• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Stroke merupakan penyebab kematian ke-3 di dunia dan penyebab kematian ke-1 di Indonesia. Di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih

(RSPR) Yogyakarta tahun 2005 stroke menempati urutan ke-4 dalam diagnosa

sepuluh besar penyakit di rumah sakit tersebut. Stroke akan mempengaruhi fungsi normal tubuh sehingga terapi pada pasien akan menggunakan lebih dari 2 macam obat sekaligus. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya drug related problems (DRPs). Adanya DRPs yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kejadian DRPs pada terapi pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005. Drug related problems dievaluasi dengan melihat pengobatan pada pasien stroke dibandingkan dengan Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 1998, European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for stroke management-update 2003, National Cinical Guidelines for Stroke tahun 2004.

Hasil penelitian yang didapat yaitu persentase kasus laki-laki sebesar 63% dan wanita sebesar 37%, umur 55-64 tahun dan 65-74 tahun yang paling banyak terjadi kasus stroke 31%, kejadian stroke iskemik sebesar 91% dan stroke hemoragi sebesar 9%, obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler 100%; obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan sebesar 23,94%; obat yang bekerja pada sistem saraf pusat sebesar 25,35%; obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 35,21%; obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi sebesar 49,30%; obat-obat hormonal sebesar 16,90%; obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah sebesar 87,32%; obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi sebesar 12,68%; dan obat lain-lain (antidotum parasetamol, antitetanus) sebesar 2,82%. Drug related problems yang terjadi dalam pengobatan stroke adalah butuh obat (26 kasus), tidak butuh obat (19 kasus), obat salah (3 kasus), dosis kurang (4 kasus), dosis berlebih (10 kasus), adanya efek samping obat dan interaksi obat ( 7kasus).

Kata kunci: drug related problems (drps), stroke.

(2)

ABSTRACT

Stroke is placed on third rank of the cause of death in the world and on the first rank in Indonesia. In 2005, the hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta placed stroke on the fourth rank of big ten disease diagnose in that hospital. Stroke will affect normal function of humen body so patient’s theraphy will use two or more medicine at the time. This kind of condition is the one that cause drug related problems (DRPs). Drug related problems are problems that most frequently appear in a therapy. The existance of DRPs in a medication can terrible effect on patients. The purpose of this research is to evaluate DRPs which happened in stroke therapy in the hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005.

This research is a non experimental research with descriptive evaluative research design which has retrospective characteristic by looking at the medical record of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005. The occurred DRPs are evaluated by looking at the treatment of stroke compared with Standard of medical service of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 1998, European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for stroke management-update in 2003 and National Cinical Guidelines for Stroke in 2004.

The result of this research that percentage of stroke patient 63% are man and 37% are woman, ischemic stroke are 91% and hemoragic stroke are 9%. Patients who used head CT scan was 89%. Class of medicine therapy often used is 36,62% for digestive tract; 100% for cardiovascular system; 23,94% for respiratory tract; 25,35% for central nervous system; 35,21% for analgesics; 49,30% for infection; 16,90% for hormone 87,32% for nutrition and blood; 12,68% for skleletal and neuromuscular, and 2,82% for the others. Drug related problems which happen in medication of stroke are need for additional drug therapy (26 cases), unnecessary drug therapy (19 cases), wrong drug (3 cases), dossage too low (4 cases), dossage too high (10 cases), adverse drug reaction and drug interaction (7 cases).

Keyword: drug related problems (drps), stroke

(3)

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PENGOBATAN PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI

RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Meita Krismayanti

NIM : 028114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas berkat dan perlindunganNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems dalam Pengobatan Pasien Stroke

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005” sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dorongan, motivasi, saran, maupun bantuan finansial sampai

terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas farmasi dan dosen penguji

yang telah yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan

penelitian ini dan meluangkan waktu untuk menguji, memberikan kritik dan

saran demi kesempurnaan skripsi ini

2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen penguji, atas saran dan kritik

yang telah diberikan demi terselesaikannya skripsi ini sebagai suatu karya

ilmiah.

3. Imono Argo Donatus, S.U., Apt (Alm.) selaku dosen pembimbing atas waktu,

kesabaran, nasihat dan semangat dalam proses penyusunan skripsi.

4. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah sabar

membimbing, memberi saran dan kritik, dorongan dan motivasi selama

penulisan skripsi ini.

(8)

5. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberi

kesempatan untuk melakukan penelitian dan mengambil data yang diperlukan.

6. Bapak Ibu di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

yang telah membantu kelancaran pengambilan data penelitian ini.

7. Dra.A.M.Wara Kusharwanti, M.Si., Apt dan mbak Vina yang telah membantu

survey data pasien dan masukan yang sangat membantu dalam penyusunan

skripsi ini.

8. Bapak dan mamaku tercinta atas doa, dukungan, cinta, bantuan finansial dan

semangat untuk pengerjaan skripsi ini.

9. Adik-adikku yang manis yang selalu mendukungku agar tetap semangat

menyelesaikan skripsi.

10.Sahabat-sahabatku tersayang Re dan Odel yang selalu bersamaku dalam suka

dan duka, trima kasih buat semua hal yang udah kita jalani.

11.Teman dan sahabatku Neea, Windut, Nopek dan Heyi, makasih buat waktu

dan pengalaman yang sudah diberikan.

12.Fransiskus Wijakongko, S.Farm, Apt., terima kasih untuk waktu, dukungan,

cinta dan kesetiaannya menemani dan mendengarkanku dalam setiap

kesempatan terutama selama penyusunan skripsi ini.

13.Keluarga besar Bapak Yok Wawan Sugeng yang bersedia menjadikanku

keluarga, trimakasih buat semangat dan nasehatnya.

14.Teman-teman kelas C khususnya kelompok F (Puri-J, Fretty-W, Mbakyu

Wira, Fifi, Ciput, Sindu, Vero, Cik San, Ncus, Arya, Tessa, Ratih, Inong,

Niek) yang telah menemaniku selama kuliah dan praktikum.

(9)

15. Rosa-ocha, dan Ika yang telah berkenan meminjamkan buku dalam

penyusunan skripsi ini hingga selesai.

16.Astu, Wenny, Cecil, Rina, Astri teman seperjuangan di Rekam Medik Rumah

Sakit Panti Rapih, trima kasih atas kerjasamanya.

17.Yereh dan Mbak Dhany kecil yang udah memberi masukan dalam penyusunan

skripsi ini.

18.Teman-teman di Butik Day or Night Kak Pipit, Mbak Dini, Mbak Sinta,

Dewi, Tya dan Miqu, trima kasih atas pengertiannya.

19.Semua temanku di farmasi, STBK dan kost yang telah memberikan dorongan

dan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini.

