• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan gangguan saluran cerna di RS Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 : kajian kemungkinan interaksi obat dan dosis obat - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penatalaksanaan gangguan saluran cerna di RS Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 : kajian kemungkinan interaksi obat dan dosis obat - USD Repository"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENATALAKSANAAN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN DI

RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE JULI 2012

KAJIAN : DOSIS OBAT dan KEMUNGKINAN INTERAKSI OBAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Maria Rosari Quincy Pang

NIM : 098114107

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

“Selalu ada uluran tangan saat ku terjatuh”

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus penolongku

Orang tuaku serta keluargaku atas doa dan pengorbanannya

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kasih atas

rahmat, bimbingan dan berkatNya yang telah Dia berikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penatalaksanaan Gangguan

Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli

2012 (Kajian: Kemungkinan Interaksi Obat dan Dosis Obat)“ ini dengan baik sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini juga penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang turut membantu penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini yaitu:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingan dan

arahan selama penulis melakukan pembelajaran di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

2. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta, dr Y. Wibowo Soerahjo yang

telah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan penelitian

3. Ibu Maria Wisnu Donowati M.Si., Apt atas dukungan, semangat dan

kesabarannya selama proses penyusunan skripsi ini

4. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah memberikan

arahan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi

5. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan

arahan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi Kepala Seksi

Keperawatan (Sr. Lucia Utami, CB), Kepala Sub Seksi Rawat Inap Umat dan

(8)

viii

Pesonalia (Yoseph Ardianto), Staff Personalia (Lehman Anri), Kasubsi bagian

Rekam Medis (Hary Budiarto) serta Kasubsi Farmasi (Y.Betty Husadani

S.Farm., Apt) atas bantuan dan dukungan selama penelitian

6. Seluruh dosen pengajar, staf dan laboran atas dukungan dan bantuan selama

penulis menjalani pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma

7. Untuk Kedua orang tuaku tersayang Stevanus Irwin dan Clara Agneta yang

telah mendidik dan menyemangati penulis dalam segala hal

8. Adikku tersayang Nino yang memotivasi penulis dan menginspirasi penulis

dalam menyusun penelitian

9. Rekan-rekan skripsi (Silvia, Frisca, Arning) yang memberi semangat bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi

10.Teman-teman FKK B 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungan

kepada penulis selama penyusunan skripsi

11.Teman-teman Kost “Dewi 2” : Adel, Agnes, Nindy, Lani, Sheila, Melisa, Melvina yang memberi semangat dan dukungan kepada penulis selama

penyusunan skripsi

12.Teman-teman KKN 2013 kelompok 25 Tanjung 2 : Monic, Dayu, Sari, Endah,

Deu, Indra, Fajar, Hans yang telah memberi semangat dan dukungan kepada

(9)

ix

Semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberikan rahmatNya kepada

seluruh pihak yang berperan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.Dengan

segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, maka

Penulis menerima kritik, saran dan koreksi dari berbagai pihak untuk menjadikan

skripsi lebih baik.Akhir kata semoga skripsi berguna bagi banyak pihak.

Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

(11)

xi

3. Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Pharmaceutical care... 7

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna ... 8

C. Pengobatan Gangguan Saluran Pencernaan ... 9

a. Gastroenteritis ... 9

b. Dispepsia ... 10

c. Peptic Ulcer Disease... 11

1. Definisi ... 11

2. Epidemiologi ... 11

3. Etiologi ... 11

4. Patofisiologi ... 12

5. Manifestasi klinis ... 13

6. Diagnosis ... 14

7. Strategi Terapi ... 14

d. Mual Muntah ... 17

1. Definisi ... 17

2. Epidemiologi ... 17

3. Etiologi ... 17

4. Patofisiologi ... 18

5. Manifestasi klinis ... 19

(12)

xii

e. Konstipasi ... 21

1. Definisi ... 21

2. Epidemiologi ... 22

3. Etiologi ... 22

4. Patofisiologi ... 23

5. Manifestasi klinis ... 23

6. Diagnosis ... 23

7. Strategi Terapi ... 24

f. Diare ... 25

1. Definisi ... 25

2. Epidemiologi ... 25

3. Etiologi ... 26

4. Patofisiologi ... 26

5. Manifestasi klinis... 27

6. Diagnosis ... 27

7. Strategi Terapi ... 28

D. Interaksi Obat ... 31

E. Keterangan Empiris ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

B. Definisi Operasional... 35

C. Subyek Penelitian ... 37

(13)

xiii

E. Tempat penelitian ... 37

F. Tata Cara penelitian ... 37

G. Tata Cara Analisis Data ... 39

H. Keterbatasan Penelitian ... 40

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN ... 41

A. Profil penggunaan obat gangguan saluran pencernaan ... 45

B. Evaluasi penatalaksanaan gangguan saluran pencernaan berdasarkan kemungkinan interaksi obat dan dosis obat ... 51

C. Rangkuman Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I Penyebab Peptic Ulcer Disease ... 12

Tabel II Golongan obat antagonis reseptor H2 ... 15

Tabel III Golongan obat PPI ... 16

Tabel IV Antibiotik untuk diare akibat bakteri ... 29

Tabel V Tingkat Signifikansi Interaksi ... 31

Tabel VI Beberapa Kemungkinan Interaksi Obat Gangguan Saluran Pencernaan ... 32

Tabel VII Jenis Cairan Rehidrasi yang Diberikan pada Pasien Rawat Inap RS Panti Rini periode Juli 2012...42

Tabel VII Manifestasi klinis yang pada kasus gangguan saluran cerna pada RS Panti Rini Periode Juli 2012 ... 42

Tabel VIII Kondisi keluar pasien ... 44

Tabel IX Profil Penatalaksanaan gangguan saluran cerna pada Rumah Sakit Panti Rini periode Juli 2012 ... 49

Tabel X Analisis penggunaan dosis obat pada penatalaksanaan gangguan saluran cerna di RS Panti Rini periode Juli 2012 ... 52

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Penatalaksanaan gangguan saluran cerna pada Rumah Sakit panti

Rini ... 65

Lampiran 2: Rekam medis kasus 1 ... 70

Lampiran 3: Rekam medis kasus 2 ... 71

Lampiran 4: Rekam medis kasus 3 ... 72

Lampiran 5: Rekam medis kasus 4 ... 73

Lampiran 6: Rekam medis kasus 5 ... 74

Lampiran 7: Rekam medis kasus 6 ... 75

Lampiran 8: Rekam medis kasus 7 ... 76

Lampiran 9: Rekam medis kasus 8 ... 77

Lampiran 10: Rekam medis kasus 9 ... 78

Lampiran 11: Rekam medis kasus 10 ... 79

Lampiran 12: Rekam medis kasus 11 ... 80

Lampiran 13: Rekam medis kasus 12 ... 81

Lampiran 14: Rekam medis kasus 13 ... 82

Lampiran 15: Rekam medis kasus 14 ... 83

Lampiran 16: Rekam medis kasus 15 ... 84

Lampiran 17: Rekam medis kasus 16 ... 85

Lampiran 18: Rekam medis kasus 17 ... 87

(17)

xvii

Lampiran 20: Rekam medis kasus 19 ... 89

Lampiran 21: Rekam medis kasus 20 ... 90

Lampiran 22: Rekam medis kasus 21 ... 91

Lampiran 23: Rekam medis kasus 22 ... 92

Lampiran 24: Rekam medis kasus 23 ... 93

Lampiran 25: Rekam medis kasus 24 ... 94

Lampiran 26: Rekam medis kasus 25 ... 95

Lampiran 27: Rekam medis kasus 26 ... 96

Lampiran 28: Rekam medis kasus 27 ... 97

Lampiran 29: Rekam medis kasus 28 ... 98

Lampiran 30: Rekam medis kasus 29 ... 99

Lampiran 31: Rekam medis kasus 30 ... 100

Lampiran 32: Rekam medis kasus 31 ... 101

Lampiran 33: Rekam medis kasus 32 ... 102

Lampiran 34: Rekam medis kasus 33 ... 103

Lampiran 35: Rekam medis kasus 34 ... 104

(18)

xviii

Intisari

Gangguan saluran pencernaan merupakan masalah umum yang sering dijumpai di masyarakat.Gangguan saluran cerna yang tidak diterapi dengan benar dapat mengakibatkan keparahan hingga kematian.Salah satu contohnya adalah diare, yang sering terjadi di Indonesia. Kajian penelitian meliputi ada tidaknya kemungkinan interaksi obat yang dapat terjadi akibat penggunaan 2 obat atau lebih dan dosis obat yang digunakan selama terapi, yang keduanya penting untuk optimalitas terapi.

