• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediksi Intensitas Curah Hujan Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prediksi Intensitas Curah Hujan Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

3793

Prediksi Intensitas Curah Hujan Menggunakan Metode Jaringan Saraf

Tiruan Backpropagation

Defanto Hanif Yoranda1, Muhammad Tanzil Furqon2, Mahendra Data3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1hanifyoranda@gmail.com, 2m.tanzil.furqon@ub.ac.id, 3mahendra.data@ub.ac.id

Abstrak

Intensitas curah hujan merupakan hal yang cukup sulit untuk diprediksi. Banyak hal yang dapat menjadi faktor penentu curah hujan, diantaranya adalah suhu, kecepatan angin, kelembapan udara, tekanan udara, dan lain-lain. Faktor cuaca ini tentu menjadi komponen utama yang sulit untuk diprediksi dan diperhitungkan, oleh karena itu peramalan cuaca merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas, karena akan sangat berguna untuk berbagai macam hal. Banyak metode peramalan yang dapat digunakan untuk melakukan peramalan, seperti Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan data time-series, yaitu data intensitas curah hujan bulanan dari Kabupaten Ponorogo. Hasil terbaik dari penelitian ini yaitu MAPE pengujian sebesar 20,28% yang didapatkan dari stasiun penakar hujan Balong. Proses pelatihan tersebut menggunakan 10 neuron pada input layer, data latih dari tahun 1997 hingga 2015, data uji pada tahun 2016, 40 neuron pada hidden layer, batas MAPE sebesar 20%, dan maksimum iterasi 200000. MAPE pengujian yang dihasilkan tergolong belum maksimal dan terlalu tinggi ini dikarenakan kondisi data yang terdapat banyak nilai 0 didalamnya.

Kata kunci: Backpropagation, Jaringan Saraf Tiruan, Curah Hujan Bulanan

Abstract

The intensity of rainfall is quite difficult to predict. Many things can be the factor of rainfall, such as temperature, wind speed, humidity, air pressure, and others. This rainfall factor is a major component that is difficult to predict and calculated, therefore rainfall forecasting is a very interesting thing to discuss, because it will be very useful for various things. Many forecasting methods can be used for forecasting, such as the Backpropagation Neural Network used in this study. This research will use time-series data, monthly rainfall data obtained from Kab. Ponorogo. The best result of this research is test MAPE of 20.28% obtained from training using data from Balong rain gauge station. The training process uses 10 neurons on the input layer, training data from 1997 to 2015, test data in 2016, 40 neurons on the hidden layer, a MAPE limit of 20%, and a maximum of 200000 iterations. Test MAPE is classified as not very well and too high due to there are many 0 values in the data.

Keywords: Backpropagation, Artificial Neural Network, Monthly Rainfall

1. PENDAHULUAN

Hujan merupakan peristiwa yang terjadi karena adanya penguapan air dari laut, danau, sungai, tanah, tanaman, dan lain-lain. Pada suhu udara tertentu, uap air tersebut mengalami pendinginan yang disebut kondensasi. Selama proses kondensasi, uap air yang berbentuk gas akan dirubah menjadi titik-titik air kecil. Kemudian, titik-titik air tersebut saling bergabung membentuk awan. Ketika gabungan

titik-titik air ini menjadi besar dan cukup berat maka titik-titik air ini akan jatuh ke permukaan Bumi. Proses ini yang disebut dengan presipitasi atau hujan (Anjayani & Haryanto, 2009). Sedangkan curah hujan adalah pendekatan untuk mencari banyaknya air hujan yang turun ke permukaan tanah dalam satuan waktu tertentu. Curah hujan itu sendiri dapat diukur dalam satuan mm (milimeter) per satuan waktu tertentu.

(2)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya diantaranya adalah suhu, kecepatan angin, kelembapan udara, tekanan udara, dan lain-lain. Faktor cuaca ini tentu menjadi komponen utama yang sulit untuk diprediksi dan diperhitungkan, oleh karena itu peramalan cuaca merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas, karena akan sangat berguna untuk berbagai macam hal, seperti memperhitungkan debit air yang mengalir untuk mencegah terjadinya banjir, dan untuk menentukan debit air yang diperlukan untuk lahan pertanian.

