• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DENGAN TEKNIK TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI DI KECAMATAN CIMARGA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DENGAN TEKNIK TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI DI KECAMATAN CIMARGA."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman PENGESAHAN

PERNYATAAN ABSTRAKS

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Pertanyaan Penelitian ... 16

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Definisi Operasional ... 18

F. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Pembelajaran yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif ... 21

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 40

C. Hasil Belajar... 55

D. Karakteristika Siswa Sekolah Dasar ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN HASIL PENGEMBANGAN MODEL A. Metode Penelitian ... 64

1. Populasi dan Sampel ... 69

(2)

3. Langkah-langkah Penelitian... 74

4. Pengembangan Instrumen ... 75

5. Analisis Data ... 78

B. HASIL PENGEMBANGAN MODEL 1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan... 79

2. Deskripsi Pengembangan Draft Model ... 95

3. Deskripsi Hasil Uji Coba Model Terbatas ... 103

4. Deskripsi Uji Coba Model Secara Luas ... 122

BAB IV PENEMUAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar Uji Coba Terbatas ... 131

2. Hasil Belajar Uji Coba Model Secara Luas ... 136

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar ... 144

2. Desain Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT yang Dikembangkan ... 150

3. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif ... 159

4. Evaluasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 163

(3)

Tournament ... 165

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 161

B. Rekomendasi ... 171

(4)

DAFTAR TABEL

TABEL

3.1 KISI-KISI ISNTRUMEN PENELITIAN ... 76

3.2 LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR GURU ... 80

3.3 PANDANGAN GURU TERHADAP TUGAS , FUNGSI, HARAPAN DAN MINATNYA DALAM MENGAJAR ... 81

3.4 PANDANGAN GURU TERHADAP PEMBELAJARAN IPS .... 84 3.5 KEMAMPUAN SISWA MENURUT PANDANGAN GURU .... 86 3.6 PANDANGAN GURU TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN IPS

... 87 3.7 SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN IPS ... 89 3.8 PANDANGAN SISWA TERHADAP SEKOLAH ... 91 3.9 PANDANGAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN IPS ... 93

3.10 KETENTUAN SKOR PERKEMBANGAN PADA EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ... 119

3.11 KETENTUAN PENGHARGAAN KELOMPOK PADA MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF ... 119 3.12 DAFTAR NILAI DAN HASIL PEROLEHAN POIN TURNAMEN

... 120

3.13 DAFTAR NILAI DAN HASIL PEROLEHAN POIN TURNAMEN KELOMPOK

(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Pendidikan adalah proses mempersiapkan generasi yang akan datang

agar memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk meneruskan pembangunan Negara

ini dan sekaligus sebagai bentuk alih generasi. Mempersiapkan generasi

merupakan sebuah rencana besar yang akan menggambarkan baik buruknya suatu

bangsa akan terlihat dari bagaimana proses pendidikannya pada saat ini.

Mempersiapkan generasi yang berkualitas diperlukan proses

pembelajaran yang baik yang mudah dimengerti dan dipahami oleh peserta didik,

sehingga mereka memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk membekali

dirinya dalam menjalani proses kehidupan baik kehidupan pribadi maupun

kehidupan bernegara, sebab kualitas sumber daya manusia yang baik akan

menopang kualitas sebuah negara.

Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang

melibatkan semua komponen pembelajaran atau dengan kata lain terjadi interaksi

(7)

eduktaif antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta

didik lainnya baik itu disengaja maupun tidak disengaja.

Interaksi Belajar Mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai

edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta

didik. Dikatakan bernilai edukatif karena kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelum

pembelajaran dilakukan.

Menurut Sardiman (2003 : 1) interaksi edukatif adalah interaksi yang

berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Sangat

jelas bahwa apabila proses interaksi terjadi dengan baik antara guru dengan

peserta didik maka sudah dapat dipastikan tujuan pendidikan secara umum

maupun tujuan pembelajaran secara khusus akan dapat tercapai dengan baik.

Interaksi antara guru sebagai pengajar dengan warga belajar (siswa/ peserta didik

atau subjek belajar) merupakan proses motivasi agar dapat melakukan kegiatan

pembelajarannya secara optimal.

Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah

berlangsung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang

merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses

kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang

belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar.

Menurut Sudjana (2000 : 95) kegiatan pembelajaran terjadi melalui

interaksi antara peserta didik di satu pihak dengan pendidik di pihak lain dan

dalam kegiatan belajar kelompok, interaksi itu terjadi antara peserta didik dengan

(8)

3

Supaya terjadi interaksi pembelajaran dengan baik dibutuhkan guru yang

kreatif dalam mengolah proses pembelajaran, agar peserta didik dapat secara

maksimal menerima materi ajar sehingga menjadi sesuatu yang bermakna dan

dapat berguna baik itu untuk dirinya maupun untuk orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar mengajar

guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi

pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil

memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang

digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami

landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.

Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu

yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar

sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar

merupakan suatu proses penerapan prinsip. Lebih jauh lagi bahwa ketika seorang

pendidik sedang menyampaikan materi pembelajaran di depan kelas, pada saat itu

sedang terjadi proses transformasi pengetahuan dari seorang pendidik kepada

peserta didik dengan tujuan sebagai bentuk penyiapan generasi yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan.

Belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh makhluk

hidup yang memungkinkan makhluk hidup ini merubah perilakunya cukup cepat

dalam cara kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus pada

setiap situasi baru. Belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang

(9)

dalam struktur kognitif, atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi

proposisi yang bermakna.

Upaya untuk mencapai tujuan belajar yaitu perubahan tingkah laku,

memberi petunjuk bahwa belajar yaitu bagian dari tingkah laku manusia karena

kegiatan belajar mengajar bertujuan meningkatkan disposisi dan kemampuan

seseorang. (Sudjana, 2000 : 97).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan

individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik

yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara

langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.

Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis

yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan

perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan

sikap.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat beberapa unsur yang

merupakan satu kesatuan. Karena antara komponen yang satu dengan komponen

yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Bahkan selain merupakan satu kesatuan juga

sebuah sistem.

Di dalam interaksi belajar mengajar guru memegang kendali pokok

untuk mencapai tujuan akan tetapi seperti kita ketahui, sering ditemui masalah

implementasi pembelajaran, antara lain disebabkan oleh padatnya materi dan

langkanya model pembelajaran yang kreatif, sehingga mengakibatkan rendahnya

(10)

semata-5

mata untuk menghapal konsep tanpa disertai pemahaman, penalaran dan

sikap-sikap sosial siswa.

Menurut Slavin (2008 : 8) Guru yang baik adalah guru yang mencoba

untuk membangun keterampilan siswa yang sama pada masa-masa selanjutnya.

Dengan kata lain bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu memahami jiwa

dan kakrakter siswanya, dan kebutuhan pengetahuna yang harus dikuasai siswa,

sehinga proses pembelajaran akan sangat bermakna dan bernilai guna, terutama

untuk kehidupan siswa tersebut.

