesalahan itu dapat

(31)

perbedaan ide penulis dengan apa yang tertulis, atau uraian yang dapat

menimbulkan penafsiran dan penyimpulan yang salah.

Menurut Suparno (2005: 29), secara garis besar penyebab

miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu; siswa, guru, buku

teks, konteks, dan metode mengajar.

1) Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokan dalam

beberapa hal, antara lain:

a. Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah

mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu

bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah

bimbingan guru. Konsep awal ini sering mengandung

miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh orangtua,

teman, sekolah awal, dan pengalaman dilingkungan siswa.

b. Pemikiran asosiatif siswa, asosiatif siswa terhadap istilah

sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi.

c. Pemikiran Humanistik, siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi.

d. Reasoning yang tidak lengkap atau salah, miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang

tidak lengkap atau salah.

e. Intiuisi yang salah, intuisi atau perasaan siswa yang dapat

(32)

f. Tahap perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif

siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat

menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Siswa yang

masih dalam tahap operasional konkret bila mempelajari

bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah

mengerti tantang konsep bahan tersebut.

g. Kemampuan siswa, siswa yang kurang berbakat kurang

mampu dalam mempelajari materi sering mengalami

kesulitan menangkap konsep dalam proses belajar.

h. Minat belajar, siswa yang berminat belajar cenderung rendah

mengalami miskonsepsi dari pada yang tidak minat dalam

belajar.

2) Guru atau pengajar

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena

miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Tidak menguasai bahan,

tidak kompeten, bukan lulusan dari bidang ilmu, tidak

membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide, realisasi

guru-siswa tidak baik.

3) Buku teks

Buku teks juga dapat menyebarkan miskonsepsi.

Mungkin karena bahasanya yang sulit atau karena penjelasan

(33)

4) Konteks

a. Pengalaman siswa

Pengalaman belajar siswa dalam kegiatan

sehari-harinya dapat menjadi sumber belajar namun dalam

pengalamanya tersebut belum tentu hasil yang diperolehnya

sudah sesuai dengan yang ada dalam pembelajaran yang

formal di sekolah.

b. Bahasa sehari-hari

Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa

dalam berbicara dengan sesama teman dapat mempengaruhi

pemahaman siswa terhadap apa yang disampaikan mungkin

saja terjadi kekeliruan dalam memahami apa yang sedang

dibicarakan.

c. Teman lain

Miskonsepsi dapat terjadi dapat berasal dari teman

sejawat karena tidak semua siswa mempunyai tingkat

pemahaman yang sama.

5) Metode mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru,

terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang

digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi

sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan

(34)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan penyebab miskonsepsi

adalah siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi

pada siswa terjadi karena pengetahuan awal siswa, pemikiran siswa,

pemahaman siswa yang berbeda, cara berfikir yang berbeda serta minat yang

ada di dalam diri siswa. Miskonsepsi pada guru terjadi karena guru kurang

menguasai bahan materi serta tidak berkompeten, realisasi guru – siswa yang

kurang. Buku teks dapat menjadi sumber penyebab miskonsepsi karena jika

terjadi kekeliruan dalam penulisan buku, maka dapat membuat miskonsepsi

salah tulis dan yang lainnya. Konteks menjadi penyebab miskonsepsi karena

pengalaman siswa yang berbeda serta bahasa yang digunakan biasanya

berbeda. Kemudian cara mengajar dapat menjadi penyebab miskonsepsi

karena metode yang digunakan guru kebanyakan tidak mengungkap

miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Kemudian metode mengajar guru yang

sulit dipahami oleh siswa, serta buku ajar yang dibuat tidak sesuai dengan

menggunakan bahasa yang sulit.

G. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi

Menurut Suparno (1998: 23-24) cara bagi seorang peneliti atau

seorang guru mendeteksi salah pengertian siswa, yaitu:

1. Tes pilihan ganda dengan suatu perntanyaa terbuka “mengapa?”

Pertanyaan pilihan ganda digunakan untuk melihat

(35)

pertanyaan terbuka “mengapa” akan memberikan pengertian

atas alasan siswa memilih jawaban tersebut.

2. Tes pilihan ganda digabungkan wawancara pribadi

Siswa diberi pertanyaan pilihan ganda seperti no.1.

Dari hasil pilihan ganda dapat diketahui konsep mana yang

kebanyakan masih salah. Selanjutnya berdasarkan beberapa

konsep yang salah itu, siswa diwawancarai. Dari wawancara

tersebut digali mengapa siswa berpendapat begitu dan dari mana

siswa mendapatkan salah pengertian tersebut.

