• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran I PEDOMAN WAWANCARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Lampiran I PEDOMAN WAWANCARA"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran I

PEDOMAN WAWANCARA

Untuk: Masyarakat “Kampung Idiot” (Dalam Kategori Normal)

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : 2. Alamat :

3. Usia :

4. Jenis Kelamin : 5. Pekerjaan : 6. Riwayat Pendidikan :

7. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 8. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?

9. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)?

10.Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat lain, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?

11.Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

12.Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

13.Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat Desa Sidoharjo/ “Kampung Idiot” ini?

II. STIGMATISASI

14.Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?

15.Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?

(2)

17.Jika pernah(soal no.9), seperti apa bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah anda berikan?

18.Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo? III. DISKRIMINASI

19.Jika, bapak/ibu mempunyai hajatan (seperti: hajatan pernikahan, ulang tahun anak, selamatan dan lain sebagainya) Apakah bapak/ibu juga mengundang orang yang mengalami keterbelakangan mental?

20.Ketika hari raya idhul fitri tiba, apakah bapak/ibu juga bersilaturrahmi dengan warga yang mengalami keterbelakangan mental?

21.Ketika bapak/ibu membutuhkan pekerja seperti saat musim tanam maupun masim panen, akankah/pernahkan bapak/ibu mempekerjakan warga/tetangga yang mengalami keterbelakangan mental(kategori ringan)? 22.Ketika salah satu masyarakat/tetangga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental terkena musibah(seperti: meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya) apa yang bapak/ibu lakukan?

23.Ketika, ada sebuah acara seperti hajatan, selamatan, membangun rumah dan lain sebagai pada keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental, akankah/pernahkah bapak/ibu berkunjung/ikut membantu keluarga tersebut?

IV. RESPON

24.Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, tetangga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal?

25.Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?

(3)

a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan?

b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa?

c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)?

(4)

PEDOMAN WAWANCARA

Untuk: Pihak Keluarga (dari Retardasi Mental) I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : 2. Alamat :

3. Usia :

4. Jenis Kelamin : 5. Pekerjaan : 6. Riwayat Pendidikan : 7. Jumlah Keluarga yang:

retardasi mental

8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?

10.Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah)?

11.Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat maupun dengan tokoh masyarakat disini?

12.Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

13.Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

14.Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai keluarga/orang tua dari anak yang berkebutuhan khusus?

II. STIGMATISASI

15.Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?

16.Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?

(5)

18.Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll)?

19.Jika pernah(soal no.11), seperti apa sajakah bentuk-bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah diterima? III. DISKRIMINASI

20.Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan) atau kegiatan lainnya, akankah keluarga bapak/ibu ikut/diikutsertakan dalam acara tersebut?

21.Ketika keluarga bapak/ibu mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat pada keluarga bapak/ibu?

22.Ketika keluarga bapak/ibu sedang mempunyai hajatan, membangun rumah, panen dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan oleh masyarakat pada keluarga bapak/ibu?

23.Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah keluarga ibu yang mengalami retardasi mental diikutsertakan dalam pemilihan/didaftarkan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap)?

24.Pernahkah, keluarga ibu yang mengalami retardasi mental mendapat tawaran pekerjaan dari tetangga(misalnya: mencari rumput, mencangkul disawah, membantu saat masa panen dll)? 25.Pernahkah, anggota keluarga bapak/ibu ditolak dalam melamar

pekerjaan, dengan alasan keluarga bapak/ibu dari Desa Sidoharjo/ karena mengalami keterbelakangan mental?

IV. RESPON

26.Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal dari orang lain?

(6)

diskriminatif(perbedaan perlakuan) dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi?

(7)

PEDOMAN WAWANCARA

Untuk: Tokoh Masyarakat (formal maupun informal) I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : 2. Alamat :

3. Usia :

4. Jenis Kelamin : 5. Jabatan di Desa : 6. Pekerjaan : 7. Riwayat Pendidikan :

8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini?

10.Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)?

11.Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini?

12.Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

13.Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)?

14.Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai tokoh masyarakat Desa Sidoharjo/”Kampung Idiot” ini?

II. STIGMATISASI

15.Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?

(8)

17.Ketika bapak/ibu bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak/ibu? 18.Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa

Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terimaterhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?

III. DISKRIMINASI

19.Ketika di desa ini mengadakankegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?

20.Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut(soal no.11) misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya?

21.Ketika ada salah satu warga yang retardasi mentalmengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?

22.Ketika ada salah satu keluarga (retardasi mental)sedang mempunyai hajatan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?

23.Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?

(9)

25.Jika pernah(soal no.17), seperti apakah bentuk perlakuan yang pernah diterima oleh bapak/ibu?

IV. RESPON

26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti:

a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan?

b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa?

c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)?

20. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika melihat warganya yang keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?

21. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu, jika mendengar masyarakat lain menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?

22. Bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan mental?

(10)

Lampiran II

TRANSKRIP WAWANCARA

Kategori :Tokoh Masyarakat

Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 15:45 WIB. Kode Informan :ME 4. Jenis Kelamin :Laki-laki

5. Jabatan di Desa :Sekretaris Desa/Carek 6. Pekerjaan :Petani

7. Riwayat Pendidikan :- SD MI Krebet

- SMP Negeri 1 Jambon

- SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo - Universitas Merdeka Ponorogo Hasil Observasi

Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di balai Desa Sidoharjo. Karena sebelumnya saya temui di rumahnya, saya hanya bertemui istri dan anak beliau, dan menurut istri beliau disuruh langsung menemuinya di balai desa.

Dibalai desa tidak ada kesibukan yang berarti, hanya ada beberapa pegawai yang sedang mengerjakan sesuatu. Akhirnya saya dan informan wawancara di ruang tamu, kondisinya sepi dan wawancara berlangsung sangat kondusif.

Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat, dengan jabatan sebagai sekretaris desa atau carek. Beliau orangnya sangat terbuka, ramah dan sangat komunikatif.

Perilaku Informan secara umum pada saat interview

(11)

dalam penelitian ini. II. STIGMATISASI

ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi

Mental/keterbelakangan mental?”

MAD “ emmm..dadi kulo mbedakne niku enek mental kaleh jiwa, nek

jiwa niku ke secara mental niku ke normal, karna beban kehidupan dadi perilakune rodok aneh, niku mental nek ku ngarani, ehh gangguan jiwa, nek gangguan mental, niku kulo nganggepe sejak lahir, sejak lahir punya kelainan kebatinan, mulai lahir punya tenger-tenger rodok aneh bedo karo liyani, iku tak arani keterbelakangan mental. Sing lahir normal karena beban kehidupan perilaku radak aneh saya nganggepnya jiwa, dua-duanya ditangani dan dikelompokkan secara beda.

ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?”

MAD “Sejarah penyebutan kampong idiot niku..temen-temen media

yang menggulirkan, dulu sebelum ada terbukaan informasi temen-temen media merasa mereka dibungkam untuk menyuarakan keadaan disini, akhirnya secara informasi kebebasan pers dijamin, mereka merasa bahwa dunia berhutang kepada sidoharjo, mereka hutang..hutang atas informasi yang dulunya terbungkam, sehingga ada sedikit dendam di hati temen-temen media itu untuk menyuarakan desa sidoharjo, dulu masih krebet sehingga mereka membuat sesuatu sing ini nanti harus mendapat perhatian, akhirnya muncul penyebutan kampong idiot, nek mboten diarani kampong ngoten kesannya kurang menohok, kurang.kurang menarik, sehingga mereka membuat istilah kampong idiot, kompak ndilalah ki media elektronik nyebute nggeh ngoten, media cetak nyebute nggeh ngoten, akhirnya tujuan mereka terlaksana, ini sudah terekspost sesuai harapan mereka sejak dulu, sejak sebelum kebebasan pers keadaan disini harus diketahui dunia. Dulu kan ada disensor-sensor sekarang kan mboten, sebenarnya gitu pengistilahan karna mereka meng istilahkan dendam juga, neng iki wes wayah e dibuka”.

ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini,

bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”

MAD “Nggeh dari penyebutan kampong itu, kampong idiot itu banyak

(12)

tuwek-tuwek, sebenarnya gak demikian, kami berupaya, syukur bagi mereka yang tahu kemudian kesini tersentuh hatinya untuk kesini, pengen tahu dan akhirnya mereka tahu keadaan sebenarnya. Bagi yang tidak mau kesini terus mereka Tanya dan meneruskan berita itu, ke temennya ke orang lain, berita semakn tidak jelas, ditambahi dikurangi(sambil tertawa)”.

