• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh : Joko Wahono S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh : Joko Wahono S"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN STAD DENGAN RECIPROCAL

PEER TUTORING PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI KEMAMPUAN VERBAL SISWA

KELAS VIII SMP/MTs KOTA SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Joko Wahono

S851008031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

ii

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Joko Wahono

NIP : S851008031

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN STAD DENGAN RECIPROCAL PEER TUTORING PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI KEMAMPUAN VERBAL SISWA KELAS VIII SMP/MTs KOTA SURAKARTA adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2012 Yang membuat pernyataan

Joko Wahono

(5)

commit to user

v

MOTTO

“…. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “

(Q.S Al-Mujaadilah :11)

“Barang siapa berjalan disuatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mempermudah jalan ke Syurga”

( HR Muslim)

“Sahabat yang sejati adalah orang-orang yang dapat berkata benar kepadamu, bukan orang-orang yang dapat membenarkan kata-katamu”

(Hamka)

Kesuksesan tidak didapat secara kebetulan, kesuksesan didapat dengan usaha , perjuangan dan do’a.

(Penulis)

(6)

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini tersusun dengan penuh kesungguhan dan ketulusan hati, kupersembahkan kepada :

Istriku tersayang yang selalu menemaniku dan mengingatkanku untuk selalu bersemangat.

Ketiga bintang kecilku Wawa, Rafi dan Faiz.

Ibuku yang selalu mendoakanku.

Bapak/Ibu mertua yang selalu mendukungku.

Saudara-saudaraku yang selalu memberiku semangat.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan sebaik-baiknya.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika.

Mulai awal sampai akhir penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan tesis.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS yang selalu memberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D, Dosen Pembimbing I yang telah memberi bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

4. Dr. Imam Sujadi, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bekal, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

(8)

commit to user

viii

5. Drs H. Muslih, M.Pd, Kepala MTs Negeri Surakarta II yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di lembaga yang dipimpinnya.

6. Hj. Endang Mangularsih, M.M, M.Pd, Kepala SMP Negeri 9 Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di lembaga yang dipimpinnya.

7. Sudarno, S.Pd, Kepala SMP Muhammadiyah 5 Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di lembaga yang dipimpinnya.

8. Jasa Psikologi Indonesia (JASPI) Kota Surakarta yang telah membantu penulis dalam pengambilan data kemampuan verbal siswa.

9. Teman-teman Pascasarjana Program Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi dorongan dan semangat sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberi saran, bantuan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2012 Penulis

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

PERNYATAAN ……….. iv

MOTTO ………. v

PERSEMBAHAN ……….. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

ABSTRAK ……… xvi

ABSTRACT ………..………. xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Identifikasi Masalah ………. 6

C. Pemilihan Masalah ……… 7

D. Pembatasan Masalah ………. 7

E. Perumusan Masalah ……….. 8

F. Tujuan Penelitian ……….. 9

G. Manfaat Penelitian ………. 10

(10)

commit to user

x

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori ………... 11

1. Belajar ……….. 11

2. Belajar Matematika ………... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ………….. 16

4. Prestasi Belajar Matematika ……….. 17

5. Model Pembelajaran ………. 18

a. Model Pembelajaran Konvensional ………. 19

b. Model Pembelajaran Kooperatif ………... 21

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional ………. 25

7. Model Pembelajaran STAD ……….. 26

8. Reciprocal Peer Tutoring ……… 32

9. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD dengan RPT ……… 34

10. Kemampuan Verbal ……… 36

B. Penelitian yang Relevan ……… 39

C. Kerangka Berfikir ……… 41

1. Hubungan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika ……… 41

2. Hubungan Kemampuan Verbal dengan Prestasi Belajar Matematika ……… 43

(11)

commit to user

xi

3. Hubungan Model Pembelajaran dan Kemampuan Verbal

dengan Prestasi Belajar Matematika ………. 44

D. Hipotesis ………. 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 48

1. Tempat ……….. 48

2. Waktu Penelitian ……….. 48

B. Jenis Penelitian ……… 49

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel …….. 49

1. Populasi ……… 49

2. Sampel ……….. 50

3. Teknik Pengambilan Sampel ………. 50

D. Teknik Pengumpulan Data ………. 52

1. Variabel Penelitian ……… 52

2. Metode Pengumpulan Data ……… 54

3. Instrumen Penelitian ……… 55

E. Teknik Analisis Data ……….. 58

1. Uji Persyaratan Analisis ………. 58

2. Pengujian Hipotesis ……….. 62

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……….. 71

B. Pengujian Persyaratan Analisis ……… 76

(12)

commit to user

xii

C. Pengujian Hipotesis ……….. 78

D. Pembahasan Analisis Data ……… 81

E. Keterbatasan Penelitian ……… 91

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 92

B. Implikasi ……….. 93

C. Saran ……… 95

DAFTAR PUSTAKA ……….. 96

LAMPIRAN ………. 101

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Peringkat Dan Pembagian Tim ……….. 28

Tabel 2.2 Penentuan Skor Kemajuan ……… 30

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ……….. 48

Tabel 3.2 Aturan Pembagian Kategori Prestasi SMP/Mts ……….. 51

Tabel 3.3 Tata Letak Data Sampel ………. 63

Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Ulangan Umum Kenaikan Kelas ……… 74