Tampaknya perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses

belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Pada saat ini siswa berada

dalam situasi belajar yang menegangkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan

materi ajar. Nilai-nilai dan totalitas diri siswa kurang diperhatikan sehingga

banyak terjadi kekerasan, tawuran dan tingginya sikap apatisme siswa terhadap

teman dan lingkungannya.

Ketidak bernilaian ini disebabkan oleh proses pembelajaran yang tidak

menelaah apa yang dibutuhkan siswa. Proses pembelajaran cenderung memaksa

peserta didik untuk menuruti apa yang dikehendaki guru. Ketuntasan kurikulum

menjadi target utama dalam proses pembelajaran, sehingga siswa merasa dipaksa

untuk belajar tanpa sesuai dengan karakteristik dirinya. Akibatnya pengetahuan

dan keterampilan dasar yang dimiliki oleh siswa tidak tergali secara maksimal.

Dalam paradigma pendidikan modern saat ini pembelajaran harus berpusat

pada siswa serta secara utuh mengembang semua potensi siswa. Dan siswa

sebenarnya tidak hanya memiliki kemampuan psikomotor, afektif dan penelaran

(11)

Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan

Kinestetik, Kecerdasan Ritmis, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan

Interpersonal dan Kecedasan Natural, kecerdasan beragam ini sering di sebut

dengan Multiple Intelligences. Kecerdasan ini merupakan potensi ( harta karun)

yang ada dalam diri siswa sehingga guru hurus dapat mengembangkan kecerdasan

tersebut menjadi individu yang utuh ( Holistik ) .Hanya dengan pemelajaran yang

bersifat sosial yang dapat mendorong berkembang secara totalitas kecerdasan ini.

Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial (IPS), kadangkala peserta

didik merasa jenuh, sebab siswa dihadapkan materi-materi yang lebih banyak

dikemukakan oleh guru, sedangkan siswa hanya sebagai pendengar saja, hal ini

menyebabkan anak merasa jenuh dan bosan. Pada akhirnya anak kurang

memperhatikan, sebab metode yang lebih banyak dikembangkan oleh guru adalah

metode ceramah tanpa banyak melibatkan siswa.

Hal ini diperkuat oleh indikasi dan kesimpulan Soemantri (2001:39)

bahwa mata pelajaran sejarah dan ilmu-ilmu social lainnya sangat membosankan

dan kurang membantu dalam permulaan studi di perguruan tinggi maupun

manfaatnya dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam Permendiknas No.22 tahun 2006, Mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam

proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di

masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan

memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang

(12)

7

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Empat dimensi pembelajaran IPS yaitu (1) knowledge (pengetahuan). (2)

Keterampilan (skill).(3) Sikap dan Nilai (attitudes and Value), dan (4) tindakan

warga Negara (Civics Action)(Sapriya, 2006 : 18).

Sangat jelas dan nyata bahwa pendidikan IPS memiliki nilai dan pesan

yang amat besar yang wajib oleh siswa sejak usia dini dipahami dan dihayati

sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam dimensi tujuan pendidikan IPS dapat

melekat dan dilaksanakan sejak kecil sehingga melahirkan generasi-generasi yang

memiliki moral yang baik. Hal ini tentu tidak seimbang dengan proses

pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Guru lebih banyak

mendominasi proses pembelajaran.

Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula

kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan

(13)

Berdasarkan analisis konseptual dam kondisi pendidikan IPS di tingkat

persekolahan (Mangkoesapoetra, pendidikan.network), ternyata masih banyak

guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam

memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu

mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar, dan

banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan

pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak

sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode

pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat.

Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku,

sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan

keterampilan siswa.

Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan

kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar

yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Mangkoesapoetra,

(pendidikan.network 2005). Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru

dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap

keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang

digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.

Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh

penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada

pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Masih menurut

(14)

9

pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif

dalam PBM. Disamping itu, PBM IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu

menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Pada gilirannya, akan

berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar siswa.

Atas dasar problematika di atas, maka isu yang sering mencuat tentang

rendahnya mutu pendidikan kita dewasa ini, secara kualitatif patut diduga karena

model pembelajaran yang dianut oleh guru didasarkan atas asumsi tersembunyi,

bahwa pendidikan IPS adalah suatu pengetahuan yang bisa dipindahkan secara

utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, ibarat memindahkan isi sebuah teko ke

segelas cangkir.

Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi

siswanya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru

dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata

pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan kepada

siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat

(Mangkoesapoetra, 2005). Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di

lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat

menguasai seluruh Proses pembelajaran. Maka dari itu, pendidikan IPS belum

mampu menumbuhkan iklim yang menantang siswa untuk belajar dan tidak

mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.

Melihat uraian di atas bahwa ternyata mempelajari Ilmu Pengetahuan

Sosial sangat penting bagi siswa untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat serta

(15)

dimasyarakat. Selain itu dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, terutama

dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa diharapkan dapat

saling menghormati dengan sesama.

Jika pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial kurang melibatkan siswa,

dikhawatirkan tujuan pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial tidak akan

tersampaikan secara utuh yang pada akhirnya tujuan pembelajaran tidak akan

tercapai dengan baik.

Oleh sebab itu perlu dibangun suatu interaksi belajar yang dapat

memberikan kesempatan terhadap siswa untuk berinteraksi satu sama lain yang

akan membentuk komunitas yang memungkinkan siswa untuk mencintai proses

belajar dan mencintai satu sama lain.

Ukuran keberhasilan proses pembelajaran adalah evaluasi. Evaluasi dan

penilaian berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Dalam arti luas,

evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan menyediakan

informasi yang sangat diperlukan (Djiwandono, 2006 : 397).

Salah satu tujuan evaluasi adalah sebagai umpan balik bagi siswa. Siswa

ingin tahu hasil dari proses pembelajaran, sepanjang proses penilaian berjalan

sesuai dengan aturan penilaian, artinya bahwa penilaian yang tetap dan teratur

akan memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan siswa. Prestasi yang

dimiliki oleh siswa memberikan gambaran yang jelas kualitas yang dimiliki oleh

siswa tersebut.

Capaian nilai ilmu pengetahuan sosial selama ini cenderung kurang

(16)

11

siswa, yang pada akhirnya siswa tidak tertarik untuk ikut larut dalam proses

pembelajaran, akibatnya nilai yang dimiliki oleh siswa rendah.

Dari hasil studi berupa pengamatan di lapangan terlihat bahwa dalam

pembelajaran IPS di SD, masih banyak guru yang belum menggunakan

prinsip-prinsip pembelajaran secara optimal dan kegiatan di kelas masih banyak

didominasi oleh guru. Sebagian dari jumlah siswa tidak tertarik terhadap pelajaran

IPS yang terlihat dari ekspresi jenuh, bosan, dan bersikap pasif dalam menerima

pelajaran. Sikap tidak senang dalam menerima pelajaran IPS disebabkan juga

karena penyajian IPS lebih banyak memuat aspek kognitif dan terpusat pada

hafalan. Akibatnya pelajaran IPS lebih memberi kesan sebagai pelajaran hafalan

yang membosankan dan kurang membangkitkan motivasi siswa untuk giat belajar

yang pada akhirnya akan mempengaruhi perolehan hasil belajar para siswa.