ME “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa

Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?”

MAD “Biasane kaleh masyarakat, nek kaleh kul mboten wani. Tapi,

riyen sebelum saya kerja disini, sering..sering, nek akhir-akhir ini tak tanggepi santai mawon. Nek jaman riyen pas desa nii dereng pisah kaleh krebet, begitu ngerti kulo ngoten nggeh pas sekolah teng kito, ngerti omahku krebet ngono, layak mendho(sambil ketawa) ngonten niku. Jane nggeh mboten mendho. Terus pomo sekolah disitu, temen-temen disitu manggile Robet. Itu sebagai beban tersendiri Robet ini wes sak elek-elek e wong. Jane Orbet asline, Orang Krebet, orang-orang krebet lo ya orang medho lah. Nyek-nyek an, kesakitan nek nyang komunitas nongkronge cah-cah”.

ME “Terus tanggapannya atau reaksi bapak bagaimana dengan

julukan-julukan tersebut?”

MAD “Nek kulo Pede mawon, karena saya nggak pernah belum ranking

satu, dadi kulo nanggepine, terah wong krebet iki mendho, gek kulo sing paling mendho. Nek kulo wes sing paling mendho gek sampean luweh mendho songko aku berarti kon yooo…(sambil ketawa) saya nanggepine biasane ngoten, Krebet iku memang mendho dan saya yang paling mendho di Krebet”.

III. DISKRIMINASI

ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba

Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?”

MAD “Kalau untuk acara-acara yang bersifat umum yaa welcome

(13)

dukuh-dukuh ngadakne kegiatan secara terpisah. Dadose kulo dereng terlalu bias memonitor, kalau dijadwal disini dating jadwal disini dating ngoten, kulo mboten tek ngamati. Gak iso ngikuti kabeh.

ME “Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut? misalnya: ikut

dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya?”

MAD “Saya malah nunjuk panitia khusus, ya juga berdasarkan

musyawarah. Kulo klumpukne tokoh-tokoh masyarakat niku, terutama perangkat kaleh ketua RT kaleh tokoh-tokoh yang lain niku diklumpukne dijelasne bahwa ada, arep enek kegiatan ngeten monggo sinten sing ajeng ngelola, msyawarah lahh, setelah musyawarak kulo kantun nerbetne SK”.

ME “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami

musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

MAD “Sama, sama dengan yang lain. Malah justru banyak yang

memperhatikan soale dari keluargane kan yo ngono keadaanne,. Nek sakit yoo sering dijenguk, kemarin niku ada digowo nek rumah sakit, gangguan jiwa tapi, iyaa kita bawa kesana, dan seluruh biayanya disuwonne teng Dinas Kesehatan, terus biaya yang lain-lain, wira-wirine keluarga ditanggung, dicukupi Pemerintah Desa. Terus pendampingan wonten, kulo ngutus kaur kesra untuk mendampingi sampek sembuh, dan alhamdulilah sudah sembuh. Iya iya saya ikut ngurusi itu, tapi ya gak harus wira-wiri ke rumah sakit terus, kan punya anak buah. Sak kobere ya ke Sidowayah, tapi kan yo ngeten nek eneng keluhan pasti enek sing lapor. Tapi nek mung ngurusi ngono tok malah gak mlaku, kulo wonten orang-orang khusus yang dekat dengan mereka, dados slamet pumpone kaleh punari(orang yang menderita keterbelakangan mental), saya mempercayakan dua orang untuk ngurusi mereka, jadi sebelum bahan makananya habis mereka lapor dadi mriki kulo nggolekne, slamet loro pak, o iyoo nggolekne bidan. Ngoten niku dadi mboten gek kulo mbendino lono, malah ora kecak an. Dadi ada orang-orang yang saya percayakan celak mriki”.

ME “Ketika ada salah satu keluarga(retardasimental)sedang

mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

MAD “Nek diundang yo nggeh, nek ora yo gak. Paling mantu, sunatan

ngonten niku, nek mboten diundang tapi nyang yo koyok kesripahan ngono kui yon yang”.

ME “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang

(14)

desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?”

MAD “Masuk, malah menjadi perhatian utama, karna itu pasti disorot. Terus mereka mempunyai hak yang sama, walaupun toh nantinya mereka itu berkenan atau tidak, yoo sebisa mungkin mereka diajak menyalurkan suaranya. Tapi, sing utama mereka harus masuk dulu, hak mereka harus terpenuhi. Walaupun kadang niku yo dilematis, dilematis se ngeten, sebagian dari mereka tidak punya identidas sing pas, meniko sangat maklum karna biasa secara ngeten dinalar ngoten sebagian besar sing bapak, ibuk e sing punya putra ngoten mboten ndang didamelne surat kelahiran akhirnya, mereka lahir kapan niku kita tidak punya data yang pasti. Tapi berusaha sebisa mungkin mereka harus masuk DPT, yang sudah menjadi hak mereka. Kalau untuk pendampingan dari KPU, pernah enten..pernah enten menggunakan suarana nggeh wonten sing didampingi keluarganya. Kalau saya mgajak ndampingi mboten nate. Tapi kita sosialisasikan umum aja, bahwa semua orang yang punya hak pilih mbok niu berkebutuhan khusus, utawi mboten niku dijak ayo-ayo menggunakan hak pilihnya, nek enten sing kesulitan menyalurkan, dimohon untuk melaporkan ke KKPS, untuk dibantu. Kalau perlakuan khusus untuk mereka ya, nek ngurusi sing berkebutuhan saja yo ra rampung. Sing penting kita tidak mendiskriminasi hak mereka saya rasa itu sudah cukup. Pomone mereka tidak bias mendatangi KPS, terus dari keluarganya itu menghendaki kami untuk mendekat memberi kesempatan untuk ke rumah tak roso yo temen-temen gak keberatan. Intinya kami tidak membedakan mereka punya hak yang sama. Tapi nek kulo ajak-ajak, ayo nyoblos malah berbahaya. Yaa..jenenge kulo figure public niku, kula anggepane cedhek karo calon A cedhek karo calon B. Aji mumpung iki wong sing ra jowo diajak I karo pak carek iki, dijak nyoblos iki kan yo ngoten. Njagani niku”.

ME “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama

kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?”

MAD “Nek sing kulon Kecamatan Jambon, roto-roto mereka tidak

(15)

Jambon, jadi mereka justru simpati. Tapi kalau untuk masalah-masalah seperti ini tidak pernah saya buka di forum, karena kasian nanti menunggu kasus saya, biasanya setelah forum selesai saya langsung bertemu dengan pimpinan rapatnya langsung, jadi langsung ada solusinya. Dinas social umpamane, langsung ke kepala, saya punya warga iki-iki iki butuhe ngeten njenengan saged usahakne opo gak? Langsung ditanggepi positif, tapi yo gak secepat jawapane(sambil ketawa)

IV. RESPON/REAKSI

ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang

mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?

MAD “Sebagian besar niku buruh tani, sebagian besar dari ekonomi

miskin, walaupun ada sing ibuk e TKI, dadi nek dianggap miskin mboten lah nek TKI niku miskin yo sedang ngono ae. Tapi yo sebagian besar miskin. Yang bisa kerja ya kerja, masyarakat nggeh pun biasa. Niku Bagong(salah satu nama penyandang Retardasi Mental), ada tiga bagong sing semuanya pekerja teng mriki. Bagong sing mriki niku biasane sadean godong jati, nek pas kesulitan godong jati, regane murah soko pasar mesti mampir rene(ke balai desa), critooo..critoo ngono kui yo disangoni karo cah-cah, dijak ngopi lah(sambil ketawa) niku sing Bagong mriki sing tukang adol godong. Bagong sing Klitik kaleh Bagong sing Sidowayah niku nek dikongkon macul jan macule sae mbak niku karo wong biasa ngono menurut kulo apik niku. Mereka juga punya jiwa social juga, mboh iku diniati mbantu nopo diniati hobi macul nggeh duko nek mboten pas di kongkon wong ngoten rumongso longgar ngoten ngerti tonggone macul ngewangi ngono ae. Saya promosi itu sebagai bentuk kepedulian mereka untuk membantu tetangga, lha wong koyo ngene ae…. Ngoten. Iyo dibayar,,ora dikongkon rithek yo tetep dibayar”.

ME “Tapi sing mboten purun nyambut damel wonten pak?”