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors ………. 74

Tabel 4.3 Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan ………. 75

Tabel 4.4 Jumlah Siswa Menurut Model Pembelajaran dan Kemampuan Verbal ………. 76

Tabel 4.5 Deskripsi Statistik ……… 76

Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Lilliefors ……… 77

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Bartlet ……… 77

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ………. 78

Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris ……… 79

Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom ……… 80

Tabel 4.11 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Sel ……….. 80

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

commit to user

xiv

halaman

Lampiran 1. Silabus ……….. 101

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 106

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ……….. 132

Lampiran 4. Modul ………….. ………... 141

Lampiran 5. Kisi-kisi soal tes prestasi belajar ……….. 157

Lampiran 6. Soal tes prestasi belajar ………... 161

Lampiran 7. Kunci jawaban soal tes uji coba ……… 169

Lampiran 8. Lembar jawab tes uji coba ……….170

Lampiran 9. Lembar validasi instrumen uji coba ………... 171

Lampiran 10. Data hasil uji coba instrumen tes prestasi belajar …………... 177

Lampiran 11. Data responden kelompok kontrol dan kelompok eksperimen .. 181

Lampiran 12. Data kemampuan awal ……… 190

(nilai UUKK mata pelajaran matematika) Lampiran 13. Uji normalitas data kemampuan awal ………. 193

Lampiran 14. Uji homogenitas data kemampuan awal ……… 207

Lampiran 15. Uji keseimbangan ……… 213

Lampiran 16. Data kemampuan verbal ……… 218

Lampiran 17. Data nilai prestasi belajar menurut model pembelajaran …….. 227

Lampiran 18. Data nilai prestasi belajar menurut kemampuan verbal ……… 230

Lampiran 19. Uji normalitas prestasi belajar menurut model pembelajaran .. 235

Lampiran 20. Uji normalitas prestasi belajar menurut kemampuan verbal…… 250

Lampiran 21. Uji homogenitas terhadap faktor model pembelajaran ………… 265

(15)

commit to user

xv

Lampiran 22. Uji homogenitas terhadap faktor kemampuan verbal………….. 270

Lampiran 23. Analisis data dengan anava dua jalan dengan sel tak sama ……277

Lampiran 24. Laporan hasil Ujian Nasional ……… 297

Lampiran 25. Pembagian kategori prestasi SMP/MTs Kota Surakarta ……. 299

Lampiran 26. Presentase penguasaan materi soal matematika Kota Surakarta pada UN 2010 ……… 303

Lampiran 27. Daftar tabel ……… 305

Lampiran 28. Foto-foto penelitian ……… 310

Lampiran 29. Surat keterangan ……… 317

(16)

commit to user

xvi

ABSTRAK

Joko Wahono. S851008031. Eksperimentasi Model Pembelajaran Student Teams-Achievement Division (STAD) dan STAD dengan Reciprocal Peer Tutoring Pada Materi Persamaan Garis Lurus Ditinjau Dari Kemampuan Verbal Siswa Kelas VIII SMP/MTs Kota Surakarta. Pembimbing I: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc, Ph.D. Pembimbing II: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Tesis:

Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara STAD dengan Reciprocal Peer Tutoring (RPT), STAD, dan konvensional, (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik antara siswa yang mempunyai kemampuan verbal tinggi, sedang, dan rendah, (3) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal tinggi model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar siswa lebih baik, (4) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal sedang model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar siswa lebih baik, (5) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal rendah, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar siswa lebih baik,

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 3 x 3. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP/MTs di Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Sampel pada penelitian sebanyak 317 siswa yang diambil menggunakan teknik stratified cluster random sampling.

Analisis data penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD dengan RPT lebih baik dibandingkan pada model pembelajaran STAD dan model pembelajaran konvensional, pada model pembelajaran STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional, (2) prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih rendah, (3) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal tinggi, penggunaan model pembelajaran STAD dengan RPT dan STAD menghasilkan prestasi belajar yang sama, model pembelajaran STAD dan konvensional menghasilkan prestasi belajar yang sama, tetapi model pembelajaran STAD dengan RPT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional, (4) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal sedang prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD dengan RPT lebih baik dibandingkan model pembelajaran STAD dan konvensional, pada model pembelajaran STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional, (5) pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal rendah model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD dan konvensional memberikan efek prestasi belajar yang sama.

Kata kunci : Student Teams-Achievement Division (STAD), Reciprocal Peer Tutoring (RPT), konvensional, kemampuan verbal.

(17)

commit to user

xvii

ABTRACT

Joko Wahono. S851008031. Experimentation of Student Teams-Achievement Division (STAD) Learning Model and STAD with Reciprocal Peer Tutoring in Line Equations viewed from Verbal Ability of Students in Grades VIII of SMP/MTs in Surakarta City. The First Supervision: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc, Ph.D. and Second Supervisor: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Thesis. Mathematics Education. Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. 2012.

This study aims to determine: (1) which learning model produces better learning achievement among STAD with Reciprocal Peer Tutoring (RPT), STAD, and conventional, (2) which has a better learning achievement between students who have high, medium, and low verbal ability, (3) which learning model produces better student achievement for the students who have high verbal ability, (4) which learning model produces better student achievement for the students who have medium verbal ability, (5) which learning model produces better student achievement for the students who have low verbal ability.

This study is a quasi-experimental study with a 3 x 3 factorial design. The population of this study is students of grade VIII of SMP / MTs in Surakarta City on academic year 2011/2012. The total sample of this study is 317 students, the sample was taken using stratified cluster random sampling technique. The analysis data uses analysis of variance two ways with different cells.

Based on data analysis, it can be concluded that: (1) mathematics achievement of students in STAD learning model with RPT is better than STAD and conventional learning model, STAD learning model is better than conventional learning models, (2) mathematics achievement of students who have high verbal ability is better than students who have low verbal ability, (3) the students who have high verbal ability, STAD and STAD with RPT give the same mathematics achievement, STAD and conventional give the same mathematics achievement, but STAD with RPT give better achievement than conventional learning model, (4) the students who have medium verbal ability, STAD with RPT gives better mathematics achievement than STAD and conventional learning model, also STAD learning model gives better achievement than conventional learning model, (5) the students who have low verbal ability, STAD with RPT, STAD, and conventional learning model give same mathematics achievement.

