• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN DOSEN TERHADAP GAYA PAKAIAN KULIAH MAHASISWA FISIP UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMAKNAAN DOSEN TERHADAP GAYA PAKAIAN KULIAH MAHASISWA FISIP UNS"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN DOSEN TERHADAP GAYA PAKAIAN KULIAH MAHASISWA FISIP UNS

Disusun Oleh : DESTA ARIYANI ASTUTI

D 0306029

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pembimbing

Dr. Mahendra Wijaya, MS

(3)

commit to user

PENGESAHAN

Telah Disetujui dan Diujikan Oleh Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Hari :

Tanggal :

Penguji :

Ketua

1. Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si

NIP. 19660112 199003 1 002 (………..………..)

Sekretaris

2. Siti Zunariyah, S.Sos, M.Si

NIP. 19770719 200801 2 016 (………...)

Penguji

3. Dr. Mahendra Wijaya, MS

NIP. 19600723 198702 1 001 (………)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan

(4)

commit to user

MOTTO

J “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan

permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka

hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah

mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”

(QS. Al Baqarah: 186)

J You have to endure caterpillars if you want to see butterflies. (Anda harus

tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat kupu-kupu). (Antoine De

Saint)

J Mensyukuri sekecil apapun anugerah, dan menghadapi setiap kesulitan

dengan ikhlas adalah kunci ketenangan hati. (Desta Ariyani Astuti)

J Menunda pekerjaan dan membuang-buang waktu sama saja menunda

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan diri, kupersembahkan Skripsi ini kepada :

J Ibuku, Ayahku tercinta yang sangat luar biasa atas doa, semangat, dan

kasih sayangnya selalu kepada penulis.

J Adikku sayang ”Dhina” atas doa dan semangatnya.

J ”Masku”, atas semangat, doa, dan kasih sayang.

J Sahabat-sahabatku tersayang dan terbaik Dila, Putri, Liedha yang selalu

memberikan semangat dan motivasi.

J Richa, Lya, dan Ulunc atas kebersamaan serta keceriaan kita saat-saat di

Luftanza

(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Pemaknaan Dosen Terhadap Gaya Pakain Kuliah Mahasiswa FISIP

UNS”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat bapak Dr.

Mahendra Wijaya, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar

memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Dalam

kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si selaku Pembimbing Akademik

yang telah memberikan pengarahan bagi penulis selama belajar di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

4. Seluruh dosen pengajar yang telah begitu banyak membekali ilmu

(7)

commit to user

5. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Seluruh informan beserta semua pihak yang telah membantu dalam

menyusun skripsi ini.

7. Ibuku, Ayahku tercinta yang sangat luar biasa, atas doa, semangat,

dan kasih sayangnya selalu kepada penulis.

8. Adikku “Dhina” atas motivasi kepada penulis.

9. Masku, atas doa, semangat, dukungan, dan perhatian yang luar

biasa

10.Sahabatku tersayang Dila, Putri, Liedha yang selalu ada disetiap

suasana serta semangat yang diberikan bagi penulis.

11.Teman seperjuanganku Novita, Pakde Yanto, atas semangatnya

12.Keluarga besar Sosiologi angkatan 2006 yang tidak mungkin

penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaanya

selama ini.

Akhirnya semoga Allah SWT membalas budi baik dan amal mereka yang

tiada tara dan anugerah yang berlipat ganda atas jasa yang tiada ternilai harganya.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Namun, besar harapan

penulis semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Agustus 2010

(8)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR MATRIK ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Landasan Teori ... 7

2. Gaya Hidup (Life Style) dan Fashion ... 11

3. Etika Berpakaian ... 19

(9)

commit to user

G. Definisi Konsep... 25

H. Metodologi Penelitian ... 27

1. Jenis Penelitian ... 27

2. Lokasi Penelitian ... 27

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

5. Validitas Data ... 34

6. Teknik Analisa Data... 36

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI DAN TATA TERTIB BERPAKAIAN MAHASISWA FISIP UNS ... 37

A. Sejarah Perkembangan Universitas Sebelas Maret ... 37

B. Visi, Misi, dan Tujuan Universitas Sebelas Maret... 40

C. Sejarah Perkembangan FISIP UNS... 42

D. Visi.Misi, dan Tujuan FISIP UNS ... 44

E. Tujuan Strategis ... 48

F. Susunan Organisasi FISIP UNS ... 49

G. Tata Tertib Berpakaian di FISIP UNS ... 61

H. Fasilitas Tata Tertib Berpakaian Mahasiswa FISIP UNS ... 68

I. Petugas Penegak Tata Tertib Berpakaian mahasiswa FISIP UNS ... 69

BAB III PEMAKNAAN DOSEN TERHADAP GAYA PAKAIAN KULIAH MAHASISWA FISIP UNS ... 72

(10)

commit to user

B. Pemahaman terhadap Tata Tertib Berpakaian yang berlaku di

FISIP UNS ... 78

C. Kepatuhan Mahasiswa terhadap Tata Tertib Berpakaian yang Berlaku di FISIP UNS... 91

D. Gaya Pakaian Kuliah Mahasiswa FISIP UNS dan Etika Berpakaian ... 91

E. Pemaknaan Dosen Terhadap Gaya Pakaian Kuliah Mahasiswa FISIP UNS ... 97

F. Petugas Penegak Tata Tertib Berpakaian Mahasiswa FISIP UNS ... 110

G. Fasilitas Penegak Tata Tertib Berpakaian Mahasiswa FISIP UNS ... 118

H. Sanksi bagi mahasiswa yang tidak mengindahkan Tata tertib berpakaian di FISIP UNS ... 127

BAB IV PEMBAHASAN ... 134

A. Etika Berpakaian Mahasiswa ... 134

B. Gaya Pakaian Kuliah Mahasiswa FISIP UNS ... 139

C. Pemaknaan Dosen terhadap Gaya Pakaian Kuliah Mahasiswa FISIP UNS ... 146

D. Ketertiban Mahasiswa FISIP UNS dalam berpakaian ... 149

(11)

commit to user

BAB V PENUTUP... 166

A. Kesimpulan ... 166

B. Implikasi... 167

1. Implikasi Teoritis ... 167

2. Implikasi Metodologis ... 170

C. Saran ... 172

1. Saran untuk Mahasiswa ... 172

2. Saran untuk Dosen ... 173

3. Saran untuk Pegawai Pelaksana Administrasi ... 173

4. Saran untuk Pelaksana Akademik (Jurusan) ... 174

5. Saran untuk Pimpinan Fakultas... 174

DAFTAR PUSTAKA ... 176

(12)

commit to user

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Berpikir ... 25

Bagan 2. Triangulasi Data ... 34

Bagan 3. Model Analisis Interaktif ... 36

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jurusan dan Program Studi di FISIP UNS ... 51

Tabel 2. Jumlah Dosen FISIP UNS berdasarkan Jurusan Tahun 2009 ... 54

Tabel 3. Jumlah Pegawai Administrasi FISIP UNS ... 57

Tabel 4. Data Mahasiswa FISIP UNS tahun 2005-2009 ... 60

Tabel 5. Fasilitas Penunjang Tata Tertib Berpakaian ... 69

(14)

commit to user

DAFTAR MATRIK

Matrik 1. Pemahaman Informan terhadap Tata Tertib Berpakaian

di FISIP UNS ... 82

Matrik 2. Penilaian Dosen terhadap derajat kepatuhan mahasiswa

terhadap tata tertib berpakaian ... 87

Matrik 3. Pelanggaran Mahasiswa FISIP UNS terhadap

tata tertib berpakaian ... 90

Matrik 4. Kesesuaian gaya pakaian kuliah mahasiswa

FISIP UNS dengan etika ... 94

Matrik 5. Sikap dosen terhadap mahasiswa yang gaya pakaiannya

tidak sesuai dengan etika di kampus ... 101

Matrik 6. Gaya pakaian yang diinginkan mahasiswa ... 107

Matrik 7. Gaya pakaian kuliah mahasiswa yang diharapkan dosen 109

Matrik 8. Petugas penegak tata tertib berpakaian FISIP UNS ... 113

Matrik 9. Efektifitas fasilitas tata tertib berpakaian mahasiswa .... 122

Matrik 10. Cara meningkatkan efektifitas fasilitas tata tertib

Berpakaian mahasiswa FISIP UNS... 126

Matrik 11.Sanksi pelanggaran tertib berpakaian kepada

(15)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peringatan tertib berpakaian di loby gedung 1.... ... 63