20. Semua orang di masa laluku dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu di sini, baik secara langsung maupun tidak langsung telah banyak

membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

INTISARI... xix

ABSTRACT... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

1. Perumusan masalah... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Drug Related Problems ... 6

B. Stroke... 7

(12)

1. Definisi... 7

2. Klasifikasi ... 8

3. Penyebab ... 9

4. Epidemiologi ... 9

5. Patofisiologi ... 10

6. Faktor resiko ... 12

7. Gambaran klinis ... 13

8. Diagnosis... 13

9. Penatalaksanaan terapi ... 15

a. Tujuan terapi ... 15

b. Sasaran terapi ... 15

c. Strategi terapi ... 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Definisi Operasional... 27

C. Subjek Penelitian ... 28

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 28

E. Jalannya Penelitian ... 29

1. Persiapan ... 29

2. Pengumpulan data ... 29

3. Analisis data ... 30

4. Pembahasan ... 31

(13)

F. Kesulitan ... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Karakteristik Pasien Stroke... 32

B. Pemeriksaan CT Scan Kepala... 34

C. Pola Pengobatan Stroke... 34

1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna ... 36

2. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler... 37

3. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan ... 39

4. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ... 40

5. Obat yang bekerja sebagai analgesik ... 41

6. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi ... 42

7. Obat-obat hormonal ... 43

8. Obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah ... 44

9. Obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi ... 45

10. Obat lain-lain (antidotum parasetamol, antitetanus) ... 46

D. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)... 47

1. DRP Butuh obat (need for aditional drug therapy) ... 48

2. DRP Tidak butuh obat (unnecessary drug therapy) ... 49

3. DRP Obat salah (wrong drug) ... 50

4. DRP Dosis kurang (dosage too low) ... 51

5. DRP Dosis berlebih (dosage too high) ... 52

(14)

6. DRP Efek samping obat (Adverse drug reaction) dan adanya interaksi

obat (drug interaction) ... 54

E. Outcome Pasien Stroke ... 62

F. Rangkuman Pembahasan ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN... 71

BIOGRAFI PENULIS ... 106

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Perbedaan stroke hemoragi dan iskemik (Junaidi, 2004)... 9

Tabel II. Penyebab stroke (Rice, 2002; Fagan and Hess, 2005)... 9

Tabel III. Faktor resiko stroke (Goldstein, Adams, Alberts, Appel, Brass, Bushnell, et al., 2006; Fagan and Hess, 2005)... 12

Tabel IV. Penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut

(EUSI, 2003)... 19

Tabel V. Insulin regular dengan cara skala luncur (Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 2000)... 20

Tabel VI. Pilihan obat yang digunakan pada terapi lipid dan lipoprotein menurut Anonim (20005f)... 22

Tabel VII. Indikasi dan kontraindikasi penggunaan tPA secara intravena pada stroke iskemik akut (Fagan and Hess, 2005) ... 23

Tabel VIII. Distribusi penggunaan obat-obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 35

Tabel IX. Golongan, kelompok dan jenis obat pada sistem saluran

cerna yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 36

Tabel X. Golongan, kelompok dan jenis obat pada sistem

kardiovaskuler yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 38

Tabel XI. Golongan, kelompok dan jenis obat pada sistem saluran

pernafasan yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 39

Tabel XII. Golongan, kelompok dan jenis obat pada sistem saraf pusat yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 40

(16)

Tabel XIII. Golongan, kelompok dan jenis obat analgesik yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 41

Tabel XIV. Golongan, kelompok dan jenis obat untuk pengobatan

infeksi yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 42

Tabel XV. Golongan, kelompok dan jenis obat hormonal yang

digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 43

Tabel XVI. Golongan, kelompok dan jenis obat yang mempengaruhi gizi dan darah yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 44

Tabel XVII. Golongan, kelompok dan jenis obat untuk penyakit otot

skelet dan sendi yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005

... 45

Tabel XVIII Golongan,kelompok dan jenis obat lain-lain yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 46

Tabel XIX. Hasil analisis DRPs yang terjadi dalam pengobatan stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 47

Tabel XX Butuh obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 48

Tabel XXI Tidak butuh obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 49

Tabel XXII Obat salah pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 50

Tabel XXIII Dosis kurang pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 51

Tabel XXIV Dosis berlebih pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 52

(17)

Tabel XXV Efek samping obat dan adanya interaksi obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 54

Tabel XXVI Evaluasi DRPs kasus 5 (obat salah, tidak butuh obat, dan interaksi obat) pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005... 56

Tabel XXVII Evaluasi DRPs kasus 19 (dosis berlebih dan butuh obat) pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 57

TabelXXVIII Evaluasi DRPs kasus 20 (dosis kurang dan butuh obat) pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 58

Tabel XXIX. Evaluasi DRPs kasus 22 (dosis kurang dan interaksi obat) pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 59

Tabel XXX Evaluasi DRPs kasus 39 (dosis berlebih, interaksi obat, obat salah, tidak butuh obat) pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 60

Tabel XXXI Evaluasi DRPs kasus 53 (efek samping obat, butuh obat)

pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 61

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Persentase pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta tahun 2005 berdasarkan kelompok umur ... 32

Gambar 2. Persentase pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta tahun 2005 berdasarkan jenis kelamin ... 33

Gambar 3. Persentase pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta tahun 2005 berdasarkan jenis stroke .…………. 33

Gambar 4. Pemeriksaan fisik utama CT Scan kepala pada pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ... 34

Gambar 5. Outcome pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta tahun 2005... 62

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data pasien stroke tahun 2005 …...……….. 71

Lampiran 2. Catatan perkembangan kasus 56, 19, 20, 22, 39 dan 53

………... 99

Lampiran 3. Surat izin penelitian ……….. 105

(20)

INTISARI

Stroke merupakan penyebab kematian ke-3 di dunia dan penyebab kematian ke-1 di Indonesia. Di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih

(RSPR) Yogyakarta tahun 2005 stroke menempati urutan ke-4 dalam diagnosa

sepuluh besar penyakit di rumah sakit tersebut. Stroke akan mempengaruhi fungsi normal tubuh sehingga terapi pada pasien akan menggunakan lebih dari 2 macam obat sekaligus. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya drug related problems (DRPs). Adanya DRPs yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kejadian DRPs pada terapi pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005. Drug related problems dievaluasi dengan melihat pengobatan pada pasien stroke dibandingkan dengan Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 1998, European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for stroke management-update 2003, National Cinical Guidelines for Stroke tahun 2004.

Hasil penelitian yang didapat yaitu persentase kasus laki-laki sebesar 63% dan wanita sebesar 37%, umur 55-64 tahun dan 65-74 tahun yang paling banyak terjadi kasus stroke 31%, kejadian stroke iskemik sebesar 91% dan stroke hemoragi sebesar 9%, obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler 100%; obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan sebesar 23,94%; obat yang bekerja pada sistem saraf pusat sebesar 25,35%; obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 35,21%; obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi sebesar 49,30%; obat-obat hormonal sebesar 16,90%; obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah sebesar 87,32%; obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi sebesar 12,68%; dan obat lain-lain (antidotum parasetamol, antitetanus) sebesar 2,82%. Drug related problems yang terjadi dalam pengobatan stroke adalah butuh obat (26 kasus), tidak butuh obat (19 kasus), obat salah (3 kasus), dosis kurang (4 kasus), dosis berlebih (10 kasus), adanya efek samping obat dan interaksi obat ( 7kasus).

Kata kunci: drug related problems (drps), stroke.

(21)

ABSTRACT

Stroke is placed on third rank of the cause of death in the world and on the first rank in Indonesia. In 2005, the hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta placed stroke on the fourth rank of big ten disease diagnose in that hospital. Stroke will affect normal function of humen body so patient’s theraphy will use two or more medicine at the time. This kind of condition is the one that cause drug related problems (DRPs). Drug related problems are problems that most frequently appear in a therapy. The existance of DRPs in a medication can terrible effect on patients. The purpose of this research is to evaluate DRPs which happened in stroke therapy in the hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005.

This research is a non experimental research with descriptive evaluative research design which has retrospective characteristic by looking at the medical record of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005. The occurred DRPs are evaluated by looking at the treatment of stroke compared with Standard of medical service of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 1998, European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for stroke management-update in 2003 and National Cinical Guidelines for Stroke in 2004.

