• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MISKONSEPSI PADA MATERI PECAHAN DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF DI KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 12 MAKASSAR HALAMAN JUDUL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MISKONSEPSI PADA MATERI PECAHAN DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF DI KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 12 MAKASSAR HALAMAN JUDUL SKRIPSI"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF DI KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 12 MAKASSAR

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Fitriani NIM 105361107516

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA DESEMBER 2021

(2)
(3)

iii

ERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

(5)

v

(6)

vi

“Menunda sesuatu yang harus diselesaikan Akan berbuah penyesalan dan kegelisahan”

“Pekerjaan yang paling tak kunjung bisa Diselesaikan adalah pekerjaan yang tak Kunjung pernah di mulai”

Karyaku ini kupersembahkan untuk:

Kedua Orang tuaku yang selalu senantiasa mendoakan serta memberika dukungan dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Saya berharap semoga ini menjadi awal langkah yang baik untuk putrimu ini dalam menggapai kesuksesan. Untuk Ibunda dan Ayahanda tercinta terimakasih atas segala-galanya semoga nanti saya dapat membahagiakan kalian.

ABSTRAK

(7)

vii

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

Abstrak

FITRIANI. 2021. Analisis Miskonsepsi pada Materi Pecahan Ditinjau dari Gaya Kognitif di Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh (Alimuddin dan Ernawati).

Penelitian ini di lakukan dengan tujuan: (1) untuk mendeskripsikan bagaimana miskonsepsi siswa pada materi pecahan ditinjau dari gaya kognitif Field Independent, (2) untuk mendeskripsikan bagaimana miskonsepsi siswa pada materi pecahan ditinjau dari gaya kognitif Field Dependent. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 2 orang siswa yang di pilih berdasarkan miskonsepsi yang ditinjau dari gaya kognitif di Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar. Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini: (1) angket gaya kognitif, (2) tes materi pecahan, (3) pedoman wawancara. Teknik pengumpulan data yang di gunakan:

(1) hasil jawaban angket gaya kognitif, (2) hasil tes tertulis materi pecahan yang memuat empat butir soal, (3) hasil wawancara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu menurut Milles dan Huberman yang mencakup: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah di temukan miskonsepsi yang dialami siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar pada materi pecahan baik siswa dengan gaya kognif Field Independent Maupun siswa dengan gaya kognitif Field Dependent. Berdasarkan kesimpulan menunjukkan bahwa siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar mengalami Miskonsepsi penjumlahan pada pecahan biasa, pengurangan pada pecahan biasa, perkalian pada pecahan biasa dan pembagian pada pecahan biasa, baik siswa dengan gaya kognitif Field Independent Maupun siswa dengan gaya kognitif Field Dependent.

Kata Kunci: Miskonsepsi, Materi Pecahan, Gaya Kognitif.

(8)

viii

Puji syukur senantiasa kita curahkan kepada sang pencipta atas segala karunia, nikmat yang berlimpah sehingga kita senantiasa dalam lindungan rahmat dan hidayahnya. Salam berserta shalwat senantiasa kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh ummat di muka bumi ini.

Alhamdulillah atas karunia yang telah diberikan penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Miskonsepsi pada Materi Pecahan Ditinjau dari Gaya Kognitif di Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar”

Skripsi ini selesai tentunya berkat beberapa partisipasi, dukungan dan bimbingan dari sekitar, olehnya itu izinkan penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua beserta keluarga yang senantiasa memberikan kasih dan sayangnya dalam menyelesiakan pendidikan.

2. Ayahanda Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ayahanda Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ayahanda Mukhlis, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

(9)

ix

Matematika Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Ayahanda Dr. Alimuddin, M.Si. dan Ibunda Ernawati, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing telah membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

7. Ayahanda Dr. Muhammad Darwis M., M.Pd. dan Ayahanda Ilhamuddin, S.Pd., M.Pd. selaku validator yang telah memberikan arahan dan petunjuk terhadap instrumen penelitian.

8. Para Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah bersedia memberikan ilmunya dalam proses studi.

9. Para staf Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang memberikan arahan dalam proses perkuliahan dan akademik.

10. Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 12 Makassar yang telah membantu penelitian dalam hal pemberi izin penelitian.

11. Guru Mata Pelajaran Matematika SMP Muhammadiyah 12 Makassar yang telah membantu peneliti selama proses penelitian.

12. Siswa-siswi kelas VIIISMP Muhammadiyah 12 Makassar yang telah bekerja sama dalam terlaksananya penelitian ini.

(10)

x

memberikan motivasi dan dorongan serta selalu mendampingi penuh dengan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

14. Teman-teman angkatan 2016 Pendidikan Matematika khususnya 2016 C yang senantiasa bersedia menemani peneliti selama proses penelitian,untuk bantuannnya dalam memberikan ide dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

15. Seluruh pihak yang telah memberikan masukan, saran, motivasi dan supportnya dalam menyelesaikan tulisan ini yang peneliti tidak sempat tuangkan satu persatu dalam tulisan ini.

Akhirnya penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan- rekan mahasiswa dan para pembaca. Semoga segala bentuk kebaikan senantiasa bernilaiibadah di sisi Allah SWT.

Makassar, Agustus 2021

Penulis

(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

B. Penelitian Yang Relevan ... 28

C. Kajian Terdahulu ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Subjek Penelitian ... 32

C. Prosedur Penelitian ... 33

D. Instrumen Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Keabsahan Data ... 35

G. Teknik Analisi Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Paparan Data ... 37

B. Hasil Penelitian ... 38

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN

(12)

xii

Tabel 4. 1 Pengkodean Subjek Penelitian ... 38

Tabel 4. 2 Hasil Tes Miskonsepsi ... 39

Tabel 4. 3 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFI1 ... 44

Tabel 4. 4 Perbandingan Hasil Tes dan Wawancara Subjek SFI2... 48

Tabel 4. 5 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFI3 ... 51

Tabel 4. 6 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFI4 ... 55

Tabel 4. 7 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFD1 ... 59

Tabel 4. 8 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFD2 ... 63

Tabel 4. 9 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFD3 ... 67

Tabel 4. 10 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFD4 ... 70

(13)

xiii

Gambar 4. 1 Penjumlahan Pada Pecahan Biasa SFI1 ... 41

Gambar 4. 2 Pengurangan Pada Pecahan Biasa SFI2 ... 45

Gambar 4. 3 Perkalian Pada Pecahan Biasa SFI3 ... 49

Gambar 4. 4 Pembagian Pada Pecahan Biasa SFI4 ... 53

Gambar 4. 5 Penjumlahan Pada Pecahan Biasa SFD1 ... 57

Gambar 4. 6 Pengurangan Pada Pecahan Biasa SFD2 ... 60

Gambar 4. 7 Perkalian Pada Pecahan Biasa SFD3 ... 64

Gambar 4. 8 Pembagian Pada Pecahan Biasa SFD4 ... 68

(14)

xiv 1. Instrumen Angket Gaya Kognitif 2. Instrumen Soal Tes

3. Instrumen Pedoman Wawancara 4. Lembar Kerja Angket SFI 5. Lembar Kerja Angket SFD 6. Lembar Kerja Tes Subjek SFI 7. Lembar Kerja Tes Subjek SFD 8. Hasil Wawancara subjek

9. Hasil Tes Miskonsepsi Kelas VIII 10. Kunci Jawaban

11. Dokumentasi Penelitian 12. Presentasi

13. Persuratan 14. Riwayat Hidup

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu pembangunan nasional yang dapat mencerdaskan bangsa, keberhasilan bangku sekolah dan pengurusan atau penanganan pendidikan tidak lepas dari kesuksesan tenaga pengajar atau pendidik terhadap penerapan kegiatan-kegiatan pendidikan dan salah satu tenaga pendidik/pengajar adalah guru. Pengajar adalah tenaga pendidik yang professional dengan tugas utamanya yaitu membimbing, mengajarkan, mengarahkan, melatih individu, menilai individu dan menganalisis peserta didiknya pada pendidikan awala melalui jalur pendidikan formal, pendidikan dasar serta pendidikan menengah (Depdiknas, 2006).

