Halaman PENGESAHAN
PERNYATAAN ABSTRAKS
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 15
C. Pertanyaan Penelitian ... 16
D. Tujuan Penelitian ... 17
E. Definisi Operasional ... 18
F. Manfaat Penelitian ... 19
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Pembelajaran yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif ... 21
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 40
C. Hasil Belajar... 55
D. Karakteristika Siswa Sekolah Dasar ... 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN HASIL PENGEMBANGAN MODEL A. Metode Penelitian ... 64
1. Populasi dan Sampel ... 69
3. Langkah-langkah Penelitian... 74
4. Pengembangan Instrumen ... 75
5. Analisis Data ... 78
B. HASIL PENGEMBANGAN MODEL 1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan... 79
2. Deskripsi Pengembangan Draft Model ... 95
3. Deskripsi Hasil Uji Coba Model Terbatas ... 103
4. Deskripsi Uji Coba Model Secara Luas ... 122
BAB IV PENEMUAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar Uji Coba Terbatas ... 131
2. Hasil Belajar Uji Coba Model Secara Luas ... 136
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar ... 144
2. Desain Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT yang Dikembangkan ... 150
3. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif ... 159
4. Evaluasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 163
Tournament ... 165
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ... 161
B. Rekomendasi ... 171
DAFTAR TABEL
TABEL
3.1 KISI-KISI ISNTRUMEN PENELITIAN ... 76
3.2 LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR GURU ... 80
3.3 PANDANGAN GURU TERHADAP TUGAS , FUNGSI, HARAPAN DAN MINATNYA DALAM MENGAJAR ... 81
3.4 PANDANGAN GURU TERHADAP PEMBELAJARAN IPS .... 84 3.5 KEMAMPUAN SISWA MENURUT PANDANGAN GURU .... 86 3.6 PANDANGAN GURU TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN IPS
... 87 3.7 SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN IPS ... 89 3.8 PANDANGAN SISWA TERHADAP SEKOLAH ... 91 3.9 PANDANGAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN IPS ... 93
3.10 KETENTUAN SKOR PERKEMBANGAN PADA EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ... 119
3.11 KETENTUAN PENGHARGAAN KELOMPOK PADA MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF ... 119 3.12 DAFTAR NILAI DAN HASIL PEROLEHAN POIN TURNAMEN
... 120
3.13 DAFTAR NILAI DAN HASIL PEROLEHAN POIN TURNAMEN KELOMPOK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan adalah proses mempersiapkan generasi yang akan datang
agar memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk meneruskan pembangunan Negara
ini dan sekaligus sebagai bentuk alih generasi. Mempersiapkan generasi
merupakan sebuah rencana besar yang akan menggambarkan baik buruknya suatu
bangsa akan terlihat dari bagaimana proses pendidikannya pada saat ini.
Mempersiapkan generasi yang berkualitas diperlukan proses
pembelajaran yang baik yang mudah dimengerti dan dipahami oleh peserta didik,
sehingga mereka memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk membekali
dirinya dalam menjalani proses kehidupan baik kehidupan pribadi maupun
kehidupan bernegara, sebab kualitas sumber daya manusia yang baik akan
menopang kualitas sebuah negara.
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang
melibatkan semua komponen pembelajaran atau dengan kata lain terjadi interaksi
eduktaif antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta
didik lainnya baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Interaksi Belajar Mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai
edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta
didik. Dikatakan bernilai edukatif karena kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelum
pembelajaran dilakukan.
Menurut Sardiman (2003 : 1) interaksi edukatif adalah interaksi yang
berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Sangat
jelas bahwa apabila proses interaksi terjadi dengan baik antara guru dengan
peserta didik maka sudah dapat dipastikan tujuan pendidikan secara umum
maupun tujuan pembelajaran secara khusus akan dapat tercapai dengan baik.
Interaksi antara guru sebagai pengajar dengan warga belajar (siswa/ peserta didik
atau subjek belajar) merupakan proses motivasi agar dapat melakukan kegiatan
pembelajarannya secara optimal.
Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah
berlangsung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang
merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses
kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang
belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar.
Menurut Sudjana (2000 : 95) kegiatan pembelajaran terjadi melalui
interaksi antara peserta didik di satu pihak dengan pendidik di pihak lain dan
dalam kegiatan belajar kelompok, interaksi itu terjadi antara peserta didik dengan
3
Supaya terjadi interaksi pembelajaran dengan baik dibutuhkan guru yang
kreatif dalam mengolah proses pembelajaran, agar peserta didik dapat secara
maksimal menerima materi ajar sehingga menjadi sesuatu yang bermakna dan
dapat berguna baik itu untuk dirinya maupun untuk orang lain.
Dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar mengajar
guru harus memiliki kemampuan mendesain program, menguasai materi
pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil
memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode yang
digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami
landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.
Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu
yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar
sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar
merupakan suatu proses penerapan prinsip. Lebih jauh lagi bahwa ketika seorang
pendidik sedang menyampaikan materi pembelajaran di depan kelas, pada saat itu
sedang terjadi proses transformasi pengetahuan dari seorang pendidik kepada
peserta didik dengan tujuan sebagai bentuk penyiapan generasi yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan.
Belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh makhluk
hidup yang memungkinkan makhluk hidup ini merubah perilakunya cukup cepat
dalam cara kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus pada
setiap situasi baru. Belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang
dalam struktur kognitif, atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi
proposisi yang bermakna.
Upaya untuk mencapai tujuan belajar yaitu perubahan tingkah laku,
memberi petunjuk bahwa belajar yaitu bagian dari tingkah laku manusia karena
kegiatan belajar mengajar bertujuan meningkatkan disposisi dan kemampuan
seseorang. (Sudjana, 2000 : 97).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik
yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.
Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan
sikap.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat beberapa unsur yang
merupakan satu kesatuan. Karena antara komponen yang satu dengan komponen
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Bahkan selain merupakan satu kesatuan juga
sebuah sistem.
Di dalam interaksi belajar mengajar guru memegang kendali pokok
untuk mencapai tujuan akan tetapi seperti kita ketahui, sering ditemui masalah
implementasi pembelajaran, antara lain disebabkan oleh padatnya materi dan
langkanya model pembelajaran yang kreatif, sehingga mengakibatkan rendahnya
semata-5
mata untuk menghapal konsep tanpa disertai pemahaman, penalaran dan
sikap-sikap sosial siswa.
Menurut Slavin (2008 : 8) Guru yang baik adalah guru yang mencoba
untuk membangun keterampilan siswa yang sama pada masa-masa selanjutnya.
Dengan kata lain bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu memahami jiwa
dan kakrakter siswanya, dan kebutuhan pengetahuna yang harus dikuasai siswa,
sehinga proses pembelajaran akan sangat bermakna dan bernilai guna, terutama
untuk kehidupan siswa tersebut.
