• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI MUHAMMAD RAHMAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI MUHAMMAD RAHMAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

USMAN & REKAN)

SKRIPSI

MUHAMMAD RAHMAN 105730 1650 10

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2014

(2)

i

PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MAKASSAR (STUDI KASUS KANTOR AKUNTAN

USMAN & REKAN)

MUHAMMAD RAHMAN 10573 01650 10

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2014

(3)
(4)
(5)

Untuk menjadi orang sukses, jangan pernah melihat orang yang berada di belakang, melainkan orang yang berada di depan.

Tapi jangan menjadikan orang yang berada di depan sebagai penyakit hati, melainkan sebagai motivasi.

(Penulis)

Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang- orang yang tidak pernah melangkah.

Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar

pada langkah yang kedua.

(Buya Hamka)

Waktu mengejar impian, perlayak diri supaya impian itu pantas jadi milikmu.

Mungkin, impian itu yang akan berbalik mengejarmu.

(Merry Riana)

Kupersembahkan karya ini Untuk kedua orang tuaku, saudaraku

serta seluruh keluarga besarku tercinta atas segala doa, nasehat, tauladan, perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan

untuk kesuksesanku.

iv

(6)

v Makassar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor tingkat kecukupan data dan proses pengolahan data berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan serta untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. Variabel penelitian yang digunakan adalah tingkat kecukupan data dan proses pengolahan data sebagai variabel independen dan kualitas audit sebagai variabel dependen. Adapun populasinya adalah seluruh auditor pada Kantor Akuntan Publik di Makassar dan sampelnya adalah seluruh kuesioner yang dikembalikan responden kepada peneliti yaitu sebanyak 31. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik, uji kualitas data, analisis regresi linear berganda, dan uji hipotesis.

Dari hasil uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel kecukupan data dan pengolahan data terhadap kualitas audit secara parsial, diperoleh thitung masing-masing sebesar 4,506 dan 2.131, dimana besar nilai ttabel

yang diperoleh yaitu 1,701. Dan dari hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit secara simultan, diperoleh Fhitungsebesar 10,346, dimana besar nilai Ftabel yang diperoleh yaitu 3,340.

Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai thitunguntuk variabel kecukupan data lebih besar dari nilai ttabel yaitu 4,506>1,701 maka Ho ditolak berarti secara parsial kecukupan data auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Dan nilai thitunguntuk variabel pengolahan data juga lebih besar dari nilai ttabelyaitu 2,131> 1,701 maka Ho ditolak berarti secara parsial proses pengolahan data auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai Fhitunguntuk variable tingkat kecukupan data dan proses pengolahan data lebih besar dari nilai Ftabel

yaitu 10,346>3,340 maka Ho ditolak berarti secara simultan tingkat kecukupan data dan proses pengolahan data auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.

Dengan demikian hipotesis yang diajukan yaitu “Diduga faktor kompetensi dan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan” diterima.

Hasil uji t juga menunjukkan bahwa nilai thitunguntuk variabel kecukupan data lebih besar dari nilai thitung variabel proses pengolahan yaitu 4,506>2,131 yang berarti bahwa faktor kecukupan data yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. Dengan demikian hipotesis yang diajukan yaitu “Diduga faktor kecukupan data yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas audit”

diterima.

(7)

v

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah Azza Wa Jalla, atas luasnya limpahan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Salawat dan salam tidak luput kami kirimkan atas qudwah kita Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya serta ummatnya yang senantiasa iltizam diatas kebenaran hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar. Skripsi ini terdiri dari enam bab yang tersusun secara sistematis yaitu : I Pendahuluan meliputi, latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. II Tinjauan Puataka yang berisi teori-teori yang relevan dengan penelitian. III Metode Penelitian yang meliputi, lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis dan sistematika pembahasan yang digunakan dalam menganalisis data. IV Gambaran Umum Perusahaan. V Hasil Penelitian dan Pembahasan. VI Kesimpulan dan Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penuh keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.

(8)

vi besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Irwan Akib, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Dr. H. Mahmud Nuhung, M.A, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Serta Para Pembantu Dekan yang telah memberikan kemudahan dalam rangka penyusunan Skripsi ini.

3. Bapak Faidhul Adziem, S.E., M.Si selaku Penasehat Akademik, yang telah memberikan kelancaran selama proses Perkuliahan.

4. Bapak Ismail Badollahi, SE, M.Si, AK Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membantu penulis selama menempuh perkuliahan.

5. Bapak Andi Arman, SE, M.Si, Ak sebagai pembimbing I yang dengan tulus memberikan nasehat, bimbingan, saran, serta petunjuk selama penulis melakukan penyusunan dan penulisan Skripsi ini.

6. Bapak Ishak, SE., M.Si., Ak sebagai pembimbing II yang dengan tulus dan sabar bersedia meluangkan waktunya serta petunjuk dan bimbingannya selama penulis menempuh perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Makassar sampai pada penyusunan dan penulisan Skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh pegawai/Staf Fakultas Ekonomi, yang selalu memberikan bimbingan dalam kelancaran kegiatan perkuliahan dan akademik.

(9)

vii hidup ini.

9. Seluruh teman-temanku di AK. 2 10 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang senantiasa memberikan Do’a, dukungan, dan semangat selama ini.

Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk bertemu dan berkumpul kembali, serta memberikan kesuksesan bagi kita semua. Semoga tali persaudaraan itu tak pernah putus, walau tangan tak bergandengan namun selalu ada di hati.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan.

Oleh karena itu, penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Dan akhirnya, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Billahi Fii Sabilil Haq…. Fastabiqul Khaerat….

Wassalamu’Alaikum Wr. Wb.

Makassar, Juni 2014

Penulis

(10)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK……….. v

KATA PENGANTAR……… vi

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... .1

B. Rumusan Masalah ... .5

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... .6

D. Manfaat Penelitian... .6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus pengolahan data ... ..7

B. Proses dan tahap-tahap audit ... 12

C. Strategi audit ... 33

D. Kantor akuntan publik ... 35

E. Kerangka pikir ... 46

F. Hipotesis ... 46

(11)

ix BAB III METODELOGI PENELITIAN

E. Lokasi dan Waktu Penelitian... ..47

F. Populasi Sampel ... ..47

G. Metode Pengumpulan Data ... ..47

H. Jenis dan Sumber Data ... ..48

I. Metode Analisis Data ... ..49

J. Definisi Operasional ... ..55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….…….57

K. Gambaran Umum Perusahaan………..…….57

BAB V HASIL PENELITIAN………..60

L. Gambaran Umum Responden………..….60

M. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian……… .……..62

N. Hasil Uji Asumsi Klasik……… ……..69

O. Hasil Uji Kualitas Data……… ….72

P. Hasil Uji Hipotesis……… …74

Q. Pembahasan Hasil Penelitian……… …77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….81

R. Kesimpulan………..……..81

S. Saran………. …81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(12)

x

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7

Gambaran Umum Responden...

