• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan prilaku abnormal. Praktik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "dan prilaku abnormal. Praktik"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

PENERBIT

Teori Belajar

Iswadi, M. Pd

Buku ini menghimpun segala

pemikiran

yang

telah

diberikan para ahli tentang

Teori belajar , bentuk dan

proses belajar, model-model

metode pembelajaran,

tokoh-tokoh

teori

belajar,

perkembangan teori belajar,

dan siklus belajar. Buku ini

juga Menjelaskan hakikat

teori belajar, menganalisis

berbagai

teori

belajar,

memahami

teori

behaviorisme

yang

menekankan pada pemberian

stimulus

pembelajaran

kepada siswa, konsep CBSA

yang

mempelajari

keterlibatan

mental-psikologis

pada

siswa

sepanjang proses

belajar-mengajar, teori keterampilan

proses yang bagaimana agar

siswa itu terlibat aktif dalam

proses belajar-mengajar di

dalam kelas sehingga proses

belajar

lebih

penting

daripada

hasil,

kognitif

dominan yang menekankan

sifak kognit dari belajar.

Neurofisiologis

yang

berusaha

mengisolasi

korelasinya dari hal-hal mirip

belajar

seperti

persepsi,

pemikiran, dan kecerdasan,

kemudian evolusioner yang

menekankan sejarah evolusi

proses belajar organisme.

Dalam

perkembanganya

berkembang

teori-teori

konstruktivistik,

humanistik,

dan

sibermatik,

revolusi

sosiokultural, dan kecerdasan

majemuk. dengan harapan dapat

dijadikan bekal bagi para

mahasiswa Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan yang

dipersiapkan untuk menjadi

pendidik

dan

pemikir

pendidikan yang profesional

serta memiliki wawasan yang

mendalam

tentang

proses

belajar

dan

pembelajaran.

Pemahaman terhadap proses

belajar

akan

memperkaya

wawasan bukan saja terhadap

prilaku normal dan prilaku

adaptif, tetapi juga situasi yang

menimbulkan

prilaku maladaptif

dan

prilaku

abnormal.

Praktik

pengasuhan anak juga dapat

memanfaatkan prinsip belajar

lantaran

adanya

perbedaan

individual

yang

menuntut

perlakuan berbeda.

Riset tentang proses belajar bisa

memengaruhi praktik pengajaran

yang

efektif

dan

efisien

Penggunaan

proses

belajar

terprogram, mesin pengajaran, dan

instruksi

dengan

bantuan

komputer adalah tiga contoh dari

bagaimana Penggunaan proses

belajar

terprogram,mesin

pengajaran,

dan

pembelajaran

dengan bantuan komputer adalah

beberapa fakta yang menunjukkan

arti penting tentang riset di bidang

teori belajar yang mempengaruhi

praktik pengajaran. Sedangkan

Bagi para Guru , buku ini akan

membantu

mereka

untuk

meningkatkan mutu pendidikan

dengan lebih memahami seluk

beluk belajar dan implikasinya

terhadap mengajar.

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita persembahkan kepada Allah SWT dengan limpahan Rahmat dan

petunjuk-Nyalah kita masih diberikan sedikit ilmu yang dapat berguna bagi Agama, Bangsa

dan seluruh umat manusia. Tak lupa selawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan

kita NABI besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam

kebodohon kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

D e n g a n p e n u h S e m a n g a t d a n p e r j u a n g a n a k h i r n ya P e n u l i s b i s a

menyelesaikan buku

Teori belajar dengan harapan dapat dijadikan bekal bagi para mahasiswa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang dipersiapkan untuk menjadi pendidik dan

pemikir pendidikan yang profesional serta memiliki wawasan yang mendalam tentang proses

belajar dan pembelajaran.

Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis

, ketika mengajar dibeberapa

Perguruan Tinggi dimana

Pemahaman Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

terhadap proses belajar dan pembelajaran masih sangat rendah.

Kehadiran Buku ini Akan menambah dan melengkapi khasanah buku nasional yang

telah ada dengan informasi dan metode penyampaian lebih Muktakir dan terkini , penyebaran

buku

Teori belajar

Telah menyebar keseluruh Perguruan Tinggi di Indonesia sehingga sangat

tepat buku ini dijadikan sebagai panduan dan pegangan bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan untuk menyelesaikan studi nya serta bagi Guru

akan membantu mereka

untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan lebih memahami seluk beluk belajar dan

implikasinya terhadap mengajar.

Penulis Berkeinginan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang

telah mendukung terciptanya Buku

Teori belajar ,

Semoga buku ini mampu memberikan

manfaat yang berarti bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk

meningkatkan Pemahaman terhadap proses belajar sekaligus memperkaya wawasan tentang

perbedaan individual yang menuntut perlakuan berbeda dalam proses belajar dan

pembelajaran. Penulis turut berdo’a agar Buku ini dapat berguna bagi semua Pembaca,

Insyaallah Penulis akan mempertahankan ilmu yang berguna yang telah Penulis dapatkan dan

dapat Penulis transfer melalui Buku

ini

.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati Penulis mohon maaf lahir batin jika dalam

Buku

Teori belajar

ini terdapat kekurangan serta kekeliruan untuk perbaikan dikemudian hari,

semua saran dan kritik yang membangun semangat, Penulis terima dengan terbuka.