The result of this research that percentage of stroke patient 63% are man and 37% are woman, ischemic stroke are 91% and hemoragic stroke are 9%. Patients who used head CT scan was 89%. Class of medicine therapy often used is 36,62% for digestive tract; 100% for cardiovascular system; 23,94% for respiratory tract; 25,35% for central nervous system; 35,21% for analgesics; 49,30% for infection; 16,90% for hormone 87,32% for nutrition and blood; 12,68% for skleletal and neuromuscular, and 2,82% for the others. Drug related problems which happen in medication of stroke are need for additional drug therapy (26 cases), unnecessary drug therapy (19 cases), wrong drug (3 cases), dossage too low (4 cases), dossage too high (10 cases), adverse drug reaction and drug interaction (7 cases).

Keyword: drug related problems (drps), stroke

(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Stroke merupakan kedaruratan medis akibat kerusakan neurologik

karena adanya gangguan akut aliran darah otak akibat terjadinya penyumbatan

atau terjadinya perdarahan pada stroke hemoragi (Wibowo dan Gofir, 2001).

Diperkirakan 1 dari 3 orang akan mengalami stroke dan 1 dari 7 orang akan

meninggal karena stroke (Junaidi, 2004).

Stroke adalah penyebab kematian ketiga di USA, selain penyakit

kardiovaskular dan kanker. Pada pertengahan abad ke-20 stroke terjadi lebih dari

700.000 individu per tahun dan menyebabkan kematian 15.000 orang

(Fagan dan Hess, 2005). Secara umum, angka kejadian (prevalensi) stroke

hemoragi antara 15-30% dan stroke iskemik 70-85%. Secara khusus, untuk

negara-negara berkembang atau Asia angka kejadian stroke hemoragi sekitar 30%

dan iskemik sebesar 70% (Junaidi, 2004).

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahunnya 500.000 penduduk terkena

stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami

cacat berat atau ringan (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Selanjutnya, Yayasan

Stroke Indonesia (Yastroki) juga menyebutkan stroke menempati urutan pertama

sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Menurut unit pencatatan medik

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 1 Januari-31 Desember 2005,

(23)

kasus stroke yang terjadi sebanyak 238 kasus dan menempati urutan ke- 4 dalam

diagnosis 10 besar penyakit di Rumah Sakit Panti Rapih pada periode tersebut.

Risiko stroke akan meningkat pada penduduk usia lanjut. Penyakit

stroke paling banyak diderita oleh orang dengan umur berkisar antara 55-65 tahun

dan merupakan penyebab umum dari kecacatan dan kematian pada penduduk

yang berusia pertengahan dan usia tua tersebut (Anonim, 2005a). Dengan

meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia, maka diperkirakan angka kejadian

stroke akan meningkat pula, sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi angka

kematian dan kecacatan dengan penanganan setiap kasus stroke primer dan stroke

sekunder. Upaya tersebut adalah dengan mengendalikan faktor risiko stroke

(Haryono, 2002).

Penelitian mengenai drug related problems (DRPs) dalam pengobatan

pasien stroke dilakukan karena pengobatan kuratif stroke membutuhkan

kecermatan dan ketepatan pemberian obat. Pemberian obat dalam pengobatan

pasien stroke merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan terapi selain

ketepatan diagnosis. Selain itu, pengobatan stroke juga memerlukan perawatan

jangka panjang yang lebih bagi mereka yang menderita cacat berat sehingga

sebagian besar pasien stroke menjalani pengobatan di instalasi rawat inap.

Anonim (1995) menyebutkan DRPs terjadi kira-kira sepertiga bagian yang

berkaitan dengan pasien rawat inap. Adanya DRPs yang terjadi dalam pengobatan

akan merugikan pasien. Drug related problems mengakibatkan penurunan kualitas

hidup pasien, meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta

(24)

Salah satu contoh akibat yang ditemui adalah peningkatan biaya

pengobatan. Peningkatan biaya akibat DRPs merupakan permasalahan utama di

USA padahal 50% kasus DRPs dapat dicegah (Nguyen, 2000). Menurut Rice

(2002), stroke merupakan penyakit dengan biaya paling mahal di USA. Biaya

pengobatan stroke di rumah sakit diperkirakan sekitar $ 3,6 milyar pada tahun

1998 dan $ 49,4 milyar pada tahun 2000. Untuk mengatasi DRPs tersebut

dibutuhkan peran seorang farmasis. Dengan peningkatan jumlah farmasi klinik di

rumah sakit maka kualitas hidup pasien akan meningkat dan biaya perawatan

kesehatan menurun pada instalasi rawat inap. Pada penelitian yang sama juga

disebutkan oleh Nguyen (2000) farmasi di rumah sakit lebih sering tidak tepat

dalam dispensing obat bila dibandingkan dengan farmasi di apotek. Oleh karena

itu, penelitian DRPs dalam pengobatan pasien stroke dilakukan di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta yang memiliki jumlah pasien stroke dalam jumlah besar

sehingga memiliki kemungkinan besar terjadinya DRPs.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

a. seperti apa karakteristik pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 berdasarkan umur, jenis kelamin dan jenis

stroke?

b. berapa persentase pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti

(25)

c. seperti apa pola pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Panti Rapih tahun 2005?

d. apakah ada drug related problems yang meliputi:

1) butuh obat (need for additional drug therapy)?

2) tidak butuh obat (unnecessary drug therapy)?

3) obat salah (wrong drug)?

4) dosis kurang (dosage too low)?

5) dosis berlebih (dosage too high)?

6) reaksi efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat drug

interaction)?

e. seperti apa outcome pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta tahun 2005?

2. Keaslian penelitian

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien stroke di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005 belum pernah

dilakukan. Penelitian-penelitian tentang stroke yang pernah dilakukan adalah Pola

Pengobatan Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 1999

(Kristanto, 2001) dan Kajian Medication Error Pada Kasus Stroke di RS PKU

Muhammadiyah Surakarta Tahun 2004 (Mutmainah, 2005). Perbedaan dengan

penelitian ini adalah dilakukan evaluasi DRPs terhadap pengobatan pasien stroke

di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. Jika

terdapat DRPs dalam pengobatan, maka peneliti akan memberikan rekomendasi

(26)

3. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. manfaat praktis: dapat memberi informasi dan referensi untuk bahan

pertimbangan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, dan

b. manfaat teoritis: dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang drug

related problems pada pengobatan stroke.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pasien

stroke, pemeriksaan CT scan kepala, pola pengobatan pasien dalam pengobatan

stroke, mengevaluasi adanya DRPs yang meliputi adanya butuh obat, tidak butuh

obat, obat salah, dosis berlebih, dosis kurang, reaksi efek samping dan interaksi

obat, dan mendeskripsikan outcome pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Drug related problems

Drug related problems terjadi kira-kira sepertiga bagian pada pasien

yang menjalani rawat inap dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien,

meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta

meningkatkan rata-rata angka kematian pada pasien dengan usia 55-65 tahun

(Anonim, 1995; Nguyen, 2000; Anonim 2005a). Masalah- masalah dalam kajian

DRPs menurut Cipolle, Strand dan Morley (1998) antara lain:

1. butuh obat (need for additional drug therapy), jika kondisi baru yang

membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan terapi obat,

kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai

risiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk pencegahannya.

2. tidak butuh obat (unnecessary drug therapy), jika obat yang diberikan tidak

sesuai dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang

seharusnya tidak diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk

mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.

3. obat salah (wrong drug), jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif

(kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi tidak

ekonomis, pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang

diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, dan

antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.

(28)

4. pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low),

jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval

dosis tidak cukup.

5. pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat

terlalu tinggi untuk memberikan efek.

6. munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug

reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada

faktor risiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah

akibat penggunaan obat.