Tampaknya perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses
belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Pada saat ini siswa berada
dalam situasi belajar yang menegangkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan
materi ajar. Nilai-nilai dan totalitas diri siswa kurang diperhatikan sehingga
banyak terjadi kekerasan, tawuran dan tingginya sikap apatisme siswa terhadap
teman dan lingkungannya.
Ketidak bernilaian ini disebabkan oleh proses pembelajaran yang tidak
menelaah apa yang dibutuhkan siswa. Proses pembelajaran cenderung memaksa
peserta didik untuk menuruti apa yang dikehendaki guru. Ketuntasan kurikulum
menjadi target utama dalam proses pembelajaran, sehingga siswa merasa dipaksa
untuk belajar tanpa sesuai dengan karakteristik dirinya. Akibatnya pengetahuan
dan keterampilan dasar yang dimiliki oleh siswa tidak tergali secara maksimal.
Dalam paradigma pendidikan modern saat ini pembelajaran harus berpusat
pada siswa serta secara utuh mengembang semua potensi siswa. Dan siswa
sebenarnya tidak hanya memiliki kemampuan psikomotor, afektif dan penelaran
Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan
Kinestetik, Kecerdasan Ritmis, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan
Interpersonal dan Kecedasan Natural, kecerdasan beragam ini sering di sebut
dengan Multiple Intelligences. Kecerdasan ini merupakan potensi ( harta karun)
yang ada dalam diri siswa sehingga guru hurus dapat mengembangkan kecerdasan
tersebut menjadi individu yang utuh ( Holistik ) .Hanya dengan pemelajaran yang
bersifat sosial yang dapat mendorong berkembang secara totalitas kecerdasan ini.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial (IPS), kadangkala peserta
didik merasa jenuh, sebab siswa dihadapkan materi-materi yang lebih banyak
dikemukakan oleh guru, sedangkan siswa hanya sebagai pendengar saja, hal ini
menyebabkan anak merasa jenuh dan bosan. Pada akhirnya anak kurang
memperhatikan, sebab metode yang lebih banyak dikembangkan oleh guru adalah
metode ceramah tanpa banyak melibatkan siswa.
Hal ini diperkuat oleh indikasi dan kesimpulan Soemantri (2001:39)
bahwa mata pelajaran sejarah dan ilmu-ilmu social lainnya sangat membosankan
dan kurang membantu dalam permulaan studi di perguruan tinggi maupun
manfaatnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam Permendiknas No.22 tahun 2006, Mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam
proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang
7
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Empat dimensi pembelajaran IPS yaitu (1) knowledge (pengetahuan). (2)
Keterampilan (skill).(3) Sikap dan Nilai (attitudes and Value), dan (4) tindakan
warga Negara (Civics Action)(Sapriya, 2006 : 18).
Sangat jelas dan nyata bahwa pendidikan IPS memiliki nilai dan pesan
yang amat besar yang wajib oleh siswa sejak usia dini dipahami dan dihayati
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam dimensi tujuan pendidikan IPS dapat
melekat dan dilaksanakan sejak kecil sehingga melahirkan generasi-generasi yang
memiliki moral yang baik. Hal ini tentu tidak seimbang dengan proses
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Guru lebih banyak
mendominasi proses pembelajaran.
Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula
kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan
Berdasarkan analisis konseptual dam kondisi pendidikan IPS di tingkat
persekolahan (Mangkoesapoetra, pendidikan.network), ternyata masih banyak
guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam
memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu
mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar, dan
banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan
pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak
sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode
pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat.
Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku,
sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan
keterampilan siswa.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar
yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Mangkoesapoetra,
(pendidikan.network 2005). Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru
dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap
keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh
penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada
pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Masih menurut
9
pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif
dalam PBM. Disamping itu, PBM IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu
menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Pada gilirannya, akan
berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar siswa.
Atas dasar problematika di atas, maka isu yang sering mencuat tentang
rendahnya mutu pendidikan kita dewasa ini, secara kualitatif patut diduga karena
model pembelajaran yang dianut oleh guru didasarkan atas asumsi tersembunyi,
bahwa pendidikan IPS adalah suatu pengetahuan yang bisa dipindahkan secara
utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, ibarat memindahkan isi sebuah teko ke
segelas cangkir.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi
siswanya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru
dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata
pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan kepada
siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
(Mangkoesapoetra, 2005). Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di
lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat
menguasai seluruh Proses pembelajaran. Maka dari itu, pendidikan IPS belum
mampu menumbuhkan iklim yang menantang siswa untuk belajar dan tidak
mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.
Melihat uraian di atas bahwa ternyata mempelajari Ilmu Pengetahuan
Sosial sangat penting bagi siswa untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat serta
dimasyarakat. Selain itu dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, terutama
dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa diharapkan dapat
saling menghormati dengan sesama.
Jika pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial kurang melibatkan siswa,
dikhawatirkan tujuan pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial tidak akan
tersampaikan secara utuh yang pada akhirnya tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai dengan baik.
Oleh sebab itu perlu dibangun suatu interaksi belajar yang dapat
memberikan kesempatan terhadap siswa untuk berinteraksi satu sama lain yang
akan membentuk komunitas yang memungkinkan siswa untuk mencintai proses
belajar dan mencintai satu sama lain.
Ukuran keberhasilan proses pembelajaran adalah evaluasi. Evaluasi dan
penilaian berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Dalam arti luas,
evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan (Djiwandono, 2006 : 397).
Salah satu tujuan evaluasi adalah sebagai umpan balik bagi siswa. Siswa
ingin tahu hasil dari proses pembelajaran, sepanjang proses penilaian berjalan
sesuai dengan aturan penilaian, artinya bahwa penilaian yang tetap dan teratur
akan memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan siswa. Prestasi yang
dimiliki oleh siswa memberikan gambaran yang jelas kualitas yang dimiliki oleh
siswa tersebut.
Capaian nilai ilmu pengetahuan sosial selama ini cenderung kurang
11
siswa, yang pada akhirnya siswa tidak tertarik untuk ikut larut dalam proses
pembelajaran, akibatnya nilai yang dimiliki oleh siswa rendah.
Dari hasil studi berupa pengamatan di lapangan terlihat bahwa dalam
pembelajaran IPS di SD, masih banyak guru yang belum menggunakan
prinsip-prinsip pembelajaran secara optimal dan kegiatan di kelas masih banyak
didominasi oleh guru. Sebagian dari jumlah siswa tidak tertarik terhadap pelajaran
IPS yang terlihat dari ekspresi jenuh, bosan, dan bersikap pasif dalam menerima
pelajaran. Sikap tidak senang dalam menerima pelajaran IPS disebabkan juga
karena penyajian IPS lebih banyak memuat aspek kognitif dan terpusat pada
hafalan. Akibatnya pelajaran IPS lebih memberi kesan sebagai pelajaran hafalan
yang membosankan dan kurang membangkitkan motivasi siswa untuk giat belajar
yang pada akhirnya akan mempengaruhi perolehan hasil belajar para siswa.
