• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Konsep Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X-3 SMA Kristen 1 Salatiga T1 132008035 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Konsep Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X-3 SMA Kristen 1 Salatiga T1 132008035 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep diri

Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang dirinya, pengharapanya dan penilaian terhadap dirinya. Pengetahuan tentang diri individu adalah merupakan informasi yang dimiliki oleh individu tersebut tentang dirinya, misalnya usianya, jenis kelaminya, penampilanya dan sebagainya. Pengharapan bagi setiap diri individu adalah merupakan gagasan individu tersebut tentang kemungkinan menjadi apa dia kelak ( Fitts 1971)

Fitts (1991) mengatakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Definisi yang diberikan Fitts, mengenai konsep diri adalah: “… the self as seen perceived and experienced by him. This is the perceived self or the individuals self concept (Fitts, 1971).

(2)

Fitts, menjelaskan bahwa jika individu, mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana ia lakukan terhadap obyek-obyek lain yang ada di dalam kehidupannya. Jadi, diri yang dilihat, dihayati, dan dialami seseorang itu disebut konsep diri. Perspektif yang senada mengenai dimensi dari konsep diri dikemukakan Fitts (1971 ), dimana Fitts juga menganggap bahwa diri adalah sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian. Keseluruhan kesadaran mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu Fitts (1971) membagi konsep diri kedalam dua dimensi pokok yaitu :

1. Dimensi Internal yang terdiri dari?

a. Diri sebagai obyek/ Identitas (identity self) b. Diri sebagai pelaku (behavior self)

c. Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self) 2. Dimensi Eksternal yang terdiri dari:

a. Diri fisik (physical self)

b. Diri moral-etik (moral-ethical self) c. Diri keluarga (family self)

(3)

Dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts (1971) adalah berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk lebih memahami dari kedua maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan satu persatu.

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of referance) adalah bila seseorang melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya atau dunia dirinya terhadap identitas diri perilaku dirinya dan identitas diri perilaku dirinya dan penerimaan dirinnya.

Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini oleh Fitts, dibedakan atas 3 yaitu:

1. Diri Identitas (identity self)

Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar konsep ini mengacu pada pertanyaan “siapakah saya’? dimana di dalamnya tercakup label-label dan

simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Misalnya, saya Iskandar” dan kemudian sejalan dengan

(4)

Pada kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku. Identitas diri sangat mempengaruhi perilaku seorang individu, dan sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak kecil, individu cenderung untuk menilai atau memberikan label kepada orang lain maupun pada dirinya sendiri berdasarkan perilaku atau apa yang dilakukan seseorang. Untuk menjadi sesuatu seseorang harus melakukan sesuatu, dan dengan melakukan sesuatu, seringkali individu menjadi sesuatu.

2. Diri Perilaku (behavior self)

Diri pelaku merupakan persepsi seorang individu tentang perilakunya. Diri pelaku berisikan kesadaran mengenai “ apa yang dilakukan oleh diri” selain itu, bagian ini sangat

erat kaitannya dengan diri sebagai identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri sebagai identitas. Dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima dengan baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitannya keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai (Fitts 1971)

3. Diri Pengamat/ Penilai (judging self)

Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penemu standart serta pengevaluasi. Kedudukanya adalah sebagai perantara ( mediator) antara diri, identitas dengan diri pelaku.

(5)

semata-mata menggambarkan diriya tetapi dibalik itu juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya penilai inilah yang kemudian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.

Diri penilai menentukan kepuasan seorang individu akan dirinya atau seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah akan menimbukan harga diri yang rendah yang miskin dan akan mengembangkan ketidak percayaan yang mendasar kepada dirinya, sehingga senantiasa menjadi penuh kewaspadaan. Sebaliknya bagi indvidu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya akan lebih realistis sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan melupakan keadaan dirinya dan lebih dan lebih memfokuskan energi serta memperhatikan keluar diri, yang pada akhirnya dapat berfungsi secara lebih konstruktif. Diri sebagai penilai erat kaitanya dengan harga diri, karena kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan komponen utama dara persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga komponen utama pembentuk harga diri.

Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 sumber utama yaitu dari diri sendiri dan orang lain. Penghargaan diperoleh jika individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Tujuan, nilai dan standart ini dapat berasal dari internal, eksternal, maupun keduanya.

(6)

saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan tingkah laku aktualisasi dirinya. Maka penghargaan juga dapat berasal dari diri individu itu sendiri.

