BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia merupakan mahluk sosial dimana dalam proses kehidupanya tidak
dapat hidup sendiri atau memenuhi kebutuhannya sendiri. Hubungan sosial
merupakan aktivitas yang sangat mendasar bagi manusiadalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Manusia dalam melakukan hubungan dengan
lingkungan sosialnya cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi dan
bersosialisasi dengan manusia dan lingkungan disekitarnya. Manusia dalam
bersosialisasi ini selalu mengadakan penyesuaian dalam lingkungan sekitarnya.
Penyesuaian merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan agar seseorang
dapat diterima dengan baik di lingkungan dimana ia berada. Namun tidak sedikit
dari mereka yang mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian
Sebagian besar orang menyadari adanya hubungan yang erat antara
penyesuaian sosial dengan kebahagiaan serta keberhasilan pada masa anak-anak
dan pada masa kehidupan selanjutnya. Anak yang dapat melakukan penyesuaian
sosial secara baik akan memiliki dasar untuk meraih keberhasilan pada masa
dewasa. Apabila seorang anak diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya,
kondisi ini akan menghasilkan pola perilaku dan sikap yang akan membuka
peluang bagi terciptanya keberhasilan dalam melakukan mobilitas sosial.
Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses
penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan sekitar.
Hurlock ( 1991, hlm.287 ) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan
keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada
umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat diartikan bahwa kemampuan dan keberhasilan penyesuaian diri seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain dalam situasi-situasi tertentu secara efektif
menandakan bawa ia telah berhasil dalam penyesuaian sosialnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Moh. Surya (1990, hlm.142) yang
proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
sekitarnya.
Seorang individu dalam proses penyesuaian sosial akan berhubungan dengan
lingkungannya. Menurut Woodwoorth dalam W.A. Gerungan (1991, hlm.55)
menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu
dengan lingkungannya, yaitu a) individu dapat bertentangan dengan
lingkungannya, b) individu dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungannya, c)
individu dapat menggunakan lingkungannya, d) individu dapat berpartisipsi dalam
lingkungnnya. Menyimak pendapat tersebut, dinyatakan bahwa salah satu jenis
hubungan antara individu dengan lingkungan yaitu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, ini mengandung arti bahwa manusia dapat senantiasa berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Penyesuaian sosial terjadi di dalam hubungan seseorang dengan orang lain
membutuhkan beberapa kriteria. Untuk itu Harlock (1991, hlm.287) berpendapat
terbahwa ada empat kriteria untuk tercapainya penyesuaian sosial antara lain a)
penampilan nyata, b) kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap semua
kelompok, c) sikap sosial, d) kepuasan pribadi. Berdasarkan pendapat tersebut
penyesuaian sosial akan tercapai apa bila seseorang mampu memenuhi
kriteria-kriteria tersebut. Bila seorang anak mampu berprilaku memenuhi harapan
kelompok, menyesuaikan diri dengann baik, bersosialisasi dengan baik serta puas
dengan peranannya di dalam kelompok, maka dapat dikatakan bahwa anak telah
dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik.
Penyesuaian sosial terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program bimbingan, pembelajaran, dan latihan dalam rangka
membantu siswa agar dapat mengembangkan potensinya baik yang menyangkut
aspek moral, spiritual, emosi maupun sosial. Suasana lingkungan sekolah tentunya
sangat berbeda dengan suasana di lingkungan keluarga. Di sekolah siswa dituntut
untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kebiasaan dan peraturan yang
berlaku di sana. Memasuki dunia persekolahan merupakan sebuah pengalaman
bersama orang lain, seperti guru, teman serta staf-staf sekolah yang memiliki usia
dan karakteristik yang bervariasi.