Matematika adalah induk ilmu dari semua ilmu yang ada sangat perlu di amati pada pembelajaran disekolah. Sebab matematika ialah ilmu dasar dari berbagai ilmu pengetahuan yang ada sehingga matematika perlu untuk dipelajari, dipahami, dan dikuasai, sebab padadasarnya bahwa matematika juga salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peran yang sangat-sangat fundamental untuk berpikir sebagai perangkat yang digunakan atau di pakai untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Johar, 2012).

Selain dapat digunakan dan diterapkan untuk kehidupan sehari-hari, matematika juga termasuk salah satu mata pelajaran yang pokok dalam Ujian Akhir Nasional (UAN). Menurut Natalia T (2016) berpendapat kalau

(16)

matematika merupakan pelajaran yang padat dengan konsep-konsep didalamnya. Namun pada kenyataan ini bisa dilihat kalau ada konsep didalam pembelajara matematika jika tidak di ketahui atau di pahami tentu akan berdampak buruk terhadap pandangan dan pemahaman konsep yang lain sebab setiap konsep itu saling terhubung satu dengan yang lainnya.

Materi pecahan telah di berikan dan di pelajari siswa-siswa, waktu mereka berada di bangku SD. Pemahaman konsep-konsep pecahan yang telah di pelajari di jenjang dahulu adalah syarat untuk mengetahui konsep pada pecahan. Maksud dan tujuan pembelajaran dan di pelajarinya matematika terhadap program pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya hanya untuk mengetahui konsep matematika, menguraikan hubungan sesama konsep dan menerapkan konsep secara menarik, tepat/benar, berguna, dan benar terhadap penyelesaian masalah (Depdiknas 2006). Hal tersebut yang akan merupakan landasan apabila didalam meninjau matematika penting pada sebelumnya memiliki pemahaman konsepnya. Kesalahan konsep yang terjadi terhadap individu/siswa akan beresiko terhadap pandangan siswa yang kurang benar menyelesaikan soal yang akan diberikan berikutnya. Kesalahan pemahaman terhadap konsep bisa dikenal dengan miskonsepsi.

Karakteristik siswa yang berdeda-beda tentu sangat terpengaruh sebagaimana siswa mendapatkan informasi serta bagaimana siswa menangani informasi itu. Miskonsepsi dapat di anggap sebagai karakter yang berada pada diri siswa yang menyimpan dan menaruh konsepsi yang telah dilakukan oleh para ahli sehingga miskonsepsi saling berhubungan dengan gaya kognitif

(17)

yang ada pada diri siswa. Gaya kognitif adalah karakter individu yang bisa mempengaruhi sebagaimana cara mereka merespon serta berguna pada keadaan yang berbeda-beda.

Sumber kesalahan dalam memahami konsep, biasa besumber dari:

penafsiran awal yang salah pada diri siswa, atau kesalahan sudah terjadi pada diri guru yang ditularkan kepada siswa. Penyampaian informasi dan pemahaman konsep yang benar dari guru akan menghasilkan informasi yang benar juga kepada siswa. Jika pada awalnya informasi yang diterima siswa sudah salah, maka informasi yang diterima siswa juga akan salah. Siswa akan selamanya memahami hal yang salah dan terbawa-bawa selama-lamanya jika tidak segera diatasi.

Miskonsepsi yang telah terjadi terhadap siswa maka akan terus berkelanjutan jika tidak segera di tanggulangi. Dimana, keberhasilan seorang guru dapat dilihat dari keberhasilan peserta didiknya yang dapat menguasai kompetisi yang akan dilanjutkannya. Memiliki pemahaman konsep akan memudahkan peserta didik untuk melangkah dengan mudah pada pembelajaran dan konsep yang berikutnya. Dengan ini penting untuk mengerti dan memberi bayangan soal adanya atau tidaknya kesalahan konsep yang dialami oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal yang di berikan terhadap pokok bahasan matematika.

Selain hal diatas memperkuat dan mendorong saya dalam melakukan penelitian ini yaitu hasil wawancara bersama guru bidang studi matematika SMP Muhammadiyah 12 makassar, bahwa masih banyak siswa yang

(18)

mengalami kesalahan karna berdasar dari miskonsepsi. Alasan utama terjadinya miskonsepsi dikarenakan rendahnya pemahaman terhadap konsep pecahan sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam mengerjakan soal- soal yang berkaitan dengan pecahan. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Azizan dan Ibrahim (2012), menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam membandingkan pecahan terjadi karena permasalahan dengan konsep dasar pecahan. Siswa yang tidak memahami pecahan akan menggunakan konsep- konsep yang salah dalam membandingkan pecahan.

Berdasarkan hal diatas maka untuk mengidentintifikasi miskonsepsi yang dialami siswa ketika menyelesaikan soal yang berbentuk pecahan, maka penulis berinisiatif dan terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Miskonsepsi Siswa pada Materi Pecahan Ditinjau Dari Gaya Kognitif di Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang dituliskan, maka peneliti menuliskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi miskonsepsi siswa pada materi pecahan yang di tinjau dari gaya kognitif Field Independent?

2. Bagaimana deskripsi miskonsepsi siswa pada materi pecahan yang di tinjau dari gaya kognitif Field Dependent?

(19)

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang di tuliskan diatas, maka pada penelitian ini dapat di tuliskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana miskonsepsi siswa pada materi pecahan yang di tinjau dari gaya kognitif Field Independent.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana miskonsepsi siswa pada materi pecahan yang di tinjau dari gaya kognitif Field Dependent.

D. Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan hasil penelitian tersebut dapat berguna dan bermanfaat bagi pendidikan lebih utama dalam pembelajaran matematika, yakni:

1. Bagi Siswa

Memberikan motivasi agar siswa lebih percaya diri dalam menyelesaikan pesoalah dan permasalahan dalam matematika lebih khususnya materi pecahan.

2. Bagi Guru

Gambaran bagi pendidik khususnya guru matematika di tingkat SMP tentang tingkat kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan pesoalah dan permasalahan dalam matematika lebih khususnya materi pecahan.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan infotrmasi kepada pihak sekolah upaya yang dapat di lakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran khusunya materi pecahan.

(20)

4. Bagi peneliti

Memberikan informasi-informasi bagi peneliti yang lain soal miskonsepsi siswa dalam menyelesaiakan permasalahan matematika khususnya pada materi pecahan, serta dapat di jadikan sebagai sumber kajian atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang membahas topik yang sama.

(21)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Analisis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musababnya, duduk perkaranya dan sebagainya), penguraian suatu pokok atas berbagai bagian-bagiannya dan penelahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Analisis adalah mengevaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan kauntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul.

Menurut Nawangsasi (Imam, 2018: 7) analisis adalah suatu pemeriksaan terhadap suatu objek tertentu untuk mengetahui permaslahan yang terjadi kemudian permasalahan tersebut diselidiki dan disimpulkan guna dapat memahami dari akar permaslahan tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa analisis adalah aktivitas atau penyelidikan yang memuat sejumlah kegiatan seperti membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan di kelompokkan kembali memurut kreteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya.

(22)

2. Konsep

Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) adalah gagasan, rancangan, ide, atau pengertian yang akan di abstrakkan dari peristiwa yang konkret. Konsep merupakan suatu gagasan pokok pikiran atau ide yang dapat menjelaskan suatu peristiwa, kejadia atau situasi dengan tujuan memberi kemudahan komunikasi antar manusia, biasanya konsep dinyatakan dalam bentuk simbol maupun kata.

Konsep berasal dari bahasa latin, conceptus, yang artinya tangkapan, rancangan, pendapat, pokok pikiran, ide, gagasan. Konsep dapat diartikan sebagai: yang pertama, kegiatan serta tindakan atau proses berpikir manusia. Yang kedua, Daya berpikir manusia dan khususnya penalaran manusia dan pertimbangannya. Yang ketiga, Produk proses berpikir, merancang seperti ide, angan-angan atau penemuan seseorang. Yang keempat, Produk-produk intelektual atau perdagangan dan prinsip yang terorganisasi.

Konsep itu dapat kita lihat dilihat dari segi subyektif dan obyektif.