Jakarta

Penulis,

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

BAB 1 Pendekatan dalam Pembelajaran ... 1

BAB 2 Konsep CBSA ... 18

BAB 3 Teori Behaviorisme ... 26

BAB 4 Teori Keterampilan Proses . ... 35

BAB 5 Teori Kognitif Dominan ... 49

BAB 6

Teori Taksonomi Bloom ... 59

BAB 7 Teori Pembelajaran Afektif ... 65

BAB 8 Teori Belajar Konstruktivistik ... 81

BAB 9 Teori Pembelajaran Humanistik ... 84

BAB 10 Teori Belajar Sibernetik ... 93

BAB 11 Teori Belajar Revolusi Sosiokultural ... 105

BAB 12 Teori Kecerdasan Majemuk ... 111

BAB 13 Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran ... 123

Soal dan Alternatif Jawaban ... 132

Daftar Pustaka ... 138

(4)

Teori Belajar

BAB 1

Pendekatan Dalam Pembelajaran

Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar, didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach dia mengemukakan dalam bukunya educational psychology dengan menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu sipengajar mempergunakan panca indranya.

Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori belajar sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat membantu pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10): 1. Untuk membantu para pendidik, agar menjadi lebih bijaksana dalam

usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar. 2. Agar para pendidik memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik,

sehingga peserta didik bisa bertambah baik dalam cara belajamya. 3. Agar para pendidik dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang

efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik.

Seorang pendidik dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Kesemuanya itu hanya akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.

Di dalam konsep pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi pengembangan dari teori-teori belajar yang sebelumnya sudah ada. Teori

(5)

Teori Belajar

belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks suatu pembelajaran. Teori belajar selalu berawal dari suatu sudut pandang psikologi belajar tertentu. Pada era modern ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan bermunculan pula berbagai teori tetang belajar.

Berdasarkan dari pengembangan ilmu, maka berbagai teori belajar yang ada akan dibahas dalam buku yaitu:

a. Pendekatan dalam Pembelajaran b. Konsep CBSA .

c. Teori-teori belajar Behaviorisme d. Teori Keterampilan Proses e. Teori Kognitif Dominan f. Teori Taksonomi Bloom g. Teori Pembelajaran Afektif h. Teori Belajar Konstruktivistik i. Teori-teori belajar Humanistik j. Teori Belajar Sibernetik

k. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural l. Teori Kecerdasan Majemuk

m. Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran

Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.

a. Hilgard and Brower, dalam buku Teories of learning (1975) mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan , kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).

b. Gagne, dalam buku The conditions of learning (1977) menyatakan bahwa: “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”

c. Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan bahwa “belajar adalah setiap perbuatan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa

(6)

Teori Belajar

diri sebagai suatu pola daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap: harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang munggkin berlangung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.yang lebih buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seorang bayi.

c. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

Kemudian Di lihat dari segi kepentingannya, pendidikaan dapat dilihat dari dua bagian. Pertama pendidikan dari segi kepentingan individual, kedua pendidikan dari segi kepentingan masyarakat.Dari segi kepentingan individual, pendidikan di samping harus memerhatikan perbedaan bakat, kemampuaan, kecenderungan dan lainnya yang dimiliki anak didik, juga harus dapat membantu individu dalam mengexpresikan dan mengaktualisasikan dirinya, sehingga dapat menolongnya dikemudian hari.Dengan pendekatan yang bersifat individualistis ini, pendidikan hanya befungsi menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan bebagai potensi pesreta didik yang berbeda-beda itu dapat diwujudkan dalam kenyataan. Paradigma pendikan yang digunakan bukanlah mengisi air ke dalam gelas, melainkan memotivasi dan menginspirasi agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan upayanya sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan guru sebagai “seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil. Guru hanya membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi yang di milikinya.

(7)

Teori Belajar

Dengan cara demikian, maka guru bukan sebagai informan (pemberi informasi), melainkan sebagai agent yang menggerakan terjadinya proses pembelajaran pada anak didik, sehingga anak didik mau belajar denga giat dan sungguh-sungguh, melahirkan gagasn, pemikiran, dan sebagainya dengan aktivitasnya sendiri. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menempatkan guru sebagai motivator, katalisator, inspirator, imaginator, fasilitator, dan seterusnya. Paradigma guru dalam konteks kegiatan pembelajaran yang demikian itu telah menjadi salah satu pilihan yang banyak diterapkan pada negara yang mengandung sistem pemerintahan yang demokratis termasuk diindonesia.

Paradigma pendidikan yang bersifat individualistis ini memiliki landasan dan akar konseptual pada teori psikologi yang beraliran nativisme, humanisme, dan liberalisme.yaitu sebagai teori psikologi yang mengatakan bahwa setip manusia memilik bakat, kecenderungan dan lain sebagainya yang berasal dari dirinya sendiri, dan oleh karena itu mereka harus diberikan kebebasan sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan dan paksaan dari luar. Konsep pendidikan yang individualistis ini misalnya, dapat dikembalikan kepada socrates, jogh dewey, ivan illich, dan lain-lain. Konsep pendidikan ini juga berakar pada pandangan tentang tidak adanya nilai moral universal. Nilai-nilai moral seluruhnya bersifat positifistik dan anthropocentris. Yakni bergantung kepada ukuran dan parameter yang dietentukan oleh masing-masing individu. Dengan demikiaan, nilai moral menjadi sesuatu yang bersifat relatif dan personal. Keadan ini pada gilirannya membawa pada keaadaan tidak adanya hukum universal yang dapat digunakan oleh seluruh umat manusia.