Anak pada umumnya akan memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang
baik, namun bagi penyandang tunarungu penyesuaian sosial bukanlah hal yang
mudah untuk dilakukan. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam indera
pendengarannya, sedangkan indera pendengaran merupakan indera yang cukup
vital, terutama bagi anak-anak dalam memperoleh informasi untuk mengenal
lingkungan sekitarnya. Informasi mengenai lingkungan sekitar sangat dibutuhkan
oleh seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam hal ini
kita dapat melihat bahwa kehilangan pendengaran dapat menghambat penyesuaian
diri pada anak. Meadow (1987, hlm.97) berpendapat bahwa anak tunarungu
mempunyai lebih banyak masalah penyesuaian dari anak-anak yang
berpendengaran normal. Loeb dan Sarigami (1980) mengungkapkan bahwa
penyandang tunarungu memiliki kararkteristik penyesuaian sosial yang
disebabkan karena kesulitannya berkomunikasi, mereka akan hidup pada
lingkungan yang terisolasi seperti kesulitan dalam berteman, cenderung pemalu,
cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar dan cenderung bersosialisasi
dengan peer group (kelompok tunarungu sendiri). Hal ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan, proses belajar, dan adaptasi mereka. Baik pada diri
sendiri maupun dengan lingkungan sosialnya Kegagalan siswa dalam melakukan
penyesuaian sosial mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit
diterima oleh lingkungan teman sebaya (Willis, 2004, hlm.66).
Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi anak tunarungu maka
sangat diperlukan sejumlah data secara empiris mengenai berbagai hal yang
menyangkut kemampuan penyesuaian sosial anak tunarungu di SLB N Cicendo,
baik penyesuaian di dalam kelas yang menyangkut guru, teman dan materi
pelajaran, maupun penyesuaian sosial di luar kelas yang menyagkut kegiatan
ketika bermain. Untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan tersebut perlu
dilakukan penelitian secara objektif.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui “Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu di SLB–B Negeri
B. FOKUS MASALAH
Agar penelitian ini terarah terhadap pokok persoalan yang akan diteliti, maka
rumusan masalah ini adalah “Bagaimanakah Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu di SLB N Cicendo”. Secara rinci dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah ?
2. Hambatan apa yang dihadapi siswa tunarungu dalam melakukan penyesuaian
sosial di sekolah?
3. Upaya apakah yang dilakukan guru untuk menangani hambatan penyesuaian
sosial tunaruungu di sekolah?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang penyesuaian sosial siswa tunarungu
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui penyesuaian sosial yang ditimbulkan siswa tunarungu di sekolah
2. Mengetahui hambatan yang dihadapi siswa tunarungu dalam melakukan
penyesuaian sosial di sekolah
3. Mengetahui upaya yang dilakukan guru dalam menangani penyesuaian sosial
siswa tunarungu di sekolah
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini di harapkan memiliki manfaat ganda baik secara praktis,
teoritis, maupun bagi pengembangan pribadi peneliti. Manfaat yang dimaksud
dapat diungkapkan sebagai berikut
a. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini berguna untuk
1. Menambah wawasan dan pengetahuan baik secara teoritis maupun
praktis khususnya tentang penyesuaian sosial siswa tunarungu tingkat
SMPLB di SLB N Cicendo
2. Sebagai kajian dan panduan bagi guru maupun orang tua agar lebih
sehingga memudahkan memberikan layanan pendidikan yang tepat baik
di sekolah
b. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk
1. Memberikan pengetahuan atau kajian yang berhubungan dengan
penyesuaiani sosial tunarungu tingkat SMP
2. Memberikan informasi yang berkaitan dengan penyesuaian sosial
tunarungu tingkat SMP di sekolah
E. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI
A. BAB I Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Fokus masalah
c. Tujuan penelitian
d. Manfaat penelitian
B. BAB II Kajian Teori
a. Konsep dasar ketunarunguan
b. Konsep penyesuaian sosial
c. Penyesuaian sosial tunarungu
d. Penelitian yang relevan
C. BAB III Metode Penelitian
a. Metode penelitian
b. Lokasi penelitian
c. Subyek penelitian
d. Instrument penelitian dan teknik pengumpulan data
e. Pemeriksaan keabsahan data
f. Tahap-tahap penelitian
g. Teknis analisis data
D. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil penelitian
b. Pembahasan
a. Kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian yang
berguna untuk memandu seorang peneliti dalam suatu penelitian yang berguna
untuk memandu seorang peneliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2008,
hlm.4) penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
tentang fenomena yang berupa masalah penyesuaian sosial siswa tunarungu di
SLB-B N Cicendo.
Pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif digunakan karena masalah
yang diteliti merupakan fenomena yang terjadi di sekolah. hal tersebut sejalan
dengan penelitian kualitatif yang didefinisikan oleh Denzim dan Lincoln (dalam
Moleong, 2008, hlm.5) bahwa penelitian kualitaif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi
dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Data yang
diperoleh bersifat apa adanya dengan diinterpretasikan dengan penjelasan secara
kalimat. Dengan penggunaan deskriptif peneliti dapat mengetahui gambaran serta
memperoleh informasi secara mendalam mengenai penyesuaian social tunarungu
berdasarkan data empiris yang terjadi di lapangan.
Disamping itu penelitian ini berupaya untuk memaparkan fenomena sosial
secara detail dan mendalam, sehingga penelitian ini berorientasi pada proses dari
suatu gejala dan bukan pada hasil atau kesimpulan yang pasti. Krik dan Miller
(dalam Moleong, 2008, hlm.4) :
Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa peneliti sendiri yang menjadi
instrument dalam upaya mengumpulkan informasi sebagai data yang akan diteliti,
sedangkan instrument lainnya hanya sebagai pelengkap.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB-B Negeri Cicendo, alasan peneliti
mengambil SLB Negri Cicendo sebagai tempat penelitian karena di sekolah ini
terdapat siswa tunarungu yang memiliki penyesuaian sosial yang berbeda-beda.
C. Subyek penelitian
Subjek penelitian merupakan unsur penting guna memperoleh informasi
yang diperlukan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang
siswa kelas VII SLB Negeri Cicendo Bandung.
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu
sendiri (Sugiyono, 2008, hlm.305). Karena segala sesuatu yang akan dicari dari
objek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang
diharapkan semuanya belum jelas. Jadi peneliti adalah kunci dalam pendekatan
kualitatif. Peneliti harus mengenal apa yang akan diteliti dan secara langsung
melakukan seluruh kegiatan pengumpulan data seperti wawancara dan observasi,
kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh.
Padasebuah penelitian tentunya dibutuhkan suatu instrument untuk
memperoleh data-data yang diperlukan. Nasution (1988) dalam Sugiyono (2008,
hlm.306) menyatakan :
Penelitian kualitatif instrument penelitiannya adalah peneliti itu sendiri,
namun selanjutnya setelah fokus penelitian sederhana dimana instrument
penelitian dikembangkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yaitu acuan yang digunakan ketika penelitian
melakukan wawancara, yang berisi pokok-pokok masalah yang akan menjadi
bahan pembicaraan dan menetapkan pihak-pihak yang akan diwawancarai.
Adapun pedoman wawancara yang dibuat berisi pertanyaan berkenaan
dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo Bandung.
Dengan adanya pedoman wawancara diharapkan akan memudahkan peneliti
untuk mendeskripsikan dan menggali lebih dalam mengenai penyesuaian
sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo.
2. Pedoman observasi
Pedoman observasi adalah acuan dalam melakukan observasi atau
pengamatan langsung terhadap kasus, sehingga akan diperoleh aspek-aspek
yang diteliti secara langsung berdasarkan kepada pedoman observasi yang
telah dipersiapkan. Pedoman observasi ini berisi tentang aspek-aspek
penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo.
Adapun teknik penelitian yang digunakan sebagai berikut :
1. Teknik wawancara
Wawancara adalah satu teknik untuk mengumpulkan data dalam penelitian
kualitatif. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara
terstruktur, dalam pelaksanaanya teknik ini mirip dengan percakapan
informal. Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan pedoman
wawancara agar tidak keluar dari fokus yang telah ditentukan. Data yang
dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal dan berupa lembar
pertanyaan.Dalam penelitian ini, wawancara ditunjukan 2 orang guru kelas.
Wawancara terhadap guru kelas guna memperoleh informasi mengenai
penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah pada kriteria
penampilan nyata, penyesuain diri terhadap berbagai kelompok,sikap sosial
memfasilitasi siswa tunarungu untuk mengembangkan kemampuan
penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah.
