PENDAHULUAN
Adanya persaingan di bidang industri membuat perusahaan memiliki banyak strategi guna menghadapi persaingan bisnis khususnya dalam hal penjualan produk dan atau jasa yang ditawarkan. Salah satu strategi yang digunakan adalah bundling. Yadav and Monroe (1993) state that bundling is the selling of two or more products and/or services at a single price. Definisi bundling adalah penjualan dua atau lebih produk barang maupun jasa dalam satu kesatuan harga. Dengan adanya pengikatan dua produk atau lebih, diharapkan dapat meningkatkan minat beli konsumen terhadap produk tersebut dibandingkan ketika konsumen harus membeli produk secara terpisah atau unbundling. Bakos dan Brynjolfsson (1999), mengatakan bahwa penawaran produk bundling akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penawaran produk yang dijual secara terpisah.
Menurut Adams dan Yellen (1976), strategi bundling dibagi menjadi tiga jenis yaitu pure bundling, mixed bundling, dan unbundling. Adams dan Yellen (1976) menyatakan bahwa penerapan strategi mixed bundling memiliki kelebihan dibandingkan dua strategi bundling yang lainnya dikarenakan strategi mixed bundling memberikan kesempatan yang lebih luas kepada konsumen sehingga konsumen dapat memilih untuk membeli produk sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga perusahaan akan cenderung menggunakan strategi mixed bundling dibandingkan dua strategi bundling lainnya.
olahan daging atau steak. Mulai dari chicken steak dan beef steak. Selain itu, Central Cafe juga menyediakan beberapa penawaran paket makanan yaitu paket hemat 1 sampai 3. Paket 1 terdiri dari Chicken Crispy, Teh dan Nasi. Paket 2 terdiri dari Sirloin Crispy, Teh dan Nasi. Paket 3 terdiri dari Spaghetty dan Teh. Masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali, bagaimana perbandingan laba atas produk yang ditawarkan Central Cafe Boyolali, kemudian bagaimana perbandingan laba penjualan sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali. Adapun persoalan penelitian ini adalah bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali? Yang kedua adalah bagaimana perbandingan laba atas produk yang ditawarkan Central Cafe Boyolali? Dan yang ketiga adalah bagaimana perbandingan laba penjualan sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali?
penelitian dari bulan Februari sampai April 2014 dikarenakan pada bulan tersebut merupakan bulan dengan data penjualan terlengkap.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali. Dengan adanya informasi tersebut, kemudian akan diketahui volume penjualan produk selama tiga bulan. Dengan demikian akan diketahui laba atas penjualan produk yang ditawarkan. Kemudian penulis dapat melihat perbandingan laba atas penjualan produk yang ditawarkan oleh Central Cafe Boyolali. Setelah itu penulis akan membandingkan laba penjualan produk di Central Cafe sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan produk setelah menerapkan strategi bundling.
Manfaat penelitian ini adalah bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperdalam pengetahuan mengenai strategi bundling dan kontribusi strategi ini terhadap peningkatan laba perusahaan atau resto khususnya dalam penelitian ini. Kemudian bagi Central Cafe sendiri khususnya pihak manajemen, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan kepada bagian terkait di cafe tersebut untuk lebih mengetahui penjualan produk mana yang dapat meningkatkan laba. Dan terakhir untuk pihak-pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
KERANGKA TEORITIS
Strategi Bundling
Menurut Adams dan Yellen (1976), strategi bundling dibagi menjadi tiga jenis yaitu pure bundling, mixed bundling, dan unbundling. Pure bundling adalah strategi dimana perusahaan menjual dua produk atau lebih dalam satu kesatuan harga dan konsumen tidak dapat membeli salah satu produk secara terpisah. Mixed bundling adalah strategi dimana perusahaan menjual dua produk atau lebih dalam satu kesatuan harga dan konsumen memiliki keleluasaan untuk membeli salah satu atau semua produk bundling tersebut. Kemudian unbundling adalah strategi dimana perusahaan menjual produknya secara terpisah, tidak dalam satu kesatuan harga yang terdiri dari dua produk atau lebih. Dari pengertian jenis bundling tersebut, maka sangatlah penting dilakukan identifikasi mengenai jenis bundling apa yang diterapkan oleh suatu perusahaan. Informasi tersebut berguna untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi bundling tersebut dan pengaruhnya terhadap laba atas penjualan produk yang ditawarkan suatu perusahaan.
Menurut Yadav dan Monroe (1993), strategi bundling adalah penjualan dua atau lebih produk barang maupun jasa dalam satu kesatuan harga. Guiltinan (1987) state that bundling as “the practice of marketing two or more products and/or services in a single package for a special price”. Hal tersebut berarti
menarik. Oleh karena itu konsumen akan lebih tertarik untuk membeli produk bundling dengan harga yang lebih murah dibandingkan ketika konsumen harus membeli salah satu produk secara terpisah. Tujuan bundling yaitu untuk meningkatkan penjualan produk atau menarik minat konsumen untuk membeli produk bundling dibandingkan produk unbundling. Bakos and Brynjolfsson (1999) find that in a variety of circumstances, a multiproduct monopolist will extract substantially higher profits by offering one or more bundles of information goods than by offering the same goods separately. Mereka berpendapat bahwa dalam berbagai situasi, monopoli multiproduk akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dengan penawaran satu atau lebih penjualan barang sistem paket (bundling product) daripada dengan menawarkan barang yang sama secara terpisah (unbundling product).
menggunakan strategi mixed bundling dibandingkan dua strategi bundling lainnya.
Harga Pokok Penjualan
Menurut Niswonger dan Warren (2000), harga pokok penjualan adalah biaya untuk memproduksi barang yang terjual. Harga pokok penjualan untuk perusahaan manufaktur meliputi pemakaian bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan cara persediaan awal barang jadi ditambah harga pokok produk dikurangi dengan persediaan akhir barang jadi. Untuk persediaannya dapat ditentukan dengan pencatatan persediaan menggunakan Perpetual Inventory Method dan Periodical Inventory Method. Dalam metode perpetual untuk perusahaan manufaktur harga pokok penjualan diperoleh dari Subsidiary Ledger Finish Goods. Metode pencatatan perpetual mencatat jumlah persediaan secara terus menerus, sehingga setiap saat jumlah persediaan dapat diketahui berdasarkan catatan akuntansinya. Sedangan dalam metode periodik pada perusahaan manufaktur harga pokok penjualan dihitung melalui Beginning Inventory. Pencatatan dengan metode periodik dimana jumlah persediaan tidak dicatat secara terus menerus melainkan hanya pada setiap akhir periode akuntansi.
Profit atau Laba
tersebut selama periode tertentu. Apabila pendapatan lebih besar daripada beban maka perusahaan akan mendapatkan laba. Dan apabila sebaliknya, beban lebih besar daripada pendapatan maka dapat dikatakan perusahaan mengalami kerugian.
Menurut Stice dan Skouen (2004) laba dalam hubungannya dengan perhitungan laba-rugi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Laba kotor. Laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan harga pokok persediaan. Pengertian ini sejalan dengan pengertian laba kotor yang dikemukakan Soemarso (2004), yang mengatakan bahwa laba kotor (gross profit) adalah penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan.
2. Laba operasional. Laba operasional yaitu hasil dari aktivitas yang termasuk rencana-rencana kecuali ada perubahan-perubahan besar dalam ekonomi yang dapat diharapkan akan dicapai setiap tahun. Oleh karna angka ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai balas jasa pada pemilik modal.
3. Laba sebelum dikurangi pajak. Laba sebelum dikurangi pajak merupakan laba operasi ditambah hasil usaha dan dikurangi biaya diluar operasi biasa. Bagi pihak-pihak tertentu dalam hal pajak, angka itu adalah yang terpenting karena jumlah ini menyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan. 4. Laba sesudah pajak atau laba bersih. Laba sesudah pajak atau laba bersih
Menurut Mulyadi (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi laba, antara lain: 1. Biaya. Biaya yang dapat timbul dari perolehan atau mengolah suatu produk
atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.
2. Harga Jual. Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan.
3. Volume penjualan dan produksi. Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi dan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.
Dapat dikatakan bahwa volume penjualan berpengaruh terhadap laba perusahaan. Meningkatnya volume penjualan diharapkan dapat meningkatkan laba perusahaan atas penjualan produknya. Volume penjualan sendiri dipengaruhi oleh harga yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Gitosudarmo (1999), pengusaha perlu memikirkan tentang harga jual secara tepat karena harga yang tidak tepat akan berakibat tidak menarik para pembeli untuk membeli atau menggunakan jasa tersebut. Penetapan harga jual yang tepat tidak selalu berarti bahwa harga haruslah ditetapkan rendah atau serendah mungkin karena banyak konsumen yang mempertimbangkan harga dalam memakai sebuah jasa yang ditawarkan. Ketika perusahaan ingin mencapai laba yang optimal, maka pertimbangan akan penetapan harga sangatlah penting untuk diperhatikan guna meningkatkan volume penjualan. Peningkatan volume penjualan inilah yang akan berpengaruh terhadap peningkatan laba perusahaan.
strategi tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan volume penjualan atas produk bundling yang ditawarkan yang akan berimplikasi pada peningkatan laba perusahaan. Dengan demikian, maka perusahaan dapat menentukan penjualan produk manakah yang menghasilkan laba lebih tinggi. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Arora (2011). Dalam jurnalnya yang berjudul “Bundling or unbundling frequently purchased products: a mixed method approach”, terdapat beberapa kesimpulan yang dikemukakan. Poin-poin kualitatif
penjualan sistem paket membuat pelanggan merasa mendapat keuntungan dalam membeli produk utama. Menawarkan item gratis hendaknya lebih transparan karena konsumen dapat segera memahami penghematan apa yang akan diperoleh. Item gratis hanya akan menarik jika konsumen memang membutuhkan barang tersebut. Dalam sorotan penelitian ini, Arora (2011) menyarankan pendekatan yang lebih cermat ketika menawarkan harga paket. Item tambahan dalam paket harus melengkapi produk utama dan secara luas harus sebanding dengan pola penggunaan. Ketika produk berbeda, konsumen akan cenderung memilih membeli item secara terpisah. Arora (2011) juga menyimpulkan bahwa item gratis bisa saja lebih menarik sebagai pilihan diskon. Replikasi penelitian dalam bentuk produk lain sangat dianjurkan terutama dalam hal mempertahankan minat konsumen.
strategi unbundling harus digunakan. Dengan beralih dari unbundling untuk mixed bundling, harga tunggal produk yang optimal dapat meningkat.
Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009) yang berjudul “Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa di dalam mengambil keputusan di bidang marketing hampir selalu berkaitan dengan variabel-variabel merketing mix. Oleh karena itu, marketing mix sangat penting dan dapat dipakai sebagai alat pemasaran praktis. Tekanan utama dari marketing mix adalah pasar karena pada akhirnya produk yang ditawarkan oleh perusahaan diarahkan ke pasar. Kebutuhan pasar dipakai sebagai dasar untuk menentukan macam produknya, demikian pula keadaan pasar terhadap berbagai macam alternatif harga, promosi dan distribusi. Masalah tersebut menunjukkan perusahaan untuk mengalokasikan kegiatan pemasarannya pada masing-masing variabel marketing mix.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Di dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah salah satu cafe di Boyolali yaitu Central Cafe. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah Central Cafe Boyolali, dan satuan pengamatannya adalah pengelola atau pemilik cafe tersebut.
Jenis Data, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, dan Analisis Data
mengetahui strategi bundling yang digunakan cafe tersebut dalam penjualan produk yang ditawarkan. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah profil Central Cafe, dan semua data yang terkait dengan laporan keuangan dan daftar harga makanan di Central Cafe Boyolali. Dalam penelitian ini sumber data didapat dari pengelola Central Cafe Boyolali.
Teknik dan Langkah Analisis Data
Pendekatan Kualitatif
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Teknik tersebut digunakan untuk mengumpulkan informasi guna mengetahui strategi bundling yang digunakan cafe tersebut dalam menjual produknya.
Pendekatan Kuantitatif
Untuk mengetahui perbandingan antara profit penjualan produk bundling dengan penjualan produk unbundling. Akan dilakukan perhitungan harga pokok penjualan pada produk ketika dijual secara bersamaan dan ketika dijual secara terpisah. Sedangkan langkah analisis yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian pendahuluan guna memastikan bahwa Central Cafe Boyolali menerapkan strategi mixed bundling.
3. Membandingkan laba penjualan produk sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan produk setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali.
4. Menarik kesimpulan dan menentukan penjualan produk manakah yang menyumbang laba lebih besar di Central Cafe Boyolali.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Objek Penelitian
Central Cafe merupakan salah satu cafe yang terletak di Jalan Pandanaran No.309 Boyolali, dengan nama pemilik Bapak Lindu Suwarno. Cafe ini didirikan pada tanggal 9 Februari 2013 dengan mengusung konsep steak and coffee. Pengelola cafe tersebut melakukan beberapa inovasi terhadap penyajian menu tambahan yang berbeda agar ada unsur diferensiasi produk dengan cafe lain di Boyolali.
Visi dan Misi Central Cafe adalah sebagai berikut:
Visi Central Cafe adalah menjadi restoran steak dengan pelayanan terbaik. Untuk mencapai visi ini, Central Cafe selalu menjamin mutu produk-produknya, memberikan pelayanan yang memuaskan, menawarkan kebersihan dan keamanan produk pangan serta nilai-nilai tambah lainnya.
Misi Central Cafe:
1. Menjadi perusahaan terbaik bagi semua karyawan kami.
3. Terus mengalami perkembangan ke arah yang menguntungkan sebagai sebuah brand, serta terus mengembangkan sistem operasional CENTRAL ke arah yang lebih baik lagi lewat inovasi dan teknologi.
Strategi Bundling yang diterapkan Central Cafe Boyolali
Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola Central Cafe Boyolali, terdapat beberapa makanan yang ditawarkan yaitu Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi. Menu tersebut menjadi komponen dari menu paket dan menu reguler yang ditawarkan cafe tersebut. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dilihat bahwa cafe tersebut menggunakan strategi mixed bundling dalam penjualan produknya. Dimana konsumen dapat memilih menu makanan yang dipaket (bundling) ataupun menu reguler yang menjadi komponen dari menu paket tersebut (unbundling). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang terdapat pada lampiran 1 dan daftar menu cafe tersebut sebagaimana terdapat pada lampiran 2.
Perbandingan Jumlah Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Bulan
Februari sampai April 2014 Central Cafe Boyolali
Tabel 1 Perbandingan Penjualan Produk Bundling dan Unbundling peningkatan setiap bulannya. Begitu pula dengan volume penjualan produk unbundling yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan klasifikasi produk bundling dan unbundling, maka dapat direkapitulasi penjualan produk tersebut selama tiga bulan. Sehingga dari penyajian kedua produk tersebut dapat dilihat perbandingan total penjualan selama tiga bulan. Berikut ini tabel perbandingan yang menyajikan informasi mengenai total penjualan produk bundling dan unbundling selama tiga bulan.
besar daripada total penjualan produk unbundling. Besarnya volume penjualan tentunya akan berpengaruh terhadap laba yang dapat dihasilkan dari total penjualan produk mixed bundling yang ditawarkan Central Cafe Boyolali. Peningkatan volume penjualan dapat berimplikasi pada peningkatan laba yang dihasilkan dari penjualan produk tersebut.
Perbandingan Laba Kotor Penjualan Produk Bundling dan Unbundling
Bulan Februari sampai April 2014 Central Cafe Boyolali
Dari hasil penjumlahan penjualan produk bundling dan perhitungan harga pokok penjualan produk bundling yang terlampir pada lampiran 4 maka dapat dihitung laba kotor produk bundling per bulan yang tersaji dalam tabel 3
Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa laba kotor Paket 1 sampai 3 selama bulan Februari sampai April mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan volume penjualan selama bulan Februari sampai April.
Berdasarkan hasil penjumlahan penjualan produk unbundling dan perhitungan harga pokok penjualan produk unbundling yang terlampir pada lampiran 4 maka dapat dihitung laba kotor produk unbundling per bulan yang tersaji dalam tabel 4
Tabel 4 Rekap Laba Kotor Produk Unbundling Bulan Februari sampai April 2014
Tabel 4 menunjukkan bahwa laba kotor atas produk unbundling yang terdiri dari Chicken Crispy, Sirloin Crispy dan Spaghetty pada bulan Februari sampai April mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan volume penjualan dari Chicken Crispy, Sirloin Crispy dan Spaghetty pada setiap bulannya.
Central Cafe Boyolali selama tiga bulan yaitu dari Februari sampai dengan April 2014.
Tabel 5 Perbandingan Laba Kotor Produk Mixed Bundling Bulan Februari sampai April 2014
Central Cafe Boyolali
PRODUK BULAN TOTAL
FEB MAR APR
BUNDLING Rp7.808.800 Rp10.398.600 Rp11.642.100 Rp29.849.500
UNBUNDLING Rp11.556.600 Rp13.973.800 Rp14.779.500 Rp40.309.900 Tabel diatas menunjukkan bahwa total laba kotor produk unbundling lebih besar daripada total laba kotor produk bundling pada bulan Februari sampai April 2014. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pendapat dari Bakos dan Brynjolfsson (1999) yang menyatakan bahwa penawaran produk bundling akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penawaran barang yang sama secara terpisah (unbundling). Memang ketika dilihat dari perbandingan total penjualan produk bundling dan unbundling, yang memiliki total penjualan lebih tinggi adalah penjualan produk bundling. Hal ini tentu akan berimplikasi pada besarnya laba yang dihasilkan. Sementara dari penelitian yang telah penulis lakukan, didapatkan hasil bahwa total laba kotor untuk produk unbundling justru lebih tinggi dibandingkan total laba kotor produk bundling.
daripada laba yang dapat dihasilkan dari penjualan produk unbundling. Hal ini berarti bahwa produk bundling tidak menyumbang laba yang lebih tinggi dibandingkan dengan laba yang dihasilkan dari penjualan produk unbundling. Berdasarkan data volume penjualan menunjukkan bahwa volume penjualan produk bundling lebih tinggi daripada volume penjualan produk unbundling. Hal ini menunjukkan bahwa minat konsumen untuk membeli produk bundling lebih tinggi. Namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa laba produk bundling lebih rendah daripada laba produk unbundling. Laba produk bundling lebih rendah dibandingkan laba produk unbundling dikarenakan Central Cafe menetapkan harga jual produk bundling lebih rendah dibandingkan harga jual produk unbundling. Sementara harga pokok penjualan produk bundling dan unbundling sama. Maka perlu adanya pengkajian ulang mengenai penetapan harga jual produk bundling di Central Cafe Boyolali.
Pengkajian ulang terkait dengan perhitungan kenaikan total pendapatan atas penjualan produk bundling dapat diketahui dengan menghitung Gross Profit Margin (GPM). Gross profit margin merupakan perbandingan antara penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan. Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Tabel 6 Perhitungan Gross Profit Margin
Dari tabel 6, diketahui total pendapatan atas penjualan produk bundling selama tiga bulan sebesar Rp118.126.000 dengan total laba kotor sebesar Rp29.849.500. Sehingga GPM yang didapat sebesar 25 persen. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp0,25.
Berdasarkan perhitungan GPM maka dapat dilakukan perhitungan estimasi kenaikan total pendapatan atas penjualan produk bundling sehingga penjualan untuk bulan berikutnya dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dibandingkan laba atas penjualan produk unbundling. Berikut ini adalah tabel yang berisi perhitungan estimasi pendapatan produk bundling.
Tabel 7 Estimasi Total Pendapatan Produk Bundling Berdasarkan Data Bulan Februari sampai April 2014
sebagai titik acuan. Estimasi margin sebesar 46 persen didapatkan dari penambahan margin sebesar 21 persen dari margin awal yang telah dihitung sebesar 25 persen. Penambahan margin sebesar 21 persen akan menghasilkan total laba kotor produk bundling sebesar Rp40.607.200. Penyajian laba produk unbundling bertujuan sebagai patokan laba minimal yang harus dicapai dari penjualan produk bundling. Sehingga untuk mencapai total laba kotor produk bundling yang lebih tinggi daripada total laba kotor produk unbundling maka diperlukan pendapatan atas penjualan produk bundling minimal sebesar Rp128.883.700 selama tiga bulan yang didapatkan dari penjumlahan antara total harga pokok penjualan dan total laba kotor produk bundling.
Berdasarkan estimasi total pendapatan yang telah didapatkan dari perhitungan tabel 7, maka dapat diketahui estimasi harga jual produk bundling sehingga akan menghasilkan laba yang lebih tinggi dibandingkan laba atas penjualan produk unbundling. Berikut ini harga jual awal produk bundling beserta penetapan harga baru produk bundling yang disajikan bersama-sama sehingga dapat dilihat perbandingannya
Tabel 8 Penetapan Harga Baru Produk Bundling Berdasarkan Data Penjualan Bulan Februari sampai April 2014
PAKET BULAN HPP LABA MAR 10.788.600 5.002.300 15.876.900 1.217
APR 10.710.300 5.639.900 17.900.400 1.251
2 FEB 13.176.200 4.881.200 15.492.400 1.069 Rp 14.000 Rp 15.000 MAR 14.346.700 6.385.200 20.266.200 1.192
APR 14.057.700 7.860.700 24.949.000 1.210
3 FEB 4.408.500 1.836.700 5.829.900 682 Rp 11.000 Rp 12.000 MAR 5.493.100 2.518.600 7.993.800 885
APR 5.320.900 2.647.000 8.401.300 889
Tabel 8 berisi penetapan harga baru produk bundling yang dihitung berdasarkan hasil pendapatan yang telah dihitung sebelumnya. Dari tabel diatas total harga baru disarankan lebih tinggi dari total harga jual awal produk bundling. Sehingga penulis menyarankan untuk menaikkan harga jual sebesar Rp 1.000 untuk masing-masing paket sehingga untuk penjualan produk di bulan selanjutnya akan menghasilkan laba produk bundling yang lebih tinggi daripada laba produk unbundling.
Perbandingan Laba Kotor Produk Sebelum Penerapan Mixed Bundling
dengan Laba Kotor Produk Setelah Penerapan Mixed Bundling di Central
Cafe Boyolali
Tabel 9 Pendapatan dan Laba Kotor Chicken Crispy, Sirloin Crispy,
Spaghetty, Teh dan Nasi Bulan Oktober sampai Desember 2013 di Central
Cafe Boyolali
NO PRODUK BULAN PENDAPATAN LABA KOTOR
1 CHICKEN CRISPY OKT Rp18.486.000 Rp7.487.200
NOV Rp18.057.000 Rp7.413.000
DES Rp17.771.000 Rp6.772.200
2 SIRLOIN CRISPY OKT Rp16.320.000 Rp3.399.200
NOV Rp15.900.000 Rp3.396.000
DES Rp15.765.000 Rp2.844.200
3 SPAGHETTY OKT Rp8.268.000 Rp1.810.700
Keputusan Central Cafe Boyolali dalam menerapkan strategi mixed bundling juga terbukti dapat meningkatkan volume penjualan, pendapatan dan juga laba atas penjualan produk yang ditawarkan. Tabel berikut ini berisi total laba kotor produk Central Cafe Boyolali sebelum dan setelah menerapkan strategi mixed bundling. Yaitu total laba kotor selama bulan Oktober sampai Desember 2013 dan bulan Februari sampai April 2014.
Tabel 10 Perbandingan Laba Kotor Produk Sebelum dan Setelah Penerapan
Strategi Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali
KET PRODUK LABA
KOTOR
TOTAL LABA KOTOR
Sebelum Mixed Bundling Unbundling Rp42.223.200 Rp42.223.200
Setelah Mixed Bundling Bundling Rp29.849.500 Rp70.159.400
Unbundling Rp40.309.900
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pengelola Cetral Cafe Boyolali, dapat ditarik kesimpulan bahwa Central Cafe Boyolali menggunakan strategi mixed bundling dalam menawarkan produknya. Penggunaan strategi mixed bundling dilakukan Central Cafe karena sebelum menerapkan strategi ini penjualan dan laba kotor Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi yang ditawarkan Central Cafe Boyolali mengalami penurunan setiap bulannya yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2013. Setelah Central Cafe menerapkan strategi mixed bundling, terlihat bahwa volume penjualan untuk produk bundling lebih tinggi dibandingkan dengan volume penjualan produk unbundling. Dengan tingginya volume penjualan produk bundling berimplikasi kepada tingginya laba yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil penelitian, total laba kotor untuk produk unbundling justru lebih tinggi daripada total laba kotor produk bundling. Strategi mixed bundling memang berpengaruh terhadap laba produk mixed bundling. Hal ini dibuktikan dari total penjualan produk bundling yang lebih besar dibandingkan total penjualan produk unbundling. Namun, besarnya total penjualan produk bundling belum tentu menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada laba yang dapat dihasilkan dari penjualan produk unbundling.
Keterbatasan Penelitian
mempengaruhi peningkatan maupun penurunan penjualan produk bundling dan unbundling. Objek penelitian yang digunakan termasuk perusahaan berskala kecil. Data yang diperoleh dari objek tersebut masih terbatas, yang hanya berupa data hasil penjualan bulanan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sehingga penulis harus melakukan perhitungan harga pokok penjualan terlebih dahulu yang nantinya digunakan dalam menghitung laba atas produk bundling dan unbundling yang ditawarkan.
Saran
Dengan penetapan harga yang dilakukan Central Cafe terhadap penjualan produk bundling, ternyata total laba kotor yang dihasilkan belum cukup tinggi ketika dibandingkan dengan total laba kotor atas penjualan produk unbundling. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu perlu adanya beberapa pertimbangan dan perhitungan dalam menetapkan harga sehingga laba yang dihasilkan dari penjualan produk bundling akan lebih besar daripada laba atas penjualan produk unbundling.
lebih besar dibandingkan laba kotor produk unbundling untuk penjualan di bulan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, W.J. dan Yellen, J.L., 1976, Commodity Bundling and the Burden of Monopoly, Quarterly Journal of Economics 90: 475-498.
Arora, R., 2011, Bundling or Unbundling Frequently Purchased Products: a Mixed Method Approach, Journal of Consumer Marketing 28 (1): 67-75. www.emeraldinsight.com/0736-3761.htm. 2 Februari 2014.
Arribas, U. dan Urbano, A., 2004, Mixed Bundling Strategies and Multiproduct Price Competition, Journal of Economic : 1-49.
Bakos, Y. dan Brynjolfsson, E., 1999, Bundling Information Goods: Pricing, Profits and Efficiency, http://www.gsm.uci.edu/-bakos/big/big.html. 26 Oktober 2013.
Chiambaretto, P. dan Dumez, H., 2012, The Role of Bundling in Firms’
Marketing Strategies: A Synthesis, Recherche et Applications en Marketing 27 (2): 91-106.
Niswonger, Warren, Reeve, Fees, 2000, Prinsip-prinsip Akuntansi, Edisi 19,
Stremersch, S. and Gerard, J.T., 2002, Strategic Bundling of Products and Prices : A New Synthesis for Marketing, Journal of Marketing 66: 55-72.
Suwarni, 2009, Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.1, Tahun XIV.
Yadav, M. dan Monroe, K., 1993, How Buyers Perceive Savings in a Bundle Price: an Examination of a Bundle’s Transaction Value, Journal of Marketing Research 30 (3): 350-358.
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77403. 15 Agustus 2013 http://jbptunikompp-gdl-titijayant-19667-4-kajianp-n.doc. 24 Oktober 2013
http://sibukkerjatugas.wordpress.com/2011/12/13/konsep-laba-income-concept/. 2 November 2013
LAMPIRAN 1
DAFTAR PERTANYAAN
(INSTRUMEN PENELITIAN)
“ANALISIS STRATEGI MIXED BUNDLING DI CENTRAL CAFE
BOYOLALI”
Hari dan Tanggal Wawancara : 17 Mei 2014 dan 1 September 2014
Waktu : 20.00-21.00
Identitas Perusahaan :
1. Siapa nama pemilik Central Cafe? Bp.Lindu Suwarno
2. Kapan Central Cafe didirikan? Tanggal 9 Februari 2013
3. Apa saja klasifikasi makanan dan minuman yang ditawarkan? Coffee & Steak
4. Ada berapa paket makanan yang ditawarkan? 3 Paket
5. Apa saja rincian paket yang ditawarkan? Paket A, Paket B, Paket C
6. Apakah penjualan paket sudah ada sejak awal berdirinya cafe?
Tidak. Jadi dulu Sirloin, Chicken dan Spaghetty belum dipaket dengan Teh dan Nasi. Masih menu reguler
7. Sejak kapan Central cafe menerapkan penjualan sistem paket? Sejak bulan Januari 2014
8. Apa alasan Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket?
keuntungan juga karena fokus kami memang ingin mendapatkan keuntungan yang terus meningkat
9. Apakah setelah Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket, penjualan semakin meningkat?
Iya, terutama yang dipaket jadi lebih banyak yang membeli. Karena harganya kan juga lebih murah
Pertanyaan mengenai komponen HPP Sirloin Steak, Chicken Steak, Spaghetty, Teh dan Nasi sebelum penerapan penjualan sistem paket
1. Berapa harga beli bahan baku setiap penjualan per hari? Sebutkan sesuai
2. Biaya apa saja yang ditanggung dalam pembelian? Sebutkan! Misal biaya bayar orang untuk membeli bahan.
3. Berapa biaya angkut bahan baku sampai di tempat produksi? -/+ Rp.15.000
4. Apa saja bahan lain selain bahan baku yang digunakan? Misal saus, tepung maizena, tomat, minyak sayur.
Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam
5. Berapa jumlah bahan penolong yang dibutuhkan? Sebutkan! Misal minyak goreng, tepung,merica, gas.
Minyak Goreng, Gas, Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam
6. Berapa harga beli bahan penolong yang dibutuhkan? (misal: saus, merica) Minyak Goreng 12.000
7. Berapa jumlah karyawan yang bekerja di Central Cafe? 10 Orang
8. Bagaimana sistem penggajian karyawan? Payroll / Transfer
9. Berapa gaji karyawan yang bekerja di Central Cafe? Rp.1.000.000
10.Berapa jumlah tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi? Misal cleaning servis, tukang parkir.
2 Orang ( Parkir )
11.Bagaimana sistem penggajian tenaga kerja tidak langsung yang dipekerjakan Central Cafe? Misal per hari atau mingguan atau bulanan
--
12.Berapa upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja tidak langsung? --
14.Berapa biaya listrik yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.700.000
15.Berapa biaya air yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.300.000
16.Berapa biaya air minum karyawan yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.500.000
17.Berapa biaya makan karyawan yang dikeluarkan cafe? (jika ada) --
18.Berapa jumlah minyak goreng yang digunakan setiap bulan? -/+ 100 Liter
19.Berapa harga beli minyak goreng per kilogram? Rp.12.000
20.Berapa jumlah tabung gas yang digunakan cafe setiap bulan? -/+ 15 Tabung
21.Berapa harga beli tabung gas yang digunakan (per tabung)? Rp.95.000
Pertanyaan mengenai komponen HPP paket hemat dan reguler yang ditawarkan 1. Apa saja bahan baku yang ada dalam paket hemat yang ditawarkan?
Beras 10.000/kg x 3 kg
3. Biaya apa saja yang ditanggung dalam pembelian? Sebutkan! Misal biaya bayar orang untuk membeli bahan.
Bensin 7.000 Parkir 3.000 Lain-lain 5.000
4. Berapa biaya angkut bahan baku sampai di tempat produksi? -/+ Rp.15.000
5. Apa saja bahan lain selain bahan baku yang digunakan dalam membuat menu paket? Misal saus, tepung maizena, tomat, minyak sayur.
Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam
6. Berapa jumlah bahan penolong yang dibutuhkan? Sebutkan! Misal minyak goreng, tepung,merica, gas.
Minyak Goreng, Gas, Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam
7. Berapa harga beli bahan penolong yang dibutuhkan? (misal: saus, merica) Minyak Goreng 13.000
8. Berapa biaya telpon yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.500.000
9. Berapa biaya listrik yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.700.000
-/+ Rp.300.000
11.Berapa biaya air minum karyawan yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.600.000
12.Berapa jumlah minyak goreng yang digunakan setiap bulan? -/+ 120 Liter
13.Berapa harga beli minyak goreng per kilogram? Rp.13.000
14.Berapa harga beli tabung gas yang digunakan (per tabung)? Rp.97.000
15.Apa saja barang pendukung proses produksi? Sebutkan! Misal kompor gas
Kompor Gas, Panci, Wajan,Hot plate, ladle,strainer, Rice Cooker 16.Berapa harga perolehan barang pendukung proses produksi?
Kompor 600.000x4 biaya pemeliharaan 6 bulan 1x Kompor kecil 3 @250.000
Untuk nasi 2, spaghetthy 1, saus spaghetthy 1 Bangunan cafe sewa 15.000.000 per tahun Karyawan di bagian produksi ada 3 orang Harga pokok penjualan teh dan nasi @1500 1 kg daging = 20 porsi steak
LAPORAN PENJUALAN BULAN OKTOBER 2013
LAPORAN PENJUALAN BULAN NOVEMBER 2013
LAPORAN PENJUALAN BULAN APRIL 2014
PENJUALAN BULAN MARET 2014
VISI & MISI CENTRAL
A. VISI
Visi CENTRAL adalah menjadi restoran steak dengan pelayanan terbaik. Untuk mencapai visi ini, CENTRAL selalu menjamin mutu produk-produknya, memberikan pelayanan yang memuaskan, menawarkan kebersihan dan keamanan produk pangan serta nilai-nilai tambah lainnya.
B. MISI
1. Menjadi perusahaan terbaik bagi semua karyawan kami.
2. Menghadirkan pelayanan dengan sistem operasional yang unggul bagi setiap konsumen kami.
LAMPIRAN 2
Gambar Menu Produk Bundling dan Unbundling
LAMPIRAN 3
TABEL BAHAN BAKU LANGSUNG PER HARI
NO KETERANGAN HARGA/Q SATUAN QUANTITY TOTAL HARGA
LAMPIRAN 4
Perhitungan Harga Pokok Penjualan Produk Bundling dan Unbundling PERHITUNGAN HPP CHICKEN
HPP CHICKEN
BBL
Persediaan awal bahan baku 0
Pembelian bahan baku biaya angkut pembelian 15000/3 5.000 pembelian bersih
319.300 jumlah bahan baku yang tersedia 319.300
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 319.300 TKL ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 451.300
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 451.300
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
PERHITUNGAN HPP SIRLOIN
HPP SIRLOIN
BBL
Persediaan awal bahan baku 0
Pembelian bahan baku
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 526.300 TKL ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 658.300
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 658.300
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
PERHITUNGAN HPP SPAGHETTY
HPP SPAGHETTY
BBL
Persediaan awal bahan baku 0
pembelian bahan baku
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 93.300
ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 225.300
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 225.300
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
LAMPIRAN 5
TABEL OVERHEAD
NO KETERANGAN BIAYA PER BULAN BIAYA PER HARI PEMBULATAN
LAMPIRAN 6
Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Februari sampai April 2014
Lampiran 7
Perbandingan HPP, Harga Jual dan Laba Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014
LAMPIRAN 8
Tabel Laba Penjualan Produk Unbundling Bulan Februari sampai April 2014
LAMPIRAN 9
Tabel Harga Jual Produk Sebelum Penerapan Strategi Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali
PRODUK HARGA JUAL
CHICKEN CRISPY Rp13.000
SIRLOIN CRISPY Rp15.000
SPAGHETTY Rp12.000
TEH Rp2.500
LAMPIRAN 10
Tabel Bahan Baku Produk Sebelum Penerapan Strategi Mixed Bundling
NO KETERANGAN HARGA/Q SATUAN QUANTITY
LAMPIRAN 11
Tabel Perhitungan Harga Pokok Penjualan Produk Sebelum Penerapan Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali
HPP CHICKEN
BBL
Persediaan awal bahan baku 0
Pembelian bahan baku biaya angkut pembelian 15000/3 5.000 pembelian bersih
223.800 jumlah bahan baku yang tersedia 223.800
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 223.800 TKL
ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 354.800
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 354.800
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
HPP SIRLOIN BBL
Persediaan awal bahan baku 0
Pembelian bahan baku jumlah bahan baku yang tersedia 285.800
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 285.800 TKL
ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 416.800
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 416.800
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
HPP SPAGHETTY
BBL
Persediaan awal bahan baku 0
pembelian bahan baku
persediaan akhir bahan baku 0
jumlah bahan baku yang digunakan 76.300
TKL
(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH
biaya produksi saat ini 208.300
ditambah: biaya awal barang dalam proses 0
jumlah biaya produksi 208.300
dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0
harga pokok produksi 208.300
barang tersedia untuk dijual 0
dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0
LAMPIRAN 12
Tabel Rekap Laba Kotor Penjualan Bulan Oktober sampai Desember 2013 di Central Cafe Boyolali
PRODUK PENDAPATAN LABA KOTOR
CHICKEN CRISPY Rp54.314.000 Rp21.672.400
SIRLOIN CRISPY Rp47.985.000 Rp9.639.400
SPAGHETTY Rp24.276.000 Rp5.112.400
TEH Rp7.807.500 Rp3.123.000
NASI Rp6.690.000 Rp2.676.000