Penulis akan menggunakan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation

dengan memanfaatkan data intensitas curah hujan perbulan pada setiap pos penakar hujan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Metode JST

Backpropagation digunakan untuk mengidentifikasi pola yang terdapat pada data numerik. Metode ini memanfaatkan propagasi balik untuk memperbaiki bobot yang kurang sesuai dengan target yang diterima. Metode ini sangat populer dan sering digunakan sebagai metode prediksi pada data time series dan kasus

non-linear pada banyak permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini lebih general dan fleksibel untuk melakukan prediksi pada data time series seperti data intensitas curah hujan.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Intensitas Curah Hujan

Hujan adalah fenomena turunnya air dari langit ke permukaan bumi karena proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir-butir air yang cukup berat untuk jatuh ke permukaan bumi.Dua proses yang terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara (Anjayani & Haryanto, 2009).

Intensitas curah hujan adalah jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi selama periode waktu tertentu. Intensitas curah hujan dinyatakan dengan satuan mm (milimeter) per satuan waktu tertentu. Berikut adalah derajat dan intensitas curah hujan bulanan (Anjayani & Haryanto, 2009).

2.2. Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah metode pemrosesan informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang rumit dengan

mempelajari pola pola tertentu dalam kumpulan data. Jaringan Saraf Tiruan memproses data statistik non-linier dengan cara mengadopsi cara kerja jaringan saraf pada otak manusia untuk memproses informasi yang didapat (Siang, 2009).

Terdapat 3 elemen dasar pada jaringan saraf tiruan, yaitu bobot (weight), nilai ambang (threshold) , dan fungsi aktivasi. Setiap input

yang datang selalu memiliki bobot masing-masing. Bobot yang masuk tersebut dapat berubah sesuai nilai ambang dan mendapat aktivasi dari sel saraf yang kemudian dari aktivasi tersebut dapat menjadi fungsi aktivasi yang menghasilkan output pada sel saraf.

2.3. Backpropagation

Algoritme Backpropagation atau bisa disebut dengan Algoritme Perambatan Mundur merupakan algoritme yang menerapkan proses pembelajaran secara terarah atau supervised learning pada jaringan saraf tiruan untuk menemukan bobot pada setiap neuron yang yang sesuai dengan target melalui data pembelajaran (pelatihan data) (Siang, 2009). Algoritme ini merupakan salah satu metode yang cukup populer untuk digunakan dalam bidang forcasting. Algoritme ini memiliki 3 fase pelatihan, yaitu:

1. Propagasi Maju

Pada fase ini, setiap sinyal input diteruskan ke lapisan tersembunyi sampai lapisan luaran dengan menggunakan fungsi aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya. Fase ini menghasilkan output aktivasi propagasi.

2. Propagasi Mundur

Pada fase ini, selisih antara keluaran dengan target yang diinginkan (kesalahan) yang terjadi di propagasi mundur dan dilakukan perubahan bobot guna menghasilkan keluaran yang mendekati dengan target.

3. Perubahan bobot

Pada fase ini, dilakukan modifikasi bobot untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

Berikut merupakan langkah – langkah metode jaringan saraf tiruan Backpropagation

Langkah 0 :

Inisialisasi bobot dengan bilangan acak

Menentukan maksimum epoh, target error, dan

learning rate

Inisialisasi epoh = 0

(3)

Jika epoh < maksimum_epoh dan MSE < target_error , maka kerjakan langkah 2-9

Langkah 2:

Untuk setiap data pelatihan lakukan langkah 3-8

Fase Propagasi Maju: Langkah 3:

Tiap unit masukan menerima sinyal input dan meneruskannya ke jaringan tersembunyi diatasnya.