Gambar 2. Peringatan di pintu masuk ruang TU ... 63

Gambar 3. Peringatan di pintu ruang dekanat ... 64

Gambar 4. Peringatan di pintu ruang jurusan Sosiologi ... 64

Gambar 5. Peringatan di papan pengumuman Ilmu Komunikasi .. 65

Gambar 6. Mahasiswa memakai sandal ... 66

Gambar 7. Mahasiswa memakai sandal ... 66

Gambar 8. Mahasiswa memakai kaos oblong ... 67

Gambar 9. mahasiswa memakai kaos oblong ... 67

Gambar 10. Peringatan tertib berpakaian di loby gedung 1.... ... 80

Gambar 11. Peringatan di pintu masuk ruang TU ... 81

Gambar 12. Peringatan di pintu ruang dekanat ... 81

Gambar 13. Peringatan di pintu ruang jurusan Sosiologi ... 81

Gambar 14. Peringatan di papan pengumuman Ilmu Komunikasi 82

Gambar 15. Mahasiswa memakai kaos oblong ... 96

Gambar 16. Mahasiswa memakai sandal ... 96

(16)

commit to user

ABSTRAK

DESTA ARIYANI ASTUTI, 2010, D0306029. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. PEMAKNAAN DOSEN TERHADAP GAYA PAKAIAN KULIAH MAHASISWA FISIP UNS

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mmengetahui pamaknaan dosen terhadap gaya pakaian kuliah dan tindakan dosen sebagai dampak dari pemaknaan terhadap gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menggali data-data dari lapangan, yaitu melalui teknik wawancara mendalam, dan observasi langsung. Data primer diperoleh dari hasil wawancara. Untuk menguji validitas data digunakan triangulasi data yaitu merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu seperti dokumentasi gambar. Triangulasi mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti. Pengambilan sampel penelitian ini adalah melalui purposive sampling yaitu pemilihan sampel secara sengaja dengan maksud menemukan apa yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sebagai respondennya adalah 7 orang mahasiswa, 4 orang dosen, 4 orang pimpinan dan unsur akademik (jurusan), dan 3 orang pegawai pelaksana administrasi FISIP UNS.

Dari serangkaian data di lapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian mahasiswa tidak begitu memahami bagaimana etika berpakaian yang

berlaku di kampus FISIP UNS yakni Surat keputusan Rektor No.

487A/J27/KM/2005 dalam Tata Tertib Kehidupan Mahasiswa sub F dijelaskan pula tentang tata tertib busana dan etika kesopanan yang berlaku dalam masyarakat yang menganut adat ketimuran. Dosen dan mahasiswa sendiri menilai bahwa mahasiswa sebagian besar belum mematuhi etika berpakaian yang berlaku di FISIP UNS. Faktor penyebab mahasiswa tidak mengikuti etika berpakaian dikarenakan mahasiswa mengikuti tren berpakaian, ingin santai, tidak ingin dianggap ketinggalan jaman, dan rendahnya minat membaca aturan yang sudah dipasang di berbagai tempat di FISIP UNS.

Gaya pakaian kuliah yang diharapkan dosen dan mahasiswa adalah kemeja, kaos berkerah, pakaian yang tidak terlampau ketat atau terbuka, celana rapi dan bersih, serta memakai sepatu. Mahasiswa boleh mengikuti tren pakaian yang sedang marak asalkan sopan dan rapi sesuai etika yang berlaku di kampus. Pakaian kuliah merupakan cerminan dan ekspresi pribadi mahasiswa. Namun sebagai masyarakat terdidik mahasiswa hendaknya mencitrakan dirinya sebagai mahasiswa yang santun melalui pakaian kuliahnya.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bekal bagi seseorang yang tidak ternilai harganya. Seseorang akan lebih bermartabat, bernilai, dihargai, dan dihormati karena pendidikan. Perguruan tinggi merupakan institusi yang melahirkan banyak ahli, profesional, dan tenaga terlatih sesuai bidangnya. Perguruan tinggi selain memberi pengetahuan akademis dan keterampilan, juga membangun jiwa sosial dan jaringan pertemanan, menjadi sarana mengembangkan diri dan kreativitas seseorang. Perguruan tinggi juga membantu menggembleng dan memperkuat mental, fisik, disiplin, dan rasa tanggung jawab, juga membentuk jiwa spiritual seseorang.

Sebagai pencetak akademisi, perguruan tinggi juga menanamkan nilai-nilai dan norma yang mengandung moral dan etika. Dalam etika dan moral terdapat tanggung jawab, nilai dan norma, hak dan kewajiban, serta terbentuknya manusia yang baik yang diterima lingkungan sosialnya. Di dalam perguruan tinggi etika dan moral diajarkan melalui mata kuliah secara langsung, melalui peraturan kampus, maupun secara tidak langsung melalui sosialisasi dan interaksi antar sivitas akademika.

(18)

mahasiswanya akan menanamkan etika dan moral yang diajarkan di bangku kuliah. Apalagi saat ini, orang lebih tertarik pada kekebasan daripada keterikatan. Mahasiswa lebih bebas melanggar peraturan, bebas bertindak dan bersikap seperti apa yang diinginkan. Padahal sesungguhnya mahasiswa yang mengindahkan peraturan akan merasa lebih nyaman dan mudah melakukan urusan yang berkaitan dengan birokrasi kampus. Lebih penting lagi, mahasiswa yang mematuhi peraturan kampus secara tidak langsung membentuk kepribadian pada masa depannya

Perubahan yang nampak saat ini dan mempengaruhi sikap mahasiswa adalah perubahan gaya hidup maupun tata perilaku. Mereka lebih memikirkan diri sendiri bila dibanding lingkungan sekitarnya. Makin tinggi pendidikan seseorang, akan diikuti makin baiknya sikap dan perilaku orang tersebut. Pernyataan tersebut akan menjadi suatu kenyataan, jika dalam proses perkuliahan ada suatu perlakuan yang mengarah pada sikap dan perilaku yang baik. Banyak mahasiswa masih bersikap, berpakaian, bertutur kata, dan berperilaku yang kurang menunjukkan figur seorang mahasiswa.

(19)

mahasiswa memakai pakaian yang santai. Mahasiswa yang berpakaian santai dianggap tidak sopan, bahkan tidak beretika.

Ukuran sopan-tidak sopan, pantas-tidak pantas memang relatif bagi tiap individu. Selama norma di kampus mengatakan bahwa memakai kaos oblong, sandal , busana serba terbuka, celana jeans yang ketat atau disebut celana pensil sedangkan mahasiswi memakai rok mini dan pakaian ketat atau pakaian sedikit terbuka adalah perilaku yang tidak sopan, maka siapapun tidak dibenarkan menggunakannya di area kampus. Karena area kampus dan proses perkuliahan mempunyai norma yang harus ditaati semua unsurnya sebagai acuan dalam berperilaku di kampus.