Bukti kemerosotan nilai belajar siswa pada mata pelajaran IPS terlihat

dari rendahnya nilai rata-rata Ujian Akhir Semester (UAS), Tidak tercapainya

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial menjadi sebuah indikator bahwa nilai Ilmu Pengetahuan Sosial rendah

diperoleh dari hasil studi pendahuluan bahwa nilai mata pelajaran Ilmun

Pengetahuan

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, peneliti akan mencoba

dengan model pembelaran cooperative, karena model pembejaran cooperative

menganut falsafah homo homini socius falsafah ini menekankan bahwa

manusia adalah makhluk sosial (Lie, 2004:28).

Sedangkan menurut Slavin (2008 : 8) Pembelajaran cooperative

(17)

kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda ( heterogen ). Setiap

anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan

pembelajaran .

Pada penelelitian sebelumnya, tergambar bahwa pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial dengan menggunakan metode cooperative menunjukkan

bahwa metode ini dapat meningkatkan minat, aktivitas dan hasil belajar, hal ini

perlu dikembangkan lebih lanjut kepada sekolah-sekolah lain untuk membuktikan

bahwa metode ini baik digunakan dalam pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial.

Model pembelajaran cooperative dikembangkan untuk mencapai hasil

belajar akademik, model pembelajaran cooperative juga dapat mengembangkan

keterampilan siswa. Model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang sulit, disamping dapat mengembangkan keterampilan sosial.

Pembelajaran cooperative dapat memberikan keuntungan baik pada siswa

kelompok bawah, maupun untuk siswa kelompok atas yang berkerja sama, siswa

kelompok atas akan menjadi tutor kelompok bawah, jadi kelompok bawah dapat

bantuan teman sebaya .

Keuntungan dari pembelajaran cooperative adalah untuk melatih siswa

bekerja-sama dan berkolaborasi, keterampilan ini penting untuk dimiliki di

dalam masyarakat dimana banyak kerjasama orang dewasa sebagain besar

dilakukan dan berorganisasi yang saling bergantung satu sama lain, dimana

masyarakat secara budaya sangat beragam.

Ragam pembelajaran kooperatif bermcam-macam, diantaranya adalah

model Student team Achievement Division (STAD), Number Head Together

(18)

13

pembelajaran ini lebih banyak mengaktifkan siswa, siswa terlibat langsung dalam

proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini akan dikembangkan momdel pembelajaran

cooperative dengan teknik pertandingan permainan team atau Cooperative

Learning – Teams Games Tournaments (CL-TGT) merupakan jenis

pembelajaran cooperative yang berkaitan dengan Student Teams Achievement

Devicion ( STAD), siswa memainkan permainan dengan anggota –anggota team

lain untuk memperoleh tambahan lain pada skor team mereka masing-masing.

Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi

motivasi belajar yang pada akhirnya hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

menjadi meningkat.

Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan

pembelajaran yang dirancang untuk mengevaluasi pengetahuan yang diperoleh

siswa dalam penyampaian dikelas dalam kegiatan kelompok, permainan

tersebut dimainkan pada meja-meja turnamen setiap meja turnamen dapat diisi

oleh wakil-wakil kelompok yang memiliki kemampuan setara. Permainan itu

berupa pertanyaan sejumlah siswa dalam kelompok tersebut. Masing-masing

anggota kelompok mempunyai nomor dalam pertanyaan yang dipilih, sehingga

setiap anggota kelompok mempunyai satu pertanyaan yang ditulis pada kartu

yang diberi angka.

Tiap-tiap siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dalam

kelompoknya, dapat berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai angka

(19)

Adapun kelebihan dari model pembelajaran Cooperative learning –

TGT ini siswa belajar dalam suasana kompetensi atau persaingan, sering

juga guru memberikan imbalan bagi mereka yang menang dalam kompetisi

tersebut. tetapi tetap dijaga persaingan yang sehat dan dalam suasana

gotong royong dan menyenangkan. Menurut asumsi penulis salah satu strategi

pembelajaran yang dianggap relevan dan dapat memperbaiki kualitas

pembelajaran siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah model

pembelajaran kooperatif tipe TGT.(Teams Games Tournament.)

Alasan lain mengapa harus menggunakan Cooperative learning –TGT

didasarkan dari pendapat Thornburg (1984) (expresriau.com) bahwa anak sekolah

dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi

diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam

perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka

dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas

empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi,

bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah

laku anak remaja permulaan.

Menurut Piaget (expresriau.com) ada lima faktor yang menunjang

perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik

(physical experience), penyalaman logika matematika (logical mathematical

experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan

(equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (self-regulation ) Erikson mengatakan

bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar. Mereka

(20)

15

baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan antara

perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun

perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan

negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar.

Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak

yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6

tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional

formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.

Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap

operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih

sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis,

tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan

konservasi.

Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa

sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik

sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari

dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial

anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka

tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah

diharapkan pada dunia pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Dengan bertumpu pada latar belakang di atas maka dalam penelitian ini

(21)

bagaimanakah yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar?

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan deskripsi latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan

di atas, maka agar lebih jelas permasalahannya, dapat dirumuskan menjadi

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial saat ini

khususnya dilihat dari tujuan, bahan ajar, proses dan evaluasi terkait dengan

peningkatan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan Cimarga ?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar

siswa sekolah dasar di kecamatan Cimarga ?

a. Desain model pembelajaran kooperatif yang bagaimanakah yang tepat

untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan

Cimarga ?

b. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran kooperative yang

dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan

Cimarga ?

c. Bagaimana evaluasi model pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar

di Kecamatan Cimarga?

3. Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat setelah diterapkannya

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan ?

4. Apa faktor penghambat dan pendukung keberhasilan pembelajaran

(22)

17

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Memperoleh gambaran tentang kondisi pembelajaran pada saat ini

khususnya dilihat dari tujuan, bahan ajar, proses dan evaluasi terkait

dengan peningkatan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan

Cimarga

2. Menghasilkan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil

belajar siswa

a. Menemukan model desain pembelajaran kooperatif yang tepat untuk

meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan

Cimarga

b. Menemukan model implementasi pembelajaran kooperative yang

dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan

Cimarga

c. Menemukan model evaluasi pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar

di Kecamatan Cimarga

3. Memperoleh gambaran tentang hasil belajar siswa setelah diterapkannya

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan

4. Menemukan faktor penghambat dan pendukung keberhasilan pembelajaran

(23)

E. Definisi Operasional

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, ada dua variable yang menjadi inti dalam penelitian yang akan

dilakukan yaitu model pembelajaran dan hasil belajar siswa. Agar variable yang

akan diteliti dapat diukur, dapat diobservasi dan dapat diuji, maka variable

tersebut didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

1) Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat

sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Artinya siswa

terdiri dari latar belakang kemampuan akademis yang berbeda, jenis kelamin,

suku, etnis dan social budaya yang berbeda-beda. Menurut Roger dan David

Jhonson (Lie, 2008 : 31-35), ada lima unsure yang harus dipenuhi sehingga

bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif yaitu : (a) saling

ketergantungan positif; (b) tanggungjawab perorangan; (c) tatap muka

(interaksi personal)’ (d) komunikasi antar anggota (keahlian bekerjasama) dan

(e) evaluasi proses kelompok.