Penelitian termasuk dalam non eksperimental dengan rancangan penelitian eksploratif deskriptif yang bersifat prospektif.Data pada penelitian yang diambil yaitu melihat lembar medik pasien selama mendapatkan perawatan. Data penelitian dianalisis dengan Drug Information Handbook dan Stockley: Drug Interaction serta MIMS edisi 10 2010/2011 dan disesuaikan dengan kondisi pasien yang bersangkutan.

Kasus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sebesar 34 kasus. Golongan obat yang banyak digunakan adalah antiemetik, antibakteri dan preparat kombinasi (probiotik). Terdapat kemungkinan interaksi obat 19 kasus (55,88%) dan ketidaktepatan dosis yaitu dosis terlalu tinggi 17 kasus (50%) sehingga perlu adanya monitoring.

(19)

xix

Abstract

Gastrointestinal (GI) disorders are common among the society, in which diarrhea is prevalent. It is known that actual and potential unsafe medication can lead to fatality. Therefore, this study investigated potential drug interactions and over dosage (dosage too high) on medication of patients with GI disorders.

This study is a non-experimental study with a descriptive evaluative design and a prospective approach. Data were collected from medical records of patients with GI disorders in Panti Rini Hospital Yogyakarta. Data were analyzed using the Drug Information Handbook, Drug Interaction by Stockley, and MIMS issue 10 2010/2012.

This study involved 34 cases. The most medication applied in the cases is a combination of antibacterial, antiemetic, and pro-biotic. This study found that there are 19 cases (56%) of potential drug interactions and 17 cases (50%) of over dosage (dosage too high).

(20)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmasis untuk memaksimalkan hasil terapi dan meminimalkan efek negatif terapi sehingga

tercapai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu aspek

pharmaceutical care adalah patient safety yang merupakan suatu strategi pencapaian terapi untuk evaluasi penggunaan obat kepada pasien (Siregar, 2004).

Gangguan saluran cerna merupakan masalah yang umum dijumpai di

masyarakat dengan angka kejadian populasi dewasa berkisar antara 13-48 %

(Irawati dan Herawati, 2011). Salah satu contoh gangguan saluran pencernaan

yang paling sering terjadi adalah diare. Diare dan gastroenteritis merupakan

penyakit rawat inap yang menempati peringkat pertama di seluruh Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (Depkes, 2010).

Kajian pada penelitian ini adalah kemungkinan interaksi obat pada terapi

gangguan saluran pencernaan. Peneliti tertarik dengan kajian tersebut karena pada

gangguan saluran pencernaan diberikan terapi dengan penggunaan banyaknya

macam obat, seperti pengeblok H2, Proton Pump Inhibitor, antiemetik sehingga

sebagai calon farmasis peneliti berusaha menganalisa ada tidaknya kemungkinan

interaksi obat akibat adanya pemberian berbagai macam obat pada gangguan

(21)

Kemungkinan interaksi obat dapat terjadi bila penggunaan obat untuk

gangguan saluran cerna diberikan dalam 2 macam obat atau lebih sehingga

terdapat kemungkinan interaksi obat dapat mengurangi efek obat atau

meningkatkan toksisitas obat atau terjadi efek yang tidak diinginkan serta

keefektifan obat lain berkurang. Keselamatan pasien menjadi tanggung jawab

yang penting untuk tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis dan

lainnya. Farmasis mempunyai tanggung jawab dalam menjamin penyediaan obat

aman bagi pasien dengan mengecek ada tidaknya kemungkinan interaksi obat

serta efek samping obat.

Pemberian terapi yang tepat dapat meminimalkan resiko untuk

menghindarkan dari bertambah parahnya penyakit serta kemungkinan adanya

komplikasi penyakit. Pemberian terapi tepat juga meliputi penggunaan dosis yang

sesuai yang juga disesuaikan dengan kondisi pasien. Selain itu titik kritis,

ketepatan dalam terapi adalah pemberian obat yang tepat oleh perawat pada

bangsal rawat inap di rumah sakit. Maka peneliti juga menambahkan kajian

penggunaan dosis obat pada proses terapi.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta, Rumah

Sakit Panti Rini merupakan rumah sakit yang memiliki pelayanan dasar, umum

dan gigi. Pada analisis situasi, gastroenteritis akut pada bulan Juni 2012

menempati peringkat pertama dari 10 besar penyakit rawat inap sehingga peneliti

memperkirakan penelitian dapat dilakukan. Penelitian dilakukan pada bagian

rawat inap karena adanya sistem yang lebih terkontrol sehingga peneliti lebih

(22)

1. Perumusan Masalah

a. Seperti apa profil penggunaan obat pada pasien gangguan saluran cerna di

instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini?

b. Apakah terjadi interaksi obat dalam pengobatan gangguan saluran cerna di

Rumah Sakit Panti Rini?

c. Seperti apa regimen dosis yang diberikan untuk pasien gangguan saluran

cerna di Rumah Sakit Panti Rini?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Pengobatan Gangguan Saluran Pencernaan di

Rumah Sakit Panti Pini Yogyakarta Periode Juli 2012 Kajian : Kemungkinan

Interaksi Obat dan Dosis Obat belum pernah dilakukan. Ada pula penelitian

terkait yang pernah dilakukan sebelumnya sejauh penelusuran penulis adalah:

a. Pola Peresepan Diare Akut pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2002 yang

dilakukan oleh Lestari pada tahun 2002 jenis penelitian observasional

dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan

hasil adanya potensial interaksi antara obat diare dengan obat lain

sebanyak 51 kasus.

b. Pola Pengobatan Penyakit Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember Tahun 2004

(23)

observasional dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat

retrospektif yang terdapat 71 kasus diare dengan pemberian terapi 8 kelas

dan cara pemberian secara oral dan parenteral.

c. Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pengobatan pasien Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Yogyakarta

periode Juli 2007- Juni 2008 yang dilakukan oleh Fanny pada tahun 2009

dengan jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif

evaluatif yang bersifat retrospektif, didapatkan data DRPs adalah tidak

butuh obat 35.2 %, dosis terlalu rendah 13.0 % dan pemakaian obat tidak

efektif 38.9 % serta pasien diare akut pulang dengan kondisi klinis

membaik.

d. Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan periode Juli 2007:

Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna yang dilakukan oleh

Marselin pada tahun 2008 dengan jenis penelitian non experimental

dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif, didapatkan

hasil jenis DRPs yang terjadi adalah interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat

tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi 2 kasus dan dosis

terlalu rendah 11 kasus.

e. Evaluasi Ketaatan antara Pasien yang diberi Informasi vs Informasi plus

Alat Bantu Ketaatan serta Dampak Terapinya pada Pasien Rawat Jalan RS

Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 (Kajian Penggunaan Obat

(24)

penelitian experimental semu dengan rancangan analitik deskriptif yang

didapatkan hasil ketaatan antara kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol berdasarkan jumlah unit obat, cara pakai obat dan aturan pakai

memiliki perbedaan tidak bermakna.

f. Evaluasi Drug Related Problems pada Pengobatan Pasien Stroke di Unit Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas periode Januari Juni

2009: Kajian Obat Sistem Pencernaan dan Pernapasan yang dilakukan oleh

Septiana pada tahun 2010 dengan jenis penelitian non experimental

dengan rancangan deskriptif eksploratif yang bersifat retrospektif,

didapatkan hasil DRPs terdapat 23 kasus dosis kurang, 2 kasus dosis

berlebih, dan 1 kasus efek samping dan interaksi obat.