MAD “Nggeh wonten. Tapi yo sing tukang njalok yo eneng mriki, niki

sing repot. Opo maneh wong sing ra tau eroh, sing rumongso asing bagi dia. Pas mriki terus mriki enteng tamu yo mesti kabeh disuwuni. Ngeten(sambil mengadahkan kedua tangan) karo mesam-mesem ngoten(sambil tertawa)”.

ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang

mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa?

MAD “Masyrakate yo biasa, yo bedane ngeten nek wong podo normale

(16)

ME “Nek lebaran nggeh silaturahmi pak?”

MAD “Iya mereka nggeh bersilaturahmi, beasane nggeh tonggone sing

cedek-cedek kono ae, gak sampek teng griyo kulo, griyo kulo kan Krebet. Mriki nggone pak wo ngono mesti, podo rene pak koyo Bagong ngono? Rene, nek urung cethok kulo yo rene sesok e neh, ngono (sambil ketawa).”

ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang

mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek politik, misalnya hak politik(pemilu)?”

MAD “Nek menurut saya, sing penting mereka terakomodir haknya, dan

menurut saya, mereka tidak perlu dipaksa menggunakan hak pilihnya, dadi ben bebas soale opo..hemmm bayangne mikir PILKADA iki aku yo ra cetho nek bayangne engko sing arep di coblos sing endi. Sing penting mereka pertama masuk DPT, jadi mereka punya hak untuk itu. Sing kedua nek kancane

gruduk-gruduk nyang TPS mereka….jadi punya hak juga untuk gruduk-gruduk

-gruduk nyang TPS. Perkoro sing di coblos opo sing penting melu ngoten mawon. Tapi nek ora kerso melu..yoo mboten kulo ayo-ayo, maksud e mboten kulo pekso, artine sing penting hak mereka tidak terlewatkan ngoten mawon. Anggape iku hak mboten kewajiban, benten kaleh wong normal iso nyobls gak iso nyoblos kulo lok-lok ne biasane, tak anggep iku wong sombong. Biasane wong normal gak nyoblos iki alasane, aaa..wes nyoblas-nyoblos iku pok ae paling yo ra maleh. Aaa iku wong sombong iku. Mereka merasa semua calon iku jelek, dadi dia sendiri…nek wong berkebutuhan khusus yo terutama hak mereka, hak pilih mereka jo sampek klewat, perkoro engko pengen ngenggo gak pengen ngenggo gak usah dipekso, pengen ngenggo yo..emm intine paling mung pengen awur kancane niku, opo yo enek wong idiot mikire aku tak pengen bupati iki yo ra cetho kiro-kiro, ben nasibku malih yo ra mungkin.”

ME “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang

keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?”

MAD “Sing kerep kulo eroh i nggeh diusir niku wau umpamane, neng

(17)

mempunyai kebutuhan sosialisasi yang sama. Nek ngono sek durung empan , untunge iku dudu batihmu ora mbebani awakmu. Biasane yo acara mantenan, kumpul-kumpul ngono kui umpamane reg kan”.

ME “Bagaimana respon/reaksi bapak, jika mendengar masyarakat lain

menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?”

MAD “Saya gak masalah mereka mengistilahkan kampong idiot, tapi

yang penting mereka tahu kondisi sebenarnya. Mereka tetap menyebutnya kampong idiot pun gak masalah. Enjing wau nggeh wonten, enjing wau dari IKIP Madiun. Saya tidak keberatan disebut kampong idiot, tapi saya punya permintaan mereka harus paham kondisi desa yang mereka sebut kampong didiot itu, jadi walaupun penyebutnya kampong idiot tapi, gambaran mereka sudah lain dari sebelum kesini dan sesudah kesini, yang dimaksud kampong idiot ini bukane sak kuampung idiot niu mboten naming karna sak deso niu sing keterbelakangan mental niku rodok akeh moko dijuluki kampong idiot. Yo owes katakanlah kampong rambutan gak mungkin to sak kampong rambutan kabeh, artinya dikampung itu rambutannya banyak ngoten, yang saya tekankan niku. Nek istilah kampong idiot tetep dipakai nggeh monggo. Sing penting dunia tahu bahwa yang dimaksud kampong idiot niku seperti ini.

ME “Pernah wonten sebutan napa pak?”

MAD “Pernah ada yang menyebut nah iki sak kampong idiot kabeh?

Aku yo omong, loh nggeh akulo niki nggeh idiot, aku yo ngono(sambil ketawa), pas acara baksos waktu itu, langsung meneng cep wonge. Artinya mereka nggak berpikir. Dari situ mereka sudah sadar bahwa mereka salah. Artinya bahwa yang keterbelakangan itu jumlahnya banyak disbanding desa lain ngoten. Mboten kok sebagian idiot mboten, apalagi kok semuanya idiot. Jadi cukup kulo jawab kulo nggeh idiot. Kados sing wau jaman kulo sekolah niku. Wong krebet iku mendho-mendho lo nggeh, saya yang paling mendho. Selesai nyatane kulo ranking siji terus, arep omong opo neh ngoten. Sebenernya niku motivasi bagi saya, jaman sekolah riyen, kulo pun kadung diarani wong krebet niku mendho-mendho menjadi motivasi bahwa saya ingin mereka tahu bahwa saya bias lebih dari mereka. Nek coro kulo mboten dilok-lok ne niku kiro-kiro kulo tidak bisa seperti itu. Motivasi saya menjadi besar(sambil tertawa).”

ME “Bagaimana bapak sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan mental?”

MAD “Secara umum diperlakukan sama, untuk hal-hal tertentu mereka

(18)

saya utamakan pertama kali ya keluarga miskin yang punya keluarga berkebutuhan khusus. Dadi podo-podo miskine sing tak disek ne meski sing punya keluarga berkebutuhan khusus. Kenapa begitu, karena secara beban podo-podi miskine ritek luweh abot sing ngopeni ngoten niku. Perlakuan khusus e ngoten niku.

ME “Kemudian, menurut bapak solusi apa yang harus dilakukan

mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?”

MAD “Nek penyebab utamanya kulo dereng saged merumuskan, tapi

nek factor-faktor yang mempengaruhi banyak factor-faktor yang mempengaruhi dari factor-faktor yang dianggep mempengaruhi niku akhirnya kami membuat kegiatan yang tujuan utamanya satu, ojo sampek tukulan anyar, ojo sampek ada tukulan baru sing ngoten niku. Yang kedua sing wes kadung ngoten niku yo diopeni sak apik-apik e, di berdayakan semampunya. Di berdayakan semampunya ke contho pamane adus dewe gak iso ngono, iso o di belajari adus dewe itu kan wes lumayan pemberdaya an mengurangi beban para keluarga, pomone mau ne maem di dulang dilatehlah ampriye iso maem dewe ora ketang morat-marit disek(sambil tertawa). Sulit mbak kulo riyen ada pelatihan ngoten niku, dari Dinas Sosial itu membentuk.. riyen niku wonten rumah kasih sayang, perangkat nggeh terlibat, mboten kok ngurusi ngoten niku mawon, artine yo membentuk kader-kader khusus. mbedakne sabun cuci kaleh sabun mandi mawon suwii nekngenalne niku mawon, antara ne sampu kaleh… itu juga gak mudah. Yo enek sing akire bisa, banyak sing akhire nganggur. Tapi terus, penting sing wes kadung niku yo.. emm setidaknya ada level peningkatan lah, timbang membebani keluarganya. Terus ojo sampek muncul anyar.”

ME “Terus solusinya menurut bapak apa?”

MAD “Salah satu sing dianggap mempengaruhi niku asupan yodium,

asupan yodium rendah mempengaruhi niku. Niku…alhamdulilah pemerintah propinsi welcome, dua tahun niki asupan yodium daerah Sidoharjo terpenuhi mulai tahun 2014 2015 niki, pun di cukupi pemerintah propinsi. Terus sing kedua asupan gizi bagi ibu hamil, menyusui dan balita niku sing disinyalir berpengaruh. Dadi ajakan niku, sosialisasi niku ibu hamil, ibu menyusui dan balita itu butuh asupan gizi yang baik. Perlu diketahui mbiyen niku akeh wong ngandut niku sing tarak poso mutih ngoten niku, bar babaran nggeh ngoten niku tarak ….niku nggeh berpengaruh asupan gizi bayi. Alon-alon niku nggeh dirubah”.