Penjelasan mengenai ketiga dimensi bagian internal, memperlihatkan bahwa masing-masing bagian mempunyai yang berbeda namun ketiganya saling melengkapi, berinteraksi dan membentuk suatu diri (self) serta konsep diri (self concept) secara utuh dan menyeluruh.

Dimensi kedua dari dimensi konsep diri adalah apa yang disebut dengan dimensi eksternal. Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai- nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar individu. Sebenarnya, dimensi eksternal merupakan bagian suatu bagian yang sangat luas, misalnya diri individu yang berkaitan dengan belajar. Namun yang dikemukakan oleh Fitts (1971), adalah bagian dimensi eskternal ini dibedakan Fitts (1971) atas lima bentuk yaitu:

1. Diri Fisik (physical self)

(7)

2. Diri Moral Etik (moral-ethical self)

Diri moral merupakan pandangan tentang individu terhadap dirinya sendiri, yang dilihat dari standart pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegang individu, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (Personal self)

Diri pribadi merupakan pandangan seorang individu terhadap keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungannya dengan individu lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana seorang individu merasakan dirinya sebagai seorang individu sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga, menunjukkan pada perasaan dan diri seorang individu dalam kedudukanya sebagai seorang angota keluarga. Bagian diri ini menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa adekuat terhadap dirinya sendiri sebagai angota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai angota dari suatu keluarga.

5. Diri Sosial (social self)

(8)

menilai bahwa ia memiliki diri fisik yang baik, tanpa adanya reaksi dari individu lain yang menunjukkan bahwa secara fisik ia memang baik dan menarik. Demikian pula halnya seorang individu tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik, tanpa adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain disekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.

Hubungan antar dimensi dalam konsep diri (dimensi internal dan eksternal) dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalnya total dari diri (self) sebagai keseluruhan adalah buah apell. Apel tersebut dapat dibagi secara horisontal maupun secara vertikal, yang pada setiap potongan mengandung potongan dari bagian lainnya. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung bagian-bagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya.

Interaksi yang terjadi di dalam bagian-bagian dan antar bagian pada dimensi internal, eksternal, ataupun keduanya, berkaitan erat dengan integrasi serta efektifitas keberfungsian diri secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan. Seorang individu yang terintegrasi dengan baik, akan menunjukkan derajat interaksi yang tinggi, baik di dalam bagian-bagian dari dirinya sendirinya (intra personal communication) maupun dengan individu-individu lain (interpersonal communication).

Aspek Konsep Diri

(9)

dimensi diri (seperti yang telah dikemukakan), adalah bagian dari diri yang hanya dapat diketahui oleh diri individu yang bersangkutan sendiri.

Aspek dari diri (self) tersebut menurut Fitts (1971) adalah sebagai berikut:

1. Aspek Pertahanan Diri (self defensiveness)

Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan diri fisiknya, terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini terjadi karena individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi karena individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam dirinya. Aspek pertahanan diri ini, membuat seorang individu mampu untuk “menyimpan” keburukan dari dirinya dan tambil dengan baik sesuai yang

diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.

2. Aspek harga Diri (self esteem)

(10)

3. Aspek Integrasi Diri (self integration)

Aspek integrasi ini menunjukkan pada derajat integrasi atar bagian-bagian dari diri (self). Semakin terintegrasi bagian-bagian dari diri seorang individu, maka akan semakin baik pula dia menjalankan fungsinya.

4. Aspek Kepercayaan Diri (self confidence)

Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya, maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri dalam menghadapi lingkunganya.

Dari uraian yang telah dikemukakan mengenai dimensi aspek diri, terlihat bahwa diri (self) baik sebagaimana yang dilihat individu sendiri maupun oleh individu lainnya, adalah terdiri dari beberapa bagian. Bagian- bagian dari inilah yang saling berinteraksi sehingga membentuk konsep diri yang utuh.

Selain dari variabel konsep diri mengenai tingkat konsep diri yang meliputi dimensi internal dan eksternal serta aspek-aspek yang telah dikemukakan, Fitts (1971) juga mengemukakan terhadap variabel lain yang mengukur aspek lain konsep diri yang terdiri atas:

1. Aspek Kritik Diri

Aspek kritik diri ini mengambarkan sikap “keterbukaan” diri dalam

(11)

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat merendahkan dan kurang menyenangkan mengenai diri seorang individu, tetapi dinyatakan secara halus sehingga pada umumnya individu akan mau mengakui sebagai suatu kebenaran bagi dirinya sendiri. Derajat dari keterbukaan diri yang terlalu rendah, menunjukkan sikap defensi individu. Individu yang normal memiliki derajat kritik diri yang tinggi, namun derajat yang terlalu tinggi (diatas 99%) justru menunjukkan individu yang kurang defensif dan kemungkinan memiliki kelainan psikologis.