Bukti kemerosotan nilai belajar siswa pada mata pelajaran IPS terlihat
dari rendahnya nilai rata-rata Ujian Akhir Semester (UAS), Tidak tercapainya
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial menjadi sebuah indikator bahwa nilai Ilmu Pengetahuan Sosial rendah
diperoleh dari hasil studi pendahuluan bahwa nilai mata pelajaran Ilmun
Pengetahuan
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, peneliti akan mencoba
dengan model pembelaran cooperative, karena model pembejaran cooperative
menganut falsafah homo homini socius falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah makhluk sosial (Lie, 2004:28).
Sedangkan menurut Slavin (2008 : 8) Pembelajaran cooperative
kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda ( heterogen ). Setiap
anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan
pembelajaran .
Pada penelelitian sebelumnya, tergambar bahwa pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan menggunakan metode cooperative menunjukkan
bahwa metode ini dapat meningkatkan minat, aktivitas dan hasil belajar, hal ini
perlu dikembangkan lebih lanjut kepada sekolah-sekolah lain untuk membuktikan
bahwa metode ini baik digunakan dalam pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial.
Model pembelajaran cooperative dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar akademik, model pembelajaran cooperative juga dapat mengembangkan
keterampilan siswa. Model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit, disamping dapat mengembangkan keterampilan sosial.
Pembelajaran cooperative dapat memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah, maupun untuk siswa kelompok atas yang berkerja sama, siswa
kelompok atas akan menjadi tutor kelompok bawah, jadi kelompok bawah dapat
bantuan teman sebaya .
Keuntungan dari pembelajaran cooperative adalah untuk melatih siswa
bekerja-sama dan berkolaborasi, keterampilan ini penting untuk dimiliki di
dalam masyarakat dimana banyak kerjasama orang dewasa sebagain besar
dilakukan dan berorganisasi yang saling bergantung satu sama lain, dimana
masyarakat secara budaya sangat beragam.
Ragam pembelajaran kooperatif bermcam-macam, diantaranya adalah
model Student team Achievement Division (STAD), Number Head Together
13
pembelajaran ini lebih banyak mengaktifkan siswa, siswa terlibat langsung dalam
proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan momdel pembelajaran
cooperative dengan teknik pertandingan permainan team atau Cooperative
Learning – Teams Games Tournaments (CL-TGT) merupakan jenis
pembelajaran cooperative yang berkaitan dengan Student Teams Achievement
Devicion ( STAD), siswa memainkan permainan dengan anggota –anggota team
lain untuk memperoleh tambahan lain pada skor team mereka masing-masing.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi
motivasi belajar yang pada akhirnya hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
menjadi meningkat.
Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
pembelajaran yang dirancang untuk mengevaluasi pengetahuan yang diperoleh
siswa dalam penyampaian dikelas dalam kegiatan kelompok, permainan
tersebut dimainkan pada meja-meja turnamen setiap meja turnamen dapat diisi
oleh wakil-wakil kelompok yang memiliki kemampuan setara. Permainan itu
berupa pertanyaan sejumlah siswa dalam kelompok tersebut. Masing-masing
anggota kelompok mempunyai nomor dalam pertanyaan yang dipilih, sehingga
setiap anggota kelompok mempunyai satu pertanyaan yang ditulis pada kartu
yang diberi angka.
Tiap-tiap siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dalam
kelompoknya, dapat berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai angka
Adapun kelebihan dari model pembelajaran Cooperative learning –
TGT ini siswa belajar dalam suasana kompetensi atau persaingan, sering
juga guru memberikan imbalan bagi mereka yang menang dalam kompetisi
tersebut. tetapi tetap dijaga persaingan yang sehat dan dalam suasana
gotong royong dan menyenangkan. Menurut asumsi penulis salah satu strategi
pembelajaran yang dianggap relevan dan dapat memperbaiki kualitas
pembelajaran siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah model
pembelajaran kooperatif tipe TGT.(Teams Games Tournament.)
Alasan lain mengapa harus menggunakan Cooperative learning –TGT
didasarkan dari pendapat Thornburg (1984) (expresriau.com) bahwa anak sekolah
dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi
diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam
perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka
dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas
empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi,
bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah
laku anak remaja permulaan.
Menurut Piaget (expresriau.com) ada lima faktor yang menunjang
perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik
(physical experience), penyalaman logika matematika (logical mathematical
experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan
(equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (self-regulation ) Erikson mengatakan
bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar. Mereka
15
baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan antara
perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun
perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan
negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar.
Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak
yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6
tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional
formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.
Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap
operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih
sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis,
tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan
konservasi.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa
sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik
sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari
dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial
anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka
tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah
diharapkan pada dunia pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Dengan bertumpu pada latar belakang di atas maka dalam penelitian ini
bagaimanakah yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar?
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan deskripsi latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan
di atas, maka agar lebih jelas permasalahannya, dapat dirumuskan menjadi
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial saat ini
khususnya dilihat dari tujuan, bahan ajar, proses dan evaluasi terkait dengan
peningkatan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan Cimarga ?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar
siswa sekolah dasar di kecamatan Cimarga ?
a. Desain model pembelajaran kooperatif yang bagaimanakah yang tepat
untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan
Cimarga ?
b. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran kooperative yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan
Cimarga ?
c. Bagaimana evaluasi model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar
di Kecamatan Cimarga?
3. Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat setelah diterapkannya
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan ?
4. Apa faktor penghambat dan pendukung keberhasilan pembelajaran
17
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Memperoleh gambaran tentang kondisi pembelajaran pada saat ini
khususnya dilihat dari tujuan, bahan ajar, proses dan evaluasi terkait
dengan peningkatan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan
Cimarga
2. Menghasilkan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil
belajar siswa
a. Menemukan model desain pembelajaran kooperatif yang tepat untuk
meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan
Cimarga
b. Menemukan model implementasi pembelajaran kooperative yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar di kecamatan
Cimarga
c. Menemukan model evaluasi pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah dasar
di Kecamatan Cimarga
3. Memperoleh gambaran tentang hasil belajar siswa setelah diterapkannya
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan
4. Menemukan faktor penghambat dan pendukung keberhasilan pembelajaran
E. Definisi Operasional
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, ada dua variable yang menjadi inti dalam penelitian yang akan
dilakukan yaitu model pembelajaran dan hasil belajar siswa. Agar variable yang
akan diteliti dapat diukur, dapat diobservasi dan dapat diuji, maka variable
tersebut didefinisikan secara operasional sebagai berikut :
1) Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa
belajar dalam kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Artinya siswa
terdiri dari latar belakang kemampuan akademis yang berbeda, jenis kelamin,
suku, etnis dan social budaya yang berbeda-beda. Menurut Roger dan David
Jhonson (Lie, 2008 : 31-35), ada lima unsure yang harus dipenuhi sehingga
bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif yaitu : (a) saling
ketergantungan positif; (b) tanggungjawab perorangan; (c) tatap muka
(interaksi personal)’ (d) komunikasi antar anggota (keahlian bekerjasama) dan
(e) evaluasi proses kelompok.