3. Map konsep dengan wawancara

Siswa diminta membuat map konsep. Dari map konsep

itu dapat dilihat konsep ataupun relasi antar konsep yang tidak

pas atau salah. Berdasarkan konsep dan relasi yang tidak tepat

itulah diadakan wawancara untuk lebih mengorek alasan

sebenarnya. Dalam wawancara itu mencoba menggali

bagaimana pemikiran siswa sampai pada konsep yang salah.

4. Tes esai

Tes esai juga dapat digunakan untuk mendeteksi

apakah siswa mempunyai salah pengertian. Seperti pada tes

pilihan ganda, bahan tes esai harus mencakup semua konsep

yang pokok. Dalam tes esai siswa diminta menjawab persoalan

yang diajukan dengan menuliskan semua penalaran mereka

(36)

dituliskan itulah, peneliti mencari salah konsep yang dibawa

siswa.

Menurut Budi (1992: 127-128) mendeteksi salah konsep merupakan

suatu proses yang sangat penting dalam proses belajar pada umumnya. Salah

konsep dapat dideteksi antara lain dengan cara (1) Hakikat atau makna suatu

konsep dipahami dengan baik dan dinyatakan dengan jelas, (2) Berdasarkan

pemahaman yang benar tersebut dicari kemungkinan-kemungkinan salah

konsep yang dapat terjadi, (3) Berdasarkan kemungkinan salah konsep yang

dapat terjadi, disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat,

maupun pilihan ganda) yang memungkinkan kesalahan dapat terdeteksi, dan

(4) Setelah tes dilaksanakan, hasil dianalisis untuk mengetahui secara tepat

kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan cara untuk

mendeteksi salah konsep atau miskonsepsi pada siswa adalah dengan

menggunakan tes dapat berbentuk pilihan ganda, isian maupun esai. Dalam

pembuatan tes menggunakan kalimat tanya yang dapat menunutun untuk

menemukan salah kosep yang dialami siswa. Dari hasil tes dapat dilanjutkan

dengan melakukan wawancara kepada siswa yang mendapatkan nilai yang

(37)

H. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Menurut Basleman (2011: 12) belajar adalah perubahan tingkah

laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkunganya.

Djamarah (2011: 13) menyatakan bahwa belajar adalah serangkaian

kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi

yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang

diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman

(Rusman 2012: 1).

Bedasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa

belajar adalah prose perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu

dalam berinteraksi dengan lingkunganya yang berjuan untuk memperoleh

hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkunganya

menyangkut aspek kognitif, afektik, dan psikomotor.

Menurut Basleman (2011: 13) pembelajaran adalah suatu

perubahan yang dapat memberikan hasil jika (orang-orang) berinteraksi

dengan informasi (materi, kegiatan, pengalaman). Menurut Majid (2013:

4) pembelajaran (instructional) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya

(38)

tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang

sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk

membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan

sumber belajar. Dalam pengertian lainnya, Winkel (dalam Siregar 2010:

12) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan

kondisi-kondisi ekstern sedemikian rupa, sehingga menunjang proses

belajar siswa dan menghambatnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah hasil yang diperoleh seseorang dalam kegiatan

proses belajar yang sudah dirancang untuk mencapai tujuan dengan upaya

dan berbagai strategi, metode dan pendekatan yang menunjang proses

belajar siswa.

2. Hakikat Matematika

Kristini (2011: 223) menyatakan bahwa Matematika adalah

pengetahuan yang bersifat deduktif dan rasional yang kebenarannya tidak

tergantung kepada pembuktian empiris. Perhitungan Matematika

bukanlah suatu eksperimen. Sistem Matematika konsisten terhadap

dirinya dan bebas dari kontradiksi terhadap dirinya.

Menurut Shadiq (2010: 49) Matematika merupakan alat

komunikasi yang sangat penting, teliti, dan tidak membingungkan.

Sangatlah penting untuk memiliki kemampuan menyampaikan ide atau

(39)

sehingga para pembaca dapat dengan mudah diyakinkan dan difasilitasi.

Penting juga untuk mampu memahami dan menerima gagasan serta ide

orang lain, dan jika diperlukan, secara kritis, seseorang akan menolak

keseluruhan ataupun sebagian ide maupun gagasan orang lain yang

menurutnya salah ataupun penarikan kesimpulannya tidak valid.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulan bahwa

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang bersifat dedukti dan terbukti

kebenaranya kemudian Matematika dapat menjadi alat komunikasi antara

orang yang satu dengan yang lainya dalam menyampaikan gagasan atau

ide.

3. Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Kristini (2011: 221) pembelajaran Matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui

serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh

kompetensi terkait Matematika yang dipelajari. Peserta didik memperoleh

kompetensi yang diharapkan tersebut lebih banyak melalui penanganan

yang dilakukan oleh guru. Guru secara sungguh-sungguh dan benar-benar

secara sadar bersedia membuat persiapan dan bekerja lebih interaktif.