2. Teknik observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati
penyesuaian sosial yang ditampilkan oleh remaja tunarungu di sekolah pada
aspe-aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok,
sikap sosial dan kepuasan pribadi. Serta peran guru dalam menfasilitasi siswa
tunarungu untuk mengembangkan penyesuaian sosialnya.Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan observasi non-partisipatif untuk mengumpulkan data
yang berkenaan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung tanpa
terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan sehingga tidak mempengaruhi
kealamian dari segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian. Peneliti hanya
melihat tingkah laku yang ditampilkan oleh siswa tunarungu secara alami
berkaitan dengan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah. Dalam
melakukan observasi peneliti selalu mencatat segala fenomena atau peristiwa
yang terjadi dan memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3. Dokumentasi
Teknik ketiga yang dipakai peneliti adalah dokumentasi. Sama dengan halnya
dengan observasi, dokumentasi ini dipakai untuk menguatkan data yang telah
diperoleh sebelumnya. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk
menelaah atau mengkaji data-data atau informasi yang berupa dokumen
tertulis dan fotografi sebagai penunjang atau bukti secara fisik akan keadaan
saat penelitian berlangsung, atau berfungsi sebagai pelengkap bukti-bukti dari
data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini
digunakan pula data berupa foto guna menunjang, melengkapi, dan
mempertegas data hasil observasi dan wawancara. Peneliti memanfaatkan
E. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk menilai keabsahan atau
kevalidan data-data yang diperoleh dalam proses pengumpulan data. Dalam
melalukan pemeriksaan keabsahan data ini peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi merupakan suatu teknik yang tidak hanya sekedar
menilai kebenaran data dan kedalaman penelitian atau memperoleh keabsahan
penemuan-penemuan tersebut.
Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Hal ini
dilakukan dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil wawancara terhadap subjek penelitian dengan
data hasil wawancara dengan sumber informasi lain dalam penelitian.
2. Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan.
3. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan
dengan penelitian.
4. Melakukan cek , melakukan perbaikan-perbaikan jika ada kekeliruan dalam
pengumpulan informasi atau menambah kekurangan –kekurangan, sehingga
informasi yang diperoleh dapat dilakukan sesuai dengan apa yang
dimaksudkan informan.
F. Tahap-tahap Penelitian
Tahap yang berperan penting dalam membantu proses kualitatif adalah
mengenai tahap-tahap penelitian. Usaha inilah yang nantinya dapat memberikan
gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data,
keabsahan data, analisis data sehingga sampai pada penulisan penelitian.
Mengenai tahap-tahap penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pra Lapangan
a. Menyusun rancangan penelitian
Kegiatan ini merupakan kegiatan awal dari serangkaiaan proses
penelitian yang diajukan ke Dewan Skripsi Jurusan Pendidikan Luar
Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia.Setelah disetujui
rancangan penelitian, peneliti melaksanakan konsultasi dan bimbingan
intensif dengan Dosen Pembimbing I maupun Dosen Pembimbing II.
Setelah itu peneliti menyusun rencana untuk terjun ke lapangan yang
sesuai dengan latar belakang.
b. Memilih latar penelitian
Proses pemilihan latar penelitian ini diawali dengan data yang ditemukan
penelliti terhadap SLB B Negeri Cicendo Bandung, bahwa pada sekolah
tersebut terdapat banyak siswa tunarungu kelas VII SMP dengan
berbagai macam karakteristik. Untuk itu penulis ingin mendapatkan
deskripsi mengenai penyesuaian social siswa tunarungu kelas VII SMP di
SLB tersebut.
c. Mengurus perijinan
Pengurusan perijinan yang bersifat administrative dilakukan dimulai dari
tingkat Jurusan, Fakultas dan Universitas. Dari tingkat fakultas peneliti
memperoleh surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing dan Surat
Pengantar ke tingkat Universitas, yaitu kepada Rektor I melalui Kepala
Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK). Setelah itu
peneliti memperoleh surat rekomendasi untuk disampaikan pada Badan
Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung yang
dilanjutkan kepada Dinas Pendidikan Kota Cimahi dan berakhir kepada
Kepala Sekolah SLB B Negeri Cicendo Bandung.