Keywords: Student Teams-Achievement Division (STAD), Reciprocal Peer Tutoring (RPT), conventional, verbal ability.

(18)

commit to user

xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya alam yang banyak dan melimpah pada suatu negara belum merupakan jaminan bahwa negara tersebut akan makmur, jika pendidikan sumber daya manusianya terabaikan. Suatu negara yang memiliki sumber daya alam yang banyak jika tidak ditangani oleh manusia yang berkualitas maka pada suatu saat akan mengalami kekecewaan.

Upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia merupakan tugas besar dan memerlukan waktu yang panjang. Untuk meningkatkan sumber daya manusia, tidak lain harus melalui proses pendidikan yang baik dan terarah. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk melakukan inovasi dalam dunia pendidikan, misalnya dengan memperkenalkan berbagai metode pembelajaran inovatif.

Pemerintah juga telah berupaya untuk melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran, misalnya dengan menyediakan buku-buku gratis melalui program BSE (buku sekolah elektronik). Peningkatan profesionalisme guru juga telah ditingkatkan, misalnya melalui program pelatihan-pelatihan dan pemberian beasiswa kepada guru-guru untuk melanjutkan pendidikan.

Pada kenyataannya mutu pendidikan kita saat ini masih rendah. Berbagai usaha tersebut tampaknya belum berhasil meningkatkan kemampuan siswa, khususnya kemampuan matematika. Menurut catatan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007, lembaga yang

(19)

commit to user

xix

mengukur dan membandingkan kemampuan matematika siswa-siswa antar negara, penguasaan matematika siswa grade 8 (setingkat SMP) negara Indonesia di peringkat ke-36 dari 48 negara. Rerata skor yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 397. Skor ini masih jauh di bawah rerata skor internasional yaitu 500. Selain itu, bila dibandingkan dengan tiga negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand, posisi peringkat kita jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat ke-3 dengan rerata skor 593, Malaysia berada pada peringkat ke- 20 dengan rerata skor 474, dan Thailand berada pada peringkat ke-29 dengan rerata skor 441 (http://nces.ed.gov/timss/results07_math07.asp.)

Hasil ujian nasional pun juga masih menunjukkan bahwa secara nasional banyak anak yang nilainya rendah pada mata pelajaran Matematika. Misalnya, pada Ujian Nasional tahun 2009/2010, untuk SMP/MTs, banyaknya siswa yang memperoleh nilai dibawah 4,25 pada mata pelajaran Matematika menunjukkan ada 0,62% dari 3.608.495 siswa seluruh peserta ujian , sedangkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia ada 0,57% dan pada mata pelajaran IPA ada 0,33%

(Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas).

Kenyataan banyaknya anak yang tidak menguasai matematika terjadi merata di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Kota Surakarta. Dilihat dari hasil Ujian Nasional tahun 2010 menunjukkan rerata nilai Matematika di Kota Surakarta sebesar 6,74 masih di bawah mata pelajaran yang lain, yaitu rerata nilai Bahasa Indonesia 8,01, dan rerata nilai IPA 7,34 (Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas).

(20)

commit to user

xx

Dilihat dari daya serap pokok bahasan yang diujikan, dalam Ujian Nasional tahun 2010, pokok bahasan yang paling rendah daya serapnya adalah pokok bahasan pada materi persamaan garis lurus, yaitu persentase penguasaan materi (daya serap) siswa pada rayon Kota Surakarta untuk soal paket A adalah 49,85%

dan untuk soal paket B adalah 36,89%. Pencapaian persentase daya serap Kota Surakarta masih rendah dibanding dengan persentase daya serap secara nasional, yaitu 68,84 % untuk soal paket A dan 68,35% untuk soal paket B (Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas).

Pendapat umum, salah satu penyebab rendahnya daya serap siswa pada materi persamaan garis lurus pada Ujian Nasional tahun 2010 adalah kurangnya pengertian siswa dalam memahami isi soal. Pada materi persamaan garis lurus banyak dijumpai simbol-simbol. Pemahaman siswa terhadap materi persamaan garis lurus dipengaruhi oleh kemampuan siswa memahami simbol-simbol tersebut dan kemampuan berkomunikasi dalam proses pembelajaran, baik dalam memahami isi materi pelajaran yang berbentuk tulisan, maupun memahami materi yang disampaikan secara lisan oleh orang lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar matematika siswa SMP/MTs Kota Surakarta adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pada pelajaran matematika. Pemahaman siswa terhadap materi pelajaran sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran di kelas. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat membantu siswa memahami materi yang dipelajari.

Selama ini model pembelajaran yang banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional, dimana kegiatan belajar mengajar didominasi

(21)

commit to user

xxi

oleh guru. Model pembelajaran konvensional hanya menitikberatkan peran aktif guru dan siswa kurang aktif. Di samping itu pembelajaran konvensional juga hanya menekankan pada kemampuan untuk mengingat atau menghafal. Hal ini dapat mengakibatkan pencapaian tujuan pembelajaran oleh para siswa tidak optimal. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa berpikir dan meningkatkan pemahaman pada pelajaran matematika adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai lima orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Ada beberapa jenis model pembelajaran kooperatif yang dapat menumbuh-kembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi serta mendorong siswa untuk berfikir dan terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Untuk itu perlu dipilih model pembelajaran yang dapat membuat siswa dapat saling berinteraksi, berani bertanya, dan dapat mendiskusikan masalah yang mereka hadapi. Dengan model pembelajaran yang menggunakan pengelompokan/tim kecil dan dapat mendorong siswa untuk berfikir dan terlibat langsung dalam pembelajaran ini diharapkan siswa dapat memahami materi pelajaran secara maksimal.

Model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan para ahli diantaranya:

a) Student Teams-Achievement Division (STAD), b) Teams-Games-Tournaments

(22)

commit to user

xxii

(TGT), c) Learning Together (LT), d) Jigsaw Technique (JT), e) Group Investigation Technique (GIT), f) Team Accelerated Intruction (TAI), dan g) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Salah satu yang memenuhi hal-hal yang diuraikan di atas adalah model pembelajaran STAD.

Dalam model pembelajaran STAD dibentuk tim yang terdiri dari empat sampai lima orang setiap timnya. Tim yang dibentuk digunakan siswa untuk saling berdiskusi, memecahkan masalah dan dipersiapkan untuk dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Pada model pembelajaran STAD peran guru dalam presentasi kelas masih berbentuk pengajaran langsung. Menurut peneliti, pengajaran langsung oleh guru ini belum membuat siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya secara maksimal. Peserta didik dalam memahami materi yang dipelajari sangat bergantung kepada peran aktif guru. Kegiatan presentasi guru yang berbentuk pengajaran langsung ini perlu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat lebih berperan aktif dalam mempelajari materi yang dihadapi. Dengan memodifikasi kegiatan presentasi guru dalam model pembelajaran STAD yang membuat peserta didik menjadi lebih aktif maka pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari dapat menjadi maksimal.

Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian materi berdasarkan kurikulum dari guru kepada peserta didik/siswa. Keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam membaca tulisan, menyampaikan pendapat, pertanyaan, dan kemampuan memahami keterangan yang disampaikan orang lain. Dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

(23)

commit to user

xxiii

kooperatif, keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat tergantung dari peran aktif peserta didik tersebut. Dalam kegiatan belajar mengajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk selalu aktif berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan teman-temannya. Kemampuan verbal siswa menjadi bekal dalam melakukan komunikasi. Untuk itu dalam pemilihan model pembelajaran guru perlu memperhatikan kemampuan verbal yang dimiliki peserta didik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam proses belajar mengajar matematika sehingga diperlukan model pembelajaran yang dapat mendorong siswa berpikir dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman matematika. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika disebabkan model pembelajaran yang digunakan guru belum mendorong siswa untuk berfikir dengan baik.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa SMP/MTs Kota Surakarta disebabkan oleh motivasi berprestasi mereka yang memang rendah, Oleh karena itu perlu diteliti apakah benar bahwa motivasi berprestasi siswa mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika memang benar bahwa motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa maka guru perlu berusaha meningkatkan motivasi berprestasi siswa agar mereka memperoleh

(24)

commit to user

xxiv

hasil yang maksimal. Dalam hal ini sekolah dapat membuat program peningkatan motivasi berprestasi.

3. Prestasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh gaya belajar siswa. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan gaya belajar siswa yang tidak sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Jika hal itu benar maka perlu peningkatan pemahaman siswa akan cara belajar yang sesuai untuk masing-masing materi pembelajaran.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar siswa diduga dipengaruhi oleh kemampuan verbal siswa. Kemampuan verbal siswa merupakan bekal berkomunikasi siswa dengan guru maupun siswa yang lain. Dalam konteks ini dapat diteliti apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa dengan kemampuan verbal yang berbeda.

B. Pemilihan Masalah

Adalah tidak mungkin melakukan penelitian dengan berbagai macam masalah penelitian pada waktu yang sama. Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti memilih masalah penelitian yang terkait dengan identifikasi masalah pertama dan keempat, yaitu terkait dengan model pembelajaran dan efektivitas model pembelajaran untuk berbagai karakteristik kemampuan verbal siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas tidak semuanya dilakukan penelitian.

Untuk dapat dilakukan penelitian dengan baik dilakukan pembatasan sebagai berikut :

(25)

commit to user

xxv

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran STAD dimodifikasi dengan Reciprocal Peer Tutoring (RPT), model pembelajaran STAD, dan model pembelajaran konvensional.

2. Karakteristik siswa yang dipilih dalam penelitian ini adalah kemampuan verbal siswa. Kemampuan verbal dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kemampuan verbal tinggi, sedang dan rendah.

3. Prestasi belajar matematika siswa yang dimaksud adalah hasil akhir belajar siswa pada materi persamaan garis lurus.

4. Kompetensi dasar yang diambil dalam penelitian ini adalah menentukan gradien dan persamaan garis lurus, serta menggambar grafiknya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi, pemilihan, dan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD dengan Reciprocal Peer Tutoring (RPT) lebih baik dibandingkan pada model pembelajaran STAD dan konvensional, dan apakah prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD lebih baik dibandingkan pada model pembelajaran konvensional?

2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih rendah?

(26)

commit to user

xxvi

3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal tinggi, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional?

4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal sedang, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional?

5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal rendah, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD dengan Reciprocal Peer Tutoring (RPT) lebih baik dibandingkan pada model pembelajaran STAD dan konvensional, dan apakah prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran STAD lebih baik dibandingkan pada model pembelajaran konvensional

2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal lebih rendah.

3. Untuk mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal tinggi, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional.

(27)

commit to user

xxvii

4. Untuk mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal sedang, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional.

5. Untuk mengetahui pada siswa yang mempunyai kemampuan verbal rendah, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran STAD dengan RPT, STAD, dan konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Memberi masukan pada guru atau calon guru matematika dalam menentukan

model pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar, sebagai alternatif untuk memberi variasi dalam pembelajaran.

2. Bahan pertimbangan dalam perbaikan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru matematika.

Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan serta tambahan referensi bagi guru matematika dan guru mata pelajaran lainnya guna memperluas wawasan pembelajarannya.

(28)

commit to user

xxviii

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap (Baharudin, 2010:11). Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pada waktu bayi, seorang bayi menguasai keterampilan-keterampilan yang sederhana, seperti memegang botol dan mengenal orang-orang di sekelilingnya. Ketika menginjak masa anak-anak dan remaja, sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan berinteraksi sosial dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, individu diharapkan telah mahir dengan tugas- tugas kerja tertentu dan keterampilan-keterampilan fungsional lainnya.

Secara filosofis, belajar menurut teori kontruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. (Baharudin, 2010:116).

Menurut Nurhadi dalam Baharudin (2010:116), dalam proses belajar di kelas, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan

(29)

commit to user

xxix

pengetahuan di benak mereka sendiri. Siswa harus menemukan dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”, bukan

“menerima” pengetahuan.

Belajar menurut teori konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal akan tetapi, proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman (Wina Sanjaya, 2010: 246). Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.

Pengetahuan hasil pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

Perkembangan konsep belajar konstruktivisme tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Menurut Piaget dalam Baharuddin (2010:117), manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak- kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Menurut Vygotsky dalam Baharudin (2010: 124) belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting.

Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Vigotsky mengemukakan bahwa pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif telah melahirkan konsep perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia ini berkaitan erat dengan perkembangan bahasanya. Karena bahasa merupakan kekuatan bagi perkembangan mental manusia.

(30)

commit to user

xxx

Pandangan konstruktivisme dikemukakan Martha Casas (2006) adalah

“Constructivism is an approach to teaching and learning that acknowledges that information can be conveyed but understanding is dependent upon the learner”.

Berdasarkan pendapat Martha Casas, konstruktivistik adalah suatu pendekatan pengajaran dan pelajaran adalah suatu informasi yang disampaikan tetapi pemahaman tergantung dan diserahkan kepada pelajar. Jerome Bruner menyatakan “constructivism maintains that learning is an active process in which learners construct new ideas or concepts based upon their current/past knowledge” (dalam Bob Ross : 1991). Menurut Jerome Bruner, konstruktivistik adalah suatu proses dimana siswa aktif membangun konsep atau gagasan baru berdasarkan pada pengetahuan masa lampau atau masa sekarang siswa.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses mengkonstruksi pengetahuan yang dihasilkan karena proses latihan, pengalaman atau ulangan-ulangan sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi bermakna.

2. Belajar Matematika

Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurrahman, 1999:

252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Russel mendefinisikan matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal itu tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecah, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari

(31)

commit to user

xxxi

penjumlahan dan perkalian ke deferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi (dalam Hamzah B. Uno, 2010: 108).

Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Abdullahi dalam Adesoji dan Ibraheem (2009) menyatakan “Although mathematics and science are taught as separate subjects in schools from instructional point of view, science activity in the classroom has mathematical implications as working mathematical problems has scientific imports”.

Dua puluh tahun lalu, NRC (National Research Council, 1989:1) dari Amerika Serikat telah menyatakan pentingnya matematika dengan pernyataan berikut: “Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci ke arah peluang-peluang. Masih menurut NRC, bagi seorang siswa keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karir yang cemerlang. Bagi para warganegara, matematika akan menunjang pengambilan keputusan yang tepat.

Bagi suatu negara, matematika akan menyiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi. Meskipun demikian, ada pengakuan tulus juga dari para pakar pendidikan matematika (NRC, 1989:3) bahwa sesungguhnya kemampuan membaca jauh lebih penting dan lebih mendasar dari matematika.

Mengingat bahwa siswa dan guru keduanya merupakan subyek dalam pembelajaran, maka pada pembelajaran matematika sekolah, hendaknya dapat dipilih dan digunakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan siswa secara aktif, baik mental, fisik maupun sosial (Winataputra, 1992: 97-98).

Keaktifan siswa itu tidak saja pada keterampilan mengerjakan soal sebagai

(32)

commit to user

xxxii

aplikasi dari konsep-konsep matematika yang telah dipelajarinya, melainkan perlu lebih mementingkan pemahaman pada proses terbentuknya konsep. Konsep- konsep matematika hendaknya tidak diajarkan langsung melalui definisi, tetapi melalui contoh-contoh yang relevan yang melibatkan konsep-konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa. Dengan kata lain, hendaknya guru dapat mengajar secara bermakna.

Pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) adalah pembelajaran yang lebih mengutamakan proses terbentuknya suatu konsep daripada menghafalkan konsep yang sudah jadi. Konsep-konsep dalam matematika tidak diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang relevan dengan melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa. Pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka (Ausubel dalam Suparno, 2001: 54), tidak hanya sekedar menghafal.

Dengan belajar bermakna, diharapkan siswa dapat memahami setiap kegiatan yang dilaksanaan. Siswa menyadari tentang mengapa, bagaimana, dan untuk apa ia melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar. Dengan begitu, akan timbul suasana pembelajaran yang harmonis, penuh gairah, riang gembira, komunikasi guru dengan siswa dan antar sesama siswa dapat berjalan lancar.

Dari berbagai pandangan dan pengertian di atas, pengertian belajar matematika adalah proses aktivitas untuk mengkonstruksi pengetahuan menjadi bermakna dalam pelajaran matematika.

(33)

commit to user

xxxiii

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Sesuai dengan pengertian bahwa belajar adalah suatu proses mengkonstruksi pengetahuan yang dihasilkan karena proses latihan, pengalaman atau ulangan-ulangan sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi bermakna.

Sampai dimana proses mengkonstruksi pengetahuan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan (Ngalim Purwanto, 2010:102), yaitu :

a. Faktor yang ada pada diri organism itu sendiri yang disebut faktor individual, antara lain : faktor kematangan/pertumbuhan, faktor kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

b. Faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial, antara lain : faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk pada rumusan operasional keberhasilan belajar (Pupuh Fathurrohman, 2007:113), maka belajar dikatakan berhasil apabila diikuti ciri-ciri :

a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok;

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok;

(34)

commit to user

xxxiv

c. Terjadinya proses pemahaman materi secara sekuensial (sequential) mengantarkan materi tahap berikutnya.

4. Prestasi Belajar Matematika

Proses belajar mengajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku dan pemahaman baru pada pihak siswa. Perubahan itu berupa kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Kemampuan ini merupakan hasil yang diperoleh dari belajar. Kemampuan ini akan ditunjukkan dalam bentuk prestasi atau hasil yang tampak.

Winkel (1991:3) mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dihasilkan siswa adalah perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap. Prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:

895). Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil usaha siswa yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa.

Perubahan tersebut mengakibatkan bertambahnya pengetahuan siswa.

Winkel (1991:319) menjelaskan bahwa prestasi belajar dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya :

a. mendapatkan informasi tentang masing-masing siswa sampai berapa jauh mereka telah mencapai tujuan-tujuan instruksional.

b. Mendapatkan informasi tentang suatu kelompok siswa sampai berapa jauh kelompok itu mencapai tujuan-tujuan instruksional.

c. Prestasi belajar siswa merupakan cerminan tingkat keberhasilan siswa dalam bahan pelajaran yang sudah dipelajarinya. Prestasi siswa dinyatakan dengan nilai yang tertera dalam rapor. Dengan mengetahui prestasi siswa, guru dapat

(35)

commit to user

xxxv

mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas apakah siswa tersebut termasuk kelompok anak pandai, sedang atau kurang.

Jadi prestasi belajar matematika adalah hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh nilai setelah mengikuti proses pembelajaran matematika.

5. Model Pembelajaran

Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009: 3), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Menurut Ahmad Sudrajat (2008) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (http://ahmadsudrajat.wordpres.com.).

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktifitas pembelajaran (Aunurrahman, 2009: 149).

Menurut Arends (dalam Hengki Danang Isnaeni, 2010: 16-17) istilah model pembelajaran mempunyai dua alasan penting, yaitu : (1) model berimplikasi pada sesuatu yang lebih luas dari pada strategi, metode atau struktur;

(2) model pembelajaran berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting di kelas atau praktek anak. Selanjutnya dijelaskan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya

(36)

commit to user

xxxvi

tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Dari beberapa pengertian tersebut maka model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

a. Model Pembelajaran Konvensional

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional.

Konvensional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 295) punya pengertian sama dengan tradisional. Dalam pembelajaran tradisional menurut Khoo EM adalah pembelajaran yang sangat bergantung pada pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengorganisir kegiatan maupun keterampilan guru dalam berkomunikasi. Kebanyakan komunikasi berlangsung satu arah dan memerlukan tingkatan persepsi dan imajinasi dari siswa (dalam Vadiraj U.V, 2010).

Menurut Philip R. Wallace (dalam Winastawan, 2010: 7), pendekatan pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak

(37)

commit to user

xxxvii

sebagai penerima. Ciri-ciri pendekatan pembelajaran konvensional menurut Philip R. Wallace adalah:

1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.

2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat kecil.

3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan siswa di saat ini.

4. Penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan.

Menurut Percipal dan Elington (dalam Suharto, 2009: 24-25) model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran dengan pendekatan berpusat pada guru (the teacher centered approach). Dalam pendekatan yang berpusat pada guru, hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa usaha untuk mencari dan menerapkan pendekatan belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap individu.

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hafalan.

(38)

commit to user

xxxviii

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Sugiyanto (2009:37) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar. Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa.

Johnson, Johnson & Smith dalam Lara (2007: 731) menyampaikan:

” it is well known that cooperative learning consists of the instructional use of small groups, in which student work together to maximize their own learning and that of others. This is one strategy that systematizes, through a series of instructional resources, the need for members of a group to work together, cooperating with each other on an assignment”.

Pembelajaran kooperatif terdiri dari penggunaan instruksional kelompok- kelompok kecil, di mana siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan orang lain. Ini adalah salah satu strategi yang sistematis, melalui serangkaian sumber-sumber pengajaran, kebutuhan bagi anggota kelompok untuk bekerja sama dengan satu sama lain pada sebuah tugas.

Johnson, Johnson and Holubec dalam E. Zakaria & Z. Iksan (2007 :36-37) menyampaikan lima unsur penting pada pembelajaran kooperatif, yaitu :

a. Positive interdependence: sukses seorang pelajar bergantung pada sukses pelajar lain.

b. Promotive interaction: individu mencapai peningkatan prestasi interaksi dengan tolong menolong, menukarkan sumber daya, menatang masing- masing member kesimpulan, menyediakan umpan balik, member harapan dan saling mengejar manfaat timbal balik.

(39)

commit to user

xxxix

c. Individual accountability: guru memberi penilaian atas usaha masing-masing siswa. Ini bisa dilakukan dengan memberi suatu test individu bagi masing- masing siswa dan secara acak memanggil siswa untuk menpresentasikan pekerjaan tim.

d. Interpersonal and small-group skills: para guru harus menyediakan kesempatan untuk anggota kelompok untuk mengetahui satu sama lain, menerima dan mendukung masing-masing siswa lain, mengkomunasikan dengan teliti, dan memecahkan perbedaan secara konstruktiv.

e. Group processing: para guru harus pula menyediakan kesempatan pada kelas untuk menilai kemajuan tim. Setiap kelompok memusatkaan proses kerjasama antar tim, memudahkan kerjasama dalam pelajaran dan memastikan anggota itu menerima umpan balik.