Hasil Uji Multikolinearitas………...

Hasil Pengujian Validitas Indikator dari Variabel Penelitian………...

Hasil Pengujian Reliabilitas Data Variabel Penelitian…….

Model Persamaan Regresi………

Koefisien Regresi secara Parsial………...

Koefisien Regresi secara Simultan………...

60 71

73 74 75 76 77

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan profesi akuntan publik di suatu negara adalah seiring dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan yang berkembang dalam suatu negara tersebut masih menggunakan modal yang berasal dari penyetoran modal pemiliknya, yang sekaligus menjadi pemimpin perusahaan, maka perusahaan tersebut belum memerlukan jasa audit profesi akuntan publik karena laporan keuangan mereka hanya dibuat untuk memenuhi kepentingan intern saja. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal yang berasal dari masyarakat, jasa audit profesi akuntan publik sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Profesi akuntan sering disebut sebagai “profesi kepercayaan” masyarakat, padahal dalam kenyataannya akuntan seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan kebebasan sikap mentalnya. Sebagai penjual profesi, seorang akuntan yang melaksanakan pemeriksaan yang dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut, mungkin mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya. Hal tersebut merupakan salah satu keadaan yang seringkali mengganggu kebebasan sikap mental akuntan.

Akuntan publik dalam menjalankan praktek profesionalnya harus mematuhi kode etik profesi yang telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan. Kode etik ini mengatur tanggung jawab

1

(14)

profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.

Selain kode etik profesi, guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) Nomor 01 (SA Seksi 150²). Standar Auditing tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum mengatur syarat-syarat diri auditor, standar pekerjaan lapangan mengatur mutu pelaksanaan auditing, dan standar pelaporan memberikan panduan bagi auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit kepada pemakai informasi keuangan (Mulyadi, 2010:16)

Skandal akuntansi telah banyak terjadi pada beberapa tahun belakangan ini.

Pada kasus Enron di Amerika Serikat misalnya, ternyata kebangkrutan perusahaan besar yang bergerak dalam bidang perdagangan energi tersebut diduga ada persekongkolan antara pihak manajemen dan akuntan publik Arthur Anderson yang telah memainkan dua peran, yaitu sebagai konsultan bisnis perusahaan dan auditor independen sejak tahun 1990. Adanya dua peran ganda ini dapat menyebabkan independensi auditor (Hoesada. 2002 dalam Payamta, 2006).

Skandal keuangan ini tidak saja berakibat pada menurunnya kinerja perekonomian Amerika Serikat (yang ditandai dengan menurunnya harga saham di Wall Street

(15)

dan indeks harga saham Dow Jones), tetapi kemudian juga merembet ke negara- negara lainnya.

Di Indonesia kasus-kasus serupa juga terjadi, misalnya kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River tahun 2003 (Elfarini, 2007:31).

Skandal dalam negeri lainnya juga terlihat dari diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank- bank yang dilikuidasi pada tahun 1988. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang

(16)

menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Indah, 2010).

Setelah terjadi beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik, baik itu di dalam maupun di luar negeri, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan, maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan, maka yang menjadi inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini untuk menghasilkan laporan hasil auditan yang berkualitas.

Kualitas audit ini penting karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhwatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akutan publik. (Irawati, 2011:21).

De Angelo mendefinisikan “kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya” dalam tulisan yang sama,

(17)

menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit”.

Penelitian tentang kualitas audit telah banyak dilakukan di Indonesia.Ishak (2000) meneliti enam faktor penentu kualitas audit yaitu faktor pengalaman audit, memahami industri klien, respon atas kebutuhan klien, taat pada standar umum audit, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit. Sedangkan Nurchasanah dan Rahmanti (2003) meneliti delapan faktor penentu kualitas audit yaitu Pengalaman melakukan audit, memahami industry klien, respon atas kebutuhan klien, taat pada standar umum keterlibatan pimpinan KAP, keterlibatan pimpinan KAP, Independensi anggota tim audit, komunikasi tim audit dan manajemen klien. Namun hanya pengalaman melakukan audit dan keterlibatan pimpinan KAP yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas penulis mengambil rumusan masalah yaitu :

1. Apakah kecukupan data dan pengolahan data berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan?

2. Faktor manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas audit?

(18)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kecukupan data dan pengolahan data berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun secara simultan.

2. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas audit.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yaitu, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan sumbangan berupa pengembangan ilmu yang berkaitn dengan ekonomi terkhususnya tentang auditing dan proses pengolahan data.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus Pengolahan Data

Pada dasarnya, sebuah sistem informasi akuntansi di rancang untuk menghasilkan informasi yang membantu para pemakai melakukan aktivitasnya.

Sistem informasi akuntansi yang berbasis kompuer, mengubah data transaksi ke dalam bentuk yang di dapat dibaca oleh komputer dan memprosesnya. Setelah data di proses, data di simpan dalam bentuk yag di dapat di baca oleh mesin , dan kemudian dikonversi ke dalam bentuk yang dapat dibaca oleh manusia

Pada tahap ini, data transaksi ditangkap (direkam) dan dikonversi menjadi bentuk yang dapat diproses oleh komputer (machine processable form). Untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya, (Krismiaji 2010:91) menyatakan bahwa, input data perlu di persiapkan sebagai berikut :

a) Klasifikasi dengan memberi kode (nomor rekening,kode departemen, dan lain-lain) data berdasarkan sistem yang ada, misalnya bagan rekening.

b) Verifikasi untuk menjamin akurasi data. Hal ini perlu di lakukan, karena mencegah terjadinya kesalahan pemasukan data lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan mendeteksi dan membetulkan kesalahan yang terjadi

c) Pengiriman data (transmittal) dari satu lokasi lainya. Sebagai contoh, mesin ATM menangkap dan menyebarkan data transaksi ke seluruh kantor untuk di olah lebih lanjut

7

(20)

Salah satu cara untuk menangkap atau merekam data adalah menggunakan dokumen sumber (source document), yaitu sebuah formulir tercetak untuk merekam data transaksi. Contoh dokumen sumber adalah surat pesanan penjualan, permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur penjualan.

