• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARTU BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI SDN 2 SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARTU BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI SDN 2 SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2015/2016."

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARTU BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS IV DI SDN 2 SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN

TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Agitia Ayu Prastiwi NIM 12108244027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan menggunakan cara berpikir

yang sama ketika kita menciptakannya”

(Albert Einstein)

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil. Kita baru

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Allah SWT. Semua ini tidak akan terjadi tanpa ijin-Nya.

2. Bapak dan ibu. Merekalah motivator terbesar dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(7)

vii

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARTU BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS IV DI SDN 2 SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN

TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh

Agitia Ayu Prastiwi NIM 12108244027

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa kelas IV. Penelitian dilakukan di SDN 2 Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas dengan subyek penelitiannya siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan yang terdiri dari 22 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian dilakukan dua siklus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa setelah guru menggunakan alat peraga kartu bilangan dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Pada siklus I persentase ketuntasan prestasi belajar yaitu 62,5%, sedangkan siswa yang belum tuntas 37,5%. Pada siklus II ketuntasan siswa meningkat menjadi 92,5% dan siswa yang belum tuntas 7,5%. Begitupula dengan hasil observasi aktivitas siswa mengalami peningkatan, pada siklus I yaitu 51,3% pada siklus II meningkat menjadi 87, 44%.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Alat Peraga Kartu Bilangan untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Matematika Siswa Kelas 4 di SDN 2 Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2015/2016”.

Banyak pihak yang dengan tulus dan tanpa pamrih menjadi jalan kemudahan dalam tersusunnya skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar FIP UNY yang telah memberikan kemudahan dalam terlaksananya skripsi ini.

4. Bapak Sri Rochadi, M.Pd, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing sehingga skripsi ini dapat terwujud dan terselesaikan.

5. Dosen dan karyawan FIP UNY yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama kuliah.

(9)

ix

7. Kedua orang tua saya, Bapak Sudiyanto dan Ibu Umi Sobriyah yang selalu menjadi pemicu semangat saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Kedua adik saya, Refinda Ardhiyanti Kusuma dan Rahma Khofifa Zein

yang selalu mendukung.

9. Sahabat seperjuangan saya, Widi Susanti, Luftia Firdausia, dan Dicky M. Ramadhani yang tidak pernah lelah memberikan dorongan serta kesediaannya untuk selalu membantu dalam selesainya skripsi ini.

10.Restu Wijayanti, Widi Susanti, Rekyan Pandhiga, Astri Prastiwi, Noorina Silmi, Husnul Chotima dan Nastiti Linda yang bersedia menjadi tumpuan keluh kesah.

11.Teman-teman kelas H PGSD 2012, terima kasih atas kesediaannya menjadi partner belajar selama hampir empat tahun bersama.

12.Yuliananda Arisa dan Ardi Restu, sebagai sahabat lama yang membantu dalam pelaksanaan penelitian ini dan selalu memberi semangat.

13.Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral serta material sehingga skripsi ini selesai. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, April 2016

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN………iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ...8

C. Pembatasan Masalah ...9

D. Rumusan Masalah ...10

E. Tujuan Penelitian ...10

F. Manfaat Penelitian ...10

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ...12

1. Tinjauan tentang Alat Peraga ...12

2. Tinjauan tentang Alat Peraga Kartu Bilangan ...22

3. Tinjauan tentang Prestasi Belajar ...37

4. Tinjauan tentang Matematika ...46

5. Karateristik Siswa Sekolah Dasar ...54

(11)

xi

C. Kerangka Pikir ...62

D. Hipotesis Tindakan ...65

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...66

B. Definisi Operasional Variabel ...67

C. Subyek dan Obyek Penelitian ...68

D. Setting Penelitian ...68

E. Desain Penelitian ...69

F. Teknik Pengumpulan Data ...75

G. Instrumen Penelitian ...76

H. Teknik Analisis Data ...82

I. Indikator Keberhasilan ...85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...86

1. Situasi dan Lokasi Penelitian ...86

2. Kondisi Awal ...86

3. Penelitian Siklus I ...88

4. Penelitian Siklus II ...102

B. Pembahasan ...122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...125

B. Saran ...126

DAFTAR PUSTAKA ...128

(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Nilai Rata-rata Mata Pelajaran pada UTS ... 5

Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa pada UTS ... 5

Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa ... 77

Tabel 4. Kisi-kisi Pretes (Pratindakan) ... 78

Tabel 5. Kisi-kisi Postes Siklus I ... 80

Tabel 6. Kisi-kisi Postes Siklus II ... 81

Tabel 7. Kriteria Penilaian Observasi Aktivitas Siswa... 84

Tabel 8. Persentase Ketuntasan Pratindakan ... 86

Tabel 9. Persentase Ketuntasan Siklus I ... 95

Tabel 10. Persentase Ketuntasan Pratindakan dan Siklus I ... 96

Tabel 11. Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I ... 98

Tabel 12. Ketuntasan Siswa Siklus II ... 113

Tabel 13. Ketuntasan Siswa Pratindakan, Siklus I dan Siklus II ... 114

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Skema Alur Tindakan PTK ... 70 Gambar 2. Diagram Persentase Ketuntasan

Pratindakan dan Siklus I ... 96 Gambar 3. Diagram Persentase Aktivitas

Siswa Siklus I ... 99 Gambar 4. Diagram Ketuntasan Siswa Pratindakan,

Siklus I dan Siklus II ... 115 Gambar 5. Diagram Peningkatan Nilai

Rata-rata Siswa ... 116 Gambar 6. Diagram Persentase Aktivitas Siswa

Siklus II ... 119 Gambar 7. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Lembar Soal Pretes ... 133

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 134

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 143

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa dan Kunci Jawaban Siklus I ... 156

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa dan Kunci Jawaban Siklus II ... 162

Lampiran 6. Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus I... 168

Lampiran 7. Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus II ... 172

Lampiran 8. Nilai Ulangan Tengah Semester I Siswa ... 178

Lampiran 9. Daftar Nilai Pretes ... 179

Lampiran 10. Daftar Nilai Evaluasi Siswa Siklus I ... 181

Lampiran 11. Daftar Nilai Evaluasi Siswa Siklus II ... 185

Lampiran 12. Lembar Observasi Siswa ... 191

Lampiran 13. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 192

Lampiran 14. Surat Ijin Penelitian ... 202

Lampiran 15. Surat Pernyataan Validator Instrumen... 210

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian ... 211

(15)
(16)
(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia melalui pengajaran dan pelatihan secara individu atau kelompok dan bertujuan untuk mendewasakan manusia (Sugihartono dkk, 2012:3). Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 1 dinyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Pendidikan ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pendidikan pada semua jenjang yang memungkinkan semua warganya memperoleh pendidikan yang layak untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki olehs warga Indonesia. Pendidikan memberikan dampak bagi kemajuan bangsa dan negara. Suatu bangsa dikatakan maju dapat dilihat dari pendidikan bangsa itu sendiri.