d. Menyiapkan perlengkapan penelitian
Pada tahap ini peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang dibituhkan
untuk memperlancar, memperjelas, dan mempermudah kegiatan
pengumpulan data yng diperoleh dilapangan, adapun kegiatan pada tahap
ini adalah mempersiapkan instrument penelitian yang terdiri dari kisi-kisi
wawancara dan kisi-kisi observasi. Berdasarkan kisi-kisi yang dibuat,
disusun pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan dan pedoman
observasi berupa acuan tentang arah, sasaran, dan tujuan dari observasi
dilakukan peneliti juga menyiapkan tape recorder untuk merekam hasil
wawancara.
2. Tahap pekerjaan lapangan
a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Maksud dari memahami latar penelitian ini adalah mengenal segala
unsure lingkungan sosial, fisik dan keadaan sekolah serta untuk lebih
mempersiapkan diri baik mental maupun fisik dan juga mempersiapkan
perlengkapan yang dibutuhkan. Memahami latar penelitian dimaksudkan
pula untuk mengamati perilaku anak tunarungu ketika sedang mengikuti
berbagai kegiatan disekolah. Peneliti pun selalu berhubungan dengan
informan yang fungsinya sebagai pemberi informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Selain itu juga mengidentifikasi segala hal yang
berkaitan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah.
b. Penarikan kasus
Berdasarkan pada permasalahan penelitian yaitu mengenai perilaku
sosial anak tunarungu sebagai dampak sekunder dari ketunarunguannya,
maka untuk membantu mempermudah pengumpulan data digunakan
penarikan kasus dengan sumber data utama agar data yang diperoleh
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c. Hubungan peneliti dengan subjek
Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, peneliti berupaya
secara optimal membina dan menciptakan hubungan yang bersifat
integrative dengan para subjek penelitian sebagai sumber data sehingga
segala informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian diperoleh secara
benar, akurat dan lengkap.
d. Peran peneliti
Peneliti berperan sebagai alat atau instrument utama dalam penelitian
sehingga peranannya sangat berarti dalam upaya pengambilan data.
Meskipun berperan sebagai instrument utama namun peran penelitian ini
bersifat non partisipatif karena peneliti hanya menangkap, mengamati,
G. Teknik Analisis Data
Penelitian kualitatif memperoleh data dari berbagai sumber, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Bogdan &
Biklen, 1982 dalam Moleong ( 2010, hlm.248) menyatakan analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya, menjadi satuan yang dapat
dikelola, mengintesiskannya, mencari data dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan
kepada orang lain.
Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses
pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Basrowi dan
Suwandi (2008, hlm.209-210) yang mencakup tiga kegiatan yang bersamaan
yaitu :
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti memilih hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas
dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya. Selain
daripada itu, peneliti juga memberikan kode pada aspek-aspek tertentu
sehingga mempermudah dalam proses pencatatan di lapangan.
2. Display data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah membuat display
data. Display data merupakan suatu cara menggolongkan data ke dalam
kelompok yang disajikan baik ke dalam bentuk grafik ataupun matrik
sehingga mudah dibaca dan dipahami serta menggambarkan keseluruhan atau
bagian-bagian tertentu dari penelitian.
3. Menarik kesimpuan atau verifikasi
Menarik kesimpulan dilakukan sejak awal hingga akhir proses penelitian
guna mempermudah peneliti untuk mendapatkan makna dari setiap data yang
sementara dan masih diragukan . Oleh karena itu, kesimpulan senantiasa
diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk menjadi tingkat kepercayaan
penelitian.