𝑖 =urutan unit input layer

𝑗 =urutan unit hidden layer

𝑝 =jumlah maksimum unit pada hidden nilainya random antara -0.5 dan 0.5)

𝑦𝑘 =aktivasi nilai output layer ke – k

dipakai dalam perubahan bobot layer dibawahnya (langkah 7). digunakan untuk memperbarui nilai 𝑤0𝑘 .

∆𝑤0𝑘 = 𝛼𝛿𝑘

Keterangan:

𝛿𝑘 =faktor koreksi error bobot 𝑤𝑘𝑗

𝑡𝑘 =target output ke- k

𝛼 =laju percepatan (learning rate)

∆𝑤𝑗𝑘 =nilai koreksi error bobot 𝑤𝑘𝑗

∆𝑤0𝑘 =nilai koreksi error bias 𝑤𝑘0

𝑧𝑗 =aktivasi hidden layer ke-j

Langkah 7:

Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi 𝑧𝑗(𝑗 = 1,2, … , 𝑚) nantinya akan dipakai untuk merubah bobot

∆𝑣0𝑗)

∆𝑣0𝑗= 𝛼𝛿𝑗

Fase Perubahan Bobot Langkah 8:

(4)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Memeriksa semua stopping condition

Stop condition digunakan sebegai kondisi untuk menghentikan proses pada fase pelatihan. Ada dua stop condition yang dapat digunakan :

1. Dengan membatasi iterasi (epoh) yang dijalankan. Satu iterasi (epoh) adalah perulangan langkah ke – 3 sampai dengan langkah ke – 8 untuk keseluruhan data pelatihan.

2. Dengan membandingkan Mean Average Percentage Error (MAPE) dengan target error. Jika MAPE kurang dari target error maka lanjutkan.

2.4. Algoritme Nguyen-Widrow

Algoritme Nguyen-Widrow adalah sebuah algoritme yang digunakan untuk mengurangi waktu pelatihan pada jaringan saraf tiruan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mishra, Mittal, Mirja (2014), algoritme ini digunakan untuk melakukan mengkompresi data citra dan berhasil mengurangi waktu pelatihan, dan meningkatkan performa dari jaringan saraf tiruan. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan Algoritme Nguyen-Widrow, yaitu sebagai berikut :

Langkah 1:

Inisialisasi bobot awal 𝑣𝑖𝑗 dengan bilangan acak antara -0.5 hingga 0.5

Langkah 2:

Hitung nilai vektor 𝑣𝑖𝑗

||𝑣𝑗|| = √𝑣1𝑗2+ 𝑣2𝑗2+ 𝑣3𝑗2+ ⋯ + 𝑣𝑛𝑗2

Langkah 3:

Hitung nilai faktor skala 𝛽 yang dipakai untuk menghitung bobot 𝑣𝑖𝑗

𝛽 = 0.7(𝑝)𝑛1= 0.7 √𝑝𝑛 Perencanaan Kota Kabupaten Ponorogo berupa data intensitas curah hujan harian yang direkap pertahun dari tahun 1997 hingga 2016 dari 14 stasiun penakar hujan yang berbeda. Data intensitas curah hujan tersebut yang akan dijadikan sebagai data latih dan data uji.

4. PERANCANGAN

Berikut merupakan arsitektur yang digunakan pada jaringan saraf tiruan yang ditunjukkan pada Gambar 1.

x5 z5

Input Hidden Layer OutputLayer

(5)

Mulai

Pre-processing

Nguyen Wid row

Peramalan Pelatih an

Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Sistem

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian akan dilakukan dengan beberapa skenario pengujian sesuai dengan perancangan pengujian. Berikut merupakan hasil pengujian.

5.1. Pengujian Learning Rate

Pengujian learning rate dilakukan untuk melihat pengaruh learning rate terhadap jumlah iterasi. Pada pengujian ini akan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Babadan pada tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 1%, neuron pada input layer sebanyak 18, neuron pada hidden layer sebanyak 20, dan maksimum epoh sebanyak 200000. Grafik pengujian learning rate akan ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Pengujian Learning Rate Pada grafik hasil pengujian learning late, nilai iterasi terendah untuk mencapai minimal error sebesar 1% terdapat pada percobaan dengan nilai learninglate 0.9 yaitu dengan rata-rata iterasi sebanyak 17274.2 . Dari berbagai percobaan dengan nilai learning late yang berbeda-beda dapat disimpulkan bahwa

semakin kecil learning rate maka semakin besar jumlah iterasi yang dilakukan dan semakin lama untuk mencapai konvergen.

Learning rate digunakan untuk mencari selisih bobot pada proses backpropagation, hal ini menyebabkan proses pelatihan semakin lama dikarenakan selisih bobot yang semakin kecil dapat memperlambat perubahan bobot sehingga proses pelatihan semakin lama untuk mencapai konvergen.

5.2. Pengujian Batas MAPE

Pengujian batas MAPE dilakukan untuk melihat pengaruh batas MAPE terhadap iterasi dan MAPE pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, learining rate sebesar 0.9, neuron pada hidden layer

sebanyak 20, neuron pada input layer sebanyak 18, dan maksimum epoh sebanyak 100000. Data yang digunakan sebagai data uji adalah data intensitas curah hujan bulanan pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan Gambar 4, dan Gambar 5.

Gambar 4. Grafik Pengujian Batas MAPE terhadap Iterasi

0 50000 100000 150000 200000

0 0.5 1

It

e

ra

si

Learning rate

Pengujian Learning Rate

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

-2 0 2 4 6

It

e

ra

si

Batas MAPE

(6)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Gambar 5. Grafik Pengujian Batas MAPE

terhadap MAPE Pengujian Berdasarkan grafik hasil pengujian Batas MAPE, hasil iterasi terendah untuk mencapai konvergen terdapat pada percobaan dengan batas MAPE sebesar 25% yaitu dengan rata-rata 48,66 iterasi. Dari pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai batas MAPE maka iterasi akan semakin kecil karena konvergensi terlalu cepat dicapai oleh sistem. Sedangkan hasil MAPE pengujian terendah terdapat pada percobaan dengan batas MAPE sebesar 25% yaitu dengan rata-rata 43,31%. Dari pengujian ini, penggunaan batas MAPE yang terlalu kecil akan membuat MAPE pengujian yang semakin besar seperti pada percobaan dengan batas nilai MAPE sebesar 0,001% yang menghasilkan nilai MAPE pengujian sebesar 57,21%. Hal ini disebabkan karena kondisi overfitting, yaitu kondisi dimana bobot yang dihasilkan sangat sesuai (fit) dengan semua data latih namun data yang dihasilkan dari proses peramalan tidak sesuai dengan data uji

5.3. Pengujian Neuron Input

Pengujian neuron pada input layer

dilakukan untuk melihat pengaruh neuron pada

input layer terhadap MAPE pengujian dan iterasi. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 20%, learning rate sebesar 0,9, neuron pada hidden layer sebanyak 20, dan maksimum epoh 500000. Pengujian ini akan menggunakan data uji pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 6, dan Gambar 7.

Gambar 6. Grafik Pengujian Neuron Input terhadap MAPE Pengujian

Gambar 7. Grafik Pengujian Neuron Input terhadap Iterasi

Dari grafik hasil pengujian neuron Input, didapatkan nilai MAPE pengujian dengan nilai terendah yaitu dengan rata-rata 33,51% yang didapat dari percobaan dengan neuron pada input layer sebanyak 12. Sedangkan iterasi terendah yaitu dengan rata-rata 57,66 iterasi dengan neuron pada input layer sebanyak 18. Pada pengujian ini dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit neuron maka akan memperbesar jumlah iterasi yang dilakukan untuk mencapai konvergen. Hal ini disebabkan karena saat jumlah neuron semakin sedikit, maka sistem akan menggunakan data latih lebih banyak sesuai dengan rentang tahun yang digunakan sebagai data latih dan jumlah neuron input yang digunakan. Saat pengujian dilakukan menggunakan 18 neuron pada input layer maka program akan menggunakan 12 data latih dari tahun 1997 hingga 2015, sedangkan pada pengujian menggunakan 12 neuron pada input layer akan menggunakan 84 data latih yang didapatkan dari 12 data pada tahun 1997 hingga 2008, 12 data pada tahun 1998 hingga 2009, 12 data pada tahun 1999 hingga 2010, dan

