• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Sanasintani,S.Th.,M.Pd Sanasintani, dilahirkan tanggal 02 Nopember 1964 di Tampa Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tenga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dr. Sanasintani,S.Th.,M.Pd Sanasintani, dilahirkan tanggal 02 Nopember 1964 di Tampa Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tenga"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Sanasintani, dilahirkan tanggal 02 Nopember 1964 di Tampa Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Sang ibu bernama Annie dan ayah Frederik Pundeh.

Pendidikan tinggi yang pernah dilalui, yakni: Strata Satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Kristen di Universitas Kristen Palangka Raya lulus tahun 2005. Tahun 2006 masuk Strata Dua (S2) Program studi Manajemen Pendidikan di Universitas Lambung Mangkurat selesai tahun 2008. Tahun 2009 masuk Strata Tiga (S3) program studi manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Malang (UM) lulus tahun 2012.

Pengalaman pekerjaan

1. Tahun 2000-2005 Guru PAK dibawah kemenag Kab Kapuas 2. 2005-2009 tenaga administrasi di STAKN Palangka Raya

3. Tahun 2009-sampai sekarang dosen tetap STAKN/IAKN Palangka Raya

4. Selain itu menjadi dosen luar biasa di Universitas Terbuka (UT), Universitas Palangka Raya (UPR), dosen Poltekes P.Raya, dosen Universitas Muhamadiyah Palangka Raya.

5. Asesor BAN S/M tahun 2013-2017; Pelatih Asesor BAN S/M 2014-sekarang; anggota BAN S/M tahun 2018-2021.

6. Ka Perpustakaan STAKN Palangka Raya tahun 2008. Ka Pusat Penelitian STAKN Palangka Raya dari th 20015-2019. Wakil Ketua 1 Bidangan Akademik dan pengembangan Lembaga STAKN/IAKN Palangka Raya tahun 2019-sekarang.

PENELITIAN KUALITATIF

Dr.

Sanasintani,S.Th.,M.

P

d

(2)
(3)
(4)

PENELITIAN KUALITATIF

Dr. Sanasintani, S.Th.,M.Pd

(5)

Sanksi Pelanggaran Pasal 22

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak

PENELITIAN KUALITATIF Penulis:Dr. Sanasintani,S.Th.,M.Pd Layout Isi dan Sampul: Tim Penerbit Selaras @copyright 2020

Diterbitkanoleh: Penerbit Selaras

Perum. Pesona Griya Asri A-11 Malang 65154

Tlp.: 0341-9405080 Anggota IKAPI

Hak ciptadilindungiundang-undang Jumlah : viii + 117 hlm.

Ukuran : 15,5 x 23 cm Cetaka I : Januari 2020 ISBN :978-602-6228-19-2

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis sampaikan ucapan rasa syukur kehadapan TuhanYang Maha Esa yang telah memberikan kemampuan untuk menyelesaikan Penulisan Buku Penelitian Kualitatif ini. Tanpa Anugerah-Nya dan kecemerlangan pikiran serta kesehatan yang beliau berikan kepada penulis, tidaklah mungkin semua ini bisa terwujud.

Penelitian Kualitatif dalam buku ini adalah merupakan sebuahyang relative baru dalam penambahan diri penulis.Buku ini memberikan inspirasi bagi bagi sahabat yang seprofesi dengan penulis. kepada saudaraku semua lakukan dan lanjutkan perjuangan ini.

S e m o g a k e s e m p a t a n ya n g b a i k i n i a k a n k i t a gunakanseoptimal mungkin, sehingga apa yang kita cita-citakan bisatercapai dan memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagimasyarakat kampus Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) palangkaraya.

Penulis menyadari bahwa dalam isi buku ini masih banyakterdapat kekurangan. Untuk itu Penulis menyatakan diri terbukaterhadap segala bentuk kritik dan perbaikan yang akan sangatberguna bagi penyempurnaan buku Penelitian Kualitatif berikutnya.

Palangkaraya, Januari 2020

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

BAB I INDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH... 1

A. Identifikasi Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 11

BAB II PENELITIAN KUALITATIF... 14

A. Pendahuluan... 14

B. Ilmu Pendukung Penelitian Kualitatif... 15

C. Terminologi Penelitian Kualitatif... 17

D. Variabel, Karateristik dan Kriteria Keabsahan Data ... 18

E. Pengumpulan Data, Analisis Data dan Sistematika... 27

BAB III PENELITIAN STUDI KASUS... 45

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian... 45

B. Kehadiran Peneliti ... 48

C. Lokasi Penelitian ... 49

D. Sumber Data... 52

E. Teknik Pengumpulan Data... 43

F. Teknik Analisis Data... 57

G. Pengecekan Keabsahan Data ... 68

(8)

BAB IV JENIS-JENIS PENELITIAN KUALITATIF .. 75 A. Penelitian Deskriptif (Descriptive Research).... 75 B. Penelitian Sejarah (Kualitatif) ... 81 C. Penelitian Koerelasional (Kuantitatif)... 88 D. Penelitian Kausal Komparatif (Kuantitatif) . 89

BAB V PENELITIAN KUALITATIF ... 91

BAB VI DAFTAR PUSTAKA ... 102

BAB VII TATA CARA PENYUSUNAN PENELITIAN KUALITATIF ... 108 A. Cara Penyusunan Proposal Penelitian ... 108 B. Kriteria Keabsahan Data Penelitian ... 114

(9)
(10)

BAB I

INDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN

MASALAH

A. Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam penelitian adalah kesulitan yang dirasakan oleh peneliti pemula atau orang awam maupun para peneliti, permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan. Secara umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah sebagai (gap) antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan yang ada. Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara das sollen dan das sain, yakni kesenjangan antara apa yang seharusnya (harapan) dan apa yang ada dalam kenyataan sekarang.

Menurut Notoadmojo Suatu kesenjangan (gap) antara apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi tentang suatu hal, atau antara kenyataan yang ada atau terjadi dengan yang seharusnya ada atau terjadi serta harapan dan kenyataan. Kesenjangan tersebut dapat mengacu ke ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Penelitian diharapkan mampu mengantisipasi kesenjangan-kesenjangan tersebut.

Masalah yang perlu dijawab melalui penelitian cukup banyak dan bervariasi, misalnya masalah dalam bidang pendidikan saja padat di kategorikan menjadi beberapa sudut tinjauan yaitu masalah kualitas, pemerataan, relevansi, dan efisiensi pendidikan.

Dari masalah-masalah yang ada, peneliti perlu mengidentifikasi, memilih dan merumuskannya. Beberapa hal yang dapat dijadikan sumber masalah adalah: (1) bacaan, terutama bacaan yang bersumber dari jurnal-jurnal penelitian (2) pertemuan ilmiah, misalnya seminar, diskusi dan sebagainya

(11)

(3) pernyataan pemegang kekuasaan (otoritas) (4) observasi (pengamatan) (5) wawancara dan pengebaran angket (6) pengalaman dan (7) instuisi.

1. Bacaan

Jurnal-jurnal penelitian merupakan laporan hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan sumber masalah, karena laporan penelitian yang baik tentunya mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Suatu penelitian sering tidak mampu memecahkan semua masalah yang ada, karena keterbatasan penelitian. Hal ini menuntut adanya penelitian lebih lanjut dengan mengangkat masalah-masalah yang belum terjawab.

Selain jurnal penelitian, bacaan lain yang bersifat umum juga dapat dijadikan sumber masalah misalnya buku-buku bacaan terutama buku bacaan yang mendiskripsikan gejala-gejala dalam suatu kehidupan yang mengangkut bacaan yang berupa tulisan yang dimuat di media cetak.

2. Pertemuan Ilmiah

Masalah dapat diperoleh melalui pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi, lokakarya, konferensi dan sebagainya. Dengan pertemuan ilmiah dapat muncul berbagai permasalahan yang memerlukan jawaban melalui penelitian. 3. Pernyataan pemegang kekuasaan (otoritas)

Menurut Yatim Riyanto (2008) orang yang menpunyai kekuasaan atau otoritas cenderung menjadi figur yang dianut oleh orang-orang yang ada dibawahnya. Sesuatu yang diungkapkan oleh pemegang otoritas tersebut dapat dijadikan sumber masalah. Pemegang otoritas disini dapat bersifat fomal dan non formal. Misalnya, pernyataan MENDIKBUD tentang rendahnya kualitas lulusan SMA, rendahnya angka lulusan sekolah kejuruan yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan dan sebagainya. Ini merupakan contoh pernyataan disampaikan

(12)

oleh pemegang otoritas formal yang dapat dijadikan sumber masalah. Sedangkan yang non formal misalnya pernyataan yang diungkap oleh toko masyarakat pedesaan tenteng rendahnya para orang tua untuk menyekolahkan anaknya kejenjang lebih tinggi.

4. Pengamatan (observasi)

Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena–fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana observasi untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan (Margono, 2007:159).

Pengamatan yang dilakukan seseorang tentang sesuatu yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, baik secara sepintas ataupun dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat melahirkan suatu masalah (sumber masalah).

Misalnya: seorang pendidik menemukan masalah dengan melihat (mengamati) sikap dan prilaku siswanya dalam proses belajar mengajar (PBM).

5. Wawancara

Pengertian wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal. Jadi, sebenarnya pengertian wawancara adalah upaya yang dilakukan seseorang atau suatu pihak untuk mendapatkan keterangan, atau pendapat mengenai sesuatu hal yang diperlukannya untuk tujuan tertentu, dari seseorang atau pihak lain dengan cara tanya jawab.