Perbedaan penelitian dibandingkan yang disebutkan diatas adalah penelitian ini

dilakukan pada pasien rawat inap dengan evaluasi kasus gangguan saluran cerna

pada kategori kemungkinan interaksi obat dan dosis obat. Perbedaan dengan

penelitian terdahulu terletak pada subyek penelitian yaitu pasien dengan gangguan

saluran pencernaan periode Juli 2012 di instalasi rawat inap RS Panti Rini, waktu

pelaksanaan penelitian serta kajian penelitian yaitu aspek keamanan yang meliputi

kemungkinan interaksi obat dan dosis obat. Persamaan dengan penelitian

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Penelitian diharapkan memberikan informasi dan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemilihan obat yang

tepat kepada tenaga kesehatan

b. Penelitian diharapkan memberikan penggunaan terapi yang aman

berdasarkan ketepatan pemberian dosis dan meminimalkan

kemungkinan interaksi obat khususnya pada pasien gangguan saluran

cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta

B.Tujuan Penelitian

a. Mengidentifikasi profil pengobatan pasien gangguan saluran cerna di

instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta

b. Menyediakan informasi sehingga dapat meminimalkan kemungkinan

interaksi obat yang dapat terjadi selama terapi pada pengobatan

saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta

c. Mendapatkan informasi mengenai regimen dosis yang digunakan

dalam penggunaan obat gangguan saluran cerna di Rumah Sakit Panti

(26)

7

BAB II

PENELAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna

Sistem pencernaan meliputi penerimaan makanan dan

mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas

mulut, faring, esophagus, ventrikulus, tekak, kerongkongan, lambung, usus halus

dan usus besar (Pearce, 2002).

Saluran cerna berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat-zat penting,

garam dan air serta mengeksresi bagian-bagian makanan yang tak diserap dan

sebagian hasil akhir metabolisme. Pencernaan makanan adalah suatu

proses biokimia yang bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat

yang mudah diserap oleh selaput lendir usus, zat tersebut dapat berlangsung

secara optimal dan efisien bila dipengaruhi oleh enzim-enzim yang dikeluarkan

oleh fraktus digestivus sendiri maka enzim-enzim tersebut dapat

mempengaruhi proses pencernaan secara optimal dan efisien sehingga dibutuhkan

(27)

Gambar I. Anatomi sistem pencernaan (Virtual Medical Centre,2010)

B. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical care merupakan penyediaan, pelayanan langsung dan tanggung jawab terkait obat dengan tujuan pencapaian hasil yang pasti dan

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Hasil pasti yaitu kesembuhan penyakit,

peniadaan atau pengurangan gejala pasien, penghentian atau memperlambat

(28)

C. Pengobatan Gangguan Saluran Pencernaan

A. Gastroenteritis

Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus

halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus dapat

terjadi mual muntah yang berakibat kehilangan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit. Gastroenteritis dapat disebabkan akibat mikroorganisme

seperti Campylobacter jejuni, Salmonella typimurium dan dapat disebabkan akibat virus seperti Virus Norwalk atau Rotovirus yang tercerna dalam makanan, atau

dapat disebabkan makanan yang terkontaminasi Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum (Booker,2008).

Manifestasi klinis gastroenteritis adalah konsistensi feses cair dan

frekuensi defekasi meningkat, muntah (umumnya tidak lama), demam (mungkin

dapat terjadi), kram abdomen, membran mukosa kering, fontanel cekung (pada

bayi), berat badan turun dan malaise. Pada pemeriksaan untuk uji laboratorium

dan diagnosis dapat dilakukan pengujian feses untuk mengevaluasi ada tidaknya

mukus atau pus dan evaluasi warna dan konsistensi. Maka penatalaksanaan bila

dehidrasi ringan dapat dilakukan dengan rawat jalan secara per oral misal dengan

Pedialyte atau Ricelyte. Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit tetapi sering (5

hingga 15 ml). bila dalam keadaan dehidrasi berat dapat dirawat dirumah sakit

untuk mendapatkan terapi intravena yaitu dengan melakukan resusitasi cairan

(29)

dilakukan diet dengan menghentikan sementara konsumsi makanan tinggi protein,

lemak, jus, minuman berenergi dan softdrink (Betz, 2004).

B. Dispepsia

Dispepsia adalah nyeri abdomen atau rasa tidak enak yang terpusat pada

abdomen bagian atas sekitar linea mediana. Spektrum dispepsia adalah nyeri

epigastrium, rasa tidak enak diperut bagian atas, mual-mual, rasa cepat kenyang

meskipun baru makan sedikit, rasa ketat perut bagian atas (bloating) dan rasa

penuh (fullness) (Mansjoer, 2001).

Ada 2 macam dispepsia yaitu ulcus like dyspepsia (nyeri timbul bila terlambat makan) dan dismotility like dyspepsia (rasa cepat penuh atau kenyang setelah makan padahal tidak makan banyak. Penyebab dispepsia adalah

ketidakseimbangan antara asam lambung dengan penetralnya. Kadar asam

lambung yang dapat diatas normal dipicu oleh makanan yang terlalu asam dan

pedas, stress, obat OAINS (seperti Ibuprofen, Aspirin). Dispepsia yang tidak

segera diobati dapat berlanjut menjadi gastritis (peradangan di lambung)

(Puspitasari, 2006).

Strategi terapi untuk dispepsia dengan prinsip menyeimbangkan kadar

asam lambung dengan penetralnya seperti menghindari makanan yang asam dan

pedas, menghindari stress.

Dapat juga dengan memberikan pengobatan seperti Antasida, pengeblok

(30)

C. Peptic Ulcer Disease

1. Definisi

Peptic Ulcer Disease merupakan ulcer yang membentuk pada otot mukosa pada dinding saluran pencernaan. Ulcerasi ini biasanya terletak di

duodenum atau lambung tetapi dapat ditemukan di tempat lain pada

saluran pencernaan. Peptic ulcer disease umum terjadi dan dapat berbahaya bagi tubuh bila tidak didiagnosis dan diterapi dengan benar

(Goodman and Gillman, 2011).

2. Epidemiologi

Kira-kira, 25 juta orang Amerika terinfeksi oleh PUD, dengan

prevalensi diperkirakan 12% pada pria dan 10% pada wanita. Tingginya

prevalensi dan angka kekambuhan yang terkait dengan PUD

menimbulkan beban ekonomi yang besar (Dipiro, 2008).

Prevalensi PUD meningkat 5 hingga 10 % seiring dengan

pertambahan usia. Duodenum ulcer dapat terjadi pada pria dan wanita dan dapat terjadi pada pasien yang lebih muda, sedangkan gastric ulcer terjadi biasa pada usia 55 hingga 65 tahun dan dapat terjadi pada pria dan wanita.

Risiko gastric ulcer dan duodenum ulcer berkisar 11 hingga 30% untuk pasien yang mendapatkan NSAID harian lebih tinggi daripada pasien yang

mendapatkan kortikosteroid selain itu dapat meningkatkan resiko

pendarahan gastrointestinal terutama pada lansia (Brashers, 2003).

