PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2017
Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2016 sebesar 223,60 ribu jiwa (24.88 persen). Angka ini mengalami kenaikan pada Maret 2017 menjadi 228,38 ribu jiwa (25.10 persen) dan secara persentase mengalami kenaikan sebesar 0,22 poin persen. Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan dan pedesaan mengalami kenaikan.
September 2016 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 20,11 ribu jiwa, meningkat menjadi 20,77 ribu jiwa pada Maret 2017, dan di daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin pada September 2016 sebesar 203,49 ribu jiwa meningkat pada Maret 2017 menjadi 207,69 ribu jiwa pada Maret 2017.
Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat Maret 2017 sebesar 499.777 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar 389.400 rupiah dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar 110.377 rupiah. Angka GK Maret 2017 mengalami peningkatan 1,38 persen dari kondisi September 2016 dan secara year on year meningkat sebesar 5,22 persen dari kondisi Maret 2016.
Komoditas beras dan rokok kretek filter memiliki share tertinggi terhadap pembentukan GKM, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Share komoditi beras terhadap pembentukan GKM wilayah perkotaan sebesar 20,61 persen dan 18,52 persen untuk wilayah pedesaan. Untuk komoditas rokok kretek filter memiliki share 18,14 persen di pedesaan dan 9,91 persen di perkotaan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2017 sebesar 6,745 poin. Angka ini mengalami kenaikan dari September 2016 (6,279 poin). Kenaikan nilai P1 sebesar 0,466 poin mengindikasikan pendapatan perkapita dari penduduk miskin tidak meningkat signifikan dan tidak diimbangi dengan laju kenaikan Garis Kemiskinan. Hal yang sama juga terjadi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kondisi P2
pada September 2016 sebesar 2,227 poin mengalami kenaikan pada Maret 2017 (2,452 poin). Hal ini mengindikasikan bahwa GAP pendapatan perkapita antar sesama penduduk miskin semakin melebar.
1.
Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat
Secara umum, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan selama periode Maret 2009—Maret 2017. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat pada September 2016 223,60 ribu jiwa, mengalami kenaikan pada Maret 2017 menjadi 228,38 ribu jiwa. Secara year on year (y-o-y) dari
Maret 2016
-Maret 2017, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 2,58 ribu jiwa.Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 — Maret 2017
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Tahun Persentase Penduduk Miskin (P0) Jumlah Penduduk Miskin (000)
Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa
Mar 2009 5.22 44.71 35.71 8.55 248.29 256.84 Mar 2010 5.73 43.48 34.88 9.59 246.66 256.25 Mar 2011 6.05 39.56 31.92 10.76 238.47 249.23 Sept 2011 5.71 38.3 28.53 13.54 212.21 225.75 Mar 2012 5.76 37.73 28.20 13.75 212.34 226.09 Sept 2012 5.36 36.33 27.04 13.05 206.56 219.61 Mar 2013 5.65 35.64 26.67 13.91 205.61 219.52 Sept 2013 4.89 36.88 27.14 12.41 213.83 226.24 Mar 2014 5.86 36.16 27.13 14.78 214.65 229.43 Sept 2014 5.52 35.01 26.26 14.06 211.40 225.46 Mar 2015 5.86 37.97 25.82 19.34 206.03 225.36 Sept 2015 5.68 37.94 25.73 18.82 206.72 225.54 Mar 2016 6.14 37.48 25.43 20.96 204.85 225.80 Sept 2016 5.69 37.33 24.88 20.11 203.49 223.60 Mar 2017 5.83 37.44 25.10 20.70 207.69 228.38
Garis kemiskinan (GK) Provinsi Papua Barat Maret 2017 sebesar Rp.499.777 yang dibangun dari GK Makanan Rp.389.400 dan GK Non Makanan Rp.110.337. GK Maret 2017 meningkat sebesar 1,38 persen dibandingkan GK kondisi September 2016 (Rp. 492.969), dan secara y-o-y (Maret 2016 -Maret 2017) GK mengalami peningkatan sebesar 5,22
persen.
Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa periode September 2016 - Maret 2017 terjadi peningkatan GK sebesar 1,49 persen untuk perkotaan dan 1,48 persen di perdesaan. Secara
y-o-y (Maret 2016 - Maret 2017) GK perkotaan mengalami peningkatan sebesar 5,77 persen sementara di perdesaan meningkat sebesar 4,62 persen dan secara keseluruhan Papua Barat mengalami peningkatan GK dari Maret 2016 - Maret 2017 sebesar 5,22 persen. Share komoditas makanan masih mendominasi dalam pembentukan garis kemiskinan di Papua Barat. Kondisi Maret 2017 menunjukan bahwa 77,91 persen share GK-Makanan terhadap GK dan share GK-Non Makanan 22,09 persen. Dominasi ini terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan, share GK-Makanan sebesar 72,77 persen, dan daerah perdesaan sebesar 81,31 persen. (Lihat grafik-2).