Langkah terakhir dalam analisi data, peneliti melakukan penelitian atau
interpretasi terhadap data yang telah dideskriipsikan dan membandingkannya
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan ,
maka dapat disimpulkan
1. Penyesuaian sosial siswa tunarungu kelas VII di SLB-B N Cicendo
Penyesuain sosial di sekolah yang ditunjukan oleh ketiga subyek
berbeda-beda. Subyek BT dan CM menunjukan kemampuan penyesuain sosial
disekolah dengan bersikap sesuai tata krama yang berlaku di sekolah,
berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi total, menunjukan sikap
simpati dan empati pada teman dan guru , bertanggung jawab dan
menghargai teman. Di sekolah subyek BT berteman dengan teman yang
lebih muda, sebaya dan dewasa sedangkan subyek CM berteman dengan
teman sebaya dan dewasa. Berbeda dengan subyek BT dan CM, subyek A
masih kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam menggunakan komunikasi
total pada saat berkomunikasi dengan guru, selain itu subyek A tidak
menunjukan sikap simpati terhadap teman maupun guru. Di sekolah subyek
A berteman dengan teman yang lebih muda dan teman sebaya.
2. Hambatan yang dialami siswa tunarungu dalam penyesuaian sosial di
sekolah
Sikap cepat marah dan mudah tersinggung merupakan hambatan
penyesuaian sosial yang dialami oleh subyek BT dan CM. Apabila ada teman
yang mengacuhkannya pada saat berkomunikasi ataupun pada saat bermain
subyek BT dan CM akan marah dan tidak mau berkomunikasi dengan teman
tersebut. Begitu pula bila ada teman yang mengejek subyek BT dan CM
akan memusuhi temannya tersebut. Berbeda dengan subyek BT dan CM,
subyek A memiliki kepribadian yang tertutup dan pemalu yang membuatnya
sulit untuk menyesuaikan diri dengan kontak sosialnya. Subyek A jarang ikut
serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh teman-temannya seperti bermain
ataupun berkomunikasi. Selain itu ketiga subyek seringkali datang terlambat
3. Upaya yang dilakukan guru untuk menangani permasalahan penyesuaian
sosial siswa tunarungu di sekolah
Pada saat menghadapi siswa tunarungu yang mudah marah dan
tersinggung upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menanamkan
sikap sabar pada saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan seperti
diacuhkan oleh teman, dimusuhi, dimarahi atau diejek. Dalam menangani
kepribadian yang tetutup pada anak tunarungu, guru lebih sering
mengajaknya berkomunikasi, mengadakan diskusi dan kerja kelompok agar
anak dapat lebih bersosialisasi dengan teman di kelasnya. Untuk menangani
siswa yang sering terlambat , guru memberikan nasihat kepada siswa agar
datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai, menyarankan siswa tidak
tidur terlalu malam dan bangun lebih pagi serta menanamkan sikap disiplin
pada setiap siswa.
B. REKOMENDASI
1. Bagi guru
Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan tentang bagaimana penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah
serta memberikan penangan yang lebih maksimal dalam meningkatkan
kemampuan penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah. Guru
dapat membantu individu mengembangkan pola penyesuaian sosial yang
disetujui secara sosial dengan menanamkan sikap-sikap yang dapat diterima
oleh kelompok (ramah, sabar dan disiplin), memperkenalkan peraturan yang
berlaku di sekolah seperti memakai seragam sesuai peraturan sekolah, datang
tepat waktu dan memakai dan merawat fasilitas sekolah.
2. Bagi lembaga terkait
Pihak sekolah dan lembaga terkait diharapkan dapat mengembangkan
penyesuaian sosial bagi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk
tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Hal yang
dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan kemampuan
pada siswa yang melanggar aturan atau tata tertib sekolah sehingga siswa
lebih disiplin, mengadakan studi tour sehingga siswa dapat mengenal
lingkungan baru serta mempererat hubungan sosial antar siswa dan guru,
mengadakan kegiatan seperti kerja bakti sehingga dapat mempererat interaksi
sosial dan menyesuaikan diri dengan teman-teman di sekolah.
3. Bagi orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai perbaikan
dalam memberikan penanganan yang lebih maksimal dalam meningkatkan
kemampuan sosial anak tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial. Penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah
menanamkan sikap disiplin, sabar serta mengembangkan kemampuan
bersosialisasi anak dengan lebih sering mengajaknya berkomunikasi, lebih
sering membawanya ke tempat umum sehinngaanak terbiasa dengan