• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANGGAR TARI SRI INDERA RATU. (Studi Deskriptif di Istana Maimun Kota Medan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SANGGAR TARI SRI INDERA RATU. (Studi Deskriptif di Istana Maimun Kota Medan) SKRIPSI"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

SANGGAR TARI SRI INDERA RATU (Studi Deskriptif di Istana Maimun Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh:

DELILA NOVANI RIZKI 140905017

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOTA MEDAN MEDAN

2018

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Pengembangan Sanggar Tari Tradisional Di Kota Medan

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Mei 2018 Penulis

Delila Novani Rizki

(3)

ABSTRAK

Delila Novani Rizki. 140905017 (2018).Judul Skripsi: Sanggar Tari Sri Indera Ratu Di Kota Medan. Skripsi Program Sarjana Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi Ini Terdiri Dari 99 Halaman 1 Tabel dan 11 Gambar.

Skripsi ini menjelaskan tentang aktivitas sanggar agar tetap eksis dari Sanggar Tari Sri Indera Ratu di Kota Medan,dimana sanggar sri indera ratu adalah sanggar yang cukup terkenal di Sumatera Utara khusus nya di Kota Medan. Selain itu skripsi ini bertujuan ingin melihat tentang bagaimana pengembangan sanggar tari serta aspek apa saja yang menjadi penunjang eksistensi sanggar tari tradisional di Medan. Peneliti memilih sanggar tari Sri Indera Ratu karena sanggar tersebut sanggar yang pertama kali di Medan.

Metode pengumpulan data diperoleh dengan cara observasi, wawancara mendalam dan ditambah dengan studi pustaka untuk melengkapi data dan menjawab rumusan masalah penelitian. Subjek peneliti adalah Ibu Dra Tengku Lisa Nelita selaku pemilik dan merangkap pengelola. Objek penelitian yaitu sejarah sanggar, latar belakang didirikannya sanggar dan sistem organisasi yang digunakan. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan observasi dimana peneliti melihat langsung dengan informan dilapangan. Peneliti menggunakan wawancara mendalam untuk menggali informasi sedalam- dalamnya mengenai Sanggar Sri Indera Ratu. Wawancara dilakukan terhadap beberapa pengurus sanggar Sri Indera Ratu, murid murid sanggar tari Sri Indera Ratu. Peneliti juga mewawancari masyarakat Kota Medan untuk mencari tahu seberapa besar masyarakat kota Medan mengenal sanggar tersebut.

Hasil penelitian memperlihatkan cara yang dilakukan oleh Sanggar Tari Sri Indera Ratu untuk mempertahankan eksistensinya yang salah satu diantaranya adalah dengan menerapkan sistem kekeluargaan. Artinya hal ini disebabkan karena dari pihak sanggar adanya sistem keterbukaan antar pengurus dan siswa tidak sekedar itu saja tetapi juga orang lain yang berkecimpung dan membantu Sanggar Tari Sri Indera Ratu, selain itu sanggar tari ini juga menjadikan sanggarnya untuk bisnis dengan cara menyewakan baju tari yang dimiliki sanggar Sri Indera Ratu. Selain itu hasil yang terlihat adalah bahwa pengurus sanggar tari sri indera ratu tidak menerapkan ADRT yang telah disepakati bersama. Dalam mengembangkan seni tarian tradisional tentu banyak faktor-faktor yang mendukung perkembangannya. Namun dengan adanya kontribusi Sanggar Tari Sri Indera Ratu yang mampu mengembangakan seni tari tradisi Melayu menjadi suatu tarian yang indah dan menarik untuk dilihat tentu banyak faktor-faktor yang mendukungnya, seperti dukungan dari beberapa pihak yaitu (1) Dukungan dari Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Pariwisata, (2) Dukungan dari Sanggar Tari Sri Indera Ratu, (3) Dukungan dari Masyarakat Kota Medan.

(4)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atasRahmat dan Karunia-Nya, saya bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Sanggar Tari Sri Indera Ratu Di Kota Medan.Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana ilmu sosial dalam bidang ilmu Antropologi, Universitas Sumatera Utara.Skripsi ini membahas secara menyeluruh mengenai pengembangan sanggar tari tradisional Sri Indera Ratu di kota medan. Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V.

Penguraian yang saya lakukan pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I terdiri dari: Latar Belakang, Tinjauan Pustaka, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian. Bab II terdiri dari: Gambaran Umum Kota Medan, Gambaran Umum Maimun, dan Sejarah Sanggar Sri Indera Ratu. Bab III terdiri dari: Pertunjukan Tarian Persembahan, Pertunjukan Tarian Tampi, Instrumen Yang Digunakan, Struktur Organisasi, dan Peraturan Yang Diterapkan. Bab IV terdiri dari: Eksistensi Sanggar Sri Indera Ratu, Kompetisi yang Dihadapi oleh Sanggar Tari Sri Indera Ratu Dalam Melakukan Pengembangan, dan Pemahaman Masyarakat Kota Medan Tentang Sanggar Tari Tradisional. Bab V terdiri dari: Kesimpulan, dan Saran.

Medan, Mei 2018 Peneliti,

Delila Novani Rizki

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Pengembangan Sanggar Tari Tradisional di Medan”.penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 pada Bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis banyak melibatkan pihak-pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima Kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis REFLIUS BOY dan LILI CAHIRIAH yang tiada hentinya selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan materi tanpa batas, selalu mengingatkan penulis dalam hal apapun, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Tak lupa penulis mengucapkan Terima Kasih kepada Ayahanda ALM, ELLY AMRIN, tanpa beliau penulis tidak hadir di dunia ini.Kepada saudara-saudara penulis Ridho Adli Siregar,Alvino Adli Siregar, Sari Yunisa Adli Siregar, Taufik Fariza Saragih, Ewi Puspita, Rahma Dini, Syahirah Syifa Siregar, Ammar Adli Siregar, Raeesa Annasya Saragih, Alvazila Aira Siregar, Frimalia Damanik yang telah mewarnai kehidupan penulis sejauh ini, dan mengingatkan penulis dalam mengerjakan skripsi.

Terima kasih kepada pihak akademisi yaitu Dr. Muryanto Amin S.Sos,M.Si selaku dekan Fakltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Penulis Ucapkan terima kasih kepada Dr. fikarwin Zuska M. Ant sebagai Ketua Departemen Sosial.

Kepada Drs. Agustrisno, M.sp selaku dosen Penasehat Akademik selama kurang lebih hamper empat tahun penulis berada di jurusan Antropologi Sosial. Kepada

(6)

skripsi, banyak ilmu yang bermanfaat yang diberikan selama proses bimbingan yang berlangsung dan selalu memberikan semangat untuk mengerjakan skripsi.

Kepada seluruh dosen Antropologi yang juga memberikan dukungan baik itu kritik maupun saran yang telah mendidik penulis selama proses belajar mengajar.

Terima kasih kepada Kak Nurhayati dan Kak Sri sebagai staf administrasi Departemen Antropologi Sosial yang telah membantu proses administrasi selama masa kuliah hingga selesai.

Kepada teman-teman penulis selama masa perkuliahan Aprilia Anggi Lestar, Sri Clara Maharani, Tya Mirnawati, Nuridawati Lubis, Dinda Tri, Riki kurniawan, Rizki yuwidharma, serta Kerabat Antropologi di stambuk 2014 lainnya yang tIdak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih kepada Agung Adhi Laksana yang selalu setia menemai penulis dalam mengerjakan skripsi, mengingatkan dan memberikan semangat yang tiada bosannya dalam menyelesaikan skripsi penulis. Terima kasih bang Ari Satria Wibawa yang telah rela meminjamkan Laptop kepada penulis untuk mempermudah penulis mengerjakan skirpsi. Terima kasih kepada sahabat penulis Dira Zhafirah, Bebo Aprilia, Chairunisah, Habib Saragih, Nanda Rizki yang telah memberikan aura positif dan menjadi sahabat terbaik selama ini dan semoga kita semua sukses sesuai dengan apa yang dicita-citakan selama ini. Amin.

Kepada teman-teman penulis gubernur Pema Fisip USU, Fikri Hasibuan, Ahmad Fahrezi, Bay Hikmah, Arian Naufal, Guntur, Anhar Setiadi, Dwiki, Heni Nuraini, terima kasih atas kesan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan dan sebagai tempat bertukar fikiran, berdiskusi hal-hal kecil mengenai dunia kampus, dan semoga kita tetap berada digaris perjuangan.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Alm.Dra Hj.

Tengku Sita Syarisa selaku pendiri sanggar tari Sri Indera Ratu. Terima kasih kepada Dra Tengku Lisa Nelita selaku pemimpin sanggar tari Sri Indera Ratu yang telah menizinkan penulis untuk penelitian skripsi di sanggar tari Sri Indera

(7)

Ratu. Terima kasih kepada para informan yang telah disibukkan penulis dalam wawancara demi menyelesaikan skripsi penulis.

Terima kasih kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) Komisariat FISIP USU baik alumni, senior, pengurus dan calon kader yang telah memberikan banyak ilmu dan pembelajaran serta pengalaman berorganisasi didalamnya. Tanpa masuk dan bergabung di organisasi HMI Komisariat FISIP USU mungkin kehidupan penulis selama masa perkuliahan kurang menarik ketika menjadi mahasiswa. Terima kasih juga untuk kawan-kawan kepengurusan periode 2017-2018 yang telah diberikan amanah untuk menjalani proses dan meneruskan perjuangan di Hmi Komisariat FISIP USU. Bahagia HMI, Yakin Usaha sampai.

Terima kasih juga kepada kawan-kawan kepengurusan Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FISIP USU, yang memberikan kesempatan penulis untuk menjadi bendahara umum PEMA FISIP USU, dan memberikan keringanan tanggung jawab penulis untuk tetap fokus menyelesaikan skripsi penulis.

Medan, Mei 2018 Penulis

Delila Novani Rizk

(8)

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

Delila Novani Rizki, lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 27 November 1995 dari pasangan Alm. Elly Amrin dan Hj. Lili Chairiah yang merupakan anak tunggal.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Bayangkara yang kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Taman Siswa Tebing Tinggi . Melanjudkan Sekolah Menegah Pertama di SMPN 1 Kota Tebingtinggi. Melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Tebingtinggi.

Pada saat ini melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Dengan mengambil Program Study Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis aktif dalam kegiatan organisasi JKAI dan INSAN Departemen Antropologi Sosial di kampus FISIP USU, Serta HmI FISIP USU dan Pemerintah Mahasiswa FISIP USU.

Alamat E-mail aktif yang bisa dihubungi yaitu delilanovanirizki@yahoo.com Selama perkuliahan pernah mengikuti kegiatan:

1. Peserta dalam kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru Antropologi 2014 di Perapat

2. Panitia Rakernas ke 14 tahun 2015 di Medan.

(9)

3. Panitia DIES NATALIS Departemen Antropologi Sosial ke-35 tahun 2016.

4. Peserta Seminar Nasional Tentang Respon Cultural Terhadap Kebencanaan di Fakultas FISIP USU

5. Anggota Ikatan Dongan Sabutuha (INSAN) Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara dari tahun 2014 sampai dengan sekarang

6. Panitia pelaksana penerimaan mahasiswa baru antropologi 2016 di Kampus FISIP USU

7. Anggota dari Jaringan Kerabat Antropologi Indonesia dan ikut menghadiri kegiatan Sarasehan di 2014

8. Peserta Traning Of Fasilitator (TOF) Tingkat Dasar Angkatan ke-IX oleh Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di hotel Candi Medan Tahun 2017

9. Peserta Seminar Hari HAM Internasional yang diselengarakan di Universitas Sumatera Utara tahun 2014

10. Panitia Pelaksana Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Adat Sumatera Utara oleh Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia di Universitas Sumatera Utara tahun 2015

11. Pernah mengikuti kegiatan penelitian dengan metode Kuesioner dengan pihak MRC (Media Reset Center) Metro TV beberepa kali di: Aceh Tamiang, Subulusalam, Aceh Tengah, Aceh Barat Daya, Siantar.

(10)

12. Pernah Mengikuti Temu Ramah Hmi Fisip Usu dari 2014 hingga tahun 2017.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 6

1.2.1. Unsur-Unsur Kebudayaan ... 10

1.2.2. Pengertian Seni ... 11

1.2.3. Pengertian Sanggar ... 12

1.3. Rumusan Masalah ... 13

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.5. Metode Penelitian ... 15

1.5.1. Teknik Observasi ... 16

1.5.2. Teknik Wawancara Mendalam ... 17

1.5.3. Studi Dokumentasi ... 20

1.5.4. Studi Pustaka ... 20

1.6. Analisis Data ... 21

1.7. Pengalaman Lapangan ... 21

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 24

2.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 24

2.2. Gambaran Umum Istana Maimun ... 30

2.3. Sejarah Sanggar Sri Indera Ratu ... 39

2.4. Pertunjukan Tarian Persembahan ... 48

2.5. Pertunjukan Tarian Tampi ... 51

2.6. Intrumen Yang Digunakan ... 53

BAB III BUDAYA ORGANISASI SANGGAR SRI INDERA RATU.... 59

3.1. Struktur Organisasi ... 59

3.2. Peraturan Yang Diterapkan... 59

3.3. Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga ... 61

3.4. Budaya Organisasi Yang Diterapkan Sanggar Sri Indera Ratu ... 69

(12)

BAB IV PENGEMBANGAN SANGGAR SRI INDERA RATU... 72

4.1. Eksistensi Sanggar Sri Indera Ratu ... 72

4.2. Kompetisi yang Dihadapi oleh Sanggar Tari Sri Indera Ratu Dalam Melakukan Pengembangan ... 82

4.3. Pemahaman Masyarakat Kota Medan Tentang Sanggar Tari Tradisional ... 89

4.4. Mitra Kerja Pengembangan sanggar ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1. Kesimpulan ... 98

5.2. Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA…... 101 LAMPIRAN ...

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, hal ini didasarkan atas faktor sejarah terbentuknya Kota Medan yang memiliki cikal bakal dari wilayah kekuasaan Kesultanan Deli pada waktu itu. Pada perkembangan lanjutan, cikal Kota Medan sebagai sebentuk wilayah perkotaan memiliki penduduk yang dapat digolongkan pada kategori masyarakat heterogen, yaitu masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis suku, agama, ras dan golongan. Komposisi masyarakat Kota Medan terdiri atas Melayu, Batak (Mandailing, Toba,Karo, Pak-pak, Simalungun, Angkola), Jawa, Aceh, Minangkabau, Tionghoa, India (Tamil, Sikh). Komposisi masyarakat Kota Medan yang heterogen terbagi bagi atas beberapa lokasi, hal ini disebabkan karena pada awalnya lokasi tersebut merupakan daerah awal tumbuh dan berkembangnya suku tersebut di Kota Medan. Perbedaan lokasi tersebut bukan merupakan gambaran penduduk yang terpecah-belah melainkan sebagai wujud persatuan etnisitas yang dimiliki setiap masyarakat di Kota Medan.

Kesenian di Kota Medan yang mengalami perkembangan, hal ini dapat terlihat pada bidang seni Tari Tradisional, adanya lembaga yang menyediakan tempat untuk belajar Tarian, seperti keberadaan sanggar-sanggar di Kota Medan. Di dalam sebuah sanggar tari tentunya terdapat sistem budaya organisasi yang terus menerus diterapkan oleh orang-orang yang ada di dalam sanggar tari tersebut.

(14)

Fokus peneliti adalah meneliti pengembangan sanggar tari tradisional di Medan yang ada pada budaya organisasi sanggar tari tradisional.

Setiap suku-suku yang ada di sumut mempunyai tradisi atau budaya dan seni tersendiri seni tersebut sebagai berikut: 1. Tari khas melayu ( tari serampang dua belas, tari persembahan ) 2. Tari tradisiona khas Batak (tari tor-tor, tari sigale- gale, tari pisosurit) 3. Tari Tradisional khas Nias ( Tari fataele, Tari moyo, Tari maena) dan masih banyak tarian lainnya lagi.

Kota Medan juga mempunyai Sanggar Tari Tradisional sebagai berikut di antaranya adalah: Patria, Citra Budaya, Nusindo, Elcis, Semenda, Lak-Lak, Tri Arga, Sri Indera Ratu, Sumatera Ethnic, Nusa Indah Entertaiment, Gold Entertaiment dan lain sebagainya. Sanggar-sanggar tari di Kota Medan yang semakin banyak, Antara lain:

Tabel 1.1.

Nama-Nama Sanggar Tari Tradisional Di Kota Medan NAMA SANGGAR TARI

TRADISIONAL

ALAMAT DAN NOMER TELEPON Angela Sanggar Jl.H.M. Joni No.40B Telp:

(061)7363375

Sanggar Karo Indonesia Jl. Pales Raya Telp: 081263451187 Erna Dance Studio Jl. Tj. Rejo Medan Sunggal, Kota

Medan, Sumatera Utara 20132 Sanggar Tari TECE (Tradisional Etnic

Culture)

Jl. Garu 1 Gg. Jeruk No.43A, Medan Amplas, Kota Medan.

Sanggar Tari MCDC ( Medan Culture Dance Company)

Jl. Bakti Gg. Setiakawan No.189D Telp: 081262973839

Sanggar Tari Sri Indera Ratu

Jl. Sultan Ma'moen Al Rasyid No. 66, Medan Maimun, A U R, Medan

Maimun, A U R, Medan Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara 20151

Sumber: www.portalmedankreatif (diakses januari 2018)

(15)

. Tari bakunya adalah gerak dan memiliki beberapa fungsi, adapun fungsi tari yaitu sebagai tari sebagai upacara, sebagai media ekspresi, sebagai media komunikasi, sebagai media apresiasi, tari sebagai pendidikan, salah satunya sebagai media berfikir kreatif, tari sebagai hiburan. Dimana lewat tari menyebabkan seseorang peka terhadap lingkungan, tanggap terhadap kejadian apapun, teliti, dapat menambahkan rasa ingin tau, dapat merangsang seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru lewat wawasanya.

Berbicara tentang kesenian tari tradisional tentunya ada lembaga atau paguyuban yang mewadahi, yang bisa disebut juga sanggar. Sebuah sanggar akan harum namanya jika semua pengurus sanggar mampu mengembangan sebuah sanggar tersebut. Proses penciptaan tari bermula dari munculnya sebuah ide kreatif. Disini orang yang membuat atau menggarap sebuah karya tari disebut pencipta tari, penyusun tari atau koreografer. Seorang koreografer mempunyai kreativitas yang tinggi, kreativitas dalam tari adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, prodak atau ide-ide baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh penyusunnya sendiri. Untuk kemudian dilanjutkan dengan bereksplorasi geraksesuai dengan ide garapan. Selanjutnya proses penciptaan tari berlanjut padapenambahan musik pengiring. Eksplorasi merupakan proses berfikir, berimajinasi, merasakan, dan merespon suatu obyek untuk dijadikan bahan dalam karya tari. Wujudnya bisa berupa benda, irama, cerita, dan sebagainya, eksplorasi dilakukan melalui rangsangan seperti rangsangan visual, audio, alam dan lain-lain.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan improvisasi lalu pembentukan. Permintaan tari mengalami kemajuan yang pesat, khususnya di KotaMedan. Kesenian sebagai

(16)

salah satu ikon untuk kepariwisataan, dimana banyaknya event tari yang di selenggarakan, misalnya pada agenda tahunan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) dimana setiap malamnya mempertunjukan kesenian-kesenian dari berbagai derah yang ada di Sumatera. Dinas Pariwisata Kota Medan menggalakkan kesenian untuk selalu di pertunjukan, ketika ada tamu Negara atau acara-acara yang bersifat pertemuan antar negara, ditampilkan tari-tarian untuk menghibur para tamu. Seperti pada acara dinner pertukaran antar pelajar Indonesia dan jepang yang diselanggarakan di Medan Club.

Kemudian diadakannya Festival Budaya Melayu berbagai kesenian juga dipertunjukan dan diperlombakan. Banyaknya bermunculan Sanggar-sanggar tari di Kota Medan tidak terlepas karena bidang ini dapat menghasilkan keuntungan yang bernilai materi, sehingga perubahan jasa menjadi nilai yang dapat di jual untuk mendapatkan keuntungan materi di sebut dengan Komodifikasi.

Kemunculan ini di sebabkan karena terjadinya Globalisasi.

Banyaknya permintaan pasar terhadap tari-tarian maka terkadang koreografer kurang memperhatikan bagaimana seharusnya bagaimana proses penciptaan tari yang sebenarnya, hanya berfokus pada penciptaan tari yang bersifat komersil, permintaan pasar yang banyak dan waktu yang tersedia cukup mendadak membuat karya tari yang dibuat bersifat instan sehingga tidak sempat lagi berfikir bagaimana yang seharusnya hasil karyanya bisa berfungsi sebagai media pendidikan, sebagai media apresiasi.

Kajian mengenai Sanggar tari tentunya sudah banyak dilakukan. Seperti hal nya kajian Melisa Nafitri (2010) tentang Manajemen Sanggar Tari Pesona

(17)

Nusantara Di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Dalam kajiannya Melisa mendeskripsikan bahwa perbedaan antara manajemen tradisional dan profesional terletak pada penerapan fungsi manajemen pada masing-masing organisasi. Manajemen Tradisional pada prakteknya lebih dominasi oleh peran pimpinan dalam mengelola dan memutuskan segala urusan terkait dengan sanggar. Sedangkan manajemen profesional melaksanakan segala semua peran pengurus berdasarkan job description yang telah ditentukan oleh pimpinan.

Berbeda halnya dengan hasil kajian tersebut, peneliti lebih ingin mencari tau tentang pengembangan sanggar tari tradisional di Medan, peneliti melihat dari aspek bagaimana budaya organisasi yang di terapkan dalam sebuah sanggar tari untuk bersaing di kancah hiburan, atau perlombaan dan event yang ada di Medan maupun luar Medan. Dan peneliti juga ingin tau bagaimana cara sebuah sanggar tari mempertahankan eksistensi sanggar tari tersebut.

Pengelola sanggar seni tradisional di Sumatera Utara khususnya kota Medan masih belum banyak yang memahami pengelolaan seni tari tradisional secara profesional. Akibatnya, pengembangan seni tradisional kalah jual dibandingkan dengan seni modern. Tari yang bersifat komersil tidak hanya cukup dengan gerak- gerak tari yang di tampilkan, namun sangat memperhatikan penari-penari yang secara fisik bisa menarik perhatian, seperti tinggi badan, keidealan tubuh penari, cantik dan lain sebagainya. Walaupun kualitas gerak tidak memadai namun dengan ditunjang dengan penampilan para penari, maka itu bisa menjadi nilai jual di pasar. Disini penulis akan mengambil contoh sanggar tari yang ada di Kota Medan dan sesuai dengan topik yang di bahas yakni sanggar Tari Sanggar Tari Sri

(18)

Indera Ratu alamatnya di Jl. Sultan Ma’moen Al Rasyid No.66 Kota Medan bertepatan di Istana Maimun Medan sanggar tari ini merupakan Sanggar Tari Tradisional yang sudah lama berdiri di Medan dan cukup terkenal dimsa lalu.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengkaji tentang Sanggar Tari sri Indera Ratu.

1.2. Tinjuan Pustaka

Sebuah sanggar tari merupakan pendidikan non formal yang sangat berperan penting dalam melestarikan budaya yang di miliki Indonesia khususnya Kota Medan, lalu jika sebuah sanggar tari didirikan tentukan ada cara cara yang di terapkan dalam sanggar tari untuk pengembangan dan bersaing antar seluruh sanggar tari yang ada di Medan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengembangan secara etimologi berasal dari kata kembang yang berarti menjadi tambah sempurna (tentang pribadi, fikiran, pengetahuan dan sebagainya), pengembangan berart proses, cara, perbuatan.

Edwin B. Flippo mendefinisikan pengembangan sebagai berikut: “Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh”, sedangkan latihan di definisikan sebagai berikut: “Latihan adalah merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu”.

Sanggar Pengertian “sanggar” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat untuk kegiatan seni (KBBI, 2008: 1261). Dengan kata lain, istilah sanggar dapat diartikan sebagai sebuah tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu

(19)

komunitas atau sekelompok orang untuk berkegiatan seni seperti seni tari, seni lukis, seni kerajinan atau seni peran. Kegiatan yang ada dalam sebuah sanggar berupa kegiatan pembelajaran tentang seni, yang meliputi proses dari pembelajaran, penciptaan, hingga produksi. Semua proses hampir sebagian besar dilakukan di dalam sanggar (Gusti, 2008 : artikel).

Seni Tari merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan tubuh sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi seni. Seni tari ibarat bahasa gerak yang merupakan alat ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja, pada waktu kapan saja. Menurut Doubler yang dikutip oleh Seriati (2008:6) mengartikan tari sebagai ekspresi gerak ritmis dari keadaan-keadaan perasaan yang secara estetis dinilai, yang lambang-lambang geraknya dengan sadar dirancang untuk kenikmatan serta kepuasan dari pengalaman ulang, ungkapan, berkomunikasi, melaksanakan, serta penciptaan dari bentuk-bentuk. Menurut Hawkins, tari adalah ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya (Hawkins, 1990:2). Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak, sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihan-latihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang mempelajarinya. 20 Tari sering kita lihat dalam berbagai acara baik melalui media televisi (TV), maupun berbagai kegiatan lain seperti pada acara khusus berupa pergelaran tari, acara kenegaraan,

(20)

keagamaan, perkawinan, dan acara yang berkaitan dengan upacara adat. Tari merupakan salah satu cabang seni, di mana media ungkap yang digunakan adalah tubuh. Tari mendapat perhatian besar di masyarakat. Tari ibarat bahasa gerak merupakan alat ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja, pada waktu kapan saja.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Berdasarkan dari hasil-hasil penelitian yang ada di Indonesia selama Orde Baru berkuasa sampai Orde Reformasi mengisyaratkan bahwa kesenian tradisi, sesuatu yang bukan hanya diartikan sebagai sekedar media hiburan atu alat komunikasi melainkan sebagai ekspresi diri sumber inspirasi gerakan spiritual sebuah komunitas lokal, berhadapan dengan dua kekuatan dalam struktur sosial: agama dan negara (Novi Anoegrajekti, 2015 : 81-99).

Sanggar tari adalah sebuah organisasi yang bergerak dibidang kesenian dan budaya, salah satunya adalah sanggar tari tradisional, sebuah organisasi tentunya memiliki budaya yang diterapkan organisasi tersebut.

Pengertian budaya organisasi menurut Schein adalah suatu pola dari asumsi- asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi dan menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu

(21)

diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Uthans (1998) menyebutkan sejumlah karekteristrik yang penting dari budaya organisasi, yang meliputi:

1. Aturan-aturan perilaku

Aturan-aturan perilaku, yaitu bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi.

2. Norma

Norma adalah standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. Lebih jauh dimasyarakat yang kita kenal dengan adanya norma agama, norma sosial, norma adat dll.

3. Nilai-nilai dom inan

Nilai-nilai dominan adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya produktifitas dan efisiensi serta disiplin kerja.

4. Filosofi

Filosofi adalah kebijakan yang dipercayai organisasi tentang hal-hal yang yang disukai karyawan dan pelanggannya seperti “kepuasan anda adalah harapan kami”, “konsumen adalah raja” dll.

5. Peraturan-peraturan

Peraturan-peraturan adalah aturan-aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus memelajari peraturan ini agar keberadaanya dapat diterima dalam organisasi.

(22)

6. Iklim organisasi

Iklim organisasi adalah keseluruhan “perasaan” yang meliputi hal-hal fisik bagaimana para anngota berinteraksidan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah

tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

1.2.1. Unsur-unsur Kebudayaan

Suatu kebudayaan tidak akan pernah ada tanpa adanya beberapa sistem yang mendukung terbentuknya suatu kebudayaan. Sistem ini kemudian disebut sebagai unsur yang membentuk sebuah budaya, mulai dari bahasa, pengetahuan,

(23)

tekhnologi dan lain lain. semua itu adalah faktor penting yang harus dimiliki oleh setiap kebudayaan untuk menunjukkan eksistensi mereka. Tujuh unsur budaya yaitu: Bahasa, Sistem Pengetahuan, Organisasi Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencarian Hidup, Kesenian, Sistem Religi. Di dalam tujuh unsur kebudayaan tersebut terdapat satu unsur yaitu Kesenian. Kesenian Merupakan suatu sistem keindahan yang didapatkan dari hasil kebudayaan serta memiliki nilai dan makna yang mendukung eksistensi kebudayaan tersebut.

1.2.2. Pengertian Seni

Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu.

Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta). Cabang-cabang seni ada 5 yaitu: Seni Rupa Seni Tari/Gerak, Seni Suara/Vocal/Musik, Seni Sastra, Seni Teater/Drama.

(24)

Seni tari adalah ungkapan jiwa yang mengandung unsur keindahan dalam bentuk gerakan yang teratur sesuai dengan irama yang mengiringinya. Tari adalah keindahan gerak anggota-anggota tubuh yang bergerak, berirama, dan berjiwa yang harmonis.

1.2.2.1.Jenis Tari Tradisional

Tari tradisional adalah tari yang berkembang di daerah tertentu yang berpijak dan berpedoman luas pada adaptasi kebiasaan turun-temurun dan dianut oleh masyarakat pemilik tari tersebut. Tari tradisional dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Tari tradisional klasik

2. Tari tradisional folkasik (tari rakyat) 1.2.2.2.Jenis Tari Kreasi

Tari kreasi adalah tari yang memiliki ciri gerak yang tidak lagi mengikuti pola- pola dan ramuan-ramuan yang menetap. Tari kreasi berasal dari tari tradisional yang sudah dkembangkan. Contohnya Tari Oleg Tambulilingan dari Bali dan dan Tari Kipas dari Sumatra. Tari kreasi dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Tari modern 2. Tari kontemporer

1.2.3. Pengertian Sanggar

Sanggar adalah suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk melakukan suatu kegiatan.Selama ini suatu tempat dengan nama “sanggar” biasa digunakan untuk kegiatan sebagai berikut:

(25)

1. Sanggar ibadah: tempat untuk beribadah biasanya di halaman belakang rumah (tradisi masyarakat Jawa zaman dulu).

2. Sanggar seni: tempat untuk belajar seni (lukis, tari, teater, musik, kriya/kerajinan dll).

3. Sanggar kerja: tempat untuk bertukar fikiran tentang suatu pekerjaan.

4. Sanggar anak: tempat untuk anak-anak belajar suatu hal tertentu di luar kegiatan sekolah, dll.

Menurut William H. Haviland Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat.

Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterimadengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudiansetelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya.

Kuntjaraningrat mengatakan bahwa Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide- ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari manusia itu sendiri dan pada umumnya berwujud berbagai benda-benda hasil ciptaan manusia. Tari juga merupakan hasil karya manusia.

1.3. Rumusan Masalah

(26)

Dari berbagai pernyataan sebelumnya dan seiring berkembangnya zaman, kesenian tradisional semakin hilang dan hampir punah. Adapun penyebab dari hidup dan matinya sebuah seni tari tradisional ada bermacam-macam. Ada yang disebabkan oleh masalah ekonomi, ada yang tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk pertunjukan lain oleh karenanya kesenian yang kita miliki ini patut untuk dipertahankan. Berdasarkan hal tersebut maka masalah yang diajukan adalah bagaimana pengembangan Sanggar tari Tradisional di Medan?

Permasalahan ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana budaya organisasi di Sanggar Sri indera ratu?

2. Aspek-aspek apa saja yang menjadi penunjang eksistensi Sanggar Tari Tradisional di Sanggar Sri Indera Ratu?

3. Bagaimana persaingan/kompetisi Sanggar Tari Tradisional di Medan?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat penting, karena itu melalui tujuan dan manfaat itulah suatu penelitian dapat dimengerti oleh peneliti maupun dibaca oleh publik. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengembangan Sanggar Tari Tradisional di Medan.

Penulis berharap hasil dari penelitian tentang pengembangan Sanggar Tari Tradisional di Medan ini dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

(27)

a. Bagi masyarakat Kota Medan, dapat menambah pengetahuan untuk memotivasi agar melestarikan seni tari melalui ikut berpartisipasi dalam kegiatan sanggar.

b. Bagi pelaku kebijakan dalam bidang seni di Kota Medan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan eksistensi kesenian Kota Medan khususnya seni tari melalui peningkatan dan pengembangan mutu sanggar tari dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional

c. Bagi pembaca diharapkan penelitian dapat menambah wawasan kesenian daerah dan dapat mengetahui perkembangan kesenian khususnya tari tradisional di Kota Medan

d. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentangpengembangan sanggar tari tradisional di medan sekaligus sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yangdiperoleh selama pendidikan.

2. Manfaat Teoritis

a. Dapat dijadikan bahan rujukan guna penelitian lebih lanjut tentang Pengembangan Sanggar Tari Tradisional di Medan.

b. Sebagai bentuk dokumentasi tertulis pengembangan sanggar tari tradisional di Medan.

c. Menambah apresiasi mahasiswa tentang Studi Antropologi Tari.

1.5. Metode Penelitian

(28)

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan bagaimana kondisi Sanggar Tari dalam pengembangannya yang berada di lokasi penelitian. Sesuai yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (2009) penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar gejala lain dalam masyarakat.

Teknik penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan Teknik Observasi Non Partisipasi dan Teknik Wawancara Mendalam.

1.5.1. Teknik Observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian yang melibatkan pancaindra (Bungin, 2007:115). Observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi.

Observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan lansgsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan.

Observasi ataupun pengamatan dilakukan untuk melihat bagaimana cara sebuah Sanggar Tari mempertahankan eksistensinya sanggar yang di observasi ialah sanggar tari Sri Indera Ratu. Oleh sebab itu peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat Pengembangan Sanggar Tari Tradisional di Sri Indera Ratu. Observasi yang digunakan merupakan observasi non partisipan karena peneliti ingin melihat Budaya Organisasi yang diterapkan dalam sebuah Sanggar Tari Sri Indera Ratu untuk mempertahankan sanggar tari tersebut.Observasi

(29)

nonpartisipasi (Non Participant Observation) yaitu observer tidak diambil bagian secara langsung didalam situasi kehidupan yang diobservasi, tetapi dapat dikatakan sebagai penonton, jadi tidak sebagai pemain.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan peneliti melihat bentuk-bentuk tidak sesuai dari masa lalu hingga sekarang, tidak adanya lagi ketetapan pengurus untuk mentaati ADRT yang di terapkan sanggar tari Sri Indera ratu. Peneliti juga melihat segala bentuk kegiatan yang dilakukan sanggar tari sri Indera ratu sehingga peneliti dapat melihat bagaimana peningkatan eksistensi dan pementasan kesenian yang dilakukan sanggar Sri Indera Ratu. Metode observasi sangat membantu peneliti untuk melihat seluruh hal yang ingin peneliti ketahui dari sanggar tari Sri Indera Ratu.

1.5.2. Teknik Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan ata tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2007:108).

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik wawancara.

Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara nara sumber dan pewawancara. Menurut Esterberg (2002) yang dimaksud dengan wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya Jawab, sehinga dapat dikondisikan makna dalam suatu topik tertentu.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yaitu:

(30)

1. Ketua Sanggar Tari Sri Indra Ratu (sebagai informan inti), yaitu T. Lisa Nelita.

2. Pelatih Sanggar Tari Sri Indra Ratu, yaitu T. Lisa Nelita.

3. Tim pengelola lain yang ada di Sanggar Tari Sri Indra Ratu (Tokoh Masyarakat), yaitu Agung dan Sasmita.

4. Siswa-siswa dari Sanggar Tari Sri Indra Ratu, yaitu Widi Aprilia.

Walaupun hampir setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang dapat menjadi informan yang baik. Informan yang baik yaitu informan yang dapat memberikan jawaban ataupun informasi yang ditanyakan dan dapat membantu menyelesaikan permasalahan dengan informasi yang diberikan.

Dalam proses wawancara membutuhkan suatu keterampilan dalam membina hubungan baik antara penelitian dengan informan atau di dalam antropologi lebih dikenal dengan istilah rapport. Keterampilan ini dibutuhkan untuk mengurangi kecurigaan inforan terhadap peneliti, sehingga dngan keterbukaan tersebut diharapkan informan dapat memberikan informasi berupa data terkait dengan masalah peneliti. Untuk menjalin rapport ini merupakan suatu keterampilan yang perlu dilatih. Cara-cara yang peneliti lakukan dalam menjalin hubungan baik dengan informan ini yaitu dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri dan sering-sering berkunjung. Setelah kehadiran peneliti mulai dapat diterima oleh informan, maka dilakukan tahap penjajakan dengan cara melontarkan pertanyaan semakin mendalam dan menjurus pada inti masalah dalam penelitian ini, sehingga terjadilah jalinan kerja sama dengan informan. Pada tahapan berikut akan terjadi

(31)

suatu partisipasi, dimana informan memberikan informasi penting yang belum peneliti sadari sebelumnya untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Perlu ditekankan di sini, bahwa dalam menjalin rapport ini terkadang harus dilakukan pertemuan secara intens berkali-kali. Hal ini bertujuan agar data yang didapatkan benar-benar mendalam dan menggambarkan apa yang ada di dalam pola fikiran mereka.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam ( depth interview).

Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data-data dengan mengajukan pertanyaan mendalam yang berkaitan tentang sanggar tari Sri Indera ratu. Proses wawancara dilakukan dibeberapa tempat seperti di sanggar tari Sri Indera Ratu tepatnya di istana maimun, di rumah salah satu informan tokoh masyarakat dan lain sebagainya yang memungkinkan dan disetujui oleh para informan. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan tape recorder dengan tujuan untuk memudahkan proses wawancara. Rekaman tersebut akan dicatat ulang dalam transkip wawancara. Peneliti dalam menggunakan metode wawancara banyak mendapatkan informasi tentang sanggar tari Sri Indera Ratu.

Metode wawancara yang peneliti gunakan dilapangan dibantu dengan interview guide yang sebelumnya telah peneliti susun sebelum melakukan wawancara.

1.5.3. Studi Dokumentasi

Selain tekni interview (wawancara) yang menjadi dasar teknik penelitian ini, peneliti juga akan menggunakan metode tambahan seperti studi dokumentasi yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam mencari data dengan akurat sesuai

(32)

dengan aspek penelitian yang akan dikaji di lapangan. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan khusus, rekaman kaset, rekaman video, foto, dan lain sebagainya.

1.5.4. Studi Pustaka

Studi pustaka sangat dibutuhkan oleh peneliti. Jenis-jenis kepustakaan yang peneliti gunakan yaitu beberapa buku, jurnal, artikel, skripsi dan beberapa data- data statistik yang bersumber dari media cetak dan elektronik yang berkaitan judul skripsi penulis yaitu sanggar Sri Indera Ratu dan berkaitan juga terhadap seni tari tradisional. Sumber-sumber data yang mendukung skripsi ini kemudian dipahami dan diresume kembali oleh peneliti hal-hal mana saja yang diperlukan. Hal tersebut membantu peneliti dalam mengetahui bagaimana pengembangan sanggar tari tradisional di Medan serta tentang sanggar tari Sri Indera Ratu.

1.6.Analisis Data

Analisis data merupakan proses untuk menatur dan mengkategorikan data- data yang didapat dilapangan (field note). Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang berisi hasil wawancara dan observasi secara mendalam.

Setelah proses tersebut, langkah selanjutnya adalah membuat catatan lapangan yang berisikan inti atau rangkuman dari hasil penelitian. Data yang telah dirangkum kemudian dibuat suatu pengkatagorian berdasarkan tema. Penelitian ini juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi yang berkaitan dengan penelitian.

(33)

1.7. Pengalaman Penelitian

Penulisan skripsi ini bagi penulis merupakan hal pertama dalam membuat tulisan karya ilmiah. Tak mudah memang bagi penulis untuk membuat sebuah skripsi ini. Pada awalnya penulis merasakan kesulitan dan kebingungan dalam sebuah pengerjaan skripsi. Namun dengan segala usaha dan berkali kali di bimbing oleh pembimbing akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin.

Dalam pembuatan skripsi ini penelitian harus melakukan beberapa hal seperti observasi partisipasi dan wawancara kepada beberapa orang informan penelitian untuk menggali data dan informan yang dicari. Pengalaman penelitian dalam melakukan observasi partisipasi di dalam ruang lingkup sanggar tari Sri Indera Ratu bagi penulis tidaklah terlalu memiliki hambatan, penulis mampu dengan cepat berbaur dan menjalin rapport dengan lingkungan penelitian, setelah penulis mendapatkan surat penelitian dari departemen antropologi, penulis langsung memberikan surat izin penelitian tersebut kepada pihak sanggar tari Sri Indera Ratu sembari berkenalan dengan pengurus-pengurus inti Sri Indera Ratu.

Dalam pengurusan surat, penulis hanya mengalami masalah di waktu dikarenakan untuk datang ke Sri Indera Ratu bertemu dengan pimpinan sanggar harus di hari sabtu ketika ada latihan nari.

Setelah semua urusan surat menyurat selesai dan penulisan mendapatkan izin untuk melakukan penelitian lapangan di Sri Indera Ratu penulis mulai bertemu dengan beberapa orang informan dan melakukan wawancara. Orang yang

(34)

pertama peneliti wawancarai adalah anak dari pimpinan sanggar tari Sri Indera Ratu yang merupakan bagian dari pengurus yaitu bendahara Sri Indera Ratu.

Selain pengurus Sri Indera Ratu penulis juga melakukan wawancara terhadap beberapa masyarakat serta murid-murid yang belajar menari di sanggar Sri Indera Ratu.

Dalam hal mewawancarai informn di Sanggar Sri Indera Ratu ada banyak suka dan dukanya. Sukanya di sanggar Sri Indera Ratu penulis tidak di asingkan bahkan penulis di ikut sertakan dalam mengajar anak anak menari, karena peneliti mempunyai pengalaman dalam menari. Mereka semua merespo baik tujuan dari penelitian ini, dukanya dalam mewawancarai informan di Sri Indera Ratu terkendala hanya di waktu saja, yang dimana peneliti hanya bisa bertemu setiap hari minggu jam 10 pagi sampai dengan jam 12 siang. Terkadang peneliti harus menun ggu sampai latihan menari selesai.

Sering kali peneliti gugup dalam melakukan wawancara, terkadang penyampaian bahasa pertanyaan yang ditanyakan susah di pahami oleh masyarakat dikarenakan gugup. Namun hal itu pelan-pelan bisa di atasi dan bisa dilaksanakan dengan baik. Selain itu, peneliti juga semppat mengikuti beberapa kegiatan yang dilakukan Sanggar Tari Sri Indera Ratu salah satunya yaitu: latihan setiap hari minggu dan penampilan tarian di salah satu acara pernikahan.

(35)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Gambaran Umum Kota Medan

Pada zaman dahulu kota Medan dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha.Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka.Sungai-sungai itu adalah Sei Deli,Sei Babura,Sei Sikambing,Sei Denai,Sei Putih, Sei Bedera, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus.Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita,pemimpin Karo yang tinggal dikampung Pekan.Ia menolak menggantikan ayahnya dan lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistik,sehingga akhirnya dikenal sebagai Guru Patimpus.Antara tahun 1614-1630 M, ia belajar agama islam dan diislamkan oleh Datuk Kota Bangun,setelah kalah dalam adu kesaktian (Marco Limbong, 2015).

Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan,pimpinan daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli.Dia pun lalu memimpin desa tersebut. Oleh karena itu,nama Guru Patimpus saat ini diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di kota Medan. Sejak zaman penjajahan,masyarakat selalu merangkaikan Medan dengan Deli,tetapi setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan – Delisecara berangsur-angsur lenyap. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata Medan itu sendiri, diantaranya:

(36)

dari catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16 disebutkan bahwa Medan berasal dari nama “Medin”.

Medan pertama kali ditempati oleh orang-orang suku batak Karo, hanya setelah penguasa aceh, Sultan Iskandar Muda mengirim panglimanya yang bernama Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil kerajaan Aceh di Tanah Deli.

Setelah itu kerajaan Deli mulai berkembang.Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan di Medan. Dimasa pemerintahan sultan deli kedua,Tuanku Panglima Parunggit (memerintah dari tahun 1669-1698) terjadi sebuah perang kavaleri di Medan.Sejak saat itu,Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli.Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an,ketika penguasa-penguasa Belanda mulai membebaskan tanah untuk perkebunan tembakau.

Maret 1864,Nienhuys yang merupakan pedagang tembakau asal Belanda,mengirim contoh tembakau hasil kebunnya ke Rotterdam,Belanda untuk diuji kualitasnya.Ternyata,daun tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan pembalut cerutu.Perjanjian tembakau ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusatDeli Mij di Labuhan.Dengan perpindahan kantor tersebut,Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan,sekaligus menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat.

Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land atau tanah

(37)

uang.Perkembangan Medan menjadi pusat perdagangan,telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 1879,ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatra Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada dikampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimun pada tanggal 18 Mei 1891 dan dengan demikian ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan. Medan sebagai embrio sebuah kota secara kronologis berawal dari peristiwa penting tahun 1918,yaitu pada saat Medan menjadi Gemeente (kota administratif),tetapi tanpa memiliki wali kota sehingga wilayah tersebut tetap dibawah kewenangan penguasa Hindia Belanda.

Kota administratif Medan dibentuk melalui lembaga bernama “komisi pengelola dana kotamadya”, yang dikenal dengan sebutan Negorijraad. Berdasarkan

“Desentralisatie Wet Stbl 1903 No 329”,lembaga lain dibentuk yaitu

“Afdeelingsraad Van Deli” yang berjalan bersama Negorijiraad sampai dihapuskan tanggal 1 April 1909,ketika Cultuuraad dibentuk untuk daerah diluar kota.Maka, tanggal 1 April 1909 ini sempat dijadikan tanggal lahir kota Medan sampai dengan tahun 1975.Pimpinan Medan Municipal Board saat didirikan tanggal 1 April 1909 adalah Mr.EP Th Maier yang menjabat sebagai pembantu Residen Deli Serdang. Namun sejak 26 Maret 1975,lewat keputusan DPRD NO.4/DPRD/1975 yang didasari banyak pertimbangan,ditetapkan bahwa hari lahir kota Medan adalah 1 Juli 1590.

Saat ini Kota Medan terletak antara 2o.27’-2o.47’ Lintang Utara dan 98o.35’- 98o.44’ Bujur Timur. Kota Medan 2,5-3,75 meter di atas permukaan laut. Kota

(38)

Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 23,0 oC- 24,1 oC dan suhu maksimum berkisar antara 30,6 oC-33,1 oC serta pada malam hari berkisar 26 oC-30,8 oC. Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 78%-82%. Sebagian wilayah di Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai Barat Belawan dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Kota Medan menjadi tergolong panas. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30'-3° 43' Lintang Utara dan 98° 35'-98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut.

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

(39)

Gambar 2.1.

Peta Kota Medan

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya

(40)

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan.

Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan, yakni :

1. Medan Tuntungan dengan 9 Kelurahan 2. Medan Johor dengan 6 Kelurahan 3. Medan Amplas dengan 8 Kelurahan 4. Medan Denai dengan 5 Kelurahan 5. Medan Area dengan 12 Kelurahan 6. Medan Kota dengan 12 Kelurahan 7. Medan Maimun dengan 6 Kelurahan 8. Medan Polonia dengan 5 Kelurahan

(41)

9. Medan Baru dengan 6 Kelurahan 10. Medan Selayang dengan 6 Kelurahan 11. Medan Sunggal dengan 6 Kelurahan 12. Medan Helvetia dengan 7 Kelurahan 13. Medan Petisah dengan 7 Kelurahan 14. Medan Barat dengan 6 Kelurahan 15. Medan Timur dengan 11 Kelurahan 16. Medan Perjuangan dengan 9 Kelurahan 17. Medan Tembung dengan 7 Kelurahan 18. Medan Deli dengan 6 Kelurahan 19. Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 20. Medan Marelan dengan 4 Kelurahan 21. Medan Belawan dengan 6 Kelurahan

2.2. Gambaran Umum Istana Maimun

Istana Maimun adalah istana Kesultanan Deli yang merupakan salah satu ikon kota Medan, Sumatera Utara, terletak di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun. Istana ini didesain oleh arsitek Italia dan dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan.

(42)

Istana Maimun terdiri dari dua lantai dan memiliki tiga bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan. Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu.

Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam wiridan keluarga).

Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Belanda, Spanyol, India, Turki dan Italia. Perpaduan kebudayaan Belanda terlihat dari perabotan istana seperti meja, kursi, toilet, lemari dan pintu dan jendela yang tinggi serta prastati yang ada di depan tangga ditulis dengan menggunakan bahasa Belanda.

Beberapa pintu yang ada di istana itu menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan (arcade) pada atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jika soal nomor 3, 5, dan 8 harus dikerjakan dan peserta ujian hanya diminta mengerjakan 8 dari 10 soal yang tersedia, maka banyaknya cara seorang peserta ujian memilih soal

Menurut Kotler dan Amstrong (2016:78) dalam variabel harga ada beberapa unsur kegiatan utama harga yang meliputi tingkatan harga, diskon, potongan harga dan periode

Penulisan skripsi ini yang berjudul : KEDUDUKAN SUAKA MARGA SATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT DITINJAU DARI SEGI HUKUM INTERNASIONAL adalah guna untuk

menjadi panduan dalam mewujudkan komunikasi yang efektif, yaitu: (1) mendidik diri sendiri misalnya dengan cara mengembangkan pengetahuan tentang kebudayaan orang lain

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada BAB IV, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan skor motivasi belajar akuntansi siswa

(2) Dalam Siklus II aktivitas tindakan meningkatkan aktivitas belajar menulis teks mnolog berbentuk descriptive/ procedure melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif

Tujuan Umum disusunnya laporan ini adalah untuk menyusun Laporan Praktek Kerja dan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir pada Program Studi

Kemajuan ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kendaraan dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan meningkatkan pencemaran udara.Hal ini sangat