• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2016

 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2016 sebesar 225,80 ribu jiwa (25.43 persen). Angka ini mengalami penurunan pada September 2016 menjadi 223,60 ribu jiwa (24.88 persen) dan secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,55 poin.

 Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan dan daerah mengalami penurunan, Maret 2016 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 20,96 ribujiwa turun menjadi 20,11 ribu jiwa pada September 2016, dan di daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin dari 204,85 ribu jiwa pada Maret 2016 turun menjadi 203,49 ribu jiwa pada September 2016.

 Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat September 2016 sebesar 492.969 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar 384.627 rupiah dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar 108.341 rupiah. Angka GK September 2016 mengalami peningkatan 3,79 persen dari kondisi Maret 2016 (474.967 rupiah) dan secara year on year meningkat sebesar 6,15 persen dari kondisi September 2015 (465.348 rupiah).

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2016 (6,28) mengalami penurunan dari kondisi Maret 2016 (7,21) yang mengindikasikan ada perbaikan kondisi ekonomi/ pendapatan perkapita dari penduduk miskin yang berpengaruh langsung kepada penduduk miskin, sehingga pendapatan perkapita dari penduduk miskin akan mulai bergerak mendekati garis kemiskinan (GK).

 Hal yang sama juga terjadi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2016 sebesar 2,23 yang mengalami perbaikan dari kondisi Maret 2016 (2,82). Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan perkapita antar sesama penduduk miskin semakin homogen dan merata.

(2)

1.

Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat

Secara umum, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat turun selama periode tahun 2009-2016. Setahun terakhir jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat menurun dari 225,80 ribu jiwa pada Maret 2016 menjadi 223,60 ribu jiwa pada September 2016. Secara persentase penduduk miskin pun turun sebesar 0,55 poin persen dari 25,43 persen pada Maret 2016 menjadi 24,88 persen pada September 2016.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 — September 2016

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Maret 2009 – September 2016

(3)

Garis kemiskinan di Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 492.969 yang dibangun dari GKM sebesar Rp.384.627 dan GKNM Rp.108.341. GK September 2016 meningkat sebesar 3,79 persen dibandingkan GK kondisi Maret 2016. Dan secara y-o-y mengalami peningkatan sebesar 5,94 persen dari GK September 2015.

Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa selama periode September 2015 - September 2016 terjadi peningkatan GK baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Secara y-o-y (September 2015 - September 2016 ) GK perkotaan mengalami peningkatan sebesar 6,18 persen sementara di perdesaan meningkat sebesar 5,19 persen dan secara keseluruhan Papua Barat mengalami peningkatan GK dari September 2015 - September 2016 sebesar 5,94 persen.

Share komoditas makanan masih mendominasi dalam pembentukan garis kemiskinan di Papua Barat. Kondisi September 2016 menunjukan bahwa 78,02 persen share GK-Makanan terhadap GK dan share GK-Non Makanan 21,98 persen. Dominasi ini terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan, share GK-Makanan sebesar 72,91 persen, dan daerah perdesaan sebesar 81,49 persen. (Lihat grafik-2).

2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua Barat

Secara spasial kewilayahan selama tahun 2009–2016 persentase penduduk miskin daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Kondisi Maret 2016, persentase penduduk miskin di perdesaan sebanyak 204,85 ribu jiwa (37,48 persen) turun menjadi 203,49 ribu jiwa (37,33persen) pada September 2016.

Kondisi jumlah penduduk miskin daerah perkotaan juga mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan mencapai 5,69 persen pada September 2016. Angka tersebut menurun sebesar 0,45 poin persen dari kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 6,14 persen. (Lihat table 1)

Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan Provinsi Papua Barat, September 2015 - September 2016

(4)

Komoditas makanan yang menjadi penyumbang share terbesar dalam pembentukan GK baik di Kota maupun di Desa adalah beras dan rokok kretek filter. Share komoditas beras terhadap pembentukan GK-Perkotaan sebesar 19,31 persen dan untuk perdesaan sebesar 20,71 persen.

Komoditas rokok kretek filter masuk dalam perhitungan komoditas makanan dengan share terbesar kedua setelah beras. Data menyebutkan bahwa rokok banyak dikonsumsi oleh masyarakat miskin sehingga masuk dalam perhitungan pembentukan GK. Selain itu komoditas rokok juga masuk dalam perhitungan garis kemiskinan berdasarkan

Classification of Individual Consumption by Purpose

(COICOP).

Di daerah perdesaan rata-rata penduduk miskin mengeluarkan 13,47 persen atau sekitar Rp.64.700,- untuk membeli rokok, dan penduduk di daerah perkotaan mengeluarkan sekitar 10,51 persen (Rp.53.400) untuk konsumsi rokok.

3. Share Komoditas Utama terhadap Garis Kemiskinan

Grafik 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, September 2016

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 3. Share komoditas Makanan dan Non Makanan dalam Pembentukan Garis Kemiskinan Perkotaan dan Perdesaan, September 2016

(5)

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, September 2015 - September 2016

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/P1 (seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan/P2 (keragaman pengeluaran antar penduduk miskin) dari kemiskinan.

Selama periode Maret 2016 - September 2016 nilai P1 turun dari 7,21 pada Maret 2016 menjadi 6,28 pada September 2016. Penurunan juga terjadi pada nilai P2 dari 2,82 pada Maret 2016 menjadi 2,23 pada September 2016.

Dilihat secara daerah kota-desa, kenaikan P1 dan P2 lebih besar terjadi di perdesaan yang berarti bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Intevensi dan perbaikan program perlu diperhatikan khusus di daerah perdesaan.

Grafik 3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret 2009 – September 2016

(6)

4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.

 Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.

 Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.

 Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.

 Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

 Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

(7)

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414

Info lebih lanjut hubungi : Dedi Cahyono, SE, MA, MSE

Cp : 0812 2721 488 MASADI Y K, S.ST Cp : 0812 1061 9231

Gambar

Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat  Maret 2009 – September 2016
Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa selama periode September 2015 - September 2016  terjadi peningkatan GK baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan
Grafik 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan           terhadap Garis Kemiskinan, September 2016
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)  Provinsi  Papua Barat Menurut Daerah, September 2015 - September 2016

Referensi

Dokumen terkait

Presentase jumlah gabah isi pada perlakuan banjir selama 6 hari dan 9 hari memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa semakin lama tanaman padi

Dinamika penerimaan diri pada subjek dengan umur yang paling tua dapat narpidana wanita bergantung pada faktor yang menerima keadaan subjek dengan cepat, bahkan menjadi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeselaikan skripsi

Kepada semua teman-teman Fakultas Teknik Program Studi sistem Informasi khususnya angkatan 2010 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan saran

Hasil analisis data menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa dengan menerapkan model pembelajaran inquiry training pada keterampilan merumuskan hipotesis,

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengarusutamaan gender,

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, pada tahun 2006 tidak terdapat kasus Filaria.Sedangkan Tahun 2007 penderita filariasis sejumlah 2 jiwa

Kemudian pada saat itu pula kapal 1 yaitu Arjuna Satu yang ingin keluar dari pelabuhan menuju daerah di perairan karang jamuang berpapasan dengan kapal 1 dalam