SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan sebagai persyaratan memperoleh
gelar sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
OLEH :
LUSIANA DEWI NPM. 0741010026
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Adapun judul dari penyusunan
skripsi ini adalah “KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA SURABAYA KREMBANGAN”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi
ini tidak lepas dari bimbingan dan pengarahan dari Bapak Drs. Hartono
Hidayat, Msi selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya dengan sabar dalam memberikan bimbingan hingga terselesainya
skripsi ini.
Dalam kesempatan ini tidak lupa juga penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
3. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra. Diana Hertati, MSi selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Seluruh Staf Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan
berlangsung.
6. Pimpinan dan seluruh Staf Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan atas bantuannya selama penelitian berlangsung.
7. Yang tercinta kedua Orang Tua penulis, yang membesarkan, mendidik dan
memberikan kekuatan mental dengan penuh kasih sayang yang telah
banyak membantu baik moral, materil dan spiritual.
8. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2007 Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, yang telah menjadi rekan dan teman selama masa perkuliahan dan juga
terima kasih atas persahabatannya dan kenangannya.
9. For “My Best Friends” is Bella, Gita, Resi, Syam, Tya, Ivan and all of my
friends with other. They had been giving motivation, inspiration, support and
voluptuously for me. They’ll be always “My Best Friends” forever.
10. Seluruh Responden, atas waktu untuk mengisi kuesioner. Penelitian ini tidak
11. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak
langsung kepada Penulis.
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmatnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa
penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan acuan pada penulisan yang
akan datang. Namun, penullis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semoga skripsi ini dapat berguna sebagai tambahan pengetahuan.
Surabaya, 20 Juni 2011
Penulis,
2.4. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38
3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 42
3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.4. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum dan Obyek Penelitian ... 46
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 46
4.1.2. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 48
4.1.3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 49
4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 50
4.1.5. Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 53
4.1.6. Pelaksanaan Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 56
4.1.7. Sarana dan Prasarana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 57
4.2. Penyajian Data ... 58
4.3. Penyajian Data Tentang Variabel Penelitian ... 64
4.4. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 71
4.5. Pembahasan ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Saran ... 75
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ………... iv
DAFTAR TABEL ……….. vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Rumusan Masalah ……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian ………... 7
1.4. Manfaat Penelitian ………. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ……….. 9
2.2. Landasan Teori ………... 13
2.2.1. Pajak ………... 13
2.2.1.1. Fungsi Pajak ………... 15
2.2.1.2. Sistem Pemungutan Pajak ……….. 16
2.2.1.3. Pengelompokan Pajak ... 17
2.2.2. Kesadaran dan Kepatuhan Perpajakan ………... 18
2.2.3. Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh ………. 22
2.2.4. Pentingnya Kepatuhan Perpajakan ... 24
2.2.5. Wajib Pajak ... 29
2.2.6. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 34
Tabel 1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 4
Tabel 2 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar dan Yang Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 5
Tabel 3 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan PPH Pasal 21 Dan SPT Tahunan PPH Orang Pribadi ... 32
Tabel 4 Kepatuhan Wajib Pajak ... 42
Tabel 5 Tabel Penolong Frekuensi Yang Diobservasi dan Frekuensi Yang Diharapkan ... 43
Tabel 6 Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53
Tabel 7 Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 54
Tabel 8 Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan Berdasarkan Pendidikan ... 55
Tabel 9 Sarana dan Prasarana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan ... 57
Tabel 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ... 59
Tabel 12 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 13 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 61
Tabel 14 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 62
Tabel 15 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 63
Tabel 17 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.2 Mengenai Mengisi SPT ... 65 Tabel 18 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.3 Mengenai
Pengambilan SPT ... 66 Tabel 19 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.4 Mengenai Batas Waktu Penyampaian SPT ... 67 Tabel 20 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.5 Mengenai Penyampaian SPT ... 68 Tabel 21 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.6 Mengenai Pembetulan SPT Tahunan ... 69 Tabel 22 Rekapitulasi Jawaban Responden Untuk Kuesioner No.7 Mengenai Pembayaran Pajak Terutang ... 70 Tabel 23 Tabel Penolong Untuk Menghitung Chi Kuadrat dari 195
Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi yaitu adanya perkembangan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar dan yang membayar. Ditinjau dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak tidak patuh dalam membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 padahal menurut media www.pajak.go.id kepatuhan wajib pajaknya cukup tinggi, yaitu 54,84%. Permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimanakah kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan.