ME “Awalnya kejadian niki tahun berapa pak?”

MAD “Nek awale niku delok umure sing paling sepuh niku.., pun lama

(19)

…kan langka umur-umure mereka yo perkiraan. Niku yo diperkirakan lahir jaman tikus, tapi yo gak semuanya, niki nggeh wonten usia sing arah-arah niku tujuh belas tahun nggeh wonten, arah-arah lo dilok biyen lahir barengane sopo ngoten. Dugaan sementara sing paling utama nggeh ..sing dugaan kuat penelitian nggeh niku yodium, kedua niku nggeh asupan gizi”.

ME “Niki kok tirose sumber airnya yang bermasalah gitu ya pak?”

MAD “Nek wonten sumber air sing marahi idiot niku nggeh mboten,

niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini, mboten kok ada satu sumur yang kayak gitu, yaa air-air sumur yang dikonsumsi masyarakat sampek hari ini”.

ME “Iya pak, saya juga pernah baca hasil penelitiannya itu.”

(20)
(21)

TRANSKRIP WAWANCARA

Kategori :Tokoh Masyarakat

Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 16:21 WIB. Kode Informan :ME

Kode Interviewer :INU

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama (Inisial) :INU

2. Alamat :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo RT.01/RW.01

3. Usia 55 Tahun 4. Jenis Kelamin :Laki-laki

5. Jabatan di Desa :Mantan Lurah(Tokoh Masyarakat) 6. Pekerjaan :Petani

7. Riwayat Pendidikan :- SD Negeri 1 Krebet - SMP Negeri 1 Badegan Hasil Observasi

Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di rumah informan, di ruang tamu dengan ruang tamu yang sangat luas. Keadaan rumah informan sangat sepi sehingga wawancara bisa dilakukan secara kondusif.

Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat dan kepala desa pertama di Desa Sidoharjo tersebut. Namun, sekarang masa jabatannya sudah berakhir dan belum ada pemilihan kepala desa lagi.

Perilaku Informan secara umum pada saat interview

(22)

II. STIGMATISASI

ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi

Mental/keterbelakangan mental?”

INU “ wong sing keterbelakangan mental niku ta mbak?

Wong-wong keterbelakangan mental, sing jelas yo Wong-wong-Wong-wong sing ora iso mikir secara normal. Artine serba kendho, niku wong keterbelakangan mental, intine niku”.

ME “Penyebab sebenarnya itu apa ya pak?”

INU “Penyebab niku, nopo yo…dari kacamata wong-wong seje yo

seje-seje. Wong-wong sing opo, wong sing njuruse neng kesehatan jare kurang, kekurangan yodium kuwi, tapi nek e soko kacamatane wong paranormal iku jare e soko keturunan, tapi koyo e yo ra mungkin, ora nek iku aku yakin ora gak.”

ME “Awalnya itu tahun berapa pak?”

INU “Mula ne ke tahun piro ya.. 62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo

larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo akhir e ndue anak kan yon due keturunan ora mampu mikir secara normal kui maeng. Tapi sakik kok tak rasa wes ra pati eneng kok mbak”

ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?”

INU “Yo ra masalah, nek coro kula yo ra masalah, nyapo kok

ditutap-tutupi. Justru barang-barang sing ditutupi ngono kui ora iso anu ora iso nylesekne masalah. Nek ditutupi niku barang koyo ngono kok ditutup, terus akhire piye nek arep nylesaikan.”

ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?”

INU “Yo pada dasarnya wong sak kecamatan ki ngerti mbak, kampong

(23)

gae memang yo digae kesepakatan karo yo warga neng kene memang nek kampong iki dienekne biar nek ngene piye..ngono, y owes ra masalah ngono. Kene anggarane sing jelas yo ora eneng anggaran sing pasti kango wong sing ngono kui, sebab e deso isone mong njalok. Nah iku sak durungo njalok iki wes enek suoro-suoro sing ngono kui kan enteng njaluk e. Sing jelas kuwi harapan ne. Yo ra bedho kaleh kampong-kampung nggene njenengan sakjane, nek masalah warga masalah masyarakat. Umpamane nggone neng kuto yo eneng wong sing goblok ngono kui yo eneng. Karna kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu, yo akhir e enek sing nyebutne kampong gila, kampong idiot enek sing nyebut kampong nopo, koyo njenangan enek sing nyebut kampong gila, akhir e oleh pukesmas sing khusus ngurusi wong-wong sing stress, jane niko yo podho mawon sak deso niku kok yo ora stress kabeh utowo yo 30% ne nggeh mboten wonten, sami niku. Utowo pemerintah dewe wong saumpamane soko pemerintah kabupaten nopo daerah umpomo nek ken ewes kesebut kampong ngono kui pemerintah, pomo pemerintah kene ora iso nangani yo dinas social njalok rono kan yo enteng mawon ngoten lo asline ngoten niku(berusaha meyakinkan dan menekankan).”

“Kan yo wong ke pandangane bedho-pedho kan yo mbak, enek sing mandang halah ngono kui paling kor yo digae-gae, eneng wong sing peduli memang opo yo tenan mbutekne terus rene ki karna yo ndelok didudoh ne, halah sampel le piro ngono ae, terus akhire nge I bantuan ngono yo eneng, tapi yo njenenge wong okeh iku yo memang bedho-bedho, bedho ni ke yo, okeh e karo jumlah e wong wi engke. Dadi andangan niku mboten sami. ”

ME “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa

Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?”

INU “Enten mawon, yo ngono kui engke, njenenge alah terah wong

(24)

dewe-dewe nggeh to? Ngoten, ngoten niku dados kados panjenengan, nuwun sewu nggeh mbak?, kados panjenengan mencari-cari wong sing ngono-ngono iku yo, nek iso panjenengan niku budidoyo piye yo solusine ngoten, dadi ojok kor golek-golek masalah ojo gor golek-golek opo yo crito ojo kor golek-golek…iku yo perlu di golek i nek wes temu cetok masalah e piye solusine, nek kor golek masalah mawon okeh tunggale mbak ngoten(sedikit kurang mengenak kan peneliti), okeh wong nduwur ngono kui masalah e opo…masalah e opo..nyapo we golekk masalah e, aku yo ngono ae, terah trah kowe pengen mbantu piye nggolek i solusine nek terus wong ngono kui terus piyengono nek coro kulo ngoten, ndak perlu nggolek i masalah, masalah iku benten, masalah niu mboten sami, enten sing ngarani ngene enten sing ngarani ngeno lha wes monggo lah nek ngarani, tapi yo ojo kor ngarani tok, nek wes ngarani ngene iki pomo kurang zat yodium yo bantuen barang yodium kan yo ngonten, nek enek sing ngarani kurang piye kurang gizi opo kurang opo yo bantuen ngoten nek coro kula ngoten(sedikit marah, tersinggung terhadap pernyataan-pernyataan ini)”.

(Akhirnya beliau cerita hal lain lagi mengenai penyebab)

“Dari anak kedokteran, yo sering mbak mbiyen rene nek sak iki wes ra patek, rumongso wes opo y owes rumangso berbuat enten riki nggeh, rumangso berbuat akhir e sak niki niki nggeh wes ora koyo mbiyen mbak. Sebab nek bantuan garam yodium tetep enten, per tahun mriki niki tetep enten karna e sing okeh-okeh dari kacamata medis istilah e ngoten memang banyune mriki niki, niki memang anu ngopo yo ngandung kokean ngandung zat besi opo piye ngono lo gek terus kurang kandungan yodium niku. Niku ngaleh-ngaleh kok okeh sing ngomong ngoten niku terus, terus sing ngono-ngono i uterus ngecek niku nek sing ngecek sing ahline mungkin yo bener nek niku, mungkin yo bener mula ne mriki niki terus e per tahun niku diparingi bantuan garam yodium niku per orang mboten naming per keluarga, per orang. Tapi nek sakng nggen-nggen kulo niku mawon nggeh kurang piye ya mbak ya kurang sek-sek mboh ngoten maksu e ki opo yo tenan ngono tenan opo ora ki sakjane ngono yo lha umpamane nek soko sumur kurang yodium, lha dek biyen ke sumur sitok, satu sumur niku sing ngonsumsi sak deso patute, lha gini yo kok ra kenek kabeh nek memang kurang ngoten lo. Niku neng ngoten niku mung tak batin ae, kulo niku nek ngomongne karo wong yo ra sido dibantu garam, ora sido.”

III. DISKRIMINASI

ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba

Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?”