(31)

Tukak lambung yang paling sering disebabkan oleh HP (infeksi

Helicobacter Pylori), penggunaan NSAID, atau terkait dengan stres kerusakan mukosa. Helicobacter Pylori terdapat pada saluran pencernaan akibat kontaminasi pada makanan atau minuman. Penggunaan NSAID

dalam dosis besar dan jangka waktu yang lama dapat memicu terjadinya

PUD. Selain itu merokok dapat meningkatkan prevalensi ulcer karena mengurangi produksi mukosa lambung (Dipiro, 2008).

Tabel I. Penyebab Peptic Ulcer Disease

H.Pylori NSAID Stress mucosal

Onset kronis kronis Akut

Lokasi yang bermasalah

duodenum lambung Lambung

Adanya gejala sering jarang Jarang

Ulcer yang

ditimbulkan

pada permukaan dalam pada permukaan

Pendarahan gastrointestinal

minor major Major

(Dipiro, 2008).

4. Patofisiologi

Ulcer terjadi bila terdapat kerusakan pada mukosa akibat tidak mampunya perbaikan yang normal dengan cara adanya lapisan mukus dan

bikarbonat yang membentuk sistem buffer yang mencegah difusi pepsin ke

lapisan mukosa. Adanya pasokan darah untuk lapisan mukosa dapat

menghilangkan kelebihan ion Hidrogen dan mempertahankan aliran nutrisi

agar fungsi dan perbaikan berjalan normal (Brashers, 2003).

(32)

induksi gastritis aktif dan kronis dan gastritis atropikans serta

meningkatkan sekresi gastrin, pepsin dan asam. NSAID menyebabkan

penghambatan COX-1 yang mengakibatkan penurunan sintesis

Prostaglandin yang berguna untuk perlindungan mukosa. NSAID juga

menyebabkan cedera mukosa lokal dengan adanya ion Hidrogen yang

terjerap dalam sel sehingga mendorong penetrasi gastrin dan pepsin

sampai bagian mukosa lambung (Brashers, 2003).

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri

epigastrium. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau

pada malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri digambarkan sebagai

teriris, terbakar atau rasa tidak enak.

Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut merasa

selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat

instabilitas neromuskuler dari kolon. Secara umum penderita tukak

lambung mengalami dispepsia. Dispepsia adalah suatu gejala beberapa

penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,

sering sendawa, rasa terbakar, dan cepat merasa kenyang (Lindseth, 2005).

6. Diagnosis

Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan

barium radiografi. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan

adanya tukak lambung atau duodenum tetapi menunjukkan gejala, maka

(33)

berdasarkan pengamatan klinis, hasil pemeriksaan radiologi dan

endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi dapat

memperlihatkan ada tidaknya Helicobacter pylori (Mayoclinic, 2011). 7. Strategi Terapi

Dalam terapi tukak lambung yang menjadi sasaran terapi adalah

menetralkan asam lambung, melindungi pertahanan mukosa, dan

membunuh H.Pylori (hal ini dilakukan jika tukak lambung disebabkan oleh infeksi H.Pylori). Tujuan terapi tukak lambung adalah menyembuhkan tukak, mencegah tukak kambuh, menghilangkan nyeri

tukak, dan menghindari terjadinya komplikasi. Strategi terapi untuk tukak

lambung meliputi terapi non-farmakologis dan farmakologis (Dipiro,

2008).

Strategi terapi yang dapat dilakukan yaitu terapi non farmakologi

berupa menghindari merokok dan konsumsi alkohol serta mengatur

makanan maupun minuman yang dapat memicu ulcer. Selain dapat

dilakukan menhindari stress yang berlebihan dan menjaga sanitasi diri

sendiri dan lingkungan (Dipiro, 2008).

Terapi farmakologis PUD dapat dilakukan dengan:

1. Antasida 20-150 ml/ hari

Pemakaian antasida mengandung campuran Na bikarbonat,

Al(OH)3, Mg(OH)2 dan Mg trisilikat. Antasida berguna untuk terapi

simptomatis yaitu mengurangi nyeri dengan menetralkan asam lambung.

(34)

Memiliki kemampuan untuk mengurangi sekresi asam lambung dengan cara memblok reseptor histamin dalam sel-sel parietal lambung.

Tabel II. Golongan obat antagonis reseptor H2

obat indikasi dosis waktu

pemberian Ranitidin Dispepsia akut

dan kronis Simetidin Gastritis

kronik, tukak peptik akut dan kronis

3x200 mg Selama 4 minggu

Roksatidin Gastritis akut dan kronis

75 mg/hari Selama 1 minggu

diminum pada malam hari

3. Proton Pump Inhibitor (PPI)

Obat golongan PPI untuk mengatur sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung.

Tabel III. Golongan obat PPI

obat indikasi dosis waktu

pemberian Omeprazole Tukak peptik

dan tukak

Lanzoprazol Tukak peptik 1/30 mg/hari Selama 2-4 minggu Pantoprazol Tukak peptik

(35)

4. Sitoprotektif

Analog prostaglandin juga dapat mencegah terjadinya tukak

lambung dengan efek sitoprotektif meliputi stimulasi sekresi musin dan

bikarbonat. Selain bersifat sitoprotektif juga dapat menekan sekresi asam

lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi

prostaglandin endogen yang berguna untuk memperbaiki mikrosirkulasi

dan meningkatkan produksi mukus Dengan membentuk suatu kompleks

berbentuk gel dengan mukus, Sukralfat menciptakan barrier yang

menghalangi mencegah kekambuhan (Mansjoer, 2001).

5. Terapi Kombinasi

Bismuth toksik terhadap H. pylori dan sebagai satu pilihan yang digunakan untuk eradikasi organisme dan menurunkan kekambuhan tukak.

Kombinasi Ranitidin dan Bismut sebagai Ranitidin Bismuth Sitrat dalam

kombinasi dengan 2 antibiotik yaitu Klaritromisin dan Amoksisilin

berhasil mengeradikasi H. pylori sebesar lebih dari 90% (Brashers, 2003). Kombinasi PPI (Proton pump inhibitor) ditambah Claritromisin

maupun Amoxicillin dan Metronidazole. Kombinasi dari dua antimikroba

dan PPI menyebabkan angka kesembuhan lebih besar dari 80% dan

mengurangi resiko resistensi organisme. (Goodman and Gillman, 2011).

D. Mual dan Muntah

1. Definisi

Mual dan muntah adalah interaksi kompleks dari sistem

(36)

sebagai keinginan untuk muntah atau perasaan tidak enak pada bagian

tenggorokan atau daerah epigastrium untuk merangsang individu untuk

muntah. Muntah didefinisikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui

mulut dan biasanya adanya tekanan. Komponen sensorik dan motorik

refleks muntah diatur oleh sistem saraf otonom (Dipiro, 2008).

2. Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya

biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke 9-10, memuncak pada

minggu ke 11-13, dan berakhir pada minggu ke 12-14. Pada 1-10%

kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22 minggu. Hiperemesis

berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan (Mochtar,

2004).

3. Etiologi

Penyebab muntah adalah stimulus yang bekerja pada pusat

muntah atau CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone). Zona tersebut berada

pada luar sawar darah otak dalam medula yang berbeda dengan pusat

muntah namun letaknya berdekatan. Mual dan muntah bergantung pada

banyak faktor misal pemberian obat yang merangsang mual dan muntah,

kondisi emosional, rasa nyeri, kerusakan jaringan atau perubahan

homeostatis (Jordan, 2002).