Dari subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari segi obyektif konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut. Hasil dari tangkapan akal itulah konsep (Komaruddin, 2007).

Menurut Jeanne (2009: 327) bahwa konsep merupakan langkah pengelompokan secara mental bermacam objek atau kejadian yang

(23)

hampir sama dengan hal ini. Konsep adalah induk pikiran sebagin ahli melihatnya sebagai unit pikiran yang paling kecil.

Konsep memperlihatkan suatu komunikasi antara ide-ide yang lebih simpel sebagai pondasi pemikiran atau jawaban manusia terhadap petanyaan-pertanyaan tentang mengapa sebuah gejala itu bisa terjadi.

Konsep adalah hasil pikiran individu atau kelompok manusia yang dinyatakan dalam pengertian sehingga menghasilkan produk pemahaman seperti prinsip, hukum, dan teori. Konsep didapatkan dari kejadian yang benar terjadi, pengalaman melalui generalisasi serta berpikir abstrak.

Konsep bisa mengalami perubahan yang diikuti dengan fakta atau pengetahuan baru. Fungsi konsep adalah untuk mendeskripsikan atau memprediksikan (Syaiful Sagala, 2011).

Menurut Gusti Ayu Dewi, dkk. (2014: 21) konsep merupakan suatu simbol, generalisasi dan hasil berpikir abstrak manusia yang mengikat atau merangkum banyak pengalaman dan bersifat sementara.

Menurut Rosser (Ratna Wilis Dahar, 2011: 63) mengungkapkan konsep merupakan abstraksi yang akan mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai karakter sama.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan ide abstrak seperti kata yang mendeskrisipsikan sebuah kejadian untuk mempermudah individu berhubungan pada orang lain dan bernalar.

(24)

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi terdiri dari kata mis dan konsepsi. Mis artinya kesalahan dan konsepsi artinya pemahaman. Secara terminologi miskonsepsi adalah salah pemahaman. Sama halnya dengan kata miskomunikasi (salah bicara), mispersepsi (salah pendapat), dan lainnya. Sedangkan secata etimologi adalah salah pemahaman akan suatu konsep ilmu yang disebabkan oleh pemahaman awal yang dimiliki oleh seseorang atau pembelajaran sebelumnya.

Miskonsepsi dalam matematika adalah suatu kesalahan atau penyimpangan terhadap hal yang benar, yang sifatnya sistematis dan konsisten maupun insidental dalam menyelesaikan soal matematika.

Miskonsepsi yang sistematis dan konsisten terjadi disebabkan oleh kopetensi siswa. Sedangkan miskonsepsi yang bersifat incidental merupakan miskonsepsi bukan akibat rendahnya tingkat penguasaan materi pelajaran melainkan disebabkan factor lain misalnya: kurang cermat dalam membaca soal sehingga kurang memahami maksud soal tersebut, kurang teliti melihat jawaban yang sudah dikerjakan karena karna terburuh-buruh atau waktu hampir habis.

Mindrianti (2015: 2) mengungkapkan bahwa miskonsepsi adalah suatu pemikiran siswa yang salah atau bertentangan dengan teori ilmiah yang telah di kemukakan oleh para ahli dan sudah melengket serta melekat dalam individu siswa itu sendiri.

(25)

Miskonsepsi di pandang sebagai suatu masalah dalam pengetahuan berpikir dan pemahaman konsep individu terhadap pada rendahnya kemampuan siswa dan tidak tercapainya ketuntasan belajar.

Jeanne (2009: 338) mengungkapkan miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sejalan dan tidak sesuai dengan penjelasan yang telah di terima umum atau seseorang dan terbukti sahih atau salah tentang sesuatu fenomena atau peristiwa.

Suparno (2013: 8) mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah konsep yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan pengertian ilmiah dan pengertian sebenarnya atau pengertian yang di terima para pakar-pakar dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsinya dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.

Hasil observasi banyak memperlihatkan bahwa miskonsepsi terjadi secara luas. Suwarto (2013: 78) mengatakan bahwa Miskonsepsi terjadi karena itu kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang dalam membangun konsep itu sesuai informasi lingkungan dan sekitarnya maupun teori yang telag di terima. Penelitian untuk mengetahui miskonsepsi telah banyak dilakukan oleh para peneliti namun sulit membedakan siswa-siswa yang mengalami serta menderita miskonsepsi karena tidak tahu serta tidak paham konsep atau karena kesalahan konsep terhadap konsep. Untuk mengatasi atau menanggulangi siswa yang tidak tahu konsep dengan siswa

(26)

yang mengalami miskonsepsiakan jelas berbeda cara mengatasi dan penanggulangannya. Miskonsepsi dalam matematika harus diatasi dengan adanya guru atau pembimbing yang betul-betul memahami konsep yang salah paham dari pihak pembelajar dikarenakan apakah factor pengalaman yang pernah ia dapatkan dan belum berujung pengalaman tersebut.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah pandangan atau pemahaman akan suatu konsep tertentu yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan pengertian secara umum dan cendenrung mempertahankan pemahamannya terhadap konsep yang salah.

b. Sifat-sifat Miskonsepsi

Pada proses belajar mengajar biasanya siswa sudah mempunyai alur atau konsep pertama yang dikembangkan lewat lingkungan dan pengalaman orang-orang sebelumnya, tetapi ide yang dipunyai peserta didik ini bisa berbeda dengan para ahli.

Konsep para temuan ini biasanya memang lebih unik dan canggih, susah dan menyeluruh serta mempunyai komunikasi antar satu konsep dan konsep lainnya. Jika konsep yang dipunyai peserta didik bertentangan dengan para temuan maka mereka dinyatakan terdeteksi miskonsepsi.

Berdasarkan simpulan literature Arif Maftukin mengatakan miskonsepsi memiliki sifat seperti berikut:

(27)

1. Miskonsepsi sulit diperbaiki, berulang dan menganggap konsep selanjutnya.

2. Miskonsepsi bisa terjadi dikarenakan metode ceramah atau komunikasi guru terhadap siswa yang terus menerus dilakukan guru.

3. Siswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi baik yang pintar maupun tidak.

4. Dalam pelaksanaan pelajaran kadang-kadang miskonsepsi disamakan dengan ketidak tahuan siswa terhadap konsep maka sering guru pada umumnya tidak mengetahui atau tidak paham miskonsepsi yang lazim terjadi pada siswa.

c. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Menurut Paul Suparno (2013) mengatakan bahwa banyak penelitian dilakukan oleh para ahli pendidikan di bidang biologi, fisika, kimia, astronomi yang mengungkapkan serta memperlihatkan bermacam-macam kiat yang dibuat untuk membantu siswa dalam memecahkan permasalahan dan persoalan miskonsepsi yang dialami siswa. Secara garis besar cara yang digunakan untuk meremediasi miskonsepsi adalah:

1. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang telah dialami dan dilakukan siswa.

2. Mencoba menemukan dan mengetahui penyebab miskonsepsinya.

(28)

3. Mencari perlakuan atau tindakan yang sesuai atau sepadam untuk mengatasi miskonsepsi.

Menurut Yulia ada beberapa cara yang dapat dilakukan dan digunakan untuk mengatasi miskonsepsi yaitu:

1. Pendeteksian miskonsepsi sedini mungkin. Sebelum pelajaran dikelas dimulai.

2. Merancang penyampaian materi.

3. Memberikan pengalaman belajar kepada siswa.

d. Mendeteksi Miskonsepi

Menurut Paul Suparno (2013) bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui atau mendeteksi adanya miskonsepsi siswa. Berikut ini merupakan cara yang dapat di gunakan untuk mendeteksi miskonsepsi yaitu:

1. Peta konsep

Dapat atau mampu menghubungkan antara konsep-konsep serta gagasan pokok yang diorganisir dan disusun secara hirarkis.

2. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Pada tes tersebut maka siswa harus menjawab dan menulis mengapa siswa itu mempunyai jawaban yang seperti itu.

