• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2015"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2015

 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2014 sebesar 225.463. Angka ini mengalami penurunan pada Maret 2015 menjadi 225.363 dan secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,44 persen.

 Kondisi year-on-year (y-o-y) dari Maret 2014 ke Maret 2015 penurunan jumlah penduduk sebesar 4,07 ribu jiwa atau menurun sekitar 1,31 pesen.

 Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan mengalami peningkatan. September 2014 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 14.061 jiwa meningkat menjadi 19.335 jiwa pada Maret 2015. Untuk daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin kondisi September 2014 sebesar 211.402 jiwa turun menjadi 206.028 jiwa pada Maret 2015.

 Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat Maret 2015 sebesar 441.569 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar Rp.3416.975 dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar Rp.94.594. Angka ini mengalami peningkatan 3,02 persen dari kondisi September 2014. Secara year on year GK Maret 2015 meningkat sebesar 11,04 persen dari kondisi Maret 2014 (Rp.397.662).

 Komoditi makanan yang paling besar berpengaruh terhadap kenaikan garis kemiskinan perkotaan dan pedesaan adalah beras dengan share tertinggi terhadap total Garis Kemiskinan Makanan.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2015 (6,24%) mengalami penurunan dari kondisi September 2014 (5,92%). Kondisi yang sama juga terjadi dengan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), dimana kondisi Maret 2015 sebesar 2,33 persen mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi September 2014 (1,87 %).

(2)

1.

Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat, Maret 2009 - Maret 2015

Secara umum dari tahun 2009 - 2014 terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat tahun 2009 sebanyak 256.840 jiwa (35,71 persen) mengalami penurunan menjadi 225.362 jiwa (25,82 persen) pada Maret 2015. Penurunan jumlah penduduk miskin periode dari Maret 2009 hingga September 2014 sebesar 9,45 poin.

Selama tahun 2009–2014 persentase penduduk miskin di daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Dalam kurun waktu 6 tahun (Maret 2009– Maret 2015), penurunan persentase penduduk miskin daerah pedesaan sebesar 9,89 persen. Secara spasial, jumlah penduduk miskin daerah pedesaan menunjukan pernurunan berarti dan hal tersebut berbanding terbalik dengan daerah perkotaan yang relatif meningkat.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, 2009 – 2014

Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 – Maret 2015

(3)

Garis kemiskinan di Provinsi Papua Barat Maret 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp.12.961 (2,94 %) dari September 2014. Secara y-o-y Garis kemiskinan dari Maret 2014 ke Maret 2015 naik kemerosotan Rp. 43.907 (9,94 %). Peningkatan Garis Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi daerah. Tercata selama periode Maret 2014-Maret 2015 terjadi inflasi cukup tinggi sekitar 6 persen.

2. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2014 - Maret 2015

Grafik 2. Kontribusi Komoditi Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, September 2014

Jumlah dan Persentase penduduk miskin perkotaan dalam kurun waktu Maret 2009– Maret 2015 berfluktuasi. Tercatat pada Maret 2009 persentase penduduk miskin perkotaan sebesar 5,22 persen. Angka ini berfluktuasi dan mencapai 5,86 persen pada Maret 2015.

Secara absolut dan persentase penduduk miskin di daerah pedesaan kontradiksi dengan wilayah perkotaan, tetapi secara trend penurunan tingkat kemiskinan, wilayah pedesaan memiliki tren yang lebih baik. Kondisi Maret 2009, persentase penduduk miskin daerah pedesaan sebesar 44,71 persen turun 6,76 poin menjadi 37,97 persen pada Maret 2015.

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah di Provinsi Papua Barat Maret 2014 - Maret 2015

GARIS KEMISKINAN (GK)

Maret 2014 September 2014 Maret 2015 Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Garis Kemiskinan Makanan (GKM) 303,955 321,560 316,314 320,231 350,636 341,614 328,107 358,458 346,975 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) 112,203 68,252 81,348 120,010 73,066 86,994 123,915 76,749 94,594 Garis Kemiskinan (GK ) TOTAL 416,158 389,812 397,662 440,241 423,701 428,608 452,022 435,207 441,569

(4)

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa selama periode Maret 2014 ke Maret 2015 terjadi peningkatan garis kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Secara

y-o-y (Maret 2014-Maret 2015) daerah perdesaan mengalami peningkatan garis kemiskinan sebesar 10,43 persen sementara di perkotaan meningkat sebesar 7,93 persen dan secara keseluruhan GK y-o-y Papua Barat meningkat sebesar 9,94 persen.

Kontribusi Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 sebesar 78,58 persen dan GK Non Makanan sebesar 21,42 persen. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK untuk wilayah perkotaan adalah beras (33,49%), rokok kretek filter (9,35%), ikan tongkol/tuna/cakalang (7,85%), roti tawar/manis (5,42%), dan gula pasir (4,51%). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah beras (28,27%), rokok kretek filter (13,53%), gula pasir (5,34%), telur ayam ras (3,79%) dan ikan tongkol/ tuna/cakalang (3,58%).

Penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat selama periode September 2014 - Maret 2015 tidak sejalan dengan perbaikan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Secara spasial indeks P1 dan P2 wilayah perkotaan menunjukan perbaikan, sedangkan wilayah pedesaan sebaliknya. Secara y-o-y dari Maret 2014-Maret 2015 nilai P1 wilayah perkotaan sebesar 1,29 persen turun menjadi 0,72 persen, dan nilai P2 perkotaan sebesar 0,39 persen pada Maret 2014 turun menjadi 0,17 persen pada Maret 2015. Selengkapnya dapat dilihat pada table 3 dibawah ini.

Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015

(5)

 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.

 Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.

4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, September 2013 - September 2014 Grafik 3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

(6)

 Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.

 Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.

 Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

 Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414

Info lebih lanjut hubungi :

RATNA MH. GUSTI, SE (Kabid Statistik Sosial)

Cp : 0852 5407 2682

MASADI Y K, S.ST (Kasie. Statistik Ketahanan Sosial)

Gambar

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat  Menurut Daerah, 2009 – 2014
Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah di Provinsi Papua Barat  Maret 2014 - Maret 2015
Tabel  2 memperlihatkan  bahwa  selama  periode  Maret  2014  ke  Maret  2015  terjadi  peningkatan garis kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di  Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, September 2013 - September 2014  Grafik 3

Referensi

Dokumen terkait

Dinamika penerimaan diri pada subjek dengan umur yang paling tua dapat narpidana wanita bergantung pada faktor yang menerima keadaan subjek dengan cepat, bahkan menjadi

Salah satu hikayat yang berbentuk cerita lisan terdapat dalam tradisi mauluik dikia pada masyarakat penganut Tarekat Syatariyah di kota Padang.. Melihat kedudukan hikayat

Kepada semua teman-teman Fakultas Teknik Program Studi sistem Informasi khususnya angkatan 2010 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan saran

Penelitian ini dilakukan rancangan perlakuan faktorial dengan menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan tiga kelompok. Dari

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengarusutamaan gender,

Demikian pula adanya Instruksi Walikota Bandung Nomor 002 Tahun 2013 tanggal 20 September 2013 tentang Rencana Aksi Menuju Bandung Juara telah mencanangkan 24 Kelompok

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, pada tahun 2006 tidak terdapat kasus Filaria.Sedangkan Tahun 2007 penderita filariasis sejumlah 2 jiwa

Kemudian pada saat itu pula kapal 1 yaitu Arjuna Satu yang ingin keluar dari pelabuhan menuju daerah di perairan karang jamuang berpapasan dengan kapal 1 dalam