Penanganan muntah harus ditangani secara efektif karena

berpotensi menimbulkan konsekuensi yaitu:

(37)

b. Gangguan keseimbangan elektrolit (kehilangan Natrium serta Kalium yang

dapat mengakibatkan kelemahan tubuh

c. Gangguan keseimbangan pH

d. Pembentukan keton

e. Gangguan pada pemberian obat per oral

f. Risiko hipotensi

g. Risiko trauma pada traktus gastrointestinal

h. Konsekuensi jangka panjang : malnutrisi

a. (Jordan, 2002).

4. Patofisiologi

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ.

Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus

yaitu:

a. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh

kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama

operasi.

b. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif

terhadap stimulus kimia.

Reseptor seperti 5-HT

3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke

pusat muntah ketika dirangsang. Reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di

(38)

saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks

muntah (Dipiro, 2008).

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik yang timbul pada mual muntah, pada mual

sering dikeluhkan ketidaknyaman, pucat, dan sekresi air liur. Mual muntah

yang berkepanjangan dapat menunjukkan tanda-tanda malnutrisi,

pengurangan berat badan, dan dehidrasi (Dipiro, 2008).

6. Strategi terapi

Strategi terapi yang dapat dilakukan adalah terapi non farmakologi

yaitu makan frekuensi sering namun dengan porsi kecil, menghindari

makanan pedas serta berlemak, makan makanan ringan tinggi protein.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi muntah adalah sebagai

berikut:

1. Pemberian cairan (minum) untuk menggantikan cairan yang telah hilang

dan mencegah terjadinya dehidrasi.

2. Mengusahakan agar pasien berdiri tegak agar isi lambung tidak naik ke

atas (melawan gravitasi) yang mengakibatkan muntah

3. Dengan terapi farmakologis yaitu menggunakan obat-obat antimuntah,

seperti:

a. Prometasine. Golongan antihistamin, bermanfaat untuk segala jenis

muntah. Efek sampingnya mengantuk dan gejala ekstra piramidal

(39)

b. Domperidone/Butyrophenones. Memiliki efek ringan – sedang jika digunakan pada kondisi kemoterapi atau post operasi.

Domperidone meningkatkan peristaltik esophagus dan tekanan

sfingter esophagus bagian distal, meningkatkan motilitas dan

peristaltik gaster serta memperbaiki koordinasi gastroduodenal

sehingga memfasilitasi pengosongan lambung dan menurunkan

waktu transit usus halus.

c. Chlorpromazine. Merupakan golongan phenolthiazine yang

mempunyai reaksi antikolinergik dan antihistamin. Obat ini

mengurangi transisi dopamin ke CTZ dan mengurangi rangsang

aferen dari pusat muntah ke usus halus. Efek samping obat ini

adalah sedasi, reaksi ekstra piramidal, jaundice dan gangguan

darah.

d. Metochlopramide. Suatu golongan antagonis dopamin, bekerja

pada reseptor dopamin pada CTZ.

e. Cisapride. Obat prokinetik baru yang meningkatkan pelepasan

asetilkolin pada pleksus mienterikus. Cisapride juga dapat

meningkatkan motilitas gastrointestinal, meningkatkan peristaltik

dan tekanan sfingter esophagus bagian distal, meningkatkan

pengosongan lambung. Cisapride juga dikontraindikasikan untuk

pasien dengan interval QT memanjang, riwayat aritmia, gagal

jantung kongestif, gagal ginjal, gangguan elektrolit serta gagal

(40)

f. Ondansetron. Merupakan serotonergis agonis dan antagonis terbaru

dengan efek antimuntah yang sangat efektif

(Sherwood, 2001).

E. Konstipasi

1. Definisi

Konstipasi adalah gangguan kesulitan mengeluarkan feses diikuti dengan

pengeluaran tinja yang tidak teratur dengan jumlah tinja yang dikeluarkan sedikit,

sulit mengeluarkan tinja disertai rasa sakit saat mengeluarkan tinja. Seseorang

dianggap mengalami bila tidak dapat buang air besar selama 2 hari atau lebih

(Wells, 2005).

2. Epidemiologi

Konstipasi terjadi pada 20% populasi dan terdapat 90000 kasus di

Amerika yang dirawat dirumah sakit akibat konstipasi. Resiko konstipasi

meningkat pada lansia diatas 60 tahun karena lansia mengalami penurunan pada

kekuatan otot usus (Dipiro, 2008).

3. Etiologi

Penyebab konstipasi dapat disebabkan karena:

1. Gaya hidup tidak sehat. Penyebab paling umum, yang biasanya merupakan

kombinasi dari kurangnya asupan cairan, kurangnya serat dalam makanan,

kurangnya gerakan yang merangsang BAB

(41)

3. obatan. Sembelit dapat merupakan efek samping obat diare.

Obat-obatan lain yang dapat menyebabkan sembelit adalah antidepresan,

antikolinergik, antasid, psikotropika, kodein dan obat tekanan darah tinggi

4. Ketidakseimbangan elektrolit: defisiensi kalium (hipokalemia) dan

kelebihan kalsium (hiperkalsemia)

5. Penyumbatan oleh penyakit: divertikulitis, polip usus , fisura dan abses

anus, ambeien/wasir , penyakit Crohn, kanker kolorektal

6. Penyumbatan oleh gangguan saraf, misalnya diabetes, Parkinson , multiple sclerosis

7. Gangguan hormonal: misalnya tiroid kurang aktif (hipotiroidisme),

kehamilan

(Majalah kesehatan, 2010).

4. Patofisiologi

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit pada kolon atau

pada fungsi anorektal sebagai akibat gangguan motilitas primer, penggunaan

obat-obat tertentu atau adanya penyakit sistemik yang memperngaruhi traktus

gastrointestinal. Konstipasi dapat mengalami eksaserbasi akibat sakit kronik yang

menimbulkan gangguan fisik atau mental yang mengakibatkan imobilitas fisik.

Konstipasi juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada sistem saraf pusat

misalkan akibat penyakit Parkinson. Konstipasi yang dapat dijumpai pada masa

kehamilan karena adanya perubahan kadar estrogen serta progesteron yang

(42)

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik dari konstipasi adalah adanya mengejan disertai tinja

yang keras, adanya rasa tidak tuntas setelah buang air besar, sakit saat mengejan

ketika buang air besar, kembung (Dipiro, 2008).

6. Diagnosis

Diagnosis konstipasi berdasarkan kriteria Rome yaitu mengejan minimal

seperempat waktu defekasi, feses berbentuk bongkahan atau keras minimal

seperempat waktu defekasi, sensasi pengeluaran yang tidak komplet minimal

seperempat waktu defekasi, defekasi sebanyak dua kalo atau kurang per minggu

(Booker, 2008).

7. Strategi terapi

Terapi yang dilakukan dapat dengan terapi non farmakologis dengan

masukan makanan yang mengandung serat tinggi misal berasal dari sayuran dan

buah-buahan serta masukan cairan yang cukup (misal mengonsumsi air putih

minimal 8 gelas sehari) juga perlu latihan otot-otot rectum dengan membiasakan buang air besar setiap hari. Bila dengan terapi non farmakologis tidak berhasil

maka dapat diberikan obat pencahar, jenis obat pencahar antara lain:

a. Obat untuk melunakkan feses dalam 1-3 hari

Bulk forming agents: Metilselulosa (4-6 gram per hari), Policarpophil (4-6 gram per hari), dan Psilium (bervariasi

(43)

Emollients: Natrium Dokusat (50-360 mg per hari), Kalsium Dokusat (50-360 mg per hari), Kalium Dokusat (100-300 mg per

hari)

 Laktulosa 15-30 ml per oral

 Sorbitol 30-50 gram/ hari per oral

 Mineral oil sebanyak 15-30 ml per oral b. Obat untuk melunakkan feses dalam 6-12 jam

 Bisakodil secara per oral 5-15 mg

 Phenolptalein 30-270 mg secara per oral

 Senna dengan dosis yang disesuaikan formulasi

 Magnesium Sulfat dengan dosis yang rendah (< 10 gram secara per oral)

c. Obat yang membuat feses menjadi cair dalam 6-12 jam

 Magnesium Sitrat18 g dilarutkan pada 300 ml air

 Magnesium Hidrooksida 2.4–4.8 g secara per oral

 Magnesium Sulfat (dalam dosis tinggi) 10–30 g secara per oral

 Bisacodyl (dalam bentuk suppositoria) 10 mg dimasukkan ke rektal (Dipiro, 2008).

F. Diare

1. Definisi

Diare dapat didefinisikan sebagai defekasi encer lebih dari tiga kali

(44)

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang

dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang

terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan

Parasit (Friedman, 2003).

2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari

daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah

sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat

pertama hingga keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Diare

lebih banyak terdapat pada negara yang berkembang daripada negara maju yaitu

12.5 kali lebih banyak dalam kasus mortalitas, di antara banyak bentuk penyakit

diare yang dihadapai anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun yang paling parah

adalah kolera, infeksi rotavirus, dan disentri (Rachman, 1996).

3. Etiologi

Penyebab diare yang paling sering diseluruh dunia adalah infeksi usus

(infectious diarrhea). Frekuensi, jenis dan berat diare ditentukan oleh siapa yang diserang, dimana serta bilamana diare tersebut terjadi.

a. Infeksi

Dapat karena virus (rotavirus, adenovirus, Norwalk), bakteri

(45)

b. Malabsorpsi berupa intoleransi laktosa, lemak atau protein

c. Makanan yaitu karena Makanan basi, beracun, alergi terhadap

makanan.

d. Imunodefisiensi

e. Adanya rasa takut dan cemas

(Mansjoer, 2001).

4. Patofisiologi

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis

menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan

invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri

dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada diare non inflamasi, diare

disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang

besar tanpa lendir dan darah.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus (Wilson, 2003).

5. Manifestasi klinis

Gejala klinis pada diare disertai inflamasi yang menyertai keluhan adalah

abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,

tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara

(46)

leukosit polimorfonuklear. Pada diare tanpa inflamasi mengalami abdomen tidak

sakit atau sedikit sakit, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama

pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara

rutin tidak ditemukan leukosit (Wilson, 2003).

6. Diagnosis

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari

pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit,

jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non

infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin.

Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan

Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya (Friedman, 2003).

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,

keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat

terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi

dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial,

sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan

Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan

cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin,

(47)

7. Strategi terapi

A. Penggantian cairan dan elektrolit

Terapi intra vena bila diperlukan dengan cairan normotonik seperti cairan

normal saline atau Ringer Laktat harus diberikan dengan suplementasi Kalium

sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik

dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian

infus jika diperlukan.

B. Antibiotik

Tabel IV. Antibiotik untuk diare akibat bakteri

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua

Campylobacter,

Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr Ciprofloksacin 1gr oral 1x

Eritromisin 250 mg oral 4x sehari selama 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari dengan oral atau IV

Vancomycin 125 mg oral 4x sehari selama 7-14 hari

(Wilson, 2003).

C. Obat Anti Diare

(48)

Dapat digunakan: Loperamid : 4 mg per oral (dosis awal) lalu tiap tinja

cair diberikan 2 mg dengan dosis maksimal 16 mg/ hari, Difenoksilat: 4

kali sehari 5 mg, Kodein Fosfat: 15-60 mg tiap 6 jam

b. Obat dengan absorpsi zat toksik

Dapat digunakan Norit sebanyak 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan,

dapat digunakan pula attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin

dengan efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung

dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit

c. Zat hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi

dan konsistensi feses tetapi tidak mengurangi kehilangan cairan dan

elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air

atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet

d. Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria

atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk

nutrisi dan reseptor saluran cerna.

(49)

D. Interaksi Obat

Bila pasien diberikan dua atau lebih obat maka terdapat kemungkinan

terjadi interaksi antara obat-obat didalam tubuhnya. Efek masing-masing obat

dapat saling menggangu dan/atau efek samping dapat timbul. Interaksi antara obat

dengan obat merupakan masalah signifikan yang mengurangi efikasi terapi obat.

Interaksi obat dengan makanan perlu diwaspadai terkait farmakokinetika obat

sehingga dapat memungkinkan terjadi perubahan parameter farmakokinetik dan

perubahan dalam efikasi terapi obat (Siregar, 2004).

Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan Tatro (2001) yaitu:

Tabel V. Tingkat Signifikansi Interaksi

Tingkat signifikansi

Keparahan Laporan

1 Berat (major) Terbukti

2 Sedang

(moderate)

Terbukti

3 Ringan

(minor)

Terbukti

4 Berat/sedang Mungkin terjadi

5 Ringan Mungkin terjadi

Tidak ada Tidak mungkin terjadi (Tatro, 2001)

Tingkat keparahan berat berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang

permanen. Efek dari tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis

pasien dapat berupa butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit maupun

(50)

Tabel VI. Beberapa Kemungkinan Interaksi Obat Gangguan Saluran Pencernaan

Obat Interaksi yang mungkin Efek yang timbul

Omeprazole dan Esomeprazole Diazepam Omeprazole sebagai inhibitor yang dapat meningkatkan kadar obat yang termetabolisme

Antasida Susu Pemberian dapat mengakibatkan

hiperkalsemia, alkalosis dan penurunan fungsi ginjal

Senyawa Bismuth (Tripotasium dicitratobismuthate)

H2 reseptor antagonis H2 reseptor antagonis meningkatkan absorpsi Bismuth Senyawa Aluminium/Sucralfate Enteral feed Senyawa Aluminium/Sucralfate

dapat berikatan dengan protein yang dapat mengakibatkan sumbatan obstruktif

H2 reseptor antagonis Metoclorpramide Metoclorpramide dapat menurunkan bioavaibilitas H2 reseptor antagonis

Probenecid Probenecid dapat menurunkan klirens ginjal H2 reseptor antagonis

Nikotin atau Tobacco Merokok dapat menurunkan kadar plasma H2 reseptor antagonis (Ranitidine atau Famotidine)

Domperidone Inhibitor CYP3A4 Dapat meningkatkan kadar

Domperidone dalam plasma

Loperamide Kotrimoksazole Dapat meningkatkan kadar

Loperamide dalam plasma Proton Pump Inhibitor (PPI) Makanan Makanan dapat menurunkan

bioavaibilitas

Ginkgo biloba Dapat meningkatkan metabolisme PPI

Zat besi Dapat mengurangi penyerapan zat besi

H2 reseptor antagonis Metoclorpramide Metoclorpramide dapat menurunkan bioavaibilitas H2 reseptor antagonis

Probenecid Probenecid dapat menurunkan klirens ginjal H2 reseptor antagonis Nikotin atau Tobacco Merokok dapat menurunkan kadar plasma H2 reseptor antagonis (Ranitidine atau Famotidine)

Domperidone Inhibitor CYP3A4 Dapat meningkatkan kadar

Domperidone dalam plasma

Loperamide Kotrimoksazole Dapat meningkatkan kadar

Loperamide dalam plasma Proton Pump Inhibitor (PPI) Makanan Makanan dapat menurunkan

bioavaibilitas

Ginkgo biloba Dapat meningkatkan metabolisme PPI

Zat besi Dapat mengurangi penyerapan zat besi

(51)

E. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Penatalaksanaan Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah

Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Kajian : Kemungkinan Interaksi

dan Dosis Obat diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

penatalaksanaanpada pasien gangguan saluran cerna di RS Panti Rini, serta dapat

digunakan untuk mencegah kemungkinan interaksi obat dan menggunakan dosis

yang tepat untuk memaksimalkan terapi pada penggunaan obat gangguan saluran

(52)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian termasuk dalam non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Penelitian non

eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap

sejumlah variabel subjek menurut keadaan apa adanya tanpa manipulasi dan

intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1986). Rancangan penelitian deskriptif

evaluatif karena data yang diperoleh dari lembar catatan medik kemudian

dievaluasi berdasarkan studi pustaka dan kemudian dideskripsikan dengan

memaparkan fenomena yang terjadi dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan

gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data pada penelitian mengikuti

keadaan kasus selama mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan melihat

lembar catatan mediknya serta bertanya kepada perawat dan dokter bila terjadi

(53)

B. Definisi Operasional

a. Periode penelitian dimulai dari bulan Juli 2012 yang dimulai dari tanggal 1

Juli 2012 sampai dengan 1 Agustus 2012

b. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan

menggunakan obat gangguan saluran pencernaan pada instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rini periode Juli 2012 yang dilihat melalui rekam

medis

c. Gangguan saluran cerna yang termasuk dalam penelitian ini adalah diare,

PUD (peptic ulcer disease), konstipasi dan mual-muntah dan ditegakkan dalam diagnosis.

d. Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat,

bentuk sediaan obat, aturan pemakaian obat, kekuatan obat dan frekuensi

pemberian obat

e. Penggolongan obat untuk gangguan saluran cerna didasarkan menurut

MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 10: 2010/2011

f. Kemungkinan interaksi obat merupakan kemungkinan interaksi yang

terjadi antara obat dengan obat yang diterima pasien selama menjalani

terapi

g. Evaluasi kemungkinan interaksi obat berdasarkan sumber informasi Stockley’s Drug Interaction 9th edition, serta kondisi pasien yaitu

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik pada catatan rekam

(54)

h. Ketepatan dosis obat disesuaikan dengan sumber informasi Drug Information Handbook 16th edition bila obat tidak terdapat pada DIH maka sumber informasi yang diacu adalah MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 10:

2010/2011 dan kondisi pasien yaitu pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan fisik pada catatan rekam medik

i. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien

yang memuat data karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin,

alamat, diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan

penggunaan obat, hasil laboratorium, lama perawatan yang menerima

pengobatan gangguan saluran cerna di RS Panti Rini periode Juli 2012

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi: pasien rawat inap di RS Panti Rini periode Juli

2012. Kriteria inklusi subyek adalah pasien yang dirawat di rumah sakit Panti

Rini yang terdiagnosa gangguan saluran cerna yang meliputi: diare, konstipasi,

Peptic Ulcer Disease, dan mual-muntah serta menerima resep pengobatan gangguan saluran cerna pada RS Panti Rini periode Juli 2012. Kriteria

eksklusi subyek adalah pasien yang mengalami gangguan saluran cerna namun

(55)

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien kasus

gangguan saluran cerna yang menerima resep obat gangguan saluran

pencernaan dirawat inap pada bangsal rumah sakit Panti Rini periode Juli

2012 yang ditulis dokter dan perawat mengenai data klinis pasien.

E. Tempat Penelitian

Penelitian “Penatalaksanaan Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Kajian : Kemungkinan Interaksi dan

Dosis Obat“ dilakukan di RS Panti Rini Yogyakarta untuk kasus rawat inap.

F. Tata Cara Penelitian

1. Tahap orientasi

Pada tahap ini penelitian dimulai dengan penyusunan proposal. Pada

tahap orientasi peneliti mencari informasi dan melakukan analisis situasi

terkait insidensi gangguan saluran pencernaan pada rumah sakit Panti Rini

dan mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak menggangu

pekerjaan petugas kesehatan lainnya.

2. Tahap pengambilan data

a. Pengumpulan data

Pada proses ini subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi

(56)

Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus

melalui lembar catatan medis kasus. Data yang dikumpulkan meliputi

identitas, tanda vital, riwayat pengobatan, riwayat penyakit, anamnesis,

diagnosis, obat yang diberikan, data laboratorium serta keterangan

kesembuhan kasus.

b. Tahap penelusuran informasi

Pada proses ini dilakukan penelusuran informasi pada pihak perawat yang

bertugas pada instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini. Hasil informasi

yang diperoleh digunakan sebagai penunjang untuk membantu dalam

evaluasi kemungkinan interaksi obat dengan diketahuinya minum obat

bersamaan atau tidak. Penelusuran informasi juga pada pihak apoteker

untuk mengetahui resep racikan yang digunakan pada pengobatan

gangguan saluran cerna pada bangsal rawat inap RS Panti Rini serta

melihat formularium pengobatan saluran cerna pada rumah sakit Panti

Rini. Penelusuran informasi juga dilakukan pada dokter, yaitu dokter anak

mengenai tujuan terapi yang diberikan yang digunakan sebagai informasi

dalam evaluasi penatalaksanaan gangguan saluran cerna.

G. Tata Cara Analisis Data

Data dianalisis dengan bantuan tabel

1. Persentase berdasarkan manifestasi klinis yang timbul pada gangguan

(57)

cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok berdasarkan jumlah

manifestasi klinis yang timbul dibagi keseluruhan pasien dirawat

dengan gangguan saluran cerna dan menggunakan obat gangguan

saluran pencernaan kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase berdasarkan golongan obat yang digunakan pasien pada

gangguan saluran pencernaan. Dapat dihitung dengan cara menghitung

jumlah kasus penggunaan golongan obat tertentu dibagi keseluruhan

pasien dirawat dengan gangguan saluran cerna dan menggunakan obat

gangguan saluran pencernaan kemudian dikalikan 100%.

3. Mengevaluasi ada tidaknya interaksi obat. Evaluasi ada tidaknya

interaksi obat dilakukan dengan pedoman pustaka Stockley’s Drug

Interaction 9th edition dan menggunakan drug interaction checker pada Medscape.

4. Mengevaluasi dosis yang digunakan sesuai atau tidak. Evaluasi dosis

obat dilakukan menggunakan pustaka pedoman Drug Information Handbook 19th edition dan menggunakan MIMS edisi 2010/2011 khususnya untuk obat yang diproduksi lokal di Indonesia.

5. Hasil evaluasi kategori interaksi dan dosis obat akan disajikan dalam

(58)

H. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah pada pembahasan penelitian hanya

sebatas aspek safety dari pharmaceutical care. Pada pembahasan hanya aspek safety sehingga penelitian tidak melihat seluruh aspek pharmaceutical care.

Keterbatasan penelitian adalah penelitian ini sebatas kemungkinan

interaksi obat pada gangguan saluran pencernaan dengan penggunaan bersama

obat lain. Sebatas kemungkinan interaksi obat karena yang dilakukan pengecekan

ada tidaknya interaksi obat berdasarkan guideline, peneliti tidak meneliti kadar obat pada pasien untuk melihat spesifik interaksi yang terjadi.

Pada analisis dosis obat keterbatasan penelitian adalah penentuan dosis

terlalu tinggi. Pada penggunaan obat untuk simptomatik terkadang dosis yang

digunakan dokter dapat berlebih yang disesuaikan kondisi pasien. Namun peneliti

tidak melihat langsung kondisi pasien.

Pada luaran setelah pemberian terapi untuk gangguan saluran cerna

peneliti menilai kesesuaian dosis dengan hasil laboratorium untuk menilai

kesembuhan setelah pemberian terapi. Pada penelitian hasil laboratorium pasien

hanya diperiksa diawal ketika pasien rawat inap, kemudian tidak dicek hasil

(59)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Penatalaksanaan Gangguan Saluran Pencernaan di

Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Kajian: Kemungkinan

Interaksi Obat dan Dosis Obat dilakukan dengan mengikuti pasien dengan melihat

catatan medik pasien yang dirawat pada instalasi rawat inap yang didiagnosis

gangguan saluran cerna. Gangguan saluran cerna dimaksud adalah untuk pasien

yang terdiagnosis peptic ulcer disease, gastroenteritis, dispepsia, mual muntah, diare dan konstipasi.

Pada penelitian selama bulan Juli 2012 terdapat 42 pasien yang dirawat

dengan adanya pengobatan untuk gangguan saluran cerna, hanya 34 pasien yang

memenuhi kriteria penelitian. Adanya pasien tidak memenuhi kriteria penelitian

dikarenakan pasien bukan didiagnosis utama gangguan saluran cerna. Setelah

dilakukan penelitian didapatkan hasil pasien yang didiagnosis peptic ulcer disease

tidak ditemukan pada penelitian, pasien yang didiagnosis konstipasi tidak

ditemukan pada penelitian. Diagnosa yang terbanyak yang didapatkan selama

penelitian adalah GEA (Gastroenteritis akut) yang manifestasi klinisnya meliputi

diare sebanyak 21 pasien. Diagnosa mual muntah selama penelitian didapatkan

sebanyak 12 pasien. Diagnosis dispepsia pada penelitian didapatkan sebanyak 1

(60)

Manifestasi klinis yang timbul pada gangguan saluran pencernaan pada

instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini adalah diare, mual muntah, demam,

perut tidak enak dan kejang. Pada beberapa pasien manifestasi klinis yang timbul

dapat lebih dari 1 macam.

Tabel VII. Persentase manifestasi klinis yang timbul pada kasus gangguan saluran cerna di RS Panti Rini Periode Juli 2012

Manifestasi klinis yang timbul Jumlah kasus Persentasi

Mual-muntah 4 11,76 %

Demam 2 5,88 %

Diare dan mual muntah 11 32,35 %

Diare dan panas 5 14,70 %

Panas dan mual muntah 3 8,82 %

Perut tidak enak dan mual muntah

2 5,88 %

Mual muntah + diare+ panas 7 20,60 %

Total 34 100 %

Pada gangguan saluran cerna adapun terapi yang diberikan sebagai

pertolongan pertama adalah cairan rehidrasi dengan diberikan secara parenterel.

Pada penatalaksanaan gangguan saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini periode

Juli 2012, semua kasus menggunakan cairan rehidrasi yang diberikan secara

(61)

Tabel VII. Jenis Cairan Rehidrasi yang Diberikan pada Pasien Rawat Inap RS Panti Rini periode Juli 2012

Nomor Cairan Parenteral Rekam medis

kasus

Komposisi masing-masing cairan rehidrasi meliputi:

1. Komposisi RL adalah Natrium Laktat 3,1 gram, NaCl 6 gram, KCl 0.3

gram, CaCl2 0,2 gram, air untuk injeksi add 1000 mL.

2. Komposisi KAEN 3A adalah Natrium 60 mEq, Kalium 10 mEq, Laktat 20

mEq, glukosa 27 gram tiap liter.

3. Komposisi KAEN 1B adalah Natrium 38 mEq, Klorida 38,5 mEq, glukosa

37,5 gram tiap liter

4. Komposisi KAEN 3B adalah Natrium 50 mEq, Kalium 20 mEq, Klorida

50 mEq, laktat 20 mEq, glukosa 27 gram tiap liter

(62)

6. Komposisi TRIDEX 27A adalah tiap 1000 ml infus: Natrium 60 mEq/L,

Klorida 50 mEq/L, Kalium 10 mEq/L, Laktat 20 mEq/L, Dextrosa 27 g/L.

7. Komposisi TRIDEX 27A adalah tiap 1000 ml infus: Natrium 50 mEq/L,

Klorida 50 mEq/L, Kalium 20 mEq/L, Laktat 20 mEq/L, Dextrosa 27 g/L

Setelah pemberian terapi, sebagian besar pasien kasus gangguan saluran

cerna di rumah sakit Panti Rini periode Juli 2012 keluar dari rumah sakit dengan

kondisi sembuh dan membaik. Sebagian besar kasus pulang atas persetujuan

dokter yang merawat dan tetap melakukan kontrol dalam jangka waktu beberapa

hari setelah rawat inap. Maka pemberian obat yang dibawa pulang setelah rawat

inap , jumlahnya sesuai dengan jadwal pasien kontrol.

Tabel VIII. Kondisi keluar pasien setelah Rawat Inap pada RS Panti Rini periode Juli 2012

Nomor Kondisi keluar Jumlah (kasus)

1. Sembuh 7

2. Membaik 26

3. Belum sembuh 1

(63)

A. Profil Penggunaan Obat Gangguan Saluran Pencernaan

Pada penelitian ini digunakan obat untuk mengobati penyebab gangguan

saluran cerna dan gejala yang timbul akibat gangguan saluran cerna. Dari data

dibagi menjadi 7 golongan obat yang diberikan pada pasien gangguan saluran

cerna di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012

yaitu meliputi:

a. Antitukak

Golongan antitukak yang digunakan pada pengobatan gangguan

saluran cerna di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini

Yogyakarta periode Juli 2012 meliputi antagonis reseptor H2 yaitu

Ranitidine (Tricker®, Gastridin®), khelator senyawa kompleks yaitu

Sukralfat (Inpepsa®) dan penghambat pompa proton (PPI) yaitu

Omeprazole (Rocer®) dan Pantoprazole (Panso®). Pasien yang

menggunakan obat antitukak yaitu pada rekam medis kasus: 1, 2, 5, 9,

12, 15, 24, 34.

Tujuan terapi tukak lambung adalah meringankan atau menghilangkan

gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi yang serius

(hemoragi, perforasi, obstruksi).

b. Antispasmodik

Golongan antispasmodik yang digunakan pada pengobatan gangguan

Gambar

Gambar 1 Anatomi Sistem Pencernaan ........................................................................
Tabel I. Penyebab Peptic Ulcer Disease
Tabel III. Golongan obat PPI
Tabel IV. Antibiotik untuk diare akibat bakteri
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Halaman broken link dimodifikasi (cek dengan mengetik http://depkes.go.id/error) agar menampilkan pemberitahuan kepada pengunjung kesalahan mereka sekaligus disediakan

Nomor CM.UPH.17.08 tanggal 27 Januari 2017 perihal Penetapan Pemenang Pengadaan Jasa Pemborongan Pekerjaan Pemeliharaan Periodik (SFO) dan Rekonstruksi Pada Jalan

Dengan Variasi Konsentrasi Basis Dalam Bentuk Sediaan Gel Secara In Vitro ”, yang disusun oleh , Ray Anah Shad NIM: 70100108069, mahasiswa Jurusan Farmasi pada

Berkaitan dengan hal tersebut maka pengalokasian anggaran belanja yang secara rutin merupakan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah menjadi

Calcium chloride mempunyai kegunaan yang luas pada industri kimia di. Indonesia, hal ini dapat kita lihat pada kegunaan calcium chloride

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridlo-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skri psi ini dengan judul “Sistem

Jadi pada variabel pengetahuan dari perubahan kekuatan respon ( ∆R) menghasilkan nilai positif artinya pengetahuan responden mengenai perluasan merek Mizone Isotonik

Contoh analisis AHP pada daerah rawan banjir di Jakarta Pusat dengan menggunakan 3 kriteria pokok yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan menghasilkan daerah rawan banjir Matraman