Persis seperti semboyan kaos oblong Dagadu ” Smart and Smile “, kaos oblong mengajarkan bagaimana hidup modern harus dijalani: berpenampilan cerdas, ringkas, tangkas, sekaligus santai. Hidup dengan segala tetek-bengeknya yang rumit ternyata tidak harus dijalani dengan rumit pula, melainkan bisa dijalani dengan “seperlunya dan santai”. Dalam perspektif ini, papan pengumuman di kampus-kampus yang berbunyi “Dilarang memakai kaos dan sandal” adalah warisan dari kehidupan masa lalu yang “serius” dan sebentuk “pendisiplinan gaya”, yang tidak lagi cocok dengan semangat smart

and smile. Karena itu mahasiswa tetap saja berkaos oblong di kampus,

(20)

harus berpenampilan, salah satunya ditentukan oleh resepsi mereka terhadap media massa, yang juga mengajarkan smart and smile (misalnya semboyan iklan telepon genggam Nokia seri 3210, “Begitu kecil, begitu cerdas”). Jadi hidup modern dijalani dengan semangat mengisi waktu senggang. Inilah yang disebut estetikasi kehidupan sehari-hari yang mencirikan kehidupan modern (di mana “yang etis” bergeser menjadi “yang estetis”). Semangat kehidupan modern sebenarnya adalah semangat kaos oblong. (http://kunci.or.id/articles/menjadi-modern-dengan-kaos-oleh-antariksa/)

Petikan artikel diatas merupakan salah satu contoh betapa banyak fenomena mahasiswa yang berkuasa atas penampilannya tanpa mengindahkan norma yang ada. Hal ini menimbulkan pandangan negatif masyarakat luas. Orang berpendidikan harusnya berpenampilan rapi dan sopan. Mahasiswa yang berpakaian santai dan tidak sopan tidak mencerminkan bahwa mereka adalah orang yang berpendidikan.

(21)

Mahasiswa FISIP UNS juga senantiasa mengikuti perubahan termasuk perubahan trend fashion. Mahasiswa tidak akan dianggap ketinggalan jaman jika berpakaian sesuai dengan tren yang sedang marak. Cara berpakaian mahasiswa saat kuliah belum tentu mengindahkan norma yang ada. Hal ini jelas melanggar Surat Keputusan Rektor No. 487A/J27/KM/2005 tentang Tata Tertib Kehidupan Mahasiswa di Universitas Sebelas Maret mengenai kewajiban mahasiswa salah satunya yakni berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku di universitas.

Pemaknaan dosen FISIP UNS mengenai gaya pakaian kuliah mahasiswa mungkin akan sangat beragam. Banyak hal yang mempengaruhi dosen FISIP UNS mengenai gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP UNS mungkin beragam. Bagaimana dosen FISIP UNS menyikapi gaya pakaian kuliah mahasiswa, dapat ditarik persepsi untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.

B. Rumusan Masalah

(22)

Mahasiswa sub F mengenai kewajiban mahasiswa salah satunya yakni berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku di universitas.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka muncul rumusan masalah yang harus dipecahkan. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut.

1. “Bagaimana pamaknaan dosen terhadap gaya pakaian kuliah mahasiswa?” 2. “Bagaimana tindakan dosen kepada mahasiswa sebagai dampak

pemaknaan terhadap gaya pakaian kuliah mahasiswa?”

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pamaknaan dosen terhadap gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Mengetahui pemaknaan mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta mengenai gaya pakaian saat kuliah.

(23)

D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memaparkan fenomena gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak terkait untuk mengambil kebijakan berkaitan dengan permasalahan etika berpakaian di kalangan mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Tinjauan Pustaka 1. Landasan Teori

Paradigma yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma Definisi Sosial dimana menempatkan Weber sebagai exemplar, terutama analisa Weber tentang tindakan. Dalam definisi sosial terkandung dua konsep dasar. Pertama konsep Tindakan sosial (social

action) dan yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman (interpretative

understanding).

(24)

menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana mereka alami. (Ritzer, 2002: 38)

Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat pula tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dan situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan secara sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Ritzer, 2002: 38).

Weber (dalam Bachtiar, 2006: 268) setuju sosiologi berurusan dengan persoalan makna, akan tetapi dia tidak setuju bahwa sosiologi tidak memerlukan prosedur ilmiah. Sosiologi berkepentingan dengan aksi hanya sebatas aksi tersebut mengandung/memiliki makna-makna. Beberapa makna dapat berbentuk dua tipe yaitu : (1) makna yang sebenarnya ada dalam kasus konkrit, atau (2) tipe murni yang dibentuk secara teoritis dan dikenal dengan pelaku-pelaku hipotesis. Makna tidaklah harus merujuk pada sesuatu yang benar secara objektif atau suatu kebenaran dalam arti metafisik. Makna itu merupakan suatu yang disandarkan oleh pelaku di dalam situasi-situasi dan tidaklah makna situasi itu harus menurut seorang ilmuwan atau seorang metafisika.

(25)

fakta bahwa perilaku bermakna samar dalam bentuk-bentuk yang tidak bermakna. Banyak perilaku tradisional begitu biasa seakan-akan hampir tidak bermakna. Kedua, makna adalah yang lebih penting, karena pentingnya hakikat kausal dari makna: sejauh mana makna jadi kausa perilaku. Tidak bermakna itu bukan berarti identik dengan menjadi tidak adanya kehidupan atau tidak manusiawi (Bachtiar, 2006: 269).

Kajian mengenai perilaku manusia menunjukkan bahwa makna hanyalah salah satu dari elemen kausa aksi. Untuk beberapa perilaku makna merupakan cerminan akan tetapi perilaku yang lainnya makna hanyalah muncul sisi yang terbaliknya saja. Terkadang pembatasan elemen bermakna dari suatu perilaku merupakan hal yang sulit. Motif yang disadari boleh jadi tersembunyi, bahkan dari pelakunya itu sendiri motif sebenarnya yang melandasi dorongan aksinya. Banyaak situasi akan tetapi sering harus dipahami atau ditafsirkan dengan sangat berbeda menurut makna yang dikandungnya (Bachtiar, 2006: 270)

Verstehen merupakan upaya untuk memahami suatu tindakan sosial.

Verstehen (pemahaman subjektif) adalah aspek pemikiran Weber yang

(26)

subjektif dalam tindakan-tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu (Johnson, 1986: 216).

Selanjutnya Johnsons (1986: 220) menerangkan bahwa rasionalitas merupakan konsep dasar bagi Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan yang nonrasional. Tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan.

(27)

emosi actor; (4) Tindakan Tradisional. Ditentukan oleh cara ber-tindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan. Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial ini yang merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan di dalam kenyataan. Namun biar bagaimana pun, untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.

2. Gaya hidup (Life Style) dan Fashion

Dalam abad gaya hidup, penampilan diri itu justru mengalami estetisasi, “estetisasi kehidupan sehari-hari.” Dan, bahkan tubuh/diri

(body/self) pun justru mengalami estetisasi tubuh. Tubuh/diri dan

(28)

Mode lahir dari keinginan seseorang untuk menghias dirinya agar dapat memiliki daya tarik seksual yang lebih mendekat. Mode hanya penting di dalam masyarakat yang bersistem kelas sosial. Pada masyarakat homogen yang tidak terdeferensiasi, tidak terdapat perbedaan mode karena semua orang berdandan dan berperilaku hampir sama. Pada masyarakat yang berstrata tegak perhatian atas mode tidak diperlukan karena perbedaan telah ditentukan secara ketat. Mode hanyalah penting pada masyarakat yang bersistem kelas sosial terbuka. Orang-orang kelas sosial menengah yang aktif adalah orang-orang yang paling memperhatikan mode. Orang-orang kelas sosial atas yang sudah mapan hanya menaruh perhatian kecil terhadap mode. Bahkan mereka kadangkala berpakaian seolah-olah hanya untuk mengamankan tubuh mereka dari serangan air hujan. (Horton, 1996: 187)