2) Hasil belajar adalah gambaran tentang output dari proses pembelajaran yang

ditandai dengan perubahan dengan melihat nilai yang diperoleh oleh seorang

siswa. Alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan hasil belajar siswa

adalah soal tes. Siswa yang dinyatakan berhasil adalah siswa yang telah

memenuhi standar ketuntasan minimal.

Jadi dengan kata lain bahwa pengembangan model cooperative learning

(24)

19

kerja kelompok dengan teknik pertandingan kelompok untuk mengetahui hasil

belajar dari proses pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian pengembangan model cooperative learning

dengan teknik, utamanya adalah untuk meningkatkan proses belajar, yang

akhirnya dapat meningkatkan pemahaman belajar kelas V, yang akhirnya dapat

meningkatkan hasil belajar, adapun manfaat penelitian ini daapat

dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Bagi Siswa

Dengan pengembangan model Cooperative Learning dengan teknik Team

Games Tournamnet, siswa akan termotivasi minat belajarnya, yang pada

sisi lain juga siswa dapat meningkatkan aktivitas belajar dengan

mencurahkan segala kemampuan yang dimikinya, serta didorong oleh

imbalan yang mendasari teori behaviorisme atau stimulus respon.

2. Bagi Guru

Dengan dilaksanakannya model Cooperative Learning dengan teknik Team

Games Tournamnet, dapat membuka wawasan baru bagi guru atau peneliti

khususnya dan bagi guru-guru yang lain pada umumnya. Yang diharapkan

guru dapat berinovasi dengan berbagai model pembelajaran yang sesuai

dengan situasi dan kondisi sekolah dan siswa itu sendiri. Dengan tujuan

utamanya kegiatan proses belajar dapat dilaksanakan dengan baik, dalam

(25)

3. Bagi Sekolah

Dengan berbagai model pembelajaran yang dapat dilaksanakan guru, hal

ini jelas memerlukan sarana dan prasarana yang cukup untuk

menunjang proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Oleh karena

itu apabila lembaga tersebut dapat memfasilitasi berbagai kemudahan

untuk dapat dilaksanakan secara belajar untuk dapat dilaksanakan proses

pembelajaran yang berkualitas, yang dapat membawa nama baik sekolah itu

(26)

64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

DAN HASIL PENGEMBANGAN MODEL

A. Metode Penelitian

Metode Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,

dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2008 : 297).

Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode

Research and development (R&D). kegiatan R&D ini berlangsung dalam bentuk

siklus, dimulai dari tahap penelusuran awal, pengembangan produk,

penguji-cobaan dan perbaikan.

Menurut Borg and Gall, (2003 : 570) langkah-langkah penelitian yang

dilakukan dalam Research and development (R&D) adalah sebagai berikut :

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan informasi),

merupakan studi pendahuluan meliputi review, studi literature, observasi

kelas, ketersediaan sarana dan prasarana belajar.

2. Planing (perencanaan) yaitu langkah untuk merencanakan yang akan

dilakukan berkaitan dengan penetapan tujuan, menentukan urutan

pembelajaran, uji kelayakan.

3. Develop preliminary form of product (mengembangkan bentuk model awal).

Pada tahap ini dilakukan penyiapan materi ajar, sumber dan media yang

(27)

pada tahap ini merupakan mencari bnetuk model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games tournament yang akan digunakan.

4. Preliminary field testing ( ujicoba model awal). Pada langkah ini merupakan

ujicoba dalam jumlah terbatas yang melibatkan sekolah dan subjek yang akan

diteliti.

5. Main product revision (revisi product), setelah uji coba terbatas dilakukan

pada langkah sebelumnya, langkah ini mencoba merevisi

kekurangan-kekurangan pada ujicoba awal yang diperoleh dari data observasi,

wawancara, angket dan hasil belajar siswa.

6. Main field testing (Uji coba Utama). Berdasarkan hasil revisi dan dilakukan

perbaikan-perbaikan pada langkah sebelumnya, langkah ini mengujicobakan

kepada sampel yang lebih luas dengan melibatkan beberapa sekolah subjek

dengan tujuan untukmengetahui keakuratan produk.

7. Operational product product revision (Revisi produk). Untuk menghasilkan

hasil yang maksimal, langkah ini merupakan tahap revisi untuk memperoleh

model yang ideal. Pada tahap ini peneliti berdiskusi dengan kolaborator

terutama berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif.

8. Operasional field testing (Uji coba). Draft akhir yang benar-benar siap untuk

disebarluaskan diperlukan masukan, saran, dan langkah-langkah ideal melalui

angket, observasi, wawancara.

9. Final product revision (revisi produk terakhir), beradasarkan ujicoba terbatas

dan ujicoba luas, untuk lebih meyakinkan bahwa model yang akan

(28)

66

10. Dissemmination and distribution (penyebaran dan distribusi). Langkah ini

merupakan langkah terakhir dari penelitian dan pengembangan.

Sepuluh langkah yang telah dilakukan oleh Borg and Gall

disederhanakan oleh Sukmadinata (2004 : 190) menjadi tiga langkah, yaitu : (1)

Studi Pendahuluan yang meliputi studi literature, studi lapangan, dan penyusunan

draf awal, (2) uji coba model dengan sampel terbatas dan ujicoba model dengan

sampel lebih luas, (3) Uji produk (validasi model) melalui eksperimen dan

sosialisasi produk.

Sedangkan Sugiyono ( 2008 : 298) membagi langkah-langkah penelitian

dan pengembangan ini dengan sepuluh angkah.

1. Potensi dan masalah

Penelitian dan pengembangan berangkat dari potensi yang ada dan bisa

dikembangkan sehingga menjadi nilai tambah (Sugiyono, 2008 : 298),

sedangakan masalah adalah terdapat kesenjangan atara harapan dengan

kenyataan. Potensi dan masalah dapat dijadikan sebagai dasar dalam

melakukan penelitian dan pengembangan. Potensi dan

Masalah

Pengumpul an data

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi Desain Ujicoba

Produk Revisi

Produk Ujicoba

pemakaian

Revisi Produk

(29)

2. Pengumpulan Data

Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukan secara faktual, maka

selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat

mengatasi masalah tersebut. Pada langkah ini peneliti melihat sebagai bagian

dari studi pendahuluan, dengan tujuan untuk mengumpulkan dan megkaji

kondisi pembelajaran saat ini.

3. Desain Produk

Pada langkah ini menurut Sugiyono (2008 : 301) yaitu langkah

mempersiapkan desain atau langkah-langkah yang akan dilakukan berupa

penjelasan mengenai bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat

setiap komponen pada produk tersebut.

4. Validasi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan

produk akan lebih efektif tida dari yang sudah ada atau yang lama. Validasi

produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau

tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai desain tersebut. Pada

penelitian ini untuk menilai apakah rancangan sudah sesuai tidak, maka peran

pembimbing sangat dominan, terutama dalam memvalidasi instrument

penelitian.