2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua Barat
Secara kewilayahan selama tahun 2009–2017 persentase penduduk miskin daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Kondisi Maret 2016, persentase penduduk miskin perdesaan 37,48 persen turun menjadi 37,44 persen pada Maret 2017. Kendati tingkat kemiskinan daerah pedesaan 0,04 poin persen, tetapi secara absolut di wilayah pedesaan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 2,84 ribu jiwa. Kondisi jumlah penduduk miskin daerah perkotaan juga mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan Maret 2016 mencapai 6,14 persen. Angka tersebut menurun sebesar 0,31 poin persen menjadi 5,83 persen pada Maret 2017 . (Lihat table 1)
Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan Provinsi Papua Barat, Maret 2016 - Maret 2017
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Garis Kemiskinan
(GK)
Maret 2016 September 2016 Maret 2017
Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Garis Kemiskinan Makanan (GKM) 355,672 382,574 372,548 370,573 391,900 384,627 375,360 397,246 389,400 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) 132,055 84,422 102,419 137,689 89,046 108,342 140,489 91,318 110,377 Garis Kemiskinan Total (GK) 487,727 466,996 474,967 508,262 480,946 492,969 515,849 488,564 499,777
Komoditas makanan yang menjadi penyumbang share terbesar dalam pembentukan GK baik di Kota maupun di Desa adalah beras dan rokok kretek filter. Share komoditas beras terhadap pembentukan GK-Perkotaan sebesar 20,61 persen dan untuk pedesaan sebesar 18,52 persen.
Hal menarik terjadi di daerah pedesaan adalah komoditas rokok kretek filter memiliki share tertinggi dalam pembentukan GK Pedesaan. Artinya bahwa konsumsi rokok pada penduduk miskin sangat dominan. Data menyebutkan bahwa pada Maret 2017, penduduk miskin daerah pedesaan memiliki rata-rata pengeluaran perkapita kurang dari Rp.488.564 rupiah, dan dari angka tersebut rata-rata dikeluarkan Rp.90.482 ribu rupiah untuk membeli rokok.
3. Share Komoditas Utama terhadap Garis Kemiskinan
Grafik 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, Maret 2017
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Tabel 3. Share komoditas Makanan dan Non Makanan dalam Pembentukan Garis Kemiskinan Perkotaan dan Perdesaan, Maret 2017
Untuk wilayah perkotaan, pengeluaran perkapita penduduk miskin kurang dari Rp. 515.849 rupiah, dan dari angka tersebut penduduk miskin perkotaan menggunakan Rp. 51.121 rupiah untuk membeli rokok. Komoditas rokok masuk dalam perhitungan garis kemiskinan makanan berdasarkan
Classification of Individual Consumption by Purpose
(COICOP).Untuk komoditas non makanan, share tertinggi adalah perumahan dan angkutan. Share komoditas perumahan di pedesaan sebesar 9,63 persen dan untuk wilayah perkotaan sebesar 11, 19 persen.
Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/P1 (seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan/P2 (keragaman pengeluaran antar penduduk miskin) dari kemiskinan.
Selama periode Sepetember 2016 - Maret 2017 nilai P1 mengalami kenaikan dari 6,28 menjadi 6,74 poin. Secara y-o-y dari Maret 2016-Maret 2017 nilai P1 mengalami perbaikan
sebesar 0,47 poin.
Hal yang sama juga terjadi pada nilai P2. September 2016 capaian P2 Provinsi Papua Barat sebesar 2,23 poin, naik menjadi 2,45 poin pada Maret 2017. Untuk capaian setahun terakhir (y-o-y), terjadi perbaikan nilai P2 sebesar 0,37 poin.
Dilihat secara kewilayahan untuk daerah kota-desa, kenaikan P1 dan P2 lebih besar terjadi di perdesaan yang berarti bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Intevensi dan perbaikan program perlu diperhatikan khusus di daerah perdesaan.
Grafik 3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret 2009 – September 2016
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.
Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005), PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011, dan Pendataan Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 yang diselenggarakan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian bantuan. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.
Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.
Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, September 2015 - September 2016
Indikator Kemiskinan
Maret 2016 September 2016 Maret 2017
Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa
Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) 0.85 11.18 7.21 1.30 9.51 6.28 0.99 10.43 6.74 Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) 0.19 4.46 2.82 0.36 3.44 2.23 0.27 3.85 2.45
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414
Info lebih lanjut hubungi : Dedi Cahyono, SE, MA, MSE
Cp : 0812 2721 488
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.