Metode penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan mengoperasionalkan satu variabel yaitu Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21. Variabel penelitian ini adalah berskala nominal. Ada 7 (tujuh) point kepatuhan wajib pajak yaitu Mendaftarkan Diri, Mengisi Surat Pemberitahuan, Menyampaikan Surat Pemberitahuan, Batas waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Pembayaran Pajak Terutang. Dalam penelitian ini yang dikategorikan adalah Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan yang terbagi menjadi lima antara lain tidak patuh, kurang patuh, cukup patuh, patuh, dan sangat patuh.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada umumnya, negara yang memiliki administrasi pemerintahan
yang modern seperti Indonesia mengandalkan penerimaan perpajakan sebagai
penopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana
penerimaan pajak ini merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar.
Oleh negara, pajak digunakan untuk membiayai pembangunan seperti jalan,
jembatan, dan fasilitas umum lainnya karena pemerintah Indonesia saat ini
bertumpu pada pajak untuk membiayai pembangunan. Hasil pemanfaatan
dari penerimaan perpajakan dapat dinikmati oleh semua rakyat Indonesia.
Dalam penyelenggaraan pembangunan diperlukan dukungan dana
agar pembangunan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
pajak sangatlah penting, karena dana yang dihimpun berasal dari masyarakat
ataupun pemerintah. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber
daya alam yang dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam
maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk iuran dari masyarakat
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
pajak dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan. Hal ini dilakukan
dengan adanya suatu perubahan dalam sistem perpajakan yaitu sistem self
assessment, dimana wajib pajak diberi kewenangan untuk menghitung,
memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan kemudian melunasinya
serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak sehingga kepatuhan wajib
pajak sangatlah penting dalam menghitung dengan jujur pajak penghasilan
terutang dan menyetor serta melaporkannya dengan tepat waktu.
Dengan di terapkannya sistem perpajakan tersebut di harapkan
kepatuhan wajib pajak dapat meningkat sehingga pendapatan pajak negara
dapat meningkat juga. Oleh karena itu agar pendapatan pajak meningkat
wajib pajak harus patuh akan kewajibannya. Seperti yang dinyatakan oleh
Summers et. Al dalam Nasucha (2004:8) bahwa dalam sistem self
assessment, administrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan
meyakinkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam pendaftaran wajib pajak, penilaian,
menjalankan prosedur pemungutan, dan pembayaran dengan tidak melakukan
Dengan adanya sistem perpajakan, administrasi pajak harus efisien
dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu tidak
menyulitkan pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak maupun wajib
pajak dalam melakukan kewajibannya.
Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak ada beberapa sasaran
administrasi perpajakan seperti :
1. Meningkatkan kepatuhan kepada pembayar pajak
2. Melaksanakan ketentuan perpajakan untuk mendapatkan penerimaan
pajak dan biaya.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang berperan dalam
menopang jalannya pembangunan. Dalam hal ini masyarakat mempunyai
andil yang cukup besar dalam pengisian kas negara, sebab tanpa adanya
peran serta dari masyarakat maka sektor pajak tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai salah satu sumber dana pemerintah. Oleh karena itu,
penerimaan pajak terus ditingkatkan termasuk Pajak Penghasilan Pasal 21,
dimana Pajak Penghasilan Pasal 21 ini memberikan kontribusi dalam
menyumbang penerimaan pajak. Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk
bekerja lebih keras supaya target yang telah ditetapkan dapat terealisasi
Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini mengenai target dan realisasi
penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Target dan Realisasi Penerimaan PPH Pasal 21
No. Tahun Target Realisasi Prosentase (%)
1. 2007 139.393.320.000 184.442.952.399 132,32
2. 2008 166.671.364.633 62.986.124.092 37,79
3. 2009 29.190.635.617 35.985.084.725 123,28
4. 2010 37.993.162.218 40.200.944.536 105,81
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2008,
penerimaan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 melebihi target sebesar
Rp 166.671.364.633 atau 37,79% dan untuk tahun 2009 penerimaan Pajak
Penghasilan (PPH) Pasal 21 belum mencapai target sebesar
Rp 29.190.635.617 atau 123,28%.
Keterangan dari tabel diatas sebagai berikut :
Terjadi penurunan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan karena :
1. Wajib pajak besar yang mempunyai pembayaran Pajak Penghasilan Pasal
21 yang semula terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan telah dipindahkan ke Kantor Pelayanan Pajak Madya
Surabaya.
2. Terjadi perubahan lapisan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang berlaku
3. Sejak 2009 penggunaan jasa penyediaan tenaga kerja (outsourcing) di
kalangan wajib pajak besar mulai marak sehingga penerimaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 masuk ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan
outsourcing terdaftar.
Tabel 1.2 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar dan Wajib Pajak
Orang Pribadi Yang Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21
No. Tahun Wajib Pajak
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan
Dari tabel diatas menyatakan bahwa adanya perkembangan wajib
pajak orang pribadi yang terdaftar dan yang membayar. Ditinjau dari tabel
diatas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak tidak patuh dalam membayar
Pajak Penghasilan Pasal 21 padahal menurut media www.pajak.go.id
kepatuhan wajib pajaknya cukup tinggi, yaitu 54,84%.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan
merupakan instansi pemerintah yang mengurusi penerimaan negara khususnya
di bidang penerimaan pajak yang di bawah naungan Departemen Keuangan.