Dokumen sumber ini sering pula di sebut dengan bukti transaksi atau dokumen transaksi. Data juga dapat di-input-kan dengan menggunakan turnaround document, yaitu dokumen yang dihasilkan oleh komputer perusahaan lalu diirimkan kepada pihak luar, kemudain kembali lagi ke perusahaan dan di fungsikan sebagai input. Dokumen ini biasanya dibuat dalam bentuk yang bisa dibaca oleh komputer, untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya. Data juga dapat dimasukkan langsung ke dalam terminal atau komputer mikro, sebagai contoh karyawan bank memasukkan nomor rekening ke nasabah ketika menyetorkan atau mengambil uang. Salah satu cara untuk meningkatkan akurasi, kelengkapan dan kecepatan pemasukan data adalah dengan menggunakan tampilan di layar komputer yang sudah dibuat dalam bentuk formulir.

Alat ini yang juga digunakan untuk menangkap data transaksi adalah source data automation, yaitu alat menangkap data langsung dalam bentuk yang dapat dibaca oleh komputer. Contohnya adalah mesin ATM dan scanners yang dipakai oleh supermarket.

Data yang dimiliki oleh sebuah perusahaan harus diorganisasi agar data tersebut dapat di akses secara mudah dan efisien, oleh karena itu, sebelum mendiskusikan tentang pengolahan data,akan dibahas terlebih dahulu konsep

(21)

dasar penyimpanan data seperti yang diungkapkan oleh Sekar Mayangsari &

Puspa Wandanarum (2013), yaitu sebagai berikut :

a) Entity, adalah sesuatu yang dipakai untuk menyimpan informasi.

Contohnya adalah karyawan, persediaan, dan rekening pelanggan.

Setiap entity memiliki atribut.

b) Atributes, adalah elemen data yang merupakan bagian dari entity.

Contohnya atribut adala alamat pelanggan, nama pelanggan, batas kredit, dan lain-lain

c) Characters, adalah huruf atau angka

d) Data value, adalah kombinasi karakter (huruf dan angka) yang memiliki makna. Sebagai contoh, kotak pos 2001 (data value) adalah alamat (atribut) perusahaan ABC (entity).

Perusahaan umumnya menggunakan tujuh jenis file untuk menyimpan data, yaitu sebagai berikut :

a) File induk (master file), yaitu file yang berisi data yang relatif permanen. Dalam sistem manual, file induk ini sama dengan rekening pembantu buku besar. Sebagai contoh, record dalam file piutang dagang berisi informasi tentang nama pelanggan, alamat, dan saldo.

File ini diperbarui isinya ketika terjadi transaksi. Saldo rekening akan berubah ketika terjadi transaksi penjualan dan transaksi pelunasan piutang.

(22)

b) File transaksi (transaction file), yaitu file yang berisi data transaksi yang bersifat sementara. Dalam sistem manual, file transaksi ini sama dengan jurnal yang di gunakan untuk mencatat transaksi sejenis. Data yang dicatat dalam file transaksi ini akan di gunakan untuk memperbarui (meng-update) file induk, oleh karena itu, file transaksi harus berisi seluruh transaksi yang diperlukan untuk memperbarui file induk.

c) File tabel (table file), yaitu file yang berisi referensi (acuan) data yang diambil selama pemrosesan data untuk memudahkan kalkulasi.

Contohnya adalah tarif pajak, tabel biaya pengiriman, dan lain-lain.

d) File sejarah (history file), yaitu file yang berisi transaksi yang telah diproses. Data ini tetap di pelihara untuk dipakai sebagai refrensi dan sering dipakai sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi manajemen. Sebagai contoh file sejarah penjualan dianalisis untuk menghasilkan ringkasan dan trend penjualan berdasarkan wilayah, petugas penjualan, pelanggan, atau produk.

e) File cadangan (backup file), yaitu file yang berisi duplikat (copy) sebuah file. Pembuatan file ini dimaksudkan untuk mengatasi kemugkinan data hilang atau rusak.

f) Suspense file, yaitu file yang berisi record yang telah dipisahkan sementara dari pemrosesan data reguler dengan tujuan untuk diinvestigasi dan dibetulkan. Contohnya adalah transaksi penjualan kredit tanpa record piutang dagang.

(23)

g) Report file, yaitu file sementara yang berisi data yang akan dicetak pada tanggal berikutnya.

Aktivitas pengolahan data yang paling sering dilakukan adalah pemeliharaan data, yaitu pemrosesan transaksi periodik untuk memperbarui data yang tersimpan. Jenis-jenis pemeliharaan data yang biasanya dilakukan adalah :

a) Penambahan (additions), yaitu memasukkan data (record) baru ke dalam file

b) Pengihapusan (deletions), yaitu menghapus data (record) dari dalam file

c) Pembaruan (updates), yaitu merevisi saldo sekarang. Pembaruan data umumnya dilakukan dengan menambah atau mengurangi angka dari sebuah data transaksi.

d) Pengubahan (changes), yaitu memodifikasi field yang memerlukan pembaruan secara berkala,seperti alamat, riwayat kredit, dan lain-lain

Pemrosesan data juga melibatkan aktivitas-aktivitas, yaitu :

a) Perhitungan (calculating), yaitu melakukan berbagai macam manipulasi (operasi) matematik.

b) Pembandingan (comparing), yaitu membandingkan dua atau lebih elemen data, seperti jumlah barang yang tersedia dan tingkat pemesanan kembali persediaan, untuk menentukan apakah keduanya sama, lebih besar, atau lebih kecil.

(24)

c) Peringkasan (summarizing),yaitu menggabungkan data menjadi satu angka jumlah.

d) Pemilahan (filtration), yaitu memilah data untuk pemrosesan berikutnya.

e) Pemanggilan (retrieval), yaitu mengambil data dari penyimpangan untuk pemrosesan atau pembuatan laporan

B. Proses Atau Tahap –tahap Audit Kinerja

Sekar Mayangsari (2013) menyatakan bahwa :” Pada dasarnya seorang pemeriksa (auditor) yang melakukan pemeriksaan ( audit) minimal akan melaksanakan dua tahapan, yaitu: (1) tahap pelaksanaan pemeriksaan, dan (2) tahap pelaporan. Selama tahap pelaksanaan pemeriksaan yang seringkali disebut ssbagai tahap pemeriksaan terperinci (detaied examination) , pemeriksa akan mengumpulkan bukti-bukti yang berhubungan dengan sasaran pemeriksaan yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian melakukan analisis dan evaluasi terhadap bukti dan pada akhirnya tahap ini diakhiri dengan penetapan atau pengambilan kesimpulan atas tujuan pemeriksaan.”