(18)

2

tempat, misalnya program belajar-mengajar guru yang tidak didukung dengan ketersediaan alat peraga yang memadai, kualitas guru, serta metode pembelajaran yang digunakan. Hal tersebut tentunya akan menghambat proses transfer ilmu dari guru ketika mengajar. Alat peraga yang digunakan guru dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting, karena berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang dijelaskan. Melihat kenyataan yang ada saat ini, sebagian besar guru di Indonesia cenderung malas untuk membuat alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa dan memudahkan siswa untuk menemukan serta memahami konsep-konsep pelajaran yang dijelaskan.

(19)

3

mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Salah satu mata pelajaran yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah mata pelajaran matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswa untuk menggunakan cara berfikir terstruktur karena berhubungan dengan cara menyelesaikan masalah-masalah yang tersaji dalam setiap butir soal. Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) sebagaimana yang disebutkan oleh Heruman (2010:2), yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pengetahuan, pola pikir, sikap dan keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar matematika diharapkan mampu membantu siswa dalam mengatasi berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapinya.

(20)

4

bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami dan diterima begitu saja oleh siswa, terutama untuk mereka yang memang tidak menyukai pelajaran ini. Siswa tidak bisa hanya menerima penjelasan dari guru melalui penjelasan di depan kelas, karena sifat abstrak yang dimiliki oleh mata pelajaran matematika.

(21)

5

Tabel 1. Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa pada Ulangan Tengah Semester

NO MATA PELAJARAN NILAI RATA-RATA

1 Matematika 65

2 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 75 3 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 68 4 Pendidikan Kewarganegaraan 80

5 Bahasa Indonesia 80

Prestasi belajar matematika siswa yang rendah juga dapat dilihat dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang belum dicapai siswa. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran matematika siswa kelas 4 SDN 2 Sanggrahan Kranggan Temanggung adalah 7. Sementara itu, berdasarkan hasil nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) pada semester 1 harian siswa, kurang dari setengah jumlah siswa di kelas tersebut belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Berikut ini merupakan tabel data ketuntasan siswa pada nilai ulangan harian matematika siswa.

Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa pada Ulangan Tengah Semester

No Klasifikasi

Ketuntasan Frekuensi

1 TUNTAS 18

2 BELUM

TUNTAS 22

(22)

6

siswa. Hal itu tersebut menunjukkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di kelas IV SDN 2 Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Di kelas 4 banyak materi matematika yang memang sulit dipahami, Salah satu materi pembelajaran matematika yang dirasa sulit oleh siswa adalah operasi hitung bilangan bulat.

Menurut Pitadjeng (2006: 129), pada umumnya pembelajaran operasi bilangan bulat diberikan secara abstrak, yaitu anak hanya diberi penjelasan bahwa pengurangan dengan bilangan negatif sama dengan penjumlahan, dan lain sebagainya, sedangkan dasar atau alasannya anak tidak mengerti. Hal ini menyebabkan anak mendapat kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi bilangan bulat. Siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan banyak yang belum bisa memahami cara menyelesaikan operasi hitung bilangan bulat yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat secara tepat dan cepat. Hal itu dikarenakan operasi hitung bilangan bulat tidak bisa diajarkan dengan metode ceramah saja, tapi harus dibantu dengan media pembelajaran agar anak bisa berfikir lebih runtut sehingga akan memudahkan mereka dalam mengerjakan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

(23)

7

memperhatikan dan mencatat saja, karena mata pelajaran yang mereka hadapi adalah matematika, dimana siswa tidak hanya dituntut untuk hafalan dan mengingat. Diperlukan suatu pembelajaran yang tepat dan menyenangkan agar anak dapat mempelajari materi bilangan bulat dengan mudah. Hal yang tidak kalah penting adalah adanya kreativitas guru dalam mengembangkan alat pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Alat peraga yang digunakan guru juga akan menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran matematika khususnya materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

(24)

8

sehingga mampu memahami konsep-konsep yang diajarkan pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Alat peraga yang perlu dicobakan untuk mengajarkan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat untuk siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan Kranggan Temanggung adalah dengan menggunakan kartu bilangan. Alat peraga tersebut tergolong sederhana dan mudah dalam pembuatan, tetapi dapat membantu anak dalam menyelesaikan masalah penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat. Alat peraga ini belum pernah digunakan guru SDN 2 Sanggrahan Kranggan Temanggung dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini terjadi karena sumber daya baik dari pendidik maupun motivasi pembuatan alat peraga yang kurang. Setelah guru menggunakan alat peraga kartu bilangan untuk siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan Kranggan Temanggung ini, diharapkan siswa akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, maka dapat di identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penelitian dan penggunaan alat peraga pada pembelajaran, yaitu:

(25)

9

2. Siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan memiliki prestasi belajar matematika yang rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Ulangan Tengah Semester Gasal siswa pada mata pelajaran matematika lebih rendah daripada mata pelajaran lain serta belum tercapainya kriteria ketuntasan minimal (KKM) kurang dari setengah jumlah siswa di kelas 4 yaitu kkm belum mencapai nilai 7 pada UTS semester 1.

3. Siswa kelas IV SDN 2 Sanggrahan banyak yang belum bisa memahami cara menyelesaikan operasi hitung bilangan bulat yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat secara tepat dan cepat.

4. Proses pembelajaran di kelas IV pada materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat belum menggunakan alat peraga dalam pembelajaran, terutama belum menggunakan alat peraga kartu.

C. Pembatasan Masalah

(26)

10 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimanakah meningkatkan prestasi belajar matematika materi

penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan alat peraga kartu

bilangan kelas IV di SDN 2 Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten

Temanggung Tahun Ajaran 2015/2016?”

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan kartu bilangan kelas IV di SDN 2 Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan khususnya pada pembelajaran matematika dan memperkuat teori bahwa penggunaan kartu bilangan dapat meningkatkan prestasi belajar.

2. Manfaat praktis a. Sekolah

(27)

11

itu, pihak sekolah dapat mengevaluasi media pembelajaran yang telah digunakan selama ini, sehingga guru bersama-sama mengetahui media yang baik dan berguna serta tepat guna yang akan digunakan untuk proses pembelajaran.

b. Guru

Untuk guru, penelitian ini berguna untuk memberikan pengetahuan bahwa materi bilangan bulat pada khususnya tidak bisa hanya dijelaskan dengan menggunakan garis bilangan saja. Guru juga dapat melakukan pengkajian dan pengembangan lebih lanjut alat peraga kartu bilangan. Guru juga dapat meningkatkan kreativitas dengan cara membuat atau merancang suatu alat peraga yang sederhana namun berguna dan mudah dipahami anak.

c. Siswa

(28)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan tentang Alat Peraga

a. Pengertian alat peraga

Thomas F. Staton (1978:165) menyebutkan bahwa alat peraga dalam pengajaran adalah pelengkap pembelajaran yang dapat membantu guru menciptakan dorongan psikologis untuk belajar pada murid-murid. Diperlukan atau tidaknya suatu alat peraga tergantung dari fungsi alat peraga itu sendiri, sudah memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip dalam pemilihan alat peraga atau belum. Alat peraga yang dibuat secara sistematis dan menarik tentu saja akan mendorong anak untuk belajar. Begitu juga pembuatan alat peraga yang mahal namun tidak menarik tentu saja hanya akan sia-sia.

(29)

13

disampaikan guru. Alat peraga dalam pembelajaran juga berfungsi untuk menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.

Nana Sudjana (2002:99), menyatakan bahwa alat peraga adalah suatu alat pembelajaran yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa di dalam kelas lebih efektif dan efisien. Nana Sudjana (2005:99), menjelaskan bahwa keberadaan alat peraga sebagai salah satu cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Penggunaan alat peraga juga dapat sebagai pengganti bahasa yang digunakan oleh guru, sehingga mampu menjelaskan melalui sebuah alat peraga pembelajaran.

Ahmad Rohani (2004:24) mengatakan bahwa “alat peraga dapat dipakai pada berbagai macam metode pengajaran”. Hal ini berarti dengan menggunakan metode apa saja, misalnya ceramah, penemuan dan lainnya, fungi alat peraga tetap sama. Alat peraga tetap bisa digunakan untuk menjelaskan dan menarik perhatian siswa meskipun menggunakan metode pengajaran yang berbeda. Hal tersebut memudahkan guru karena dapat menggunakan alat peraga yang sama meskipun perkembangan kurikulumnya sudah berbeda.

(30)

14

melekat dan tahan lama tertanam sehingga anak akan mudah dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Guru dalam menggunakan alat peraga untuk mengajarkan konsep kepada siswa dapat berupa benda-benda nyata atau dapat pula berupa gambar atau diagramnya. Alat-alat peraga yang berupa benda-benda nyata mempunyai keuntungan dan kelemahan. Keuntungan benda-benda nyata itu dapat dipindahkan atau dimanipulasi, sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan dalam bentuk tulisan ataupun buku. Begitupun sebaliknya, alat peraga yang berupa gambarnya tidak dapat dimanipulasi seperti penggunaan alat peraga pada benda-benda nyata.

Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah alat bantu untuk menjelaskan sebuah konsep, menciptakan suasana belajar yang efektif, efisien dan menarik. Penggunaan alat peraga yang menarik dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran yang sedang dijelaskan. Alat peraga secara tidak langsung juga membantu siswa secara psikologis untuk terdorong balajar atau mengikuti pembelajaran guru. Alat peraga sendiri dapat diperoleh melalui benda nyata ataupun hanya gambaran atau diagram benda saja.

b. Jenis-jenis alat peraga

(31)

15 1) Alat peraga langsung

Alat peraga langsung digunakan dengan memperlihatkan bendanya sendiri secara langsung kepada siswa. Contoh lainnya adalah percobaan-percobaan yang dapat diamati siswa. Misalnya guru membawa alat-alat atau benda-benda ke dalam kelas dan ditunjukkan kepada peserta didik, atau membawa mereka ke laboratorium, taman, kebun binatang dan tempat lain yang menyangkut materi pelajaran.

2) Alat peraga tidak langsung

Alat peraga tidak langsung ditunjukkan kepada siswa menggunakan benda-benda tiruan. Misalnya, gambar-gambar, foto-foto, film, dan yang lainnya.

Thomas F. Staton (1978:158) membedakan jenis-jenis alat peraga menjadi dua berdasarkan cara penyajiannya, yaitu cara alat peraga itu disajikan (slide, film, filmstrip) dan cara alat itu diwujudkan (gambar, peta, bagan). Selanjutnya Thomas F. Staton menyebutkan secara umum jenis-jenis alat peraga yang di jelaskan seperti di bawah ini: 1) Papan Tulis

(32)

16 2) Slides

Slide adalah gambar yang di proyeksikan yang dapat dilihat dengan mudah oleh siswa di dalam kelas. Slide biasanya berisi bahan-bahan pelajaran yang dirangkum oleh guru untuk ditampilkan menggunakan proyektor.

3) Flip-Stands

Flip-stands digunakan untuk menjepit bagian atas suatu alat yang akan digunakan untuk menjelaskan materi kepada siswa yang berupa kumpulan gambar-gambar atau bagan.

4) Film dan Filmstrip

Filmstrip adalah film yang tidak menggambarkan gerakan. Filmstrip merupakan suatu seri gambar diam yang digerakkan dari gambar satu kegambar yang lain sesuai dengan yang dikehendaki guru. Film dan filmstrip adalah alat peraga yang besar manfaatnya untuk mengajarkan sebagian keterampilan dalam hubungan antar-manusia.

5) Bagan

Bagan adalah gambaran dari sesuatu yang dibuat dari garis dan gambar. Gambar biasanya menjelaskan hubungan perkembangan, perbandingan dan sebagainya.

(33)

jenis-17

jenis alat peraga menjadi 2 yaitu alat peraga dua dan tiga dimensi serta alat peraga yang diproyeksi, seperti dijelaskan di bawah ini:

1) Alat peraga dua dan tiga dimensi

Alat peraga dua dimensi artinya alat yang mempunyai ukuran panjang dan lebar, sedangkan alat peraga tiga dimensi disamping mempunyai ukuran panjang dan lebar juga mempunyai ukuran tinggi. Jenis-jenis alat peraga dua dan tiga dimensi yaitu:

a) Bagan

Bagan adalah gambaran dari sesuatu yang dibuat dari garis dan gambar. Gambar biasanya menjelaskan hubungan perkembangan, perbandingan dan sebagainya.

b) Grafik

Grafik adalah penggambaran data berangka, bertitik, bergaris, bergambar yang memperlihatkan hubungan timbal balik informasi secara statis.

c) Poster

Poster merupakan penggambaran yang ditujukan sebagai pemberitahuan, peringatan, maupun penggugah selera yang biasanya berisi gambar-gambar.

d) Gambar mati

(34)

18 e) Peta datar

Peta datar banyak digunakan sebagai alat peraga dalam pelajaran ilmu bumi dan kependudukan.

f) Peta timbul

Peta timbul pada dasarnya peta datar yang dibentuk dengan tiga dimensi.

g) Globe

Globe merupakan model penampang bumi yang dilukiskan dalam bentuk benda bulat.

h) Papan tulis

Alat ini merupakan alat klasik yang tak pernah dilupakan orang dalam proses belajar mengajar.

2) Alat peraga yang diproyeksikan

Alat peraga yang diproyeksikan adalah alat peraga yang menggunakan proyektor sehingga gambar nampak pada layar. Alat peraga yang diproyeksikan antara lain:

a) Film

Film merupakan penemuan baru dalam interaksi belajar mengajar yang mengkombinasikan dua macam indera pada saat yang sama.

b) Slide dan filmstrip

(35)

19

biasanya berisi bahan-bahan pelajaran yang dirangkum oleh guru untuk ditampilkan menggunakan proyektor.

c. Prinsip-prinsip pemilihan alat peraga

Thomas F. Staton (1978:166), mengatakan bahwa sebuah alat peraga harus memenuhi hal-hal di bawah ini, diantaranya:

1) Meningkatkan pengertian atas pokok pelajaran

Penggunaan alat peraga agar dapat dimengerti oleh anak, tidak hanya melalui pendengaran saja tetapi juga penglihatan. Pada situasi ini, sebaiknya siswa diberikan benda-benda yang nyata. 2) Mencapai tujuan sebenarnya

Alat-alat peraga haruslah selalu diarahkan pada tujuan-tujuan khusus dari pelajaran dan direncanakan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.

3) Menimbulkan minat terhadap mata pelajaran

Selain harus menarik dan menyenangkan, alat peraga dalam pembelajaran terutama harus dapat merangsang minat terhadap mata pelajaran itu sendiri lebih daripada minat terhadap alat peraganya.

4) Memperdalam pengertian pada pokok-pokok pembicaraan yang telah diberikan

(36)

20

Nana Sudjana (2005:104), menyebutkan 4 prinsip penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, yaitu:

1) Menentukan jenis alat peraga yang tepat sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran.

2) Memperhitungkan tingkat kemampuan peserta didik.

3) Teknik dan metode penggunaan alat peraga sesuai dengan keadaan. 4) Menempatkan atau memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat

dan situasi yang tepat.

Sementara itu, Ruseffendi (1992:142) mengatakan ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam membuat alat peraga, yaitu:

1) Dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat supaya tahan lama. 2) Diusahakan bentuk maupun warnanya menarik.

3) Dibuat secara sederhana, mudah dikelola dan tidak rumit. 4) Ukurannya dibuat sedemikian rupa sehingga seimbang dengan

ukuran fisik anak.

5) Dapat menyajikan konsep matematika (bentuk nyata, gambar, diagram).

6) Sesuai dengan konsep, misalnya bila membuat alat peraga segi tiga berdaerah dari karton atau triplek, mungkin anak beranggapan bahwa segitiga itu bukan hanya rusuk-rusuknya saja tetapi berdaerah, jelas ini tidak sesuai dengan konsep matematika.

7) Peragaan itu supaya merupakan dasar untuk timbulnya konsep abstrak.

8) Bila diharapkan siswa belajar aktif (sendiri atau kelompok) alat peraga itu supaya dapa dimanipulasikan, yaitu dikutak-katik seperti diraba, dipegang, dipindahkan atau dipasang dan dicopotkan.

9) Bila memungkinkan buatlah alat peraga yang berfungsi banyak. d. Alat peraga dalam matematika

(37)

21

Ruseffendi (1992:139), fungsi alat peraga dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

1) Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak akan senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pengajaran matematika.

2) Dengan disajikannya konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.

3) Alat peraga dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang, sehingga dengan melalui gambar dan benda-benda nyatanya akan terbantu daya tiliknya sehingga lebih berhasil dalam belajarnya.

4) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pengajaran dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat.

5) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematikadapat dijadikan objek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru.

Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar matematika dapat pula dihubungkan dengan tujuan berikut ini (Ruseffendi, 1992:140) yaitu:

1) Pembentukan konsep 2) Pemahaman konsep 3) Latihan dan penguatan 4) Adanya perbedaan individu

5) Pengukuran, yaitu alat peraga sebagai alat ukur

(38)

22 7) Pemecahan masalah

8) Mengundang berpikir

9) Merangsang siswa untuk berdiskusi 10)Menjadikan siswa untuk bersikap aktif

2. Tinjauan tentang Alat Peraga Kartu Bilangan

a. Pengertian Alat Peraga Kartu Bilangan

Alat peraga kartu bilangan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memudahkan guru dalam mengajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada mata pelajaran matematika. Menurut Sri Subarinah (2006:49), kartu bilangan terdiri dari dua set kartu berbentuk persegi panjang berukuran 4 cm x 6 cm dengan dua warna yang berbeda yaitu hitam dan putih, masing-masing set terdiri dari 20 kartu hitam dan 20 kartu putih. Bilangan bulat sendiri menurut John A. Van De Walle (2008:239), adalah bilangan cacah beserta negatifnya atau lawannya. Sementara itu, Sri Subarinah (2006:41), menyebutkan bahwa himpunan bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat negatif, bilangan bulat positif, dan bilangan nol. Bilangan bulat dapat pula dikatakan sebagai bilangan nol, bilangan asli dan lawan bilangan asli. Soewito,dkk (1991:102), menjelaskan sifat-sifat bilangan bulat di bawah ini, dimisalkan bilangan bulat itu adalah p, q, dan r yaitu:

(39)

23 p + q adalah bilangan bulat tunggal p . q adalah bilangan bulat tunggal

2) Komutatif untuk operasi penjumlahan dan perkalian p + q = q + p

p . q = q . p

3) Asosiatif untuk operasi penjumlahan dan perkalian (p + q) + r = p + (q + r)

(p . q) . r = p . (q . r)

4) Ada elemen invers penjumlahan yang tunggal

Untuk setiap bilangan bulat r, ada bilangan bulat yang tunggal demikian sehingga r + (-r) = (-r) + r

5) Ada elemen identitas penjumlahan yang tunggal

Untuk setiap bilangan bulat p, ada bilangan bulat yang tunggal yaitu 0, demikian sehingga p + 0 = 0 + p = p

6) Ada elemen identitas perkalian tunggal

Untuk setiap bilangan bulat q, ada bilangan bulat yang tunggal yaitu 1, demikian sehingga 1 . q = q . 1 = q

7) Distributif perkalian terhadap penjumlahan a (b + c) = ab + ac (distributif kiri)

(b + c) a = ba + ca (distributif kanan) 8) Perkalian dengan nol

(40)

24

Untuk memudahkan dalam pengerjaan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat agar tidak tercampur dengan tanda positif dan negatif yang menyulitkan siswa, maka digunakan kartu bilangan.

b. Cara Pembuatan Alat Peraga Kartu Bilangan

Pembuatan Alat Peraga Kartu Bilangan tergolong sangat sederhana, yaitu menggunakan aplikasi corel draw, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Buka aplikasi corel draw

2) Gambar bentuk persegi panjang, dengan ukuran 4 cm x 6 cm 3) Beri warna hitam pada gambar tersebut sejumlah 20 gambar 4) Beri warna putih pada gambar tersebut sejumlah 20 gambar 5) Cetak gambar-ga,bar tersebut

6) Gunting sesuai polanya

Pembuatan Alat Peraga Kartu Bilangan memang sederhana, akan tetapi penggunaannya akan mampu memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep bilangan bulat.

c. Aturan Penggunaan Kartu Bilangan

(41)

25

1) Kartu putih sebagai kartu positif, yaitu menunjukkan bilangan bulat positif. Satu kartu putih bernilai +1, dua kartu putih bernilai +2, dan seterusnya.

2) Kartu hitam sebagai kartu negatif, yaitu menunjukkan bilangan bulat negatif. Satu kartu hitam bernilai -1, dua kartu hitam bernilai -2, dan seterusnya.

3) Sepasang kartu hitam dan putih bernilai 0. Dua pasang kartu hitam putih juga bernilai 0. 3 pasang bernilai 0, dan seterusnya.

4) Definisikan suatu bilangan bulat positif sebagai “banyaknya kartu putih yang tidak berpasangan”, artinya jika ada 2 kartu putih yang

tidak berpasangan, maka ini menunjukkan bilangan positif 2 (Sri Subarinah, 2006:50).

5) Definisikan suatu bilangan bulat negatif sebagai “banyaknya kartu hitam yang tidak berpasangan”, artinya jika ada 3 kartu hitam yang

(42)

26

Menurut T. Wakiman (2001, 58), sebagaimana setiap bilangan memiliki beberapa lambang, demikian setiap bilangan bulat dapat diragakan dengan beberapa cara menggunakan kartu bilangan. Berikut merupakan beberapa contoh:

6) Bilangan 0 (nol) dapat diperagakan dengan

atau dengan

atau dengan

dan seterusnya.

7) Bilangan 1 dapat diperagakan dengan

(43)

27 atau dengan

dan seterusnya.

8) Bilangan 2 dapat diragakan dengan

atau dengan

dan seterusnya. Demikian juga bilangan-bilangan yang lain.

Sebagaimana yang disampaikan (T.Wakiman, 2001:60), “Pemahaman tentang berbagai cara meragakan suatu bilangan bulat

tersebut sangat penting pada waktu menanamkan konsep pengurangan. Pada waktu itu tidak semua peragaan dapat digunakan”. Sebelum

(44)

28

a) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat

Penjumlahan pada operasi hitung bilangan bulat berarti menambahkan kartu. Menjumlahkan dengan bilangan positif berarti menambah dengan kartu putih (positif), begitu pula apabila menjumlahkan dengan bilangan negatif berarti menambah dengan kartu hitam (negatif) (Sri Subarinah, 2006: 51). Menurut T. Wakiman (2001, 60), ada 4 tipe penjumlahan pada bilangan bulat. Keempat tipe tersebut adalah:

(1) Penjumlahan bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif di mana harga mutlak suku positif lebih besar daripada harga mutlak suku negatif.

(2) Penjumlahan bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif dimana harga mutlak suku positif lebih kecil daripada harga mutlak suku negatif.

(3) Penjumlahan nol dan bilangan bulat negatif. (4) Penjumlahan bilangan bulat negatif.

Pengertian harga mutlak tidak harus diberitahukan kepada siswa, cukup diberikan contoh-contohnya saja. Harga mutlak mempunyai simbol |…| . Contohnya adalah sebagai berikut:

|5| = 5 |0| = 0 |-2| = 2

|10| = 10 |-9| = 9

Berikut ini adalah contoh peragaan untuk setiap tipe penjumlahan di atas:

(45)

29

Pada mulanya peragakan dengan mengeluarkan 8 kartu putih, kemudian tambahkan 1 kartu hitam yang berarti (-1).

Terdapat 1 pasang kartu hitam putih yang berarti nol. Ada kartu putih yang tersisa yaitu 7 yang bernilai +7. Jadi 8 + (-1) = 7.

(b) Contoh tipe 2 -5 + 2 = …

Pada awalnya peragakan dengan mengeluarkan 5 kartu hitam yang nilainya (-5). Kemudian tambahkan 2 kartu putih yang nilainya +2.

Terdapat 2 pasang kartu hitam putih yang berarti nol. Ada 3 kartu hitam yang tersisa. Jadi, -5 + 2 = -3.

(c) Contoh tipe 3 0 + (-2) = …

(46)

30

Kemudian ditambahkan 2 kartu hitam sehingga menjadi

Dari peragaan tersebut dapat diketahui bahwa 0 + (-2) = -2 (d) Contoh tipe 4

-3 + (-3) = …

Pertama, keluarkan 3 kartu hitam. Kemudian keluarkan 3 kartu hitam lagi.

Sehingga -3 + (-3) = -6

Pada penjumlahan bilangan bulat, siswa harus diberikan keterangan agar dapat menyelesaikan soal ketika angka yang disajikan lebih besar. Pada akhirnya anak akan dapat menyimpulkan sendiri hal-hal di bawah ini yaitu:

i. Tipe 1

Penjumlahan bilangan bulat positif dan bilangan negatif, apabila angkanya lebih besar bilangan positif, maka hasilnya adalah bilangan positif. Hal tersebut diperoleh dengan cara mengurangi bilangan positif dengan harga mutlak bilangan negatif.

ii.Tipe 2

(47)

31

dapat diperoleh dari mengurangi harga mutlak bilangan negatif dengan bilangan positif.

iii.Tipe 3

Penjumlahan nol dengan bilangan bulat negatif selalu menghasilkan bilangan bulat negatif itu sendiri.

iv.Tipe 4

Penjumlahan dua bilanga negatif selalu menghasilkan jumlah negatif, dengan cara menjumlahkan harga mutlak masing-masing bilangan bulat negatif itu.

b) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat

Pengurangan diartikan sebagai mengambil kartu, mengurangkan dengan bilangan positif berarti mengambil kartu putih, begitu juga ketika mengurangkan bilangan negatif, berarti mengambil kartu hitam (Sri Subarinah, 2006:55). Menurut T. Wakiman (2001:67), ada 9 tipe pengurangan bilangan bulat, yaitu sebagai berikut:

(1) Bilangan bulat positif dikurangi bilangan bulat positif dimana terkurang lebih kecil daripada pengurang.

(2) Bilangan bulat negatif dikurangi bilangan bulat negatif dimana terkurang lebih besar daripada pengurang.

(3) Bilangan bulat negatif dikurangi bilangan bulat negatif diamana terkurang lebih kecil daripada pengurang.

(4) Bilangan bulat negatif dikurangi bilangan bulat negatif dimana pengurang sama dengan terkurang.

(5) Nol dikurangi bilangan bulat positif. (6) Nol dikurangi bilangan bulat negatif. (7) Bilangan bulat negatif dikurangi nol.

(48)

32

Dalam mengajarkan pengurangan pada bilangan bulat menggunakan kartu bilangan, diperlukan strategi tertentu, karena tidak sama dengan penjumlahan bilangan bulat. Hal itu dikarenakan pada pengurangan dapat dilaksanakan bila ada yang dikurangi. Banyaknya kartu yang berpasangan harus lebih besar daripada bilangan pengurang, karena dalam operasi pengurangan dilakukan pengambilan kartu sejumlah bilangan pengurang (Sri Subarinah, 2006:55). Di bawah ini adalah contoh dari 9 tipe operasi hitung pengurangan bilangan bulat:

(a) Contoh tipe 1 2 –6 = …

Awalnya diperagakan 2 sebagai berikut:

Karena dikurangi 6 positif, maka 6 kartu putih diambil, yang tersisa adalah:

Jadi, 2 – 6 = -4 (b) Contoh tipe 2

-3 – (-4) = …

(49)

33

Karena dikurangi -4 (negatif), maka 4 kartu hitam diambil, yang tersisa yaitu:

Sisanya adalah 1 kartu putih. Jadi, -3 – (-4) = 1 (c) Contoh tipe 3

-6 – (-3) = …

Awalnya diperagakan -6 yaitu sebagai berikut:

Kemudian karena dikurangi -3 (negatif), maka 3 kartu hitam diambil, sehingga hasilnya yaitu:

Jadi, -6 – (-3) = -3. (d) Contoh tipe 4

(50)

34

Awalnya diperagakan -5 sebagai berikut:

Kemudian dikurangi -5, jadi diambil 5 kartu hitam, hasilnya yaitu:

Sisanya adalah sepasang kartu hitam putih yang bernilai 0. Jadi, -5 – (-5) = 0.

(e) Contoh tipe 5 0- 5 = …

Awalnya diperagakan 0 sebagai berikut:

Kemudian dikurangi positif 5 (5), maka kertas putih di ambil 5, yaitu menjadi:

(51)

35 (f) Contoh tipe 6

0 – (-3) = …

Awalnya peragakan 0 seperti di bawah ini:

Kemudian karena dikurangi -3 (negatif), maka kertas hitam diambil 3, sehingga menjadi:

Sisanya yaitu 3 kertas putih. Jadi, 0 – (-3) = 3. (g) Contoh tipe 7

-4 –0 = …

Awalnya peragakan -4 seperti di bawah ini:

Kemudian karena dikurangi 0, maka tidak diambil apapun. Jadi, -4 – 0 = -4

(h) Contoh tipe 8 7 – (-1) = …

(52)

36

Kemudian karena dikurangi -1 (negatif), maka kertas hitam diambil 1, menjadi:

Sisanya adalah 8 kartu putih. Jadi, 7 – (-1) = 8. (i) Contoh tipe 9

-2 – 3 = …

Awalnya diperagakan -2 sebagai berikut:

Kemudian karena dikurangi 3 (positif), maka 3 kertas putih diambil, menjadi:

Sisanya adalah 5 kertas hitam. Jadi, -2 – 3 = -5.

Pada peragaan-peragaan di atas, mengurangi diartikan sebagai mengambil, sehingga siswa menjadi lebih mudah dalam mengaplikasikan alat peraga kartu bilangan untuk memecahkan soal. d. Kelebihan dan Kekurangan Alat Peraga Kartu Bilangan

(53)

37

ataupun keterbatasan alat peraga. Berikut ini dijelaskan kelebihan dan kekurangan alat peraga kartu bilangan.

1) Kelebihan

a) Siswa dapat memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat lebih cepat karena dilakukan dengan bermain. b) Dapat digabungkan dengan berbagai metode permainan seperti

team teching.

c) Untuk menguji kecepatan berfikir dan bertindak. 2) Kekurangan

a) Terbatas pada penggunaan alat peraga untuk mengajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat saja, tidak dapat digunakan untuk perkalian dan pembagian bilangan bulat. b) Terbatas untuk kelas atas, karena materi pembelajaran ada pada

kelas atas yaitu kelas IV.

3. Tinjauan tentang Prestasi Belajar

a. Pengertian belajar

(54)

38

berulang-ulang. Sementara itu, menurut aliran kontruktivisme belajar adalah membangun pengetahuan itu sendiri, setelah dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dalam diri seseorang (Conny R. Semiawan, 2002:3). Aliran kontruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman, pengamatan, serta pemahamannya sendiri. Sama halnya dengan teori kontruktivisme yang mendefinisikan belajar sebagai hasil dari pengalaman, Winkel (Purwanto, 2010: 39) juga berpendapat bahwa belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Perubahan itu diperoleh menurut usaha, menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.

(55)

39

kemampuan merasakan serta sikap. Pada psikomotorik memberikan hasil belajar berupa keterampilan.

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar seseorang dapat memperoleh atau memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Gagne menjelaskan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar. Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Proses internal tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik (Dimyati dan Mudjiono, 2002:18). Seperti yang dikemukakan Syaiful Bahri (2011:13) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku dalam interaksi dengan lingkungannya yang mencakup kognitif, afektif dan psikomotor.

(56)

40

dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Belajar hanya dialami oleh siswa sendiri karena belajar sebagai tindakan. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Dari pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut timbul dari pengalaman-pengalamannya sendiri. Pengalaman diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Perubahan dalam proses belajar dapat berupa pengetahuan (kognitif), perubahan sikap (afektif), serta perubahan dalam keterampilan (psikomotor).

b. Pengertian Prestasi Belajar

Zainal Arifin (2009:12), mengatakan bahwa kata “prestasi” berasal

dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Menurut Muhibbin Syah

(2000: 141), prestasi adalah “tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

(57)

41

prestasi belajar itu dicatat dalam buku akademik yang merupakan alat implementasi program bimbingan lembaga dan alat untuk laporan orang tua siswa pada tiap semester untuk mengetahui kemajuan anaknya. Seperti yang dikatakan oleh Oemar Hamalik (1989:11), bahwa prestasi belajar adalah ukuran tentang angka atau nilai untuk mengetahui perkembangan siswa.

Adapun pengertian prestasi belajar menurut Oemar Hamalik (1989:5) adalah seberapa jauh tujuan pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Guru memberikan ulangan harian, kemudian ada tes tengah semester dan tes semester untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami pelajaran setelah diberikan oleh guru. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Siswa belajar bersama guru kemudian di tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Dapat berupa nilai ulangan, dan nilai raport di setiap akhir semester. Muhibbin Syah (2003:135) mengatakan bahwa “kegiatan belajar dapat pula dikatakan efisien apabila dengan usaha belajar tertentu memberikan prestasi belajar tinggi”. Jadi, sebuah kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil

jika siswa memperoleh prestasi belajar yang baik.

(58)

42

prestasi belajar sendiri bagi guru adalah sebagai umpan balik sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap peserta didik. Prestasi belajar biasanya diukur menggunakan Tes prestasi belajar, yaitu alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program pengajaran (Muhibbin Syah, 2000:141)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai atau angka. Untuk mengetahui prestasi belajar seorang siswa harus dilakukan tes.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Menurut Conny R. Semiawan (2008:13), prestasi belajar anak dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor di bawah ini:

1) Pemenuhan Kebutuhan Psikologis

(59)

43 2) Intelegensi, Emosi dan Motivasi

Tingkat kecerdasan masing-masing siswa tergantung dari beberapa faktor. Pada dasarnya kecerdasan atau intelegensi siswa dapat dibangun dan ditumbuhkan apabila dia mempunyai motivasi yang besar dari dalam dirinya, seperti yang dikatakan Dimyati dan Mudjiono (2002:42), bahwa motivasi adalah tenaga yang mengarahkan dan menggerakkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat datang dari dirinya sendiri, dan dapat pula datang dari orang lain.

3) Pengembangan Kreativitas

Kreativitas siswa dapat dikembangkan hanya bagaimana guru dalam merancang pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas yang dimiliki siswa. Seorang yang kreatif tentu mempunyai cara-cara tersendiri dalam melakukan beberapa hal, termasuk dalam belajar. Seorang anak kretif mempunyai cara tersendiri untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.

Slameto (2003:55), menyampaikan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar adalah:

1) Faktor internal

(60)

44

(2003:145) menyebutkan bahwa faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (bersifat rohaniah), seperti dijelaskan di bawah ini:

a) Aspek fisiologis

Kondisi jasmani yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh mempengaruhi semangat dan konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Gangguan kesehatan misalnya pendengaran dan penglihatan yang kurang akan menghambat proses belajar siswa di dalam kelas.

b) Aspek Psikologis

Banyak faktor dalam diri siswa yang menghambat belajar siswa, akan tetapi beberapa faktor-faktor rohaniah yang umumnya dipandang lebih esensial adalah tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa. Clark dalam Nana Sudjana (2005:39) menjelaskan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa dibandingkan dengan pengaruh lingkungan.

2) Faktor eksternal

(61)

45

(2003:152), bahwa ada 2 macam faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu:

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial yang berpengaruh adalah lingkungan sosial sekolah seperti guru dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat siswa, seperti yang disebutkan Nana Sudjana (2005: 40), bahwa salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi prestasi belajar di sekolah adalah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yaitu efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kemudian lingkungan masyarakat dan tetanggan juga teman-teman bermain sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa, misalnya kondisi siswa yang berada di kawasan kumuh tentu berbeda dengan siswa yang berada di kawasan perumahan. Sselanjutnya lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga itu sendiri.

b) Lingkungan nonsosial

(62)

46 4. Tinjauan tentang Matematika

a. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein dan manthenein yang berarti mempelajari (Sri Subarinah, 2006:1). Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata sansekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensia (Nasution dalam Sri Subarinah, 2006:1). Sementara itu, Andi Hakim Nasution dalam Abdul Halim Fathani (2012:21), mengatakan bahwa dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

(63)

47

James dan James (1976) dalam Ruseffendi (1992:27) mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.” Johnson dan Rising (1972) dalam Ruseffendi (1992:28) mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik”.

Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori yang dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan.

Reys dkk (1984) dalam Ruseffendi (1992:28), dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kemudian Kline (1973) dalam Ruseffendi (1992:28) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

(64)

48

(internasional) dan sangat padat makna dan pengertian. Matematika adalah seni, sebab dalam matematika terlihat adanya unsur keteraturan, keterurutan, dan ketepatan. Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan sebab yang teratur, dan saling berkaitan.

Dari beberapa pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan sistemik. Matematika memiliki sifat yang runtut serta keterurutan dan menjelaskan pola-pola suatu hubungan yang saling berkaitan.

b. Teori belajar matematika

Matematika tidak akan pernah lepas dari berbagai teori belajar yang telah dirancang oleh para ahli. Di bawah ini merupakan beberapa teori belajar matematika dari para ahli:

1) Teori belajar Jean Piaget

Teori Belajar Jean Piaget sering disebut dengan Teori Perkembangan Mental Anak atau Teori Tingkat Perkembangan Berpikir Anak (Sri Subarinah, 2006:2). Dalam teori ini, tahap berpikir dibagi menjadi empat yaitu (Sri Subarinah, 2006:2):

a) Tahap sensori motorik (usia kurang dari 2 tahun) b) Tahap praoperasi (usia 2-7 tahun)

c) Tahap operasi konkret (7-11 tahun) d) Tahap operasi formal (11 tahun ke atas)

(65)

49

matematika di SD dibuat konkret meskipun itu cukup sulit mengingat matematika lahir bersifat abstrak. Contohnya untuk mengajarkan konsep luas persegi panjang, banyak guru yang memberikan langsung rumus tersebut, hal ini tidak sesuai dengan perkembangan anak. Cara mengajarkan matematika secara konkret yaitu melalui peragaan, praktek maupun permainan.

2) Teori belajar Bruner

Dalam teorinya yang diberi judul Teori Perkembangan Belajar, Jerome S Bruner menekankan proses belajar menggunakan model mental yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Menurut Sri Subarinah (2006:3), tiga tahapan proses belajar bruner yaitu:

a) Tahap kegiatan (enactive)

Pada tahap ini, anak belajar konsep melalui benda riil atau mengalami peristiwa di sekitarnya. Anak dalam belajar masih menggunakan cara gerak reflex, coba-coba dan belum harmonis. Ia melakukan manipulasi benda-benda dengan cara menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, atau gerak lain bersifat coba-coba.

b) Tahap gambar bayangan (Iconic)

(66)

50 c) Tahap Simbolik (symbolic)

Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam bentuk simbol dan bahasa, sehingga mereka sudah memahami simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya.

3) Teori belajar Dienes

Dienes dalam Subarinah (2006:5), berpendapat bahwa konsep-konsep matematika akan mudah dipelajari apabila melalui 6 tahap yaitu:

a) Tahap bermain bebas

Pada tahap ini siswa belajar matematika melalui permainan benda konkret tanpa arahan guru.

b) Tahap permainan

Pada tahap ini, anak-anak masih bermain benda konkret namun sudah siarahkan untuk mengamati konsep.

c) Tahap penelaahan kesamaan sifat

Anak-anak melakukan kegiatan untuk menemukan kesamaan sifat dengan permainan yang diarahkan guru.

d) Tahap representasi

Siswa belajar membuat pernyataan tentang kesamaan sifat-sifat yang sama dari suatu konsep yang diamati dari tahap sebelumnya.

(67)

51

Siswa mulai menciptakan simbol matematika atau rumusan verbal.

f) Tahap formalisasi

Tahap ini diluar jangkauan siswa SD, kare pada tahap ini siswa belajar mengorganisasi konsep-konsep membentuk suatu sistem matematika.

4) Teori belajar Van Hiele

Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda. Dia berpendapat bahwa 3 unsur utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi dan metode jika dilalui secara terpadu dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada tahap yang lebih tinggi. Ada 5 tahapan dalam pembelajaran geometri menurut Sri Subarinah (2006:6) yaitu:

a) Tahap pengenalan

Pada tahap awal, siswa mulai belajar mengenal bangun geometri secara keseluruhan tanpa harus mengetahui sifat-sifatnya.

b) Tahap analisis

Pada tahap ini siswa mulai mengenal sifat-sifat bangun geometri tetapi belum mengetahui hubungan sifat antar bangun. c) Tahap pengurutan

(68)

52 d) Tahap deduksi

Pada tahap ini siswa mampu membuat sifat-sifat umum dan membawa sifat-sifat tersebut ke hal yang khusus.

e) Tahap akurasi

Pada tahap ini siswa mulai menyadari pentingnya keakuratan prinsip dasar yang melandasi suatu teori.

5) Teori belajar Brownell

William Brownell dalam Sri Subarinah (2006:6), mengemukakan teori belajar matematika SD dalam bentuk Meaning Theory (teori bermakna). Dalam teori bermakna, makna dari materi yang dipelajari oleh siswa merupakan isu utama dalam pembelajaran matematika. Brownell memberikan saran dalam pengajaran matematika, siswa sebaiknya memahami pentingnya bilangan baik dalam segi kehidupan sosial manusia maupun segi intelektual dalam sistem kuantitatif.

6) Teori belajar Gagne

Robert M. Gagne dalam Sri Subarinah (2006:7), menyebutkan ada dua obyek matematika yaitu:

(69)

53 c. Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan awal dari membangun konsep matematika kepada siswa, sehingga dalam menanamkan suatu konsep matematika harus baik, karena konsep yang telah diberikan akan digunakan seterusnya oleh siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Dienes (Herman Hudoyo, 2005: 71) bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya.

Nyimas Aisyah, dkk (2008: 1-4) menjelaskan tujuan matematika di sekolah, khususnya SD adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam menyelesaikam masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataam matematika. 3) Memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dan symbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

d. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di Kelas IV

(70)

54

dan jajar genjang, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan romawi, bangun ruang dan bangun datar. Pada penelitian ini, materi yang digunakan adalah bilangan bulat. Fokus penggunaan alat peraga kartu bilangan adalah untuk memperjelas materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

5. Karateristik Siswa Sekolah Dasar

Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Menurut Suharjo (2006:1), pendidikan di sekolah dasar dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tingkat perkembangannya, untuk mempersiapkan mereka melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pendidikan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang berkualitas.

(71)

55

membedakan hal-hal yang baik dan buruk sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat.

Karateristik anak sekolah dasar dari segi pertumbuhan fisik dan psikologisnya pasti berubah atau mengalami peralihan tingkah laku dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan berlangsung terus menerus. Seperti yang dikatakan Angela Aning dalam Suharjo (2006:36), sebagai berikut:

a. Kemampuan berfikir anak itu berkembang secara sekuensial dari kongkrit menuju abstrak.

b. Anak harus menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi, misalnya: dalam hal membaca permulaan, mengingat angka, dan belajar konservasi.

c. Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnya melalui aktivitas bermain.

d. Anak memerlukan pengembangan kemampuan penggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di sekolah.

e. Perkembangan sosial anak dari egosentris menuju kepada kemampuan untuk berempati dengan yang lain.

f. Setiap anak sebagai seorang individu, masing-masing memiliki cara belajar yang unik.

(72)

56

Tahap perkembangan ini, menurut Piaget (Asri Budiningsih, 2002:34) dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Kemampuan yang dimiliki oleh anak pada tahap ini adalah:

1) Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan obyek di sekitarnya

2) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara 3) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama

4) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya

5) Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya

b. Tahap Preoperasional (umur 2 – 7/8 tahun)

Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.

Preoperasional (umur 2 – 4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sederhana. Karateristik tahap ini adalah:

1) Self counter nya sangat menonjol

2) Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.

3) Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda.

(73)

57

5) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan

Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering diungkapkan dengan kata-kata. Karateristik tahap ini adalah:

1) Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.

2) Anak dapat melakukan sesuatu hal terhadap ide.

3) Anak mengerti terhadap sejumlah obyek yang teratur dan cara pengelompokannya.

c. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 tahun atau 12 tahun) Pada tahap ini, anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, namun hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Pada tahap ini, taraf berfikir anak sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

(74)

58

Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Pada tahap ini anak sudah dapat:

1) Bekerja secara efisien dan sistematis. 2) Berpikir secara proporsional.

3) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

(75)

59

Berbeda dengan Piaget yang membagi tahap perkembangan anak menjadi 4, Bruner dalam Pitadjeng (2006:29), melukiskan anak-anak berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental, yaitu:

1) Tahap enaktif

Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung.

2) Tahap ikonik

Pada tahap ini, anak sudah dapat memanipulasi objek-objek konkret menggunakan gambaran dari objek-objek tersebut.

3) Tahap simbolik

Pada tahap ini, anak dapat memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada kaitannya dengan objek-objek.

Pada intinya, tahap perkembangan yang disampaikan oleh Piaget dan Bruner sama yaitu, anak sekolah dasar kemampuan berfikirnya berkembang dari konkret menuju cara berfikir abstrak. Adapun apabila dilihat dari segi sosial, anak sekolah dasar memiliki latar belakang pribadi dan sosial yang berbeda. Jenis kelamin, status sosial, suku, perkembangan kemampuan bahasa, gaya belajar, kesehatan, dukungan orang tua, merupakan hal-hal yang berbeda dari setiap indivdu anak. Kondisi fisik dan psikologis anak juga berbeda-beda, misalnya perkembangan berbahasa yaitu membaca dan menulis berbeda.

(76)

60

dikelompokkan menjadi 2 yaitu, pada umur 6-9 tahun (anak SD tingkat rendah) dan pada umur 9-12 tahun (anak SD tingkat tinggi), seperti dijelaskan di bawah ini:

1) Sifat anak sekolah dasar kelompok umur 6 - 9 tahun.

Anak kelompok umur ini sering disebut anak kelas rendah. Sifat fisik anak ini sangat aktif sehingga mudah merasa lelah. Untuk dapat menciptakan proses belajar mengajar yang tepat, hindari anak dalam mengerjakan soal yang berkepanjangan, karena menyebabkan anak jemu, bosan dan lelah. Sifat sosial anak kelompok umur ini adalah mereka mulai memilih kawan yang disukai, sering bertengkar dan kompetisi diantara mereka sangat menonjol. Sifat-sifat emosional mereka yaitu mereka sangat sensitif terhadap kritik yang ditujukan kepada dirinya atau temannya. Adapun sifat mental anak kelompok umur ini adalah senang sekali belajar, ditambah lagi dengan pemberian nilai yang dapat memotivasi anak untuk belajar.

2) Sifat anak sekolah dasar kelompok umur 9 – 12 tahun

(77)

61

emosionalnya yaitu, mereka mulai mudah melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Sifat mental anak umur ini adalah, mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih kritis, dan ingin lebih bebas.

Gambar

Tabel 1. Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa pada Ulangan Tengah Semester
Gambar 1. Skema Alur Tindakan pada Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa
Tabel 4. Kisi-kisi Tes Pretes (Pratindakan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk untuk mengetahui peningkatan kemampuan pengerjaan hitung bilangan bulat dengan alat peraga bola dua warna pada pembelajaran

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan alat peraga kartu bilangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan bilangan bulat

NIM 58471361, “UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN MENGGUNAKAN ALAT

Mereka masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan operasi hitung penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif (misalnya 4 + (−6) atau 4 −

Empat Operasi fundamental dalam aljabar sebagaimana dalam ilmu hitung (aritmatika), adalah penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Sebelum mengoperasikan

Dengan percaya diri Peserta didik (A) dapat memecahkan (B) permasalahan yang berkaitan dengan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat melalui diskusi (C)

Setelah mendengar penjelasan dari guru, siswa mampu mengurutkan (memilih sesuai prioritas) operasi hitung penjumlahan dan pengurangan yang melibatkan bilangan bulat

Berdasarkan hasil penelitian terdapat temuan bahwa terdapat peningkatan pemahaman penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tiga angka, dengan menggunakan media