• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Panen

2.1.1 Panen Kelapa Sawit

Panen merupakan subsistem produksi di perkebunan kelapa sawit yang menghubungkan kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS). Pekerjaan pemanenan meliputi memungut atau melepaskan buah dari pohon, mengumpulkan hasil panen ke pabrik, memaksimalkan hasil panen dengan meminimalkan kehilangan, dan melakukan sortasi (seleksi) hasil panen (Sunarko, 2012).

Menurut Suryanto (1993) panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang kemudian mengutip tandan dan brondolan yang tercecer di dalam dan di luar piringan. Selanjutnya menyusun tandan buah di tempat pengumpulan hasil (TPH). Buah tersebut matang panen apabila brondolannya telah lepas dan jatuh secara alami dari tandannya.

Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3 – 14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10 – 15 TBS per tahun dengan berat 3 – 40 kg/tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000 – 3000 brondolan dengan berat berkisar 10 – 20 g/brondolan. Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) serta ke pabrik. Tujuan panen kelapa sawit adalah memperoleh produksi yang baik dengan rendemen minyak yang tinggi (Pahan, 2010).

(2)

5

Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit. Awalnya buah kelapa sawit berwarna hijau disebabkan adanya zat klorofil, kemudian berubah menjadi kehitam-kehitaman yang dipengaruhi oleh zat warna B-karoten. Setelah warna yang terakhir ini, minyak kelapa sawit di dalam daging buah telah mencapai jumlah maksimum, dan selanjutnya buah kelapa sawit akan membrondol (Harthley, 1998).

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5 – 6 bulan setelah penyerbukan . Agar pemanenan berjalan lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus disiapkan dan jalan pengangkatan hasil (pasar pikul) diperbaiki untuk memudahkan pengangkutan hasil panen dari kebun ke pabrik. Para pemanen juga harus mempersiapkan peralatan yang akan digunakan. Pemanenan kelapa sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum agar tandan buah segar (TBS) yang dipanen sudah matang, sehingga minyak kelapa sawit yang dihasilkan bermutu baik (Widya, 2009).

2.1.2 Persiapan Panen

Persiapan panen berkaitan dengan penyediaan alat-alat kerja dan pera latan panen yang diperlukan. Kegiatan awal lainnya dalam persiapan panen yaitu pembuatan atau peningkatan mutu jalan, karna jalan merupakan faktor penunjang yang penting dalam pengangkutan hasil dari kebun ke pabrik. Akses jalan yang perlu di persiapkan untuk proses panen di antaranya jalan penghubung (jalan utama), jalan produksi, jalan kontrol dan jalan pikul (pasar).

Jalan utama menghubungkan satu afdeling dengan afdeling lainnya atau afdeling dengan pabrik. Jalan produksi dibuat di tengah perkebunan setiap afdeling, dari afdeling ke pabrik tegak lurus dengan barisan tanaman. Di jalan produksi dibuat TPH. Sementara itu, jalan kontrol menghubungkan satu blok dengan blok lainnya

(3)

6

(di tekankan hanya untuk mengontrol). Semua akses jalan perlu mendapat perhatian dan perawatan untuk menjamin kelancaran transportasi saat panen (Sunarko, 2009)

2.1.3 Keberhasilan Panen

Keberhasilan panen sangat ditentukan dari hasil produksi kebun, meliputi tandan, minyak, dan inti sawit. Kualitas dan kuantitas produksi dalam jumlah banyak dengan mutu yang baik akan menghasilkan keuntungan yang besar dan menandakan keberhasilan panen. Keberhasilan panen di pengaruhi oleh persiapan panen yang baik dan efektif. Kondisi jalan, tenaga kerja pemanen mandiri (jumlah dan kemampuannya), alat panen yang harus disediakan (egrek, dodos dan kapak), waktu memulai panen, pemahaman kriteria matang tandan, dan cara memanen. Selain itu keberhasilan panen juga di tentukan oleh kondisi kebun dan situasi lingkungan kebun iklim, topografi, sarana, dan prasarana (Sunarko, 2009).

2.2 Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas (ALB) minimal. pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan (Fauzi, dkk, 2012)

(4)

7

Tabel 2.1 Kriteria Tingkat Kematangan Buah

Fraksi Buah Jumlah Brondolan

Fraksi 00 Buah sawit sangat mentah , brondolan 0%

Fraksi 0 Buah mentah, brondolan 1 – 12,5%

Fraksi 1 Buah kurang matang, brondolan 12,5 – 25%

Fraksi 2 Buah matang I, brondolan 25 – 50%

Fraksi 3 Buah matang II, brondolan 50 – 75%

Fraksi 4 Buah lewat matang I, brondolan 75 - 100%

Fraksi 5 Buah lewat matang II, bagian dalam ikut membrondol

Fraksi 6 Tandan Kosong, semuanya membrondol

Sumber : Publikasi PPKS dan LPP

Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas (ALB) rendah. Pada saat ini, kriteria umum matang panen yang banyak digunakan adalah berdasarkan jumlah brondolam yaitu tanaman dengan umur kurang lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan. (Akiyat, 2002).

Identifikasi tentang kematangan buah mempunyai arti penting, Karena jumlah dan mutu yang akan di peroleh sangat ditentukan oleh factor rendemen dan asam lemak bebas (ALB). Buah tepat matang diartikan sebagai buah yang kondisinya memberikan kuantitas dan kualitas minyak yang maksimal. Buah matang bersifat kritis karena menyangkut jangka waktu yang pendek, yang di artikan bahwa buah

yang melewati titik matang kualitas minyak sawit mulai menurun, sebab

meningkatnyaasamlemakbebas(ALB). (Mangoensoekarjo. S, 2003).

2.2.1 Rotasi Panen

Rotasi panen adalah waktu yang dibutuhkan antarpanen yang terakhir dan panen berikutnya ditempat yang sama. Rotasi panen tergantung pada kecepatana buah

(5)

8

matang. Rotasi panen umumnya menggunakan simbol 6/7 yang artinya 6 hari kerja dengan interval 7 hari, sehingga dalam satu bulan dipanen sebanyak 4 kali. Atau 5/7, artinya 5 hari memanen dengan rotasi 7 hari. Umumnya rotasi dengan menggunakan sistem tersebut masih sesuai dan buah tidak lewat matang. Panen yang terlambat, dengan rotasi lebih dari 7 hari mengakibatkan peningkatan persentase buah yang terlalu matang (Widodoro, 2013).

2.2.2 Sistem Ancak Panen

Ancak panen adalah suatu luasan yang ditugaskan kepada seoarang pemanen yang menjadi tanggung jawab seorang pemanen. Di perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikenal dengan tiga sistem ancak panen, yaitu sebagai berikut :

a) Ancak tetap

Ancak tetap adalah setiap pemanen diberikan ancak panen yang sama dengan luasan tertentu dan selesai pada hari tertentu, hal ini menjamin diperolehnya tandan buah segar (TBS) dengan kematangan optimal (Fauzi,

dkk, 2012).

b) Ancak giring

Ancak giring adalah setiap pemanen diberikan ancak per baris tanaman dan digiring secara bersama sama. Sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil lebih cepat sampai ke tempat pemungutan hasil (TPH) dan pabrik (Fauzi, dkk, 2012).

c) Ancak giring tetap

Sistem panen ancak giring tetap adalah gabungan dari ancak giring dan ancak tetap. Pada sistem panen ini pemanen diberikan ancak dengan luas tertentu dan juga dilakukan perpindahan ancak dengan digiring oleh mandor, sehingga dalam pelaksanaan panen kelapa sawit memperoleh rendemen yang baik dan buah juga cepat keluar dari kebun kelapa sawit.

(6)

9 2.2.3 Kerapatan Panen

Kerapatan panen adalah jumlah pohon yang dapat dipanen dari suatu luasan tertentu. Angka kerapatan panen (AKP) dipakai untuk meramalkan produksi, kebutuhan pemanen, kebutuhan truk, pengolahan TBS pada esok harinya. Perhitungan ramalan produksi (P) adalah hasil perkalian antara jumlah pohon yang produktif (JP), jumlah tandan matang panen/jumlah pohon yang diamati (AKP) dan rata-rata berat tandan (RBT). Secara matematis dituliskan yaitu P= AKP x RBT x JP. Dengan demikian, jumlah pemanen adalah ramalan produksi/prestasi pemanen (Buana, 2002).

Kerapatan matang panen adalah sejumlah angka yang menunjukan tingkat kerapatan pohon matang panen di dalam suatu areal, baik itu pada sistem blok maupun sistem grup, tujuannnya ialah untuk mendapatkan minimal satu tandan yang matang panen. Sebagai contoh, kerapatan panen 1:5, artinya setiap 5 pohon akan ditemukan minimal 1 tandan yang matang panen. Untuk menghitung kerapatan panen dalam suatu areal dapat mengambil beberapa pohon yang akan digunakan sebagai contoh secara sistematis. Misalnya, di dalam suatu blok diambil sebanyak 10 barisan tanaman sebagai barisan pohon contoh, kemudian kemudian di dalam setiap barisan tersebut ditentukan pula sebanyak 10 barisan untuk contoh perhitungan. Dengan demikian, di dalam satu blok akan digunakan sebanyak 100 batang contoh. Selanjutnya, pada setiap pohon tersebut dilakukan perhitungan dan pencatatan jumlah tandan yang matang panen. Jika ternyata yang matang panen adalah 25 tandan yang matang panen maka kerapatan panen-nya adalah 100 : 25 = 4. Atau 1 : 4, hal ini berarti rata-rata setiap 4 pohon akan dijumpai 1 tandan yang matang panen. Dengan demikian, kerapatan tersebut akan mewakili seluruh areal yang akan dipanen (Fauzi, dkk, 2012).

(7)

10 2.2.4 Kapasitas Panen

Kapasitas panen sangat bergantung kepada beberapa hal berikut ini : Produksi tanaman kelapa sawit per ha, umur tanaman (tinggi), topografi areal, kerapatan pohon, premi, musim panen (puncak/kecil), kemampuan panen.

2.3 Produktivitas Tenaga Kerja Pemanen Kelapa Sawit

Produktivitas tenaga kerja pemanen kelapa sawit adalah kemampuan tenaga kerja dalam melakukan kegiatan panen, yaitu pemotongan tandan buah matang panen dan pengutipan brondolan, dibandingkan dengan target panen yang telah ditetapkan perusahaan. Beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pemanen kelapa sawit, yaitu (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009) :

1. Pengetahuan pemanen tentang persiapan alat panen dan keterampilan (Skill) dalam memanen kelapa sawit,

2. Pemahaman kriteria matang panen buah kelapa sawit, 3. Pemahaman rotasi panen yang tepat,

4. Pemahaman sistem panen yang digunakan, dan 5. Sarana pasca panen yang digunakan.

Untuk mencapai produksi yang tinggi tentunya peranan tenaga kerja dalam suatu perusahaan menjadi faktor yang sangat mendukung dalam meningkatkan produktivitas. Dengan meningkatkan produktivitas maka akan terjadi peningkatan langsung pada standar hidup (Setiowati, 2007). Produktivitas tenaga kerja berkaitan erat dengan kuantitas produksi yang akan dihasilkan. Dengan kata lain, apabila produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang digunakan tinggi akan menghasilkan produksi yang tinggi pula (Sinungan, 1992; Mardiana, 2001; dan Daniar, 2006).

Tenaga kerja memiliki peran dalam penentuan mutu dan kualitas buah. Kesalahan akibat kelalaian tenaga kerja panen, misalnya kesalahan pemetikan

(8)

11

kelapa sawit saat panen seperti memotong buah mentah, meninggalkan buah lepas di sekitar pokok dan tempat pengumpulan hasil (TPH), kesalahan saat pengangkutan tandan buah segar (TBS) menuju TPH dan kesalahan ketika melempar tandan ke alat transportasi yang menyebabkan mutu kelapa sawit berkurang. Pengukuran produktivitas tenaga kerja di lapangan perlu dilakukan guna mengetahui tolak ukur produktivitas yang telah dicapai. Faktor penentu produktivitas kerja perlu diketahui sebab menentukan bentuk kebijakan yang dapat dilakukan perusahaan. Pengelolaan tenaga kerja yang baik dapat mengurangi tingkat kesalahan tenaga kerja panen kelapa sawit dan meningkatkan produktivitas kerja sehingga kualitas kelapa sawit yang dihasilkan menjadi baik dan memudahkan pencapaian tujuan perusahaan (Lubis, 1992).

Pengamatan lapangan difokuskan untuk mengetahui produktivitas kerja pada kegiatan panen, terutama tenaga kerja panen kelapa sawit. Pengamatan panen meliputi angka kerapatan panen, kriteria matang buah, produksi per pemanenan, proses kegiatan panen, dan kebutuhan tenaga kerja panen serta pengamatan terhadap produktivitas tenaga kerja panen kelapa sawit dilakukan secara purpose

sampling yang dihubungkan dengan upah dan premi yang didapat tiap bulan.

Produktivitas kerja pemanen kelapa sawit dilihat dari perolehan upah dan premi yang diperoleh tiap bulan (Rahman, 2012).

Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Pemanen : 1. Pendidikan

Sulitnya memperoleh pendidikan serta dibutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikan, menjadi alasan yang mendasar bagi seseorang menjadi pemanen kelapa sawit. Tanpa memiliki pendidikan yang tinggi seorang pemanen mampu menjadi pemanen kelapa sawit. Dengan berbekal pelatihan khusus dibidang pemanen diantaranya teknis pelatihan panen dan pembekalan

(9)

12

pengetahuan tingkat kematangan buah kelapa sawit seorang pemanen mampu melaksanakan tugas di areal kelapa sawit.

2. Motivasi

Pimpinan perusahaan perlu mengetahui dan memahami motivasi kerja dari setiap karyawannya. Seorang pimpinan mampu menciptakan motivasi yang meningkatkan produktifitas seorang pemanen. Motivasi kerja sering sekali disampaikan seorang pimpinan saat apel pagi maupun orang ke orang. Dengan harapan seorang pemanen tersebut memiliki kesadaran pentingnya mencapai produktivitas yang tinggi sebagai pemanen. Dengan mengetahui motivasi itu, maka pimpinan dapat membimbing dan mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik.

3. Disiplin Kerja

Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti dan memahami segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi. Kedisiplinan dapat dibina melalui latihan-latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya yang akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas karyawan. Banyak management perusahan menerapkan sanksi atau teguran bagi pemanen yang tidak menerapkan disiplin kerja. Hal itu bertujuan agar setiap pemanen tetap menjalankan disiplin kerja.

4. Gizi dan Kesehatan

Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Gizi yang baik akan mempengaruhi kesehatan karyawan dan semua itu akan berpengaruh terhadap produktivitas karyawan. Oleh karena itu perusahaan perkebunan mengadakan extrafooding yang

(10)

13

bermanfaat untuk meningkatkan stamina dan kesehatan pemanen kelapa sawit. Extrafooding dapat berupa susu, nasi, dan telur.

5. Tingkat Penghasilan

Data yang diperoleh bahwa gaji pemanen yang diberikan di kebun sawit cukup besar. Hal tersebut dikategorikan upah yang cukup besar dibandingkan upah pekerjaan di beberapa pekerjaan yang ada seperti upah serabutan, upah cetak batu, upah tukang bangunan. Oleh karena itu pemanen di kebun sangat termotivasi untuk bekerja lebih maksimal agar memperoleh penghasilan yang besar. Dan juga adanya penerapan premi bagi pemanen yang telah menyelesaikan basis borong.

6. Lingkungan Kerja dan Iklim Kerja

Lingkungan kerja dari karyawan disini termasuk hubungan antar karyawan, hubungan dengan pimpinan, dan lain-lain. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian perusahaan karena karyawan enggan bekerja karena tidak ada kekompakan kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan. Hal ini dapat mengganggu kerja karyawan. Serta keamanan kerja menjadi alasan penting bagi pemanen.

7. Jaminan Sosial

Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan menunjang kesehatan dan pelayanan keselamatan. Dengan harapan supaya karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat kerja. Salah satu jaminan kesehatan yang diterapkan di perusahaan perkebunan adalah BPJS.

Penelitian ini di fokuskan pada pengujian produktivitas terhadap usia dan pengalaman kerja. Beberapa teori tentang faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja:

(11)

14

1. Usia

Masloch (1982) dalam Tuti (2003 : 24) pekerja lebih muda cenderung kurang terampil dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pekerja yang lebih muda cenderung rendah pengalaman kerjanya jika dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua, ataupun disebabkan karena faktor lain seperti pekerja yang lebih tua lebih stabil, lebih matang, mempunyai pandangan yang lebih seimbang terhadap kehidupan sehingga tidak mudah mengalami tekanan mental atau ketidakberdayaan dalam pekerjaan.

Umur adalah usia tenaga kerja yang dihitung dari lahir sampai ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun, semakin lanjut usia seseorang diatas usia produktif (15-50 tahun), pada suatu titik puncak tertentu, maka kemampuan fisiknya semakin lama semakin berkurang dan menyebabkan produktivitas kerjanya akan menurun (Simanjuntak, 1998). Tingkat umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik karyawan, tenaga kerja yang berusia lebih dari 55 tahun memiliki jam kerja yang semakin menurun karena usia tua, karena dibatasi oleh kemapuan fisik tenaga kerja.