7. ketidaktaatan pasien pada penggunaan obat yang diresepkan (uncompliance),

jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error

(peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), ketidaktaatan pasien,

pasien tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak

menggunakan obat karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak

menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang

dianjurkan.

B. Stroke 1. Definisi

Stroke merupakan kedaruratan medis akibat kerusakan neurologik

karena adanya gangguan akut aliran darah otak akibat terjadinya oklusi

(penyumbatan) atau terjadinya perdarahan pada stroke hemoragik

(29)

fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang

terkena yang sebelumnya tanpa peringatan dapat sembuh dengan cacat atau

kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non

perdarahan (Junaidi, 2004).

2. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu iskemik dan hemoragi

(Fagan dan Hess, 2005). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik

dikelompokkan menjadi:

a. trancient ischemic attack (TIA), serangan stroke sementara yang berlangsung

kurang dari 24 jam,

b. reversible ischemic neurologic deficit (RIND) yaitu gejala neurologis yang

akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari,

c. progressing stroke atau stroke in evaluation yaitu kelumpuhan atau defisit

neurologik yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang

berat,

d. completed stroke yaitu kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak

berkembang lagi (Junaidi, 2004).

Berdasarkan lokasi perdarahan diotak stroke hemoragi dibedakan

menjadi 2 yaitu intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral), jika terjadi

perdarahan pada pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak sehingga,

terjadi hematom. Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid), jika

(30)

(Fagan dan Hess, 2005). Menurut Junaidi (2004) perbedaan stroke iskemik dan

hemoragi seperti yang tersaji pada tabel I.

Tabel I. Perbedaan stroke hemoragi dan stroke iskemik (Junaidi, 2004)

Stroke hemoragi Stroke iskemik

Pemeriksaan Intraserebral Subarakhnoid Trombosis Emboli

Umur 40-60 tahun Tak tentu 50-70 tahun Semua umur

Onset Aktivitas Aktivitas Bangun tidur Tak tentu

Terjadinya gejala Cepat Cepat Bertahap Cepat

Gejala penyerta TIA Pemeriksaan fisik

Kesadaran Hemiparesis +/-

- Normal/hiperden

Normal - Hemiplegi

++/- Hipoden setelah

4 -7 hari

Normal - Hemiplegi

++/- Hipoden setelah

4-7 hari Faktor resiko

Hipertensi

Stroke disebabkan oleh beberapa faktor. Secara ringkas penyebab stroke

disajikan pada tabel II.

Tabel II. Penyebab stroke (Rice, 2002;Fagan dan Hess, 2005)

Jenis stroke Penyebab

Stroke iskemik 1). Penyakit pembuluh darah besar (emboli pada

arteri)

2). Emboli pada arteri ke jantung

3). Penyakit pembuluh darah kecil (infark lakuner) 4). Penyebab yang jarang terjadi, misalnya infark

vena, vaskulopathi, penggunaan obat, migrain, dan lain-lain.

Strokehemoragi 1). Intraserebral primer

2). Hemoragi subarakhnoid

4. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas ketiga di USA.

(31)

diantaranya meninggal karena stroke (Fagan and Hess, 2005). Angka kejadian

stroke hemoragi 15-30% dan stroke iskemik 70-85%. Tetapi, untuk negara-negara

berkembang atau Asia angka kejadian stroke perdarahan sekitar 30% dan iskemik

70% terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5% dan lain-lain 30%

(Junaidi, 2004). Meskipun angka kejadian stroke hemoragi lebih rendah daripada

stroke iskemik tetapi tingkat kematian akibat stroke hemoragi 2 – 6 kali lebih

tinggi (Fagan dan Hess, 2005).

4. Patofisiologi

Patofisiologi stroke dibedakan menurut jenis stroke, yaitu stroke iskemik

dan stroke hemoragik

a. Stroke iskemik

Nilai normal cerebral blood flow adalah 50 – 60 ml/100 g/menit dengan

rata-rata tekanan darah arteri 50 – 150 mmHg. Pembuluh darah akan melebar dan

menyempit dengan adanya perubahan tekanan darah yang disebut cerebral

autoregulation (Fagan dan Hess, 2005). Batas atas tekanan darah sistemik yang

masih dapat ditanggulangi adalah 220/110-120 mmHg (Haryono, 2005).

Adanya trombosis, emboli atau ateroma akan menghambat aliran darah

ke otak atau cerebral blood flow. Cerebral Blood Flow (CBF) akan turun menjadi

<20 ml/100 g/menit yang akan menyebabkan keadaan iskemik. Iskemik akan

menyebabkan neuron tidak mendapat suplai yang cukup terhadap kebutuhan O2

untuk dapat menjalankan fungsinya. Keadaan ini menyebabkan metabolisme

dalam keadaan anaerob yang menghasilkan energi dalam jumlah yang kecil

(32)

dimana Na+ masuk dan K+ keluar secara berlebihan. Depolarisasi akan

menyebabkan influks Ca2+ yang berlebihan di dalam sel. Influks Ca2+ yang

berlebihan akan menyebabkan aktivasi fosfolipase A2 yang menimbulkan

gangguan fungsi mitokondria sebagai pernapasan sel, meningkatkan nitric oxide

synthase (NOS)yang berefek neurotoksik. Gangguan fungsi mitokondria dan efek

toksik NOS berakibat terjadinya oxidative stress. Oxidative sress dan aktivasi

fosfolipase A2 akan menyebabkan kematian neuron. Neuron yang mati ini akan

direspon oleh jaringan dengan cara menghasilkan NOS kembali sehingga akan

menyebabkan lebih banyak lagi neuron yang mati yang disebut infark

(Junaidi, 2004).

Selain proses diatas, patofisiologi stroke juga dimulai dengan adanya

sumbatan aliran darah tetapi akan direspon oleh tubuh melalui peningkatan

tekanan darah supaya terjadi reperfusi (Junaidi, 2004). Reperfusi justru akan

menyebabkan edema dan kemungkinan perdarahan di otak (Haryono, 2002).

b. Stroke hemoragi.

Stroke hemoragi (perdarahan) disebabkan oleh perdarahan pada arteri

serebral. Darah yang keluar dari pembuluh arteri masuk ke jaringan otak

parenkima sehingga terjadi hematom. Hematom menyebabkan tekanan tinggi

intrakranial. Keadaan ini terjadi pada perdarahan intrakranial atau intraserebral.

Tekanan tinggi intrakranial (TTIK) menyebabkan terjadinya hipertensi. Semakin

tinggi tekanan intrakranial maka semakin parah hipertensi yang terjadi. Oleh

karena itu, pada stroke perdarahan intraserebral biasanya disertai hipertensi

(33)

terjadi perdarahan subarakhnoid sekunder. Jika sumber perdarahan berasal dari

rongga subarakhnoid maka terjadi perdarahan subarakhnoid primer

(Junaidi, 2004; Fagan danHess, 2005).

5. Faktor resiko

Faktor resiko stroke adalah kondisi yang membuat seseorang rentan

terhadap serangan stroke. Adanya faktor resiko juga dapat memperparah

terjadinya stroke ulang maupun stroke awal. Faktor resiko stroke dibagi menjadi

2 golongan besar yaitu faktor resiko tunggal dan faktor resiko ganda. Faktor

resiko tunggal dibedakan menjadi faktor yang dapat dikontrol (modifiable risk

factors) dan faktor yang tidak dapat dikontrol (non modifiable risk factors). Faktor

resiko tersebut tersaji pada tabel III.