5. Revisi Desain

Setelah desain divalidasi, kemudian direvisi untuk dilihat apakah masih

(30)

68

6. Ujicoba Produk

Setelah dilakukan validasi desain, produk yang telah dibuat, pada tahap ini

diujicobakan. Pada penelitian ini ujicoba produk dilakukan dengan

melakukan ujicoba terbatas pada sampel yang telah ditentukan.

7. Revisi Produk

Pada tahap ini dilakukan diskusi dengan para pakar untuk menilai apakah

produk yang telah diujicobakan sudah sempurna atau belum. Pada tahap

penelitian ini dilakukan dengan refleksi dan mengkaji

kekurangan-kekurangan pada ujicoba terbatas, kemudian dilakukan penyempurnaan.

8. Ujicoba pemakaian

Setelah dilakukan revisi pada tahap sebelumnya, kemudian dilakukan ujicoba

pemakaian. Pada tahap ini dilakukan ujicoba lebih luas untuk mengetahui

apakah produk yang telah dibuat sudah sesuai tidak dengan rencana

sebelummnya.

9. Revisi produk

Sebelum dilakukan produksi massal dilakukan juga revisi produk pada ujiba

pemakaian. Maksudnya adalah untuk mengetahui apabila dalam pemakaian

terdapat kekurangan dan kelemahan

10. Pembuatan produk massal

Pembuatan produk massal ini apabila produk yang telah diujicobakan

dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi massal

Penelitian pengembangan ini dilaksanakan di SDN Kecamatan Cimarga,

pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Penulis akan mencoba

(31)

Tournamen, dalam upaya mengimplementasikan pendekatan tersebut, beberapa

langkah kegiatan yang akan ditempuh, mulai dari tahapan perencanaan, tahapan

pelaksanaan, tahapan observasi kegiatan, sampai dengan tahapan refleksi.

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generaliasai yang terdiri atas : obyek/ subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008 : 80 ).

Sedangkan menurut Sukardi (2003 : 53) menjelaskan bahwa yang dimaksud

populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau

benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi

target kesimpulan dari hasil akhis suatu penelitian.

Sedangkan menurut Nasution (2003 : 1) Populasi adalah keseluruhan

objek yang akan/ingin diteliti. Populasi ini sering juga disebut Universe. Anggota

populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang

ada padanya dapat diukur atau diamati. Populasi yang tidak pernah diketahui

dengan pasti jumlahnya disebut"Populasi Infinit" atau tak terbatas, dan populasi

yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat diberi nomor

identifikasi), misalnya murid sekolah, jumlah karyawan tetap pabrik, dll disebut

"Populasi Finit".

Adapun populasi yang dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas

V SDN di Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan sejumlah

responden yang diperlukan antara lain Kepala Sekolah, kolaborator dan dewan

(32)

70

Sampel menurut Sugiyono (2008 : 81) mengatakan bahwa sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, bila

populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Sedangkan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini penulis berasumsi

dari pendapat Sukardi ( 2003 : 55), yang mengatakan bahwa sampel adalah

jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data.

Sama halnya menurut Nasution (2003 : 1) Sampel adalah bagian dari

populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harfiah berarti

contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut "statistik" yaitu

X untuk harga rata-rata hitung dan S atau SD untuk simpangan baku.

Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

2. Lebih cepat dan lebih mudah.

3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam.

4. Dapat ditangani lebih teliti.

Untuk studi pendahuluan, penulis memilih teknik pengambilan sampel

dengan Sampel Berjatah (Quota Sampling). Pengambilan sampel hanya

berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel

telah ditentukan lebih dahulu. (Nasution, 2003 : 5). Sampel yang dijadikan untuk

studi pendahuluan adalah dengan mengambil kuota sekolah, siswa, guru dan

kepala sekolah setiap gugus sekolah. Di Kecamatan Cimarga terdapat 7 Gugus

(33)

pada teknik quota sampling diambil 2 sekolah, setiap sekolah diambil sampel 10

orang siswa dan 1 orang guru kelas V serta 1 orang kepala sekolah.

Dari asumsi tersebut maka diperoleh sampel data studi pendahuluan

adalah 14 orang guru kelas V, 140 orang siswa dan 14 orang kepala sekolah, maka

sesuai dengan pendapat dari Nasution (2003 : 1) bahwa pengambilan sampel

seperti ini sudah sangat mewakili dari semua populasi.

Sedangkan untuk uji coba terbatas dan uji coba luas, sampel penelitian

populasi dengan jumlah siswa dari 4 Sekolah Dasar. Sampel utama yang

dilakukan pada uji coba terbatas berjumlah 1 Sekolah Dasar, sedangkan untuk uji

coba lebih luas berjumlah 3 sekolah dasar dengan criteria pemilihan berdasarkan

nilai akreditasi dan pendapat masyarakat.

Pada tahap pertama peneliti akan mengujicobakan metode cooperative

learning pada SDN 2 Margajaya, tujuannya adalah untuk mengetahui keampuhan

metode kooperatif dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial, selajutnya untuk

mengembangkan produk, penulis memilih 3 Sekolah Dasar dengan kriteria Baik,

sedang dan Rendah. Dasar dari penliaian tersebut berdasarkan opini masyarakat

yang berada di wilayah kecamatan Cimarga, sehingga peneliti mendapatkan

gambaran yang jelas, sekolah dasar manakah yang masuk dalam kriteria di atas.

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis

menggunakan beberapa teknik mengumpulkan data seperti :

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana penyelidik

(34)

72

terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di

dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus

diadakan. Hadi dalam Sugiyono ( 2008 : 145 ) mengungkapkan :

Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena - fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung misalnya melalui questionnaire dan test. Dalam bab ini yang kita artikan dengan observasi dalam arti sempit.

Kemudian Nana Sujana ( 1991 : 84 ) mengungkapkan observasi adalah

alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu

ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi

yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.

Dengan memperhatikan definisi tersebut, penulis menggunakan teknik

observasi dengan cara melakukan kegiatan pengamatan proses pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial dengan menggunakan metode cooperative learning dengan

teknik Team Games tournament (TGT). Hasil pengamatan tersebut dicatat oleh

penulis secara sistematis.

b. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu teknik pengumpulan

data (informasi) yang dilakukan penelitian obyek yang sedang diteliti. Hadi dalam

Sugiyono (2008 : 137 ) mengungkapkan :

(35)

Dengan memperhatikan definisi tersebut di atas, penulis memilih

wawancara sebagai salah satu teknik dalam pengumpulan data ini, hal ini

digunakan untuk mengetahui kondisi proses pembelajaran yang biasa digunakan

oleh guru, oleh karena itu penulis akan menggunakan teknik ini kepada sejumlah

siswa, guru dan kepala sekolah, demi melengkapi informasi/data yang diperlukan.