Pembelajaran yang bermutu (quality learning) menurut Biggs dan Collis dalam J. J. C. Teixeira-Dias (2005)dijelaskan sebagai berikut :

… the development of students’ intellectual and imaginative powers; their understanding and judgement; their problem-solving skills; their ability to communicate; their ability to see relationships within what they have learned and to perceive their field of study in a broader perspective, to stimulate an enquiring, analytical and creative approach; encouraging independent judgement and critical self-awareness.

Menurut Biggs dan Collis pembelajaran yang bermutu adalah pembelajaran yang dapat mengembangkan kekuatan siswa dalam imajinasi dan intelektualnya, pemahaman dan memutuskan untuk menyelesaikan masalah mereka dengan kemampuan berkomunikasi. Mampu melihat hubungan didalam apa yang mereka pelajari, menghubungkan yang dipelajari dengan hal yang luas, merangsang

(40)

commit to user

xl

perasaan dengan pendekatan kreatif dan analitis serta memberi harapan untuk menyelesaikan sendiri dan kesadaran yang kritis.

Elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Lie (2004: 27) adalah (1) saling ketergantungan positif ; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individu;

(4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

a) Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.

Saling ketergantungan dapat dicapai melalui : (a) saling ketergantungan mencapai tujuan (b) saling ketergantungan menyelesaikan tugas (c) saling ketergantungan bahan atau sumber (d) saling ketergantungan peran (e) saling ketergantungan hadiah.

b) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru.

Interaksi semacam ini sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.

c) Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individu. Hasil penilaian secara individual selanjutnya

(41)

commit to user

xli

disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui semua anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa saja yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata- rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasrkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.

d) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan megkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.

Sekarang ada banyak tersedia metode dan struktur pembelajaran kooperatif.

Menurut Johnson & Johnson dalam Kemal Doymus dkk ( 2009) model pembelajaran yang dapat digolongkan ke dalam model pembelajaran kooperatif diantaranya : a) Student Teams- Achievement Division (STAD), b) Teams-Games- Tournaments (TGT), c) Learning Together (LT), d) Jigsaw Technique (JT), e) Group Investigation Technique (GIT), f) Team Accelerated Intruction (TAI), dan g) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).

(42)

commit to user

xlii

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional

Langkah-langkah pada model pembelajaran konvensional yang dilakukan guru adalah tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran (dalam Abdul Majid, 2008 : 104-105) meliputi:

a. Kegiatan awal

Kegiatan pendahuluan dimaksudkan memberikan motivasi kepada siswa, memusatkan perhatian, mengetahui apa yang telah dikuasai siswa berkaitan dengan bahan yang akan dipelajari, dan penyampaian tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

Kegiatan ini mencakup: 1) penyampaian materi/bahan ajar dengan menggunakan pendekatan dan metode, sarana dan media yang sesuai dengan yang direncanakan guru; 2) memberikan bimbingan bagi pemahaman siswa; 3) melakukan pemeriksaan/pengecekan tentang pemahaman siswa.

c. Penutup

Kegiatan penutup ini adalah kegiatan yang memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan bahan kajian yang diberikan pada kegiatan inti. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan atau bersama-sama dengan siswa. Kegiatan tindak lanjut diberikan dengan beberapa alternatif kegiatan diantaranya memberikan tugas atau latihan-latihan, menugaskan mempelajari materi pelajaran tertentu, dan memberikan motivasi/bimbingan belajar. Mengakhiri proses pembelajaran dengan memberi tahu materi pokok yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

(43)

commit to user

xliii

7. Model Pembelajaran STAD

Student Teams-Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran dan dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan kooperatif. Menurut Slavin (2010:143), STAD terdiri atas lima komponen utama-presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.

1) Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar- benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setiap tim harus terdiri dari seorang siswa berprestasi tinggi seorang siswa berprestasi rendah dan dua lainnya berprestasi sedang. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk

(44)

commit to user

xliv

mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan timpun harus melakukan yang terbaik untuk membantu anggota timnya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.

Langkah-langkah untuk membagi siswa ke dalam tim (Slavin, 2010: 149) adalah sebagai berikut:

(1) memfotokopi lembar rangkuman tim;

(2) susun peringkat siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah;

(3) tentukan berdasarkan jumlah tim, tiap tim terdiri empat sampai lima orang;

(4) bagikan siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya supaya tiap tim terdiri atas level yang kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang dan tinggi;

(5) isilah lembar rangkuman tim dengan nama-nama siswa dari tiap tim dalam lembar rangkuman tim.

Contoh pembagian siswa ke dalam tim seperti pada Tabel 2.1.

(45)

commit to user

xlv

Tabel 2.1 Peringkat dan Pembagian Tim

Kategori prestasi siswa peringkat Nama Tim

Siswa berprestasi tinggi

1 A

2 B

3 C

4 D

5 E

6 F

7 G

8 H

Siswa berprestasi sedang

9 H

10 G

11 F

12 E

13 D

14 C

15 B

16 A

17 A

18 B

19 C

20 D

21 E

22 F

23 G

24 H

Siswa berprestasi rendah

25 H

26 G

27 F

28 E

29 D

30 C

31 B

32 A

(46)

commit to user

xlvi

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

4) Skor kemajuan individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata- rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

Langkah-langkah penentuan nilai penghargaan kepada kelompok menurut Widyantini (2008: 8) dijelaskan sebagai berikut :

a) menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya;

b) menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis terkini;

(47)

commit to user

xlvii

c) menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini.