Umur tenaga kerja cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan, baik sifatnya fisik maupun non fisik. Pada umumnya, tenaga kerja yang berumur tua mempunyai tenaga fisik yang lemah dan terbatas, sebaliknya tenaga kerja yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang kuat (Amron,2009). Umur yang produktif memiliki batas usia tertentu, semakin bertambahnya umur tenaga kerja, maka produktivitas kerjanya akan menurun, karena kemampuan fisiknya akan menurun.

(12)

15

2. Pengalaman Kerja

Masa kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 2000). Pendapat lain menjelaskan masa kerja adalah ukuran tentang lama waktu kerja yang telah ditempuh oleh tenaga kerja, sehingga dapat memahami tugas - tugas dari suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik.

Dengan pengalaman kerja, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Diperkirakan bahwa dengan pengalaman kerja, calon pencari kerja lebih sanggup untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang pernah dialaminya. Saat seorang pekerja memiliki pekerjaan sesuai dengan pengalaman kerja dan keahliannya, pekerja tersebut dapat memaksimalkan pengetahuan dan skillnya sehingga meningkatkan input dan produktivitasnya. Semakin lama masa kerja tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh seorang pekerja dan akan membuat pekerja semakin terlatih dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Amron, 2009). Adanya tenaga kerja yang memiliki pengalaman dalam bekerja kerja diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Semakin lama seseorang dalam pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya maka diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitasnya.

2.4 Profil Kebun Batang Serangan 2.4.1 Umum

Kebun Batang Serangan di buka pada tahun 1910, yang dikelola oleh Pemerintah Belanda dengan nama Perusahaan NV BDM (Bereningde Deli Maatscappijen). Pada tahun 1958 pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengambil alih Perusahan tersebut dan diberi nama PPN

(13)

16

BARU (Pusat Perkebunan Negara Baru). Peralihan dan pergantian Nama Perusahaan Kebun Batang Serangan dapat disampaikan sebagai berikut :

Pada tahun 1910 : NV.Berenigde Deli Maatscappijen (NV. BDN)

Pada tahun 1958 : Menjadi Pusat Perkebunan Negara BARU (PPN Baru) Pada tahun 1961 : Menjadi Pusat Perkebunan Negara (PPN) SUMUT – II Pada tahun 1963 : Menjadi Pusat Perkebunan Negara (PPN) KARET – II Pada tahun 1969 : Menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) Karet – II Pada tahun 1976 : Menjadi PT. Perkebunan – II (Persero)

Pada tahun 1996 : Menjadi PT. Perkebunan Nusantara – II (Persero)

Kebun Batang Serangan merupakan salah satu unit kebun PT. Perkebunan Nusantara – II dibawah Distrik Rayon Utara yang berkedududukan di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat dengan luas Areal HGU 3.057,58 Ha. Mengelola kebun Kelapa Sawit dan Karet.

2.4.2 Geografis

Letak geografis Kebun Batang serangan berada pada 98º 2´ Bujur Timur dan 4º 2 ´ Lintang Utara, dengan rincian sebagai berikut :

Jenis Tanah : Aluvial Podsolik

Ketinggian/Elevasi : ± 25 Mdpl (Meter dari permukaan laut)

Topografi : 97 % Rata/datar dan 3 % bergelombang

Golongan Iklim : Type B (S Furguson)

Cuarah Hujan : Rata - rata 2.100 -3.250 mm/Tahun

Jumlah Hari Hujan : Rata - rata 90 – 150 Hari Hujan

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Tingkat Kematangan Buah

Referensi

Dokumen terkait

Kelapa sawit termasuk dalam golongan monoceous, artinya tandan bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tapi tidak dalam satu tandan yang sama (Hidayat Dkk,

Waktu panen buah kelapa sawit sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan, apabila waktu panen tepat maka akan di peroleh kandungan minyak maksimal,

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik karena memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.Tandan kosong kelapa

mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2 – 3 tahun jika

Untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang mengandung senyawa selulosa yang cukup tinggi seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan pelepah kelapa sawit dapat dilakukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pemanen kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Kebun Kelapa Sawit Rejosari pada tahun 2015 adalah

Kegiatan taksasi produksi bertujuan meramalkan jumlah tandan buah segar kelapa sawit yang akan diproleh dimasa yang akan datang berdasarkan jumlah buah atau

Pada KMP 1 yaitu umur tanaman dibawah l0 tahun dengan buah kelapa sawit yang dikatakan matang yang sesuai bila brondolan jatuh ke piringan sebanyak 5 brondolan/l tandan yang matang,