Adapun pendidikan yang dilihat dari segi kepentingan masyarakat adalah pendidikan yang lebih merupakan media atau sarana yang berfungsi menyalurkan gagasan, pemikiran, nilai-nilai budaya, agama, sistem politik, ilmu pengetahuaan, dan lain sebagginya yang sudah diakui oleh masyarakat dan negara. Dengan demikian, kepentingan masyarakat dan negara sangat menentukan dalam mengarahkan kegiatan pendidikan.

Pendidikan yang demikiaan itu, pada gilirannya menempatkan guru sebagai satu-satunya yang memiliki otoritas untuk menentukan corak dan warna pendidikan. Dan dalam waktu yang bersamaan, peserta didik ditempatkan sebagai objek yang sepenuhnya mengikuti kehendak guru. Peserta didik tidak memiliki pilihan lain. Kecuali harus mengikuti agenda dan pengajaran yang telah disiapkan pemerintah dan masyarakat. Dengan paradigma yang demikiaan itu, maka paradigma guru menjadi satu-satunya agent of information atau agent of knowledgel. Hal ini pada gilirannya membawa konsep pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centris). Guru memberikan sejumlah pengetahuan ajaran dan lainnya yang harus dihapal dan dikuasai dengan baik oleh peserta didik, tanpa ada peluang bagi mereka

(8)

Teori Belajar

untuk mempertanyakan urgensitas dan relevansitas yang diajarkan oleh guru tersebut. Dengan paaradigma ini, maka guru yang menjadi aktif, sedangkan murid menjadi pasif. Pardigma pendididik yang digunakan dalam konteks ini adalah “ mengisi air kedalam gelas” atau “ menuangkan ilmu pengetahuaan,

keterampilan, dan sebagainya, kedalam otak peserta didik.”

Dengan pendekatan yang demikiaan, maka pendidikan dengan berbagai komponennya: Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, murid, manajemen, sarana prasarana, lingkungan, keuangan, alat dan sumber belajar, evlauasi dan lainnya di tentukan dari atas atau pusat, yaitu di tentukan oleh mereka yang memiliki otorits sebagai pengambil kebijakan. Pendidikan yang bercorak sentrlistis ini dianggap kurang memberikan kemungkinan pada pesrta didik untuk berkreasi, berinovasi, berimajinasi dan lain sebagainya.

Corak pendidikan demikian itu didasarkan pada sebuah asumsi tentang adanya moral universal, yaitu nilai-nilai moral yang dianggap permanen, telah teruji dalam sejarah, bersifat abadi, dan karenanya perlu dilestarikan dan ditanamkan pada peserta didik tanpa syarat. Konsep pendidikan sedemikian itu, banyak digunakan pada negara berkembang yang menganut sistem pemerintahan yang otoriter dan sentralistik .Adanya dua aliran kepentingan pendidikan sebagaimana pendidikan tersebut, pada gilirannya membawa kepada timbulnya aliran pendidikan yang ketiga, yaitu konsep pendidikan yang mencoba menghubungkan antara kepentingan individual dan masyarakat. Konsep yang memadukan kepentingan idividual dan masyarakat ini didasarkan pada sebuah asumsi, bahwa selain memiliki kebebasan individual, manusia juga dibatasi oleh kebebasan sosial. Selain makhluk individual yang merupakn hak privasinya, manusia juga makhluk sosial. Selain mementingkan kebutuhan individualnya, manusia juga harus mementingkan kebutuhan sosialnya.

Jenis-jenis Pendekatandalam Pembelajaran

1. Pendekatan Individualistic

Pendekatan individualistic dalam proses pembelajaran, adalah sebuah pendekatan yang bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar belakang perbedaan dari segi kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi, dan sebagainya. Perbedaan individualistis peserta didik tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus memerhatikan perbedaan peserta didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal ini tidak dilakukan, maka strategi belajar tuntas (mastery learning) yang menuntut penguasaan penuh kepada peserta didik tidak pernah menjadi kenyataan. Dengan pendekatan individual ini kepada peserta didik dapat diharapkan memiliki tingkat penguasaan materi yang optimal.

Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk mengatasi peserta didik yang suka banyak bicara atau membuat keributan dalam kelas. Caranya

(9)

Teori Belajar

antara lain dengan memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh dengan peserta didik lainnya. Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan pada anak didik yang pendiam. Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam belajar segera dapat dipecahkan. Pendekatan individualistic juga adalah pendekatan ruang demokratis, karena memperlakukan setiap peserta didik sesuai dengan keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan terhadap kecakapan peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik yang mau belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang sungguh-sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan kesanggupannya.

Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan keuntungan, juga tidak terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis mengharuskan seorang guru memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap peserta didik. Keadaan ini amat menyulitkan, jika jumlah peserta didiknya cukup banyak, karena akan memakan waktu yang cukup banyak pula, dan karenanya kurang efisien. Selain itu, pendekatan ini juga mengharuskan adanya desain kelas yang kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup banyak. kelas kecil yang jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu orang guru, melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini menyebabkan peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi, dan pada gilirannya dapat menimbulkan sikap individualistis pada peserta didik.

2. Pendekatan Kelompok

Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada pandangan, bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta didik yang satu dengan yang lainnya ini, bukanlah untuk dipertentangkan atau dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang peserta didik yang cerdas misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas, sehingga peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang cerdas. Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling menunjang secara optimal. Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan pada asumsi, bahwa setiap anak didik memiliki kecenderungan untuk berteman dan berkelompok dalam rangka memperoleh pengalaman hidup dan bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat ditumbuhkan rasa sosial yang tinggi pada setiap peserta didik, dan sekaligus untuk mengendalikan rasa egoism yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap

(10)

Teori Belajar

kesetiakawanan sosial di dalam kelas. Dengan pendekatan kelompok ini, mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya. tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa bantuan orang lain.

Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana tersebut di atas, terdapat sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti faktor tujuan, peralatan dan sumber belajar, metode yang akan dipergunakan, lingkungan tempat belajar, serta keadaan peserta didik itu sendiri. Dengan demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat dilakukan secara sembrono atau tanpa perhitungan yang matang.

3. Pendekatan Campuran

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak didik di samping memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga memiliki persamaan sebagai makhluk yang berkelompok. Dengan demikian, setiap peserta didik sesungguhnya dapat didekati secara individual dan kelompok. Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan, bahwa pada pendekatan individual dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Keadaan sebagaimana tersebut di atas, memberi petunjuk tentang kemungkinan dapat dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan campuran, yaitu sebuah pendekatan yang bertumpu pada upaya menyinergikan keunggulan yang terdapat pada pendekatan individual dan keunggulan yang terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam praktiknya, pendekatan campuran ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan dengan dua pendekatan sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan peserta didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi peserta didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.

Uraian tersebut di atas telah menjelaskan, bahwa setiap peserta didik memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam belajar.dari satu sisi terdapat peserta didik yang memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, namun pada sisi lain terdapat peserta didik yang motivasi belajarnya sedang-sedang saja, atau rendah. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan keadaan peserta didik yang satu bergairah dalam dalam belajar, sedangkan peserta didik yang lainnya biasa-biasa saja, bahkan tidak bergairah sama sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia malah asyik bersenda gurau, bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara, berbincang-bincang satu sama lain tentang hal-hal yang terlepas dari masalah pelajaran.

(11)

Teori Belajar

4. Pendekatan Edukatif

Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif 1ain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya.Anak didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial, dan norma agama.

Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya, misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris di depan pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-laki, berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambi! mengontrol bagaimana anak-anak berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu per satu masuk kelas, mereka satu per satu menyalami guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.

Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah dilakukan oleh guru dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu masuk kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah membimbing anak didik, bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua perintahnya yang bernilai kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SD atau SLTP) melakukan hal yang demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang dirasakan mulai memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali dan tetap melekat pada pribadi guru. Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan intelektual serta keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.

(12)

Teori Belajar

Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru yang mengambil jarak dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru dengan anak didik disebabkan komunikasi antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.

Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan, karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang introver (tertutup).

Kasus yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi bermacam-macam jenis dan tingkat kesukarannya. Hal ini menghendaki pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat didekati dengan pendekatan individual, ada juga yang dapat didekati dengan pendekatan kelompok, dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif; pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian, semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan untuk mendidik. Tindakan guru karena dendam, marah, kesal, benci, dan sejenisnya bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karena apa yang guru lakukan itu menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.

Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di depan, ada lagi pendekatan-pendekatan lain. Berdasarakan kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994 disebutkan lima macampendekatan untuk pendidikan agama Islam, yaitu pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, dan pendekatan fungsional. Kelima macam pendekatan ini diajukan, karena pendidikan agama Islam di sekolah umum dilaksanakan melalui kegiatan intra dan ekstra kurikuler yang satu sama lainnya saling menunjang dan saling melengkapi. Kelima pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendekatan Pengalaman

Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa punjuga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, dan tidak pemah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan kegiatan fisiko Karena itu, the proses of learning is doing, reacting, undergoing,

(13)

Teori Belajar

experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through his own activity. (H.C. Witherington dan W.H. Burton, 1986: 57).

Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman tidak bersifat mendidik (edukative ex perience), karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik (misedukative experience). Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, jika guru tidak membawa anak ke arah tujuan pendidikan, akan tetapi menyelewengkan dari tujuan itu, misalnya "mendidik anak menjadi pencopet." Karena itu, ciri-ciri pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful), kontinyu dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan menambah integrasi anak. Demikianlah pendapat Witherington.

b. Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil, pembiasaan ini sangat penting. Karena denganpembiasaan itulahakhimya suatu aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya yang terlihat dan yang terjadi pada diri seseorang. Karenanya, di dalam kehidupan bermasyarakat,kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan tidak jarang terjadi konflik di antara mereka.

Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berpikir abstrak. Anak kecil hanya dapat berpikir konkret Kata-kata seperti kebijaksanaan, keadilan, dan perumpamaan,adalah contoh kata benda abstrak yang sukar dipikirkan oleh anak. Anak kecil belum kuat ingatannya,ia lekas melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lain, yang disukainya.

c. Pendekatan Emosional

Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan estetis, perasaan etis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Menurut Chalijah Hasan merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh manusia, dan merasa sebagai aktivitas kejiwaan ini adalah suatu pemyataan jiwa yang bersifat subjektif. Hal ini dilakukan dengan mengemukakan suatu kesan senang atau tidak senang, dan umumnya tidak tergantung pada pengamatan yang dilakukan oleh indra.

(14)

Teori Belajar

Perasaan, menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono sebagai fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut "rasa senang dan tidak senang", mempunyai sifat-sifat senang dan sedih/tidak senang, kuat dan lemah, lama dan sebentar, relatif, dan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa.

d. Pendekatan Rasional

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh sang Maha Pencipta, yaitu Allah swt. Manusia adalah makhluk yang sempuma diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lainnya seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah yang dapat berpikir, sedangkan makhluk lainnya tidak mampu berpikir.

Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula dapat membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu, tetapi diyakini pula bahwa dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan teknologi modern. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai homo sapien, semacam makhluk yang berkecenderungan untuk berpikir.

e. Pendekatan Fungsional

Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya sekadar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosia!. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu sudah fungsional di dalam diri anak.

Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang pada akhimya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa di masyarakat.

5. Pendekatan Keagamaan

Pendidikan dan pelajaran di sekolah tidak hanya memberikan satu atau dua macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Semua

(15)

Teori Belajar

mata pelajaran itu pada umumnya dapat dibagi menjadi mata pelajaran umum dan mala pelajaran agama Berbagai pendekatan dalam pembahasan terdahulu dapat digunakan untuk kedua jenis mata pelajaran ini. Tentu saja penggunaannya tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Dalam praktiknya tidak hanya digunakan satu, tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih pendekatan.

Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan pendekatan keagamaan. Hal lni dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan terpisah dari masalah agama, tetapi ada hubungannya. Cukup banyak dalil agama yang membahas masalah biologi. Persoalannya sekarang terletak, mau atau tidaknya guru mata pelajaran tersebut mencari dan menggali dalil-dalil dimaksud dan menafsirkannya guna mendukung penggunaan pendekatan keagamaan dalam pendidikan dan pengajaran. Surah Yaasiin, ayat 34, dan ayat 36, adalah bukti nyata bahwa pelajaran biologi tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Surah Yaasiin ayat 37, 38, 39, dan 40 adalah dalil-dalil nyata pendukung pendekatan keagamaan dalam mata pelajaran fisika.

Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan selama hayat siswa di kandung badan.

6. Pendekatan Kebermaknaan

Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan pikiran, pendapat, dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dalam rangka penguasaan bahasa Ingrris tidak bisa mengabaikan masalah pendekatan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar. Kegagalan penguasaan bahasa Inggris oleh siswa, salah satu sebabnya adalah kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti faktor sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri. Kegagalan pengajaran tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena akan menjadi masalah bagi siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang dimasukinya. Karenanya perlu dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan

(16)

Teori Belajar

kebermaknaan. Beberapa konsep penting yang menyadari pendekatan ini diuraikan sebagai berikut:

a) Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan malalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian, struktur berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan).

b) Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran bahasa yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.

c) Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda, baik secara lisan maupun tertulis. Suatu kalimatdapat mempunyai makna yang berbeda tergantung pad a situasi saat kalimat itu digunakan. Jadi keragaman ujaran diakui keberadaannya dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis.

d) Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut, sebagai bahasa sasaran, baik secara lisan maupun tertulis. Belajar berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran unsur unsur bahasa sasaran.

e) Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajamya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki siswa yang bersangkutan. Dengan kata lain, kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam keberhasilan belajar siswa.

f) Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa jika berhubungan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa depannya. Karena itu, pengalaman siswa dalam lingkungan, minat, tata nilai, dan masa depannya harus dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengajaran dan pembelajaran untuk membuat pelajaran lebih bermakna bagi siswa.

g) Dalam proses belajar-mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak hanya sebagai objek belaka. Karena itu, ciri-ciri dan kebutuhan mereka harus dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan pengajaran.

h) Dalam proses belajar-mengajar guru berperan sebagai fasilitatoryang membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.

Relevansi Metode dengan Bahan Pelajaran

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Bahan (subject metter) itu biasanya meliputi pengetahuan, keterampilan sikap dan norma atau nilai-nilai yang

(17)

Teori Belajar

diharapkan dimiliki dan diamalkan. Pada sebagian madrasah, terutama pada masa silam bahkan juga sampai sekarang, kurikulum masih dalam bentuk subject metter dan sementara itu dikalangan guru masih terdapat pandangan yang berbeda terhadap kurikulum semacam itu. Ada yang berpendapat bahwa bahan pelajaran itu mengandung nilai-nilai instrinsik dan harus dipelajari untuk kepentingan nilai itu sendiri. Sebagian lagi beranggapan bahwa bahan pelajaran itu diajarkan untuk dimanfaatkan atau dengan kata lain nilainya tergantung pada penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pihak lain beranggapan bahwa bahan pelajaran itu adalah sebagai alat saja untuk menegambangkan kemampuan intelektual, keterampilan, norma dan sikap.

Perbedaan pandangan tersebut diatas sebenarnya tidak perlu terjadi kalau kita memeperhatikan tujuan sekolah atau madrasah pada umumnya. Madrasah bertujuan untuk membentuk pribadi muslim dengan memperlengkapi siswa berbagai pengetahuan termasuk pengetahuan agama, dan keterampilan-keterampilan. Jelaslah bahwa pelajaran itu adalah sebagai alat yang sangat penting, yaitu alat untuk mencapai tujuan; alat yang digunakan oleh guru dan murid untuk tujuan yang suci yaitu membentuk pribadi yang muslim. Hal itu dapat dicapai bila bahan pelajaran yang dipelajari disajikan dengan cara yang wajar dengan memperhatikan juga faktor murid dan situasi. Bahan dipelajari secara wajar bila murid mengolah bahan itu melalui proses penemuan berpikir kreatif, kerjasama dan merealisasi kemampuan diri sendiri. Bahan pelajaran agama tidak diragukan lagi penuh mengandung nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi kalau dibiarkan dengan cara yang kurang wajar misalnya anak diseruh menghafal secara mekanis apa yang disampaikan oleh guru atau yang terdapat didalam buku-buku pelajaran, tidak mustahil akan timbul pada diri anak murid ras tidak senang pada pelajaran agama dan mungkin juga tidak senang dengan guru agamnya. Oleh karena bahan yang akan dipelajari mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya, maka untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada uumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya seperti tersebut dibawah ini.