Tabel 2.2 Penentuan Skor Kemajuan

Kriteria Nilai Peningkatan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal

5

Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal

10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal

20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30

Kriteria untuk menentukan status kelompok menurut Muslimin (dalam Widyantini, 2008: 8) :

(1) Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15);

(2) Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih dari atau sama dengan 15 dan kurang dari 20;

(3) Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih dari atau sama dengan 20 dan kurang dari 25;

(4) Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih dari atau sama dengan 25.

(48)

commit to user

xlviii

5) Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Semua tim dapat meraih penghargaan, dan tim bukannya berkompetisi antara satu sama lain.

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif STAD yang dilakukan oleh guru adalah :

a) Kegiatan pendahuluan

(1) Guru mengomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa.

(2) Guru memotivasi siswa dan menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh (pembelajaran kooperatif tipe STAD).

(3) Dengan tanya jawab guru mengecek kemampuan prasyarat siswa b) Kegiatan inti

(1) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab.

(2) Guru mengatur pengelompokan siswa dimana setiap kelompok terdiri dari 4 sampai dengan 5 siswa yang kemampuan akademiknya terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah untuk berkumpul dalam satu kelompok.

(3) Guru membagikan bahan-bahan diskusi kelompok berupa lembar kerja siswa (LKS) sebanyak maksimal 2 (dua) set pada setiap kelompok untuk dikerjakan dengan cara berdiskusi bersama-sama, dan saling bantu- membantu antar anggota lain dalam kelompoknya, sedangkan guru memotivasi, memfasilitasi kerja siswa, membantu siswa yang mengalami

(49)

commit to user

xlix

kesulitan, dan mengamati kerjasama tiap anggota dalam kelompok belajar.

(4) Buat siswa yang mengalami masalah untuk bertanya pada temannya sebelum bertanya kepada guru.

(5) Siswa mengumpulkan 1 (satu) set LKS kepada guru.

(6) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.

(7) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui nilai penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan individual dari nilai dasar ke nilai berikutnya setelah mereka melalui kegiatan kelompok.

c) Kegiatan penutup

(1) Guru merangkum materi pembelajaran dan memberikan refleksi dengan cara menunjuk siswa secara acak untuk mengomunikasikan pengalamannya selama diskusi kelompok dan selama menyelesaikan kuis secara individual.

(2) Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa.

8. Reciprocal Peer Tutoring

Peer tutoring atau tutor sebaya merupakan metode pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dari gagasan di mana pengetahuan diperoleh dari aktivitas sosial (De Lisi & Golbeck dalam Thurston, 2009). Dalam model ini siswa yang kurang mampu dibantu belajar oleh teman-teman sendiri yang lebih mampu dalam satu kelompok. Bentuknya adalah satu tutor membimbing satu teman, atau satu tutor membimbing beberapa teman dalam kelompok. Dari beberapa banyak pengalaman model peer tutoring lebih jalan daripada tutor oleh gurunya karena situasi siswa dengan tutornya lebih dekat, sedangkan dengan guru

(50)

commit to user

l

agak jauh. Cara pikir teman dan cara penjelasan teman biasanya lebih mudah ditangkap dan tidak menakutkan.

Menurut Topping dalam David Duran (2010) mendefinisikan peer tutoring adalah “the acquisition of knowledge and skill through active help and support among status equals or matched companions”. Peer tutoring adalah pengadaan pengetahuan dan keterampilan dengan bantuan aktif dari teman sebaya. Vigotsky menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan disekitarnya, baik dengan teman sebaya, orang dewasa, atau orang lain dalam lingkungannya (dalam Baharuddin , 2010: 132).

Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian materi yang akan disampaikan berdasarkan kurikulum dari guru melalui model atau metode yang ada kepada peserta didik atau siswa.

Menurut Slavin (2010: 67) reciprocal peer tutoring ( RPT ) atau saling mengajar teman adalah metode berpasangan terstruktur yang memasukan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual. Fantuzzo, King & Helle (1992) mengadakan sebuah analisis terhadap komponen dari reciprocal peer tutoring (RPT). Mereka memperbandingkan empat kondisi di mana para siswa bekerja berpasangan untuk belajar matematika. Kondisi yang pertama, siswa dihargai dengan kesempatan- kesempatan untuk melakukan kegiatan khusus yang mereka pilih sendiri apabila jumlah skor kuis harian keduanya melampaui kriteria. Dalam kondisi lainnya, siswa diajarkan sebuah metode terstruktur mengenai saling mengajar, memperbaiki kesalahan, dan berganti peran sebagai pengajar- yang-diajar. Kondisi ketiga melibatkan kombinasi dari penghargaan dan terstruktur, dan yang keempat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar mengalami kenaikan pada semua kelompok setelah intervensi dan kenaikan terbesar terjadi pada kelompok anemia yang diberikan beras fortifikasi..

Strategi Sentra Batik Plalangan, Sleman Yogyakarta untuk dikembangkan menjadi salah satu objek desa wisata di Yogyakarta.Masyarakat di dusun plalangan berupaya

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang merupakan tugas

Banyak yang berpendapat bahwa keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik yang terjadi di wilayah Kosovo sebenarnya dikarenakan adanya kepentingan ekonomi dari

Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah harus

, berada di kuadran kedua, berapa nilai sin

Dari hasil penelitian tentang kemampuan guru menerapkan keterampilan bertanya pada pembelajaran PKn Kelas IV SDN 115/X Pandan Jaya, Tanjung Jabung Timur dapat ditarik

Berjihad di jalan Allah dan menjadi orang yang sabar adalah di antara amal yang dapat mengantarkan pelakunya masuk surga. Harapan mati syahid harus dibuktikan dalam