2. Aspek Variabilitas

Aspek variabilitas dari diri ini dalah derajat integritas dan konsistensi persepsi seorang individu tentang dirinya sendiri, dari satu bagian diri kebagian diri lainnya. Derajat variabilitas yang tinggi, menunjukkan diri yang terintegrasi. Sedangkan derajat yang terlalu rendah, menunjukkan adanya kekuatan pada diri seorang individu. Derajat variabilitas yang optimal berada dibawah rata-rata namun di atas persentil 1.

3. Aspek Distribusi

(12)

B. Pengertian Bimbingan Kelompok

Sebelum lebih jauh kita mendiskripsikan tentang bimbingan kelompok alangkah baiknya kita mengetahui apa itu bimbingan dan kelompok. Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapatkan latihan khusus untuk itu, dan dimaksudkan agar individu dapat memehami dirinya dan lingkungannya dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal optimal. Dalam bimbingan kelompok dibutuhkan sebuah kelompok, kelompok itu sendiri adalah dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara tatap muka masing-masing menyadari keangotaaanya dalam kelompok, mengetahui dengan pasti individu-individu lain yang menjadi anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantunganyang positif dalam mencapai tujuan bersama (Romlah 2001).

Menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasai kelompok. Bimbingan kelompok ditunjukkan untuk mencegah terjadinya masalah pada siswa dan pengembangan potensi siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu tehnik bimbingan, bimbingan kelompok mempunyai prinsip, kegiatan, dan tujuan yang sama dengan bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada pengelolaannya yaitu dalam situasi kelompok.

(13)

diberikan dalam segenap bidang bimbingan yaitu: bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier.

Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan pribadi adalah proses bantuan yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa yang disebabkan oleh keadaan yang ada dalam diri sendiri dan bersifat sangat kompleks. Layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan pribadi membahas aspek-aspek pribadi siswa, misalnya: pengenalan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis, pengenalan tentang kelemahan diri, kemampuan mengambil keputusan serta pengarahan diri dan perencanaan, penyelengaraaan hidup yang sehat.

Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial adalah proses bantuan yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa yang disebabkan berhubungan dengan hubungan atau pergaulan dengan orang lain. Layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial membahas aspek-aspek perkembangan sosial siswa, misalnya: kemampuan berkomunikasi, kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, hubungan dengan teman sebaya, pengendalian emosi, pemahaman dan pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah serta pengenalan perencanaan dan pengalaman pola hidup sederhana.

(14)

untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam belajar yang muncul atau berhubungan dengan kegiatan belajar seseorang. Layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan belajar membahas aspek-aspek kegiatan siswa, misalnya: motivasi dan tujuan belajar, sikap dan kebiasaan belajar, penguasaan materi pembelajaran, pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik serta orientasi pembelajaran di perguruan tinggi (Romlah,2001)

Bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan karier adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok untuk dapat mengatasi masalah-masalah. Yang berhubungan dengan karier atau pekerjaan seseoarang. layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan karier membahas aspek-aspek pilihan pekerjaan dan pengambangan karier siswa, misalnya: pilihan latihan keterampilan, orientasi dan informasi pekerjaan atau karier, orientasi dan informasi lembaga kerja atau industri dan pilihan, orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah perkembangan karier (Romlah, 2001).

C. Keefektifan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan konsep diri

(15)

Selain itu apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok saling menolong menerima dan berempati dengan tulus (Romlah,2001).

Bimbingan kelompok merupakan lingkungan yang kondusif yang memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dengan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif pemecahan masalah dan mengambil keputusan yang tepat, dapat berlatih tentang perilaku yang baru dan bertanggung jawab atas pilihan yang yang ditentukan sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat menambah konsep diri yang positif.

Di dalam kelompok, anggota belajar mengingatkan kepercayaan terhadap orang lain, selain itu mereka juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan sistem dukungan dengan cara berteman secara akrab dengan sesama anggota. Dalam layanan bimbingan kelompok interaksiantar anggota kelompok merupakan suatu yang khas yang tidak mungkin terjadi pada konseling perorangan. Karena dalam layanan konseling kelompok terdiri dari individu-individu yang heterogen terutama dari latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing (Romlah,2001).