2) Hasil belajar adalah gambaran tentang output dari proses pembelajaran yang
ditandai dengan perubahan dengan melihat nilai yang diperoleh oleh seorang
siswa. Alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan hasil belajar siswa
adalah soal tes. Siswa yang dinyatakan berhasil adalah siswa yang telah
memenuhi standar ketuntasan minimal.
Jadi dengan kata lain bahwa pengembangan model cooperative learning
19
kerja kelompok dengan teknik pertandingan kelompok untuk mengetahui hasil
belajar dari proses pembelajaran.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian pengembangan model cooperative learning
dengan teknik, utamanya adalah untuk meningkatkan proses belajar, yang
akhirnya dapat meningkatkan pemahaman belajar kelas V, yang akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar, adapun manfaat penelitian ini daapat
dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bagi Siswa
Dengan pengembangan model Cooperative Learning dengan teknik Team
Games Tournamnet, siswa akan termotivasi minat belajarnya, yang pada
sisi lain juga siswa dapat meningkatkan aktivitas belajar dengan
mencurahkan segala kemampuan yang dimikinya, serta didorong oleh
imbalan yang mendasari teori behaviorisme atau stimulus respon.
2. Bagi Guru
Dengan dilaksanakannya model Cooperative Learning dengan teknik Team
Games Tournamnet, dapat membuka wawasan baru bagi guru atau peneliti
khususnya dan bagi guru-guru yang lain pada umumnya. Yang diharapkan
guru dapat berinovasi dengan berbagai model pembelajaran yang sesuai
dengan situasi dan kondisi sekolah dan siswa itu sendiri. Dengan tujuan
utamanya kegiatan proses belajar dapat dilaksanakan dengan baik, dalam
3. Bagi Sekolah
Dengan berbagai model pembelajaran yang dapat dilaksanakan guru, hal
ini jelas memerlukan sarana dan prasarana yang cukup untuk
menunjang proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Oleh karena
itu apabila lembaga tersebut dapat memfasilitasi berbagai kemudahan
untuk dapat dilaksanakan secara belajar untuk dapat dilaksanakan proses
pembelajaran yang berkualitas, yang dapat membawa nama baik sekolah itu
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
DAN HASIL PENGEMBANGAN MODEL
A. Metode Penelitian
Metode Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development
adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2008 : 297).
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode
Research and development (R&D). kegiatan R&D ini berlangsung dalam bentuk
siklus, dimulai dari tahap penelusuran awal, pengembangan produk,
penguji-cobaan dan perbaikan.
Menurut Borg and Gall, (2003 : 570) langkah-langkah penelitian yang
dilakukan dalam Research and development (R&D) adalah sebagai berikut :
1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan informasi),
merupakan studi pendahuluan meliputi review, studi literature, observasi
kelas, ketersediaan sarana dan prasarana belajar.
2. Planing (perencanaan) yaitu langkah untuk merencanakan yang akan
dilakukan berkaitan dengan penetapan tujuan, menentukan urutan
pembelajaran, uji kelayakan.
3. Develop preliminary form of product (mengembangkan bentuk model awal).
Pada tahap ini dilakukan penyiapan materi ajar, sumber dan media yang
pada tahap ini merupakan mencari bnetuk model pembelajaran kooperatif tipe
Team Games tournament yang akan digunakan.
4. Preliminary field testing ( ujicoba model awal). Pada langkah ini merupakan
ujicoba dalam jumlah terbatas yang melibatkan sekolah dan subjek yang akan
diteliti.
5. Main product revision (revisi product), setelah uji coba terbatas dilakukan
pada langkah sebelumnya, langkah ini mencoba merevisi
kekurangan-kekurangan pada ujicoba awal yang diperoleh dari data observasi,
wawancara, angket dan hasil belajar siswa.
6. Main field testing (Uji coba Utama). Berdasarkan hasil revisi dan dilakukan
perbaikan-perbaikan pada langkah sebelumnya, langkah ini mengujicobakan
kepada sampel yang lebih luas dengan melibatkan beberapa sekolah subjek
dengan tujuan untukmengetahui keakuratan produk.
7. Operational product product revision (Revisi produk). Untuk menghasilkan
hasil yang maksimal, langkah ini merupakan tahap revisi untuk memperoleh
model yang ideal. Pada tahap ini peneliti berdiskusi dengan kolaborator
terutama berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif.
8. Operasional field testing (Uji coba). Draft akhir yang benar-benar siap untuk
disebarluaskan diperlukan masukan, saran, dan langkah-langkah ideal melalui
angket, observasi, wawancara.
9. Final product revision (revisi produk terakhir), beradasarkan ujicoba terbatas
dan ujicoba luas, untuk lebih meyakinkan bahwa model yang akan
66
10. Dissemmination and distribution (penyebaran dan distribusi). Langkah ini
merupakan langkah terakhir dari penelitian dan pengembangan.
Sepuluh langkah yang telah dilakukan oleh Borg and Gall
disederhanakan oleh Sukmadinata (2004 : 190) menjadi tiga langkah, yaitu : (1)
Studi Pendahuluan yang meliputi studi literature, studi lapangan, dan penyusunan
draf awal, (2) uji coba model dengan sampel terbatas dan ujicoba model dengan
sampel lebih luas, (3) Uji produk (validasi model) melalui eksperimen dan
sosialisasi produk.
Sedangkan Sugiyono ( 2008 : 298) membagi langkah-langkah penelitian
dan pengembangan ini dengan sepuluh angkah.
1. Potensi dan masalah
Penelitian dan pengembangan berangkat dari potensi yang ada dan bisa
dikembangkan sehingga menjadi nilai tambah (Sugiyono, 2008 : 298),
sedangakan masalah adalah terdapat kesenjangan atara harapan dengan
kenyataan. Potensi dan masalah dapat dijadikan sebagai dasar dalam
melakukan penelitian dan pengembangan. Potensi dan
Masalah
Pengumpul an data
Desain Produk
Validasi Desain
Revisi Desain Ujicoba
Produk Revisi
Produk Ujicoba
pemakaian
Revisi Produk
2. Pengumpulan Data
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukan secara faktual, maka
selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat
mengatasi masalah tersebut. Pada langkah ini peneliti melihat sebagai bagian
dari studi pendahuluan, dengan tujuan untuk mengumpulkan dan megkaji
kondisi pembelajaran saat ini.