Fashion selanjutnya, adalah bagian dari proses aksentuasi

kesadaran-waktu yang lebih umum dalam pengetian yang istimewa”. Karena warga masyarakat didorong ke dalam kesadaran akan betapa cepatnya hal-hal berubah dan arena itu betapa cepatnya kemungkinan masa depan akan terwujud, maka ada konsentrasi kesadaran sosial terhadap kesementaraan: “kita hanya menandakan seperti mode yang menghilang secapat ia muncul”. (Chaney, 1996: 103)

Fashion (mode) adalah suatu topik yang layak menjadi perhatian

(29)

cara-cara fashion yang berbeda begitu jelas mencerminkan proses pembentukan gaya hidup yang lebih luas. Dalam suatu masyarakat yang terstratifikasi secara sosial hal tersebut dibuat lebih kompleks oleh para elit yang mencoba untuk meninggalkan mode secepat mungkin ketika mulai ditiru oleh kelompok kelas yang lebih rendah (lower-class). Sehingga ada proses pertukaran vertikal diantara kelas-kelas, begitu juga proses horizontal di dalam suatu kelas. (Chaney, 1996: 104)

Fashion tidak akan ada tanpa keberadaan proses produksi yang

menyediakan objek-objek dan aktivitas-aktivitas sosial baru bagi sasarannya, dan yang menciptakan wacana-wacana terkait dari kritinisme, publisitas, dan dukungan untuk menjelaskan dan membenarkan inovasi-inovasi. Aspek pertama bagi fashion yang relevan, yaitu bahwa fashion menunjukkan eksistensi industri-industri konsumen dan hiburan. Aspek

fashion yang kedua adalah terdapat semiotika dan dramaturgi bagi

(30)

identifikasi personal; akibatnya, ini berarti bahwa kita telah belajar menghargai citra tentang bagaimana kita tampil, bagaimana kita bergaya, yaitu pribadi yang modis” (Chaney, 1996: 215).

Fashion, pakaian, dan komunikasi. Fashion dan pakaian adalah bentuk komunikasi nonverbal karena tidak menggunakan kata-kata lisan atau tertulis. Kiranya benar secara intuitif untuk menyatakan bahwa seseorang mengirimkan pesan tentang dirinya sendiri melalui fashion dan pakaian yang dipakainya. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, pakaian dipilih sesuai dengan apa yang dilakukan pada hari itu, bagaimana suasana hati seseorang, siapa yang akan ditemuinya dan seterusnya, tampaknya menegaskan pandangan bahwa fashion dan pakaian dipergunakan untuk mengirimkan pesan tentang diri seseorang kepada orang lain. (Barnard, 1996: 39-42).

Fashion, pakaian, dan budaya. Fashion dan pakaian, sebagai komunikasi, merupakan fenomena kultural yang di dalam budaya tersebut bisa dipahami sebagai satu sistem penandaan, sebagai cara bagi keyakinan, nilai-nilai, ide-ide dan pengalaman dikomunikasikan melalui praktik-praktik, artefak-artefak, dan institusi-institusi.

(31)

cara bagi kelompok-kelompok sosial dibentuk sebagai kelompok sosial dan menjadi cara bagi kelompok itu mengkomunikasikan identitasnya. Karena ada juga aspek lain ideologi, yakni menjamin berfungsinya satu posisi dominan dan didominasi di dalam suatu tatanan sosial (Barnard, 1996: 54-59).

Fungsi fashion dan pakaian : a. Perlindungan

Pakaian melindungi tubuh mulai dari dingin, panas, kecelakaan tak terduga hingga tempat dan olahraga berbahaya, musuh manusia atau hewan, dan bahaya-bahaya fisik atau psikologis.

b. Kesopananan dan Penyembunyian.

Hal-hal yang berkenaan dan berkaitan dengan kesopanan merupakan alasan utama untuk mengenakan pakaian memiliki beberapa kemiripan dengan argumen-argumen yang dikemukakan di atas yang berkenaan dengan perlindungan. Argumen untuk kesopanan beredar di seputar ide bahwa bagian tubuh tertentu adalah tak senonoh atau memalukan dan hendaknya ditutupi sehingga tak kelihatan.

c. Ketidaksopanan dan Daya Tarik

Motivasi mengenakan pakaian adalah tepatnya ketidaksopanan dan eksihibisionisme. Orang menegaskan bahwa tugas pakaian adalah untuk menarik perhatian pada tubuh dan bukan untuk mengalihkan atau menolak perhatian itu. Karena itu, tubuh menjadi lebih terbuka sesuai dengan argumen ketidaksopanan, dan bukannya disembunyikan atau disamarkan, seperti menurut argumen kesopanan.

d. Komunikasi

Roach dan Eicher menunjukkan, misalnya, bahwa fashion dan pakaian secara simbolis mengikat satu komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kesepakatan sosial atas apa yang dikenakan merupakan ikatan sosial itu sendiri yang pada gilirannya akan memperkuat ikatan sosial lainnya.

e. Ekspresi Individualistik

(32)

menyatakan beberapa bentuk keunikannya. Pakaian yang langka, baik karena sudah sangat tua atau sangat baru, misalnya mungkin digunakan untuk menciptakan dan mengekspresikan keunikan individu.

f. Nilai Sosial atau Status

Pakaian dan fashion sering digunakan untuk menunjukkan nilai sosial atau status, dan orang kerap membuat penilaian terhadap nilai sosial atau status orang lain berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut.

g. Definisi Peran Sosial

Pakaian dan fashion pun digunakan untuk menunjukkan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang. Pakaian dan fashion itu diambil sebagai tanda bagi orang tertentu yang menjalankan peran tertentu pula sehingga diharapkan berperilaku dalam cara tertentu. Sudah dikemukakan bahwa pakaian yang berbeda, dan jenis pakaian yang berbeda memungkinkan adanya interaksi sosial yang berlangsung mulus dibanding kebalikannya.

h. Nilai Ekonomi atau Status

Status ekonomi berkaitan dengan posisi di dalam suatu ekonomi. Bagian ini kan melihat cara-cara fashion dan pakaian menunjukkan peran-peran produksi atau kedudukan di dalam suatu ekonomi. Fashion dan pakaian merefleksikan statusnya di dalam ekonomi itu.

i. Simbol politis

Orang-orang ini mengadaptasi fashion dan pakaiannya guna mencoba merefleksikan peran-peran baru di kalangan kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Jadi, upaya untuk merubah relasi kekuasaan di kalangan ras-ras yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda diekspresikan atau direfleksikan dalam butir-butir fashion dan pakaian.

j. Kondisi Magis-Religius

Pemakaian pakaian untuk menunjukkan hal-hal seperti keyakinan dan kekuatan keyajkinan. Jadi, baik dikenakan secara permanen maupun secara berkala, busana dan pakaian bisa menunjukkan hal-hal seperti keanggotaan, atau afiliasi, pada kelompok atau jamaah kelompok agama tertentu.

k. Ritual Sosial

(33)

l. Rekreasi

Fashion dan pakaian yang mungkin digunakan sebagai rekreasi atau menunjukkan awal atau akhir masa rekreasi. Yang disebut lebih dulu membutuhkan waktu atau uang dan waktu, dalam hal ini, akan mulai berfungsi sebagai suatu indikator kelas sosial.

(Barnard, 1996: 74-97)

Harus dicacat bahwa sebelumnya, tidak sedikit karyawan dan pelajar Muslimah berjilbab yang dipermasalahkan dan bahkan diusir dari tempat kerja dan sekolahnya. Akan tetapi, pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, ketika jilbabisasi merambah keluarga kelas menengah-atas, berbondong-bondonglah anak dan istri pejabat dan pengusaha yang mengenakan jilbab. Sejak itu, busana Muslimah menjadi trendi dan memakai jilbab mulai mencapai prestise tertentu, mungkin mengomunikasikan hasrat menjadi orang modern yang saleh dan sekaligus menjadi Muslim yang modern. (Barnard, 1996: xi-xii).

Pakaian sekolah atau kuliah mempunyai tata krama atau tata cara yang sopan sesuai dengan aturan-aturan bepakaian yang ada di sekolah atau di kampus. Pakaian kuliah adalah pakaian dengan model semi resmi pakaian kerja baik berupa rok, blus, celana dan kemeja yang biasanya dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. (Purwanti, 2007: 20)

(34)

were increasingly active in the public sphere via higher education, employment, and political activism. Many perceived a woman’s in-creasing ability to move comfortably in her cloth-ing to be both a product and a cause of her nascent political, and economic power (Standish187, 195–96; Steele, 234–37). Meanwhile, female fashions had become connected to sexuality in the popular imagination. Christina Simmons argues that in contrast to earlier understandings of female eroticism, which were based primarily on wo-men’s sexual availability within marriage, the model romoted in the 1920s was centered on premarital sexual assertiveness (158). Many Ameri-cans felt that the comparatively revealing clothing and visible cosmetics worn by young women were the cause, or at least a consequence, of this new conception of female sexuality (Fass 280–86;Peiss 154; Steele 237). Carolyn Kitch, James McGovern, and Maureen Turim have demon-strated how such debates originated in the 1900s and 1910s with the icons of the Gibson Girl and the vamp. However, they assumed a particular fervency in the 1920s as public attention fixed on the flapper, who represented the modern young woman in both behavior and appearance (Hirshbein 114).

(35)

All these trends informed the debate that oc-curred at Smith over the appearance of the college woman. The clothing styles worn on campus ranged from practical skirts and sweaters for classes to formal dresses for prom and other social activities (Figure 1), garments that were either purchased or sewn by students or their mothers (Van Cleave 56). Most significantly, this daily dressing took place in an era when clothing and style seemed remarkably laden with

political and social meaning.

(http://www3.interscience.wiley.com/journal/123326785)

3. Etika Berpakaian

Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau

tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat. (Ethics, the study and philosophy of human condunct, with emphasiss on

the determination of right and wrong; one of the normative sciences). Etika

sebagai suatu ilmu yang normatif, dengan sendirinya berisi norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi inilah kita dapati pemakaian etika dengan nilai-nilainya yang filosofis. (Salam, 2000: 3-4).

Etiket sama halnya dengan etika. Etiket berasal dari bahasa Prancis,

etiquette, yang pada mulanya berarti label, tanda pengenal, seperti apa yang

(36)

Karena pada prinsipnya etiket itu juga mengandung nilai sopan santun, maka sebagai salah satu ajaran, etiket itu dimasukkan menjadi bagian dari ajaran etika, terutama Etika Sosial. (Salam, 2000: 34).

Etika berpakaian adalah cara dilakukannya suatu perbuatan,

mengenai boleh atau tidak memakai, mengenakan barang (baju, celana, dsb). Apa yang dipakai atau dikenakan menyesuaikan dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungannya. (Wahab, 2009)

Etika berbusana itu adalah suatu ilmu yang memikirkan bagaimana

seseorang dapat mengambil sikap dalam berbusana tentang model, warna, corak atau motif, mana yang tepat, baik sesuai dengan kesempatan, kondisi dan waktu serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menerapkan etika berbusana dalam kehidupan manusia perlu memahami tentang kondisi lingkungan, budaya dan waktu pemakaian yaitu dimana kita berada dan dalam kesempatan apa kita mengenakan busana tersebut. Untuk hal itu baik jenis, model, warna, corak busana perlu disesuaikan dengan ke tiga hal tersebut, agar seseorang dapat diterima dilingkungan masyarakat. Untuk menerapkan etika berbusana sesuai kesempatan perlu mengetahui busana mana yang tepat dan sesuai dipergunakan. (Widjiastuti, 2007: 33-34)

(37)

personal expression, he said. His reaction is: "Who you are should be defined by your behavior and not how you're dressed." Even if the proposal doesn't move forward, Coveleski said, he believes schools in the district could do a better job of enforcing the current dress code. Julia O'Neal, 14, who will be attending Sussex Technical High School when school resumes, said many schools already ban flip-flops, but youths wear them anyway with no repercussions. Enforcement is a key element of any dress code, both Mitchell and Bunting said. Some teachers have been reluctant to say anything. The difficult situations include male teachers saying something to female students about excessive cleavage or suggestive slogans written across the back of shorts or sweat pants. "It's a very, very touchy thing," Mitchell said. In the Indian River

(38)

a. Setiap mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

b. Jenis dan macam pakaian disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan.

c. Mahasiswa dilarang mengenakan kaos oblong dan sandal pada saat kegiatan kulikuler di dalam ruang kuliah.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga menginduk tata tertib Universitas mengenai tata tertib berbusana bagi mahasiswa. Pada beberapa tempat seperti lobi gedung 1, lobi gedung 2, ruang dekan, ruang TU juga terdapat tulisan mengenai larangan mengenakan kaos oblong dan sandal jepit serta berpakaian sopan bagi mahasiswa untuk masuk di lingkungan FISIP UNS. Akan tetapi, peraturan tidak sepenuhnya diindahkan oleh mahasiswa. Banyak mahasiswa mengenakan kaos oblong dan sandal jepit saat kuliah dan saat berada dalam lingkungan FISIP UNS saat kegiatan kulikuler. Namun banyak juga mahasiswa yang mengenakan pakaian rapi dan sopan sesuai ketentuan tata tertib di lingkungan kampus.

(39)

benar-benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada paling sedikit empat faktor, yaitu :

a. Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri.

b. Petugas yang menegakkan atau yang menterapkan. Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas pada strata atas, menengah, dan bawah. Yang jelas adalah, bahwa di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, petugas seyogianya harus mempunyai pedoman, antara lain peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya.

c. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaedah hukum. Secara sederhana fasilitas dapat dirumuskan, sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya adalah terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.

(Soekanto dan Mustafa Abdullah, 1981: 13-18)

F. Kerangka Berpikir

(40)

pada suatu lingkungan sosial seperti lingkungan kampus adalah etika berpakaian. Pemaknaan terhadap etika berpakaian dapat diukur dengan melihat gaya pakaian mahasiswa saat kuliah. Banyak mahasiswa yang berpakaian sopan namun ada pula mahasiswa yang berpakaian kurang sopan.

Sopan atau tidak sopan seorang mahasiswa dilihat melalui gaya pakaian saat kuliah merupakan hasil interpretasi mahasiswa terhadap etika berpakaian kuliah yang berlaku dalam lingkungan kampus yang berwujud peraturan atau tata tertib kampus. Mahasiswa laki-laki biasanya mengenakan kaos oblong, sandal jepit, dan celana robek saat kuliah, dan hal ini dianggap tidak sopan dan melanggar aturan berpakaian di kampus. Sedangkan mahasiswi mengenakan pakaian ketat, kaos oblong, dan sepatu sandal juga dianggap tidak sopan. Gaya pakaian mahasiswa FISIP UNS yang demikian ini tidak hanya dipakai saat kuliah saja, tetapi saat mengurus administrasi maupun saat berkepentingan di ruang dosen. Hal ini adalah sebuah tindakan yang melanggar aturan atau tata tertib kampus dalam sopan santun berpakaian. Ukuran sopan atau tidak sopan mengenai gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP UNS juga dapat diketahui dari pemaknaan dosen terhadap gaya pakaian kuliah mahasiswanya.

(41)

hubungan timbal balik antara etika berpakaian dan gaya berpakaian kuliah mahasiswa.

Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut :

Bagan I. Kerangka Berpikir

G. Definisi Konsep 1. Pemaknaan

Tomp Campbell (dalam Effendi, 2003: 56) menyebutkan terminologi pemaknaan diambil dari penjelasan Weber mengenai tindakan sosial. Tindakan sosial individu selalu dimuati oleh makna subyektif yang dilekatkan oleh individu tersebut. Bagi Weber tugas sosiologi adalah mengusahakan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial. Keharusan untuk menggunakan cara kerja pemahaman interpretatif (verstehen) itu mengingat bahwa tindakan sosial menurut Weber selalu didasarkan atas makna subyektif yang dilekatkan. Pemaknaan berarti proses pemberian makna pada suatu objek.

Etika berpakaian

(42)

2. Pakaian adalah barang apa yang dipakai (baju, celana, dsb) (www.kamusbahasaindonesia.org/pakaian)

3. Mode (fashion) sama dengan gaya, tetapi ,mengalami perubahan lebih lambat dan bersifat tidak terlalu sepele, serta kemunculannya cenderung bersiklus (cyclical).(Horton, 1884 : 187)

4. Fashion kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah ‘dandanan’,

‘gaya’ dan ‘busana’’. (Barnard, 1996: 13)

5. Etika mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika hendak mencari tindakan manusia yang manakah yang baik. (Bertenz, 2007:5).

6. Etika berpakaian adalah cara dilakukannya suatu perbuatan, mengenai boleh atau tidak memakai, mengenakan barang (baju, celana, dsb). Apa yang dipakai atau dikenakan menyesuaikan dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungannya. (Raudlatul Wahab, 2009).

7. Dosen adalah tenaga pengajar pada perguruan tinggi. (www.kamusbahasaindonesia.org/dosen).

(43)

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Data penelitian ini adalah data kualitatif (data yang bersifat tanpa angka-angka dan bilangan), sehingga data lebih bersifat kategori subtantif yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, dan referensi-referensi ilmiah. Tujuan penelitian kualitatif adalah bukan untuk mencari sebab akibat sesuatu, tetapi hanya berupaya memahami situasi tertentu. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang atau perilaku yang bisa diamati.

2. Lokasi Penelitian

(44)

Kehidupan Mahasiswa sub F dan beberapa peringatan yang terdapat pada beberapa tempat strategis di lingkungan kampus FISIP UNS.

3. Sumber data

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini sumber datanya yakni data dari dosen mengenai pemaknaan mengenai gaya pakaian kuliah mahasiwa FISIP UNS. Data juga diperoleh dari mahasiswa FISIP UNS mengenai latar belakang, faktor-faktor yang mempengaruhi dan pemaknaan terhadap cara berpakaian kuliah yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tindakan dalam lingkungan kampus. b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari media tulis

seperti buku, majalah, arsip, koran, gambar, dokumentasi hasil penelitian yang sesuai dengan tema penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

(45)

a. Observasi langsung

Observasi berarti peneliti melihat dan mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera lain) apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para informan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas yang diamati terutama yang berkaitan dengan topik penelitian, tanpa melakukan intervensi atau memberi stimulus pada aktivitas subjek penelitian. (Sutopo, 2006: 126-127).

Tipe observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak berpartisipasi. Observasi tidak berpartisipasi adalah kegiatan pengumpulan data yang bersifat nonverbal dimana peneliti tidak berperan ganda. Peneliti berperan sebagai pengamat belaka. Dia tidak turut serta sebagai aktor yang melibatkan diri di dalam suatu kegiatan. (Slamet, 2006: 86).

Observasi ini bersifat formal ataupun informal untuk mengamati secara kualitatif terutama yang menyangkut pemaknaan dosen mengenai gaya pakaian kuliah mahasiswa FISIP UNS.

b. Wawancara mendalam

(46)

tanggapan para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya untuk merekonstruksi beragam hal seperti sebagai bagain dari pengalaman masa lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang. (Sutopo, 2002: 58)

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data secara detail. Agar wawancara dapat mengalir dengan baik maka teknik wawancara tidak dilakukan dengan struktur yang ketat dan informal, agar informasi yang diperoleh penuh dengan kejujuran dan kedalaman yang cukup.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara melihat kembali berbagai literatur atau dokumen-dokumen dan foto dokumen-dokumentasi yang relevan dengan penelitian ini.

5. Teknik pengambilan sampel a. Populasi

(47)

adalah seluruh dosen FISIP UNS, seluruh unsur pimpinan dan unsur akademik FISIP UNS, dan seluruh unsur pegawai administrasi FISIP UNS sebagai penegak tata tertib berpakaian bagi mahasiswa. Serta seluruh mahasiswa UNS sebagai masyarakat yang terkena ruang lingkup tata tertib berpakaian. b. Sampel

Sampel dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Artinya sampel adalah bagian dari populasi untuk mewakili seluruh polulasi. (Susanto, 2006:114)

Sampel yang diambil dalam penelitian ini bukan sesuatu yang mutlak, artinya yang akan diambil dalam penelitian ini bukan mewakili populasi tapi sampel yang berfungsi untuk menggali beragam informasi serta menemukan sejauh mungkin informasi penting yang diperlukan dalam penelitian ini yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

(48)

ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi. Peneliti dengan sengaja menentukan anggota sampelnya berdasarkan kemampuan pengetahuannya tentang keadaan populasi. (Susanto, 2005 : 120)

Dalam teknik purposive samping peneliti memilih pengambilan sampel variasi maksimum dimaksudkan untuk dapat menangkap atau menggambarkan suatu tema sentral dari studi melalui informasi yang silang menyilang dari berbagai tipe responden. Cara menyusun pengambilan sampel variasi maksimum adalah sebagai berikut: Peneliti memulai dengan mengambil responden yang memiliki ciri-ciri berbeda.

Peneliti memilih strategi pengambilan sampel variasi maksimum bukan bermaksud untuk menggeneralisasikan penemuannya, melainkan mencari informasi yang dapat menjelaskan adanya variasi serta pola-pola umum yang bermakna dalam variasi tersebut. (Slamet, 2006: 65-66).

(49)

pimpinan dan unsur akademik fakultas yang meliputi dekan beserta pembantu dekan dan ketua jurusan atau sekretaris jurusan, 3) pegawai administrasi dari bagian pendidikan, kemahasiswaan, dan perpustakaan masing-masing 1 orang, dan 4) mahasiswa yang meliputi dua mahasiswa dari tiap jurusan. Pemilihan responden purposive dengan dasar pertimbangan bahwa orang tersebut kaya informasi. Sampel yang purposive ini dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian dan dapat mewakili populasi.

6. Validitas Data

Keabsahan data merupakan konsep penting atas konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas), maka untuk menjamin validitas data, akan dilakukan dengan teknik triangulasi data.

(50)

Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data, dimana triangulasi ini mengarahkan penelitian agar didalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam data yang ada. Triangulasi memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda untuk menggali data yang sejenis. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa diuji bila dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda.

Bagan II. Trianngulasi data

Wawancara informan

Data Content analisys dokumen / arsip

Observasi aktivitas

(Sutopo, 2002 : 80)

7. Teknik Analisa Data

Dalam proses analisis data kualitatif peneliti menggunakan tiga komponen utama, antara lain :

a. Reduksi Data

(51)

memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.

c. Penarikan Kesimpulan

(52)

Bagan 3. Model Analisis Interaktif

(Sutopo, 2002 : 91-93) Pengumpulan data

Reduksi data

Sajian data

(53)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN TATA TERTIB BERPAKAIAN MAHASISWA FISIP UNS

A. Sejarah perkembangan Universitas Sebelas Maret

Universitas Sebelas Maret, diresmikan pada tanggal 11 Maret 1976 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1976, tanggal 8 Maret 1976 yang semula bernama Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret disingkat UNS, merupakan unsur dari penyatuan dari lima unsur perguruan tinggi yang ada di Surakarta pada waktu itu. Lima (5) perguruan tinggi tersebut adalah: Institut keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Surakarta, Sekolah Tinggi Olahraga (STO) Negeri Surakarta, Akademi Administrasi Niaga (AAN) Surakarta yang sudah diintegrasikan ke dalam AAN Negeri di Yogyakarta, Universitas Gabungan Surakarta (UGS) merupakan gabungan beberapa Universitas Swasta di Surakarta, (Universitas Islam Indonesia cabang Surakarta, Universitas 17 Agustus 1945 cabang Surakarta, Universitas Cokroaminoto Surakarta, Universitas Nasional Saraswati Surakarta), Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional (PTPN) Veteran cabang Surakarta.