Tabel III. Faktor resiko stroke (Goldstein, Adams, Alberts, Appel, Brass, Bushnell, et al., 2006; Fagan dan Hess, 2005)

Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

Umur Ras

Jenis kelamin Berat lahir

Riwayat penyakit keluarga Faktor resiko tunggal

Faktor resiko yang dapat dikontrol

Hipertensi Penyakit jantung TIA

Diabetes

Hiperkolesterolemia Merokok

Atrial fibrilation

Stenosis karotid asimptomatis Sickle cell disease

Faktor gaya hidup Kontrasepsi oral dan obat

lainnya Homosistein

Infeksi virus dan bakteri Penyakit subklinik Faktor resiko ganda Profil Framingham Tekanan darah sistolik

Serum kolesterol

Gangguan toleran glukosa Merokok

(34)

6. Gambaran klinis

Secara umum gambaran klinis yang sering dijumpai pada penderita

stroke akut adalah sebagai berikut :

a. hemiparesis yaitu pasien akan mengalami kelemahan pada salah satu bagian

tubuh,

b. aphasia yaitu tidak dapat berbicara,

c. hemianopsia yaitu penglihatan terganggu yaitu penglihatan gelap atau ganda

sesaat,

d. vertigo yaitu pusing yang menetap dan terjatuh (Fagan dan Hess, 2005)

7. Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan

hasil pemeriksaan fisik. Perjalanan penyakit yang dimaksud adalah riwayat

penyakit pasien sedangkan pemeriksaan fisik berfungsi untuk membantu

menentukan lokasi kerusakan otak. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain

tersebut di bawah ini.

a. Pemeriksaan neurologis, meliputi :

1) glasgow coma scale (GCS),

2) respon pupil,

3) denyut nadi,

4) tekanan darah,

5) frekuensi pernapasan, dan

(35)

b. Pemeriksaan rutin, meliputi :

1) jumlah sel darah total (full blood count): hemoglobin, hematokrit, eritrosit,

lekosit, hitung jenis

2) trombosit, waktu perdarahan dan waktu pembekuan, laju endap darah

3) glukosa darah sewaktu, puasa, 2 jam setelah makan, kolesterol total, HDL,

LDL, trigliserida

4) urea, protein darah, asam urat, kreatinin, fungsi hati, urin lengkap

5) elektrolit (bila perlu)

6) foto thorax

7) tes serologik untuk sifilis, AIDS, TBC, autoimun, dan lain-lain (Junaidi,

2004; Anonim, 2005a).

c. Computerized Tomography scanning (CT scan), merupakan tehnik

pemeriksaan yang utama untuk deteksi proses patologis di otak secara langsung.

CT scan mampu membedakan stroke iskemik dan stroke perdarahan dan dapat

menilai letak, besar, luas dari area infark setelah 24 jam (Anonim, 2005a;

Fagan danHess, 2005).

d. Angiografi, dilakukan pada pembuluh darah diotak yang mengalami ruptur

jika perdarahan yang terjadi berasal dari aneurisme dan malformation pembuluh

arteriovenous (Anonim, 2005c).

e. Magnetic Resonance Imaging (MRI), dapat memperlihatkan area iskemik atau

(36)

f. Electro cardiography (ECG), harus dibuat pada saat pasien datang dan perlu

dilakukan pada semua pasien yang dicurigai mengalami stroke embolik

(Anonim, 2005b; Anonim, 2005c; Junaidi, 2004).

9. Penatalaksanaan terapi

Penatalaksanaan terapi pada stroke akut dapat dilihat sebagai berikut.

a. Tujuan terapi

Tujuan terapi stroke akut adalah untuk mengurangi kerusakan neurologis

secara terus menerus, mengurangi mortalitas dan kecacatan dalam waktu yang

lama; mencegah komplikasi sekunder pada imobilitas dan disfungsi neurologis;

mencegah kekambuhan stroke atau stroke ulang (Fagan dan Hess, 2005).

b. Sasaran terapi

Sasaran terapi pada stroke akut difokuskan pada pernapasan dan fungsi

jantung serta secara cepat mengetahui kerusakan akibat iskemik maupun hemoragi

berdasarkan CT scan kepala. Gangguan sel otak dibatasi oleh periode waktu

berkisar antara 3-6 jam yang disebut golden periode atau golden hours

(Pepe, 2005; Thiruvananthapuram, 2006). Periode waktu ini bervariasi tergantung

kondisi, usia, gizi dan beratnya penyakit penderita. Daerah yang menjadi target

utama berbagai terapi stroke adalah daerah penumbra iskemik. Terapi

farmakologis yang dapat memberikan hasil optimal apabila stroke iskemik

diobati sebelum golden periode dengan kombinasi neuroproteksi dan trombolitik.

Pengobatan yang tidak melebihi golden periode akan memberikan outcome yang

(37)

Selain itu, perlu diperhatikan peningkatan tekanan darah mencapai

220/120 mmHg, aortic dissection, infark miokard akut, edema pulmo dan

hipertensive encephalopathy. Pada pasien dengan stroke hemoragi dilakukan

bedah dengan endovaskuler atau kranioktomi. Pada fase hiperakut kurangi

komplikasi dan gunakan strategi pencegahan yang sesuai (Fagan dan Hess, 2005;

Wibowo dan Gofir, 2001).

c. Strategi terapi

Strategi terapi pada stroke akut meliputi terapi farmakologis dan terapi

non farmakologis.

1) Terapi non farmakologis

Terapi non farmakologis pada pasien stroke akut dibedakan berdasarkan

jenis strokenya yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragi.

a) Stroke iskemik

Adanya edema iskemik menyebabkan infark meluas dan meningkatkan

tekanan darah. Pembedahan pada pasien stroke iskemik dapat meningkatkan hasil

terapi (EUSI, 2003) selain rehabilitasi yang cepat seperti adanya unit stroke sangat

efektif sebagai tahap akhir untuk mengurangi stroke iskemik. Pencegahan

sekunder yang juga efektif adalah carotid endarterectomy pada bagian yang luka

dan stenotic carotid artery. Resiko kambuhnya stroke dapat dikurangi hingga

mencapai 48% bila dibandingkan dengan terapi farmakologis dengan penggunaan

aspirin 325 mg per hari. Hal ini diduga karena sekitar 70-90% pasien stroke

(38)

masih kontroversial dan perlu metode yang optimal dalam penanganan pasien

stroke (Fagan dan Hess, 2005).

b) Stroke hemoragi

Indikasi bedah dilakukan hanya pada perdarahan serebelum dengan

volume >50 cc, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau hematoma

serebelum yang besar dan perdarahan subarakhnoid karena ruptur aneurisma

Berry (jarang terjadi). Tindakan bedah yang dilakukan, misalnya hemicraniectomy

dan cerebral angioplasty (Junaidi, 2004). Pembedahan pada pasien dengan

subarakhnoid dilakukan dengan menjepit atau membuang pembuluh darah yang

abnormal untuk mengurangi ruptur intracranial aneurysm (AVM) dan

menurunkan mortalitas dengan mengurangi kemungkinan perdarahan kembali

(rebleeding). Pada pasien stroke hemoragi intraserebral prosedur pembedahan

belum diuji dengan percobaan klinik. Hal yang paling sering dilakukan pada

pasien ini adalah memasukkan extraventriculair drain (EVD) dan memantau

tekanan intrakranial sedangkan pembedahan masih kontroversial kecuali sebagai

pilihan terakhir pada situasi darurat. Beberapa Guidelines sudah menyarankan

terapi bedah ini tetapi masih menemui kendala akibat kurangnya dilakukan

percobaan yang mendukung.

2) Terapi farmakologis

Secara garis besar terapi farmakologis pada pasien stroke juga dibahas

(39)

a) Stroke iskemik

Terapi umum pada stroke iskemik adalah terapi pada penyakit

komplikasi yang merupakan faktor resiko terjadinya stroke dan terapi untuk

menstabilkan keadaan pasien.