3. Desain Produk
Pada langkah ini menurut Sugiyono (2008 : 301) yaitu langkah
mempersiapkan desain atau langkah-langkah yang akan dilakukan berupa
penjelasan mengenai bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat
setiap komponen pada produk tersebut.
4. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk akan lebih efektif tida dari yang sudah ada atau yang lama. Validasi
produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau
tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai desain tersebut. Pada
penelitian ini untuk menilai apakah rancangan sudah sesuai tidak, maka peran
pembimbing sangat dominan, terutama dalam memvalidasi instrument
penelitian.
5. Revisi Desain
Setelah desain divalidasi, kemudian direvisi untuk dilihat apakah masih
68
6. Ujicoba Produk
Setelah dilakukan validasi desain, produk yang telah dibuat, pada tahap ini
diujicobakan. Pada penelitian ini ujicoba produk dilakukan dengan
melakukan ujicoba terbatas pada sampel yang telah ditentukan.
7. Revisi Produk
Pada tahap ini dilakukan diskusi dengan para pakar untuk menilai apakah
produk yang telah diujicobakan sudah sempurna atau belum. Pada tahap
penelitian ini dilakukan dengan refleksi dan mengkaji
kekurangan-kekurangan pada ujicoba terbatas, kemudian dilakukan penyempurnaan.
8. Ujicoba pemakaian
Setelah dilakukan revisi pada tahap sebelumnya, kemudian dilakukan ujicoba
pemakaian. Pada tahap ini dilakukan ujicoba lebih luas untuk mengetahui
apakah produk yang telah dibuat sudah sesuai tidak dengan rencana
sebelummnya.
9. Revisi produk
Sebelum dilakukan produksi massal dilakukan juga revisi produk pada ujiba
pemakaian. Maksudnya adalah untuk mengetahui apabila dalam pemakaian
terdapat kekurangan dan kelemahan
10. Pembuatan produk massal
Pembuatan produk massal ini apabila produk yang telah diujicobakan
dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi massal
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan di SDN Kecamatan Cimarga,
pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Penulis akan mencoba
Tournamen, dalam upaya mengimplementasikan pendekatan tersebut, beberapa
langkah kegiatan yang akan ditempuh, mulai dari tahapan perencanaan, tahapan
pelaksanaan, tahapan observasi kegiatan, sampai dengan tahapan refleksi.
1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generaliasai yang terdiri atas : obyek/ subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008 : 80 ).
Sedangkan menurut Sukardi (2003 : 53) menjelaskan bahwa yang dimaksud
populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau
benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi
target kesimpulan dari hasil akhis suatu penelitian.
Sedangkan menurut Nasution (2003 : 1) Populasi adalah keseluruhan
objek yang akan/ingin diteliti. Populasi ini sering juga disebut Universe. Anggota
populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang
ada padanya dapat diukur atau diamati. Populasi yang tidak pernah diketahui
dengan pasti jumlahnya disebut"Populasi Infinit" atau tak terbatas, dan populasi
yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat diberi nomor
identifikasi), misalnya murid sekolah, jumlah karyawan tetap pabrik, dll disebut
"Populasi Finit".
Adapun populasi yang dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas
V SDN di Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan sejumlah
responden yang diperlukan antara lain Kepala Sekolah, kolaborator dan dewan
70
Sampel menurut Sugiyono (2008 : 81) mengatakan bahwa sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Sedangkan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini penulis berasumsi
dari pendapat Sukardi ( 2003 : 55), yang mengatakan bahwa sampel adalah
jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data.
Sama halnya menurut Nasution (2003 : 1) Sampel adalah bagian dari
populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harfiah berarti
contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut "statistik" yaitu
X untuk harga rata-rata hitung dan S atau SD untuk simpangan baku.
Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam.
4. Dapat ditangani lebih teliti.
Untuk studi pendahuluan, penulis memilih teknik pengambilan sampel
dengan Sampel Berjatah (Quota Sampling). Pengambilan sampel hanya
berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel
telah ditentukan lebih dahulu. (Nasution, 2003 : 5). Sampel yang dijadikan untuk
studi pendahuluan adalah dengan mengambil kuota sekolah, siswa, guru dan
kepala sekolah setiap gugus sekolah. Di Kecamatan Cimarga terdapat 7 Gugus
pada teknik quota sampling diambil 2 sekolah, setiap sekolah diambil sampel 10
orang siswa dan 1 orang guru kelas V serta 1 orang kepala sekolah.
Dari asumsi tersebut maka diperoleh sampel data studi pendahuluan
adalah 14 orang guru kelas V, 140 orang siswa dan 14 orang kepala sekolah, maka
sesuai dengan pendapat dari Nasution (2003 : 1) bahwa pengambilan sampel
seperti ini sudah sangat mewakili dari semua populasi.
Sedangkan untuk uji coba terbatas dan uji coba luas, sampel penelitian
populasi dengan jumlah siswa dari 4 Sekolah Dasar. Sampel utama yang
dilakukan pada uji coba terbatas berjumlah 1 Sekolah Dasar, sedangkan untuk uji
coba lebih luas berjumlah 3 sekolah dasar dengan criteria pemilihan berdasarkan
nilai akreditasi dan pendapat masyarakat.
Pada tahap pertama peneliti akan mengujicobakan metode cooperative
learning pada SDN 2 Margajaya, tujuannya adalah untuk mengetahui keampuhan
metode kooperatif dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial, selajutnya untuk
mengembangkan produk, penulis memilih 3 Sekolah Dasar dengan kriteria Baik,
sedang dan Rendah. Dasar dari penliaian tersebut berdasarkan opini masyarakat
yang berada di wilayah kecamatan Cimarga, sehingga peneliti mendapatkan
gambaran yang jelas, sekolah dasar manakah yang masuk dalam kriteria di atas.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa teknik mengumpulkan data seperti :
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana penyelidik
72
terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di
dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus
diadakan. Hadi dalam Sugiyono ( 2008 : 145 ) mengungkapkan :
Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena - fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung misalnya melalui questionnaire dan test. Dalam bab ini yang kita artikan dengan observasi dalam arti sempit.
