BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, dimana kesalahan diagnosanya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan dengan pemeriksaan histopatologi. Gastritis bukan kemerahan pada mukosa yang nampak pada saat pemeriksaan endoskopi, dan keadaan ini tidak bisa menggantikan istilah dispepsia. Istilah gastritis digunakan sebenarnya untuk menyebutkan peradangan dari mukosa lambung secara histopatologi. Mengacu pada definisi diatas, biopsi lambung harus dikerjakan untuk menegakkan diagnosa gastritis dan biopsi lambung merupakan salah satu indikasi untuk menegakkan diagnosa adanya infeksi Helicobacter pylori (H. pylori). 1,2
Terdapat beberapa penyebab gastritis diantaranya infeksi kuman H.pylori ; gangguan fungsi sistem imun ; infeksi virus seperti : enteric rota virus, ca licivirus dan cytomega lovirus; infeksi jamur seperti : ca ndida species,
histopla sma ca psula tum dan mukona cea serta obat anti inflamasi nonsteroid, konsumsi alkohol, usia, stress oleh karena trauma, tindakan operatif, luka bakar, dll. 7,8 Infeksi kuman H.pylori merupakan penyebab gastritis yang sangat penting. Prevalensi infeksi H.pylori pada orang dewasa di negara berkembang ± 90%.8
Laporan penelitian dari Indonesia prevalensi H. pylori antara 10,2-64 % terendah dari Jakarta dan tertinggi dari Bandung. Studi seropidemologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46.1 % dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda dibawah 5 tahun, 5,3-15,4% telah terinfeksi.1,2
termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat, dan motilitas saluran pencernaan.3,4
Gastritis kronis merupakan kelainan utama setelah terjadinya kolonisasi H. pylori, sehingga ditemukan pada semua penderita H. pylori positif.
Perkembangan selanjutnya tergantung dari faktor bakteri dan sel epitel gaster. Faktor bakteri ditentukan oleh strain kolonisasi H.pylori yang berhubungan dengan faktor virulensi yang terdiri dari berbagai toksin, antara lain seperti urease, flagellar, vacuolating cytotoxin A (Vaca) dan cytotoxin - associated gene A (CagA) yang memainkan peran penting dalam invasi, coloniza tion dan proliferasi sel. 2,3,4
Patogenisitas H.pylori ditentukan oleh 2 hal yaitu faktor virulensi dan daya tahan tubuh penderitanya.. Berkaitan dengan virulensi, bakteri ini mampu menghasilkan sejenis protein yang telah lama dianggap sebagai suatu marker karena ditemukan tingginya antibody terhadap protein tersebut pada kasus ulkus peptikum dan adenocarcinoma gaster. Protein ini kita kenal dengan CagA yang juga dikaitkan pada peningkatan inflamasi, proliferasi sel, dan metaplasia mukosa gaster. CagA dapat mengaktifkan sejumlah jalur transduksi yang menyerupai sinyal yang dilepaskan oleh reseptor faktor pertumbuhan,terjadi secara terus-menerus, terlibat pada ikatan dan menggangu epithelial junction sehingga menghasilkan kelainan pada tight junction, polaritas sel dan difrensiasi sel. Toksin VacA yang dihasilkan oleh gen vacA merangsang vakuola sitoplasmik dan peningkatan permeabilitas, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel epithelial lambung.Variasi genetik yang sangat tinggi dari cagA dan vacA berkaitan langsung dengan infeksi yang berat dari H.pylori tersebut.7
Gastritis H.pylori berhubungan dengan adanya infiltrasi neutrofil dan sel mononuclear yang berat di mukosa lambung. Akumulasi dan aktivasi sel-sel ini diinduksi oleh sitokin-sitokin. Peranan utama pada inflamasi lambung yang disebabkan H.pylori, dianggap berasal dari Tumor Necrosis Factor ( TNF – α ). TNF α adalah sitokin proinflamasi diproduksi terutama oleh aktivasi makrofag , menyebabkan kerusakan jaringan dan aktivasi leukosit host. Banyak penelitian telah melaporkan bahwa TNF α diproduksi oleh infeksi H.pylori pada mukosa lambung dan terlibat dalam peradangan lambung serta apoptosis. Disamping itu, H.pylori juga dapat menginduksi produksi TNF α, yang merupakan erat kaitannya dengan kerusakan sel epitel. 5,6
Kadar TNF-α serum yang tinggi juga berhubungan dengan derajat gastritis berdasarkan infiltrasi limfosit. Selain itu, kadar serum TNF-α secara signifikan juga lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi H. pylori. 10
TNF α berperan penting dalam pertahanan host terhadap infeksi. Tetapi dari
penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa adanya kemungkinan peningkatan konsentrasi TNF α genotipe -308, mengubah respon imun, yang mengakibatkan kerentanan terhadap gastritis H.pylori CagA (+) pada pasien gastritis di Korea. 8 Selain itu, penelitian yang ada juga mengungkapkan bahwa tingkat ekspresi TNF – α terhadap mukosa adalah significan lebih tinggi pada individu dengan H.pylori positif dibandingkan dengan H.pylori (-). 2
Hubungan antara faktor virulensi H.pylori yaitu, CagA dan tingkat ekspresi TNF – α terhadap mukosa lambung sangat sedikit diteliti di dunia, dan bahkan belum pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan informasi yang telah didapatkan ini, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kadar
serum TNF α dengan cytotoxin - associated gene a ( Cag A) (+) dan (-) pada
penderita gastritis H.pylori.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan kadar serum TNF α antara pasien gastritis H. pylori dengan Cag A (+) dibandingkan CagA (-).
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik demografi pasien gastritis H.pylori
2. Mengetahui prevalensi pasien gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA(-) 3. Mengetahui kadar serum TNF α pada penderita gastritis H.pylori dengan
CagA (+) dan CagA (-)
1.4. Hipotesis Penelitian
Kadar serum TNF α lebih tinggi secara signifikan pada pasien gastitis H.pylori dengan cytotoxin - associated gene a ( cag A) (+) dibandingkan dengan
cytotoxin - associated gene a ( cag A) (-).
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan: Mengetahui perbandingan kadar serum TNF α dengan cytotoxin-associated gene a ( cag A) (+) dan (-) pada penderita gastritis H.pylori.
2. Bagi Masyarakat : Bila terdapat perbedaan kadar serum TNF α yang signifikan secara statistik antara pasien gasritis H.pylori CagA (+) dan (-), maka dengan pemeriksaan non invasif dari darah dapat memprediksi status virulensi H.pylori, di mana H.pylori dengan CagA (+) berhubungan dengan inflamasi yang lebih berat.
1.6. Kerangka Konsep
Variabel independen pada penelitian ini adalah CagA (+) dan CagA (-) serta variabel dependen adalah TNF α.
CagA Positif
CagA negatif