(1) Penyakit sistemik, yaitu dengan deteksi dan terapi lebih dini penyakit sistemik

seperti infark miokard, fibrilasi atrial, diabetes melitus dan gangguan fungsi ginjal

akan sangat bermanfaat untuk mencegah komplikasi penyakit lain waktu

melakukan pengobatan stroke (Junaidi, 2004).

(2) Jalan nafas, oksigenasi dan fungsi jantung.

Masalah jalan nafas umumnya terjadi pada pasien dengan stroke

perdarahan. Bagi pasien stroke iskemik, jalan nafas biasanya lebih stabil kecuali

pada infark batang otak atau kejang yang berulang. Oksigenasi dilakukan dengan

memberikan oksigen 1 – 2 liter/menit melalui hidung sampai ada analisis gas

darah kemudian disesuaikan dengan target Pa O2 diatas 80 mmHg sampai

100 mmHg. Selain tindakan jalan nafas dan oksigenasi maka tindakan selanjutnya

yang penting juga adalah mempertahankan curah jantung untuk pengaturan

sirkulasi darah. Bantuan sirkulasi harus diusahakan euvolemik karena ± sepertiga

penderita stroke menderita dehidrasi. Adanya dehidrasi akan meningkatkan

viskositas darah sehinga tekanan darah meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut

maka diberikan cairan salin 10-15 ml/kg secara bolus kecuali bila ada

kontraindikasi (misal, udem dan payah jantung). Selain itu dapat juga diberikan

(40)

NaCl, KCl, CaCl2, Na-laktat dan maltosa dengan maksimum batas cairan

1500 cc/hari (Junaidi, 2004).

(3) Hipertensi

Tekanan darah naik sewaktu terjadi serangan stroke iskemik dan dapat

bertahan sampai beberapa hari. Kenaikan tekanan darah dibutuhkan untuk

mempertahankan aliran darah otak setelah serangan stroke dan akan turun

perlahan-lahan dengan sendirinya tanpa pengobatan pada hari ke 3-7. Namun

demikian tekanan darah mencapai 220/120 mmHg perlu diterapi. Menurut EUSI

(2003) penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut disajikan pada tabel IV.

Tabel IV. Penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut (EUSI, 2003)

TD Sistolik 180-220 mmHg dan atau TD diastolik 105-140 mmHg

Tidak perlu penanganan

TD Sistolik >220 mmHg dan atau TD diastolik 120-140 mmHg pada pengukuran berulang

Kaptopril 6,25-12,5 mg secara po/im Labetalol 5 – 20 mg secara iv

Urapidil 10-50 mg secara iv, dilanjutkan 4-8 mg/jam secara iv

Klonidin 0,15-0,3 mg secara iv atau sc

Dihidralazin 5 mg secara iv ditambah Metoprolol 10 mg

TD Diastolik > 140 mmHg Nitrogliserin 5 mg secara iv dilanjutkan 1-4 mg/jam secara iv

Sodium nitroprusid 1-2 mg * TD : Tekanan darah

* Hindari penggunaan Labetalol pada pasien asma, gagal jantung, bradikardi. * Pada pasien dengan kondisi tidak stabil dan fluktuasi tekanan darah yang sangat cepat, dapat digunakan urapidil/labetalol dan arterenol.

(4) Diabetes melitus

Sebagian besar penderita stroke juga menderita diabetes melitus. Pada

diabetes melitus terjadi hiperglikemia. Hiperglikemi terjadi pada 2-3 hari pertama

stroke. Hiperglikemi dapat memperluas area infark karena terbentuknya asam

(41)

terapi insulin (Junaidi, 2004). Tetapi, penggunaan insulin yang berlebihan akan

menyebabkan keadaan hipoglikemi yang akan menimbulkan gejala neurologis dan

menyerupai stroke (Adams, et al., 2003). Menurut Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi (2000) penanganan hiperglikemi

dapat diatasi dengan insulin seperti disajikan dalam Tabel V.

Tabel V. Insulin regular dengan cara skala luncur (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 2000)

Glukosa (mg/dL) Insulin tiap 6 jam subkutan/sebelum makan

<80 80-150 150-200 201-250 251-300 301-350 351-400 >400

Tidak diberikan insulin Tidak diberikan insulin

2 unit 4 unit 6 unit 8 unit 10 unit 12 unit

(5) Jantung

Stroke iskemik dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi jantung,

bersama-sama dengan perubahan gambaran EKG, aritmia jantung, kadang-

kadang dapat menaikkan kadar enzim jantung. Dalam penangananannya

direkomendasikan digitalisasi jantung apabila betul-betul ada tanda payah jantung

(EUSI, 2003).

(6) Kejang

Kejang biasanya terjadi dalam 2 minggu onset stroke yang biasanya

disebut dengan early seizure atau kejang dini. Insidennya antara 2,5-5,7%. Untuk

mengatasi kejang dapat diberikan injeksi diazepam (0,2-0,3 mg/kgBB) atau obat

lain yang sejenis. Bila kejang belum berhenti, berikan dilantin secara intravena

(42)

<50 mg/menit atau secara oral 2-3 x 100 mg/hari dan selama pemberian perlu

monitoring jantung. Apabila masih belum terkontrol perlu diberikan anastesi

golongan barbiturat (Junaidi, 2004).

(7) Demam

Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan outcome yang buruk pada

pasien stroke. Suatu studi meta analisis menyebutkan demam setelah onset stroke

akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas sehingga harus diberikan antipiretik

antara lain parasetamol (evidence based level 1) (Adams, et al, 2003). Menurut

Lacy, et al. (2003), dosis parasetamol yang dianjurkan sebagai antipiretik adalah

0,5-1 g tiap 4-6 jam, maksimal 4 g per hari dengan cara pemberian secara oral.

Selain itu, pasien juga dapat diterapi dengan kompres air hangat jika peningkatan

suhu tidak terlalu tinggi.

(8) Hiperlipidemia

Peningkatan lipid di dalam darah merupakan faktor resiko terjadinya

stroke iskemik. Pada pasien stroke dengan komplikasi jantung koroner diberikan

terapi statin (Solenski, 2004). Penelitian lain juga menyebutkan antihiperlipidemik

yang paling banyak dianjurkan adalah simvastatin 40 mg pada pasien stroke

iskemik dengan kolesterol total lebih dari 3,5 mmol/L (Evidence based medicine

Level I) (ISWP, 2004). Demikian pula seperti yang dianjurkan oleh Anonim

(2005f) dan Genest (2006) golongan statin merupakan pilihan pertama

penanganan hiperlipidemia. Tetapi, statin bukan satu-satunya antihiperlipidemik

(43)

pilihan obat yang secara umum dapat digunakan pada terapi lipid dan lipoprotein

dengan komplikasi stroke maupun non komplikasi disajikan pada tabel VI.

Tabel VI. Pilihan Obat yang Digunakan pada Terapi Lipid dan Lipoprotein Anonim (2005f)

Golongan

Bile Acid Resin (resin penukar anion)

Choles tyramin, colestipol, colesevelam

katabolisme LDL ↓ absorpsi kolesterol

↓ kolesterol ↓ LDL 15-30%, ↑ HDL 5-15%, trigliserida tidak berubah atau naik

Disbetalipo protein, trigliserida >400mg/dl

Niacin atau asam nikotinat

Niacin ↓ sintesis LDL dan VLDL

trigliserida dan kolesterol

LDL 5-25%, ↑ HDL 15-35% ↓trigliserida 20-50%

Penyakit hati kronik, gout berat

Fibrat atau turunan Asam fibrat

trigliserida dan ginjal berat

Statin Lovastatin, Pravastatin, sintesis LDL

↓ kolesterol ↓LDL 28-55% ↑ HDL 5-15% ↓Trigliserida 7-30%

Penyakit hati kronik atau aktif

2-Azetidinon Ezetimibe Menghambat absorpsi hati aktif atau kronik

Menurut Junaidi (2004) terapi khusus pada stroke iskemik adalah

reperfusi dan neuroproteksi.