Bukan hanya memperhatikan kemampuan diri sendiri, namun tetap

memperhatikan kebutuhan peserta didik.

Menurut Suhito (2003: 2-3) kegunaan Matematika tidak hanya

(40)

juga untuk penataan cara berpikir dan khususnya dalam hal pembentukan

kemampuan analitis, membuat sitesis, serta evaluasi hingga kemampuan

memecahkan masalah. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila

Matematika dikatakan memiliki peran ganda yakni sebagai “ratu” dan sebagai “pelayan”.

Berdasarkan kegunaan-kegunaan Matematika yang telah

dikemukakan inilah, matematika perlu diberikan kepada peserta didik

pada setiap jenjang pedidikan. Untuk keperluan penyampaian objek-objek

matematika yang abstrak kepada peserta didik diperlukan sistem

penyampaian objek Matematika. Sistem ini harus mempertibangkan

kesiapan, kemampuan serta tingkat perkembangan intelektual peserta

didik. Sistem yang dimaksud ini dikenal dengan sebutan pembelajaran

Matematika. Melalui pembelajaran Matematika diharapkan dapat dicapai

dua sasaran pembelajaran, yakni sasaran yang berkaitan dengan efek

pembelajaran (instructional sffect) dan sasaran yang berkaitan dengan efek sampingan (nurturan effect) (Suhiti: 2003: 4). Kedua sasaran tersebut dapat dicapai apabila peserta dididk diberi kesempatan yang

seluas-luasnya untuk belajar Matematika (doing math) secara holistik dan komprehensif. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran perlu diubah

menjdai kegiatan pembelajaran. Titik berat pemberian materi pelajaran

harus digeser menjadi pemberian kemampuan yang relevan dengan

(41)

I. Bangun Ruang

Menurut Suharjana, (2008: 5), bangun ruang adalah bagian ruang

yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan

bangun tersebut. Permukaan bangun itu disebut sisi. Sisi bangun ruang adalah

himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi

suatu bangun ruang tersebut. Rusuk dihasilkan oleh perpotongan dua buah

sisi dan titiksudut dihasilkan oleh adanya perpotongan tiga buah rusuk atau

lebih. Menurut Mustaqin dan Astuty (2008: 207) bangun runag adalah bangun

yang mempunyai sisi, rusuk dan titik sudut. Sisi adalah bidang atau

permukaan yang membatasi bangun ruang. Rusuk adalah garis yang

merupakan pertemuan dari dua sisi bangun runag. Titik sudut adalah titik

pertemuan dari tiga buah rusuk pada bangun ruang.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

bangun ruang adalah suatu bangun yang mempunyai sisi, rusuk dan titik

sudut yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut.

J. Volume bangun ruang 1. Balok

Menurut Mustaqim dan Astuty (2008: 211) balok adalah sebuah

benda yang dibatasi oleh tiga pasang (enam buah) persegi panjang setiap

pasang persegi panjang saling sejajar (berhadapan) dan memiliki ukuran

yang sama. Menurut Sumanto, dkk (2008: 58) balok adalah bangun runag

(42)

panjang mempunya bentuk dan ukuran yang sama. Tiga pasang persegi

panjang itu merupakan sisi-sisi balok. Buchori, dkk (2006: 112)

berpendapat bahwa balok merupakan salah satu bangun runag yang

berbentuk prisma tegak. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam

buah bidang sisi yang masing-masing berbentuk persegipanjang yang

setiap sepasang-sepasang sejajar dan sama ukurannya.

Sifat-sifat balok:

1) Mempunyai 6 sisi yaitu: sisi ABCD, sisi ABFE, sisi ADHE, sisi

EFGH, sisi DCGH, sisi BCGF.

2) Mempunyai 12 rusuk yaitu: AB, EF, HG, DC, BC, FG, EH, AD,

AE, BF, CG, DH.

3) Mempunyai 8 titik sudut yaitu: titik sudut A, B, C, D, E, F, G, H.

Daerah atau bidang yang membatasi bangun ruang disebut

sisi. Sisi-sisi pada bangun ruang bertemu pada satu garis yang disebut

rusuk. Tiga atau lebih rusuk pada suatu bangun ruang bertemu pada

suatu titik yang disebut titiksudut. Bangun yang berbentuk kotak

adalah contoh apa yang disebut prisma persegipanjang atau balok.

(43)

panjang dengan ukuran yang berbeda. Maka untuk menghitung

volume balok adalah sebagai berikut.

Volume = Panjang Lebar Tinggi

Atau V =

V menyatakan volume balok, p manyatakan panjang, l manyatakan

lebar, dan t menyatakan tinggi.

Jiks = Luas alas, maka rumus menghitung volume balok adalah

volume balok = luas alas × tinggi (Buchori, dkk 2006: 112).

2. Kubus

Menurut Mustaqim dan Astuty (2008: 209) kubus adalah sebuah

benda ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang berukuran sama.

Menurut Buchori, dkk (2006: 111) kubus adalah suatu bangun ruang yang

istimewa karena panjang rusuk-rusuknya sama. Menurut Sumanto, dkk

(2008: 58) kubus merupakan bangun runag yang dibentuk oleh enam

persegi berukuran sama yang merupkan sisi-sisi kubus tersebut. Pada

kubus, semua rusuknya sama panjang. Berdasarkan pendapt-pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa kubus adalah bangun ruang yang dibatasi

(44)

Sifat-sifat kubus:

1) Mempunyai 6 sisi yaitu: sisi ABCD, sisi ABFE, sisi ADHE, sisi

EFGH, sisi DCGH, sisi BCGF.

2) Mempunyai 12 rusuk yaitu: AB, EF, HG, DC, BC, FG, EH, AD,

AE, BF, CG, DH.

3) Mempunyai 8 titik sudut yaitu: titik sudut A, B, C, D, E, F, G, H.

Menghitung volume kubus sama dengan menghitung volume

balok, yaitu luas alas kali tinggi. Alas kubus berbentuk persegi. Luas

alas = luas persegi = sisi x sisi, tinggi kubus = sisi, maka untuk

menghitung volume kubus adalah luas alas x tinggi atau luas persegi

kali tinggi .

Volume = Sisi Sisi Sisi (s3)

V menyatakan volume, s menyatakan panjang rususk. (Sumanto, dkk

2008: 59)

3. Tabung

Menurut Buchori, dkk (2006: 142) tabung merupakan bangun

(45)

bidang datar berbentuk lingkaran yang kongruen dan yang lainya adalah

bidang lengkung. Menurut Sumanto, dkk(2008: 145) tabung merupakan

bentuk gabungan lingkaran dan sisi melengkung. Berdasarkan

pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tabung adalah suatu bangun

ruang yang dibatasi dua buah bidang lingkaran yang kongruen sebagai

bidang alas dan bidang atas tabung, serta sebuah bidang lengkung yang

melingkar sebesar keliling bidang alas, disebut bidang sisi tegak dengan

ujung bidang lengkung bahwah berhimpit dengan lingkaran sebagai

bidang alas, ujung bidang lengkung atas berimpit dengan keliling

lingkaran bidang atas.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua daerah lingkaran

yang sejajar dan sama ukurannya serta sebuah bidang lengkung yang

berjarak sama jauh ke porosnya dan yang simetris terhadap porosnya

memotong kedua daerah lingkaran tersebut tepat pada kedua daerah

lingkaran itu. Sifat-sifat tabung menurut Sumanto, dkk (2008: 146) adalah

sebagi berikut.

1. Tabung mempunyai sisi sebanyak 3 buah yaitu sisi atas, sisi alas

dan sisi selimut tabung.

2. Tidak mempunyai titik sudut.

3. Bidang atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan ukuran

sama.

(46)

Jarak bidang atas dan bidang alas disebut tinggi tabung

Rumus yang digunakan untuk menghitung volume tabung adalah:

V = π r2 tinggi

Keterangan:

R adalah jari-jari

Jari-jari merupakan setengah dari diameter tabung.

K. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Purwo pada tahun 2006,

yang berjudul Pemahaman dan miskonsepsi siswa Tarkanita Magelang

tentang hukum archimedes kelas XI IPA. Hasil penelitian menunjukan bahwa

secara keseluruhan pemahaman siswa tentang hukum archimedes masih

kurang. Pada penelitian ini miskonsepsi terjadi dalam konsep gaya,

faktor-faktor yang mempengaruhi gaya apung, serta penerapan gaya apung dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang dilakukan

Purwo dapat mendukung penelitian yang dilakukan peneliti. Atas dasar itu,

peneliti mengembangkan penelitian ini hanya berfokus pada pemahaan siswa

(47)

pada materi menghitung volume balok, kubus dan tabung pada siswa kelas V

SDN Tempak 1. Persamaan penilitian yang dilakukan oleh Purwo dengan

penelitian ini adalah meneliti tentang pemahaman siswa dan letak

miskosnsepsi yang dialami siswa pada materi mata pembelajaran yang

diberikan disekolah formal. Kemudian perbedaanya adalah penelitian yang

dilakukan Purwo berfokus pada letak miskonsepsi siswa kelas XI SMA pada

matari hukum Archimedes, sedangkan penilitian ini adalah untuk menemukan

letak miskonsepsi yang dialami yang berfokus pada materi menghitung

volume bangun ruang khususya balok, kubus dan tabung pada siswa kelas V

Sekolah dasar.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Sari pada tahun 2006, dengan

judul Identifikasi miskonsepsi tentang kemagnetan pada siswa kelas X SMA

Gama Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi miskonsepsi

pada konsep (1) pengertian magnet, (2) interaksi benda yang didekatkan

dengan magnet, (3) jenis-jenis benda magnetik, (4) magnet buatan, (5)

sifat-sifat magnet, (6) magnet bumi, (7) medan magnet, (8) garis gaya magnet, (9)

elektromagnektik, (10) gaya Lorenz.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang dilakukan Sari

dapat mendukung penelitian yang dilakukan peneliti. Atas dasar itu, peneliti

mengembangkan penelitian ini hanya berfokus pada miskonsepsi yang

dialami siswa pada materi menghitung volume balok, kubus dan tabung pada

siswa kelas V SDN Tempak 1. Persamaan penlitian yang dilakukan oleh Sari

(48)

terhadapap suatu konsep mata pelajaran. Kemudian perbedaanya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Sari adalah untuk mengetahui miskonsepsi

yang dialami siswa pada konsep kemagneta pasa siswa kelas X SMA

sedangkan pnenlitian ini untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa

pada konsep menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan

tabung pada siswa kelas V SD.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Priyanti pada tahun 2014,

yang berjudul Pemahaman dan miskonsepsi konsep gaya yang terjadi pada

siswa beberapa SMP di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

beberapa siswa di Yogyakarta memiliki pemahaman yang sangat kurang

terhadap konsep hukum III Newton dan gravitasi, pemahaman yang kurang

terhadap konsep kinematika, hukum I Newton, hukum II Newton, dan

pemahaman yang cukup terhadap konsep prinsip superposisi, siswa beberapa

SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap keseluruhan

konsep gaya.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang dilakukan oleh

Priyanti dapat mendukung penelitian yang dilakukan peneliti. Atas dasar itu,

peneliti akan mengembangkan penelitian ini hanya berfokus miskonsepsi

yang dialami siswa pada materi menghitung volume balok, kubus dan tabung

pada siswa kelas V SDN Tempak 1. Persamaan penlitian yang dilakukan oleh

Priyanti dengan penelitian ini adalah untuk menemukan miskonsepsi yang

dialami siswa pada materi suatu mata pelajaran. Kemudian perbedaan

(49)

miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep gaya sedangkan penelitian ini

adalah untuk menemukan miskonsepsi yang dialami siswa dan faktor

penyebabnya pada konsep menghitung volume bangun ruang khususnya

balok, kubus dan tabung pada siswa kelas V SD.

Peneliti yang keempat dilakukan oleh Suparno, pada tahun 1998.

Penelitian yang berjudul Miskonsepsi tentang probabilitas pada siswa SLTP

dan SMU. Hasil penelitian ini siswa SLTP dan SMU kerapkali mempunyai

miskonsepsi dalam mempelajari probabilitas. Miskonsepsi tersebut antara lain

disebabkan karena pemikiran representatif, availabilitas, kesulitan linguistik,

kesulitan matematis logis, pemikiran kausal yang tidak tepat, serta

kepercayaan yang deterministik.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang dilakukan

Suparno dapat mendukung penelitian yang dilakukan peneliti. Atas dasar itu,

peneliti mengembangkan penelitian ini hanya berfokus pada letak

miskonsepsi yang dialami siswa dan penyebab miskonsepsi siswa pada materi

menghitung volume balok, kubus dan tabung pada siswa kelas V SDN

Tempak 1. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Suparno dengan

penelitian ini adalah untuk menemukan letak miskonsepsi siswa dan

penyebabnya pada konsep suatu mata pelajaran. Kemudian perbedaan antara

penelitian yang dilakukan Suparno dengan penelitian ini adalah penelitian

Suparno berfokus pada mikonsepsi yang dialami siswa dan penyebabnya

untuk siswa SLTP dan SMU dalam memperlajari probabilitas sedangkan

(50)

dan faktor penyebabnya pada konsep menghitung volume bangun ruang

khususnya balok, kubu dan tabung pada siswa kelas V SD.

Berdasarkan penelitian yang relevan di atas maka peneliti akan

melakukan penelitian yang berjudul Idenfikasi Miskonsepsi Matematika

Materi Volume khususnya balok, kubus dan tabung pada Siswa Kelas V Di

SDN Tempak 1 Candimulyo Magelang.

L. Kerangka Pikir

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang bersifat dedukti dan

terbukti kebenaranya kemudian Matematika dapat menjadi alat komunikasi

antara orang yang satu dengan yang lainya dalam menyampaikan gagasan

atau ide. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib yang sudah

dipelajari siswa dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mata pelajaran

Matematika memuat beberapa materi yang diberikan kepada siswa. Salah

satunya adalah materi tentang konsep menghitung volume bangu ruang untuk

siswa kelas V SD. Tingkat pemahaman siswa pada materi tertentu dapat

terjadi perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lain dalam memahami

materi. Mungkin terdapat siswa yang salah dalam memahami konsep pada

materi tententu. Kesalahan konsep ini disebut miskonsepsi.

Miskonsepsi merupakan hal yang dapat dialami oleh siapapun dalam

pembelajaran formal. Miskonsepsi pada suatu konsep yang dialami oleh

siswa dapat terjadi karena beberapa penyebab, yaitu kemampuan siswa untuk

(51)

mengajar, tingkat kemampuan belajar (kognitif, afektif, psikomotor) siswa,

minat belajar siswa, serta dari kehidupan sehari hari siswa yang diperolehnya

saat belum masuk ke pembelajaran formal. Miskonsepsi atau salah konsep ini

jika dialami oleh siswa secara berkelanjutan tanpa ada pembenaran terhadap

konsep yang salah, maka nantinya siswa akan melakukan kesalahan konsep

sampai dewasa yang nantinya mungkin akan diturunkan konsep yang salah

tersebut kepada generasi penerusnya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk menemukan miskonsepsi

yang dilakukan siswa dan faktor penyebabnya pada mata pelajaran

Matematika untuk SD kelas V terkait konsep menghitung volume bangun

ruang khusunya balok, kubus dan tabung. Penyebab miskonsepsi dapat

berasal dari kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep atau

berasal dari sumber belajar siswa dari guru, bahan ajar (buku) atau sumber

belajar yang lainya. Alat yang digunakan untuk menemukan miskonsepsi

pada siswa adalah dengan menggunakan tes esai kepada siswa.

Menggunakan tes esai karena dapat memberikan pertanyaan yang dapat

mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa pada konsep. Dari hasil

tes esai, kemudian jawaban siswa dianalisis untuk menemukan miskonsepsi

yang dilakukan siswa dan menggunakan alat pengumpulan data yaitu

wawancara untuk membuktikan lebih dalam miskonsepsi yang dilakukan

(52)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui letak miskonsepi serta

penyebabnya pada siswa kelas V SDN Tempak 1 pada aspek mengitung

volume bangun ruang berfokus pada balok, kubus dan tabung. Penelitian ini

menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:

1-2), penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir

induktif. Menurut Moleong (2006: 6) penelitian kaulitatif adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah.

Penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, maka peneliti

mendeskripsikan hasil penelitian pada siswa kelas VI SDN Tempak 1 yang

mengalami miskonsepsi serta menemukan penyebabnya terkait konsep

menghitung volume bangun ruang yang berfokus pada balok, kubus, dan

tabung. Alat yang digunakan untuk menemukan miskonsepsi pada siswa dan

penyebabnya dengan menggunakan 2 alat pengumpulan data yaitu soal tes

(53)

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN Tempak 1 yang beralamat

di kelurahan Tempak, kecamatan Candimulyo, kabupaten

Magelang.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai

Januari 2015. Pada bulan Juni sampai bulan November 2014

peneliti menyusun proposal skripsi. Tanggal 12 Desember

memohon izin kepada SDN Tempak 1 untuk dijadikan tempat

penelitian. Hari Senin, 19 Januari 2015 peneliti melakukan

penelitian dengan membagikan soal tes digunakan sebagai alat

pengumpulan data dan wawancara alat pengumpulan data tahap

kedua dilakukan pada hari yang sama. Data yang sudah diperoleh

kemudian diolah sampai mampu menjawab rumusan masalah.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VI SDN Tempak 1

yang berjumlah 22 siswa. Pemilihan subjek pada siswa kelas VI karena

siswa kelas V pada materi menghitung volume bangun ruang khususnya

balok, kubus dan tabung diajarkan disemester 2. Maka yang menjadi

subjek penelitian adalah siswa kelas VI karena sudah memperoleh materi

(54)

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah menemukan miskonsepsi serta faktor

penyebabnya yang dialami oleh siswa kelas VI SDN Tempak 1 pada

pelajaran Matematika tentang menghitung volume bangun ruang

khususnya pada balok, kubus dan tabung.

C. Desain penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Langkah-langkah pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Menyusun kerangka penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

dasar pemikiran peneliti, alur pemikiran peneliti, alasan peneliti

melakukan penelitian dan desain penelitian yang digunakan untuk

pengambilan data.

2. Menyusun fokus penelitian yang digali dari narasumber. Hal ini

dilakukan supaya peneliti memiliki pedoman wawancara saat

pengambilan data.

3. Melakukan pengambilan data. Penentuan subjek penelitian diambil

sesuai prosedur pengambilan data, peneliti memberikan tes

dilanjutkan dengan wawancara pada subjek yang sesuai kriteria.

4. Melakukan pencatatan terhadap hasil yang diperoleh dari pengambilan

data.

5. Mengolah semua data hasil wawancara dan hasil tes dari subjek

(55)

lain memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah diambil dan

memungkinkan data tersusun rapi, sistematis dan lengkap.

6. Melakukan analisis data yang telah diperoleh untuk menemukan

miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa dan apa saja faktor

penyebabnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua tahap.

Tahap pertama adalah memberikan soal tes tertulis. Hasil soal tes tertulis

nantinya dianalisis untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa

dalam konsep menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan

tabung. Tahap yang kedua dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara.

Pedoman wawancara ini dilakukan untuk mengetahui apa faktor penyebab

miskonsepsi yang dialami siswa. Subjek wawancara adalah siswa yang

mengalami miskonsepsi yang dipilih berdasarkan nilai akhir yang rendah.

E. Instrumen Penelitian 1. Soal Tes Tertulis

Data dikumpulkan dengan menggunakan soal tes tertulis berupa soal

uraian. Tes diberikan kepada siswa untuk menemukan miskonsepsi yang

dialami oleh siswa, bukan menentukan keberhasilan atau prestasi belajar

siswa.

Pengambilan data penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama

(56)

pengertian tentang tes hasil belajar sebagai tes penguasaan siswa karena tes

tersebut bertujuan mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang

diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh siswa. Tes tertulis dapat digunakan

untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran

Matematika yang mana kurang dikuasai, dan sebagainya. Dalam tes tertulis

yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa soal uraian untuk medeteksi

miskonsepsi siswa. Soal tes dalam penelitian ini berjumlah 10 soal, setiap

soalnya dirancang berdasarkan kurikulum 2013 dengan mengacu pada

kompetensi inti dan kompetensi dasar terkait dengan konsep menghitung

volume bangun ruang kemudian dibuat indikator-indikator berkaitan dengan

volume bangun ruang yang berfokus pada balok, kubus dan tabung. Melalui

soal tes ini diharapkan dapat mengetahui miskonsepsi yang dilakukan siswa

dan penyebabnya. Kisi-kisi instrumen soal tes adalah sebagai berikut.

Table 3.1 Kisi-kisi soal tes

(57)

Instrumen ini diberikan kepada subjek penelitian yang sebelumnya

diuji expert judgement untuk mengetahui layak atau tidak digunakan sebagai alat mengumpulkan data. Uji expert judgement dilakukan dengan penelaahan atau pengkajian butir-butir soal oleh validator yang ditentukan. Penilaian

validasi ini adalah dengan memberikan tanda cek pada kolom yang tersedia,

sebelumnya lembar validasi telah disusun dengan persetujuan dosen

pembimbing. Validatornya adalah orang-orang yang ahli dalam bidang

Matematika dan guru sekolah dasar.

Tabel 3.2 Hasil validasi oleh 2 orang dosen dan 1 guru kelas

(58)

Tabel 3.3 Rentang skor lembar validasi

Nomor Bobot Skor bobot

1 Keseluruhan instrumen sudah layak digunakan

19 – 28 2 Keseluruhan instrumen sudah layak

digunakan dengan revisi

10 – 18 3 Keseluruhan instrumen kurang layak

digunakan

1 – 9

Hasil dari validasi instrumen soal rentang rata-rata skornya

adalah 10, maka kesuluruhan instrumen layak digunakan dengan revisi.

Berdasarkan lembar validasi yang diberikan kepada validator terdapat

beberapa masukan dan saran sebagai berikut, validator 1 memberikan

saran untuk memperbaiki indikator 1 karena terdapat soal yang sama yaitu

menghitung volume tabung dibuat lebih bervariasi, kemudian indikator 2

sarannya adalah memperbaiki soal agar lebih bervariasi. Kemudian

validator 2 memberikan saran pada indikator 3 untuk mengurangi jumlah

soal karena terlalu banyak, kemudian memperhitungkan jumlah soal agar

alokasi waktu mengerjakan sesuai, dan variasi soal yang kurang ditambah

dengan gambar. Validator 3 memberikan saran memperbaiki susunan

bahasa supaya tidak mempersulit siswa.

2. Pedoman Wawancara

Tahap kedua adalah melakukan wawancara terhadap subjek

terpilih. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua

(59)

pertanyaan itu, (Basrowi 2008: 127). Menurut Herdiansyah (2013: 31)

wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan

oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam seting

alamiah, dimana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah

ditetapkan dengan mengedepankan fakta sebagai landasan untama dalam

proses memahami.

Wawancara dilakukan pada siswa yang mengalami miskonsepsi.

Pemilihan subjek berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.

Masing-masing siswa diwawancarai mengacu pada instrumen wawancara. Namun,

pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara dapat berkembang untuk

membuktikan miskonsepsi yang dilakukan siswa serta penyebabnya dalam

memahami volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan tabung.

Instrumen wawancara sebelum dilaksanakan, divalidasi oleh validator

yang ahli. Validasi ini dilakukan oleh dua validator yaitu orang ahli dalam

psikologi dan guru kelas.

Berdasarkan penilaian yang diberikan masing-masing validator

panduan wawancara layak digunakan dengan beberapa revisi sesuai

dengan saran yang diberikan validator. Revisi tersebut diantaranya:

a. Saran perbaikan susunan bahasa

b. Saran perbaikan susunan kalimat memperhatikan kaidah bahasa

Indonesia yang benar.

(60)

Saran tersebut dijadikan pedoman oleh peneliti untuk perbaikan

instrumen wawancara yang digunakan. Pertimbangan tersebut sebagai

pertimbangan peneliti agar instrumen wawancara layak dan dapat

menghasilkan data yang terpercaya.

Pedoman wawancara guru dan siswa

Respoden Pertanyaan

Guru 1. Apa saja yang dipersiapkan oleh guru agar siswa mudah memahami konsep materi bangun ruang kelas v?

2. Apa saja teknik yang dipakai oleh guru agar siswa dapat mengerejakan soal matematika dengan baik?

3. Bagimana guru memberikan metode kepada siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran matematika?

4. Media apa saja yang digunakan guru ketika pembelajaran matematika berlangsung?

5. Apakah guru mengoreksi hasil pekerjaan siswa untuk materi bangun ruang kelas V per minggu atau per bulan?

6. Bagaimana guru menyikapi siswa yang belum menguasai materi bangun ruang serta bagaimana guru menolong siswa tersebut?

7. Teknik apa saja yang dipakai guru untuk siswa agar dapat memahami konsep matematika dengan baik?

8. Bagaimana guru menyusun soal-soal bangun ruang kelas V sesuai dengan tingkat kriteria kesulitannya, yang disesuaikan dengan kemampuan siswa-siswa dikelas tersebut?

Siswa 1. Bagaimana persiapan siswa pada saat menghadapi pelajaran matematika? 2. Apakah siswa belajar terlebih dahulu sebelum belajar matematika di

sekolah?

3. Apa saja yang dilakukan disekolah dan dirumah, untuk dapat mengikuti dan memahami konsep-konsep matematika yang diberikan guru?

4. Bagaimana cara siswa untuk memahami bangun ruang pada saat guru menjelaskan dikelas?

5. Apa saja teknik-teknik yang dilakukan siswa dalam memahami konsep bangun ruang?

6. Apakah siswa mempunyai cara yang khusus dalam mengerjakan/menyelesaikan soal-soal matematika?

7. Teknik apa saja yang digunakan siswa untuk memahami konsep matematika?

8. Apakah siswa belajar konsep matematika dengan bertanya pada teman,guru atau belajar secara mandiri?

9. Bagaimana caranya agar dapat konsentrasi dalam belajar matematika baik disekolah maupun dirumah?

10.Apa yang dilakukan untuk dapat mengerjakan soal-soal matematika dengan tepat?

Gambar

Table 3.1 Kisi-kisi soal tes
Tabel 3.2 Hasil validasi oleh 2 orang dosen dan 1 guru kelas
Tabel 3.3 Rentang skor lembar validasi
Tabel 4.1 Subjek wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tes tertulis bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis miskonsepsi yang dialami siswa dalam mengerjakan soal pada materi bangun ruang prisma segitiga dan

Faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepsi pada aspek bangun datar segitiga yaitu: (1) Jika mengalami kesulitan siswa enggan bertanya langsung dengan guru, siswa lebih suka

Media puzzle yang kedua yaitu kubus satuan kecil untuk menghitung volume kubus dan balok. Pada saat pembelajaran, siswa diminta untuk menghitung volume kubus

Penggunaan fi lling dan packing dalam pembelajaran volume kubus dan balok dengan pendekatan PMRI dapat membantu siswa memahami konsep volume kubus dan balok dengan

Faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepsi pada aspek bangun datar segitiga yaitu: 1 Jika mengalami kesulitan siswa enggan bertanya langsung dengan guru, siswa lebih suka

a. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan volume kubus. Menentukan panjang rusuk dari volume kubus yang telah diketahui. Siswa dapat menentukan volume kubud dengan

Saling tukar informasi tentang : Menentukan volume balok dengan rumus dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh

Jenis kesalahan, meliputi : (1) Kesalahan konsep, yaitu kesalahan dalam menuliskan rumus luas permukaan balok, salah dalam menentukan nilai s atau panjang rusuk. Faktor