INU “Yo sing jelas nek masalah agustusan niku mboten mbak, mboten

(25)

kegiatan-kegiatan tingkat lingkungan pammane koyo yasinan, amane koyo wong hajatan tetep di disamakan lah, disamakan dianggep sama karo orang-orang sing biasa ngoten lo, wargane niku dianggep podho, tapi nek kegiatan-kegiatan lomba-lomba nopo ngoten niku ngantos sak meniko mriki nik sak meniko dereng enten. Pomo nek neng lingkungan jelas malah dipenting ne mbak pmamane koyo ken endue perlu nyapo pammane terus wong-wong sing biasa diaturi jagongan biasane ngoten niko lo, ngono iku tetep diaturi, tetep diomongi, tetep dilibatne ngeten niki. Ngoten niku. Yo dugi mbak, malah biasane ngoten niku yo karo seng ndue omah ke yo, dikon mbantu sesuai karo porsine, istilahe ke patute cah iki ke neng mburi opo neng ngarep, melok isah-isah opo melok nopo ngoten, disesuaikan karo opo isane, malah seneng bocah ngoten niku biasane. Dadi tetep dilibatne mbak walaupu niku..laa.Yo mikire ora koyo wong normal. Pamane koyo yasianan walaupu kor meneng yo,,,tetep di jak. Nek di kopyok oleh nek emang kono, yo tetep warga liyane yo tetep teko”.

ME “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami

musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

INU “Nggeh ngeten nggeh, ee..kalau tingkat kegotong-royongan,

(26)

mriku sembako pomo raskin njujuke mesti nggone pak RT, ngoten niko di dom, sak urunge di dom niku dijupuk kanggo iki sekian, kanggo iki sekian untuk hidup selama satu bulan ngonten”.

ME “Ketika ada salah satu keluarga(retardasi mental)sedang

mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?”

(27)

sing umpomo moco quean ngerti maksude, nek ora ngerti maksud e po‟ae angor moco koran niku ngerti maksud e karoan.(bapaknya tetep berlanjut bercerita ini), tapi mriki niki kerukunan antar umat niku sae mbak, walaupun senaose islam teng mriki niku sak jane yo ra kor NU ora kor Muhammadyah bahkan yo campur-campur. Enten she nopo nggeh, nek didumuk ora nopo niku..ora salim ora nopo niko..enten niki, sing nek wong kene niki pondok e neng lamongan. Tapi awak e dew era perlu mbedakne lah, nk wes ngerti niku yo, sing ngerti ke ojo elok-elok sing ra ngerti, ora masalah terah tradisine ngono kok budaya sing perlu dikembangne ngoten niku kok, dadi wong wedhok salaman karo wong lanang ngoten niko mboten oleh, maem daharan sing wes di dumak-dumok wong liyo ngono mboten kerso, malah niku nggeh sae niku mesti resik e, nggeh to? Mesti resek daharan seng rong didumok wong liyo mesti resek, malah njogo kesehatan sing tenan makane kulo niku tetep menghargai.

“Niku ke maune naming sak keluarga, berhubung keluarga niku sampun pecah dadi okeh pamane ndue anak nek kono, ndue anak nek kono, akhire seduoyo akeh sing penganut niku tapi nggeh mboten nopo-nopo sing muhammadyan wonten, sing NU yo kuatah, nek rukun tetep rukun. Koyo kulo niki termasuk NU.”

ME “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang

mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?”

INU “Sing ngoten niku? tetep no mbak yo tetep ndue hak, tetep ndue

hak, tetep ditulis walaupun mengke nek teko hari H niku saged rawuh nopo mboten.”

“Nek pendampingan yo sosok mbak sosok karek event ne, nek event ne pomo pemilihan caleg pamane kan yo jauh lah istilah e, kui biasane ora, tapi nek PILKADES, nek PILKADES ngene iki biasane digawani karo wong-wong jagone niku, nek PILKADES niku kan skup pe lingkupe kan ciut sak deso, pomo nek pilihan bupati, pilhan presiden niku mboten yo walaupun di daftar namung yo ora eneng sing ngetutne neng nggone TPS, nyo nyobloso didampingi mboten enten. Mboten. Ditok ne mawon. Karna ketambahono sithok utowo kelng ngo sitok tiyang niku yo kan liyane tasek katah ngoten lo, lha nek PILKADES niki termasuk tetep pamamne kulo jagone nggeh bersaing kalih A nopo B niku ngroso lingkunganku yo tak warahi kalih tim kulo terus mbenjeng nggeh didampingi kaleh, biasane ngoten”.

ME “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama

kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?”

INU “Mboten mbak, mboten kantun rapate niku ngrembuk nopo

(28)

biasa-biasa mawon. Tapi nek e sing rawuh niku saking dinas-dinas social pammine memang yo memang prioritas. Untuk satu kecamatan niku kan wonten dua desa sing ngoten niku dadi yo biasane kulokaleh deso sing sanes sing ngoten niku kuerep dipanggil teng dinas social ngoten niku yo kuerep mawon, sering. Nek teng kecamatan teng kabupaten biasane nggeh secara umum nggeh biasa-biasa mawon, mng diperlakukan khusus niku nggeh artine disendirikan dipanggil ngoten, dipanggil secara pribadi panggilan ngoten nek urusan kaleh ngoten.”

IV. RESPON/REAKSI

ME “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang

keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?”

INU “Mboten mbak, mboten, biasane ngoten niku sampun dipersiapne

nggone, yo karna yo kahanan ne koyo ngono kui yo nggak mungkin nek neng ngarep yo ra mungkin, pokok e sing penting yo di ajeni dihormati mung yo nggone ke radok nisih ngoten”.

“Justru sing ngono kui malah didisek ne mbak, pomo urung oeh opo malah di disekne, malah diperhatikan, umpamane bature urung oleh maem umpamane yowes malah ndang dikek I maem disek, pamane ngono iku,. Setiaplingkungan jane yo eneng sing ngono kui mbak, Klitik yo eneng, Karangsengon yo enten, tapi yo gak sebanyak Sidowayah”.

ME “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang

mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?”

INU “Secara ekonomine memang yo rodok anu mbak, yo piye ya yo

kelas ekonomi-ekonomi lemah yo istilah e ngoten, nek memperlakukan wong-wong niku yo kan niku yo wong-wong, wong nopo nggeh wong ngoten niku kan yo enek sing ukur-ukur enek sing sedengan enek sing wes ora iso nyapo-nyapo ngoten kan yo enten. Yo menurut keadaanne niku mawon. Tapi nek sajak e iso napo ketimbang neng omah meneng nyapo yo kon ngaret nopo kon nyapo.”

ME “Wonten sing gelem nyambut damel nggeh pak?”

INU “ooohh,, katah, katah, mbak”.(bapak/narasumber sudah mulai

(29)

TRANSKRIP WAWANCARA

Kategori :Tokoh Masyarakat

Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 09:40-10:23 WIB Kode Informan :ME

Kode Interviewer :DEV I. IDENTITAS DIRI

1. Nama (Inisial) :DEV

2. Alamat :Dukuh Karangsengon 3. Usia :34 Tahun

4. Jenis Kelamin :Laki-laki 5. Jabatan di Desa :Kaur Kesra

6. Pekerjaan :Pengurus Yayasan Sekolah 7. Riwayat Pendidikan :S1 di Universitas Islam di Jakarta

S2 di Universitas Muhammadyah Ponorogo(Masih masa kuliah)

Hasil Observasi

Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di yayasan sekolah yang beliau bangun, sekaligus beliau adalah pemilik dari yayasan tersebut. Wawancara dilakukan di ruang guru dengan kondisi awalnya sepi, namun selang beberapa menit ada beberapa murid yang masuk ruang guru tersebut, sehingga wawancara sempat terhenti sejenak. Keadaan Informan secara umum Informan sebernya bukan asli lahir di Desa

Sidoharjo, beliau dari Blitar adalah salah satu tokoh masyarakat sebagai kaur kesra di Desa Sidoharjo yang sekaligus dia mengelola sebuah yayasan pendidikan MI(Madrasah Iftidaiyah) beliau juga sebagai pemiliknya. Beliau juga salah satu orang yang dekat dengan beberapa penyandang keterbelakangan mental. Perilaku Informan secara umum

pada saat interview

(30)

II. STIGMATISASI& RESPON

ME “Apa yang bapak ketahui tentang keterbelakangan mental itu

pak?”

DEV “Keterbelakangan mental, menurut saya atau sepengetahuan

saya adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan yang mana itu bisa kita lihat dengan keadaan dia senantiasa membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari”.

ME “Kalau mengenai julukan atau label Desa Sidoharjo ini

sebagai maaf ya pak, sebagai “Kampung Idiot”, nah, pendapat bapak mengenai julukan tersebut seperti apa pak?”

DEV “Menurut pendapat saya, tentang sebutan bawasannya Desa

Sidoharjo adalah desa atau kampong idiot, kurang terlalu tepat kurang tepat karena dilihat dari satu komponen saja yakni jumlah penduduk kita bisa melihat bawasannya jumlah penyandang itu prosentasenya kecil dibandingkan dengan jumlah populasi jiwa yang ada di Desa Sidoharjo dan real dilapangan jumlah penyandang itu sendiri tidak seperti jumlah yang dipublikasikan di media maka dari itu sebutan kampong idiot menurut kami kurang pas untuk satu komponen saja untuk komponen lain itu berpengaruh besar terhadap psikologi warga pada umumnya karena mereka mempunyai anggapan bawasannya dengan pola pikir yang baguspun pola piker yang majupun mereka tetep dapat sebutan itu, jadi itu sangat mempengaruhi artinya baik itu aspek pembangunannya pola pikir masyarakatnya pola pikirnya akan tetapi kita bisa melihat sebenarnya bukan hanya saat ini dari dulu memang tidak semaju saat ini tidak sebagus sekarang ini dari dulu sebenarnya sudah kita tekankan kita sudah mengangkat mengenai hal ini bawasannya tidak layak. Yaa kurang sependapat dengan julukan itu”.

ME “Terus, apa pak kata-kata yang sering bapak denger, tetang

orang menyebut kampong idiot, ataupun kata-kata yang kurang menyenangkan? Terus respon bapak sendiri seperti apa pak biasanya?”

DEV “Sebenernya masyarakat luar yang belum mengetahui secara

(31)

jumlah itu ada jumlah itu ada warga kami yang mengalami keterbelakangan mental, namun jumlah mereka sangat kecil kecil ini yang tidak kami tutup-tutupi artinya kita juga tidak, artinya tidak berusaha untuk menghilangkan warga kami yang mengalami keterbelakangan itu dengan keinginan masyarakat untuk mengetahui sejauhmana seperti apa kampong idiot itu, hanya saja kita berniat untuk memberikan pemahaman kepada mereka bawasannya anggapan mereka selama ini, itu kurang benar, terus kondisi social yang sering didengar itu juga kurang benar, maka dari itu warga lain ketemu dengan orang luar mereka pasti ditanya seperti itu dan seharusnya mereka bisa menjawab menjelaskan sesuai dengan kenyataan yang ada di Desa Sidoharjo.”

ME “Kalau pengalaman bapak sendiri, pernah menerima

perlakuan yang kurang menyenangkan seperti apa pak?”

DEV “Kalau saya sendiri pernah, ditanya pak darimana? Dari

Jambon. Jambon mana? Sidoharjo. Sidoharjo mana? Oooh Krebet. Krebetnya mana lo pak? Gitu. Sidowayah. Ohh Sidowayah. Orang sudah tahu tidak hanya Ponorogo, disuruh duniapun sudah tahu. Karna dengan kemajuan teknologi informasi demikian cepatnya. Nah itu langkah saya mendapatkan pertanyaan seperti itu saya yaa…secara bijaksana itu juga menurut saya juga sudah bijaksana memberikan informasi nggehh, tanpa kita menutup-nutupi memang ada warga kami yang mengalami keterbelakangan mental kondisinya seperti ini kondisinya seperti ini. Namun, kita jelaskan lebih lanjut, kalau sekirana mereka tertarik ya, tertarik dengan ini, dan kebanyakan yang bertanya seperti itu sangat tertarik sekali akhirnya setelah kita menjelaskan kepada e penanya pada saat itu tadi kita bisa berbesar hati mereka akhirnya tahu informasi yang sebenarnya meskipun ada beberapa teman kita ya itu dengan tujuan yang berbeda-beda terhadap fenomena retardasi mental yang ada di Desa Sidoharjo. Tapi kalau saya sendiri itu dadi saya ulangi bawasannya saya lebih suka atau lebih cenderung memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan fakta, tanpa ada maksud untuk mempublikasikan, mengharap sesuatu e e terhadap orang lain untuk . . .(ada anak murid yang masuk ke ruang guru), untuk memberikan gambaran-gambaran yang kurang pas jadi kalau informasi yang mereka terima itu tepat insyallah mereka akan merubah pandangan mereka terhadap kampong idiot itu sendiri harapan saya seperti itu.

ME “Pengalaman bapak sendiri ni, pernahkah bapak sendiri

melihat orang yang Retardasi Mental disini yang menerima perlakuan yang kurang menyenangkan, mungkin berupa ejekan, sindiran atau panggilan-panggilan yang kurang menyenangkan mungkin?”

(32)

ME “Kalau bentuknya seperti apa pak?”

DEV “Bentuknya? Kalau bentuknya berupa kata-kata ya, sebutan

yang mungkin sangat kasar ya, bagi saya itu kasar sekali ya, seperti sebutan goblok, pekok, mendho. Nah ini seperti itu sebutannya, kurang lebih seperti itu.”

ME “Kemudian pak, respon bapak pada saat itu seperti apa

melihat sebutan-sebutan seperti itu?”

DEV “Yaa respon kita kalau pada saat itu kalau melihat langsung

ketemu ya, berdasarkan pengalaman saya secara langsung ya, ketemu dengan orang yang mengatakan seperti itu, saya lebih cenderung ini karna ada juga yang ndak, maaf misalnya remaja itu yang kita ngomong baik-baik dengan remajanya itu sendiri bawasannya perbuatan itu sendiri tidak baik, memberikan sebutan kepada orang lain, memberikan apa panggilan kepada orang lain yang mana itu bukan namanya hidayah oleh Allah sehat, sehat fisik dan juga mentalnya jadi seharusnya lebih bisa apa memberikan pelayanan terbaik kepada saudara-saudara kita yang mengalami keterbelakangan mental biasanya seperti itu”.

III. DISKRIMINASI& RESPON

ME “Kalau bapak sendiri memperlakukan orang yang

keterbelakangan mental itu seperti apa pak?”

DEV “Dalam pelayanan tertentu, mungkin sama ya, ada

(33)

ME “Kalau ada lomba agustusan atau perayaan hari besar seperti itu ikut disertakan nggak pak, atau mereka diberikan acara khusus untuk mereka sendiri atau apa pak?”

DEV “Kalau untuk acara khusus kita biasanya lebih cenderung

ke bakti social, jadi kegiatan masyarakat yang sifatnya ee hiburan apa keleluasaan bagi semua pihak tanpa ada pengelompokan ini penyandang tunagrahita atau retardasi mental atau tidak jadi itu. Pelayanan public, nah untuk acara-acara khusus seperti apa lomba-lomba kita memberikan layanan kepada mereka juga akan tetapi keluarganya ini, bagi pihak keluarga seringnya agak keberatan karna ya ada perasan malu mungkin, takutnya nanti jadi bahan tertawaan atau apa pokoknya udahlah biar jadi penonton saja itu saya rasa respon dari pihak keluarga, kalau dari kita masyarakat yang menginginkan mereka ikut tetep ada keinginan untuk ada partisipasi dalam kegiatan seperti lomba-lomba itu tetep ada, nah itu tadi biasanya dari pihak keluarga ada keberatan. Engganlah, udahlah biar yang lain aja itu seperti itu”.

ME “Kalau untuk bapak sendiri sebagai salah satu tokoh

masyarakat disini, peran bapak sendiri biasanya seperti apa di masyarakat ini?”

DEV “Jadi program nyata yang kita lakukan ini sebenarnya

(34)

pemeliharaan instalasi yang cukupberat, medannya juga sulit, akhirnya memaksa masyarakat harus kembali lagi mengambil air di belik ataupun sumber-sumber atau resapan-resapan yang ada di aliran sungai. Nah kita memberikan bantuan itu dasar landasanya adalah itu tadi, untuk mencukupi kebutuhan air bersih itu yang kedua. Dan yang ketiganya adalah untuk memajukan pendidikan, pendidikan masyarakat baik pendidikan formal maupun non formal.Sehingga diadakan, sebenernya sudah ada pendidikan itu sudah ada hanya saja kita tingkatkan intensitasnya, kita tata administrasinya supaya tujuan ini lebih mudah dicapai, yakni seperti pengadaan majelis taklim, taman pendidikan al-quran, madrasah diniyah lha ini yang terbaru adalah madrasah iftidaiyah untuk melengkapi lembaga pendidikan tingkat dasar di Desa Sidoharjo ini, yang sudah ada.. dari yang sudah ada. Kebetulan yang untuk lembaga pendidikan seperti SD itu sudah ada 3 TK juga sudah ada 3.”

ME “Itu ada yang inklusi pak, untuk anak yang keterbelakangan

bisa masuk juga pak?”

DEV “Kalau yang inklusi kita tidak bisa menjawab sepenuhnya,

artinya begini, memang inklusi ini membutuhkan penanganan dan layanan khusus ya, jadi harus ada guru khusus yang ahli dibidangnya, memang ada disekolahan SD Sidowayah itu SD 4 memang ada, SD 4 itu jadi SD inklusi. Namun, kita sendiri agak kesulitan dengan inklusi kita belum bisa mengetahui batasan, sampek mana anak ini dikatakan berkebutuhan khusus kita ndak tahu karna kita ndak punya ilmunya mungkin. Kalau menurut kita kita serahkan ke ahlinya yaitu di SD 4”.

ME “Kalau di Desa Krebet itu ada Rumah Kasih Sayang, nah

kalau di Desa Sidoharjo sendiri ada atau tidak pak?”

DEV “Rumah Kasih Sayang yang ada di Desa Krebet itu sendiri

(35)

bapaknya sebentar).

ME “Kalau seperti warga yang retardasi tersebut mengalami

musibah, sakit, kecelakaan atau ayang lainnya, apa yang biasanya bapak lakukan?”

DEV “Kalau pengalaman saya sendiri takutnya nggak mewakili

dari warga yang lain, tapi menurut saya sama saja, yang namanya mahkluk social itu pasti bisa merespon dengan baik, dan orang yang mengalami keterbelakangan mental itu kita perhatikan dengan baik, artinya jika mereka dalam suatu kondisi sakit atau membutuhkan bantuan kita bantu mbak, kita bantu sesuai dengan kemampuan kita, kalau saya sendiri biasanya sampai tuntas, ya kalau sakit kita antarkan ke pukesmas atau layanan kesehatan terdekat atau sampek ke rumah sakit, terus biayanya ya kita tanggung saya sendiri yang nanggung yang sudah-sudah itu. Karna itu bukan berarti saya ingin mendapatkan apa-apa namun saya lebih cenderung kepada kepedulian terhadap sesame, itu kalau saya pengalaman saya sendiri. Untuk yang lain-lain saya rasa juga akan melakukan hal yang sama. Saya belum pernah melihat ada orang yang keterbelakangan mental sakit terus masyarakat sekitar itu tidak peduli, itu belum pernah saya temkan”.

ME “Kalau masyarakat yang mempunyai keluarga yang

retardasi mental itu masih mengadakan kegiatan-kegiatan seperti genduri, yasinan atau yang lainnya pak?”

DEV “Kalau keluarganya ini, ada beberapa keluarga yang

mengadakan ada keluarga yang tidak, karna mengingat kebanyakan dari mereka adalah keluarga miskin dan duafa fakir jadi untuk kebutuhan seharai-hari mereka sulit yang mana ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan yang disebutkan tadi tasyakuran dan sebagainya, tetapi kalau misalkan mereka ada kelonggaran mereka bisa ikut seperti bersih desa, itu bawa ambeng atau apa maulidan mereka juga ikut terlibat, ikut terlibat saya melihat sering mereka juga antusias karna juga merasa bagian dari lingkungan masyarakat sini, tapi kalau warga yang lain mengadakan hajatan seperti mantenan hajatan yang lain atau apalah yang ada dimasyarakat disini mereka juga dilibatkan secara langsung maupun tidak langsung mereka juga kita undang

diundang hajatan atau apa gitu pak?”

DEV “Saya? Sering datang mbak, sering dating. Kadang-kadang

(36)

karna di masyarakat pedesaan sini itu ada komunitas-komunitas ya, rombongan genduren itu banyak sebenernya, ndak..ndak, ndak monoton saya gitu ndak. Artinya bisa di rombongan ini rombongan RT 2, RT 3 ini kana da sendiri berbeda dengan kegiatan itu yang sifatnya besar.”

ME “Kalau saat PEMILU-PEMILU seperti PILKADA seperti

itu yang warga retardasi tetap dimasukkan DPT atau tidak pak?”

DEV “Jelas masuk, iya masuk. Jadi semua warga itu yang

memenuhi kriteria, mempunyai hak pilih dan dipilih baik itu yang kondisinya keterbelakangan mental, mereka juga tetep masuk dalam DPT maupun DPS, dan mereka juga mempunyai hak pilih, meskipun pada kenyataannya ada diantara mereka yang tidak bisa menghadiri pada waktu pelaksanaaan pemungutan suara karna kondisinya mereka, seperti yang kondisinya berat kan ya gak mungkin untuk didatangkan da nada kewenangan dari pihak KKPS sendiri untuk mendatanginya. Sebenarnya sudah ada, namun saya sendiri belum pernah melihat apakah bagi para penyandang ini harus didatangi atau tidak saya belum tahu karna saya tidak terlibat dijajaran pengurusan atau panitia di KKPS itu sendiri, selama ini belum pernah tahu, hanya saja setahu saya mereka memiliki hak yang sama dengan masyarakat lain saya melihat sendiri dari DPT di daftar pemilih tetap itu nama mereka tercantum”.

ME “Jadi pendampingan atau apa dari panitia atau keluarga

sendiri sering ada nggak pak, kejadian seperti itu?”

DEV “Sebenarnya keluarga yang mendampingi itu keluarga ya,

mendampingi disini artinya baik itu prosesnya, pemungutan suaranya dibilik suara itu sebenarnya didampingi oleh keluarganya biasanya begitu dan itu memang sudah diatur didalam undang-undang kan, harus ada pendampingan bagi orang yang berkebutuhan kusus tentunya harus diawasi oleh para saksi-saksi supaya tidak terjadi hal-hal yang mengganggu jalannya proses pemungutan suara”.

ME “Tapi belum ada kejadian kasus seperti itu ya pak ya

disini?”

DEV “Sepengetahuan saya sendir belum ada, sepengetahuan saya

(37)

ME “Kalau bapak sendiri kuliah di UMNUH atau apa gitu rekan-rekan teman bapak pernah ada gak pak yang memberikan perlakuan yang kurang menyenangkan atau memberikan stigma apa, terkait bapak berasal dari desa sini mungkin?”

DEV “Kalau perlakuan kurang menyenangkan, tidak ernah mbak

justru mereka itu segan, segan dan sangat berhati-hati dalam bertanya itu, karna takut menyinggung, bukan takut gak berani apa ini takut menyinggung mereka sangat berhati-hati sekali dengan harapan mereka lebih bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya didaerah saya. Justru yang seperti bukan perlakuan yang kurang menyenangkan tidak pernah kita alami dan ditempat-tempat yang lain untuk warga yang biasanya kan komunitasnya juga berbeda-beda ada yang memang mengalaminya ada yang responnya ada yang marah ada yang sampek adu mulut seperti itu memang ada.”

ME “Ada ya pak ya?”

DEV “Ada, saya pernah denger cerita itu dari, warga ya ditanya

rumahnya mana? Gitu, bahkan, dari mungkin ndak tahu ya ini cerita dari warga ini cerita bohongan atau rekayasa atau mungkin hanya humor itu pernah diberhentikan sama petugas kepolisian itu, naik motor itu ugal-ugalan lampu merah diterobos aja hah begitu di berhentikan oleh petugas ditanya, alasannya apa menerobos lampu merah? Ndak tau pak, tadi masih hijau kan gitu, ceritanya begitu. Nah, ini tetep merah. Ndak pak. Setelah itu mau ditilang, dia bilang saya ndak salah pak. Ndak salah gimana la wong kamu nrobos lampu merah, kamu jelas-jelas salah lampu merah diterobos, terus kamu jalannya juga zig-zag, ugal-ugalan membahayakan pengendara yang lain, nah gitu bilangnya. Diem dia itu, akhirnya yang terakhir ditanya rumahnya mana? Krebet pak, gitu. Ngakunya krebet. Ohhh. . . Ya sudah lanusung jalan aja. Loh kenapa pak? Terah yo idiot lo we ke. Kan gitu. Dalam benak Si pengendara tadi mungkin bersyukur satu sisi bersyukur tidak jadi ditilang. Tapi di sisi yang lain tidak bisa dipungkiri bawasannya petugas itu sudah menganggap bawasannya kalau kampong idiot warganya nggak tahu aturan, sering melanggar aturan yang sudah ada. Nah inilah yang tidak menguntungkan buat kami, sebenernya itu.”

ME “Terus respon dia seperti apa pak, setelah langsung disuruh

pergi sama polisi tadi?”

DEV “Dia yaa langsung ngacir pergi. Hanya ceritanya setelah

kejadian itu.”

ME “Menurut bapak sendiri, kalau melihat masyarakatnya yang

(38)

DEV “Kalau dari aspek ekonominya sebagian besar mereka itu dari golongan duafa mbak, miskin ya. Lebih dari miskin ya, duafa fakir, mereka menghidupi keluarganya mencari penghasilan untuk kebutuhan keluarganya itu juga asal-asalan. Satu hari saja kadang gak cukup. Bekerja satu hari untuk makan sehari itu, bagaimana, ya seperti itu. Yawes parah keadaannya. Kadang-kadang itu kesehatannya juga(sambil menghela nafas). Tapi ya alhamdulliah samapai saat ini belum pernah yang. . .kadang itu kita melihat kondisi mereka itu sangat memperhatikan, kita ndak bisa berbuat apa-apa, padahal kita bisa. Tapi juga juga terbatas juga, karna jumlah mereka lebih banyak dari kita yang peduli gitu. Kalau toh kita peduli bisa bantu mereka itu belum seberapa, inilah yang membuat kita itu kadang-kadang miris dalam hati kita ingin membantu mereka pengin sekali memberdayakan mereka, meringankan beban mereka, tapi karna keterbatasan kita juga, belum dengan apa..(berhenti sejenak, ada beberapa murid yang sedang mengambil buku dikantor itu) seperti itu”.

ME “Tapi mereka yang keterbelakangan itu masih ada yang

bisa bekerja ya pak ya?”

DEV “Ada. Warga sekitar bersedia kok, bersedia memberikan

pekerjaan atau memberikan kesempatan kepada warga yang mengalami keterbelakangan itu untuk membantu pekerjaan mereka. Bahkan hamper semuanya kok, hamper semuanya entah itu disuruh secara langsung atau memang karena kebiasaan nah itu., kan ada yang karna kebiasaan setiap hari disitu rutinitasnya disitu meskipun bukan karna keluarganya, tanpa disuruhpun mengerjakan. Contohnya pada waktu panen jagung ya itu sampek berhari-hari yang disitu. Disalah satu rumah warga kita itu mbantu untuk ngupas jagung, sampek seperti itu. Yaaa ada juga yang sengaja untuk kita minta tolong itu ada. Macem-macem mbak sesuai dengan kemampuan mereka itu. Kalau yang debil itu, kan gak bisa diajak komunikasi sama sekali yang debil itu, yaaa wess dikasih tau ini, caranya begini sampekkk malam pun bahkan kalau disuruh makan kadang-kadang nggak mau gitu lo kalau nggak kemauanna sendiri begitu, jadi meskipun disitu ada jarang disentuh malahan, begitu”.

ME “Kalau dari aspek, sosialnya pak, hubungan dengan

masyarakat gimana?”

DEV “Masyarakat yang lain dengan sebagian warga yang

(39)

pelayanannya saja mereka khusus daripada yang lain. Karna ya itu tadi karna yang lain itu dengan lisan saja sudah cukup bisa memahami itu harus dengan cara ya unik ya, seperti diajak untuk apa diajari dulu.”

ME “Kalau dari aspek politiknya seperti PEMILU, kesamaan

hak didepan hukum seperti itu , gimana menurut bapak sendiri?”

DEV “Selama ini untuk aspek politiknya saya melihat sudah

cukup baik mbak, artinya mereka juga masuk di Daftar Pemilih Tetap mereka juga memiliki hak pilih saya rasa itu sudah cukup bai sekali jadi itu, harapan kita itu lebih cenderung kepada pelayanan yang lebih spesifik lagi yakni adanya pendampingan pada waktu pelaksanaan apa pemungutan suara seperti kesediaan panitia itu eemm apa isyilahya jemput bola. Namun, tidak menutup kemungkinan jika hal itu memberatkan, ya karna kondisinya. Yaa harapannya gini dengan adanya pendampingan itu tidak menimbulkan atau tidak mengurangi lancarnya kegiatan pesta politik sendiri atau pemilihan suara karna kita juga tahu secara politis kan praktek itu memang berbeda kita berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan atauran hukum yang sudah di berlakukan namun, dalam praktiknya kita seringnya menjadi masalah ada beberapa pihak yang kurang bisa menerima atau mersa dirugikan itu aja mbak”.

ME “Kalau menurut bapak sendiri ni solusi apa yang dapat

bapak berikan mengenai permasalahan-permasalahan warga yang mengalami retardasi mental ini?”

DEV “Harapan kita, solusinya itu untuk para penyandang

retardasi mental itu sebenarnya kita sudah melakukannya yakni berupa pemberian JADUP atau jatah hidup untuk mereka dari kementerian (berhenti sebentar ada anak murid yang masuk kantor dan sedikit rame, selang beberapa detik mulai kembali wawancara kami)

(40)
(41)

TRANSKRIP WAWANCARA

Kategori :Masyarakat Desa Sidoharjo

Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 11:36 WIB Kode Informan :ME

Kode Interviewer :ARI I. IDENTITAS DIRI

1. Nama (Inisial) :ARI

2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo 3. Usia :26 Tahun

4. Jenis Kelamin :Perempuan

5. Pekerjaan :Pedagang/Warung

6. Riwayat Pendidikan :SDN 3 Krebet Desa Sidoharjo

Hasil Observasi

Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah informan, karena mempunyai sebuah warung di depan rumah informan ada beberapa laki-laki yang sedang bersantai sambil minum kopi. Sedangkan kondisi di ruang tamu informan sangat sepi dan wawancara berlangsung sangat sanatai. Rumah informan ini pas didepan keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental. Keadaan Informan secara umum Informan adalah ibu satu anak yang berumur

enam tahun, kelas satu SD. Selain mengurus rumah tangga, informan juga sibuk mengurus warung kecilnya. Tidak jarang juga beliau pergi ke sawah untuk menggarap sawahnya. Pada saat wawancara berlangsung ibu informan sempat menyapa peneliti dengan membawakan makanan ringan dengan the panas.

Perilaku Informan secara umum pada saat interview

Informan sangat terbuka dan bersedia menjawab dengan semua pertanyaan saat wawancara berlangsung, selain itu juga beliau sangat komunikatif saat wawancara.

II. STIGMATISASI

ME “Mbak, apa yang mbak ketahui tentang keterbelakangan mental itu apa sih mbak?”

ARI “Maksudte pripun?”

ME “Ini mbak seperti orang-orang yang ada di Desa ini? Atau mungkin mbak punya sebutan lain?”

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana pentingnya peran perpustakaan sekolah juga dapat disimak dari pernyataaan seorang mantan anggota komisi pendidikan di Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa apa

Artikel ini mengkaji tentang nasionalisme dan digitalisasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Nasionalisme yang dimaksudkan dalam penelitian ini terkait dengan bentuk

pelanggaran dan dosa, bahwa perlindungan hanya dari Allah semata, dan sekaligus menyadari bahwa segala sesuatu sudah ditentukan takdir baik dan buruknya;

Secara umum dalam penelitian ini telah ditunjukan mengenai hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel tak bebas dimana variabel tak bebas disini berbentuk proporsi,

Terapi konservatif meliputi posisi berbaring, analgesia, stagen abdomen, pemberian cairan infus atau oral, dan kaffein. Menjaga pasien tetap supine akan mengurangi

Setelah dilakukan penelitian tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks pada wanita usia subur, diketahui bahwa mayoritas

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 diatas, diketahui dari 16 responden bahwa hampir seluruh responden sebelum diberikan promosi kesehatan mempunyai motivasi

Dari vektor ciri variabel habitat dengan komponen utama dapat dilihat bahwa variabel kelompok tanah dan jarak dari sungai mempunyai hubungan yang positif dan tinggi dengan