(1). Reperfusi, yaitu mengembalikan aliran darah ke otak secara adekuat sehingga

perfusi meningkat, obat-obat yang dapat diberikan antara lain :

(a) Thrombolytic agent

Menurut Fagan and Hess (2005) indikasi dan kontraindikasi penggunaan

trombolitik disajikan pada Tabel VII. Termasuk dalam kelas terapi ini diantaranya

tPA (tissue plasminogen activator) dan urokinase. Salah satu contoh tPA adalah

(44)

dosis 0,9 mg/kg BB (maksimum 90 mg) melalui infus lebih dari 60 menit dimana

10 % dari dosis total diberikan sebagai dosis inisial secara bolus iv

selama 1 menit. Pemberian yang terlambat (lebih dari 3 jam setelah onset atau bila

waktu onsetnya tidak bisa dipercaya) tidak dianjurkan karena risiko komplikasi

trombolitik. Setelah penggunaan alteplase, dalam waktu 24 jam pasien tidak boleh

diberikan antiplatelet atau antikoagulan (Anonim, 2004).

Tabel VII. Indikasi dan kontraindikasi penggunaan tPA secara intravena pada stroke iskemik akut (Fagan and Hess, 2005)

Indikasi Kontraindikasi

1). Pasien berumur 18 tahun atau lebih

2). Hasil diagnosis menderita stroke iskemik yang disebabkan defisit neurologik

3). Onset terjadinya simptom kurang dari 180 menit sebelum pengobatan dimulai

1). Didahului perdarahan intrakranial

2). Secara klinik menunjukkan perdarahan subarakhnoid walaupun secara CT scan normal

3). Punya riwayat perdarahan intrakranial, malformasi arteriovenosus atau aneurisma

4). Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya 5). Jumlah pletelet kurang dari 100.000/mm3 6). Bukan stroke atau cedera kepala berat 3 bulan

sebelumnya

7). Defisit neurologik terpisah dan ringan seperti ataksia, hanya kehilangan sensoris, disartri, atau kelemahan minimal

8). Mengalami operasi besar dalam 14 hari sebelumnya 9). Tekanan darah sistolik (sistolic blood presure) > 185 mmHg atau tekanan diastolik (diastole blood presure) > 110 mmHg,

10).Sedang menggunakan antikoagulan oral, waktu protrombin > 15 detik, atau INR (International Normalized Ratio) waktu protrombin < 1,7 11).Kadar gula darah < 50 mg/dL

12).Terjadi kejang pada onset stroke 13).Sedang menderita infark miokard

14).Terjadi perdarahan gastrointestinal atau uriner dalam 21 hari sebelumnya

(b) Inhibitor platelet

Obat ini merupakan pilihan utama dalam penanganan stroke iskemik.

Inhibitor pletelet mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan

trombosit darah. Beberapa contoh obat ini adalah pertama asam asetil salisilat

(45)

setelah onset stroke dianjurkan dengan dosis 300 mg. Aspirin Mengurangi

iskemik dengan cara menghambat prostaglandin sehingga menurunkan sintesis

tromboksan A2 yang berefek sebagai vasokonstriktor (ISWP, 2004;

Fagan dan Hess, 2005).

Kedua, tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg sehari. Tiklopidin dapat

digunakan sebagai alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin

atau pada individu yang tidak efektif jika menggunakan aspirin. Tiklopidin

memiliki efek samping yang sangat mengganggu seperti keluhan gastrointestinal,

penekanan sumsum tulang, diare, perdarahan, gatal dan peningkatan kolesterol

serum. Pada lebih dari 2% individu terjadi neutropeni yang bersifat reversibel

dalam waktu 3 minggu sampai 3 bulan sejak pengobatan dimulai (Junaidi, 2004;

Rambe, 2004; Fagan dan Hess, 2005).

Ketiga, pentoksifilin dengan dosis 200 mg dalam 500 cc cairan infus/hari

selama fase akut, lalu dilanjutkan 2-3 x 400 mg peroral/hari (Junaidi, 2004).

Keempat, klopidogrel dengan dosis 75 mg sehari. Pada penggunaan klopidogrel

tidak terjadi neutropenia seperti pada tiklopidin. klopidogrel lebih efektif daripada

aspirin untuk penggunaan jangka panjang (EUSI, 2003). Kelima, kombinasi

50 mg aspirin dan dipiridamol extended released 400 mg dapat menjadi pilihan

pertama dalam pengobatan stroke untuk mencegah toleransi aspirin pada pasien

(EUSI, 2003). Penggunaan kombinasi ini lebih efektif (37,0%) daripada aspirin

(18,1%) dan dipiridamol extended released sebagai monoterapi (Christoph, 2005).

(46)

untuk mengobati gejala iskemik misalnya ulkus, nyeri, sensasi dingin yang

disebabkan oklusi arteri kronik (Anonim, 2004; Anonim, 2005e).

(c) Antikoagulan

Penggunaan antikoagulan pada stroke akut bertujuan untuk mencegah

perluasan trombus yang menyebabkan bertambahnya defisit neurologik, serta

untuk mencegah kambuhnya episode serebrovaskular.

Beberapa contoh antikoagulan adalah heparin dan warfarin. Heparin

dengan dosis yang rendah berfungsi sebagai profilaksis setelah operasi

tromboemboli. Dosis yang dianjurkan pada Whole Blood Clotting Time (WBCT)

adalah 2,5-3 kali hasil kontrol yang diberikan melalui infus intravena. Tetapi,

heparin dapat menyebabkan hemoragik karena heparin akan berkombinasi dengan

antitrombin III (ATIII) menyebabkan inaktivasi faktor X yang menghambat

perubahan protrombin menjadi trombin (Anonim, 2004).

Warfarin sebaiknya diberikan overlap dengan heparin selama 4-5 hari

sampai tercapai target International Normalized Ratio (INR) 2,0-3,0. Hal ini

karena efek warfarin delayed selama 3-6 hari (Anonim, 2004).

(2). Neuroproteksi, yaitu penggunaan obat-obat yang berfungsi melindungi otak,

obat-obat yang dapat diberikan antara lain antagonis kalsium (misalnya:

nimodipin) yang bekerja dengan menghambat influks kalsium yang berlebihan ke

dalam neuron, inhibitor trombosit atau inhibitor platelet (misalnya tiklopidin,

cilostazol, indobufen dan dipiridamol), Nootropik (misalnya: pirasetam,

nisergolin, dan co-dergokrin mesilat), cerebral activator (misalnya: sitikolin)

(47)

b) Stroke hemoragi

Terapi umum kedaruratan stroke hemoragi sama dengan terapi umum

pada stroke iskemik. Untuk mengatasi nyeri pada stroke iskemik maupun stroke

hemoragi diberikan analgesik non opioid. Jika nyeri berat dapat diberikan

analgesik opioid seperti morfin secara intravena. Tetapi perlu diperhatikan pada

stroke perdarahan subarakhnoid tidak boleh diberikan petidin untuk mengatasi

nyeri karena dapat mendepresi pernapasan dan menyebabkan hipoksia serebral.

Selain itu, pemberian antikoagulan dan antitrombotik yang merupakan terapi

utama pada stroke iskemik tidak dapat dilakukan pada stroke hemoragi

(Anonim, 2005a; Wibowo dan Gofir, 2001; Junaidi, 2004).