c. Studi dokumentasi

Sebagai perlengkapan seorang penyelidik dalam lapangan ilmu

pengetahuan tidak sempurna bila tidak didukung atau dilindungi oleh

kepustakaan, karena dalam pustaka itulah ditemukan landasan - landasan teoritis

untuk berfikir. Oleh sebab itu, untuk memperoleh beberapa teori yang mendasari

beberapa penelitian ini diperlukan adanya buku - buku, majalah, artikel dan lain

sebagainya yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Untuk mengungkap

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, penulis mencoba mengkaji Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Silabus yang biasa digunakan oleh guru, hal ini

dilakukan sebagai bahan untuk membuat Silabus dan RPP dengan metode Team

games Tournamnet (TGT)

d. Angket

Yang dimaksud angket menurut Sugiyono (2008 : 142) adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Teknik ini digunakan

mengingat banyaknya responden yang akan dijadikan obyek penelitian, sehingga

tidak mungkin ditanya orang - perorang secara langsung. Dari angket ini

(36)

74

e. Dokumentasi atau Foto

Foto digunakan dalam penelitian ini agar dapat merekam

peristiwa-peristiwa penting atau untuk merekam aspek kegiatan di kelas yang meliputi

seluruh aktivitas siswa dengan tujuan untuk memperjelas atau memperkuat data

dari hasil observasi dan dapat juga membantu data-data lainnya yang sangat

penting.

f. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk melihat dampak dari pembelajaran yang

telah dilakukan, di mana kuesioner adalah merupakan tanggapan dari seluruh

siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan , manfaat atau dapat

dirasakan oleh siswa dalam rangka meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

3. Langkah-langkah penelitian

[image:36.595.112.515.224.663.2]

Secara skematik langkah-langkah penelitian yang dilakukan berdasarkan

gambar berikut ini seperti yang dikembangkan oleh Sukmadinata (2004 : 207).

Gambar I

Langkah-Langkah Penelitian

Dari skema yang dikembangkan pada gambar di atas, untuk studi

pendahuluan merupakan studi awal untuk mengetahui bagaimana proses

Studi Pendahuluan Pengembangan Pengujian

Studi Pusta ka

Survai Lapang an

Penyus unan draft

Uji Coba Terbata

s Uji coba

lebih luas

Pre Test

Perlaku an

(37)

pembelajaran IPS yang dikembangkan pada saat ini, hal ini dilakukan sebagai

dasar penyusunan draf awal model pembelajaraj Kooperatif dengan teknik Teams

Games Torunament (TGT). Studi pendahuluan juga menjadi asumsi dasar untuk

mengembangkan model, sebab pada studi pendahuluan akan terlihat bagaimana

proses pembelajaran yang pada saat itu dikembangkan.

Pada tahap pengembangan, dilakukan beberapa langkah yaitu ujicoba

terbatas dan ujicoba luas. Pada ujicoba terbatas bertujuan membuat model draft

dan sekalligus merevisi hasil ujicoba untuk menghasilkan draft final setelah

melalui proses revisi dengan melalui siklus pembelajaran.

Pada coba terbatas, peneliti melakukan penelitian di SDN 2 Margajaya

dan melakukan ujicoba model luas disekolah-sekolah lain yaitu SDN 1

Margajaya, SDN 1 Cimarga dan SDN 2 Cimarga.

4. Pengembangan instrumen

Agar proses penelitian dapat berjalan dengan baik dan terarah sesuai

dengan tujuan yang diinginkan, maka disusun panduan penelitian berupa

instrument penelitian. Penyusunan instrument pun berdasarkan kisi-kisi yang

dibuat, kemudian dirumuskan berupa butir-butir pertanyaan yang akan dijawab

oleh responden. Pengembangan isntrumen ini bertujuan untuk mengetahui

(38)
[image:38.595.107.525.149.749.2]

76

Tabel. 3.1

Kisi-Kisi Isntrumen Penelitian

No Aspek Yang

Diteliti Sub Aspek

Sumber Data

Teknik Pengumpulan

Data

1 Guru a. Identitas Diri :

1) Sekolah

2) Jenis kelamin 3) Pendidikan terakhir 4) Pengalaman Pelatihan 5) Pengalaman Mengajar

b. Aktualisasi Diri :

1) Tugas Guru Mengajar 2) Fungsi Guru Mengajar 3) Harapan Guru terhadap

siswa

4) Minat Guru Mengajar

c. Persepsi Guru tentang Pembelajaran IPS

1) Persepsi Guru terhadap tujuan pembelajaran IPS

2) Persepsi Guru terhadap manfaat Pembelajaran IPS bagi siswa

3) Persepsi Guru terhadap model pembelajaran IPS

4) Persepsi Guru terhadap kemampuan siswa 5) Persepsi Guru terhadap

kebutuhan belajar

d. Pengetahuan dan

kemampuan guru dalam

pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar siswa

1) Pengetahuan Guru

tentang model

pembelajaran

(39)

2) Implementasi dalam pembelajaran IPS di kelas meliputi :

a) Metode pembelajaran

b) Sarana dan prasarana belajar

c) Evaluasi pembelajaran

2 Siswa a. Rata-rata kemampuan

umum intelektual

siswa menurut guru.

b. Minat dan motivasi

belajar pada pelajaran menurut guru.

c. Penguasaan materi dan prestasi belajar

d. Persepsi siswa tentang

tujuan pelajaran

pelajaran IPS

e. Persepsi siswa tentang manfaat belajar IPS f. Minat siswa terhadap

mata pelajaran IPS

g. Persepsi siswa

terhadap pembelajaran IPS

h. Persepsi siswa

terhadap penampilan mengajar guru

i. Model pembelajaran

yang disukai siswa

Guru

Siswa

Angket

3 Pembelajaran

IPS

a. Persiapan mengajar b. Pelaksanaan

pembelajaran

c. Evaluasi hasil belajar

Guru Angket

4 Fasilitas/ Prasarana dan lingkungan Pembelajaran IPS

a. Ruang kelas dan fasilitas belajar

b. Suasana kelas c. Buku sumber d. Media/alat bantu

(40)

78

5. Analisis Data

Data yang telah terkumpul berdasarkan pada tujuan yang telah

ditetapkan, kemudian dilakukan analisis dan diinterpretasi. Data yang telah

diperoleh dikelompokan menjadi dua yaitu : data kuantitatif dan data kualitatif.

Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan studi

dokumentasi. Data hasil penilaian terhadap hasil belajar siswa pada uji coba

terbatas dan ujo coba lebih luas akan dianalisis secara statistic menggunakan uji-t

dengan menggunakan program SPSS versi 16 dan atau versi terbaru. Uji-t yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Paired Sampel Test (Priyatno, 2009 : 78)

yang digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua sampel yang

berpasangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai tes

antara sebelum dan sesudah dilakukan proses pembelajaran kooperatif dengan

teknik team games tournament yang pengujiannya menggunakan taraf signifikansi

0,05 atau tingkat kepercayaan (confidence interval) sebesar 95% (Priyatno,

2009:78).

Analisis data dilakukan dari awal penelitian sampai dengan akhir

penelitian secara terus menerus yang mencakup kegiatan analisis, refleksi dan

tindakan. Akhirnya berdasarkan pengolahan dan analisis data dilakukan penarikan

kesimpulan dengan cara menjawab pertanyaan penelitian dan mensintesiskan

jawaban-jawaban tersebut dalam sebuah kesimpulan penelitian secara

(41)

B. HASIL PENGEMBANGAN MODEL

1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 14 sekolah dasar

yang berada di kecamatan cimarga, terdapat beberapa informasi yang diperoleh

berkaitan dengan penelitian yang akan dikembangkan. Informasi ini berupa

kondisi sekolah yang menyangkut sarana dan prasarananya, keadaan siswa dan

kondisi pembelajaran. Informasi yang berkaitan dengan kondisi sekolah dijadikan

dasar oleh peneliti untuk pengembangan model pembelajaran yaitu model

pembelajaran kooperatif dengan teknik Team Games Tournament (TGT) yang

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan angket, observasi, studi dokumenter serta wawancara.

Jumlah populasi sekolah dasar yang berada di kecamatan cimarga ada 38,

jumlah yang dijadikan sampel oleh peneliti adalah 14 sekolah yang mewakili 7

gugus dengan tujuan memperoleh data real proses pembelajaran Ilmu

Pengetahuan sosial yang dilakukan oleh guru selama ini. Angket diberikan kepada

guru yang menjadi objek untuk mendapatkan data-data tentang kondisi guru, tugas

serta perannya, pandangan terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial,

pandangan guru terhadap hasil belajar siswa, implementasi pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS), perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi,

data tentang sarana dan prasarana pembelajaran, media belajar serta sarana lain

(42)

80

Angket juga diberikan kepada siswa sebelum proses pengembangan

model dilakukan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data tentang

pandangan siswa terhadap sekolah, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,

pembelajaran yang diinginkan serta cara pembelajaran yang selama ini dilakukan

oleh guru, data ini juga dilakukan untuk mengkroscek informasi yang

disampaikan oleh guru melalui angket dan data sebenarnya yang diterima siswa.

Studi pendahuluan dilakukan di 14 sekolah dasar negeri yang berada di

kecamatan cimarga dengan jumlah responden 14 guru kelas 5 dan 14 orang siswa

yang diambil 10 siswa dari setiap sekolah.

a) Keadaan guru kelas 5

Guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran memegang peran

strategis dalam proses pembelajaran, guru sebagai agen pembelajar harus

ditunjang oleh pengetahuan yang memadai, oleh karena itu, latarbelakang

pendidikan, pengalaman akan sangat mempengaruhi terhadap kinerja dan prestasi

siswa. Berkaitan dengan dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap

[image:42.595.105.515.222.750.2]

guru kelas 5, diperoleh data dan informasi sebagai berikut :

Table 3.2

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENGALAMAN

MENGAJAR GURU

No Aspek Jawaban Guru f

1

2

Pendidikan Terakhir

Pengalaman Mengajar

a. SPG b. DII c. SI

a. Kurang dari 5 tahun b. 6-10 tahun

c. Lebih dari 11 tahun

1 6 7

(43)

Berdasarkan tebel 4.1, diperoleh data bahwa pendidikan guru yang

mengajar di kelas 5 yang berpendidikan SPG sebanyak 7,1 %, pendidikan D II

PGSD sebanyak 42 % dan pendidikan SI sebanyak 50% hal ini menandakan

bahwa guru-guru yang mengajar di kelas 5 di sekolah dasar yang memliki

kualifikasi yang dipersyaratkan telah memenuhi standar, dan guru yang telah

memiliki standar S1 mencapai 50%.

Dari pengalaman mengajar, 2 orang guru atau sebesar 14%

berpengalaman kurang dari 5 tahun, 42% atau 6 orang berpengalaman 6 sampai

10 tahun dan berpengalaman lebih dari 11 tahun.

Namun pelatihan, penataran dan diklat yang pernah diikuti oleh guru

kelas 5 masih belum merata, dan bahkan tidak ada satu orang gurupun yang

pernah mengiktui model-model pembelajaran IPS di SD, untuk pelatihan

[image:43.595.103.514.96.181.2]

kurikulum hampir 85 % guru pernah mengikutinya.

Table 3.3

PANDANGAN GURU TERHADAP TUGAS , FUNGSI, HARAPAN DAN

MINATNYA DALAM MENGAJAR

3 Pelatihan yang pernah diikuti a. Kurikulum b. Pembelajaran c. Pembelajaran IPS

d. Model-Model Pembelajaran 12

2

No Aspek Jawaban Guru f

1

2

1. Bagaimana pandangan

bapak/ibu terhadap tugas mengajar di sekolah ini ?

a. Sebagai pekerjaan rutin.

b. Sebagai suatu kewajiban yang harus dijalankan karena digaji.

c. Sebagai tantangan untuk

mengembangkan profesi. d. Sebagai beban.

4

2

(44)

82

Berdasarkan analisa data dari tabel 4.2, tergambar bahwa pandangan guru

terhadap tugas, minat, fungsi dan harapanya dalam mengajar kecenderunganya

bahwa mengajar merupakan tantangan untuk mengembangkan profesi hal ini

terlihat dari jawaban guru sebanyak 8 orang yang menjawabnya atau sekitar 57%,

peneliti menganggap bahwa ini adalah jawaban idealis guru, sedangkan yang

menganggap mengajar merupakan pekerjaan rutin hanya 4 orang atau sekitar 27% 3

2. Apa yang menjadi tujuan

bapak/ibu mengajar di

Sekolah ?

3. Apa yang diharapkan dari siswa yang bapak/ibu ajar ?

4. Apakah mengajar IPS sesuai dengan minat bapak/ibu ?

e. Lainnya………

a. menyajikan seluruh materi yang harus diselesaikan.

b. Menstransfer ilmu pengetahuan

tentang IPS kepada siswa.

c. mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik.

d. Membentuk kepribadian siswa

menjadi lebih baik.

a. Mampu menerima pengetahuan

yang diberikan guru. b. Menjadi anak yang pintar. c. Menjadi anak mandiri dan supel. d. Menjadi anak yang berkepribadian

dan berakhlak mulia.

e. ………..

a. Sangat sesuai dengan minat karena mata pelajaran IPS berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan bagi saya sebagai ibadah.

b. Sesuai dengan minat saya sama seperti mengajar mata pelajaran lain.

c. Kurang sesuai dengan minat karena banyak materi yang harus dihafal. d. Kurang berminat karena menuntut

penggunaan metode mengajar yang merepotkan.

(45)

dan yang menjawab tugas mengajar merupakan sebuah kewajiban karena sudah

digaji sebanyak 2 orang atau sekitar 14%.

Dilihat dari tujuan guru dalam mengajar, responden menjawab variatif, 2

orang guru atau sekitar 14% responden menjawab bahwa tujuan mengajar IPS

adalah mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, 6 orang atau sekitar 42,8%,

responden menjawab bahwa tujuan mengajar adalah mengubah perilaku siswa

kea rah yang lebih baik dan 6 responden atau sekitar 42,8% menjawab bahwa

tujuan mengajar adalah membentuk kepribadian siswa kearah yang lebih baik.

Dengan kata lain bahwa hampir sebagain besar responden sepakat bahwa

mengajar adalah merupakan sebuah pekerjaan mulia yang bertujuan untuk

membentuk kepribadian siswa kearah yang lebih baik melalui proses

pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Harapan dari siswa melalui proses pembelajaran, sebagian besar

responden menjawab bahwa mereka sepakat ingin menjadikan anak/ siswa yang

berkepribadian dan berakhlak mulia. Hal ini tergambar dari pilihan responden

sebanyak 12 orang atau sekitar 85.7%, menjadi anak yang mandiri dan supel

sebanyak 1 orang atau sekitar 7,1% dan mampu menjadi anak yang pintar

sebanyak 1 orang atau sekitar 7,1%.

Sedangkan minat guru dalam mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),

responden menjawab bervariasi, 3 0rang responden atau sekitar 21,4% menjawab

bahwa sangat sesuai dengan minat karena mata pelajaran IPS berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari dan baginya sebagai ibadah, 3 orang responden atau sekitar

21,4% menjawab bahwa mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial sudah sesuai dengan

(46)

84

sekitar 50 % menjawab bahwa mengajar IPS sangat tidak berminat, karena harus

banyak menghapal materi, 1 orang responden menjawab bahwa mengajar Ilmu

Pengetahuan Sosial menuntuk penggunaan metode mengajar yang merepotkan.

Studi dokumentasi terhadap latar belakang pendidikan guru kelas V, 1

orang guru berlatar belakang Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) , 7

orang guru berlatar belakang Diploma dan Sarjana pendidikan Guru Sekolah

Dasar (PGSD), 3 orang guru berlatar belakang Pendidikan Kewarganegaraan, 1

orang Guru berlatar belakang Pendidikan Agama Islam, 1 orang guru berlatar

belakang Pendidikan Olahraga dan 2 orang guru berlatar belakang pendidikan

Bahasa Inggris.

[image:46.595.111.561.232.762.2]

Tabel 3.4

Pandangan Guru Terhadap Pembelajaran IPS

No Aspek Jawaban Guru F

1

2

3

5. Bagaimana pandangan

bapak/ibu tentang kedudukan mata pelajaran IPS?

6. Menurut bapak/ibu sasaran pengajaran IPS dikelas V SD adalah :

7. Menurut bapak/ibu model

pembelajaran yang cocok

untuk mengajar IPS adalah?

a. Sangat penting karena sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari siswa. b. Penting sama halnya dengan mata

pelajaran lain.

c. Kurang penting karena masa depan siswa lebih ditentukan oleh ilmu eksakta.

d. ………

a. Membekali sebanyak-banyaknya

pengetahuan.

b. Melatih siswa banyak menghafal.

c. Membina siswa jadi warga

masyarakat yang baik.

d. Melatih siswa cakap dalam

berinteraksi sosial dengan

sesamanya.

e. ………

a. Tidak perlu ada model khusus. b. Model yang cocok, diantaranya

(47)

Berdasarkan tabel 4.3, pandangan responden tentang kedudukan mata

pelajaran IPS hampir sebagian besar sepakat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial

sangat penting untuk kehidupan sehari-hari, pada pertanyaan ini responden

menjawab sebanyak 12 orang atau sekitar 85,7%, sedangkan responden yang

menganggap pembelajaran IPS sama pentingnya dengan mata pelajaran lain

adalah sebanyak 2 orang atau sekitar 4%.

Sasaran pengajaran IPS dikelas V SD sebagian besar responden

menjawab bahwa IPS bertujuan melatih siswa cakap dalam berinteraksi sosial

dengan sesamanya. Pada pertanyaan ini 8 orang atau sekitar 57%, sisanya 8. Menurut bapak/ibu, apa yang

dibutuhkan siswa mempelajari IPS?

9. Saat proses pembelajaran IPS,

kondisi belajar siswa

bagaimana yang dibutuhkan siswa :

kontekstual, kooperatif, terpadu, dan lain-lain.

c. Model apapun bisa diterapkan karena IPS sama saja dengan mata pelajaran lain.

d. ………

a. Ilmu pengetahuan tentang IPS untuk kehidupan sehari.

b. Ilmu pengetahuan tentang

lingkungan.

c. Ilmu pengetahuan, sikap dan

keterampilan sebagai satu kesatuan yang tidak. terpisahkan.

d. Lebih penting kepada penanaman nilai-nilai pada diri siswa.

e. ………..

a. Tidak membutuhkan pengkondisian apa-apa.

b. Situasi tenang dan pengelolaan yang baik.

c. Membutuhkan banyak variasi media belajar.

d. Situasi belajar yang santai dan menyenangkan.

e. Situasi belajar yang serius.

(48)

86

responden menjawab bahwa sasaran pengajaran IPS adalah membina siswa jadi

warga masyarakat yang baik, pada pilihan ini jumlah responden yang menjawab

[image:48.595.111.558.207.757.2]

adalah 6 orang atau sekitar 42,8%.

Tabel 3.5

Kemampuan Siswa Menurut Pandangan Guru

No Aspek Jawaban Guru F

1

2

3

10. Berdasarkan pengamatan

bapak/ibu selama mengajar,

bagaimana keadaan

kemampuan intelektual siswa di kelas ?

11. Secara umum, bagaimana

minat para siswa kelas V yang bapak/ibu ajar terhadap mata pelajaran IPS?

12. Bagaimana motivasi siswa kelas V mengikuti kegiatan pembelajaran IPS dibanding dengan mata pelajaran lain ?

13. Dalam melakukan penilaian, apakah bapak/ ibu melakukan tes awal ?

14. Bagaimana Bapak/ Ibu

melaksanakan evaluasi

pembelajaran ?

15. Berdasarkan penilaian

Bapak/Ibu. Apakah rata-rata hasil belajar siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal ?

16. Berdasarkan penilaian

bapak/ibu, secara umum

a. Sangat pandai………%.

b. Pandai………...%.

c. Cukup pandai………%.

d. Kurang pandai……….%.

e. Kurang sekali………..%.

a. Sangat tinggi. b. Tinggi. c. Cuku

Gambar

TABEL
TABEL STATISTIK HASIL BELAJAR SISWA UJICOBA TERBATAS
gambar berikut ini seperti yang dikembangkan oleh Sukmadinata (2004 : 207).
Tabel. 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

INSIDEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HITUNG LEUKOSIT PADA WANITA HAMIL TRIMESTER III PERIODE SEPTEMBER-OKTOBER 2015 DI RUMAH SAKIT

[r]

Banyak penonton sepak bola di stadion pada hari Sabtu adalah 2.678 orang, sedangkan pada hari Minggu sebanyak 4.795 orang.. Berapa orang jumlah penonton dalam dua

(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara

Pembahasan tentang proses pembangunan tidak dapat dan tidak boleh jauh dari besar dan mendesaknya berbagai masalah yang mengancam masyarakat

Laporan ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Mesin di Departemen Teknik Mesin Fakultas

Human error atau kesalahan manusia kerap sering terjadi pada penyusunan data-data, pencatatan transaksi, pembuatan laporan dan pekerjaan yang masih mengandalkan teknologi manual.

[r]