1. Bahan yang memerlukan pengamatan

Pengetahuan yang dimiliki oleh anak umumnya diperoleh melalui alat indra atau melalui pengamatan baik langsung maupun tidak langsung. Alat indra dalam hal ini memegang peranan yang penting, ketidak sempurnaan atau ketidak pekaan suatu alat indra akan menyebabkan pengamaatan tidak sempurna dan hasil belaja menjadi berkurang.Dengan mendengar uraian guru (jadi pengamatan melalui indra pendengar) murid dapat mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan shalat jumat. Begitu juga dengan melalui membaca (pengamatan melalui indra penglihat), melihat orang sembahyang Jum’at atau melihat fil tentang orang shalat jumat anak memperoleh pengetahuan shalat

(18)

Teori Belajar

jumat. Dari contoh tersebut diatas jelas bahwa metode yang relevan untuk bahan tersebut adalah metode ceramah, atau metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat jumat). Yang ditekankan pada bahan tersebut adalah segi pengetahuannya sedangkan unuk keterampilan melakukn shalat Jumat termasuk Khatib memerlukan jenis belajar yang lain dan metode yang lain pula.

2. Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu

Untuk menguasi bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar secara motoris (motor type of learning). Mungkin jenis belajar melalui pengamatan perlu juga tetapi tidak sepenting belajar motoris. Contoh : bahan pelajaran membaca Al-Quran dengan baik.

Dalam hal ini juga diperlukan belajar motoris yaitu menguasai keterampilan-keterampilan dalam hal gerakan mulut dan lidah, pengaturan pernafasan dan suara. Metode yang relevan untuk bahan-bahan tersebut adalah metode demonstrasi dan rilek.

3. Bahan yang mengandung materi hafalan.

Bahan pelajaran agama jenis ini termasuk cukup banyak dan segera harus diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal. Disamping itu juga untuk keperluan ujian khususnya exhternal education. Untuk mempelajari bahan hafalan,ini diperlukan jenis belajar menghafalan (memory type of learning). Belajar menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan sebagainya tetapi tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat belajar menghafal ini ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari buku pelajaran tanpa menghubungkannya dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari.Untuk menghindarkan anak dari penyakit tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:

a. Bahan yang akan dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak.

b. Bahan hafalan hendaknya merupkan suatu kebulatan (keseluruhan dan bukan fakta yang lepas).

c. Bahan yang hendak dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam situasi tertentu.

d. Active recall hendaknya senantiasa dilakukan.

e. Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada sifat bahan.

4. Bahan yang Mengandung Unsur Emosi

Kalau dalam bagian yang lalu telah dibicarakan jenis bahan yang mengandung unsur pengetahuan dan keterampilan, maka pada bagian ini akan

(19)

Teori Belajar

dilanjutkan dengan bahan yang mengandung unsur emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ni memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emotion type learning. Dibandingkan dengan jenis belajar yang lai, jenis emosi ini belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaanya tidak mudah. Kurikulum pendidikan agama memuat bahan yang khusus untuk membentuk sifat-sifat tersebut, walaupun sifat itu dapat juga dicapai pada setiap bidang studi selain pendidikan agama. Contoh : akhlak terhadap diri sendiri.bahan yang akan dipelajari adalah sifat sabar, pemaaf, pemurah dan menjauhi sifat dendam dan sebagainya. Untuk mencapai sifat tersebut guru harus mengusahan agar anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya. Jadi dengan menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan da service project. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya adalah:

a. Harus ada pada anak suatu ide tentang sifat sabar, pemaaf dan sebagainya yang timbul karena pengalaman,baik didalam kelas maupun diluar kelas. Memberitahukan sifat-sifat terpuji kepada anak tidak banyak manfaatnya dan cenderung verbalistis.

b. Timbulkan emosi pada diri anak, yaitu ia merasa bahwa sifat itu baik atau tidak baik.

c. Sifat-sifat itu harus dilatih, dilaksanakan dalam perbuatan. Sehubungan dengan hitu faktor situasi sekolah termasuk kepribadian guru, situasi lingkungan dan keluarga sangat besar artinya.

Rangkuman

Pendekatan pembelajaran dapat berarti titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran, yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Paradigma pendikan yang digunakan sekarang ini bukanlah paradigma dimana pembelajar diibaratkan sebagai mengisi air ke dalam gelas, melainkan guru bertindak sebagai guru yang memotivasi dan menginspirasi agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan upayanya sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan guru sebagai “seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil. Guru hanya membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi yang di milikinya

Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam

(20)

Teori Belajar

bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar mengajar yang menyenangkan.

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Dalam bahan yang akan guru ajarkan pasti mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya,maka untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Diantaranya Bahan yang memerlukan pengamatan, Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu, Bahan yang mengandung materi hafalan, Bahan yang Mengandung Unsur Emosi.

(21)

Teori Belajar

BAB 2

Konsep CBSA

Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Di dalam proses pembelajaran, terjadi interaksi belajar dan mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur ekstrinsik maupun intrinsik yang melekat pada diri siswa dan guru, termasuk lingkungan. Dalam konteks pembelajaran,sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal, demikian juga halnya dengan siswa.

Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut.Dalam kegiatan pembelajaran kita tidak lepas dari istilah pendekatan, yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan memiliki pengetahuan yang berbeda dengan strategi, pendekatan bersifat filosofis paradigmatik yang mendasari aplikasi strategi dan metode. Pendekatan adalah pola atau cara berpikir atau dasar pandangan terhadap sesuatu. Pendekatan dapat diimplementasikan dalam sejumlah strategi sedangkan, strategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Strategi dapat diimplementasikan dalam beberapa metode.

Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Sedangkan strategi sendiri merupakan pola umum perbuatan guru peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran.Pendekatan merupakan dasar penentuan strategi yang akan diwujudkan dengan penentuan metode sedangkan metode merupakan alat yang digunakan dalam pelaksanaan strategi pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai terjadinya proses pembelajaran secara umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir. Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan mengembangkan pendekatan pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin. Dalam buku ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), yaitu tentang (a) Pengertian Pendekatan

(22)

Teori Belajar

Belajar aktif, (b) Prinsip-prinsip Pendekatan CBSA, dan (c) Strategi Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif.

Pengertian Pendekatan Belajar Aktif

Pendekatan Belajar Aktif adalah pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri ini merupakan tujuan akhir dari belajar aktif (Active Learning). Untuk dapat mencapai hal tersebut kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa atau anak didik. Pembelajaran aktif (Active Learning) mempunyai tujuan untuk mengoptimalkan semua potensi yang dimilki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran aktif (Active Learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.

Belajar aktif merupakan perkembangan teori Dewrning by Doing ( 1859-1952 ). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan Menghafal“. Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip “Learning by Doing “, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses balajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa teori rote learning” Belajar dengan menghafal “tidak cocok dalam proses belajar mengajar karena siswa hanya dituntut untuk menghafal saja tanpa disertai dengan pemahaman terhadap materi yang diajarkan. Berbeda dengan teori Learning by Doing dimana siswa dilibatkan secara spontan dalam proses belajar mengajar. Dalam teori ini siswa didorong untuk memberikan pemahamannya terdapat materi yang diajarkan berdasarkan pemahaman masing-masing siswa. Sehingga teori ini mengandung berbagai kiat untuk menumbuhkan kemampuan dan potensi siswa dalam belajar aktif. Peran serta siswa (peserta didik) dan guru dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting.

Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna, dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Itulah sebabnya guru dikatakan termasuk dalam salah satu sumber belajar karena guru merupakan orang yang mampu memberi informasi dan pengetahuan kepada siswanya. Siswa juga terlibat dalam proses belajar

(23)

Teori Belajar

bersama guru karena siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Siswa juga diharapkan mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan pengalaman dan pengetahuan yang pernah diterimanya

Selain itu, siswa dibina untuk memiliki keterampilan agar dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau masalah yang baru dihadapinya. Dengan demikian siswa mampu belajar mandiri. Active Learning (belajar aktif) pada dasarnyaberusaha untuk memperkuat dan memperlancar Stimulus yang diberikan guru dan respons anak didik dalam pembelajaran, serta proses pembelajaran menjadi suatu hal yang menyenagkan bukan menjadi hal yang membosankan bagi mereka, sehingga mereka dapat mengingat banyak tentang pelajaran yang disampaikan oleh gurunya terhadap mereka.

Dengan demikian strategi Active Learning (belajar Aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memori) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses, hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Dalam metode Active Learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Agar peserta didik tidak mudah lupa dengan pelajaran yang diterima sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar siswa dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna, sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.

Menurut T. Raka Jono (dalam Abu Ahmadi dan Prasetya Joko Tri, 2005:120) (CBSA) dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti bahwa CBSA merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai keaktifan fisik.

CBSA dilihat dari segi guru merupakan suatu strategi yang dipilih guru agar keaktifan siswa dalam kegiatan belajar berlangsung secara optimal. Untuk mencapai maksud ini guru sebelumnya telah mendesain kegiatan belajar mengajar yang meletakkan aktivitas pada subjek didik. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan CBSA menuntut

(24)

Teori Belajar

keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Konsep CBSA dalam bahasa Inggris disebut student active learning (SAL).

Pendekatan CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Dalam pendekatan ini guru tidak boleh menganggap siswa sebagai anak kecil yang tidak mungkin bisa mandiri dalam belajar, akan tetapi guru sebagai mitra siswa untuk bersama-sama aktif dalam proses pembelajaran.

Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA

Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik. Prinsip-Prinsip CBSA yang Nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:

1. Dimensi subjek didik

a. Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.

b. Keberanian atau keinginan untuk mencari kesempatan, untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis. c. Kreatifitas maupun usaha siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar

sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru. Guru hendaknya dapat memahami potensi yang dimiliki peserta didik dan juga memahami kebutuhannya, sehingga setelah memahami hal ini guru dapat memilih jenis-jenis kegiatan yang diperlukan peserta didik sebagai subjek belajar.

d. Dorongan keingintahuan yang besar pada diri siswa untuk mengetahui dan mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar. e. Peranan bebas dalam melakukan sesuatu tanpa merasa ada tekanan

dan siapapun termasuk guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini perlu ditanamkan dalam diri peserta didik karena dapat menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM).

2. Dimensi Guru

a. Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatkan kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Guru harus mampu berinteraksi dengan peserta didiknya dan juga dapat memberi motivasi serta dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memungkinkan siswa untuk aktif daalam proses belajar mengajarnya.