Tujuan dari pewawancara untuk memperoleh keterangan atau pendapat dimaksud untuk digunakan sebagai masukan suatu penelitian. Melalui wawancara kepada masyarakat mengenai sesuatu kondisi aktual di lapangan dapat menemukan

(13)

6. Pengalaman

Pengalaman memang dapat di katakan sebagai guru yang paling baik. Tetapi tidak semua pengalaman yang di miliki seseorang itu selalu positif, tetapi kadang-kadang sebaliknya. Pengalaman seseorang baik yang diperolehnya sendiri maupun dari orang lain, dapat di jadikan sumber masalah ang dapat di jawab melalui penelitian. Misalnya pengalaman seorang mahasiswa semasa melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di pedesaan. Mereka menemukan beberapa masalah di daerah miskin misalnya masalah rendahnya tingkat pendidikan atau banyak anak lulusan SD tidak melanjutkan ke SLTP atau masalah lain seperti masalahnya produktifitas pertanian di derah terpencil.

7. Intuisi

Intuisi adalah kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya di luar kesadaran. sebenarnya intuisi adalah bakat alami, tetapi tidak ada salahnya kita mencoba melatihnya.

Pertama: Coba menjelaskan suatu peristiwa sebelum peristiwa itu benar-benar terjadi. Contohnya; apabila telepon rumah anda berdering, sebelum telepon di angkat coba anda menebak siapa yang menelpon anda, atau pastikan pria atau wanita, atau anda mengikuti intuisi anda bekerja sendiri.

Contoh lainnya, bila anda mengadakan suatu pertemuan dan anda di antara sekian banyak orang di sekeliling anda. coba perhatikan dan amati suasana hati mereka, sedih atau gembira, gunakan intuisi anda untuk menjelaskannya.

Kedua; Dengan tehnik inkubasi, berpura-pura menjauhi masalah dengan berlibur, berjalan-jalan atau beristrahat, Terkadang ide muncul ketika anda sedang istrahat. Jika anda rutin dan terus melatihnya dengan metode yang anda kembangkan sendiri ide-ide kreatif yang akan membuat anda sukses akan muncul dengan sendirinya.

(14)

Secara intuitif manusia dapat melahirkan suatu masalah. Masalah penelitian tersebut muncul dalam pikiran manusia pada saat-saat yang tidak terencanakan. Misalnya pada saat mau tidur, pada saat habis sembahyang, pada saat dikamar kecil dan sebagainya. Ketuju faktor diatas dapat saling mempengaruhi dalam melahirkan suatu masalah penelitian, dapat juga berdiri sendiri dalam menelorkan suatu masalah.

Jadi untuk mengidentifikasi masalah dapat melalui sumber–sumber masalah diatas. Sumber-sumber masalah tersebut dapat saling berinteraksi dalam menolarkan masalah penelitian, dapat juga melalui salah satu sumber saja. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

SUMBER MASALAH Bacaan Intuisi Pertemuan ilmiah Pengalaman Pemegang otoritas

Pengamatan Wawancaradan angket Gambar. Faktor-faktor yang menjadi sumber masalah

(15)

Setelah masalah diidentifikasi, selanjutnya perlu dipilih dan ditentukan masalah yang akan diangkat dengan suatu penelitian. Untuk memilih dan menetukan masalah yang layak untuk diteliti, maka perlu memperimbangkan kriteria problematika yang baik.

Ada beberapa kriteria dalam merumuskan probematika penelitian yang baik. Sebagaimana yang dikemukanan oleh para ahli berikut ini.

Menurut Fraenkel dan Norman E Wallen (1990) masalah penelitian biasanya ditunjukkan sebagai pertanyaan. Karakteristik pertanyaan yang baik menurutnya adalah:

1. Pertanyaan harus fleaksible, artinya pertanyaan atau masalah penelitian itu dapat memungkinkan untuk diteliti, dipandang dari segi waktu, energi dan biaya.

2. Pertanyaan harus jelas, artinya pertanyaan tersebut harus dirumuskan dengan kalimat yang sederhana yang dapat disepakati maknanya oleh sebagian besar masyarakat. 3. Pertanyaan itu harus signifikan, maksudnya bahwa masalah

penelitian itu akan memberikan sumbangan pengetahuan yang penting bagi manusia.

4. Pertanyaan itu harus etis, artinya pertanyaan atau masalah tersebut apabila di teliti tidak akan merusak dan membahayakan manusia atau lingkungan alam dan lingkungan manusia.

Berikutnya Jonh W. Best (dalam Yatim Riyanto, 2007) menyatakan bahwa masalah penelitian dikatakan baik (tepat dan pantas diajukan sebagai masalah penelitian), apabila pertanyaan-pertanyaan penjajakan berikut dapat terjawab, yaitu:

1. Apakah masalah tersebut dapat dijawab secara efektif melalui proses penelitian? Apakah bisa dikumpulkan data relevan yang diperlukan untuk menjawab masalah tersebut? 2. Apakah masalah tersebut membawa hasil temuan yang cukup bermakna? Apakah mengandung sesuatu

(16)

mengandung sesuatu yang ada didalamnya masalah? Apakah pemecahan masalah atau penemuannya nanti akan memberikan sesuatu yang baru kepada khasanah teori dan praktik pendidikan?

3. Apakah masalah tersebut merupakan sesuatu yang baru? Apakah masalah tersebut sudah diteliti sebelumnya? Hal ini untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu. 4. Apakah masalah-masalah tersebut memungkinkan (fisibel)

untuk diteliti? Hal ini termasuk untuk kesesuaian masalah dengan latar belakang si peneliti. Sehingga si peneliti perlu melakukan penjajakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikutnya:

a. Apakah peneliti mampu untuk mendesain dan menangani masalah penelitian tersebut? Apakah masalahnya sesuai dengan bidangnya? Apakah si peneliti terampil untuk mengembangkan, mengelola, menganalisis dengan teknik-teknik statistik yang ada, serta menginterpretasikan hasil analisis data, sehubungan dengan masalah penelitian tersebut? b. Apalah data yang tepat yang diperlukan memungkinkan

dapat diperolehnyan sehubungan dengan masalah penelitian? Apakah ada alat pengumpulan data yang memungkinkan diperolehnya dan dikuasainya, serta apakah menguasai prosedur pengumpulan data, sehingga diperoleh data yang valid dan reliabel.

c. Apakah diri peneliti mempunyai sumber dana yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian tersebut? Kalau dana penelitian cukup tinggi, adakah lembaga-lembaga yang relevan memberikan bantuan dananya? d. Apakah si peneliti cukup punya waktu untuk

menyelesaikan penelitian terhadap masalah tersebut? e. Apakah si peneliti mempunyai keberanian dan

memungkinkan dapat jalan terus meneliti masalah tersebut? Seandainya ada banyak arah rintangan?

(17)

Sementara Donal Ary dan kawan-kawan (dalam ary furchan, 1982) menyatakan ada beberapa kriteria permasalahan yang baik, yaitu:

1. Masalah hendaknya merupakan masalah yang pemecahannya akan memberikan sumbangan kepada bangunan pengetahuan dibidang pendidikan.

2. Masalah itu hendanya merupakan masalah yang akan membawa kepada persoalan-persoalan yang baru dan demikian juga kepada penelitian-penelitian berikutnya; 3. Permasalahan hendaknya merupakan permasalahan yang

dapat diteliti.

4. Permasalahan itu harus sesuai bagi si peneliti, menarik bagi si peneliti, sesuai dengan bidang yang dikuasai dan waktu yang disediakan baginya.

Sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1989) bahwa permasalahan penelitian yang baik perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Permasalahan tersebut harus sesuai dengan bidang ilmu yang sudah dan atau yang sedang didalami. Dalam khasanah keilmuan dikenal adanya peta keahlian. Untuk dapat melaksanakan kegiatan penelitian dengan baik seseorang harus menguasai dua hal: materi atau substansi dari bidang ilmu yang akan di teliti, dan teknik atau metodologi untuk melakukan penelitian dengan baik dan benar.

2. Permasalah yang dipilih seharusnya sesuai dengan minat calon peneliti.

3. Permasalahan yang dipilih harus penting dalam arti mempunyai kemanfaatan yang luas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa probelematika penelitian yang baik, apabila problematika penelitian tersebut memenuhi dua ktiteria yang bersifat subjektif dan bersifat objektif. Kriteria yang bersifat subjektif berhubungan dengan si peneliti yaitu menyangkut (1) kemampuan dan keahlian (2) minat (3) biaya peneitian yang

(18)

dimiliki (4) waktu yang tersedia (5) alat-alat dan fasilitas yang tersedia si peneliti dalam melakukan penelitian (6) penguasaan metodologi penelitian. Masing-masing faktor subjektif tersebut dijelaskan berikut ini.

1. Permasalahanya yang di pilih seharusnya sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki peneliti. Seorang ahli pertanian, sebaiknya jangan meneliti masalah pendidikan disekolah. Seseorang ahli hukum sebaiknya jangan meneliti masalah ekonomi, dan sebagainnya. 2. Permasalah yang dipilih seharusnya sesuai dengan minat

si peneliti. Apabila seseorang peneliti sudah tidak tertarik pada suatu masalah “tertentu”, masalah tersebut sebaiknya jangan diteliti. Pilih dan telitilah masalah yang benar-benar anda minati. Seseorang yang sudah tidak berminat pada suatu masalah, maka sulitlah masalah tersebut dapat menjadi bagian dari dirinya. Padahal masalah dalam penelitian harus merupakan bagian dari si peneliti. Penelitian akan berhasil dengan baik, manakalah masalah penelitian sesuai dengan minat peneliti.

3. Biaya yang tersedia,

Dalam memilih masalah penelitian, diperlukan pertimbangan yang harus diperlukan (disediakan). Jangan memilih masalah yang memerlukan biaya banyak untuk diteliti dalam penelitiannya. Sementara biaya yang ada terbatas sekali.

4. Waktu yang diperlukan.

Dalam memilih masalah yang diangkat dalam suatu penelitian, hendaknya memperhatikan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian. Pilihlah masalah sesuai dengan kemmapuan waktu yang peneliti miliki. Misalnya, seorang mahasiswa untuk menempu gelar sarjananya. Melakukan penelitian tentang perkembangan ekonomi, mulai tahun 1991-2015, (penelitian longitudinal). Tentunya penelitian tersebut tidak tepat bagi mahasiswa misalnya mahasiswa angkatan tahun 2013.

(19)

5. Alat-alat atau fasilitas yang tersedia

Dalam memilih dan menentukan dalam penelitian perlu mempertimbangkan alat-alat atau fasilitas yang diperlukan dalam penelitian. Pilihlah masalah yang tersedia alat (istrumen) dan fasilitas untuk penelitian.

6. Penguasaan metodologi

Penguasaan metodologi penelitian sekali bagi para peneliti. Masalah yang dipilih perlu mempertimbangkan metodologi yang digunakan dalam penelitian. Apakah penelitian mampu menerapkan metodologi yang dipakai dalam menjawab masalah penelitian. Misalnya masalah yang mengacu kepada eksperimentasi, mampukah peneliti menguasai metodologinya.

Sedangkan pertimbangan obyektif merupakan pertimbangan yang datang dari arah masalahnya itu sendiri. Pertimbangan obyektif ini mengarah kepada pemberian sumbangan kemanfaatan, yang meliputi (1) pengembangan teori dalam bidang yang bersangkutan (2) pemecahan masalah-masalah praktis.

Jadi apakah penelitian mampu mengembangkan teori dalam bidang yang bersangkutan atau apakah penelitian juga mampu memecahkan masalah-masalah praktis tertentu. Pemilihan masalah penelitian hendaknya memperhatikan sumbangan kemanfaatan secara teoretis dan atau praktis.

Winarno surachmad (1989) menyatakan beberapa faktor intern dan ekstern yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan masalah, yaitu:

a. Apakah masalah ini berguna untuk dipecahkan?

b. Apakah terdapat kepandaian yang perlukan untuk pemecahan masalah itu?

c. Apakah masalah itu sendiri menarik untuk dipecahkan? d. Apakah masalah ini memberikan sesuatu yang baru (aktual)?

(20)

e. Apakah untuk pemecahan masalah tersebut dapat diperoleh data yang secukupnya?

f. Apakah masalah itu terbatas sedemikian rupa sehingga jelas batas-batasnya dan dapat dilaksanakan pemecahannya?

Seorang peneliti harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, sebelum menentukan masalahnya. Karena dengan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dianjurkan tersebut, akan menjadi dasar dalam menyakini jawaban masalah penelitian secara empiris,

B. Perumusan Masalah

Masalah yang dipilih harus “researchable” dalam arti masalah tersebut dapat diselidiki. Yang jelas, peneliti diharapkan dapat karena dengan perumusan yang jelas, peneliti diharapkan dapat mengetahui variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah ada alat-alat ukur yang sesuai untuk mencapai tujuan penelitian. Dengan rumusan masalah yang jelas, akan dapat dijadikan penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pandangan yang dinyatakan oleh Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (1990:23) bahwa salah satu karakteristik formulasi pertanyaan penelitian yang baik yaitu pertanyaan penelitian harus clear. Artinya pertanyaan penelitian yang diajukan hendaknya disusun dengan kalimat yang jelas, tidak membingungkan. Dengan pertanyaan yan jelas akan mudah mengidentifikasikan istilah tersebut dapat dengan (1) constitutive definition, yakni dengan pendekatan kamus (dictionary appoach), (2) contoh atau by example dan (3) operational definition, yakni mendefinisikan istilah secara spesifik, rinci dan operasional.

Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian, antara lain:

1. Rumusan masalah hendaknya singkat dan bermakna. Masalah perlu dirumuskan dengan singkat dan dapat tidak

(21)

dirumuskan dengan kalimat yang pendek tapi bermakna. Hindari rumusan masalah yang bersifat “mendua arti”. 2. Rumusan masalah hendaknya dalam bentuk kalimat tanya.

Masalah akan lebih tepat apabila dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan, bukan kalimat peryantaan.

3. Rumusan masalah hendaknya jelas dan kongkrit.

Rumusan masalah yang jelas dan kongkrit akan memungkinkan peneliti secara eksplisit dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: apa yang akan diselidiki, siapa yang akan diselidiki, mengapa diselidiki, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana melakukannya dan apa tujuan yang diharapkan.

4. Masalah hendaknya dirumuskan secara operasional. Sifat operasional dari rumusan masalah, akan dapat memungkinkan peneliti memahami variabel-variabel dan sub-sub variabel yang ada dalam penelitian dan bagaimana mengukurnya.

5. Rumusan masalah hendaknya mampu memberikan petunjuk tentang memungkinkannya pengumpulan data di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam masalah penelitian tersebut.

6. Perumusan masalah haruslah dibatasi lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan simpulan yang tegas. Kalau toh disertai penjabaran-penjabaran yang spesifik dan oprasional, sebagaimana dijelaskan pada poin empat di atas.

Beberapa contoh rumusan masalah dapat dilihat berikut: a. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa antara

pembelajaran dengan metode inkuiri dan problem solving, pada mata pelajaran IPA siswa SMPN I Mataram kelas III?

b. Apakah ada hubungan positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMAN I Mataram?

(22)

c. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan CTL di sekolah dasar di wilayah kabupaten Bima?

d. Apakah kesulitan-kesulitan dalam implementasi program kejar paket A, B, dan C pada pendidikan non formal di NTB?

e. Bagaimana perbedaan tingkat kesulitan implementasi program

Antara kejar paket A, B dan C pada pendidikan non formal di kabupaten Sumbawa Barat?

(23)

BAB II

PENELITIAN KUALITATIF

A. Pendahuluan

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah (Zaenab, 2012:46).

Penelitian kualitatif menuntut adanya kemampuan dan keterampilan khusus yang belum tentu dimiliki oleh peneliti kuantitatif. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang peneliti kualitatif adalah kemampuan untuk memahami tingkah laku individu atau informan yang menjadi sasaran penelitian secara detail baik dalam bentuk “explicit knowledge” maupun “tacit knowledge” sehingga penelitian kualitatif memungkinkan diperoleh gambaran tingkah laku yang utuh dan mendalam.

Paradigma kualitatif menggunakan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis, yang memberi suatu tekanan pada suatu pandangan terbuka tentang kehidupan sosial. Paradigma kualitatif memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Kebersamaan ini akan menghasilkan suatu realitas dipandangan obyektif dan dapat diketahui oleh semua peserta yang melakukan interaksi sosial. Selanjutnya paradigma kualitatif menganggap bahwa dunia sosial. Tidaklah tetap atau statistik tetapi berubah dan dinamik. Paradigma kualitatif beranggapan bahwa realitas itu bersifat ganda dan kompleks, dan satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan satu kesatuan yang bulat dan bersifat holistik.

(24)

Di dalam penelitian kualitatif, yang membedakan dengan paradigma penelitian lain adalah adanya fokus terdapat makna-makna sosial tersebut hanya dapat difahami dalam konteks interaksi antar individu.

Pendekatan kualitatif mempunyai asumsi bahwa pemahaman tingkah laku manusia itu tidak cukup diperoleh hanya dari “surface behavior” tetapi lebih penting dari itu adalah “iiner perspetive of human behavior”, sebab dari sini akan diperoleh gambaran yang utuh tentang manusia dan dunianya (Zaenab, 2012).

B. Ilmu pendukung penelitian kualitatif

Dalam perjalan sejarahnya, penelitian kualitatif telah mendapatkan dukungan dari ilmu-ilmu atau faham lain, ilmu atau faham lain tersebut antara adalah:

1. Fenomenologi

Yakni faham yang menekan paham pada fenomenologi yang muncul dalam prilaku manusia. Dengan demikian tugas utama penelitian kualitatif adalah menekankan keterlibatan proses perilaku manusia dan konteksnya dan memahami makna berbagai peristiwa dan interaksi sosial-budaya manusia dalam situasi khusus.

2. Hermeneutics

Hermeneutics memiliki arti bahwa (1) mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata; (2) menterjemahkan; dan (3) bertindak sebagai penafsir. Hermenutics itu merupakan usaha untuk beralih dari suatu yang relatif gelap ke suatu yang relatif keadaan yang lebih terang. Dalam hubungan penelitian kualitatif, faham ini membawa peneliti untuk menafsirkan setiap peristiwa atau karya yang dianggap tidak jelas menjadi terang. Menurut faham ini pula, setiap peristiwa, tingkah laku manusia, dan karya, atau bagian-bagiannya, mempunyai makna tersendiri (Yatim, 2007).

(25)

3. Semiotik

Semiotik adalah ilmu tanda. Dalam penelitian kualitatif, setiap peristiwa, tingkah laku maknannya. Penaksiran dapat dilakukan sendiri dengan disertai argumentasi penelitian mendapat jalan buntu maka ia kemungkinan untuk bertanya pada orang lain dilapangan atau dari bahan bacaan yang dikuasainnya.

4. Etnometodologi

Sebagai sebuah metode penelitian, metode ini lebih menekankan pada subjek pokok yang diteliti dan tidak menjelaskan mengenai metode apa yang digunakan oleh para peneliti. Dengan demikian, si peneliti berhubungan langsung dengan subjek tanpa dibebani atau dikontrol oleh metode yang digunakannya.

5. Ilmu budaya

Artinya, setiap peristiwa, tingkah laku dan karya itu selalu dipengaruhi oleh budaya tertentu. Dengan kata lain, konteks budaya harus diperhatikan dalam penelitian kualitatif.

Dalam beberapa buku yang ditulis oleh beberapa ahli kualitatif ada disebut-sebut keterkaitan penelitian kualitatif dengan The grounded research. Apa yang dinamakan penelitian grounded, sebagaimana diterangkan oleh B. G. Glaser an Anselin L. Strauss dalam bukunya The Discovery of grounded Theory. Sebenarnya, adalah jenis penelitian kualitatif yang ditingkatkan lebih tinggi dari penelitian kualitatif lainnya. Sebab disini kejeniusan peneliti. Kalau dalam penelitian kualitatif yang bukan grounded, biasanya, orang bergerak dari teori ke data: tetapi penelitian grounded, si peneliti bergerak dari data ke teori. Artinya, peneliti harus menemukan teori baru, baik yang bersifat invention, maupun discovery.

(26)

C. Terminologi penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif mempunyai berbagai nama. Nama-nama itu antara lain adalah: (etnographic, (2) naturalistik, (3) studi kasus, (4) interpretatif, (5) fenomenologi.

Nama-nama atau istilah-istilah ini, biasanya, dipengaruhi dalam bidang ilmu tertentu seperti etnographic dalam bidang ilmu antropologi. Para ahli antropologi telah bertahun-tahun mengembangkan pendekatan yang disebut “Enographic method” sehingga antroprologi diterima sebagai salah satu cabang ilmu yang hormati. Spradly (1980) menyebutkan bahwa penelitian kualititaf itu sebagai ethnographic study dimana research cycle dengan pemilihan sebuah proyek penelitian. Untuk itu langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan luas cakupan (scope) penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan perumuasan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan proses penelitian. Selanjutnya mengumpulkan data yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian yang diajukan, membuat catatan-catatan terhadap data yang dikumpulkan dan kemudian menganalisis data tersebut. Proses ini diulang-ulang (beberapa kali atau seringkali) tergantung sejauh mana peneliti ingin mempersempitkan luas cakupan pertanyaan sebelum hasil penelitian dituangkan ke dalam bentuk laporan penelitian.

Para ahli sosiologi telah menggambarkan teknik-teknik survei dengan “naturalistic approach” untuk mengembangkan partipasi observasi dalam penelitian-penelitian dilapangan. Para ahli psikologi, ahli bahasa dan ahli music, ahli sejarah dan ahli-ahli lain telah menggunakan istilah “case study”, “interpretive inquiry” “phenomenology” dalam rangka memahami dan mengembangkan ilmu-ilmu yang mereka alami. Sedangkan fenomenologi itu dihubungkan dengan pemahaman perilaku manusia.

Didalam buku penelitian kualitatif bukan sebagai suatu metode, tetapi penelitian kualitatif (naturalistik inquiry) sebagai pendekatan. Jadi penelitian kualitatif sebagai terminologi dalam artian yang lebih luas yang mencangkup sejumlah metode

(27)

(seperti etnografi, partisipasi observasi, dan lainnya). Sehingga dengan demikian penelitian kualitatif adalah merupakan satu terminologi yang merupakan refkleksi dari suatu pardigma penelitian yang sangat unik.

Jadi penelitian kualititif atau naturalistrik inquiry” adalah penelitian yang dilaksanakan dalam setting yang bersifat alami atau natural. Dalam penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi dua pola, yang disebut pola linear dan pola cycical. Pada kedua pola ini selalu digunakan dalam proses penelitian kualitatif. Hasilnya berupa deskripsi umum dari permasalahan yang diteliti.

Penelitian kualitatif dapat dilakukan hanya sekali saja yang hasilnya berupa deskripsi umum dari permasalahan yang diteliti. Jika peneliti ingin mengetahui lebih mendalam tentang permasalahan-permasalahan yang dipertanyakan maka, pengulangan cycle amat diperlukan. Hal ini diperlukan sebab dengan mengadakan pengulangan cycle berarti peneliti semakin mempertajam fokus penelitiannya, data yang dikumpulkan khususnya dan analisis semakin dapat dipersempit.

Dalam penelitian kualitatif memerlukan fleksibelitas dalam waktu dan keterbukaan dalam mengakomodasi informasi atau data baru guna mempersempitkan fokus penelitian.

Jika seorang peneliti kualitatif ingin meneliti atau mencari jawaban terhadap sebuah masalah penelitian, yang bersangkutan dapat memulainnya dengan mendeskripsikan secara umum dari masalah yang ingin dikaji, sampai pada akhirnya (dengan melewati sebuah cycle) peneliti dapat menfokuskan pada permasalahan dengan menfokuskan pengamatan dan interview untuk lebih memahami permasalahan yang diajukan tersebut.

D. Variabel, karateristik dan kriteria keabsahan data 1. Variabel dalam penelitian kualitatif

Dalam sebuah penelitian kualitatif penggunaan variabel tidak “diharamkan” yakni diperkenangkan dalam penelitian

(28)

kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, variabel yang tampak menonjol dan memegang peranan penting (utama) dalam penelitian dan yang berguna dalam analisis perlu didefinisikan peran dan fungsinya dalam kegiatan satu sama lain. Memang, dalam penelitian kualitatif variabelnya tidak dideskripsikan secara kuantitatif serta tidak dihubungkan dan dibandingkan secara statistik sebagaimana dalam penelitian kuantitatif, tetapi variabelnya di eksplanasikan secara kualitatif naturalistik

Mengingat penelitian kualitatif itu bersifat holistik, artinya, suatu masalah harus dilihat dari berbagai varibel yang saling berkaitan dalam sistim secara keseluruhan konteks, maka jumlah variabel baik yang utama dan yang bukan utama perlu dijelaskan. Meskipun demikian ada jenis penelitian kualitatif eksplanatif yang terpancang, yakni dipusatkan studinya hanya pada variabel-variabel tertentu.

2. Karakteristik Penelitian Kualitatif

Bogdan dan Biklen (1982), mengemukakan bahwa karakteristik penelitian kualitatif. Beberapa karakteristik itu meliputi:

a. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif diperoleh dalam setting alami. Peneliti memahami fenomena yang terjadi secara alami. Peneliti berusaha memahami fenamena yang terjadi secara alami dalam kehidupan sehari-hari. b. Peneliti itu sendiri sebagai instrumen kunci (human as

instrumen) dalam pengumpulan data dan menginter-prestasikannya. Di mungkinkan penggunaan instrumen-instrumen lain seperti: angket, test sebagai pelengkap jika diperlukan. Tetapi tidak dapat menggantikan peneliti sebagai informan pokok untuk memahami realitas berdasarkan pengamatannya sendiri di dalam setting dimana penelitian dilaksanakan.

c. Mayoritas penelitian kualitatif bersifat deskriptif dalam rangka memahami dan menggambarkan semua gejala yang

(29)

berkaitan dalam setting yang diteliti. Namun demikian dalam laporan penelitian kualitiatif juga berisi sintesis dan kesimpulan yang mengabstrasikan gejala yang diamati. d. Meskipun penelitian kualitatif juga memusatkan perhatian

pada keluaran dan efek dari “multiple variables”, tetapi pada umumnya penelitian kualitatif di gunakan untuk memahami proses dimana “shaping” tersebut terjadi dan obyek penelitian berinteraksi satu sama lain dalam setting tertentu atas studi kasus.

e. Penelitian kualitatif secara umum dianalisis dengan pendekatan induktif (khusus), terutama pada waktu awal penelitian tersebut dilakukan. Pendekatan ini memungkinkan munculnya permasalahan baru yang perlu diidentifikasikan dan dijadikan fokus penelitian. Meskipun demikian analisis yang bersifat deduktif (umum) logis juga digunakan, terutama pada waktu akhir penelitian kualitatif. f. Penelitian kualitatif menuntut peneliti tidak saja menaruh perhatian terhadap bagaimana orang-orang yang diteliti berinteraksi (berbicara dan bertingkah laku) tetapi juga arti dari prilaku itu baik untuk yang bersangkutan maupun untuk orang lain.

g. Dalam penelitian kualitatif data dan informasi diutamakan dari tangan pertama peneliti sendiri. Hal ini dimaksudkan agar peneliti memahami secara mendalam berbagai gejala yang menjadi pusat perhatian berkaitan dengan konteks di mana gejala-gejala itu terjadi.

h. Dalam penelitian kualitatif diperlukan “extensive multy angulation” atau “cross checking” data dengan interview, observasi dan dokumen dari berbagai sumber data seperti orang dalam situasi dan waktu berbeda-beda.

i. Individu atau orang yang sedang dijadikan obyek penelitian biasanya disebut partisipan dan bahkan konsultan atau teman yang bisa diajak kerja sama dalam pelaksanaan penelitian.

(30)

j. Dalam penelitian kualitatif peneliti lebih menaruh perhatian pada permasalahan penting yang dilihat dari kacamata orang yang diteliti, bukan dari kacamata peneliti. k. Dalam penelitian kualitatif cenderung tidak menggunakan istilah populasi. Dalam penelitian kualitatif biasanya menggunakan “purposive sampling” untuk mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber data. Sampling yang besifat probabilistik statistik amat jarang digunakan tetapi tidak berarti tidak dapat digunakan.

l. Dalam penelitian kualitatif tidak dapat menggunakan data kuantitatif. Bukan berarti penelitian kualitatif mengabaikan data kuantitatif.

3. Kriteria Untuk Menjamin Keterpercayaan atau Kebenaran Hasil Penelitian Kualitatif

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, pada standar khusus yang harus di penuhi dalam penelitian kualitatif tersebut. Menurut Lincoln dan Guba dalam Riyanto (2007) setidak-tidaknya ada 4 (empat) tipe standar atau kriteria utama untuk menjamin kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian kualitatif, yaitu:

1. Kredibilitas

Dengan kriteria ini data dan informasi yang di kumpulkan harus mengandung nilai kebenaran, yang berarti bahwa hasil penelitian kualitatif harus dapat di percaya oleh para pembaca yang kritis dan dapat di terima oleh orang-orang informan yang memberikan informasi yang di kumpulkan selama informasi berlangsung. Lincoln dan Guba (1985) merekomendasikan tujuh teknik yang perlu di lakukan peneliti dalam memenuhi standar kredibilitas, tetapi penulis merasa cukup enam teknik saja (minus negative case analysis) dalam standar kredibilitas ini, yaitu:

a. Prolonged Engagement

(31)

yang cukup lama dengan tujuan (1) agar dapat menumbuhkan kepercayan dari subyek yang di teliti, (2) agar memahami dan mengalami sendiri kompleksitas situasi, dan (3) agar dapat menghindari distorsi akibat kehadiran peneliti di lapangan. Lamanya waktu bagi orang-orang peneliti kualitatif untuk tinggal waktu bagi seorang peneliti kualitatif untuk tinggal di tempat penelitian tidak dapat di tetapkan dan tergantung pada sempit atau luasnya cakupan fokus penelitian. Dalam hal ini, peneliti melaksanakan penelitian dimana dan selama beberapa lama yaitu dari kapan sampai dengan kapan.

b. Persistent Observation

Observasi yang di lakukan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga data yang di peroleh benar-benar apa adanya dan mendalam. Jadi observasi adalah suatu teknik yang di gunakan untuk memehami suatu gejala yang lebih mendalam. Dengan teknik ini maka peneliti akan dapat menetapkan aspek-aspek mana yang penting dan yang tidak, dan kemudian memusatkan perhatian kepada aspek-aspek dengan fokus penelitian.

c. Triangulation

Dalam kaitannya dengan istilah triangulasi penulis cendurung di gunakan istilah multiangulation atau multiangulasi. Karena istilah triangulasi itu terkesan membatasi tiga sudut atau domain, padahal dalam penelitian kualitatif untuk melihat suatu fenomena bisa juga ditinjau dari dua atau bahkan lebih dari tiga sudut atau domain. Jadi mutiangulasi ialah melihat sesuatu dari berbagai sudut, artinya bahwa verifikasi dari penemuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai metode pengumpulan data setidak-tidaknya dalam penelitian kualitatif melakukan triangulasi atau mutiangulasi metode dan sumber data.

(32)

Menggunakan triangulasi atau mutiangulasi metode berarti mengecek dan membandingkan tingkat kepercayaan atau kebenaran suatu informasi atau data yang di peroleh dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data, yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hal ini dapat dilakukan, di antara dengan (1) membandingkan data hasil pengamatan atau observasi dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang di peroleh dari studi atau metode dokumentasi.

Tringulasi atau multiangualasi sumber di lakukan dengan cara menggali sumber data atau informan lain, membandingkan dan mengecek ulang derajat kepercayaan data di peroleh dengan dengan menggunakan sumber lain atau informan yang berbeda. Oleh karena itu, peneliti senantiasa mengecek dan menanyakan kembali data-data penting yang diperoleh dari seorang informan kepada informan yang lain yang di anggap juga mengetahui informasi tersebut. Kejadian semacam ini biasa juga disebut dengan snowball sampling. Hal ini sesuai pula dengan asumsi bahwa apabila data berasal hanya dari satu sumber, maka kebenaranya masih kurang dapat di percaya. Tetapi jika dua sumber atau informan atau bahkan lebih dan menyatakan hal yang sama, maka tingkat kebenarannya akan lebih signifikan dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. d. Pear debrieffing

Ini di lakukan oleh peneliti dengan jalan meminta kepada kolega atau teman sejawat yang tidak ikuti meneliti. Kolega itu dapat membicarakan, menanyakan berbagai hal termasuk metode yang di gunakan, kesimpulan-kesimpulan sementara yang di peroleh peneliti serta kemungkinan adanya bias-bias yang yang di sebabkan oleh peneliti. Dan bahkan teman sejawat tersebut dapat mengkritik dan memberi masukan segala proses dan

(33)

hasil penelitian. Kolega tersebut tentunya di pilih yang betul-betul mengerti penelitian kualitatif atau mengerti hal-hal yang berhubungan dengan substansi yang diteliti. e. Referential Adequacy Checks

Melacak kesesuaian semua hasil analisa data, semakin sesuai maka semakin terpercaya hasil penelitiannya. Dalam hal ini yang dilakukan termasuk mengecek pengarsipan data yang di kumpulkan selama penelitian lapangan. Arsip-arsip ini akan digunakan sebagai bahan referensi untuk mengecek apakah menyaksikan atau tidak. Apabila ada kesesuaian antara data atau informasi dan kesimpulan-kesimpulan hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa kesimpulan ini dapat di percaya. f. Member checks

Mengecek kesesuaian rekaman informasi atau data, interpretasi dan simpulan-simpulan hasil penelitian dengan jalan meminta kepada mereka untuk merevew dan mengecek kebenarannya. Teknik ini juga sangat penting dilakukan dengan upaya untuk menguji atau memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh. Para informan yang terlibat dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dan pandangan mereka terhadap data yang telah dikumpulkan oleh peneliti. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini, misalnya dengan memperlihatkan dan membaca garis besar hasil wawancara kepada seseorang atau beberapa orang yang terlibat untuk dipelajari dan diminati pendapatnya.

Penelitian dapat pula melakukan dengan cara memberikan laporan tertulis mengenai hasil wawancara yang telah dilakukan untuk dibaca dan dipelajari sehingga dapat diperbaiki jika ada yang salah, di tambah jika ada yang kurang (Nasution 1988).

Member check sebaiknya dilakukan selama penelitian baik secara formal maupun tidak formal. Jadi tujuannya adalah supaya informan dan data yang

(34)

diperoleh benar-benar sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Dengan demikian, tidak ada rekayasa atau manipulasi data.

Dalam penelitian kualitatif ini member check dapat dilakukan dengan cara mendatangi seseorang atau beberapa orang informan untuk memperlihatkan data atau informan yang telah ditulis dalam format catatan lapangan dan garis besar hasil wawancara. Mereka diminta untuk membaca kembali oleh informan, memberikan tanggapan atau komentar, menambah atau mengurangi hal-hal yang mungkin kurang sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Data yang telah disalin dalam transkrip sebelum disusun dalam bentuk laporan lebih dahulu ditunjukan kembali kepada informan jika sekiranya masih ada hal yang kurang tepat. Langkah selanjutnya peneliti akan mengubah dan memperbaiki sesuai dengan apa yang sarankan dan diinginkan. Komentar, tanggapan, saran, penambahan atau pengurangan tersebut akan digunakan untuk merevisi catatan lapangan. Dengan melakukan teknik ini secara optimal diharapkan hasil penelitian dapat memperoleh tingkat kepercayaan yang tinggi.

2. Dependalibitas

Dependabilitas adalah kriterian penelitian kualitatif apakah proses penelitian bermutu atau tidak. Jika cara untuk menetapkan bahwa penelitian dapat dipertanggung jawabkan proses penelitian yang benar ialah dengan audit dependabilitas guna mengkaji kegiatan yang dilakukan penelitian. Jadi standar ini untuk mengecek apakah hasil penelitian kualitatif bermutu atau tidak, antara lain dilihat apakah penelitian sudah hati-hati atau belum bahkan apakah membuat kesalahan dalam (a) mengkonseptualisasi-kan apa yang diteliti, (b) mengumpulmengkonseptualisasi-kan data, (c) menginterpretasikan data yang telah dikumpulkan dalam suatu laporan.

(35)

Konsistensi mulai dari proses pengumpulan data, menginterpretasikan temuan, dan melaporkan hasil penelitian sangat penting untuk dilakukan. Semakin konsisiten seorang peneliti dalam keseluruhan proses penelitiannya, maka semakin memenuhi standar dependalibiltas. Suatu teknik utama untuk menilai standar dependabilitas ialah dengan melakukan audit dependabilitas oleh seorang atau beberapa orang auditor independen dengan jalan melakukan reviuw semua jejak kegiatan proses penelitian, (berupa catatan yang disebut audit trail, di samping catatan dari lapangan, arsip atau dokumen, serta laporan penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.

3. Konfomabilitas

Sebenarnya ada kemiripan dengan kriteria dependabilitas, hanya saja konformabilitas adalah kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan penelurusan dan pelacakan catatan atau rekaman data lapangan dan koherensinya dalam intepretasikan dan simpulan hasil penelitian yang dilakukan auditor. Untuk memenuhi penelusuran atau pelacakan, tersebut perlu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan, seperti perlu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan, seperti hasil rekaman, hasil analisis data, dan catatan tentang prises penelitian. Untuk penilaian kualitas hasil penelitian, ini dilakukan oleh auditor independen.

Untuk melakukan audit komfirmabilitas ini dapat dilakukan secara simultan dengan pelaksanaan audit dependabilitas. Sehingga jika hasil audit tersebut menunjukkan adanya konfirmabilitas, maka hasil penelitian kualitatifnya bisa diterima dan diakui.

4. Tranfermabilitas

Artinya bahwa penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat diaplikasikan atau ditranfer kepada konteks lain. Dalam penelitian ini menggunakan uraian rinci

(36)

Moleong dalam Riyanto (2007). Dengan uraian rinci ini, terungkap segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami temuan yang telah diperoleh peneliti.

Hasil penelitian dapat ditranfer atau tidak adalah merupakan pertanyaan empiris yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu sendiri. Yang bisa menjawab dan menilainya apakah penelitian dapat ditranfer ke dalam konteks lain atau tidak adalah para pembaca laporan penelitian, harus mencermati latar dan konteks penelitian dimana penelitian dilakukan, dan membandingkan sendiri dengan konteks dimana hasil penelitian itu akan diterapkan di tranfer ke konteks atau latar lain

Jadi, untuk memenuhi kriteria ini cara yang paling tepat dilakukan oleh peneliti adalah mendiskripsikan secara rinci dan komprehensif tentang latar atau konteks yang menjadi fokus penelitian.

E. Pengumpulan data, analisis data dan sistematika

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dan analisis data dilaksanakan selama penelitian secara simultan sambil mengumpulkan juga menganalisis data.

1. Pengumpulan data penelitian kualitatif. a. Informan manusia (Human informent )

Dalam penelitian kualitatif, penelitian selain berperan sebagai pengelola penelitian juga sebagai satu-satunya informan dalam mengumpulkan data, yang tidak dapat digantikan dengan intrumen lainnya. Seperti kuisioner dan lain-lain. Bogdan dan Biklen (1982) mengatakan bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif adalah sifat kancah (setting) penelitian yang alami, yang merupakan sumber dari data yang dicari dan dikumpulkan secara langsung oleh peneliti tidak melalui kuesioner. Meskipun

(37)

tidak menutup kemungkinan digunakan taper recorder, kamera, vedio, dan alat elektronik lainnya sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data.

Peran peneliti sebagai informan pengumpulan data sangat menentukan dalam penelitian kualitatif. Hal ini disebabkan karena maksud penelitian kualitatif yang ingin memahami, mengungkapkan perasaan, pengertian, persepsi, dan perilaku manusia. Lain dari pada itu, juga ingin menemukan makna dari interaksi manusia subyek dari kehidupan sehari-hari dalam situasi masyarakat tertentu. Sehingga tidak salah apabila peneliti cenderung merupakan satu-satunya informan dan toko sentral dalam pelaksanaan penelitian, disamping informan. Manusia sumber yang dipilih berkenan dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang dimiliki.

Menurut Lincoin dan Guba (1985) ada beberapa alasan mengapa dapat diperlukan informan manusia dalam pengumpulan data dan penelitian kualitatif sangat penting?

1. Informan bukan manusia tidak mungkin menyesuaikan diri dan tidak dapat meliputi berbagai kenyataan yang dihadapi 2. Semua informan beriteraksi terhadap responden dan obyek memahami dan mengevaluasi arti dari interaksi yang berbeda

3. Gangguan informan yang menghalangi terjadinya interaksi antara setiap unsur hanya dapat diungkap, dimengerti, dan dievaluasi oleh manusia.

4. Semua informan berdasar atas nilai interaksi dengan norma yang tertentu, tetapi hanya manusia yang dapat mengidetifikasi dan memperhitungkan kemungkinan data yang menyimpang.

b. Catatan lapangan (fieldnotes)

Dalam pendekatan yang naturalistik peneliti perlu mencatat apa yang sedang dilihat, didengar, dipikirkan, dirasakan, dipelajari, yang kemudian disusun secara sistimatis.

(38)

Keberhasilan suatu penelitian tergantung pada bagaimana rincian, ketepatan, dan luasnya catatan lapangan (Bogdan dan Biklen 1982). Sedangkan catatan lapangan tersebut dapat dilakukan melalui observasi partisipan yang kemudian diikuti dengan wawancara, meninjau ulang sumber data lain yang terkait. Sehingga pencatatan dilapangan merupakan kegiatan penting yang mendukung keberhasilan penelitian.

Catatan lapangan, dapat dipilih menjadi dua bagian, yaitu: (1) catatan lapangan yang diskripsikan, dan (2) catatan lapangan yang reflektif.

1. Catatan lapangan yang diskriptif, yang mengungkap diskripsi data lapangan secara rinci dan tepat tentang apa yang dilihat, didengar, dan yang dialami oleh peneliti yang dapat dipilih melalui:

a. Potret subyek yang diteliti, misalnya: mencatat penampilan, karisma, jati diri, gaya bicara, kebiasaan sehari-hari dan lainnya.

b. Rekonstruksi dialog, yakni mencatat semua dialog baik verbal maupun nonvariabel. Dialog verbal seperti: hasil wawancara yang tidak formal, sedangkan dialog nonvariabel diperoleh dari observasi yang memberi corak hasil dialog.

c. Diskripsi kancah secara fisik, termasuk menggambar kancah, membuat peta, foto, serta ungkapan verbal tentang kancah yang diperoleh peneliti melalui observasi partisipan.

d. Memperhatikan peristiwa penting yang terjadi didalam kancah, seperti mencatat siapa yang berpartisipasi dalam kegiatan dan apa perannya.

e. Diskripsi perilaku peneliti dalam kegiatannya, misalnya catatan yang menggambarkan kehadiran, perilaku penelitian, percaka-pan, dan hubungannya dengan para perserta.

(39)

2. Catatan lapangan yang reflektif

Secara singkat dapat dikatakan bahwa catatan lapangan yang reflektif merupakan :

a. Refleksi dari analisis data dalam menganalisis data termasuk juga spekulasi peneliti, menemukan pola dan tema, dalam pola penelitian, ide-ide baru yang berhubungan dengan data, dsb. Mungkin juga berupa rekaman kecil dari catatan lapangan yang bersifat khusus atau sering disebut memo analisis peneliti.

b. Refkeksi metode yang digunakan. Reffleksi ini mencerminkan metode yang dipilih termasuk mendiskripsi penyesuaian metode, rencana peneliti menentukan informan, masalah penelitian, dan lainnya. Cerminan ini termasuk komentar peneliti dalam mengembangkan laporan penelitian.

c. Refkeksi adanya dilema etik dan konfliks. Dengan mencatat masalah etik, peneliti dapat memilih metode yang cocok dan meninterpretasi data diperoleh. Akan tetapi peneliti juga dapat mengatasi dengan mencatat data dengan memberi penjelasan.

d. Refleksi kerangka pikir peneliti. Untuk menjernikan kedudukan pribadi peneliti agar seimbang tidak lebih tinggi atau rendah. Peneliti diharapkan dapat merumuskan konsepsi awal, pengalaman, pendapat, kepercayaan terhadap sikap, prasangka, perubahan pandangan, dan lain-lain, yang terkait dengan situasi yang diteliti.

e. Butir-butir penjelasan, untuk melengkapi semua cerminan yang sudah terungkap selama peneliti memasuki kancah penelitian, kiranya masih perlu diungkap beberapa butir penjelasan terhadap catatan lapangan seandainya informasi tersebut dianggap masih meragukan dan masih perlu diperbaiki. Semuanya ini diharapkan dapat terjaring dalam catatan lapangan secara cermat. Sehingga bentuk catatan lapangan

(40)

menjadi beragam dan tidak harus sama bentuknya (Bogdan dan Biklen, 1982). Sementara itu Spradley (1978) mempunyai pendapat lain: “setiap peneliti dapat mengembangkan buku catatan yang sesuai dengan pribadinya, perkataanya, dan keinginannya”. Sedang Bogdan dan Biklen (1982) menghendaki catatan lapangan diorganisasi sesuai dengan masing-masing bagian.

Selain dilihat dari bentuknya, catatan lapangan mempunyai pertahapan dalam pelaksanaannya, yaitu:

1. Catatan awal (initial recording). Yaitu pencatatan yang dilaksanakan pada saat peneliti melakukan observasi partisipan, wawancara, dan lain-lain. Selama penelitian. Mungkin juga catatan yang ada dalam pikiran peneliti, mungkin juga catatan tidak ada dalam pikiran peneliti. 2. Catatan pengembangan (expansion). Yaitu catatan yang

direkam secara mantap dengan menulis ulang pada buku catatan lapangan.

3. Catatan setelah pengumpulan data (addition overtime). Catatan ini merupakan pengalaman baru. Dengan munculnya pandangan baru diikuti dengan tinjauan ulang yang cermat munculnya katagori baru dianalisis diikuti dengan tinjauan ulang yang cermat, dan seterusnya. c. Observasi partisipan (participant observation)

Yang dimaksud observasi partisipan adalah proses pengamatan dengan berperan langsung terlibat dengan informan dikancah. Pada saat observasi terjalinlah interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan subyek yang berada didalam kancah penelitian. Sebenarnya, inilah ciri khusus dari penelitian kualititaf.

Dalam observasi ini, seolah-olah peneliti menceburkan diri dalam lingkungan kehidupan dari sekelompok orang atau situasi

(41)

yang akan dipelajari dan dimengerti. Dengan kata lain peneliti memasuki kancah dengan membaurkan diri kedalam masyarakat yang akan diteliti tinggal dan hidup dalam kancah. Secara metodologis, prilaku peneliti dalam proses observasi adalah:

1) Melaksanakan kegiatan yang ada di dalam lokasi penelitian, akan tetapi tidak terikat secara pribadi.

2) Menekankan tugasnya dengan mengobservasi lokasi penelitian.

3) Melakukan observasi secara sistematik terhadap apa yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi penelitian. 4) Peneliti yang telah terlatih, dalam melakukan obervasi dan

menganalisis data seperti orang yang telah mengenal dan memahami tugas

d. Wawancara Mendalam (dept interview)

Dalam penelitian kualitatif naturalistik, peneliti biasanya melakukan berbagai wawancara mendalam dengan berbagai pihak. Wawancara dapat dilakukan secara formal atau di rencanakan, dana dapat juga dilakukan secara informal tidak menggunakan catatan dan bentuk yang tertentu. Dalam wawancara itu yang penting diciptakan suasana yang akrab dan santai (Spradley, 1979).

Wawancara naturalistik yang mendalam hampir sama dengan pembicaraan yang akrab tersebut, sehingga peneliti dapat memanfaatkan pendekatan ini untuk mengumpulkan data selengkap-lengkapnya, disamping observasi partisipan.

Menurut Spradley (1979) hal ini perlu mendapat perhatian bagi peneliti agar mengupayakan wawancara sedemikian rupa, sehingga secara pelan-pelan peneliti memasuki serta mengalami suasana baru dalam membantu informan agar dapat menyampaikan tanggapan. Sedang wawancara yang dilaksanakan secara tergesa-gesa akan mengubah suasana yang akrab menjadi suasana yang tegang seperti halnya wawancara terstruktur yang kaku itu.

(42)

Jenis-jenis wawancara dalam penelitian kualitatif meliputi: 1) Wawancara Tak Berstruktur

Dalam wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa tidak terikat dan terkungkung oleh pertanyaan-pertanyaan yang kaku yang disusun sebelumnya oleh peneliti. Hal ini memungkinkan wawancara berlangsung luwes dan tidak menjenuhkan. Tetapi peneliti harus memiliki kemampuan mengingat dan mengimpang pertanyaan-pertanyaan terkait dengan variabel atau gejala penelitian yang diteliti yang akan di wawancarakan dengan informal. Peneliti juga perlu ingat kapan pertanyaan tersebut diberikan, kepada informan siapa, urutan pertanyaannya dan dengan bagaimana pertanyaan itu dilontar kan kepada informan. Keterbatasan peneliti untuk melakukan hal tersebut kadang-kadang membikin wawancara berhenti dan bahkan bisa tidak terfokus pada variabel atau gejala yang diteliti. Oleh karenanya, untuk mengatasi masalah tadi boleh dibantu dengan menuliskan atau mencatat hal-hal esensial yang akan sitanyakan kepada informan melalui pedoman wawancara yang tak berstruktur yang sifatnya sangat fleksibel dan tentatif yang bisa berkembang ketika wawancara dilapangan.

2) Wawancara secara Terus Terang

Dalam penelitian kualitatif di anjurkan untuk melakukan wawancara yang berterus terang artinya tidak sembunyi yakni informan penelitian mengetahui betul untuk kepentingan apa informasi yang ia berikan, dan memang peneliti itu sendiri harus menyampaikan terlebih dahulu tujuan penelitiannya.

3) Wawancara yang Memposisikan informan sebagai Teman Sejawat.

Antara peneliti dan yang di teliti (informan) sebagai pasangan atau sejawat peneliti itu sendiri (co-researcher) sehingga antara keduanya perlu ada keterbukaan mengenai

(43)

tujuan penelitian, saling tahu kepentingan informasi dari informan.

Lankah-langkah Wawancara menurut Lincoln dan Guba dalam Riyanto (2007) ada tujuh langkah yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan di lakukan. 2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi

bahan pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara 4) Melangsungkan wawancara

5) Mengkonfirmasikan ikhstiar atau ringkasan hasil wawancara kepada informan dan mengakiri

6) Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan 7) Mengidentifikasi tindaklanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh. e. Catatan pribadi

Catatan pribadi adalah bahan tertulis yang dibuat seseorang yang mendiskripsikan kegiatan, pengalaman, dan keyakinannya tentang suatu hal. Bahan tersebut biasanya digunakan dalam penelitian naturalistik, karena sering mengungkap bagaimana partisipan memandang suatu situasi sosial, arti suatu pengalaman terhadap mereka, bagaimana mereka memandang kenyataan, dan lain-lainnya.

Catatan pribadi dapat berupa buku harian, surat– menyurat, otobiografi, dan transkrip hasil wawancara terbuka. 2. Data penelitian

Data adalah keterangan mengenai suatu gejala yang mengisi suatu fakta. Data ini bermacam-macam:

a. Data kualitatif, keterangan mengenai sifat-sifat suatu gejala b. Data kuantitatif keterangan statistik mengenai suatu gejala,

(44)

c. Data lisan, keterangan mengenai suatu gejala yang didapat melalui tutur kata.

d. Data pengalaman individu, keterangan mendalam mengenai riwayat kehidupan seorang individu dalam masyarakat,

e. Data primer, keterangan yang didapat seorang peneliti atau menyelediki langsung dari gejalanya

f. Data sekunder, keterangan yang diperoleh seorang peneliti tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulisan g. Data tertulis, keterangan mengenai suatu gejala yang

didapat dari sumber tertulis (dokumentasi)

Dari macam-macam data ini dapat ditarik simpulan bahwa data penelitian kualitatif itu dapat berupa manusia, peristiwa, dokumen, manuskrip, arsip, prasasti, karia sastra (lisan dan tulis), bahasa (lisan dan tulis, karya seni, surat-surat pribadi, dan lain-lain.

3. Analisis data Penelitian kualitatif

Sebagaimana diintridusir oleh Spradley (1979) untuk penelitian kualitatif Etnographic analisis data penelitian cocok dengan menggunakan teknik analisis data sebagai berikut.

a. Analisis domain (domain analisis)

Seperti yang dikemukakan oleh Spradley (1979), analisis sebenarnya merupakan suatu cara berpikir untuk menguji sesuatu hal secara sistematik dari data yang terkumpul pada catatan lapangan sehingga peneliti dapat menentukan bagian-bagian, hubungan antara bagian dan hubungan antara bagian dengan seluruh obyek. Melalui analisis, kita akan menemukan pola hubungan antara data diskriptif secara rinci. Sedang pola tersebut merupakan makna dari budaya yang disampaikan oleh individu, yang kemudian diungkap oleh peneliti.

(45)

menemukan bagian-bagian, unsur-unsur, atau domain pengelompokkan makna budaya yang terkandung dalam kategori yang lebih kecil.

b. Analisis taksonomis (taxonomi analysis)

Ketika peneliti memilih dan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa domain yang terkait, dan melaksanakan fokus observasetional untuk memperluas dan menjelaskan makna yang terkandung dalam domain tertentu. Maka taksonimic analysis digunakan untuk mengungkapkan alasan mengapa dan bagaimana makna yang terkandung yang kemudian makna-makna yang terkait tersebut tersusun dan diatur secara sistematik.

Melalui domain analysis dan focused observations, peneliti mengidentifikasi domain dan masalah secara mendalam kemudian mulai dan menguak unsur-unsur domain tersebut. Proses yang demikian ini mungkin saja dilakukan berulang kali terhadap beberapa domai yang berbeda. Hal ini tergantung pada pusat perhatian yang dipilih peneliti.

Takxonomics analysis sebenarnya menyoroti pusat perhatian, dengan satu langkah lebih dalam untuk mengungkapan hubungan antara unsur-unsur dari setiap domain. Kegiatan analysis ini menciptakan satu taxonomy menyimpulkan hubungan diantara makna yang terkandung didalam domain. Dengan demikian, akan terlihat bagian-bagian dari domain, dan cara bagian-bagian-bagian-bagian tersebut saling terkait terhadap domain.

c. Analisis Komponensial (Componential analysis)

Componential analysis dikenal sebagai cara untuk memilah-milah dan menggambarkan perbedaan yang baru ditemukan. Sebenarnya, componential analysis merupakan pencarian dan penggalian sistematika sifat-sifat komponen dari makna yang berkaitan dengan kategori budaya. Didalam setiap domain budaya selalu ditemukan beberapa

(46)

unsur, kategori, atau makna yang terkandung. Misalnya makna yang terkandung dalam surat selebaran, surat tagihan, dan surat pribadi, dan lain-lain, yang semuanya termasuk dalam domain “jenis surat”. Sebenarnya, componential analysis dapat digunakan untuk mencari kontras, memilah-memilah, mengelompokkan, dan memasukkan semua informasi yang diperoleh kedalam peta informasi, yang oleh Spadley (1979) disebut paradigma dan verifikasi informasi participant observation dan intervews. d. Analisis Tema Kutural (discovering Cultural Themes)

Kegiatan menganalisis data, yang dimulai dari domain analysis, taxonomic analysis, componential analysis telah dapat mengantar peneliti kualitatif memusatkan perhatiannya pada analisis yang mendalam pada domain yang dipilih, yang berada dalam gambaran budaya yang luas, atau situasi sosial yang diteliti. Meskipun demikian, peneliti masih perlu menguji secara rinci kepada budaya yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti seyogyanya dapat memetakan gambaran yang lebih luas daripada pandangan masyarakat setempat. Untuk itu themes analysis merupakan suatu perangkat prosedur yang dapat digunakan untuk memahami dan mengungkapkan gambaran budaya yang menyeluruh dan utuh.

Themes analysis ini digunakan berdasarkan anggapan bahwa: setiap budaya dan setiap kancah budaya tidak hanya merupakan setumpuk bagian-bagian, akan tetapi merupakan sistem makna yang terpadu dalam beberapa jenis pola yang lebih luas”. Lain dari pada itu, Spradly (1979) juga berpendapat bahwa “tema budaya dari domain, baik yang terungkap (explicit) maupun yang tidak terungkap (tacit) akan muncul sebagai penghubung antara subsistem dari makna budaya”.

Untuk memperjelas apa yang dikemukakan Spradly (1979) tema budaya kebiasaannya diungkap sebagai

(47)

pernyataan yang tegas atau merupakan suatu tuntutan, misalnya dalam budaya Sasak traditional, laki-laki dianggap superior dari pada wanita. Pernyataan dan prinsip kognitif ini menggambarkan bagaimana kehidupan orang-orang yang berada dalam pengaruh budaya tersebut. Untuk analisis data penelitian grounded (grounded theory researech) diintrodusir oleh Glaser dan Strauss (1974) menggunakan analisis komperasi konstan (constant comperative analysis). Didalam analisis data penelitian kualitatif yang mengarah pada naturalistic, fenomenology dan sosial case study cocok dengan menggunakan analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam analisys data kualitatif (Miles dan Huberman, 1992) adalah (1) reduksi data, (2) display data, (3) verifikasi data dan mengambil kesimpulan.

1). Reduksi data

Verifikasi data diawali dengan menerangkan, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting terhadap isu dari suatu data yang berasal dari lapangan, sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan. Dengan begitu, dalam reduksi data ada beberapa living in dan living out, maksudnya yang data yang terpilih adalah living in dan data yang terbuang (tidak terpakai) living out.

Dalam penelitian ini reduksi data dilaksanakan dengan cara : (1) membuat ringkasan kontak, (2) mengembangkan kategori penkodean, (3) membuat catatan refleksi, dan (4) pemilahan data. Keempat teknik reduksi data ini dilakukan terus menerus selama penelitian berlangsungg dan diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih tajam, mendalam dan terpercaya.

(48)

a. membuat ringkasan kontak

selama proses pengumpulan data, semua data yang berhasil dikumpulkan dibaca dan dipahami. Selanjunya data-data itu dibuang dalam bentuk ringkasan. Hal ini yang disebut dengan ringkasan kotak (Miles dan Huberman, 1992). Ringkasan kontak berisi uraian singkat hasil penelaan dan penajaman melalui ringkasan-ringkasan singkat terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan di lapangan.

b. penkodean Kategori

data-data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya dibaca dan ditelaan kembali. Penelaahan dimaksudkan untuk mengidentifikasikan semua topik yang disajikan berdasarkan fokus penelitian. Topik yang telah ditelaah kemudian dikodekan sesuai dengan satuan topik. Tujuan pengkodean adalah untuk mengorganisisasikan data ke dalam suatu deskriptif topik yang lebih sistematis. c. membuat catatan Refleksi

Setelah pengkodean dilakukan, semua catatan yang diperoleh kemudian dibaca kembali, digolongkan, dan diedit untuk menentukan satuan-satuan data. Hal ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam atas data yang telah berhasil dikumpulkan. Catatan refleksi oleh Miles dan Huberman (1992) didefinisikan sebagai lukisan yang diteorikan dari gagasan tentang kode-kode yang dibuat oleh peneliti. d. pemilahan data

pemilihan data merupakan pemberian kode yang sesuai terhadap satuan-satuan data yang diperoleh dari lapangan. Pemilihan data dilakukan untuk menghindari bias yang timbul sebagai akibat kompleksitas data yang keluar dan fokus penelitian.

2). Display Data

(49)

tabel, matrik, dan grafik dengan maksud agar data yang telah dikumpulkan dikuasai oleh peneliti sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Ada sembilan model penyajian data menurut Miles dan Huberman (1992) yaitu:

1. Model untuk mendeskripsikan data penelitian, seperti dalam bentuk organigram, peta geografis dan lainnya. 2. Model yang dipakai untuk memantau komponen atau dimensi penelitian yang disebut dengan check list matriks. Karena matriks itu berupa tabel dua dimensi, maka pada barisnya dapat disajikan komponen atau dimensinya, dan pada kolomnya disajikan kurun waktunya, atau penelitiannya. Isi check list hanya tanda-tanda singkat apakah ada dan atau tidak, data sudah terkumpul atau perlu dan semacamnya.

3. Model untuk mendiskripsikan perkembangan antar waktu, model ini pada kolomnya disajikan kurun waktunya sebagaimana model dua diatas, bedanya pada model tiga ini setiap segmen bukan sekedar tanda check tetapi deskripsinya verbal dengan satu kata atau phrase. 4. Model keempat ini berupa matriks tata peran. Berguna untuk mendeskripsikan pendapat, sikap, kemampuan atau lainnya dari berbagai pemeran, seperti siswa, guru, atau kepala sekolah.

5. Model kelima adalah matriks konsep terklaster. Keterhubungan variabel dapat tampak ketika diberi penjelasan atau di beri kriteria pengklasteran. Model ini terutama untuk meringkaskan berbagai hasil penelitian dari berbagai ahli yang pokok perhatiannya berbeda. 6. Model keenam adalah matriks tentang efek atau

pengaruh, model ini hanya mengubah fungsi kolom-kolomnya, diganti untuk mendeskripsikan perubahan sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan.

7. Model ketujuh adalah matriks lokasi. Melalui model ini diungkap dinamika lokasi untuk berubah. Pada barisnya

(50)

diisi tentang komponen atau fungsi, sedangkan pada kolomnya efek jangka pendek, jangka panjang atau barisnya diisi hambatan atau kesulitan.

8. Model kedelapan adalah menyusun daftar kajian. Daftar kejadian dapat disusun kronologis atau diklasterkan. 9. Model kesembilan adalah jaringan klausal dari sejumlah

kejadian yang ditelitinya.

3). Verfikasi dan Simpulan (Verfication Conclussion).

Dalam penelitian kualitatif akhir dari sebuah penelitian adalah simpulan mulai sejak awal pengumpulan data peneliti harus membuat simpulan-simpulan sementara. Dalam tahap akhir, simpulan-simpulan tersebut harus dicek kembali (diverifikasi) pada catatan yang dibuat oleh peneliti selanjutnya kearah simpulan yang mantap. Mengambil simpulan merupakan proses penarikan intisari data-data yang terkumpul dalam bentuk pernyataan kalimat yang tepat dan memiliki data yang jelas. Penarikan simpulan bisa jadi diawali dengan simpulan tentatif yang masih perlu disempurnakan. Setelah data masuk terus menerus dianalisis dan diverifikasi tentang kebenarannya.

Simpulan adalah inti sari dari temuan peneliti yang menggambarkan pendapat-pendapat terakhir yang berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya atau keputusan yang diperoleh berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif. Simpulan akhir yang dibuat harus relevan dengan fokus penelitian, tujuan penelitian, dan temuan penelitian yang sudah dilakukan pembahasan.

4. Unsur-unsur Rancangan Penelitian Kualitatif dan Sistematika Laporan Penelitian Kualitataif

Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan unsur-unsur dalam penelitian kualitatif ada 10 unsur, yaitu (1) penentuan fokus penelitian, (2) penentuan kesesuain paradigma dengan

Gambar

Table 2.1 Perbedaan Karakteristik PAUD Rinjani 01, Rinjani 02, dan Rinjani 03 di di Kota Seribu Masjid sebagai berikut:
Gambar 2.1 :  Analisis Sumber: Miles & Huberman (1992)
Gambar 2.2 Analisis Lintas Kasus dari oleh Siti Zaenab 2012
Tabel di bawah ini merupakan rangkuman tentang perbedaan-perbedaan pokok antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif sebagaimana diuraikan di atas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan 22 spesies tumbuhan penghasil getah yang dimanfaatkan getahnya oleh SAD sebagai sumber penghasilan, bahan pengobatan, bahan

leprosula sering diserang jamur patogen bercak daun, selanjutnya menurut Rahayu (1999), penyakit tumor sering ditemukan pada jenis ini, baik di persemaian, kebun

Dalam penelitian ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan selama berada pada suatu organisasi atau intansi sebagai tempat mereka bekerja,

Tahun ini menyaksikan Pejabat Timbalan Naib Canselor (Jaringan Industri dan Masyarakat) bersama-sama dengan dua entiti di bawahnya, iaitu Pusat Transformasi Komuniti

Pengukuran karakter siswa dilakukan selama pembelajaran berlangsung dengan teknik sapuan dimana setiap siswa juga sudah mendapatkan nomor absen yang dipasang di kantung baju

Abstrak: Pengaruh Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara. Tujuan dari

Penelitian sebelumnya yang menggunakan Generalized Poisson Regression (GPR) untuk mengatasi overdispersion pada regresi poisson terhadap kasus kemiskinan adalah

Selanjutnya akan dilakukan penelitian terhadap faktor pencahayaan, suhu dan sirkulasi udara serta penerapan musik dalam bekerja pada lantai produksi pencetakan garam bata di CV