(16)

kelompok sudah dapat tercipta dengan baik ikatan batin yang terjalin antar anggota kelompok akan lebih mempererat hubungan diantara mereka sehingga masing-masing individu akan merasa diterima dan dimengerti orang lain, serta timbul penerimaan terhadap dirinya.

Konsep diri adalah pandangan yang menyeluruh individu terhadap totalitas diri sendiri baik tentang dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelebihan dan kelemahannya yang terbentuk dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain atau lingkkungan sekitar individu. Interaksi yang terus menerus dapat dilakukan dengan bimbingan kelompok karena dengan layanan bimbingan kelompok para anggota dapat belajar bersama dengan anggota kelompok yang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi, selain itu pemberian alternatif bantuan yang ditawarkan oleh para anggota kelompok yang lebih efektif sebab anggota kelompok tersebut sudah mengalami secara langsung.

(17)

Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi, sehingga orang mampu menyimpan informasi tentang dirinya baik informasi positif maupun negatif. Oleh karena itu segala informasi bukan merupakan sebuah ancaman baginya. Ia juga mampu menerima orang lain sebagaimana adanya. Baginya hidup adalah sebuah proses penemuan. Dengan bimbingan kelompok siswa memiliki gambaran tentang hidupnya, dapat memecahkan masalah dan dapat membantu orang lain. Dengan ini mereka bertindak lebih berani dan spontan serta memperlakukan orang lain dengan hangat dan hormat. Hidup ini baginya terasa menyenangkan penuh kejutan dan penuh pula imbalan (Fitts,1971)

Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungan, dengan bimbingan kelompok siswa dapat berinteraksi dengan anggota lain, mereka dapat berlatih tentang perilaku baru, belajar memberi dan menerima, dan belajar memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain. Situasi yang diperlukan untuk mengembangkan konsep diri positif adalah situasi hubungan yang erat dan mendalam dalam waktu yang relatif agak lama dalam berinteraksi.

Kelompok yang semuanya merupakan teman yang sebaya sering disebut kelompok teman sebaya. Di sinilah mereka dinilai oleh orang lain, penilaian ini akan menjadikan sebagia cermin dalam memandang dan menilai dirinya sendiri. Mereka dapa membandingkan antara “saya dapat menjadi apa” dengan “saya seharusnya menjadi apa”.

(18)

kelompok dapat menumbuhkan konsep diri dan keyakinan diri anggota. Anggota akan saling menolong, menerima dan berempati secara tulus. Hal ini akan dapat menumbuhkan suasana yang positif dalam diri mereka. Terlebih apabila semua anggota kelompok merupakan teman sebaya.

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan baik sebagai obyek pengujian maupun dalam pengumpulan data, dari penelitian yang pernah dilakukan oleh suprapto(2006) Dan Maisaroh(2003) Menyatakan bahwa konsep diri bisa ditingkkatkan dengan mengunakan layanan bimbingan kelompok. Dari penelitian yang dikemukakan oleh Suprapto (2006) dan Maisaroh (2003) maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Skripsi berjudul Analisis Perbandingan Sifat Mekanik Pengelasan Multilayer Baja Tahan Karat 316L Pada Pengelasan GTAW dan SMAW, telah diuji dan disahkan

Sehubungan dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dilingkungan Dinas Bina Marga dan Pengaiaran Kabupaten Kampar Tahun Anggaran 2012 bersama ini kami

Skripsi berjudul Analisis Perbandingan Sifat Mekanik Pengelasan Multilayer Baja Tahan Karat 316L Pada Pengelasan GTAW dan SMAW , telah diuji dan disahkan

Mata kuliah ini terdiri dari 2 SKS mata kuliah praktik termasuk didalamnya teori pendukung praktik, yang membahas tentang pengertian grooming dan ruang lingkupnya, etika profesi,

PENGADAAN PAKAIAN SERAGAM SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KAMPAR.. TAHUN

Dari hasil analisis perkembangan perubahan struktural yang dilihat dengan menggunakananalisis trend linier dapat diketahui trend perubahan struktural untuk sektor pertanian

3ahwa dalam rangka pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajaran Semester Qenap20l2l20l3, Fakultas Tekuik Universitas Negeri Yogyakarta, perlu menetapkan Tugas Mengajar