Jawaban-jawabannya yang tidak benar dan salah dalam pemilihan ganda ini selanjutnya akan dijadikan bahan tes berikutnya. sesuai hasil jawaban yang tidak benar atau salah dalam pilihan ganda tersebut maka peneliti dapat mewawancarai

(29)

siswa untuk meneliti bagaimana cara siswa berpikirnya dan mengapa mereka memiliki pola pikir seperti itu.

3. Tes essay tertulis

Dengan tes essay tertulis maka kita dapat mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa dalam bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, maka di dapatlah beberapa siswa yang akan di wawancarai untuk lebih mendalami dan mengetahui mengapa mereka memiliki ide atau gagasan seperti itu. Sesuai wawancara itu maka akan terlihat darimana saj miskonsepsi itu sumbernya.

4. Wawancara diagnosis

Wawancara dapat membantu kita dalam mengetahui secara mendalam posisi miskonsepsi yang dialami siswa dan mengapa siswa memiliki pemahaman seperti itu. Selanjutnya guru dapat mengarahkan siswa sehingga siswa menyadari kesalahannya.

Jika siswa sadar terhadap miskonsepsinya, maka berikutnya miskonsepsi tersebut akan lebih mudah di ubah.

5. Diskusi dalam kelas

Di dalam kelas siswa diminta untuk menyampaikan dan mengungkapkan pokok pikiran dan gagasan tentang konsep yang sudah atau akan dipelajari. Dari kegiatan diskusi tersebut, maka peneliti atau guru dapat mendeteksi dan mengetahui gagasan atau pola pikir siswa yang tepat atau tidak tepat. Cara

(30)

mengetahui dan mendeteksi miskonsepsi siswa dengan metode diskusi tersebut, sangatlah cocok untuk diterapkan pada kelas yang besar dan banyak siswanya.

6. Praktikum dengan tanya jawab

Kegiatan praktikum yang disertai dengan Tanya jawab antara guru dengan siswa dapat digunakan atau dilakukan sebagai alat untuk mengetahui dan mendeteksi terjadinya miskonsepsi terhadap siswa atau tidaknya. Selama praktikum diharapkan agar guru selama bertanya kepada siswa soal konsep peda kegiatan praktikum dan memperhatikan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum itu.

4. Gaya Kognitif

Berdasarkan psikologi seseorang memiliki perbedaan informasi yang tersusun kegiatannya. Perbedaan itulah yang berperan pada kualitas dan kuantitas dari hasil kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, inilah dikatakan gaya kognitif (Al Darmono, 2012: 2).

Menurut Desmita (2012: 145) mengungkapkan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik atau sifat individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berpikir, menelaah, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan. Dalam mengetahui kemampuan siswa dan gaya kognitif diperlukan dalam merancang materi, tujuan dan metode pembelajaran.

Menurut Woolfolk gaya kognitif yaitu suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisasi informasi yang di terima. Setiap

(31)

seseorang/individu mempunyai cara yang berbeda-beda dan tertentu yang disukai dalam memperoses dan mengorganisasi informasi terhadap respon terhadap lingkungan. Woolfolk juga menjelaskan bahwa setiap individu atau seseorang mempunyai kemampuan yang cepat dalam merespon sesuatu serta ada juga yang lambat. Gaya kognitif dapat dibedakan atau dibagi menjadi dua bagian yaitu: yang pertama berdasarkan perbedaan aspek psikologis yaitu terdiri dari field dependent dan field independent, yang kedua berdasarkan waktu pemahaman konsep yang terdiri dari gaya inpulsif dan reflektif.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan gaya kognitif berdasarkan aspek psikologisnya yaitu field independent dan field dependent. Dalam Desmita (2012: 148) gaya kognitif Field Dependent dan Field Independent dapat memperlihatkan mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan sekitarnya.

a. Gaya Kognitif Field Dependent

Seseorang atau individu dengan gaya kognitif Field Dependent lebih atau cenderung memerima suatu pola sebagai suatu keseluruhan. Mereka sangat sulit memfokuskan dirinya pada satu aspek dari satu situasi atau menganalisa pola menjadi bagian-bagian yang berbeda terhadapnya. Seseorang siswa dengan gaya kognitif FD (Field Dependent) mendapatkan atau menemukan kesulitan dalam memperoses sesuatu namun mudah mempersepsi apabila informasi dimanipulasi sesuai dengan konteksnya. dia akan dapat

(32)

memilah dan memisahkan sesatu sesuai dengan konteksnya, tetapi persepsinya sangat lemah pada saat terjadi perubahan konteks. Siswa yang memiliki gaya kognitif Field dependent ini lebih atau cenderung berpikir secara global dan luas, lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan yang berupa kritik, mereka lebih suka mempelajari ilmu sosial dan ketergantung dengan lingkungannya.

Witkim (Woolfolk & Nicholoch, 2004) mempersentasikan bahwa beberapa karakter pembelajaran siswa dengan gaya kognitif Field Dependent sebagai berikut:

1. Lebih baik pada materi pembelajaran dengan muatan social.

2. Memiliki ingatan lebih baik untuk informasi social.

3. Memiliki struktur, tujuan dan penguatan yang didefinisikan secara jelas.

4. Lebih terpengaruh kritik.

5. Memiliki kesulitan besar dalam mempelajari struktur.

6. Mungkin perlu diajarkan bagaimana menggunakan memonic.

7. Cenderung menerima organisasi yang diberikan dan tidak mampu untuk mengorganisasi kembali.

8. Mungkin memerlukan instruksi lebih jelas mengenai bagaimana memecahkan masalah.

Menurut Daniel (Arif Altun, 2006: 290) bahwa kecenderungan umum dari Field Dependent (FD) adalah sebagai berikut:

(33)

1. Mengandalkan sesuatu bidang atau bagian persepsi dari lingkungan dan sekitarnya.

2. Mempunyai kesulitan menempatkan, menggali sesatu dan menggunakan isyarat yang tidak terlalu terlihat dan menonjol.

3. Mempunyai kesulitan memberikan tatanan dan susunan untuk informasi yang lebih ambigu.

4. Mempunyai kesulitan mengorganisir dan menyusun kembali Informasi yang dating dan baru dan menghubungkan hubungannya dengan pengetahuan yang sebelumnya.

5. Mengalami kesulitan mendapatkan atau mengambil informasi dan memori jangka panjang.

Bisa disimpulkan bahwa seseorag yang bergaya kognitif FD umumnya lebih minat mengamati kerangka situasi sosial, memahami wajah orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengan social content, lebih memperhitungkan keadaan dan kondisi sosial eksternal atau dari luar sebagai perasaan dan mempunyai sikap. Pada kondisi sosial tertentu, orang yang bergaya kognitif FD lebih bersikap ramah dan baik, hangat, mudah bergaul, responsive, selalu ingin mengetahui semua hal disbanding orang yang bergaya FI.

b. Gaya Kognitif Field Independent

Siswa dengan gaya kognitif FI (Field Independent), lebih atau cenderung menggunakan factor-faktor dari luar atau internal sebagai suatu arahan dalam memproses informasi yang diterimanya.

(34)

Ia juga melakukan dan mengerjakan tugas secara tidak berurutan, tertata, rapi dan merasa lebih cepat selesai dengan mengerjakan sendiri. Hasil penelitian menyimpulkan kalau siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih unggul atau lebih baik daripada gaya kognitif FD dalam hasil belajar. Walaupun demikian tiap gaya mempunyai kelebihan, keunggulan dan kelemahan serta kelemahan masing- masing. Individu atau seseorang dengan gaya kognitif FI ini cenderung atau lebih efektif dan bagus jika mereka belajar tahap demi tahap yang akan dimulainya dengan menganalisis fakta dan memprosesnya lalu mendapatkan apa yang dicarinya. Menurut Thomas (Al Darmono, 2012: 2) bahwa siswa yang memiliki gaya kognitif field independent lebih atau cenderung memiliki belajar secara sendiri individual, merespon dengan baik dan independen.

Kemudian daripada itu mereka juga mencapai tujuan dengan motivasi instrinsik atau dari dalam diri. Dengan demikian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih cenderung tidak terpengaruh lingkungan dan sekitarnya. Ia lebih mengutamakan kemampuan menganalisa informasi secara sendiri walaupun hal itu tidal sesuai dengan realita atau keadaan yang sebenarnya. Selain itu juga ia lebih cenderung mampu menganalisis sesuatu dan lebih sistematis dalam menerima informasi dari lingkungan dan sekitarnya.

(35)

Menurut Syahrial (2014: 28) bahwa seseorang dengan gaya kognitif field independent itu lebih bersifat kritis, ia dapat memilih stimulus berdasarkan keadaan dan situasi, sehingga pandangan dan persepsinya sebagian kecil terpengaruh ketika ada perubahan keadaan dan situasi. Siswa dengan gaya kognitif FI ini memang lebih cenderung belajar secara sendiri, ia mampu menyelesaikan permasalahn atau persoalan tanpa ada orang yang membantu dan membimbing. Tetapi mereka mengalami kesulitan pada menguasai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan lingkungan dan sosial. Ia tidak mudah di pengaruhi oleh lingkungan dan sosial, itulah mengapa mereka lebih memilih belajar secara sendiri. Jadi gaya kogntif FI adalah kecenderungan individu dan seseorang dalam belajar yang mempunyai sifat dan karakteristik belajar secara sendiri dengan mengutamakan kemampuan berpikir analitis dan matematis.

Witkim (Woolfolk & Nicholich, 2004) mempersentasikan beberapa sifat atau karakter terhadap pembelajaran siswa dengan gaya kognitif field independent seperti:

1. Mungkin perlu bantuan memfokuskan perhatiannya pada materi dengan muatan social.

2. Mungkin perlu mengajarkan bagaimana menggunakan konteks untuk memahami informasi social.

3. Cenderung memiliki tujuan diri yang terdefinisikan dan penguatan.

(36)

4. Tidak terpengaruh kritik

5. Dapat membanggakan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur.

6. Biasanya lebih mampu memecahkan masalah tanpa instruksi dan bimbingan ekplisit.

Menurut Daniel (Arif Altun, 2006: 290) bahwa kecenderungan umum dari Field Independent (FI) adalah sebagai:

1. Melihat satu objek yang terpisah dari lapangan.

2. Mudah memberikan susunan yang baik untuk informasi yang akan di sajikan.

3. Tidak mampu menanamkan item yang relevan dari item non- relevan dalam lapangan.

4. Lebih mudah menyusun kembali informasi yang baru dan mengaitkan hubungannya dengan pengetahuan sebelumnya.

5. Cenderung lebih efesien dalam mengambil informasi atau item dari memori.

Bisa kita simpulkan kalau individu atau seseorang dengan gaya kognitif FI cenderung lebih ke analitis dalam memikirkan sesuatu, mereka bisa membedakan benda-benda dari segi apapun dan tidak bergantung pada lingkungan sekitarnya.

5. Hubungan Antara Miskonsepsi dengan Gaya Kognitif

Setiap siswa memiliki kemampuan dan pemahaman yang berbeda-beda pada saat pembelajaran. Kesulitan siswa dalam

(37)

mempelajari suatu materi pada umumnya terletak pada pemahaman konsep, pemahaman prinsip dan kesulitan pada operasi hitung. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh siswa tidak paham dengan konsep atau mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi ini sendiri dapat terjadi dikarenakan pengalaman yang telah diterima. Suparno dalam Paul Suparno

menyatakan bahwa setiap pengetahuan baru harus cocok dengan struktur kognitif, dimana struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan antara konsep, gagasan, teori dan sebagainya.

Oleh karena itu gaya kognitif siswa sangat berpengaruh pada miskonsepsi yang terjadi. Gaya kognitif pada siswa dapat terdiri dari dua jenis yaitu gaya kognitif Field Independent dan gaya kognitif Field Dependent. Menurut Witkin dkk (2012:86), gaya kognitif Field Independent adalah ketika individu mempersiapkan diri bahwa sebagian besar perilaku tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan pada gaya kognitif Field Dependent adalah ketika seorang individu mempersiapkan diri bahwa sebagian besar perilaku dikuasai oleh lingkungan.

Pada pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa gaya kognitif yang dimiliki oleh setiap siswa dapat menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi, hal ini dikarenakan struktur kognitif siswa yang dalam mengingat, menerima informasi, memecahkan masalah akan berbeda- beda sesuai gaya kognitif yang mereka miliki. Menurut Slameto, mengatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif Field Independent

(38)

cenderung belajar secara mandiri dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif Field Dependent.

Hal ini berpengaruh juga dalam cara siswa menyelesaikan soal berdasarkan gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki gaya kognitif Field Independent dapat dikatakan lebih mampu dalam memahami konsep dan menyelesaikan soal dengan lebih baik serta kecil kemungkinan mengalami miskonsepsi dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif Field Dependent.

6. Pecahan

Menurut Novak & Renzo (2013:3) berpendapat bahwa pecahan merupakan sebuah hasil bagi atau representasi bagian dari angka. Hal ini sebagai penguat konsep pecahan sebagai pembagian.

Menurut Musser, dkk (2011:216) menyatakan bahwa pecahan dapat dimaknai dengan dua cara yang berbeda. Pertama, pecahan digunakan sebagai angka yang menunjukkan bagian dari keseluruhan.

Kedua, pecahan dimaknai sebagai perbandingan.

Menurut Bunnett, Et Al (2010:283) berpendapat bahwa pecahan menjadi tiga konsep, yaitu konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan, konsep pecahan sebagai hasil bagi, dan konsep pecahan sebagai rasio. Pecahan sebagai bagian dari keseluruhan, pada bilangan pecahan terdiri dari pembilang yaitu bilangan yang terletak diatas dan penyebut yaitu bilangan yang terletak dibawah. Pembilang menyatakan jumlah keseluruhan yang dimaksud. Penyebut menyatakan jumlah bagian

(39)

yang dipertimbangkan. Kedua bilangan tersebut dipisahkan oleh sebuah garis. Pengertian pecahan yaitu sebagai bagian dari keseluruhan juga digunakan pada konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan.

Pecahan sebagai hasil bagi, pecahan muncul dari pembagaian antara satu bilangan dengan bilangan yang lain. bisa disimbolkan pembilang sebagai bilangan yang terbagi dan penyebut sebagai bilangan pembagi. Pecahan dapat di artikan sebagai konsep rasio. Dengan pengertian itu pecahan digunakan untuk membandingkan satu jumlah dengan jumlah yang lain.

Menurut Heruman (2007:43) pecahan dapat di artikan sebagai bagian dari sesuatu yang untuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang di maksud adalah bagian yang di perhatikan, yang biasanya di tandai dengan arsiran/warna. Bagian inilah yang di namakan pembilang.

Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang di anggap sebagai satuan, dan di namakan penyebut.

Menurut Purnomo (2015:10) kata pecahan berasal dari kata latin fractio, suatu bentuk kata lain frangere, yang berarti membelah (memecah).

Berdasarkan uraian diatas maka saya menyimpulkan bahwa Pecahan adalah bilang yang tuliskan pada bentuk a/b dimana a merupakan pembilang dan b merupakan penyebut dengan syarat b tidak sama dengan 0, a bukan kelipatan dari b, b bukan perfaktoran dari a, dan ab bilangan bulat.

(40)

Pecahan dapat di jelaskan dengan menggunakan tiga konsep yang dituliskan sebagai berikut:

1. Konsep sebagian dari keseluruhan

Pada konsep tersebut, maka pecahan digunakan untuk menyatakan sebagian dari keseluruhan. Pada pecahan , bilangan yang di bawah yaitu b menyatakan banyaknya bagian yang sama dalam keselurruhan. Sedangkan bilangan yang diatas yaitu a menyatakan bagian yang di perhatikan.

2. Konsep pembagian

Konsep ini dinyatakan pecahan sebagai hasil baginya suatu bilangan dengan bilangan yang lainnya. Misalkan a dan b, dengan syarat b ≠ 0. Contoh misalkan = a ÷ b.

3. Konsep perbandingan

Dalam konsep ini pecahan dapat juga digunakan sebagai perbandingan. Misalkan banyaknya siswa laki-laki dari banyaknya siswa perempuan. Mislkan siswa perempuan berjumlah 80 maka seperempat dari 80 adalah 20.

Adapun beberapa konsep pecahan biasa yang dapat di tuliskan sebagai berikut:

a. Konsep penjumlahan pada pecahan biasa Untuk pemisalan dua pecahan dan Konsep: =

=

(41)

b. Konsep pengurangan pada pecahan biasa Untuk pemisalan dua pecahan dan Konsep: =

=

c. Konsep perkalian pada pecahan biasa Untuk pemisalan dua pecahan dan Konsep: =

d. Konsep pembagian pada pecahan biasa Untuk pemisahan dua pecahan dan

Konsep: =

Adapun beberapa cara atau prosedur mengoperasikan pecahan biasa yang dapat di tuliskan sebagai berikut:

1. Cara penjumlahan pada pecahan biasa

 Mencari KPK dari penyebut pecahan

 Mengubah atau menyamakan kedua penyebut berdasarkan hasil dari KPK

 Kemudian penjumlahan kedua pecahan 2. Cara pengurangan pada pecahan biasa

 Mencari KPK dari penyebut pecahan

 Mengubah atau menyamakan kedua penyebut berdasarkan hasil dari KPK

 Kemudian pengurangan kedua pecahan

(42)

3. Cara perkalian pada pecahan biasa

 Pembilang di kali dengan pembilang

 Penyebut di kali dengan penyebut 4. Cara pembagian pada pecahan biasa

 Mengubah model pecahan pembagian menjadi model perkalian, dengan membalikkan pecahan biasa bagian belakang diaman pembilang jadi penyebut.

B. Penelitian Yang Relevan

Observasi yang pertama diamati oleh Suganda Atma (2013) Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang berjudul “Upaya Untuk Mengubah Miskonsepsi Siswa dalam Pokok Bahasan Suhu dan Kalor Lewat Konflik Kognitif”. Penelitian/observasi ini merupakan deskriptif kualitatif. Populasi pada observasi ini yaitu 68 siswa kelas XI IPA SMA Negeri 10 Yogyakarta, Jalan Godean 5 Ngupasan Yogyakarta. Teknik pengumpulan yakni dengan soal tes konseptual dan wawancara. Hasil penelitian “peneliti melihat analisis jawaban siswa pada test konseptual, peneliti melihat ada banyak miskonsepsi siswa pada konsep suhu dan kalor, konsep kalor jenis dan kapasitas kalor, konsep perubahan wujud benda, serta konsep perpindahan kalor.

Selanjutnya Penelitian kedua yang telah dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih (2008). Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan judul “Pemahaman dan Miskonsepsi Siswa Kelas XI IPA SMA Stella Duce Bantul Tentang Kalor”.

(43)

Dalam penelitiannya dipilih siswa kelas XI IPA sebab mereka sudah diajarkan materi tentang kalor di SMP dan kelas XI IPA telah di gabungkan dan kelompokkan sesuai jurusannya. Metode yang di gunakan dalam pengumpulan data adalah tes tertulis dan wawancara. Di dalam hasil penelitian ini menyatakan kalau berdasarkan interval skor atau nilai pemahaman siswa terlihat bahwa tidak ada satu siswa yang kualifikasinya sangat baik dan memuasakan, baik maupun cukup. dan keseluruhan kualifikasi pemahaman siswa dapat dikatakan masih kurang.

Selanjutnya penelitian ketiga yang dilakukan oleh Maria Endah Savitri (2016) Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Bentuk Aljabar Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Adimulyo Kabupaten Kebumen”. Penelitian ini adalah deskriftif kualitatif.

Subjek dalam penelitian yaitu siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Adimulyo.

Pemilihan subjek penelitian menguunakan snowball sampling. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa miskonsepsi dapat terjadi pada setiap siswa, baik siswa yang memiliki gaya kognitif Field Independent (FI) yang memiliki cara berpikir tinggi dalam pemecahan masalah matematika maupun siswa dengan gaya kognitif Field Dependent (FD) yang memiliki cara berpikir rendah dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

C. Kajian Terdahulu

Berdasarkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suganda Atma (2013) di atas terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(44)

peneliti yaitu membahas tentang miskonsepsi. Namun juga terdapat perbedaan yaitu penelitian atau observasi yang dilakukan oleh Suganda Atma meneliti terhadap mata pelajaran Fisika SMA tentang suhu dan kalor sedangkan penelitian atau observasi yang dilakukan peneliti ini tentang mata pelajaran Matematika SMP mengenai penjumlahan pada pecahan biasa, pengurangan pada pecahan biasa, perkalian pada pecahan biasa dan pembagian pada pecahanbiasa.

Berdasarkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih (2008) yang di tuliskan diatas maka terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini yakni membahas soal miskonsepsi.

Akan tetapi juga terdapat perbedaannya yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Chatarina Dwi Asih meneliti terhadap mata pelajaran Fisika SMA mengenai kalor sedangkan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu tentang mata pelajaran Matematika SMP mengenai penjumlahan pada pecahan biasa, pengurangan pada pecahan biasa, perkalian pada pecahan biasa dan pembagian pada pecahan biasa.

Berdasarkan dengan penelitian yang di lakukan oleh Maria Endah Savitri (2016) terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni membahas mengenai miskonsepsi. Namun terdapat juga perbedaan karena penelitian yang dilakukan oleh Maria Endah Savitri (2016) meneliti miskonsepsi pada mteri pecahan bentuk aljabar sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang mata pelajaran Matematika SMP mengenai penjumlahan pada pecahan biasa, pengurangan pada pecahan biasa, perkalian

(45)

pada pecahan biasa dan pembagian pada pecahan biasa.

(46)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini di laksanakan menggunakan metode deskriptif pendekatan kualitatif. Peneltian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena kejadian yang ada (Sukmadinata, 2011). Dalam penelitian ini, dikumpulkan data tentang gejala yang disebabkan proses pembelajaran.

B. Subjek Penelitian

Subjek untuk penyelidikan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar. Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling. Sugiyono (2005: 74) mengatakan bahwa teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Angket dan tes diikuti oleh seluruh siswakelas VIII.a SMP Muhammadiyah 12 Makassar, sedangkan siswa yang akan di wawancarai sebanyak 2 orang. Untuk siswa yang akan di wawancarai yaitu 1 siswa mengalami miskonsepsi dengan gaya kognitif Fiel Independent dan 1 siswa yang mengalami miskonsepsi dengan gaya kognitif Fiel Dependent.

Adapun langkah-langkah pengambilan subjek dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan angket gaya kognitif kepada seluruh siwa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.

(47)

2. Memeriksa hasil angket dan mengelompokkan siswa yang mempunyai gaya kognitif yang sama, yaitu gaya kognitif Fiel Independent dan gaya kognitif Fiel Dependent untuk diberikan tes.

3. Memberikan tes kepada kepada seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.

4. Memeriksa hasil tes untuk mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi.

5. Memilih satu siswa yang mengalami miskonsepsi dengan gaya kognitif Field Independent dan satu siswa dengan gaya kognitif Field Dependent.

C. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Datang ke SMP Muhammadiyah 12 Makassar bermaksud meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian.

b. Merancang instrumen untuk penelitian c. Melakukan validasi instrument oleh ahli 2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan angket kepada seluruh siwa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.

b. Menentukan serta menetapkan jadwal tes essay di sekolah tempat penelitian di laksanakan. Tes essay diberikan kepada seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar

c. Melaksanakan tes essay sesuai jadwal yang telah di tetapkan.

(48)

d. Memeriksa jawaban hasil masing-masing siswa dan mengidentifikasi miskonsepsi belajarnya.

e. Menentukan subjek penelitian yang akan di wawancarai f. Menetapkan jadwal wawancara.

g. Melaksanakan wawancara untuk mengidentifikasi miskonsepsi belajar yang di alami siswa.

3. Tahap Analisis

Kegiatan yang di laksanakan pada tahap ini adalah menganalisis miskonsepsi siswa pada tes yang telah dilakukan.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang di inginkan, di perlukan instrument penelitian. Adapun bentuk instrument yang di buat dalam penelitian ini adalah memberikan angket kemudian selanjutnya tes diagnostik berupa tes tertulis yakni uraian sebanyak 4 butir soal yang telah divalidasi oleh dosen dan juga guru di sekolah, adapun berupa non tes yakni wawancara terbuka dan tidak terstruktur, dimana pedoman wawancara tidak berisi tentang pertanyaan terstruktur atau tesusun secara sistematis, namun pertanyaan hanya memuat poin penting yang ingin digali dari responden.

E. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian untuk memperoleh data, yakni angket dan tes tertulis yang kemudian dibagikan kepada siswa supaya di kerjakan sehingga data atau informasi mengenai miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal

(49)

pecahan. Setelah dilakukan pemeriksaan maka siswa yang mengalami miskonsepsi berdasarkan gaya kognitif Field Independent dan siswa yang mengalami miskonsepsi bedasarkan gaya kognitif Field Dependent akan di pilih satu siswa yang mengalami miskonsepsi berdasarkan gaya kognitif Field Independent dan satu siswa yang mengalami miskonsepsi bedasarkan gaya kognitif Field Dependent untuk di wawancarai mengenai miskonsepsinya.

F. Keabsahan Data

Pada penelitian ini validitas yang di gunakan untuk keabsahan adalah triangulasi metode yaitu cara atau teknik mengumpulkan data sejenis, namun teknik yang digunakan berbeda. Dengan kata lain, supaya di peroleh data yang akurat atau valid, maka dilakukan analisis atau analisa dari pengguaan metode berbeda tersebut. Demikian, sumber data penelitian ini yakni hasil tes siswa dan juga hasil rekaman wawancara.

G. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data penelitian ini, mengikut pada konsep Milles dan Huberman (Sugioyono, 2010: 91), menerangkan bahwa menganalisia data kualitatif dilaksanakan secara interaktif, terus menerus hingga datanya jenuh.

Berikut adalah langkah atau proses analisis data penelitian ini, yakni : 1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum atau mengumpulkan, melakukan pemilihan hal pokok, berfokus pada hal penting. Data hasil

(50)

reduksi memberi penggambaran jelas dan memudahkan pelaksanaan mengumpulkan data.

Tahap reduksi data yang di lakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Menganalisis hasil jawaban siswa sesuai hasil tes dan wawancara pada materi pecahan.

b. Mengumpulkan semua data letak miskonsepsi siswa dalam belajar matematika pada materi pecahan, dan mengoreksi semua alasan siswa terkait terjadinya miskonsepsi.

2. Penyajian Data

Data yang disajikan berbentuk uraian. Menyajikan data dalam bentuk uraian digunakan supaya bisa memberi peningkatan pemahaman konsep dan juga acuan dalam menentukan tindakan sesuai pemahaman serta sajian data.

3. Penarikan kesimpulan

Setelah melakukan penyajian data, maka di lakukan berupa penarikan kesimpulan untuk menyimpulkan data yang telah di peroleh mulai dari reduksi hingga penyajian data.

(51)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data

Pada bab ini, akan dibahas dan disajikan data mengenai hasil penelitian tentang analisis miskonsepsi pada materi pecahan ditinjau dari gaya kognitif di kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar. Penelitian dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 12 Makassar yang beralamat di Jalan Bonto Daeng Ngirate No. 22, Kel. Bonto Makkio, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 12 Makassar pada pembelajaran semester ganjil tahun ajaran 2021/2022. Sebelum penelitian di sekolah tersebut, peneliti melakukan izin dengan kepala sekolah untuk melakukan penelitian. Pemilihan subjek dilakukan pada pada satu kelas yaitu kelas VIII A dengan jumlah siswa sebanyak 32 anak.

Berdasarkan metode penelitian yang telah dijelaskan pada Bab III, subjek penelitian dipilih berdasarkan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa. Adapun hasil pemilihan subjek yaitu dipilih 2 siswa yang terdiri dari satu siswa bergaya kognitif Fiel Independent dan satu siswa bergaya kognitif Fiel Dependent untuk mengetahui miskonsepsinya siswa-siwa terhadap pembelajaran matematika materi pecahan.

Adapun pengkodean subjek yang terpilih dalam penelitian diperlihatkan pada tabel berikut:

(52)

Tabel 4. 1 Pengkodean Subjek Penelitian No. Nama Siswa Jenis Gaya

Kognitif

Kode Siswa dengan Gaya Kognitif Adelia Nurul

Sakinah Field Independent SFI

Siti Tarqiah Field Dependent SFD B. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 12 Makassar, yaitu mengenai miskonsepsi siswa pada materi pecahan ditinjau dari gaya kognitif di kelas VIII. Pemberian tes dilaksanakan pada hari senin 11 Juli 2021 pada kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar, jumlah siswa kelas VIII yaitu berjumlah 32 orang dan jumlah siswa yang akan ikut tes yaitu 32 orang.

sesuai hasil tes yang dilakukan maka akan di pilih 2 orang siswa yang di jadikan sebagai subjek untuk penelitian ini. Peneliti memilih 2 orang siswa atau subjek untuk dijadikan respondent sesuai hasil tesnya yang diberikan untuk mengetahui miskonsepsi subjek pada materi pecahan ditinjau dari gaya kognitif.

Berikut adalah hasil tes yang dilakukan pada kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.

(53)

Tabel 4. 2 Hasil Tes Miskonsepsi Inisial Nilai

ARH 100

ANS 20

AIS 60

AH 50

AA 100

AQ 50

FAJ 100

GKG 50

INN 100

LAP 40

MYY 50

MII 100

MZRR 50

MAH 45

MARF 45

MFY 30

MH 50

MNF 75

MRAW 75

MAD 50

MFN 100

MFF 50

MFO 60

NNFS 75

NZAA 60

SHI 75

ST 10

SNR 75

SU 50

SAW 50

TAP 75

WFA 50

Dalam menentukan subjek yang akan diwawancarai harus berdasarkan hasil tes miskonsepsi, yang di alami siswa. Untuk membatasi siswa dalam pemilihan subjek yang diwawancarai maka dipilih 2 subjek. Pemilihan subjek terhadap penelitian tersebut dilakukan secara manual, sesuai dengan hasil tes

(54)

miskonsepsi yang diberikan siswa. Adapun subjek dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Inisial ANS sebagai subjek 1 dengan kategori SFI 2. Inisial ST sebagai subjek 2 dengan kategori SFD

Untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa maka akan di lakukan selanjutnya yaitu wawancara kepada siswa mengenai cara-cara menyelesaikan soal materi pecahan yang sudah ia kerjakan atau selesaikan.

Selanjutnya, setelah data-data hasil dari wawancara didapat atau di peroleh maka akan dilakukan pengidentifikasian data.

Pada bagian ini dipaparkan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil tes siswa dan hasil wawancara, yaitu mengenai miskonsepsi siswa pada materi pecahan.

Tes miskonsepsi yang diberikan kepada siswa adalah tes matematika sebanyak dua nomor dalam bentuk uraian, dimana tes ini diberikan agar dapat melihat atau tau miskonsepsi dialami siswa/subjek dalam menuliskan jawaban soal yang diberikan. Adapun soal yang akan di berikan untuk subjek sebagai berikut:

1. Tentukan hasil penjumlahan pecahan berikut ini:

2. Tentukan hasil pengurangan pecahan berikut ini:

3. Tentukan hasil perkalian pecahan berikut ini:

(55)

4. Tentukan hasil pembagian pecahan berikut ini:

Untuk hasil wawancara, pengkodean mengacu pada kode subjek masing-masing berdasarkan gaya kognitifnya. Kode pewawancara terdiri dari huruf P. Diikuti dengan empat digit yang menyatakan urutan soal yang diberikan. Contoh P1 artinya peneliti untuk dan urutan soal pertama.

Sedangkan untuk subjek terdiri dari 2 (dua) digit. dua digit pertama menyatakan subjek yang diwawancarai seperti SFI dan SFD. Diikuti dengan empat digit yang menyatakan urutan soal yang dijawab. Contoh SFI1 artinya subjek dengan gaya kognitif Fiel Independent jawaban soal pertama.

1. Paparan Data Hasil Penelitian Subjek Gaya Kognitif Field Independent

a. Analisis jawaban soal tes dan wawancara penjumlahan pada pecahan biasa.

Di bawah ini adalah jawaban soal tes serta wawancara kepada subjek SFI1 terhadap penjumlahan pada pecahan biasa:

Gambar 4. 1 Penjumlahan Pada Pecahan Biasa SFI1

Jawaban subjek SFI1 menjawab soal mengenai penjumlahan pada pecahan biasa terbukti jawabannya salah. Berdasarkan hasil jawaban subjek SFI1 diatas dapat dilihat, dianalisis serta di

(56)

deskripsikan bahwa cara yang di lakukan subjek dalam melakukan penjumlahan pada pecahan biasa tidak benar. Cara subjek SFI1 untuk melakukan penjumlahan pada pecahan biasa cenderung hanya melakukan penjumlahan secara langsung pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut tanpa mencari KPK untuk menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. dibawah adalah cara yang benar untuk melakukan penjumlahan pada pecahan biasa yaitu sebagai berikut:

 Mencari KPK terlebih dahulu dari penyebutnya pecahan.

 Menyamakan atau mengubah kedua penyebutnya sesuai dengan hasil KPK.

 Selanjutnya yaitu menentukan hasilnya penjumlahan pada kedua pecahan.

Berikut hasil dari cuplikan wawancara terhadap subjek SFI1 mengenai penjumlahan pada pecahan biasa:

P1.001 : Apakah adik telah menyelesaikan penjumlahan pecahan biasa sudah benar?

SFI1.001 : Iya kak …

P1.002 : Lalu bagaimana caranya adik menyelesaikan

penjumlahan pada pecahan biasa?

SFI1.002 : Pembilangnya dengan pembilangnya di jumlahkan dan penyebut dengan penyebut di jumlahkan…

(57)

P1.003 : terus bagaimana caranya adik menyamakan penyebutnya terhadap penjumlahan pecahan biasa?

SFI1.003 : Tidak tau kak…

P1.004 : Kalau didalam penjumlahan pecahan biasa jika penyebutnya sama haruskah dijumlahkan juga?

SFI1.004 : Iya kak…

Berdasarkan petikan wawancara SFI1 diatas, dapat dikatakan bahwa subjek SFI1 megalami miskonsepsi dalam melakukan penjumlahan pada pecahan biasa. Miskonsepsi tersebut terlihat ketika peneliti mengajukan pertanyaan yaitu lalu bagaimana caranya adik menyelesaikan penjumlahan pada pecahan biasa, subjek SFI1 menjawab menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.

Dari jawaban yang dilontarkan subjek SFI1 di duga mengalami miskonsepsi. Peneliti menduga miskonsepsi yang dialami subjek dalam menyelesaikan penjumlahan pada pecahan biasa yaitu subjek SFI1 belum memahami secara benar cara untuk melakukan penjumlahan pada pecahan biasa. cara yang dilakukan oleh subjek SFI1 dalam mengerjakan penjumlahan pada pecahan biasa yakni pembilang dengan pembilang dijumlahkan dan penyebut dengan penyebut di jumlahkan. Dari pemahaman seperti itu konsep yang di gunakan subjek SFI1 sudah salah dengan konsep yang sebenarnya.

(58)

Berdasarkan Analisis jawaban soal tes dan wawancara pada subjek SFI1 dalam mengerjakan soal penjumlahan pada pecahan biasa maka selanjutnya akan di lakukan perbandingan guna mengetahui validnya dan tidaknya data analisis tes dan wawancaranya subjek SFI1 kemudian ditarik kesimpulan. Untuk membandingkan data analisis jawaban tes dan wawancaranya subjek SFI1 maka table triangulasinya adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 3 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFI1

Analisis tes tertulis Analisis wawancara siswa SFI1 mengalami

miskonsepsi dalam menyelesaikan penjumlahan terhadap pecahan biasa karana jawaban yang dia tuliskan itu salah. Sebab cara yang subjek gunakan dalam menyelesaikan penjumlahan pada pecahan biasa itu salah karena caranya yaitu pembilang di jumlahkan dengan pembilang dan penyebut di jumlahkan

dengan penyebut.

Penyebutnya juga tidak disamakan

Sesuai dengan hasil wawancara diatas maka terbuktilah kalau jawaban subjek itu miskonsepsi. Pada saat peneliti ajukan pertanyaan

Apakah adik telah

menyelesaikan penjumlahan pecahan biasa sudah benar dan subjek langsung menjawab iya dan Salah satunya juga jawaban subjek ketika ditanya oleh peneliti seperti ini lalu bagaimana caranya adik menyelesaikan penjumlahan pada pecahan biasa dan subjek SFI1 menjawab Pembilang

dengan pembilang

dijumlahkan, penyebut dengan penyebut dijumlahkan. Dari jawaban subjek tersebut sudah diketahui memang subjek SFI1 mengalami miskonsepsi.

Dari perbandingan data hasil tes dan wawancara sudah valid.

Karena hasil jawaban tesnya tentang penjumlahan terhadap pecahan biasa siswa SFI1 yaitu sama salah konsepnya atau pandangannya

(59)

terhadap penjumlahan pecahan biasa. Jawaban antara tes dan wawancara juga saling berkaitan, jadi bisa dikatakan bahwa subjek SFI1 benar mengalami miskonsepsi. Dilihat dari hasil perbandingannya antara jawaban tes dan wawancara subjek SFI1 dalam melakukan penjumlahan pecahan biasa cara yang digunakan yakni pembilang dengan pembilang dijumlahkan serta penyebut dengan penyebut dijumlahkan. Peneliti tahu jika cara yang digunakan subjekSFI1 tersebut sudah salah.

b. Analisis jawaban soal tes dan wawancara pengurangan pada pecahan biasa

Di bawah ini adalah jawaban soal tes serta wawancara kepada subjek SFI2 terhadap pengurangan pada pecahan biasa:

Gambar 4. 2 Pengurangan Pada Pecahan Biasa SFI2

Sesuai hasil tes tentang pengurangan pada pecahan biasa yang telah dikerjakan subjek SFI2 memiliki jawaban yang salah. Dari jawaban subjek SFI2 ternyata cara yang digunakan untuk menyelesaikan pengurangan pada pecahan biasa sangat membingunkan. Tentu saja cara yang digunakannya salah. Subjek SFI2 dalam menyelesaikan pengurangan pada pecahan biasa penyebut tidak disamakan, untuk pembilang pertama hasil dari perkalian

Gambar

Tabel 4. 1 Pengkodean Subjek Penelitian  No.  Nama Siswa  Jenis Gaya
Tabel 4. 2 Hasil Tes Miskonsepsi  Inisial  Nilai  ARH  100  ANS  20  AIS  60  AH  50  AA  100  AQ  50  FAJ  100  GKG  50  INN  100  LAP  40  MYY  50  MII  100  MZRR  50  MAH  45  MARF  45  MFY  30  MH  50  MNF  75  MRAW  75  MAD  50  MFN  100  MFF  50  MFO
Gambar 4. 1 Penjumlahan Pada Pecahan Biasa SFI 1
Tabel 4. 3 Perbandingan Hasil Tes Dan Wawancara Subjek SFI 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

maka peneliti ingin mengadakan penelitian tentang “ Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas VIII Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia di SMP Negeri se-Kota Medan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis miskonsepsi siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Boyolali pada materi segitiga. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa kelas VII SMP Negeri 17 Makasssar pada materi bentuk dan operasi aljabar untuk

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PECAHAN KELAS VD SEKOLAH DASAR BIRRUL WALIDAIN MUHAMMADIYAH SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Tujuan penelitian ini adalah 1 untuk mendeskripsikan jenis dan penyebab miskonsepsi yang dialami siswa dalam materi bangun datar dengan gaya kognitif field dependent pada siswa

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Miri Sragen Tahun Pelajaran 2012/2013 teridentifikasi memiliki miskonsepsi pada

Pecahan merupakan materi pokok matematika dalam kurikulum pendidikan yang diajarkan pada siswa kelas VII SMP. Pada pokok bahasan pecahan mempelajari konsep operasi

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa efektivitas simulasi flash dalam meremediasi miskonsepsi siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Pontianak untuk materi pemantulan