Dalam tahap pelaporan pemeriksa akan mengembangkan kesimpulan yang telah diambil menjadi laporan. Penyajian laporan perlu disertai bukti-bukti yang dapat memberikan keyakinan kepada para pembaca bahwa kesimpulan yang diambil tersebut adalah benar dan tepat. Tahapan ini diakhiri dengan pengkomunikasian laporan kepada pihak ketiga guna melaksanakan fungsi pengesahan.

(25)

Pada umumnya, secara operasional setiap pemeriksaan selalu didahului dengan penetapan kontrak pemeriksaan. Pemeriksa biasanya diminta untuk membuat ulasan pemeriksaan ( audit proposal). Di dalam usulan pemeriksaan salah satu point penting yang mutlak perlu dikemukakan adalah penentuan aktivitas atau organisasi yang akan diperiksa. Untuk dapat melakukan penetapan atau penentuan aktivitas atau organisasi yang mana yang akan diperiksa, pemeriksa perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :

a) Peraturan perundang-undangan atau kebijaksanaan tertentu yang mewajibkan diadakannya pemeriksaan terhadap aktivitas atau organisasi tertentu.

b) Permintaan pemeriksaan dari badan legislatif, komite pemeriksaan atau dewan eksekutif.

c) Arti penting tidaknya suatu program atau aktivitas atau organisasi tertentu ditinjau dari ukuran jumlah pengeluaran, investasi dalam aktiva dan jumlah penghasilan.

d) Pengetahuan yang dimiliki oleh pemeriksa dan kompleksitas sistem pengendalian intern (internal control sistem) maupun sistem pengendalian manajemen (management control sistem).

e) Ada tidaknya program baru ataupun organisasi baru yang memerlukan perhatian khusus.

f) Ada tidaknya permintaan usulan pemeriksaan dan aktivitas atau fungsi tertentu.

(26)

Jika usulan pemeriksaan diterima, maka langkah berikutnya adalah penanda tanganan surat perikatan pemeriksaan (engagement letter).

Setelah surat perikatan pemeriksaan ditandatangani, maka langkah berikutnya adalah memperkirakan berbagai alternatif sasaran pemeriksaan atas penugasan pemeriksaan tersebut yang bersifat masih sangat sementara. Untuk menjadikan berbagai alternatif sasaran pemeriksaan yang masih sememtara tersebut perlu dilaksanakan dua tahap tambahan, yaitu : (1) tahap pemeriksaan pendahuluan, dan (2) tahap pengkajian / penelaahan (review) dan pengujian sistem pengendalian manajemen. Dengan demikian, ada empat tahapan pemeriksaan, yaitu:

1. Perencanaan Pemeriksaan

Dalam perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mendefinisikan tujuan pemeriksaan, dan lingkup serta metodologi pemeriksaan untuk mencapai tujuan pemeriksaan tersebut. Tujuan lingkup, dan metodologi pemeriksaan tidak ditentukan secara terpisah. Pemeriksaan menentukan ketiga elemen ini secara bersama-sama. Perencanaan merupakan proses yang berkesinambungan selama pemeriksaan. Oleh sebab itu, pemeriksaan harus mempertimbangkan untuk membuat penyesuaian pada tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan selama pemeriksaan dilakukan.

Tujuan pemeriksaan mengungkapkan apa yang ingin dicapai untuk pemeriksaan tersebut. Tujuan pemeriksaan mengedintifikasikan objek pemeriksaan dan aspek kinerja yang haus dipertimbangkan, termasuk temuan pemeriksaan yang potensial dan unsure pelaporan yang diharapkan bias

(27)

dikembalikan oleh pemeriksa. Tujuan pemeriksaan dapat dianggap sebagai pertanyaan mengenai program-program yang diperiksa dan pemeriksa harus mencari jawabannya.

Lingkup pemeriksaan adalah batas pemeriksaan dan harus terkait langsung dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya, lingkup pemeriksaan menetapkan parameter pemeriksaan seperti periode yang direviu, ketersediaan dokumen atau catatan yang diperlukan dan lokasi pemeriksaan di lapangan yang akan dilakukan.

Pemeriksa harus merancang metodologi pemeriksaan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten, dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Metodologi pemeriksaan mencakup jenis dan perluasan prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk mencapai tujaun pemeriksaan.

Prosedur pemeriksaan adalah langkah-langkah pemeriksaan dan cara-cara pengujian yang akan dilaksanakan oleh pemeriksa untuk mencapai tujuan pemeriksaan.

a. Signifikansi Masalah dan Kebutuhan Potensial Pengguna Laporan Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan harus mempertimbangkan signifikansi suatu masalah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atau pemeriksaan kinerja. Suatu masalah dianggap signifikasnsi apabila masalah itu relatif penting bagi pencapaian tujuan pemeriksaan dan bagi calon pengguna hasil pemeriksaan. Baik faktor kualitatif maupun kunatitatif merupakan hal yang penting dalam menentukan signifikansi suatu masalah. Faktor kualitatif dapat meliputi:

1) Apakah program yang diperiksa sensitif dan menjadi perhatian public

(28)

2) Apakah programnya masih baru atau adanya perubahan dan kondisi program

3) Apakah pemeriksaan yang dilaksanakan dapat berperan menyediakan informasi yang dapat memperbaiki peryanggungjawaban entitas yang diperiksa dapat mengambil keputusan.

4) Seberapa luasnya reviu atau bentuk lain pengawasan yang independen.

5) Apakah program yang diperiksa mempuyai pangaruh terhadap program yang lain dan atau terhadap pengambilan kebijakan

Jadi pemeriksa harus memahami keperntingan dan pengaruh dari pengguna laporan hasil pemeriksaan tersebut. Pemahaman ini dapat membantu pemeriksa untuk menilai apakah temuan pemeriksaan signifikan bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan tersbut.

b. Pemahaman Program yang Diperiksa

Pemeriksaan harus memahami program yang diperiksa untuk menilai signifikasnsi berbagai tujuan pemeriksaan dan kemungkinan pencapaian tujuan tersebut. Pemahaman pemeriksa dapat diperoleh dari pengetahuan yang dimilikinya mengenai program tersebut maupun diperoleh dari pengumpulan informasi serta pengamatan yang dilakukan dalam perencanaan pemeriksaan.

Luas dan dalamnya pengumpulan informasi akan bervariasi tergantung pada tujuan pemeriksaan dan kebutuhan untuk memahami aspek masing-masing program, seperti berikut:

(29)

1) Pengaturan perundang-undangan. Program pemerintah biasanya ditetapkan dalam pertauran perundang-undangan dan terikat dalam peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik. Sebagai contoh, peraturan perundang-undangn biasanya menetapkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bagaimana mencapai tujuan, kelompok masyarakat yang memperoleh manfaat, dan berapa banyak biaya yang dapat dikeluarkan serta untuk apa saja biaya tersebut dikeluarkan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap landasan hukum yang mendasari suatu program menjadi hal yang penting dalam memahami program itu. Pemahaman tersebut merupakan langkah penting dalam mengidentifikasikan peraturan perundang-undangan yang penting untuk mencapai tujuan pemeriksaan.

2) Maksud dan tujuan dilaksanakannya program sebagai kriteria untuk menilai kinerja suatu program.

3) Input yang digunakan dalam suatu program dapat diperoleh dari dalam atau dari luar entitas yang melaksanakan program tersebut.

Pengukuran input dapat memiliki berbagai dimensi seperti biaya, waktu dan kualitas. Contoh pengukuran input adalah satuan nilai uang, jam kerja pegawai, dan meter persegi ruang bangunan.

4) Operasi program yang digunakan oleh entitas yang diperiksa dalam rangka mengubah input menjadi output.

(30)

5) Output berupa hasil/pencapaian segera setelah ptoses/operasi program berakhir. Contoh ukuran output adalah tonase limbah yang telah diolah, jumlah lulusan, jumlah lulusan yang memenuhi persyaratan tertentu.

6) Outcome sebagai efek dari tercapainya outpot dapat berkisar dari yang sifatmya jangka pendek sampai yang sifatnya jangka panjang. Sebgai contoh,outcome yang segera dapat dilihat dari suatu program pelatihan tenaga kerja dan indicator efektivitas program adalah jumlah lulusan peserta programyang berhasil memperoleh pekerjaan. Outcome jangka panjang program dan pengujian efektifitasnya tergantung pada apakah lulusan peserta program mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk tetap dipekerjakan, dibandingkan dengan yang tidak mengikuti program tersebut. Outcome dapat dipengeruhi oleh faktor budaya, ekonomi, fisik, atau teknologi yang merupakan faktor dari luar program. Pemeriksa dapat menggunakan pendekatan yang diambil dari bidang evaluasi program untuk memisahkan dampak program dari pengaruh lain di luar ruangan.

7) Pengendalian intern, yang juga sering disebut pengendalian manajemen, dalam pengertian yang paling luas mencakup lingkungan pengendalian, panilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pementauan. Pengendalian intern melekat pada setiap proses antara lain perencanaan, pengorganisasian, maupun operasional program. Pengendalian intern juga berfungsi sebagai lini depan untuk

(31)

menjaga aktiva dan mendeteksi terjadinya kesalhan, kecurangan, penyimpangan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Mempertimbangkan Pengendalian Intern

Perubahan baik di lembaga perwakilan, pemerintah, dan entitas lainnya mempengaruhi kesinambungan pengolahan keuangan sehingga dituntut adanya pengendalian intern yang lebih efektif. Pemeriksaan harus mempunyai pemahaman mengenai signifikansi pengendalian internterhadap tujuan pemeriksaan dan harus mempertimbangkan apakah prosedur-prosedur pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara tepat. Pemeriksaan harus juga mempertimbangkan perlunya perencanaan untuk memodifikasi sifat, waktu, atau perluasan prosedur-prosedur pemeriksaan yang didasarkan kepada efektifitas pengendalian inter. Untuk itu, pemeriksa harus juga memasukkan pengujian-pengujian terhadap efektifitas pengendalian intern dalam prosedur- prosedur pemeriksaannya dalam mempertimbangkan hasil-hasil dari prosedur- rosedur pemeriksaan yang dirancang. Entitas yang diperiksa bertanggungjawab untuk merancang pengendalian intern yang memadai dan menerapkannya secara efektif.

Pemeriksaan dapat diperoleh pemahaman atas pengendalian intern melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dokumen dan catatan, atau mereviu laporan pihak lain. Prosedur yang dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern akan bervariasi, antara pemeriksa yang satu

(32)

dengan yang lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi luasnya prosedur ini adalah pengetahuan pemeriksa mengenai pengendalian intern yang diperoleh dalam pemeriksaan sebelumnya. Demikian pula, kebutuhan utnk memahami pengendalian intern akan tergantung pada aspek tertentu dari program yang ditangani oleh pemeriksa dalam menetapkan tujuan dan lingkuppemeriksaan., serta metodologinya. Berikut ini adalah contoh bagaimana pamahaman atas pengendalian inern dapat mempengaruhi rencana pemeriksaan:

1) Tujuan pemeriksaan

Pengendalian yang lemah terhadap aspek suatu program mengandung resiko kegagalan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, aspek tertentu mungkin lebih signifikan dibandingkan dengan aspek lainnya, dalam hal pemeriksaan ingin memusatkan upayanya

2) Lingkup pemeriksaan

Pengendalian yang lemah di lokasi tertentu dapat menyebabkan pemeriksa mengarahkan upayanya ke lokasi tersebut

3) Metodologi pemeriksaan

Pengendalian yang kuat atas pengumpulan, pengikhtisarian, dan pelaporan data, memungkinkan pemeriksa untuk membatasi luasnya pengujian langsung atas vitalitas dan keandalan data. Sebaliknya, pengendalian yang lemah dapat menyebabkan pemeriksa melakukan pengujian langsung atas data, mencari data dari luar entitas, atau mengembangkan datanya sendiri.

(33)

Apabila pengendalian intern mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus merencanakan untuk mendapatkan bukti- bukti yang cukup untuk mendukung pertimbangan pemeriksaan menganai pengendalian tersebut. Berikut ini adalah contoh-contoh keadaan di mana pengendalian intern dapat berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan pemeriksaan.

1) Dalam menentukan penyebab kinerja yang tidak memuaskan, pemeriksa bisa mempertimbangkan bahwa kinerja yang tidak memuaskan tersebut bisa disebabkan oleh kelemahan dalam pengendalian intern.

2) Pada saat menilai validitas dan keandalan ukuran kinerja yna gdikembangkan oleh entitas yang diperiksa, efektivitas pengendalian intern atas pengumpulan, pengikhtisaran dan pelaporan data akan membantu meyakinkan bahwa ukuran-ukuran kinerja tersebut telah valid dan dapat diandalkan.

Pengawasan intern adalah bagian yang penting dalam pengendalian intern.apabila diperlukan suatu penilaian terhadap pengendalian intern, pekerjaan pengawas intern dapat dimanfaatkan untuk membantu memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengendalian intern telah dirancanag secara memadai dan telah diterapkan secara efektif, dan utuk mencagah terjadinya tumpang tindih pekerjaan.

(34)

d. Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-undangan; Kecurangan (fraud); dan Ketidakpatutan (abuse)

Apabila ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa hanya merancang metodologi dan prosedur pemeriksaan sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi penyimpangan yang dapat membawa pengaruh signifikan terhadaptujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan pemriksaan, dan harus memperhitungkan resiko bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang undangan, dan kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi. Berdasarkan penilaian resiko tersebut, pemeriksa harus merancang dan melaksanakan prosedu yang dapat memberikan keyakinan yang memadai mengenai hal-hal yang menyangkut penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, serta ketidakpatutan. Untuk itu pemeriksa juga harus menyiapkan dokumentasi pemeriksaan mengenai penilaian resiko tersebut.

Tidak praktis bagi pemeriksa untuk menetapkan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan. Hal ini disebabkan program pemerintah sangat dipengaruhi oleh berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan tujuan pemeriksaan sangat beragam.

Walaupun begitu pemeriksa dapat menggunakan pendekatan berikut ini:

(35)

1) Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output, outcome)

2) Identifikasikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek tertentu yang menjadi bahan pertanyann tadi.

3) Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang- undangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi jawaban pemeriksa atas pertanyaan tadi. Jika benar maka ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut mungkin signifikan bagi tujuan pemeriksaan.

Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasehat hukum dalam hal: (1) menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan terhadap tuuan pemeriksaan, (2) merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan , dan (3) mengevaluasi hasil pengujian tersebut. Pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil kerja penasehat hukum, apabila tujuan pemeriksaan mensyaratkan adanya pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dalam keadaan tertentu, pemeriksa juga dapat memperoleh informasai mengenai masalah kepatuhan dari pihak lain, seperti aparat yang melakukan investigasi, organisasi pemeriksa atau entitas pemerintah lain yang memberikan bantuan kepada entitias yang diperiksa, atau pihak yang berwenang.

Dalam merencanakan pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksa harus menilai risiko

(36)

kemungkinan terjadinya penyimpangan. Risiko tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti rumitnya ketentuan peraturan perundang-undangan atau karena ketentuan peraturan perundang-undangan masih baru. Penilaian pemeriksa terhadap risiko tersebut mencakup pertimbangan apakah entitas memiliki sistem pengendalian yang efektif ntuk mencegah atau mendenteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila pemeriksa memperoleh bukti yang cukup mengenai efektivitas pengendalian tersebut, maka pemeriksa dapat mengurangi luasnya pengujian atau kepatuhan.

Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mendiskusikan resiko terjadinya kecurangan yang potensial, dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau tekanan yang dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan, dan alsan atau sifat seseorang yang dapat menyebabkan dilakukannya kecurangan. Pemeriksaan harus mengumpulkan dan menilai informasi untuk mengidentifikasi resiko terjadinya kecurangan yang mungkin relevan dengan tujuan pemeriksaan atau mempengaruhi hasil pemeriksaan. Misalnya, untuk memperoleh informasi mengenai faktor -faktor terjadinya kecurangan atau resiko bahwa pegawai entitas yang diperiksa dapat mengabaikan pengendalian intern yang ada. Pemeriksa harus menggunakan skeptisme professional dalam menilai risiko tersebut untuk menentukan faktor-faktor atau resiko-resiko yang secara signifikan dapat

(37)

mempengaruhi pekerjaan pemeriksa apabila kecurangan terjadi atau mungkin telah terjadi.

Ketika pemeriksa mengidentifikasi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan yang secara dignifikan dapat mempengaruhi tujuan dan hasil pemeriksaan, pemeriksa harus merespon masalah tersebut dengan merancanag prosedur untuk bias memberikan keyakinan yang memadaibahwa kecurangan tersebut dapat dideteksi. Pemeriksa harus mempersiapkan dokumentasi pemeriksaan terkait dengan pengidentifikasian, penilaian dan analisis terhadap resiko terjadinya kecurangan. Pemeriksa juga harus waspada bahwa menilai resiko terjadinya kecurangan adalah suatu proses yang terus menerus selama pelaksanaan pemeriksaan tetapi juga dengan wvaluasi atas bukti-bukti yang diperoleh selama pelaksanaan pemeriksaan.

Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau transaksi – transaksi yang berindikasi kecurangan. Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa (melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima mengenai terjadinya kecurangan, atau cara-cara yang lain) dalam mengidentifikasikan bahwa kecurangan yang telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan tersebut secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaannya. Apabila ternyata kecurangan tersebut secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaannya, maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah dan prosedur pemeriksaan untuk: (1) menentukan pabila kecurangan mungkin telah terjadi, dan (2) apabila memang telah terjadi dan apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.

(38)

Pelatihan, pengalaman, dan pemahaman pemeriksa terhadap program yang diperiksa dapat memberikan suatu dasar bagi pemeriksa utnuk lebih waspada terhadap beberapa tindakan yang menjadi perhatiannya bias merupakan indikasi adanya kecurangan. Suatu tindakan bias dikategorikan sebagai kecurangan atau tidak harus ditetapkan melalui suatu sistem peradilan dan hal ini di luar keahlian dan tanggung jawab professional pemeriksa. Walaupun demikian, pemeriksa tetap bertanggungjawab untuk selalu waspada terhadap kelemahan-kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecurangan yang ebrkaitan dengan area yang diperiksa, sehingga pemeriksa bias mengidentifikasikan indikasi-indikasi bahwa kecurangan telah terjadi. Dalam beberapa hal, kondisi-kondisi berikut ini bias mengidentifikasikan resiko terjadinya kecurangan:

1) Lemahnya manajemen yang tidak bias menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak bias mengawasi proses pengendalian

2) Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumber daya

3) Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan

4) Kasus yang mana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi

5) Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan informasi tanpa alas an yang jelas

6) Informasi yang salah atau membingungkan

(39)

7) Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatan-kegiatan yang eprlu dipertanyakan atau bersifat criminal

Ketidak patutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan . Apabila ketidakpatutan terjadi, maka mungkin saja tidak ada hukum,atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Dalam hal ini, ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berbeda diluar pikiran yang masuk akal atau diluar praktik-praktik yang lazim. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau transaksi yang dapat mengidentifikasikan terjadinya ketidakpatutan. Apabila informasi yang diperoleh pemeriksa (melalui prosedur pemeriksaan,terjadinya kecurangan, atau cara – cara yang lain) mengidentifikasikan telah terjadi ketidakpatutan, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah ketidakpatutan tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pemeriksaannya atau tidak. Apabila indikasi terjadinya ketidak patutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan secara sidnifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan, untuk : (1) menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan (2) apabila memang benar-benar terjadi maka pemeriksa harus menentukan pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan. Walaupun demikian, karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan. Pemeriksa harus mempertimbangkan faktor kuantitatif dan kualitatif dalam membuat pertimbangan mengenai signifikan atau tidaknya

(40)

ketidakpatutan yang mungkin terjadi, dan apakah pemeriksa perlu untuk memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan.

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya. Dalam kondisi tertentu, kebijakan, ketentuan peraturan perundang-undangan mengharuskan pemeriksa untuk melaporkan indikasi terjadinya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, atau ketidakpatutan kepada pihak yang berwenang sebelum memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan. Pemeriksa perlu memperhatikan prosesdur yang berlaku di BPK untuk melaksanakan pelaporan kepada pihak yang berwenang ini. Pemeriksa bias juga diminta untuk meninggalkan atau menunda pekerjaan pemeriksaan berikutnya atau sebaggian pekerjaan pemeriksaannya agar tidak mengganggu investigasi.

Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan ini akan memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Meskipun demikian, hal ini tidak menjamin ditemukannya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangn atau kecurangan. Sebaliknya, dalam hal pemeriksa tidak dapat menemukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang- undangan atau kecurangan selama pemeriksaan tidak berarti bahwa kinerja

(41)

pemeriksa tidak memadai, selama pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.

e. Menetapkan Kriteria Kinerja

Kriteria adalah standar ukuran harapan mengenai apa yang seharusnya terjadi, praktik terbaik, dan benchmarks. Kinerja dibandingkan atau dievaluasi dengan kriteria ini. Kriteria, sebagai salah satu unsure temuan pemeriksaan, memberikan suatu hubungan dalam memahami hasil pemeriksaan. Rencana pemeriksaan harus menyatakan kriteria yang akan digunakan. Dalam menentukan kriteria, pemeriksa harus menggunakan kriteria yang masuk akal, dapat dicapai, dan relevan dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mengkomunikasikan kriteria tersebut kepada entitas yang diperiksa sebelum atau pada saat dimulainya pemeriksaan. Berikut ini adalah beberapa contoh kriteria:

1) Maksud dan tujuan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa.

2) Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa 3) Pendapat ahli

4) Target kinerja tahun berjalan 5) Kinerja tahun-tahun sebelumnya 6) Kinerja entitas yang sejenis

7) Kinerja sector swasta di bidang yang sama 8) Praktik terbaik organisasi terkemuka.

(42)

f. Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan Sebelumya

Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi temuan yang secara signifikan berpengaruh terhadap tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan. Misalnya, laporan hasil pemeriksaan terdahulu mengenai sistem informasi terkomputerisasi suatu entitas memuat temuan yang secara signifikan dapat terkait dengan pemeriksaan kinerja yang sedang dilaksanakan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan terdahulu tersebut, entitas yang diperiksa dapat memanfaatkan informasi kelemahan sistem tersebut untuk memperbaiki informasi akuntansinya atau informasi lainnya yang akan digunakan oleh pemeriksa.

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan:

(1) periode yang harus dipertimbangkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksa yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian resiko dan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan.

Perhatian secara terus menerus terhadap temuan-temuan signifikan beserta rekomendasinya merupakan hal yang penting untuk meyakinkan bahwa pekerjaan pemeriksaan telah memberikan manfaat. Pada akhirnya, manfaat yang didapat dari

(43)

adanya pemeriksaan terlihat apabila entutas yang diperiksa mengambil langkah perbaikan yang ebrarti dan efektif sebagai respon terhadap hasil pemeriksaan.

Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan oemriksaan tidak terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa.

Manajemen entitas yang diepriksa bertanggungjawab untuk menindaklanjuti rekomendais serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem inforasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Perhatian secara terus menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan.

Pemeriksaan perlu memperhatikan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, manajeman dapat memperoleh sanksi bila tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendai perbaikan sebagai hasil pemeriksaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pemeriksa harus menilai apakah manajemen telah menyiapkan secara memadai suatu sistem pementauan tidak lanjut pemeriksaan yang dilakukan oleh berbagai pemeriksa, baik intern maupun ekstern, pada entitas tersebut. Selain itu, pemeriksa perlu memastikan bahwa seluruh lini manajemen entitas telah mengetahui dan memantau hasil pemeriksaan yang terkait dengan unit di bawah kendalinya. Pementauan tersebut dilakukan oleh manajemen, dan bukan hanya oleh pemeriksa/pengawas intern yang bersangkutan.

(44)

g. Pertimbangn Atas Hasil Pekerjaan Pihak Lain

Pemeriksa harus menetukan apakah ada pemeriksa lain yang telah atau sedang melaksanakan pemriksaan atas entitas yang diperiksa. Jika ada, hal ini dapat menjadi sumber informasi yang ebrguna untuk perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan. Jika pemeriksa lain telah mengeidentifikasikan budang yang membutuhkan studei lebih lanjut, hal tersebut dapat mempengaruhi pilihan tujuan pemeriksaan. Terjadinya hasil kerja pemeriksa lain dapat juga memperngaruhi pemilihan metodologi, karena pemeriksa dapat mengandalkan hasil kerja tersebut dalam rangka membatasi luas pengujian yang akan dilakukannya.

Jika pemeriksa bermaksud untuk mengandalkan hasil kerja pemeriksa lain, pemeriksa harus melaksanakan prosedur yang memebrikan dasar yang emmadai untuk mengandalkan hasil kerjs pemeriksa lain tersebut. Pemriksa dapat memperoleh bukti persyaratan kualifikasi dan independensi pemeriksa lain berdasarkan pengalamannya, wawancara, reviu laporan, penilaian atas hasil per reviu pemeriksa lain. Pemeriksa dapat menentukan apakah bukti-bukti yang diperoleh dari pemeriksa lain tersebut telah cukup, relevan, dan kompeten dengan cara mereviu laporan program pemeriksaan, atau kertas kerja pemeriksaan dan/atau melakukan uji tembahan atas pekerjaannya. Sifat dan luasnya bukti yang dibutuhkan tergantung pada signifikansi pekerjaan pemeriksa lain tersebut dan tergantung pada apakah auditor akan mengacu pada hasil kerja tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya.

(45)

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan yang sama jika pemeriksa mengandalkan hasil kerja bukan pemeriksa (konsultan, tenaga ahli, dan sebagainya), di samping itu pemeriksa harus memahami metode dan asumsi signifikansi yang digunakan oleh bukan pemeriksa tersbeut.

C. Strategi Audit Awal

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya, apakah dalam semua hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit sebagaimana telah dijelaskan di muka, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam: pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).

1. Unsur Strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur berikut ini:

(46)

a) Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.

1) Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.

2) Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian.

3) Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah.

Dalam menentukan strategi audit awal, auditor pada dasarnya menentukan titik berat pengujian yang akan dilaksanakan oleh auditor: terutama pada pengujian substantif atau terutama pada pengujian pengendalian.

Pendekatan Terutama Substantif

Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern. Pendekatan ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian pada tingkat atau mendekati maksimum.

Sekar Mayangsari & Puspa Wandanarum (2013) menyatakan bahwa: Pada dasarnya ada tiga alasan mengapa auditor menggunakan pendekatan ini:

1) Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan dengan perikatan audit atas laporan keungan.

Sebagai contoh, auditor akan menjumpai sedikit kebijakan dan prosedur pengendalian intern dalam audit atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan kecil yang dioperasikan sendiri oleh pemiliknya.

(47)

Dalam situasi audit ini, auditor akan mencurahkan usaha sedikit terhadap pengendalian, dan akan menitik beratkan pengumpulan bukti auditnya terutama dari pengujian substantif.

2) Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.

Sebagai contoh, pengendalian atas transaksi pembelian dan pengeluaran kas yang lemah, sehingga auditor merencanakan jauh sebelumnya untuk melakukan pengujian substantif secara luas terhadap asersi kelengkapan utang usaha.

3) Peletakan kepercayaan besar terhadap pengujian substantif lebih efesien untuk asersi tertentu. Misalnya dalam audit atas aktiva tetap, auditor menggunakan pengujian substantif terhadap penambahan, penghentian pemakaian, penjagaan fisik aktiva tetap untuk membuktikan asersi keberadaan aktiva tetap tersebut. Auditor tidak melakukan pengujian pengendalian atas transaksi penambahan, penghentian pemakaian, penjagaan fisik aktiva tetap, jika hanya terdapat sedikit transaksi yang berkaitan dengan aktiva tetap. Pengumpulan dengan pengujian pengendalian

.

D. Kantor Akuntan Publik

a) Definisi Akuntan, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 dalam Chrisnoventie (2010: 25), akuntan adalah “seseorang yang berhak menyandang

(48)

gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Akuntan publik menurut Mulyadi (2010: 52) adalah “akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultasi)”.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 dalam Chrisnoventie (2010: 25) “akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan”. Dan menurut Undang- Undang Republika Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 dalam tulisan yang sama “Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang- Undang tersebut”.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 dalam Chrisnoventie (2010: 25) juga menjelaskan bahwa “Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya”. Dan menurut Undang- Undang Republika Indonesia Nomor 5 Tahun 2011, “Kantor Akuntan Publikyang selanjutnya disingkat KAP adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini”.

(49)

b) Jasa yang Dihasilkan oleh Profesi Akuntan Publik

Mulyadi (2010) menjelaskan bahwa Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai macam jasa bagi masyarakat, yang dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu jasa assurance dan jasa nonassurance.

1) Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Salah satu tipe jasa assurance yang disediakan oleh profesi akuntan publik adalah jasa atestasi. Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Jasa atestasi profesi akuntan publik dapat dibagi lebih lanjut menjadi empat jenis, yaitu: audit, pemeriksaan, review, dan prosedur yang disepakati.

2) Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Jenis jasa nonassurance yang dihasilkan oleh akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan dan jasa konsultasi.

Menurut Boynton (2003) jasa-jasa yang dihasilkan oleh Kantor Akuntan Publik antara lain adalah assurance service, jasa atestasi dan jasa-jasa lain.

1) Assurance service adalah jasa professional independen yang mampu meningkatkan mutu informasi, atau konteksnya, untuk kepentingan para

(50)

pengambil keputusan. Jasa-jasa yang termasuk dalam assurance service adalah jasa akuntansi dan jasa kompilasi.

2) Jasa atestasi adalah salah satu jasa di mana kantor CPA (Certified Public Accountant) mengeluarkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu kesimpulan tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain. Jasa atestasi dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu audit, pemeriksaan, review, dan prosedur yang disepakati.

3) Jasa-jasa lain adalah jenis jasa yang tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain dari keyakinan.

Jenis utama jasa-jasa lain yang diberikan oleh kantor CPA (Certified Public Accountant) adalah jasa teknologi, konsultasi manajemen, perencanaan keuangan, serta jasa internasional.

c) Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman terhadap prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku organisasinya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berprilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi (Mulyadi, 2010: 54).

Menurut Mulyadi (2010) ada 8 prinsip etika yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu:

1) Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

(51)

2) Kepentingan publik.

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3) Integritas.

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin.

4) Objektivitas.

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati- hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

6) Kerahasiaan.

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila

(52)

ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7) Perilaku Profesional.

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8) Standar Teknis.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.

d) Standar Profesional Akuntan Publik

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing, juga merupakan pedoman yang harus ditaati oleh akuntan publik dalam menjalankan tugasnya.

Audit yang dilakukan oleh auditor atas laporan keuangan bukan sembarang audit, melainkan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.

Menurut Mulyadi (2010: 16) “standar auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman umum bagi auditor dalam

(53)

melaksanakan audit. Standar auditing mengandung pula pengertian sebagai suatu ukuran baku atas mutu jasa auditing”

Standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (Mulyadi, 2002):

1) Standar Umum.

(a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

(b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

(c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2) Standar Pekerjaan Lapangan.

(a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

(b) Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat saat lingkup pengujian yang akan dilakukan.

(c) Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Gambar

Tabel 1. Gambaran Umum Responden
Tabel 2. Distribusi  Persepsi Responden  terhadap  Kecukupan  Data pada Kantor Akuntan Publik di Makassar
Tabel 3. Distribusi  Persepsi Responden  terhadap Pengolahan  Data pada Kantor Akuntan Publik di Makassar
Tabel 4. Distribusi  Persepsi  Responden  terhadap  Kualitas  Audit  pada Kantor Akuntan Publik di Makassar
+7

Referensi

Dokumen terkait

8 terhadap kualitas audit, tenur kantor akuntan publik tidak berpengaruh. terhadap

“Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik, Pergantian Kantor Akuntan Publik, Spesialisasi Audit Di Bidang Industri Klien Dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Kualitas Audit Serta

PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, FEE AUDIT DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS AUDIT (STUDI PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel moderasi Survey pada Sub Sektor

Pada hasil analisis terlihat baik pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen hal ini terlihat dari hasil pengolahan data pada spss dengan Koefisien hasil uji t dari

Tujuan penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh independensi, kompetensi, audit fee dan etika profesi terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan

Pengaruh Pengalaman Auditor, Time Budget Pressure dan Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Audit Report LAG Pada Auditor Kantor.. Akuntan Publik Di Kota Surabaya

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi pada suatu periode waktu tertentu yang merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data keuangan yang disajikan dalam bentuk