Kemudian Nana Sujana ( 1991 : 84 ) mengungkapkan observasi adalah
alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan memperhatikan definisi tersebut, penulis menggunakan teknik
observasi dengan cara melakukan kegiatan pengamatan proses pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan menggunakan metode cooperative learning dengan
teknik Team Games tournament (TGT). Hasil pengamatan tersebut dicatat oleh
penulis secara sistematis.
b. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu teknik pengumpulan
data (informasi) yang dilakukan penelitian obyek yang sedang diteliti. Hadi dalam
Sugiyono (2008 : 137 ) mengungkapkan :
Dengan memperhatikan definisi tersebut di atas, penulis memilih
wawancara sebagai salah satu teknik dalam pengumpulan data ini, hal ini
digunakan untuk mengetahui kondisi proses pembelajaran yang biasa digunakan
oleh guru, oleh karena itu penulis akan menggunakan teknik ini kepada sejumlah
siswa, guru dan kepala sekolah, demi melengkapi informasi/data yang diperlukan.
c. Studi dokumentasi
Sebagai perlengkapan seorang penyelidik dalam lapangan ilmu
pengetahuan tidak sempurna bila tidak didukung atau dilindungi oleh
kepustakaan, karena dalam pustaka itulah ditemukan landasan - landasan teoritis
untuk berfikir. Oleh sebab itu, untuk memperoleh beberapa teori yang mendasari
beberapa penelitian ini diperlukan adanya buku - buku, majalah, artikel dan lain
sebagainya yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Untuk mengungkap
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, penulis mencoba mengkaji Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Silabus yang biasa digunakan oleh guru, hal ini
dilakukan sebagai bahan untuk membuat Silabus dan RPP dengan metode Team
games Tournamnet (TGT)
d. Angket
Yang dimaksud angket menurut Sugiyono (2008 : 142) adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Teknik ini digunakan
mengingat banyaknya responden yang akan dijadikan obyek penelitian, sehingga
tidak mungkin ditanya orang - perorang secara langsung. Dari angket ini
74
e. Dokumentasi atau Foto
Foto digunakan dalam penelitian ini agar dapat merekam
peristiwa-peristiwa penting atau untuk merekam aspek kegiatan di kelas yang meliputi
seluruh aktivitas siswa dengan tujuan untuk memperjelas atau memperkuat data
dari hasil observasi dan dapat juga membantu data-data lainnya yang sangat
penting.
f. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk melihat dampak dari pembelajaran yang
telah dilakukan, di mana kuesioner adalah merupakan tanggapan dari seluruh
siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan , manfaat atau dapat
dirasakan oleh siswa dalam rangka meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.
3. Langkah-langkah penelitian
[image:36.595.112.515.224.663.2]Secara skematik langkah-langkah penelitian yang dilakukan berdasarkan
gambar berikut ini seperti yang dikembangkan oleh Sukmadinata (2004 : 207).
Gambar I
Langkah-Langkah Penelitian
Dari skema yang dikembangkan pada gambar di atas, untuk studi
pendahuluan merupakan studi awal untuk mengetahui bagaimana proses
Studi Pendahuluan Pengembangan Pengujian
Studi Pusta ka
Survai Lapang an
Penyus unan draft
Uji Coba Terbata
s Uji coba
lebih luas
Pre Test
Perlaku an
pembelajaran IPS yang dikembangkan pada saat ini, hal ini dilakukan sebagai
dasar penyusunan draf awal model pembelajaraj Kooperatif dengan teknik Teams
Games Torunament (TGT). Studi pendahuluan juga menjadi asumsi dasar untuk
mengembangkan model, sebab pada studi pendahuluan akan terlihat bagaimana
proses pembelajaran yang pada saat itu dikembangkan.
Pada tahap pengembangan, dilakukan beberapa langkah yaitu ujicoba
terbatas dan ujicoba luas. Pada ujicoba terbatas bertujuan membuat model draft
dan sekalligus merevisi hasil ujicoba untuk menghasilkan draft final setelah
melalui proses revisi dengan melalui siklus pembelajaran.
Pada coba terbatas, peneliti melakukan penelitian di SDN 2 Margajaya
dan melakukan ujicoba model luas disekolah-sekolah lain yaitu SDN 1
Margajaya, SDN 1 Cimarga dan SDN 2 Cimarga.
4. Pengembangan instrumen
Agar proses penelitian dapat berjalan dengan baik dan terarah sesuai
dengan tujuan yang diinginkan, maka disusun panduan penelitian berupa
instrument penelitian. Penyusunan instrument pun berdasarkan kisi-kisi yang
dibuat, kemudian dirumuskan berupa butir-butir pertanyaan yang akan dijawab
oleh responden. Pengembangan isntrumen ini bertujuan untuk mengetahui
76
Tabel. 3.1
Kisi-Kisi Isntrumen Penelitian
No Aspek Yang
Diteliti Sub Aspek
Sumber Data
Teknik Pengumpulan
Data
1 Guru a. Identitas Diri :
1) Sekolah
2) Jenis kelamin 3) Pendidikan terakhir 4) Pengalaman Pelatihan 5) Pengalaman Mengajar
b. Aktualisasi Diri :
1) Tugas Guru Mengajar 2) Fungsi Guru Mengajar 3) Harapan Guru terhadap
siswa
4) Minat Guru Mengajar
c. Persepsi Guru tentang Pembelajaran IPS
1) Persepsi Guru terhadap tujuan pembelajaran IPS
2) Persepsi Guru terhadap manfaat Pembelajaran IPS bagi siswa
3) Persepsi Guru terhadap model pembelajaran IPS
4) Persepsi Guru terhadap kemampuan siswa 5) Persepsi Guru terhadap
kebutuhan belajar
d. Pengetahuan dan
kemampuan guru dalam
pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar siswa
1) Pengetahuan Guru
tentang model
pembelajaran
2) Implementasi dalam pembelajaran IPS di kelas meliputi :
a) Metode pembelajaran
b) Sarana dan prasarana belajar
c) Evaluasi pembelajaran
2 Siswa a. Rata-rata kemampuan
umum intelektual
siswa menurut guru.
b. Minat dan motivasi
belajar pada pelajaran menurut guru.
c. Penguasaan materi dan prestasi belajar
d. Persepsi siswa tentang
tujuan pelajaran
pelajaran IPS
e. Persepsi siswa tentang manfaat belajar IPS f. Minat siswa terhadap
mata pelajaran IPS
g. Persepsi siswa
terhadap pembelajaran IPS
h. Persepsi siswa
terhadap penampilan mengajar guru
i. Model pembelajaran
yang disukai siswa
Guru
Siswa
Angket
3 Pembelajaran
IPS
a. Persiapan mengajar b. Pelaksanaan
pembelajaran
c. Evaluasi hasil belajar
Guru Angket
4 Fasilitas/ Prasarana dan lingkungan Pembelajaran IPS
a. Ruang kelas dan fasilitas belajar
b. Suasana kelas c. Buku sumber d. Media/alat bantu
78
5. Analisis Data
Data yang telah terkumpul berdasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan, kemudian dilakukan analisis dan diinterpretasi. Data yang telah
diperoleh dikelompokan menjadi dua yaitu : data kuantitatif dan data kualitatif.
Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Data hasil penilaian terhadap hasil belajar siswa pada uji coba
terbatas dan ujo coba lebih luas akan dianalisis secara statistic menggunakan uji-t
dengan menggunakan program SPSS versi 16 dan atau versi terbaru. Uji-t yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Paired Sampel Test (Priyatno, 2009 : 78)
yang digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua sampel yang
berpasangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai tes
antara sebelum dan sesudah dilakukan proses pembelajaran kooperatif dengan
teknik team games tournament yang pengujiannya menggunakan taraf signifikansi
0,05 atau tingkat kepercayaan (confidence interval) sebesar 95% (Priyatno,
2009:78).
Analisis data dilakukan dari awal penelitian sampai dengan akhir
penelitian secara terus menerus yang mencakup kegiatan analisis, refleksi dan
tindakan. Akhirnya berdasarkan pengolahan dan analisis data dilakukan penarikan
kesimpulan dengan cara menjawab pertanyaan penelitian dan mensintesiskan
jawaban-jawaban tersebut dalam sebuah kesimpulan penelitian secara
B. HASIL PENGEMBANGAN MODEL
1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 14 sekolah dasar
yang berada di kecamatan cimarga, terdapat beberapa informasi yang diperoleh
berkaitan dengan penelitian yang akan dikembangkan. Informasi ini berupa
kondisi sekolah yang menyangkut sarana dan prasarananya, keadaan siswa dan
kondisi pembelajaran. Informasi yang berkaitan dengan kondisi sekolah dijadikan
dasar oleh peneliti untuk pengembangan model pembelajaran yaitu model
pembelajaran kooperatif dengan teknik Team Games Tournament (TGT) yang
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan angket, observasi, studi dokumenter serta wawancara.
Jumlah populasi sekolah dasar yang berada di kecamatan cimarga ada 38,
jumlah yang dijadikan sampel oleh peneliti adalah 14 sekolah yang mewakili 7
gugus dengan tujuan memperoleh data real proses pembelajaran Ilmu
Pengetahuan sosial yang dilakukan oleh guru selama ini. Angket diberikan kepada
guru yang menjadi objek untuk mendapatkan data-data tentang kondisi guru, tugas
serta perannya, pandangan terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial,
pandangan guru terhadap hasil belajar siswa, implementasi pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi,
data tentang sarana dan prasarana pembelajaran, media belajar serta sarana lain
80
Angket juga diberikan kepada siswa sebelum proses pengembangan
model dilakukan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data tentang
pandangan siswa terhadap sekolah, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,
pembelajaran yang diinginkan serta cara pembelajaran yang selama ini dilakukan
oleh guru, data ini juga dilakukan untuk mengkroscek informasi yang
disampaikan oleh guru melalui angket dan data sebenarnya yang diterima siswa.
Studi pendahuluan dilakukan di 14 sekolah dasar negeri yang berada di
kecamatan cimarga dengan jumlah responden 14 guru kelas 5 dan 14 orang siswa
yang diambil 10 siswa dari setiap sekolah.
a) Keadaan guru kelas 5
Guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran memegang peran
strategis dalam proses pembelajaran, guru sebagai agen pembelajar harus
ditunjang oleh pengetahuan yang memadai, oleh karena itu, latarbelakang
pendidikan, pengalaman akan sangat mempengaruhi terhadap kinerja dan prestasi
siswa. Berkaitan dengan dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap
[image:42.595.105.515.222.750.2]guru kelas 5, diperoleh data dan informasi sebagai berikut :
Table 3.2
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENGALAMAN
MENGAJAR GURU
No Aspek Jawaban Guru f
1
2
Pendidikan Terakhir
Pengalaman Mengajar
a. SPG b. DII c. SI
a. Kurang dari 5 tahun b. 6-10 tahun
c. Lebih dari 11 tahun
1 6 7
Berdasarkan tebel 4.1, diperoleh data bahwa pendidikan guru yang
mengajar di kelas 5 yang berpendidikan SPG sebanyak 7,1 %, pendidikan D II
PGSD sebanyak 42 % dan pendidikan SI sebanyak 50% hal ini menandakan
bahwa guru-guru yang mengajar di kelas 5 di sekolah dasar yang memliki
kualifikasi yang dipersyaratkan telah memenuhi standar, dan guru yang telah
memiliki standar S1 mencapai 50%.
Dari pengalaman mengajar, 2 orang guru atau sebesar 14%
berpengalaman kurang dari 5 tahun, 42% atau 6 orang berpengalaman 6 sampai
10 tahun dan berpengalaman lebih dari 11 tahun.
Namun pelatihan, penataran dan diklat yang pernah diikuti oleh guru
kelas 5 masih belum merata, dan bahkan tidak ada satu orang gurupun yang
pernah mengiktui model-model pembelajaran IPS di SD, untuk pelatihan
[image:43.595.103.514.96.181.2]kurikulum hampir 85 % guru pernah mengikutinya.
Table 3.3
PANDANGAN GURU TERHADAP TUGAS , FUNGSI, HARAPAN DAN
MINATNYA DALAM MENGAJAR
3 Pelatihan yang pernah diikuti a. Kurikulum b. Pembelajaran c. Pembelajaran IPS
d. Model-Model Pembelajaran 12
2
No Aspek Jawaban Guru f
1
2
1. Bagaimana pandangan
bapak/ibu terhadap tugas mengajar di sekolah ini ?
a. Sebagai pekerjaan rutin.
b. Sebagai suatu kewajiban yang harus dijalankan karena digaji.
c. Sebagai tantangan untuk
mengembangkan profesi. d. Sebagai beban.
4
2
82
Berdasarkan analisa data dari tabel 4.2, tergambar bahwa pandangan guru
terhadap tugas, minat, fungsi dan harapanya dalam mengajar kecenderunganya
bahwa mengajar merupakan tantangan untuk mengembangkan profesi hal ini
terlihat dari jawaban guru sebanyak 8 orang yang menjawabnya atau sekitar 57%,
peneliti menganggap bahwa ini adalah jawaban idealis guru, sedangkan yang
menganggap mengajar merupakan pekerjaan rutin hanya 4 orang atau sekitar 27% 3
2. Apa yang menjadi tujuan
bapak/ibu mengajar di
Sekolah ?
3. Apa yang diharapkan dari siswa yang bapak/ibu ajar ?
4. Apakah mengajar IPS sesuai dengan minat bapak/ibu ?
e. Lainnya………
a. menyajikan seluruh materi yang harus diselesaikan.
b. Menstransfer ilmu pengetahuan
tentang IPS kepada siswa.
c. mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik.
d. Membentuk kepribadian siswa
menjadi lebih baik.
a. Mampu menerima pengetahuan
yang diberikan guru. b. Menjadi anak yang pintar. c. Menjadi anak mandiri dan supel. d. Menjadi anak yang berkepribadian
dan berakhlak mulia.
e. ………..
a. Sangat sesuai dengan minat karena mata pelajaran IPS berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan bagi saya sebagai ibadah.
b. Sesuai dengan minat saya sama seperti mengajar mata pelajaran lain.
c. Kurang sesuai dengan minat karena banyak materi yang harus dihafal. d. Kurang berminat karena menuntut
penggunaan metode mengajar yang merepotkan.
dan yang menjawab tugas mengajar merupakan sebuah kewajiban karena sudah
digaji sebanyak 2 orang atau sekitar 14%.
Dilihat dari tujuan guru dalam mengajar, responden menjawab variatif, 2
orang guru atau sekitar 14% responden menjawab bahwa tujuan mengajar IPS
adalah mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, 6 orang atau sekitar 42,8%,
responden menjawab bahwa tujuan mengajar adalah mengubah perilaku siswa
kea rah yang lebih baik dan 6 responden atau sekitar 42,8% menjawab bahwa
tujuan mengajar adalah membentuk kepribadian siswa kearah yang lebih baik.
Dengan kata lain bahwa hampir sebagain besar responden sepakat bahwa
mengajar adalah merupakan sebuah pekerjaan mulia yang bertujuan untuk
membentuk kepribadian siswa kearah yang lebih baik melalui proses
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Harapan dari siswa melalui proses pembelajaran, sebagian besar
responden menjawab bahwa mereka sepakat ingin menjadikan anak/ siswa yang
berkepribadian dan berakhlak mulia. Hal ini tergambar dari pilihan responden
sebanyak 12 orang atau sekitar 85.7%, menjadi anak yang mandiri dan supel
sebanyak 1 orang atau sekitar 7,1% dan mampu menjadi anak yang pintar
sebanyak 1 orang atau sekitar 7,1%.
Sedangkan minat guru dalam mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
responden menjawab bervariasi, 3 0rang responden atau sekitar 21,4% menjawab
bahwa sangat sesuai dengan minat karena mata pelajaran IPS berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari dan baginya sebagai ibadah, 3 orang responden atau sekitar
21,4% menjawab bahwa mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial sudah sesuai dengan
84
sekitar 50 % menjawab bahwa mengajar IPS sangat tidak berminat, karena harus
banyak menghapal materi, 1 orang responden menjawab bahwa mengajar Ilmu
Pengetahuan Sosial menuntuk penggunaan metode mengajar yang merepotkan.
Studi dokumentasi terhadap latar belakang pendidikan guru kelas V, 1
orang guru berlatar belakang Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) , 7
orang guru berlatar belakang Diploma dan Sarjana pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD), 3 orang guru berlatar belakang Pendidikan Kewarganegaraan, 1
orang Guru berlatar belakang Pendidikan Agama Islam, 1 orang guru berlatar
belakang Pendidikan Olahraga dan 2 orang guru berlatar belakang pendidikan
Bahasa Inggris.
[image:46.595.111.561.232.762.2]Tabel 3.4
Pandangan Guru Terhadap Pembelajaran IPS
No Aspek Jawaban Guru F
1
2
3
5. Bagaimana pandangan
bapak/ibu tentang kedudukan mata pelajaran IPS?
6. Menurut bapak/ibu sasaran pengajaran IPS dikelas V SD adalah :
7. Menurut bapak/ibu model
pembelajaran yang cocok
untuk mengajar IPS adalah?
a. Sangat penting karena sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari siswa. b. Penting sama halnya dengan mata
pelajaran lain.
c. Kurang penting karena masa depan siswa lebih ditentukan oleh ilmu eksakta.
d. ………
a. Membekali sebanyak-banyaknya
pengetahuan.
b. Melatih siswa banyak menghafal.
c. Membina siswa jadi warga
masyarakat yang baik.
d. Melatih siswa cakap dalam
berinteraksi sosial dengan
sesamanya.
e. ………
a. Tidak perlu ada model khusus. b. Model yang cocok, diantaranya
Berdasarkan tabel 4.3, pandangan responden tentang kedudukan mata
pelajaran IPS hampir sebagian besar sepakat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial
sangat penting untuk kehidupan sehari-hari, pada pertanyaan ini responden
menjawab sebanyak 12 orang atau sekitar 85,7%, sedangkan responden yang
menganggap pembelajaran IPS sama pentingnya dengan mata pelajaran lain
adalah sebanyak 2 orang atau sekitar 4%.
Sasaran pengajaran IPS dikelas V SD sebagian besar responden
menjawab bahwa IPS bertujuan melatih siswa cakap dalam berinteraksi sosial
dengan sesamanya. Pada pertanyaan ini 8 orang atau sekitar 57%, sisanya 8. Menurut bapak/ibu, apa yang
dibutuhkan siswa mempelajari IPS?
9. Saat proses pembelajaran IPS,
kondisi belajar siswa
bagaimana yang dibutuhkan siswa :
kontekstual, kooperatif, terpadu, dan lain-lain.
c. Model apapun bisa diterapkan karena IPS sama saja dengan mata pelajaran lain.
d. ………
a. Ilmu pengetahuan tentang IPS untuk kehidupan sehari.
b. Ilmu pengetahuan tentang
lingkungan.
c. Ilmu pengetahuan, sikap dan
keterampilan sebagai satu kesatuan yang tidak. terpisahkan.
d. Lebih penting kepada penanaman nilai-nilai pada diri siswa.
e. ………..
a. Tidak membutuhkan pengkondisian apa-apa.
b. Situasi tenang dan pengelolaan yang baik.
c. Membutuhkan banyak variasi media belajar.
d. Situasi belajar yang santai dan menyenangkan.
e. Situasi belajar yang serius.
86
responden menjawab bahwa sasaran pengajaran IPS adalah membina siswa jadi
warga masyarakat yang baik, pada pilihan ini jumlah responden yang menjawab
[image:48.595.111.558.207.757.2]adalah 6 orang atau sekitar 42,8%.
Tabel 3.5
Kemampuan Siswa Menurut Pandangan Guru
No Aspek Jawaban Guru F
1
2
3
10. Berdasarkan pengamatan
bapak/ibu selama mengajar,
bagaimana keadaan
kemampuan intelektual siswa di kelas ?
11. Secara umum, bagaimana
minat para siswa kelas V yang bapak/ibu ajar terhadap mata pelajaran IPS?
12. Bagaimana motivasi siswa kelas V mengikuti kegiatan pembelajaran IPS dibanding dengan mata pelajaran lain ?
13. Dalam melakukan penilaian, apakah bapak/ ibu melakukan tes awal ?
14. Bagaimana Bapak/ Ibu
melaksanakan evaluasi
pembelajaran ?
15. Berdasarkan penilaian
Bapak/Ibu. Apakah rata-rata hasil belajar siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal ?
16. Berdasarkan penilaian
bapak/ibu, secara umum
a. Sangat pandai………%.
b. Pandai………...%.
c. Cukup pandai………%.
d. Kurang pandai……….%.
e. Kurang sekali………..%.
a. Sangat tinggi. b. Tinggi. c. Cuku