Semenjak berdiri pada tahun 2002 penerimaan pajak yang di peroleh dari
Pajak Penghasilan Pasal 21 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tetapi
peningkatan ini belum sesuai dengan target yang akan dicapai. Mulai tahun
melebihi target pada tahun 2008, selebihnya untuk tahun 2009 belum
mencapai target yang ditetapkan.
Dalam perkembangan sektor pajak, sebagaimana diketahui bahwa
penerimaan negara semakin tahun semakin tergantung dari penerimaan sektor
pajak. Peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan dan
penyelenggaraan roda pemerintahan sangat diperlukan. Salah satu peran
tersebut adalah melakukan kewajiban membayar sebagai sumber penerimaan
negara yang dominan. Namun, kepatuhan wajib pajak dalam membayar
kewajiban pajaknya belum tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya wajib pajak
yang kurang patuh terhadap kewajiban tahunan yaitu menghitung pajak atas
dasar sistem self assessment yaitu wajib pajak melaporkan perhitungan nilai
pajaknya lebih kecil dari pada yang sebenarnya dalam SPT pada akhir tahun
pajak dan ada juga wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 (Studi Kasus Pada Kantor
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Penghasilan
Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak
Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Mahasiswa
Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak
Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
b. Bagi Instansi
Memberikan saran sebagai masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Krembangan dari berbagai alternatif pertimbangan dalam
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Penghasilan
Pasal 21.
c. Bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk menambah literatur dan referensi di perpustakaan Universitas
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pihak lain dapat
dipakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
1. Penelitian Kuantitatif yang dilakukan oleh Nourma Sepva Berlina, tahun
2010 Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan
Administrasi Negara di Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”
Jawa Timur Surabaya, dengan judul “Perbandingan Kepatuhan Wajib
Pajak Sesudah Adanya Sunset Policy (Studi Komparatif Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 22 di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Simokerto)”.
Penelitian ini di dasarkan pada fenomena bahwa tingkat
kepatuhan wajib pajak PPH Pasal 21 dan wajib pajak PPH Pasal 22.
Dimana tingkat kepatuhan wajib pajak dan tunggakan pajaknya pada
posisi 15 untuk wilayah Indonesia. Dari uraian fenomena tersebut maka
permasalahan yang akan di teliti oleh penulis ini adalah “bagaimanakah
perbandingan kepatuhan wajib pajak sesudah adanya sunset policy yaitu
antara wajib pajak PPH Pasal 21 dan wajib pajak PPH Pasal 22 di Kantor
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
kepatuhan wajib pajak sesudah adanya sunset policy yaitu antara Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 22 di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Simokerto.
Metode analisis data pada penelitian kuantitatif ini adalah
dengan menggunakan teknik analisis hipotesis komparatif dua sampel
independent dimana datanya berbentuk ordinal. Dalam penelitian ini
mengenai kepatuhan wajib pajak, peneliti menggunakan
indikator-indikator yang mempengaruhi yaitu pendaftaran wajib pajak, pengisian
dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), waktu pelaporan,
penghitungan pajak, waktu pembayaran, tanggung jawab dalam
menyetorkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pemeriksaan. Dimana
indikator-indikator tersebut sangat mempengaruhi sekali tingkat
kepatuhan wajib pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak negara.
Pedoman penelitian ini menggunakan teori perpajakan, kebijakan publik
dan statistik untuk penelitian dan ketetapan kebijakan sunset policy.
Dalam penelitian ini menggunakan rumus Mann Whitney
U-Test karena n > 20 maka menggunakan uji Z. Dimana Ho diterima dan
Ha ditolak, hipotesis yang di uji berdasarkan Ho dan Ha sebagai berikut :
Ho = Tidak terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak sesudah adanya
sunset policy yang signifikan antara wajib pajak PPH Pasal 21 dan wajib
Ha = Terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak sesudah adanya sunset
policy yang signifikan antara wajib pajak PPH Pasal 21 dan wajib
pajak PPH Pasal 22.
Dari data yang di analisa dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
wajib pajak sesudah adanya sunset policy yang di laksanakan di seluruh
Indonesia secara umum dan khususnya untuk wilayah Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Surabaya Simokerto sesuai dengan Undang-Undang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan untuk wajib pajak PPH Pasal
21 cukup patuh sedangkan untuk wajib pajak PPH Pasal 22 kurang patuh
hal ini di sebabkan karena penghitungan beban pajak yang di kenakan
lebih besar wajib pajak PPH Pasal 21 dari pada wajib pajak PPH Pasal
22.
2. Penelitian Kuantitatif yang dilakukan oleh Andarini Pris K, tahun 2010
Mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas
Diponegoro Semarang, dengan judul “Dampak Dimensi Keadilan Pajak
Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Semarang”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak
dimensi-dimensi keadilan pajak pada perilaku kepatuhan Wajib Pajak Badan (WP
Badan). Richardson mengungkapkan bahwa keadilan pajak merupakan
masalah multidimensional dan masalah budaya nasional yang berdampak
Penelitian dilakukan dengan metode survei kuesioner pada staf
perpajakan dan staf bagian akuntansi yang dianggap mewakili WP Badan
dalam pengelolaan pajak di perusahaan. Analisis partial least square
(PLS) digunakan untuk mengidentifikasi dimensi keadilan pajak (keadilan
umum, pertukaran dengan pemerintah, kepentingan pribadi,
ketentuan-ketentuan khusus, dan struktur tariff pajak) yang berpengaruh signifikan
pada perilaku kepatuhan pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh dimensi keadilan
pajak tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap perilaku
kepatuhan pajak. Budaya nasional dan tingkat pengetahuan pajak
menjelaskan perbedaan hasil penelitian dengan hasil penelitian
sebelumnya.
Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang yang pertama di lihat dari perbedaan pada fokus penelitian yang
sekarang adalah tingkat kepatuhan wajib pajak yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DirJen Pajak atau DJP) sebagai wajib pajak
yang patuh memenuhi kriteria tertentu yaitu wajib pajak yang mengisi
dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai
ketentuan dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas
waktu terakhir. Sedangkan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian
terdahulu yang kedua adalah penelitian sekarang menggunakan metode
Deskriptif kuantitatif, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan. Teknik analisa
data dan pengujian hipotesis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif
yaitu, variabel penelitian terkumpul kemudian akan direduksi dan ditabulasi
dengan proses penyusunan, pengaturan dan proses pengolahan data agar
dapat digunakan untuk menjawab perumusan masalah penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian dan menguji hipotesis serta untuk menguji
hipotesis, statistik untuk keperluan generalisasi. Persamaan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah isi dari fenomena
yang terjadi saling terkait dengan tingkat kepatuhan wajib pajak.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pajak
Pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:1) adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak menurut M.J.H. Smeets (2002:5) adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukkan dalam hal
Pajak menurut Feldman (2002:5) adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran umum.
Pajak menurut Soemahamidjaja menyatakan bahwa pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. (Ilyas,
2002:5)
Dari beberapa pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengertian pajak adalah :
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
2.2.1.1. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:1-2), fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi Budgetair (Anggaran)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluran-pengeluarannya.
Contoh: Dimasukkannya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri
seperti PPN, PPH, dan lain-lain.
b. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
1. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor
produk Indonesia di pasaran dunia.
2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
3. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
2.2.1.2. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Ilyas (2006:9) dapat dibagi menjadi : 1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
pihak ketiga.
b. Pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.2.1.3. Pengelompokan Pajak
Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:5-6), yaitu :
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat di bebankan atau di limpahkan kepada orang
lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat di
bebankan atau di limpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
di gunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas :
1. Pajak propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran,
dan Pajak Hiburan.
2.2.2. Kesadaran dan Kepatuhan Perpajakan
Pelaksanaan pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu
sistem yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan
perwakilan, dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi wajib
pajak. Sistem pemungutan yang berlaku adalah Self Assessment System, di
wajib pajak, fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur
pemeriksaan. (Rahayu, 2010:137)
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak
dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib
Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.
Menurut Sidik kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela (Voluntary of Compliance) merupakan tulang punggung sistem
self assessment, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri
kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu
membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. (Rahayu, 2010:138)
Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan
memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan wajib pajak di kemukakan oleh Norman D. Nowak
(Moh.Zain, 2004:138) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran
pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana :
1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan,
2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Nurmantu (Rahayu, 2010:138) mengatakan bahwa kepatuhan
perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakannya.
Kepatuhan material (Rahayu, 2010:138) adalah suatu keadaan di
mana Wajib Pajak secara hakekatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan (SPT PPH) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib
pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPH)
Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah
memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi
ketentuan material, yaitu suatu keadaan di mana wajib pajak secara
substantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai
isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi
kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah
wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat
Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kantor
Pelayanan Pajak sebelum batas waktu berakhir. (Rahayu, 2010:139)
Menurut Nasucha (Rahayu, 2010:139), kepatuhan wajib pajak
dapat di identifikasi dari :
2) kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT),
3) kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan
4) kepatuhan dalam membayar tunggakan.
Erard dan Feinstin menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan
wajib pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas
kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh
kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria
kepatuhan wajib pajak adalah :
1) tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
2 (dua) tahun terakhir.
2) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
3) tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.
4) dalam 2 (dua) tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam
hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
5) wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 (dua) tahun terakhir
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib
pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang
berlaku dalam suatu negara.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak
hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut
metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan penerapan
sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak
pemberi dana bagi negara dalam hal membayar pajak. Disamping itu juga
tergantung pada kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib
pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2.2.3. Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh
Menurut Rahayu (2010:142) wajib pajak patuh, adalah wajib pajak
yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan
peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan
paham akan hak perpajakannya. Sebenarnya pemberian predikat wajib
wajib pajak yang sudah pasti akan memberi motivasi dan detterene effect
yang positif bagi wajib pajak yang lain untuk menjadi wajib pajak patuh.
Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih
dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak yang belum
patuh atau tidak patuh.
Fasilitas yang diberikan oleh Dirjen Pajak terhadap wajib pajak
patuh (Rahayu, 2010:143) adalah sebagai berikut :
1) Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan
sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan wajib
pajak diterima untuk Pajak Penghasilan (PPH) dan 1 (satu) bulan untuk
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tanpa melalui penelitian dan
pemeriksaan oleh Dirjen Pajak.
2) Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling
lambat 2 (dua) bulan untuk Pajak Penghasilan (PPH) dan 7 (tujuh) hari
untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Bagi wajib pajak belum atau tidak patuh, fasilitas tersebut tidak
diberikan padanya, penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) harus menunggu penelitian dan pemeriksaan
yang memakan waktu, biaya, dan menjadi sumber terjadinya korupsi,
Diberikannya fasilitas tidak dilakukan penelitian dan pemeriksaan
untuk permohonan kelebihan pembayaran pajak, adalah dengan alasan
bahwa wajib pajak patuh merupakan wajib pajak yang taat dalam
pembayaran pajak, dan dalam mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)
dilakukan dengan benar, lengkap, dan jelas. Sehingga tidak perlu dilakukan
penelitian dan pemeriksaan.
Tentunya dengan penekanan penerimaan pajak sebagai kontribusi
terbesar penerimaan negara diharapkan semua wajib pajak Indonesia
berpredikat patuh, yang akan berimplikasi pada optimalisasi penerimaan
pajak, pengurangan biaya wajib pajak (Compliance cost) dan biaya bagi
pemerintah (Administrative cost) dalam kewajiban administrasi perpajakan.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang berlaku saat ini adalah
kendala yang selalu timbul yaitu kurangnya penciptaan kondisi yang
kondusif, saling pengertian dengan baik antara masyarakat sebagai
pembayar pajak dengan aparat pemungut pajak dan dengan negara selaku
pemungut dan pengguna pajak yang telah dikumpulkan.
2.2.4. Pentingnya Kepatuhan Perpajakan
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena jika
pelalaian pajak. Yang pada akhirya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. (Rahayu, 2010:140)
Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib
pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Forest dan Sheffrin (2002: 75-88) menjelaskan bahwa sistem perpajakan akan memberikan keengganan dan penggerutuan pembayar pajak sehingga
berpengaruh terhadap ketidakpatuhan wajib pajak.
Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki,
dengan perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan terpengaruh.
Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut
maka usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan wajib pajak. Dampaknya akan nampak pada kerelaan wajib pajak untuk membayar pajak.
Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk
menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan
pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun
tidak banyak.
Menurut Karanta (2002: 2-19), persepsi wajib pajak dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya menitikberatkan pada kesederhanaan prosedur pembayaran pajak, kebutuhan perpajakan wajib pajak, asas keadilan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain itu faktor
keahlian aparat dalam melakukan pelayanan dan koreksi laporan dalam pemeriksaan pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja badan
perpajakan.
Fallan (1999), memberikan kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak
terhadap sistem perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar
melalui adanya sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil. Kesadaran wajib pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap pajak. Dengan meningkatnya pengetahuan
perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran
menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan nasional.
Budaya membayar pajak juga penting diperhatikan suatu Negara dan hal ini memerlukan kerjasama baik formal maupun non formal antara
instansi perpajakan dengan wajib pajak dengan membuat sistem perpajakan dan kebijakan perpajakan yang baik. Pelaksanaan sistem perpajakan dan kebijakan perpajakan yang diatur suatu negara pelaksanaannya yang secara
historis harus juga mempertimbangkan budaya negara yang bersangkutan (Nerre, 2011:17). Secara umum budaya memiliki pengaruh yang besar
terhadap kinerja penerimaan pajak. Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan ekonomi akan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka
dalam membayar pajak.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak
hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara dalam hal membayar pajak. Disamping itu
Pada sebagaian besar rakyat di seluruh negara tidak akan pernah menikmati kewajibannya membayar pajak sehingga memenuhinya tidak
ada yang tanpa menggerutu. Sedikit saja yang merasa benar-benar rela dan merasa ikut bertanggungjawab membiayai pemerintahan suatu negara.
Tidak banyak yang merasa bangga sudah membayar pajak dan ikut berpartisipasi dalam pembiayaan negara. (Rahayu, 2010:142)
Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang semudah dan
sesederhana membayar untuk mendapatkan sesuatu (konsumsi) bagi masyarakat, tetapi di dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat
emosional. Pada dasarnya tidak seorangpun yang menikmati kegiatan membayar pajak seperti menikmati kegiatan berbelanja. Disamping itu potensi bertahan untuk tidak membayar pajak sudah menjadi tax payers
behavior.
Pada umumnya mereka cenderung untuk meloloskan diri dari
setiap pajak. Kecenderungan melakukan kecurangan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya lebih banyak terjadi dalam sistem pemungutan pajak self assessment. Walaupun tidak menutup
kemungkinan dalam sistem withholding tax juga kecenderungan wajib pajak melakukan kecurangan terjadi. Wajib pajak sebagai pemotong atau
pemungut tidak menyetorkan dan tidak melaporkan apa yang telah mereka ambil dari pihak yang dipotong atau dipungut pajaknya.
Sistem pemungutan pajak dengan menggunakan self assessment
pajak terutang, menyetorkannya sendiri, dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) sendiri. Dalam sistem ini lebih ditekankan kepada
kerelaan wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya.
2.2.5. Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Menurut Resmi (2008:21), mengemukakan wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak atau
pemungut pajak, yang mempunyai kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Ilyas (2002:24), mengemukakan wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wajib
pajak atau pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sesuai
dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk
mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan
pelaporan pajak yang terutang (www.pajak.go.id) di antaranya adalah:
1. Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang
memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;
3. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
4. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat
usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan
mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
pajak dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak
Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id. Selain
mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor Pengkuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan (SPT).
Batas waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 dan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPH OP) sebagai berikut :
Jenis SPT (Surat Orang Pribadi (PPH OP)
Apabila dalam menghitung dan membayar pajak tersebut ditemukan ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak dilaporkan oleh Wajib
Pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menebitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada Wajib Pajak tersebut.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak
selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk mendapatkan
kerahasian atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.
Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak
memperoleh adalah sebagai berikut (www.pajak.go.id) :
1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar pajak sekaligus.
2. Pembebasan pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan suatu kebijakan. 3. Pajak ditanggung pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri Pajak Penghasilan (PPH) yang terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan dan
supplier utama ditanggung oleh pemerintah. 4. Insentif perpajakan, untuk merangsang investasi.
Apabila wajib pajak tidak dapat menyelesaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian,
wajib pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak Penghasilan
(PPH) paling lama 6 (enam) bulan.
6. Restitusi (Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak)
Apabila wajib pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang
dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan
catatan wajib pajak tidak punya utang pajak lain. 7. Keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Apabila dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak merasa kurang puas
atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
8. Banding
Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum memuaskan wajib pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan pajak.
9. Peninjauan Kembali
kembali kepada Mahkamah Agung melalui pengadilan pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
2.2.6. Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas
(2002:128) merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 21 dipotong, disetorkan, dilaporkan oleh
pemotong pajak yaitu pemberi kerja, bendaharawan atau pemegang kas
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan
secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima sehubungan
dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghasilan
lain selain penghasilan yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan
bersifat final, pada akhir tahun pajak di wajibkan untuk menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah
dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang pada akhir tahun.
2.3. Kerangka Berfikir
Berdasarkan landasan teori tersebut, penelitian ini
mengoperasionalkan satu variabel yaitu Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21. Yang di maksud dengan kepatuhan
adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
Sedangkan wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat
dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan kata lain
kepatuhan wajib pajak yang patuh adalah tindakan wajib pajak dalam
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan pelaksanaan
perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.
Kepatuhan wajib pajak terdiri dari 7 (tujuh) point yaitu
mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan, pengambilan surat
pemberitahuan, batas waktu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan,
penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat pemberitahuan tahunan,
pembayaran pajak terutang.
Dalam penelitian ini yang diukur adalah Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21, maka peneliti
mengkategorikan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Penghasilan
Gambar 1
2.4. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dan akan diuji kebenarannya
oleh peneliti adalah sebagai berikut :
“Diduga ada perbedaan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
penghasilan pasal 21 adalah tidak sama”.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Kepatuhan Wajib Pajak
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dimaksudkan sebagai pembatas atau perincian
kegiatan operasional. Metode penelitian ini adalah dekriptif kuantitatif
dengan mengoperasionalkan satu variabel yaitu Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surabaya Krembangan.
Yang di maksud dengan kepatuhan adalah suatu keadaan dimana
wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang patuh adalah
wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan kata lain kepatuhan wajib pajak yang patuh adalah
tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Variabel penelitian ini adalah berskala nominal. Secara operasional
terdapat 7 (tujuh) point kepatuhan wajib pajak yang dimaksud dalam
penelitian ini terkait dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, yaitu :
1. Mendaftarkan Diri (Pasal 2 ayat 1)
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
wajib pajak dan kepadanya di berikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
2. Mengisi Surat Pemberitahuan (Pasal 3 ayat 1)
Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf
latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib
pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
3. Pengambilan Surat Pemberitahuan (Pasal 3 ayat 2)
Wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a)
Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
4. Batas waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (Pasal 3
ayat 3)
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
5. Penyampaian Surat Pemberitahuan (Pasal 6 ayat 1)
Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh wajib pajak ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh
pejabat yang ditunjuk dan kepada wajib pajak diberikan bukti
penerimaan.
6. Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (Pasal 8 ayat 1)
Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.
7. Pembayaran pajak terutang (Pasal 10 ayat 1)
Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat digunakan sebagai kepatuhan
wajib pajak yang terdiri dari 7 (tujuh) point dan 5 (lima) kategori kepatuhan
wajib pajak adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Kategori Karakteristik
Kepa
mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan, pengambilan surat pemberitahuan.
2. Kurang Patuh
mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan, pengambilan surat pemberitahuan, batas waktu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan.
3. Cukup Patuh
mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan, pengambilan surat pemberitahuan, batas waktu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan, penyampaian surat pemberitahuan.
4. Patuh mendaftarkan diri, mengisi surat pemberitahuan, pengambilan surat pemberitahuan, batas waktu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan, penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat pemberitahuan tahunan.
5. Sangat Patuh
Selanjutnya dibuat kuesioner dengan tabel 3.1 kemudian dibagikan kepada
responden dan hasil jawabannya direkap dengan menggunakan tabel pertolongan
sebagai berikut (3.2) :
Tabel 3.2
Tabel Penolong Frekuensi Yang Diobservasi dan Frekuensi Yang Diharapkan
No. Kategori Fo fh (fo-fh) (fo-fh)² (fo-fh)²
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi
yang terdaftar dan yang membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah 431,
dimana wajib pajak orang pribadi yang terdaftar adalah 390 dan yang
membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah 41.
Dalam penelitian ini tidak semua populasi diteliti atau dijadikan
jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan 5% maka dalam
penelitian ini jumlah sampel adalah 195 responden. (Sugiyono, 2009:99)
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik
random sampling. Dikarenakan anggota populasi dianggap homogen dalam
hal peran sertanya sebagai wajib pajak orang pribadi yang terdaftar dan yang
membayar Pajak Penghasilan Pasal 21.
3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari responden atau
narasumber. Data Primer diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1. Quesioner (Kuesioner)
Proses pengambilan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan
tertulis dimana wajib dijawab secara tertulis oleh responden. Hasil
jawaban dari responden atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
data yang akan diolah.
2. Observasi (Pengamatan)
Teknik pengambilan data dimana peneliti mengadakan pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian guna melengkapi data-data yang
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari data yang ada pada instansi serta dari
bahan lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian, dimana data
sekunder tersebut akan mendukung data primer yang akan dianalisis oleh
peneliti.
Data Sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut :
Dokumentasi
Suatu cara untuk memperoleh data dengan mempelajari data yang berasal
dari catatan dan dokumen yang ada pada instansi serta bahan lainnya,
yang mana dianggap penting serta mempunyai relevansi dengan
perumusan penelitian. Data ini juga berguna untuk mendiskripkan
gambaran umum pada instansi yang terkait dengan penelitian.
3.4. Teknik Analisis Data
Setelah data tentang variabel penelitian terkumpul kemudian akan
direduksi dan ditabulasi dengan proses penyusunan, pengaturan, dan
pengolahan data agar dapat digunakan untuk :
1. Menjawab perumusan masalah penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Menguji hipotesis, statistik untuk keperluan generalisasi.
Jenis teknik statistik untuk menguji hipotesis deskriptif variabel
dikarenakan sampel lebih besar maka diturunkan menggunakan teknik
statistik Chi Kuadrat. (Sugiyono, 2009:251)
Tahap dalam metode analisis :
1. Rekapitulasi data variabel kuesioner
2. Mengkategorikan jawaban responden
3. Perhitungan frekuensi observasi masing-masing kategori dimasukkan
dalam tabel penolong.
4. Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus Chi Kuadrat
Rumus Chi Kuadrat:
χ² =
Σ
(fo-fh)² fhDimana:
χ² = Chi Kuadrat
fo = Frekuensi Yang Diobservasi
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan
Awal sebelum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan
yang letaknya berada di area Gedung Keuangan Negara I Surabaya yang
terletak di jalan Indrapura No.5 Surabaya, dan menempati bangunan seluas
kurang lebih 2.904 m².
Perjalanan sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Krembangan diawali sejak zaman Belanda dengan berdirinya
“Inspeksi Fand Finansien” (Kantor Inspeksi Keuangan) di jalan Karet No.90
Surabaya. Pada tahun 1962 Kantor Inspeksi Keuangan Surabaya mulai
menempati Gedung kantor di jalan Indrapura No.5 dan selanjutnya pada tahun
Pada tahun 1973 dengan adanya reoganisasi Kantor Inspeksi
Pajak (KIP) Surabaya diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak (KIP)
Surabaya Utara, dan pada tahun 1989 berubah nama menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Surabaya Utara.
Tahun 1992 juga terjadi perubahan reoganisasi dan pembagian
wilayah sehingga lahirlah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan. Pada tahun 2001 reoganisasi Direktorat Jenderal Pajak telah
dipecah menjadi 2 (dua) yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Pabean
Cantikan.
Ditengah pencapaian beban penerimaan yang sangat tinggi dan
tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah terhadap institusi dan
mewujudkan suatu komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak dalam
reformasi diri dan merupakan implementasi dari reformasi birokrasi yang
telah dicanangkan untuk menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Modern
maka sejak tanggal 14 November 2007 Kantor Pelayanan Pajak Surabaya
diubah menjadi Krembangan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan. Diharapkan dengan berdirinya Kantor Pelayanan Pajak
Modern ini bisa mewujudkan Komitmen Direktorat Jenderal Pajak yaitu
dengan melakukan Pelayanan Prima dengan penuh kesungguhan dan
keikhlasan serta menjadi bagian dari sikap dan perilaku pegawai Direktorat
4.1.2. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan
1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan :
Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem
administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya
masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.
2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan :
Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang
Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi
4.1.3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan
Gambar 2
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan Tahun 2010
4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Krembangan
Tugas pokok dan Fungsi dari masing-masing jabatan adalah : 1. Kepala Kantor
Melaksanakan kegiatan operasional Direktorat Jenderal Pajak dengan
cara melakukan koordinasi, evaluasi dan pengendalian kegiatan di
bidang tata usaha, teknis dan konsultasi, ekstensifikasi dan kerjasama,
pemeriksaan dan penagihan pajak, penyuluhan dan pelayanan, serta
pembinaan kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksankan
kebijaksanaan teknis.
2. Sub Bagian Umum
a. Mengurusi masalah kepegawaian
b. Mengurusi masalah keuangan
c. Mengurusi masalah tata usaha dan rumah tangga
d. Melaksanakan urusan penatausahaan surat masuk dan keluar dalam
rangka tertib administrasi persuratan
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
a. Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data
b. Penyajian informasi perpajakan bagi semua pihak
c. Perekaman dokumen perpajakan
d. Memberikan bimbingan konsultasi baik bagi pegawai pajak maupun
4. Seksi Pengawasan dan konsultasi
a. Bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis
perpajakan
b. Penyusunan profil wajib pajak, analisa kinerja wajib pajak
c. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi
d. Membina penggalian potensi perpajakan
5. Seksi Pelayanan
a. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan
b. Penerimaan dan pengolahan SPT
c. Penyuluhan perpajakan
d. Memberikan pelayanan dan memantau pelayanan wajib pajak
6. Seksi Pemeriksaan
a. Pengawasan aturan pemeriksaan pajak
b. Penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak
c. Administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya
d. Pemantauan aturan pemeriksaan pajak
7. Seksi Penagihan
a. Penundaan dan angsuran pajak
b. Penagihan aktif
c. Usulan penghapusan piutang pajak
8. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan
b. Pendataan subjek dan objek pajak
c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai obyek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi
d. Melakukan persiapan dan pelaksanaan kerjasama perpajakan
9. Kelompok Jabatan Fungsional
a. Melakukan tugas sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
b. Dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh
Kepala Kanwil dan KPP Pratama Surabaya
c. Jumlah pejabat fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
beban kerja
d. Melaksanakan sebagai tugas Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan urusan rumah tangga daerah sesuai dengan keahlian
4.1.5. Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Krembangan
Adapun karakteristik jumlah pegawai Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surabaya Krembangan berdasarkan jenis kelamin, pangkat atau
golongan, dan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini
sebagai berikut:
4.1.5.1. Karakteristik Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Karakteristik Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Krembangan Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Prosentase (%)
1. Laki-laki 61 74
2. Perempuan 21 26
Jumlah 82 100
Sumber: Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Krembangan Tahun 2010
Dilihat dari tabel diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
jumlah pegawai yang paling tinggi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Krembangan adalah 61 orang (74%) dengan jenis kelamin
laki-laki karena laki-laki-laki-laki banyak dibutuhkan untuk tenaga operasional di