(7)

seterusnya. Semakin banyaknya data yang digunakan sebagai data latih, maka semakin lama proses pelatihan untuk mencapai konvergen karena bobot akan mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan semua data latih yang digunakan dalam proses pelatihan

5.4. Pengujian Neuron Hidden

Pengujian neuron pada hidden layer

dilakukan untuk melihat pengaruh neuron pada

hidden layer terhadap iterasi dan MAPE pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 20%, learining rate sebesar 0,9, neuron pada input layer sebanyak 12, dan maksimum epoh sebanyak 30000. Pengujian ini akan menggunakan data uji pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 8, dan Gambar 9.

Gambar 8. Grafik Pengujian

Gambar 9. Grafik Pengujian

Pada tabel dan grafik pengujian neuron pada hidden layer, didapatkan minimum iterasi

dengan rata-rata yaitu sebanyak 1601,67 pada percobaan dengan menggunakan neuron pada hidden layer sebanyak 100 dan MAPE pengujian terbaik sebesar 32,69% pada percobaan dengan menggunakan 40 neuron pada hidden layer. Dari pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah neuron pada hidden layer tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap iterasi dan MAPE pengujian namun berpengaruh besar terhadap waktu pelatihan yang dilakukan. Perbedaan waktu pelatihan untuk mencapai konvergen disebabkan oleh bertambahnya jumlah operasi matematika dalam proses feedforward, backpropagation, dan update bobot seiring bertambahnya neuron pada hidden layer .

5.5. Pengujian Data Latih

Pengujian data latih dilakukan untuk melihat pengaruh data latih terhadap MAPE pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari tahun 1997 hingga 2015 dari beberapa stasiun penakar hujan yang berbeda, learning rate sebesar 0.9, neuron pada hidden layer sebanyak 40, dan maksimum epoh sebanyak 200000. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10.Grafik Pengujian

Pada tabel dan grafik pengujian data latih yang dilakukan dengan 14 stasiun penakar hujan yang berbeda, didapatkan hasil terbaik yaitu dari stasiun penakar hujan Balong. Besarnya error pada proses pelatihan pada stasiun penakar hujan disebabkan karena banyaknya data angka 0 (Zero Inflated Data) yang berasal dari tidak terjadinya hujan pada bulan tersebut. Hal ini menyababkan pola yang 1500

Hasil pengujian Neuron Hidden

Layer terhadap Iterasi

Hasil pengujian Neuron Hidden

Layer terhadap MAPE Pengujian

0

(8)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya semakin tidak teratur yang menyebabkan pengenalan pola pada curah hujan bulanan semakin sulit untuk dilakukan.

6. KESIMPULAN

Dari penelitian prediksi intensitas curah hujan bulanan dengan metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation maka diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Untuk mengimplementasikan jaringan saraf tiruan backpropagation kedalam prediksi intensitas curah hujan dengan cara melalui beberapa tahap diantaranya proses transformasi data, pelatihan, dan peramalan. Penelitian ini membutuhkan data latih yang didapatkan dari Dinas PUPR Kabupaten Ponorogo yang berasal dari 20 stasuin penakar hujan yang berbeda dan dengan rentang waktu selama 19 tahun.

2. MAPE pengujian terbaik pada pengujian yang dilakukan adalah 20,28%. Pelatihan tersebut dilakukan dengan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Balong pada tahun 1997 hingga 2015, 10 input neuron, 40

hidden neuron, dan learning rate

sebesar 0,9. Pada penelitian ini, batas MAPE yang terlalu kecil akan menyebabkan overfitting dan memperbesar nilai MAPE pengujian. MAPE pengujian yang dihasilkan tergolong belum maksimal dan terlalu tinggi ini dikarenakan kondisi data yang terdapat banyak nilai 0 didalamnya.

3. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti menggunakan jumlah data lebih banyak, menambah jumlah layer pada Jaringan Saraf Tiruan untuk mengetahui perbedaan MAPE dengan jumlah layer berbeda, atau menggunakan metode peramalan serupa sehingga didapatkan perbandingan antara metode peramalan pada penelitian ini dengan metode lain yang digunakan.

7. DAFTAR PUSTAKA

Amiroch, S., 2015. Prediksi Harga Saham

Menggunakan

Jaringan

Syaraf

Tiruan Backpropagation.

Andrian, Y. & Ningsih, E., 2014. Prediksi

Curah

Hujan

di

Kota

Medan

Menggunakan

Metode

Backpropagation Neural Network.

Anjayani, E. & Haryanto, T., 2009.

GEOGRAFI Kelas X.

Jakarta Pusat:

PT. Cempaka Putih.

Cahyani, F. P., Furqon, M. T. & Rahayudi,

B., 2017. Identifikasi Penyimpangan

Tumbuh Kembang Anak Dengan

Algoritme Backpropagation.

Dewi, C., Kartikasari, D. P. & Mursityo, Y. T.,

2014. Prediksi Cuaca Pada Data

Time Series Menggunakan Adaptive

Neuro Fuzzy Inference System

(ANFIS).

Diputra, M. I., Dewi, C. & Cahya, R., 2017.

Prediksi Tingkat Keuntungan Usaha

Peternakan

Itik

Alabio

Petelur

Menggunakan

Jaringan

Syaraf

Tiruan Backpropagation.

Indrabayu, et al., 2012. Prediksi Curah

Hujan Dengan Jaringan Saraf Tiruan.

Jauhari, D., Himawan, A. & Dewi, C., 2016.

Prediksi

Distribusi

Air

PDAM

Menggunakan

Metode

Jaringan

Syaraf Tiruan Backpropagation di

PDAM Kota Malang.

Mishra, K., Mittal, N. K. & Mirja, M. H.,

2014. Image Compression Using

Multilayer Feed Forward Artificial

Neural

Network

with

Nguyen

Widrow

Weight

Initialization

Method.

Sakinah, N. P., Cholissodin, I. & Widodo, A.

W.,

2017.

Prediksi

Jumlah

Permintaan Koran Menggunakan

Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Backpropagation.

(9)

di

Bandar

Udara

Raja

Haji

Fisabilillah.

Gambar

Gambar 1. Arsitektur JST Backpropagation
Gambar 2. Diagram Alir Sistem
Gambar 7. Grafik Pengujian Neuron Input terhadap Iterasi
Gambar 8. Grafik Pengujian

Referensi

Dokumen terkait

Judul yang dipilih oleh Tim peneliti untuk Hibah Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Kemenristekdikti 2017 ini adalah “Rencana Kontinjensi Pengurangan Risiko Bencana

Saran untuk pihak Divisi Mie Instan Indomie ICBP adalah mengoptimalisasikan strategi Electronic Word of Mouth dengan menciptakan informasi atau konten yang dapat

Pengurus, masing-masing atau bersama-sama, bertanggung jawab secara pribadi atas segala kerugian yang timbul pada kekayaan Dana Pensiun akibat tindakan Pengurus yang melanggar

Layanan pengguna perpustakaan merupakan aktivitas perpustakaan dalam memberikan jasa layanan kepada pengguna perpustakaan, khususnya kepada anggota

(Lihat Bab 18 untuk diskusi lebih lanjut tentang masalah ini. Hukuman adalah prinsip dasar perilaku. Definisinya memiliki tiga komponen dasar: Terjadinya suatu

Sedangkan post-test diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dari kedua kelas dalam kemampuan metakognisi.. Bentuk

Berdasarkan pemikiran di atas dan apa yang telah dilakukan oleh perpustakaan FE UII serta ditambah dengan hasil studi dari Szulanski (1996) yang mendiskusikan per- masalahan

Hubungan antara komunikasi orangtua dan anak tentang seksual dengan persepsi remaja terhadap perilaku