(54)

1. Rektor dan Pembantu Rektor 2. Biro Administrasi Akademik

3. Biro Administrasi Umum dan Keuangan 4. Biro Administrasi Kemahasiswaan

5. Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi 6. Fakultas:

a. Fakultas Sastra dan Seni Rupa

b. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan c. Fakultas Hukum

d. Fakultas Ekonomi

e. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik f. Fakultas Kedokteran

g. Fakultas Pertanian h. Fakultas Teknik i. Fakultas MIPA

7. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (digabung berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 649/J27/2004)

8. Unit Pelaksana teknis (UPT) : a. Perpustakaan

b. Komputer

(55)

e. Laboratorium MIPA Pusat

f. Pembinaan Olahraga dan Seni Mahasiswa (PORSIMA)

Lambang Universitas Sebelas Maret. Lambang berbentuk bungan dengan empat daun bunga, melambangkan bangsa, maksudnya Universitas mendidik putra-putri bangsa yang kelak akan membawa keharuman tanah air. Tiga daun bunga : atas, samping kanan dan samping kiri, merupakan pengejawantahan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Satu daun bunga di bawah terdiri atas lia satuan melambangkan sila-sila pancasila. Garis pembentuk empat daun bunga dibuat secara berantai sedemikian rupa, menggambarkan kesatuan seluruh Sivitas Akademika Universitas Sebelas Maret. Bentuk putik bunga digambarkan sebagai waktu. Tulisan melingkar yang mirip aksara Jawa itu adalah candra sangkala (hitungan tahun Jawa): “Mangesti Luhur Ambangun Magara” melambangkan angka tahun 1908 atau tahun Masehi 1976.

(56)

biru laut melambangkan ikrar kesetiaan dan kebaktian kepada Negara, bangsa dan ilmu pengetahuan.

B. Visi, Misi dan Tujuan Universitas Sebelas Maret 1. Visi Uviversitas Sebelas Maret adalah :

Universitas Sebelas Maret menjadi pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan seni yang unggul di tingkat internasional dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur budaya Nasional.

2. Misi Universitas Sebelas Maret adalah :

a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang menuntut pengembangan diri dan mendorong kemandirian mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan, keterapilan, dan sikap.

b. Menyelenggarakan penelitian yang mengarah pada penemuan baru di bidang ilmu, teknologi, dan seni.

c. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berorientasi pada upaya pemberdayaan masyarakat. 3. Tujuan Universitas Sebelas Maret adalah :

(57)

b. Menghasilkan lulusan yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berbudi luhur, cerdas, terampil, dan mandiri serta sehat jasmani;

c. Melahirkan temuan-temuan baru di bidang ilmu, teknologi, dan seni yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam masyarakat dan untuk membangun kehidupan yang lebih baik;

d. Mendiseminasikan hasil pendidikan dan pengajaran serta penelitian kedapa masyarakat sehingga terjadi transformasi secara terus menerus menuju kehidupan yang lebih modern; e. Menggali dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya

nasional sebagai salah satu landasanb berpikir, bersikap dan berperilaku dalam kehidupan, baik di dalam kampus maupun diluar kampus.

f. Mengembangkan pranata kehidupan yang lebih baik beradab menuju terciptanya masyarakat yang makin cerdas, terampil, mandiri, demokratis, damai dan religius;

g. Mendukung terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdaulat, bersatu, adil, dan makmur;

(58)

C. Sejarah Perkembangan FISIP UNS

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) berdiri pada tahun 1976, bersamaan dengan berdirinya Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 10 tahun 1976 Tentang Pendirian Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret, tanggal 8 maret 1976.

Pada saat berdiri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memiliki dua jurusan, yaitu jurusan Administrasi Negara dan Jurusan Publisistik. Pada tahun 1982 , berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 tahun 1982 Tentang Susunan Organisasi Universitas Sebelas Maret, nama Fakultas Sosial Politik dirubah menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud Republik Indonesia Nomor: 017/0/1983, tanggal 14 Maret 1983 nama jurusan juga berubah. Jurusan Ilmu Administrasi dan jurusan Ilmu Komunikasi.

(59)

Dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 27/Dikti/Kep./1986, di FISIP UNS dibuka Program Studi Sosiologi yang mengawali penyelenggaraan perkuliahannya pada semester Juli-Desember 1986. Terakhir dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 66/Dikti/Kep./1988, tanggal 2 Maret 1998 Program Studi Sosiologi menjadi Jurusan Sosiologi yang merupakan Program Sarjana (S1) dan berada di bawah Dekan. Kemudian jenis dan jumlah program studi di setiap jurusan pada fakultas-fakultas di lingkungan UNS juga ditata/dibakukan berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud R.I Nomor: 222/Dikti/Kep./1996 Tentang Program Studi pada Program Sarjana di lingkungan Universitas Sebelas Maret. Program Studi pada Jurusan Ilmu Administrasi dan Jurusan Ilmu Komunikasi masing-masing adalah Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Komunikasi.

Dekan FISIP UNS dari tahun 1976 sampai dengan saat ini adalah : 1. Drs. M. Sartono (tahun 1976-1980)

(60)

7. Drs. Dwi Tiyanto, SU (tahun 1998-2007) 8. Drs. Supriyadi SN, SU mulai 2007-sekarang

Peningkatan daya tampung mahasiswa semakin diperluas sehingga kini FISIP UNS mempunyai kapasitas menerima mahasiswa Program S1 rata-rata 280 mahasiswa baru per tahun. Peningkatan daya tampung ini juga disertai dengan penerapan kelas pararel dalam proses perkuliahan tatap muka yang pelaksanaannya dimulai semester Januari-Juni 1990.

Kualitas akademik ditingkatkan melalui pendidikan S2 dan S3 bagi tenaga pengajar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, serta upaya lain seperti kursus-kursus, penataran, pencangkokan, dan lain-lain. Kini hampir seluruh kapasitas FISIP UNS dikerahkan guna meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

D. Visi, Misi, dan Tujuan FISIP UNS

(61)

1. Visi

Sebagai Fakultas riset pengembangan ilmu dan teknologi bidang sosial dan politik bertaraf internasional berdasarkan budaya nasional.

2. Misi

a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas di bidang ilmu sosial dan ilmu politik yang menuntut pengembangan diri dosen dan kemandirian mahasiswa dalam memperoleh kepribadian, pengetahuan, keterampilan, pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat.

b. Menyelenggarakan penelitian ilmiah dan terapan yang berkualitas di bidang ilmu sosial dan ilmu politik serta mendeseminasi hasil-hasil penelitian.

c. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas pada upaya pemberdayaan masyarakat.

E. Tujuan Strategis

Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi tersebut diatas, dirumuskan 6 (enam) Tujuan Strategis FISIP UNS sebagai berikut :

(62)

2. Menghasilkan lulusan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, dan kompeten;

3. Menghasilkan temuan-temuan baru di bidang ilmu sosial dan ilmu politik yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam masyarakat dan membangun kehidupan yang lebih baik;

4. Berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis berdasarkan nilai-nilai luhur budaya nasional;

5. Berperan serta mewujudkan Universitas Sebelas Maret menjadi perguruan tinggi yang unggul di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2015.

F. Susunan Organisasi FISIP UNS

Susunan organisasi FISIP terdiri dari : (1). Unsur Pimpinan : Dekan dan Pembantu Dekan, (2). Senat Fakultas, (3). Unsur Pelaksana Akademik : Jurusan, Laboratorium, dan Kelompok Dosen, dan (4). Urusan Pelaksana Administratif : Bagian Tata Usaha

1. Unsur Pimpinan

(63)

seperangkat cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu.

Sebagai salah satu dari sembilan Fakultas di lingkungan UNS, FISIP UNS mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan;

b. Melaksanakan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian;

c. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat; d. Melaksanakan pembinaan sivitas akademika; e. Melaksanakan urusan dan tata usaha fakultas.

Fakultas dipimpin Dekan yang bertanggung jawab langsung kepada Rektor. Dekan mempunyai tugas mempimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, membina teanga pendidikan, mahasiswa, tenaga administrasi dan administrasi fakultas.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Dekan dibantu oleh tiga orang Pembantu Dekan, yang bertanggung jawab langsung kepada Dekan. Pembantu Dekan terdiri dari :

(64)

kepada masyarakat. Untuk melaksanakan tugas tersebut, PD I mempunyai fungsi ;

1) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pendidikan; 2) Pembinaan tenaga pengajar dan tenaga peneliti;

3) Penyusunan program bagi usaha pengembangan daya penalaran mahasiswa;

4) Perencanaan dan pelaksanaan kersajama pendidikan dan penelitian dengan semua unsur pelaksana di lingkungan UNS;

5) Pengelolaan data yang menyangkut pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang masing-masing;

6) Kerjasama dengan semua unsur pelaksana di lingkungan UNS dalam setiap usaha di bidang pengabdian pada masyarakat serta usaha penunjangnya.

b. Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, yang selanjutnya disebut Pembantu Dekan II (PD II). PD II mempunyai tugas membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan dan administrasi umum. Untuk pelaksanaan tugas tersebut, PD II mempunyai fungsi :

1) Pengelolaan keuangan; 2) Pengurusan kepegawaian; 3) Pengelolaan perlengkapan;

(65)

5) Pengurusan ketatausahaan;

6) Penyelenggaraan hubungan masyarakat;

7) Pengelolaan data yang menyangkut bidang administrasi umum c. Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan, yang selanjutnya disebut

Pembantu Dekan III (PD III). PD III mempunyai tugas membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan serta layanan kesejahteraan mahasiswa. Untuk melaksanakan tugas tersebut, PD III mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan pembinaan mahasiswa oleh seluruh staf pengajar dalam pengembangan sikap dan orientasi serta kegiatan mahasiswa antara lain dalam seni budaya dan olahraga sebagai bagian dari pembinaan civitas akademika yang merupakan sebagain dari tugas pendidikan tinggi pada umumnya;

2) Pelaksanaan usaha kesejahteraan mahasiswa serta usaha bimbingan dan penyuluhan bagi mahasiswa;

3) Pelaksanaan usaha pengembangan daya penalaran mahasiswa yang diprogramkan oleh PD I;

(66)

2. Senat Fakultas

Senat Fakultas adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi di lingkungan Fakultas yang memiliki wewenang untuk menjabarkan kebijakan dan peraturan Universitas. Senat Fakultas terdiri dari guru besar, pimpinan Fakultas, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, dan wakil dosen. Senat Fakultas diketuai oleh Dekan yang dibantu oleh Sekretaris Senat yang dipilih diantara anggotanya. Senat Fakultas mempunyai tugas pokok:

1) Merumuskan kebijakan akademik Fakultas;

2) Merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan serta kepribadian dosen;

3) Merumuskan norma dan tolok ukur pelaksanaan penyelenggaraan Fakultas;

4) Menilai pertanggungjawaban pimpinan Fakultas atas pelaksanaan kebijakan akademik yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1; dan

(67)

3. Unsur Pelaksana Akademik a. Jurusan/Program Studi

Jurusan/Program Studi (Prodi) adalah unsur pelaksana Fakultas dibidang studi tertentu yang berada di bawah Dekan. Jurusan/Prodi dipimpin oleh seorang Ketua Jurusan/Ketua Prodi yang dipilih dari antara Dosen menurut peraturan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Ketua Jurusan/Ketua Prodidibantu oleh seorang Sekretaris Jurusan/Sekretaris Prodi.

Tabel 1

Jurusan dan Program Studi di FISIP UNS No. Jenjang Jurusan Program Studi

1 S1 Ilmu Administrasi Ilmu Administrasi Negara 2 S1 Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi

3 S1 Sosiologi Sosiologi

4 D3 - Komunikasi Terapan :

Terdiri dari 3 (tiga) minat utama :

1. Penyiaran (Broadcasting) 2. Periklanan (Advertising) 3. hubungan Masyarakat

(Public Relation)

5 D3 - Manajemen Administrasi

6 D3 - Perpustakaan

(68)

b. Laboratorium/Studio

Di FISIP UNS terdapat Laboratorium/Studio yang keberadaanya dibawah Jurusan/Program Studi dan Laboratorium yang keberadaanya dibawah Fakultas.

1) Laboratorium/Studio yang keberadaanya dibawah Jurusan/Program Studi

Laboratorium/Studio ini merupakan perangkat penunjang pelaksanaaan pendidikan pada Jurusan/Program Studi dalam pendidikan akdemik (S1) dan/atau vokasi (D3). Laboratorium/Studio dipimpin oleh dosen yang keahliannya telah memenuhi persyaratan sesuai dengan spesifikasi laboratorium/ studio tertentu dan bertanggungjawab kepada Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi.

Laboratorim / Studio yang keberadaanya dibawah Jurusan/Program Studi di FISIP UNS terdiri dari :

a) Laboratorium Kebijakan Publik dibawah Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

b) Laboratorium UCYD (Urban Crisis and Community

Development) dibawah Jurusan S1 Sosiologi.

c) Laboratorium yang berada dibawah Jurusan S1 Ilmu Komunikasi, terdiri dari :

(69)

ii. Studio Audio Visual (Televisi). iii. Laboratorium Multimedia/Grafis. iv. Laboratotium Fotografi.

v. Laboratorium Riset dan Pengembangan Komunikasi.

d) Laboratorium yang berada dibawah Program Studi D3 Komunikasi Terapan, terdiri dari :

i. Laboratorim Radio.

ii. Laboratorium Audio Visual. iii. Laboratorium Desain Grafis. iv. Laboratorium Fotografi.

v. Laboratorium Editing.

e) Laboratorium Perkantoran Mini (Mini Office) dibawah Program Studi D3 Manajemen Administrasi.

f) Laboratorium Digital Library dibawah Program Studi D3 Perpustakaan.

2) Laboratorium yang keberadaanya dibawah Fakultas

Gambar

Tabel 3. Jumlah Pegawai Administrasi FISIP UNS ......................
gambar. Triangulasi mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman
Tabel 1 Jurusan dan Program Studi di FISIP UNS
 Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisis pengaruh pengaruh keterampilan dosen dalam mengajar terhadap motivasi belajar mahasiswa tingkat II pada mata kuliah kesehatan reproduksi dan KB DIII

Galuh Fauzi Yahya, A210120151 “ PENGARUH MINAT BELAJAR MAHASISWA DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR DOSEN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA MATA KULIAH

Berdasarkan hasil penelitian “Pengaruh Media Pembelajaran dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Asuhan Persalinan Normal Mata Kuliah Askeb II Mahasiswa Akademi

Farasya dalam mempengaruhi gaya hidup hedonis mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Mulawarman yang memberikan gambaran umum tentang data

Dalam mata kuliah profesi kependidikan mahasiswa diajarkan untuk menguasai kode etik keguruan, dan bersikap sebagai seorang guru yang menguasai kompetensi dasar

(4) Terdapat pengaruh self concept dan financial management behavior terhadap gaya hidup hedonis pada mahasiswa perantauan yang berasal dari Ambon, Maluku yang kuliah

sisi lain juga belanja online telah mengubah gaya hidup mahasiswa fisip menjadi perilaku konsumtif karena selalu membeli barang yang bukan menjadi kebutuhan tetapi hanya karena

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46% mahasiswa memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik, mahasiswa memiliki persepsi yang cukup baik terhadap pembelajaran mata kuliah