(25)

Teori Belajar

b. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.

c. Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar. Hal ini sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena sikap demokratis adalah sikap memberi kebebasan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar.

d. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing. Sehingga diperlukan guru untuk mengetahui bahwa setiap peserta didik mempunyai banyak perbedaan, atau tidak sama antar satu dengan yang lainnya.

e. Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan menimbulkan lingkungan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.

3. Dimensi Program

a. Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.

b. Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.

c. Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi, dalam penentuan media dan strategi belajar mengajar sehingga peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya. 4. Dimensi situasi belajar-mengajar

a. Situasi belajar yang di dalamnya terdapat komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antar siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.

b. Adanya suasana gembira dan gairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif

Strategi yang dapat digunakan guru untuk mencapai tujuan tersebut antara lain:

1. Refleksi

Guru dapat meminta siswa untuk secara berkala merefleksikan hal-hal yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Dalam tahap ini guru menjelaskan sedikit tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya untuk melatih ingatan siswa agar tidak lupa pada materi yang telah diajarkan. Contohnya: melalui jurnal opinion paper.

(26)

Teori Belajar

2. Pertanyaan Siswa (Anak didik)

Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, guru memberi tugas siswa untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum dipahami, atau hal-hal yang perlu dibahas bersama guru dan teman-teman siswa lainnya. Pada tahap ini diharapkan siswa untuk mengingat dan mengembangkan materi yang telah diajarkan.

3. Rangkuman

Guru dapat membiasakan siswa untuk membuat rangkuman terhadap hasil disuksi kelompok yang dilakukan dikelas atau sebagai tugas mandiri.Selain itu rangkuman tersebut juga dapat merupakan tugas untuk mengevaluasi/menilai sesuatu seperti buku, artikel, majalah dan lain-lain berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa bisa memiliki gambaran terhadap materi yang diajarkan dan siswa dapat menjelaskan kembali materi yang telah dijelaskan berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.

4. Pemetaan Kognitif

Pemetaan kognitif adalah alat untuk membuat siswa aktif belajar tentang konsep-konsep (reposisi) dan skemanya. Pemetaan kognitif juga dapat digunakan untuk menumbuhkan proses belajar aktif siswa. Untuk dapat merancang kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif dan menantang siswa secara intelektual, diperlukan guru yang mempunyai kreativitas dan profesionalisme yang tinggi. Belajar aktif memperkenalkan cara pengelolaan kelas yang beragam tidak hanya berbentuk kegiatan belajar klasikal saja. Kegiatan belajar klasikal (ceramah) masih tetap digunakan agar guru dapat memberi penjelasan tentang materi pelajaran dengan jelas dan baik. Namun kegiatan belajar klasikal bukan merupakan satu-satunya model pengelolaan kelas. Masih banyak bentuk kegiatan lainnya seperti belajar kelompok, kegiatan belajar berpasangan, dan kegiatan belajar perorangan.

Masing-masing bentuk kegiatan mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing.Guru perlu memilih bentuk kegiatan yang paling tepat berdasarkan tujuan intruksional kegiatan yang telah ditetapkan. Bentuk kegiatan yang dipilih hendaknya mampu merangsang siswa untuk aktif secara mental, sekaligus mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan. Belajar aktif mensyaratkan pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara optimal dalam proses belajar. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak hanya terbatas pada sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah saja, seperti guru, teman, laboratorium, studio, dan perpustakaan saja. Namun juga pada sumber belajar yang ada di luar sekolah, seperti komunitas masyarakat, objek/tempat tertentu media, gejala alam, narasumber setempat seperti pemuka agama dan pemuka adat. Pemanfaatan sumber belajar yang

(27)

Teori Belajar

beranekaragam secara optimal merupakan titik tolak kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan menantang siswa.

Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu mengenal dan mangembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya.

5. Belajar aktif menuntut guru bekerja secara professional

Selanjutnya, Belajar Aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan untuk Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses pembelajaran,berkreasi mengembangkan gagasan baru,mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat, mempelajari relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap dan utuh, memberi kesempatan pada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya dan menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.

Rangkuman

Berdasarkan uraian yang dibahas dalam buku ini,dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan CBSA.Dimana dalam pendekatan belajar aktif bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimilki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Prinsip-prinsip pendekatan CBSA terdapat empat dimensi yakni dimensi subjek didik, dimensi guru, dimensi program dan dimensi situasi belajar-mengajar. Sedangkan dalam strategi pendekatan cara belajar siswa aktif terdapat lima poin pokok yaitu refleksi, pertanyaan siswa, rangkuman, pemetaan kognitif dan menuntut guru bekerja secara profesional. Dengan

(28)

Teori Belajar

demikian pendekatan CBSA diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri

Referensi

Dokumen terkait

Mampu mengungkapkan pikiran pendapat gagasan dan perasaan secara lisan dengan memperhataikan berbagai ragam bahasa dan unggah ungguh basa yang

Mampu mengungkapkan pikiran pendapat gagasan dan perasaan secara lisan dengan memperhataikan berbagai ragam bahasa dan unggah ungguh basa yang

Mampu mengungkapkan pikiran pendapat gagasan dan perasaan secara lisan dengan memperhataikan berbagai ragam bahasa dan unggah ungguh basa yang

dan menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narasi, deskripsi, eksposisi,

menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan informasi dalam bentuk teks naratif, deskriptif, eksposisi, argumentatif,

Siswa mampu menulis, menyunting, dan menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narasi,

Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam berbagai jenis karangan nonsastra maupun sastra menggunakan berbagai ragam bahasa Jawa sesuai

Siswa mampu menulis, menyunting, dan menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan informasi dalam bentuk