Terapi khusus pada stroke hemoragi meliputi :

(1) Antifibrinolitik

Obat ini digunakan sebagai pencegahan kemungkinan komplikasi setelah

pembedahan. Obat yang digunakan adalah aminocaproic acid 5 g dan diikuti

dengan infus konstan 1-1,5 g/jam, atau dengan asam traneksamat. Obat-obat

tersebut menghambat aktivasi plasminogen oleh plasmin sehingga menstabilkan

jendalan fibrin (Wibowo dan Gofir, 2001).

(2) Obat untuk mencegah vasopasmus

Obat yang digunakan adalah obat antagonis selektif untuk sintesis

tromboksan A2. Selain itu, juga digunakan nimodipin dan nikardipin. Keduanya

berfungsi sebagai profilaksis untuk mencegah spasme dan terbukti bermanfaat

selama pengobatan akut perdarahan subarakhnoid. Penggunaan obat ini untuk

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi drug related problems pada pengobatan

pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun

2005 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif

evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini termasuk penelitian non

eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian. Rancangan

penelitian deskriptif evaluatif karena penelitian hanya bertujuan melakukan

eksplorasi deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi kemudian

mengevaluasi data dari rekam medik. Penelitian ini menggunakan data secara

retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada

lembar rekam medis pasien stroke dengan komplikasi maupun non komplikasi di

instalasi rawat inap RSPR tahun 2005.

B. Definisi operasional

1. Pasien dalam penelitian ini adalah pasien stroke dengan komplikasi dan non

komplikasi di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta pada tahun 2005.

2. Tipe drug related problems dalam penelitian ini adalah:

a. butuh obat (need for additional drug therapy),

b. tidak butuh obat (unnecessary drug therapy),

c. obat salah (wrong drug),

(49)

d. pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low),

e. pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high),

f. munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse

drug reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction).

3. Pola pengobatan adalah terapi farmakologis yang digunakan dalam terapi

pasien stroke selama berada di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun

2005.

4. Outcome adalah hasil/dampak terapi dari pasien stroke setelah menjalani rawat

inap di Rumah Sakit Panti Rapih.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah pasien stroke komplikasi dan

non komplikasi yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih pada tahun

2005.

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical

record) pasien stroke dengan komplikasi maupun non komplikasi tahun 2005

yang diambil berdasarkan data komputer di bagian rekam medik Rumah Sakit

Panti Rapih. Lokasi penelitian yaitu di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

(50)

E. Jalannya penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini dibagi dalam 4 tahap, yaitu :

1. Persiapan

Dimulai dengan survey jumlah pasien stroke yang ada di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 di bagian rekam medik.

Dari hasil survey diperoleh jumlah pasien stroke dengan komplikasi maupun non

komplikasi sebanyak 255 data pasien. Setelah dilakukan pengecekan nomor

rekam medis, ditemukan ada 5 pasang nomor rekam medis dengan nama pasien

yang sama sehingga diperoleh 245 data. Dari 245 data, sebanyak 7 rekam medis

tidak dapat digunakan karena pasien menjalani rawat inap tahun 2004 sedangkan

tahun 2005 sebagai pasien rawat jalan. Penelitian ini menganalisis data pada

pasien di instalasi rawat inap sehingga 7 rekam medis tersebut tidak digunakan.

Oleh karena itu diperoleh jumlah data pasien stroke tahun 2005 sebanyak

238 data.

2. Pengumpulan data

Tahap ini adalah tahap pengumpulan data dari sampel pasien stroke

dengan komplikasi dan non komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih

tahun 2005. Adapun data yang dikumpulkan terdiri atas: identitas pasien,

diagnosis, riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, riwayat penyakit

keluarga, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan pasien serta terapi yang

diberikan. Data yang dikumpulkan sebanyak 71 data yang diambil secara non

random dari daftar pasien stroke pada bagian rekam medik. Teknik pengambilan

(51)

convenience sampling. Pengambilan sampel dengan cara ini karena hanya rekam

medik tertentu saja yang tersedia untuk diteliti.

Jumlah sampel yang diambil diperhitungkan berdasarkan rumus:

N

n =

1 + N(e)

2

Dimana, n = jumlah sampel yang diambil,

N = banyaknya populasi (238 orang),

e = persen kesalahan sebesar 10% (Notoadmojo, 2002)

sehingga, 238

n = = 70,41 = 71 1 + 238(0,1)2

Jadi, sampel yang diambil sebanyak 71 sampel.

3. Analisis data

Data dianalisis dengan mengelompokkan obat yang digunakan dalam

pengobatan stroke berdasarkan kelas terapi obat, mengelompokkan pasien

berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis stroke yang terjadi, pemeriksaan CT scan

kepala, dan melihat outcome pasien.

Evaluasi DRPs yang terjadi dalam pengobatan stroke dilakukan

berdasarkan standar pengobatan stroke, yaitu menggunakan:

a. Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 1998,

b. European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for stroke

management-update 2003,

(52)

Kemudian dihitung jumlah kasus yang terjadi DRPs dan dikelompokkan

berdasarkan jenis DRPs dan dihitung persentasenya. Ketidakpatuhan pasien dalam

menggunakan obat tidak dapat diamati, karena penelitian ini bersifat retrospektif.

4. Pembahasan kasus

Kasus yang didapat dibahas dengan metode SOAP (Subjective,

Objective, Assessment, Plan) berdasarkan standar pengobatan stroke dan pustaka

yang sesuai. Sebanyak 6 kasus diambil sebagai contoh evaluasi DRPs yang

mewakili ke-6 tipe DRPs yang terjadi dalam pengobatan stroke pada penelitian

ini.

F. Kesulitan

Penelitian retrospektif mempunyai banyak kelemahan bila dibandingkan

penelitian prospektif. Pada penelitian retrospektif, peneliti tidak dapat mengamati

perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan analisis tipe

DRPs, yaitu tentang terjadinya efek samping obat, interaksi obat, dan kepatuhan

terapi. Selain itu peneliti juga mengalami kesulitan dalam membaca catatan terapi

dengan penulisan yang kurang jelas, penggunaan bahasa daerah dalam penulisan

keluhan pasien dalam catatan perkembangan, bahkan ada beberapa rekam medis

tidak mencantumkan keluhan pasien dan terjadi kesalahan penulisan nama

Gambar

Tabel I. Perbedaan stroke hemoragi dan stroke iskemik (Junaidi, 2004)
Tabel III. Faktor resiko stroke (Goldstein, Adams, Alberts, Appel, Brass, Bushnell,  et al.,
Tabel IV. Penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut (EUSI, 2003)
Tabel VI. Pilihan Obat yang Digunakan pada Terapi Lipid dan Lipoprotein Anonim (2005f)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terbukti dalam pengujian IV yang menunjukkan bahwa minyak goreng “B” memiliki IV yang lebih tinggi dibandingkan minyak goreng “A”, sehingga kandungan asam lemak tak

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, untuk variabel dependent berat badan bayi lahir penulis melakukan observasi dan pengukuran langsung menggunakan lembar

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

Form keranjang belanja digunakan untuk menampilkan daftar pesanan yang dipesan oleh pelanggan saat itu juga, yang artinya bahwa data pesanan yang berada di dalam

Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40%

Tahap ini berfungsi untuk mengetahui siapa saja manajemen RSMB yang akan terlibat dalam peningkatan kualitas pelayanan rawat inap baik dalam tahap penyusunan

Philips, TBK Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dengan Analisis Profil Multivariate , sedangkan pada penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja