• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) termasuk dalam komoditas prioritas utama untuk diunggulkan. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Awalnya, perkebunan kelapa sawit berkembang di daerah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, sekarang perkebunan kelapa sawit telah berkembang ke berbagai daerah hingga ke papua. (Sunarko, 2012). 2.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus. kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmae Sub Famili: Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Varietas kelapa sawit dapat dibedakan berdasarkan ketebalan cangkang, varietas dura memiliki ketebalan cangkang 2-5 mm, sementara varietas tenera 1-2,5 mm, sedangkan varietas pisifera tidak memiliki cangkang. Lebih lengkapnya dapat melihat pada tabel di bawah ini :

(2)

Tabel 2.1. Perbedaan Beberapa Varietas Berdasarkan Tabel Cangkang Dan Mesocarp Varietas Cangkang (mm) Pericarp (mm) Cangkang (% buah) Mesocarp (% buah) Inti (% buah) Dura 2-5 2-6 25-50 20-65 4-20 Tenera 1-2,5 3-10 3-20 60-90 3-15 Pisifera - 5-10 - 92-97 3-8

Sumber : Lubis, Adlin.U (2008)

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangiakan terdiri dari bunga dan buah. Berikut iniakan diberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagian vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit.

Berikut ini akan dijelaskan tentang bagian-bagian tanaman tersebut:

2.2.1. Bagian vegetative Tanaman a. Akar (Radix)

Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radikula yang panjangnya dpat mencapai 15 cm dan mampu bertahan sampai 6 bulan. Dari radikula akan muncul akar lain yang bertugas mengambil air dan hara lain dari media tumbuh. Namun demikian masih perlu dibantu dari cadangan makanan yang ada endosperm. Fungsi akar selanjutnya diambil alih oleh akar primer yang keluar bagian batang bawah (bulb) untuk beberapa bulan kemudian (Lubis, 2008).

Dari akar primer akan tumbuh akar sekunder yang tumbuh secara horizontal dan dari akar ini tumbuh pula akar tertier dan kuarter yang berada dekat dengan permukaan tanah.

(3)

Akar tersier berdiameter 1-2 mm dengan panjangnya dapat mencapai 10-15 cm, sedangkan akar kuarter berdiameter 0,5 mm dan panjangnya 2 cm.

Akar tertier dan kuarter inilah yang paling aktif mengambil air dan hara lain dari tanah. Dilapangan akar-akar ini terutama berada 2-2,5 m dari pangkal pokok atau diluar piringan (Lubis,2008).

b. Batang (Caulis)

Tanaman kelapa sawit memiliki bentuk batang bulat panjang dengan pembengkakan pada pangkal (bole) dan tidak bercabang. Batang secara sempurna tertutup oleh pelepah daun selama beberapa tahun. Pembengkakan pangkal batang terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjangnya, sehingga pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan.

Bongkol batang ini membantu dalam memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Sampai dua tahun pertama perkembangan batang mengarah ke atas, sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm dan pertumbuhan meninggi berlangsung lebih cepat (Mangoensoekarjo dan Haryono,2008).

Tanaman kelapa sawit hanya memiliki satu titik tumbuh. Bila terjadi lebih dari satu titik tumbuh, hal ini di sebabkan karena adanya kerusakan titik tumbuh dan menyebabkan dua atau lebih titik tumbuh yang tumbuh sendiri-sendiri. Ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical) yang diselimuti oleh daun-daun muda yang masih kecil dan lembut. Pada ujung batang terdapat meristim batang (Mangoensoekarjo dan Haryono,2008).

Pertumbuhan pertambahan tinggi batang kelapa sawit berlangsung lambat, tinggi batang bertambah sekitar 35-75 cm pertahun. Tingkat pemanjangan sedemikian kecilnya hingga hanya cukup untuk mengakomodasikan

(4)

penempelan pangkal dan pada batang sehingga walaupun batang mempunyai ruas (internodia), Pada batang pohon-pohon dewasa yang daunnya telah rontok hanya terlihat susunan bekas-bekas pangkal daun (Mangoensoekarjo dan Haryono, 2008).

c. Daun (Folium)

Daun kelapa sawit berupa daun tunggal dengan susunan tulang-tulang daun menyirip (Wahyuni, 2007). Tiap daun terdiri dari:

Rachis yaitu tulang daun utama yang sangat lebar dibagian bawah dan menempel pada batang dan berangsur-angsur menyempit menunjuk ujung daun dengan panjangnya sampai 9 m.

Pinnae yaitu anak daun berderet disisi kiri dan kanan rachis dengan arah batas dan kebawah dengan jumlah bervariasi antara 250-400 helai.

 Anak-anak daun yang ada ditengah lebih panjang dari pada dipangkal maupun yang ada pada ujung daun.

 Anak-anak daun pada pangkal daun sangat memendek dan mengalami modifikasi menjadi duri-duri daun. Tiap anak daun terdiri dari tulang daun (lidi) dan helaian daun yang ada dikedua sisi lidi tersebut.

Dalam perkembangan daun kelapa sawit memiliki tahapan berupa:

Lanceolate berupa daun awal yang keluar pada masa pembibitan berupa helaian yang utuh.

Bifurcate berupa bentuk daun dengan helai daun sudah pecah bagian ujung yang belum terbuka.

Pinnate berupa bentuk daun dengan helain yang sudah membuka sempurna dengan anak daun keatas dan kebawah.

Pada tanaman muda mengeluarkan 30 daun (pelepah) pertahun dan tanaman tua antara 18-24 pelepah. Jumlah daun yang dipertahankan ditajuk pada

(5)

tanaman dewasa 40-46 buah dan selebihnya dibuang pada saat panen ataupun penunasan (Wahyuni,2007).

Menurut mangoesoekarjo dan haryono (2008), letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut dengan filoktasi. Daun yang berurutan dari bawah keatas membentuk suatu spirial, dengan rumus daun 3\8. Terdapat dua pola filoktasi yaitu berputar kekiri dan kekanan.

d. Bunga (Flos)

Kelapa sawit termasuk tumbuhan berumah satu (monoceous) yaitu dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan dan bunga betina berada pada rangkaian yang terpisah, kadang dijumpai bunga hermaprodit yang dimana dalam satu rangkaian terdapat bunga jantan dan bunga betina (Wahyuni, 2007).

Sex deferensiasi tanaman kelapa sawit terjadi 17-25 bulan sebelum anthesis dan setelah anthesis membutuhkan waktu 5-6 bulan matang panen. Secara visual tandan bunga jantan atau betina baru dapat diketahui setelah muncul dari ketiak pelepah daun yaitu 7-8 bulan sebelum matang atau 1-2 bulan sebelum anthesis (Lubis, 2008).

Tandan bunga betina dibungkus oleh segudang bunga yang akan pecah 15-30 hari sebelum anthesis. Satu tandan bunga betina memiliki 100-200 spikelet dan tiap spikelet memiliki 15-20 bunga betina. Tidak semua betina tersebut akan berhasil membentuk buah dengan sempurna, terutama pada bagian dalam. Pada tandan tanaman dewasa dapat di[eroleh 600-2000 buah tergantung pada besarnya tandan dan setiap pokok dapat menghasilkan 12-25 tandan\tahun\pokok\tahun pada tanaman muda dan pada tanaman dewasa berkisar 8-12 tandan (Lubis, 2008)

(6)

Tanaman bunga jantan (influressensia) juga dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan antheisis seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet yang panjangnya 10-20 cm. Tiap spikelet berisi 500-1500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari jutaan banyaknya. Tandan bunga yang sedang anthesis ini berbau amis (khas). Tiap tandan bunga jantan akan dapat menghasilkan tepung sari sebanyak 40-60 gr (Lubis,2008).

e. Buah (Fluctus)

Buah kelapa sawit merupakan termasuk jenis buah keras (drupa), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Dalam 1 rangkaian buah terdapat kurang lebih 1800 buah yang terdiri dari buah luar, buah tengah dan buah dalam yang ukurannya lebih kecil karena posisi yang terjepit yang mengakibatkan buah tidak berkembang dengan baik (Wahyuni,2007). Buah kelapa sawit dibagi atas tiga bagian yaitu kulit buah (exoscrap), daging buah (mesocrap) dan inti buah (endocarp). Pembagian buah kelapa sawit berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkn menjadi 3 tipe yaitu:

Nigrescens yaitu buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi merah-kuning (orange) sesudah matang.

Virescens yaitu buahnya berwarna hijau waktu muda dan sesudah matang berwarna merah-kuning (orange).

Albescens yaitu buah muda berwarna kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit karoten.

Berat satu tandan buah yang sudah matang tergantung pada tipe induknya. Pada tipe tertentu buahnya rata-rata 13 gr dan pada tipe lainnya ada yang mencapai 18-20 gram, bahkan ada yang mencapai 30 gr dengan panjang buah 5 cm (Lubis, 2008).

(7)

Kematangan buah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu matang morfologis dimana buah telah sempurna bentuknya serta kandungannya minyak sudah optimal dan matang fisiologis yang dimana kematangan buah yang sudah lebih lanjut yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang biasanya 1 buah setelah morfologis (Lubis,2008).

Pembentukan minyak dimulai 70 hari setelah penyerbukan dan berlangsung selama 100 hari. Minyak pada daging buah pada tiga bulan setelah anthesis hanya 1,3% dari berat daging luar, tetapi akan terus meningkat pesat menjadi maksimum menjelang panen dengan persentasenya adalah 50-60%. Pada buah muda kadar air adalah tinggi kemudian akan menurun sejalan dengan peningkatan kadar minyak pada daging buah (Lubis,2008).

2.3. Jenis-Jenis Gulma Di Perkebunan Kelapa Sawit 1. Sembung Rambat (Mikania micrantha)

Sembung rambat memiliki batang yang tumbuh menjalar dan memanjat hingga ketinggian 3-6 m. Gulma tahunan ini termasuk kelompok berdaun lebar yang memiliki daun saling berhadapan, bertangkai panjang, berbentuk jantung. Pengendalian gulma ini bisa dengan cara mekanis, yaitu memberantas menggunakan cangkul sampai akar-akarnya atau secara kimia dengan penyemprotan hebisida berbahan aktif metil metsulfuron yang khusus yang khusus untuk gulma berdaun lebar.

(8)

2. Rumput Papaitan (Axonopus Compressus)

Papaitan adalah rumput yang tumbuh menjalar dan menanjak hingga mencapai 50 cm. pengndalianya bisa secara mekanis dengan cara mencabuti sampai dengan akar-akarnya atau secara kimia menggunakan herbisida berbahan aktif glyphosate seperti Round Up atau Mastra dengan dosis tertera pada kemasanya.

Gambar 2.2. : Gulma rumput papaitan (Axonopus compressus) 3. Alang-alang (Imperata cylindrica)

Alang-alang (lalang) merupakan salah satu gulma yang dapat mengganggu penyerapan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit dan mengganggu pekerjaan pemeliharaan tanaman lainya. Alang-alang tidak boleh berada di perkebunan TM.

Pengendalian lalang harus memperhatikan kondisi lalangnya. Apabila kondisi lalang merata (sheet) atau terpencar (spot), lakukan penyemprotan herbisida. Namun, apabila kondisi lalang sudah dapat dikontrol (sudah sedikit), kendalikan lalang dengan menggunakan kain lap yang dibasahi dengan herbisida sistemik, lalu oleskan kedaun lalang biasanya dilakukan blok per blok dengan rotasi dua kali per tahun.(Sunarko, 2012).

(9)

Setelah 2-4 hari, efek herbisida tersebut akan menyebabkan alang-alang menjadi menguning dan layu secara bertahap. Beberapa minggu kemudian, alang-alang menjadi cokelat terbakar dan akarnya seluruhnya rusak atau membusuk.

Gambar 2.3. : Gulma alang-alang (Imperata cylindrica) 4. Pakis Kadal (Cyclosorus aridus)

Gulma tahunan yanh termasuk keluarga pakis ini berbatang menjalar dalam membentuk akar rimpang berwarna pucat, tertutup oleh sisik berwarna cokelat muda. Berkembang biak terutama dengan rimpang dan spora. Pengendalian bisa menggunakan herbisida Tanistar 160 SL dengan dosis bisa di baca pada kemasanya (Agus Andoko dan Widodo, 2013).

(10)

2.4. Sistem Pmeliharaan Piringan, Gawangan, dan Pasar pikul 2.4.1. Piringan

Perkerjaan membersihkan piringan tanaman kelapa sawit untuk mengurangi persaingan gulma dengan tanaman. Piringan tanaman sawit seharusnya bersih sebagai tempat penamburan pupuk, mempermudah proses panen dan juga pengawasan. Circle weeding pda tanaman belum menghasilkan 0 (TBM 0) dilakukan dengan cara manual menggunakan prang babat, garuk, cangkul, dengan jari-jari 1,0m dari tanaman sawit. Selanjutnya setelah TBM umur > 1 tahun sampai seterusnya dapat dilakukan secara manual dan khemis menggunakan herbisida dengan jari-jari 1,5m-2,0m piringan berfungsi sebagai tempat jatuhnya tandan buah dan brondolan, serta tempat penaburan pupuk. (Anonim, 2007).

Piringan atau bokoran adalah lingkaran dengan radius 1,0-1,5 meter yang mengelilingi pohon tanaman. Radius piringan atau bokoran yang semula hanya 60 cm secara berangsur-angsur diperbesar sampai 1,5 meter sesuai dengan umur tanman. Pembuatan piringan ini yang paling utama adalah membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar pohon tanaman kelapa sawit. Pemeliharaan piringan dapat di lakukan dengan dikored, atau disemprot dengan herbisida. Pemeliharaan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan, seperti sebelum pemupukan (Tim Bina Karya Tani, 2009).

(11)

2.4.2. Gawangan

Gawangan adalah tempat atau bagian di antara titik tanam, gawangan dilakukan sebagai jalan akses untuk pengangkutan buah dan juga perawatan tanaman. Gawangan atau tanah di luar piringan juga harus kebersihanya dari gulma. Pengendaliannya bisa juga manual maupun khemis. Salah satu cara merawat gawangan kelapa sawit adalah dengan membabat gawangan, dimana:

 Sistem babat bersifat selektif.

 Selain kacangan, rumput liar dibabat setinggi 30 cm dari permukaan tanah.  Rotasi babat gawangan empat bulan sekali.

 Babat gawangan tidak boleh bersamaan dengan dongkel kayu-kayuan tapi harus bergantian

 Jika dongkelan efektif dilakukan maka babatan tidak diperlukan lagi. 2.4.3. Pasar Pikul

Pasar pikul adalah jalan yang terdapat di antara tanaman-tanaman yang digunakan untuk memanen atau untuk melakukan kegiatan lainnya serta menembus blok dari jalan pengumpul ke jalan pengumpul lainnya. Jalan ini disebut juga dengan pasar rintis atau pasar tikus. (Mangoensoekarjo dan Haryono,2008).

Pembangunan pasar pikul ini dilakukan secara bertahap menurut umur masa TBM. Pasar pikul pada TBM I dibuat dengan perbandingan 1 : 8 yaitu untuk 8 baris tanaman dibuat 1 pasar kontrol dan pada TBM II dibuat 1 : 4. Pada TBM III dibuat pasar kontrol 1 : 2. Seluruh pasar kontrol ini menjadi pasar panen/pikul pada saat areal menjadi TM (Anonim, 2007).

Pasar pikul pada lahan berlereng memiliki ciri khusus yaitu berupa tangga-tangga. Untuk menghindari terjadinya alur pada musim hujan maka tangga-

(12)

tangga ini tidak mengukuti arah lereng tetapi dibuat dengan zig-zag untuk mematahkan aliran permukaan (run-off) dan menghindarkan agar jalannya tidak terlalu menanjak. Oleh karena itu, jalan pikul ini berfungsi memudahkan pelaksanaan kegiatan rutin dan merupakan tangga-tangga panen yang menghubungkan teras yang satu dengan yang lainnya sehingga mobilitas panen lebih lancar (Purba, 1998).

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulmaa. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedimikian rupa sehingga gulma tidak mampu menebangkan pertumbuhan secara berdampingan atau dengan waktu bersamaan dengan tanaman utama. Dalam hal ini semua praktek budidaya di pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meingkatkan daya saing utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).

2.5. Sistem Pengendalian Gulma Secara Chemis dan Manual 2.5.1. Pengendalian Gulma Secara Manual

Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan gulma yang terdapat di dalam radius 1,5 m dari tanaman baik itu dilakukan secara mekanis seperti dikored, dibabat, dan dicangkul. Gulma yang tubuh di pasarpikul dan piringan secara manual di lakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh liar terutama gulma berkayu dengan menggunakan tangan langsung, maupun menggunakan, alat pertanian. Alat pertanian yang digunakan antara lain sabit, cangkul, garuk, dan parang babat dengan norma babat gawangan yaitu 4x1 tahun sedangkan untuk dongkel kayu-kayuan adalah 4x1 tahun.

Pemberantasan mekanis dapat dilakukan dengan cara clean weeding atau penyiangan bersih pada daerah piringan, gawangan dan pasar pikul dan selektif weeding yaitu penyiangan untuk jenis pupuk tertentu seperti

(13)

alang-alang, krisan dan teki. Pemberantasan gulma dengan cara ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung pada perkebunan.

Teknik pekerjaan secara manual sebagai berikut :

 Mencabut dengan tangan atau membersihkan dengan memakai garuk, semua gulma yang tumbuh diantara penutup tanah dengan rotasi yang teratur.

 Membersihkan dengan memakai kored/garuk gulma pada areal bokora (piringan), harus dipelihara agar terbebas dari gulma.

 Membalikan dengan tangan atau memotong alur-alur kacangan yang masuk ke pasar pikul, gawangan dan piringan, tanah sawit yang tumbuh di piringan juga di bersihkan.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan daun, karena penggunaan herbisida sangat berisiko merusak daun-daun muda tanaman. Pemeliharaan piringan dilakukan dengan rotasi 1-2 bulan sekali tergantung kebutuhan. Umumnya, pada musim hujan rotasi pemeliharaan piringan dilakukan lebih rapat karena pertumbuhan gulma akan lebih cepat dibandingkan musim kemarau.

LCC yng tumbuh merambat di gawangan selain memberian banyak keuntungan bagi tanaman, keberadaanya yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan kerugian seperti pertumbuhan sulur yang merambat ke arah piringan tanaman hingga membelit pelepah dan pohon kelapa sawit. Keadaan ini akan menyulitkan kegiatan pemeliharaan lainya seperti pengendalian gulma, pemeliharaan piringan, penunasan dan kastrasi, serta pemupukan.

Pemeliharaan LCC mutlak perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut, pemeliharaan dilakukan dengan mengendalikan arah tumbuh salur agar tidak merambat ke arah piringan tanaman. Sulur-sulur LCC yang merambat ke arah piringan harus dirubah arahnya agar tidak masuk ke dalam area piringan,

(14)

sedangkan untuk sulur yang sudah menjalar di area piringan atau bahkan sudah membelit tanaman kelapa sawit perlu dipangkas.

2.5.2. Pengendalian Gulma Secara Chemis

Pengendalian gulma secara khemis adalah pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh gulma yang disebut herbisida. Herbisida merupakan senyawa kimia yang mengandung racun yang selain dapat membunuh gulma juga dapat membunuh organism lain. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida memiliki dampak positif yaitu dapat mengendalikan gulma dengan waktu yang singkat dan mencakup areal yang cukup luas.

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma.

Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya dipertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman utama atau meingkatkan daya saing gulma.

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma.

Bahan kimiawi yang digunakan tersebut secara umum disebut herbisida.  Piringan menggunakan herbisida glyphosate dan paraquat.

 Pasar pikul menggunakan herbisida + konsentrasi 2.4 D.Amine 0,5% + konsentrasi Round Up 48ec 0,6%.

Gawangan menggunakan herbisida Metsufuron methyl sesuai dosis pada gulmanya.

(15)

Pengendalian gulma secara kimiawi mempunyai beberapa segi keuntungan dan kerugian jika dikembangkan dinegara-negara yang sedang berkembang. Meningkatnya penggunaan herbisida diperkebunan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: perkebunan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menudukung biaya yang dibutuhkan bagi pengendalian kimiawi, herbisida-herbisida yang telah mendapat persetujuan, cukup memberikan hasil yang baik dan pegawai perkebunan dapat diberikan pendidikan dan latihan tentang cara-cara penggunaan herbisida dengan biaya yang memang cukup tersedia. Penggunaan yang berhasil sangat tergantung akan kemampuanya untuk membasmi bebrapa jenis tumbuhan (gulma) dan tidak membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman budidaya). Cara kerja yang selektif ini merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan suatu herbisida dan ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, yaitu : a. Faktor tanaman

 Umur dan kecepatan pertumbuhan.

 Struktur luar seperti bentuk daun (ukuran dan permukaan), Kedalaman akar, lokasi titik tumbuh dan lain-lain.

 Proses-proses biofisik seperti bahan-bahan yang dapat mengabsorpsi didalam sel dan stabilitas membran.

 Proses-proses biokimia seperti pengaktifan enzim, herbisida dan lain-lain.

b. Faktor herbisidanya

 Temperatur, cahaya, hujan dan faktor-faktor tanah. c. Cara pemakain

 Tipe herbisida (digunakan ketanah, ketanaman) volume penyemprotan, ukuran butiran semprotan dan waktu penyemprotan.

(16)

2.6. Herbisida

2.6.1. Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik, biasa digunakan untuk pengendalian gulma yang mempunyai rhizome atau umbi seperti lalang (imprata cylindrical) atau teki(cyperus rotundus). Herbisida ini akan diserap melalui daun dan dibawa kebagian rhizome atau umbinya kemudian bahan aktifnya mematikan bakal tunas yang tumbuh setiap ruas akar lalang atau setiap umbi. Cirri-ciri herbisida ini berhasil menjalankan tugasnya apabila terlihat noda hitam pada bakal tunas diatas. Hal tersebut bebarti bakal tunasnya telah mati. Untuk jenis gulma seperti mikania (Mikania cordata), herbisida inipun efektif membunuh gulma sampai keakarnya beberapa hari setelah penyerapan berlangsung. Biji-bijian tidak akan mati masih terlindung, namun biji gulma yang telah tumbuh, beberapa jenis akan mati dan beberapa jenis lainnya tetap hidup. Ada beberapa jenis hebisida sistemik ini, mengendalikan lalang atau gulma berdaun sempit (Grasses) lainnya, gulma berumbi seperti teki-tekian serta untuk berdaun lebar (Broad leaves) masing-masing produk mempunyai spesifikasi sendiri misalnya :

Herbisida yang mengandung bahan aktif glyphosate, baik sekali untuk mengendalikan lalang dan teki.

 Herbisida yang mengandung bahan aktif 2,4 D atau 2,4,5T baik sekali untuk mengendalikan gulma berdaun lebar.

Efek kematian terjadi hamper merata keseluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi ssangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.

Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem Ultra Low Volume (Micron Herbi), Karena penyebaran bahan aktif

(17)

keseluruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh-contoh herbisida sistemik antara lain sebagai berikut : Ally 20 WDG, Rhodiamine, Branvell, Rhoundup, Basmilang, Strane, DMA 6, Sunup, Kleenup, Touch Down, Tordon dan Polaris.

2.6.2. Herbisida kontak

Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih muda dan berwarna hijau, serta gulma yang memiliki sistem perakaran tidak meluas.

Herbisida jenis ini dikenal karena mengakibatkan efek bakar yang langsung dapat dilihat terutama pada penggunaan dengan kadar tinggi, seperti asam sulfat 70%, besi sulfat 30%, tembaga sulfat 40%. Paraquat sebagai herbisida kontak, molekulnya dapat menghasilkan hydrogen peroksida radikal yang dapat memecah membrane sel, akhirnya seluruh sel juga rusak. Herbisida kontak merusak bagian tumbuhan yang terkena langsung dan tidak ditransolasikan ke bagian lain.

Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata keseluruhan permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian yang lebih baik. Dengan demikian, prestasi kerja yang dihasilkan pada penyemprotan lebih kecil dan kebutuhan tenaga kerja lebih banyak. Penggunaan CDA sprayer (Micron Herbi) sprayer sistem, ULV lainnya tidak direkomendasikan karena larutan herbisida yang kental tidak akan dapat merata keseluruhan permukaan gulma sasaran dan dapat menyebabkan iritasi kulit bagi pekerja (penyemprot) contoh-contoh jenis herbisida kontak adalah sebagai berikut Gramoxone, Herbatop dan Paracol.

(18)

Herbisida kontak cocok digunakan untuk gulma yang tergolong gulma lunak, artinya gulma tersebut relatif lebih muda dikendalikan. Jenis gulma ini da yang berdaun sempit ada yang berdaun lebar. Untuk pengendalian gulma diantara atau pada barisan tanaman baik sekali, karena akar gulma yang disemprot tidak mati. Rumput ini akan hidup kembali setelah bagian atasnya kering terbakar herbisida. Biji-biji gulma yang terkena semprotan tidak mati, namun jika biji tersebut telah tumbuh dan daunnya terkena semprotan akan mati.

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Beberapa Varietas Berdasarkan Tabel Cangkang Dan  Mesocarp  Varietas   Cangkang  (mm)  Pericarp (mm)  Cangkang (% buah)  Mesocarp (% buah)  Inti  (% buah)  Dura  2-5  2-6  25-50  20-65  4-20  Tenera  1-2,5  3-10  3-20  60-90  3-15  Pis

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida diperlukan pengetahuan dasar tentang cara pemakaian, ketepatan dosis, dan waktu aplikasi ,Waktu aplikasi herbisida

Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi

Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan cara handpicking larva, yaitu larva stadia berukuran sedang sampai besar untuk tanaman dengan umur < 5 tahun, sedangkan Handpicking

Pengendalian dengan menggunakan teknik infus akar sangat efektif, efisien dan lebih selektif serta dapat dilakukan pada tanaman muda maupun tanaman tua, namun cara ini

Gulma yang digolongkan ke dalam gulma kelas C adalah jenis- jeins gulma atau tumbuhan yang merugikan tanaman pekebunan dan memerlukan tindakan pengendalian, namun

8 Lebih lanjut Ardhita (2009) memaparkan bahwa pengendalian gulma setelah tumbuh (post- emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) degan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan