• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan Variabel independen pada penelitian ini adalah CagA (+) dan CagA (-) serta variabel dependen adalah kadar serum TNF α.

3.2. Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat

Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan dan RS jejaring FK USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan dan instansi terkait.

3.2.2 Waktu

Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan yang membutuhkan waktu mulai bulan September 2016 sampai dengan November 2016.

3.3. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini diambil dari populasi penderita gastritis H pylori yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan secara tertulis bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis (informed consent).

3.4. Kriteria

3.4.1. Kriteria Inklusi

(2)

3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat sukarela dan tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, gastroskopi dan biopsi yang diketahui serta disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan.

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan terakhir atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai dalam terapi eradikasi 2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID, steroid,

alkohol selama 48 jam terakhir. 3. Penderita penyakit sistemik 4. Pasien tidak kooperatif

3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1. Populasi

Penderita gastritis H pylori yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan & RS jejaring FK USU pada bulan September 2016-November 2016.

3.5.2.Sampel

Penderita Gastritis H pylori yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang diambile secara consecutive sampling.

3.6. Besar Sampel

(3)

Dimana :

n = jumlah subjek

Zα = nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,64 Z = 1,28 ; pada 1- = 0,90

S = Standar deviasi = 285,62

x1 –x2 = selisih minimal yang dianggap bermakna = 250

3.7. Cara Kerja

Setiap pasien yang datang ke Unit Endoskopi RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS jejaring FK USU dengan keluhan dispepsia yang sesuai dengan kriteria klinis. Setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien mengisi surat persetujuan setelah mendapat penjelasan. Sampel penelitian dipilih secara konsekutif terhadap pasien yang memenuhi kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.8. Prosedur penelitian 3.8.1. Skoring dispepsia

Dalam penelitian ini responden diwawancarai berdasarkan kuesioner. Terhadap pasien dilakukan wawancara mengenai karakteristik responden (meliputi umur, jenis kelamin, lama penyakit, berat badan, tinggi badan), dilakukan wawancara dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis

kuantitatif dari gejala dispepsia. Terdapat 11 pertanyaan untuk menilai frekuensi (skor 0-4), durasi (skor 0-3), dan intensitas (skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia (nyeri perut bagian atas, mual, muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat kenyang) selama 30 hari terakhir. Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.

3.8.2. Pemeriksaan endoskopi

Semua pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan skop yang terletak di depan (Olympus, Tokyo, Jepang).

1. Prosedur endoskopi dilakukan oleh seorang endoskopis berpengalaman yang sama pada tiap pemeriksaan subyek

(4)

3. Dilakukan biopsi pada 1 tempat (A1/A2). seperti berikut yaitu: a. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)

b. Bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi tidak pada tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat dilakukan

3.8.3. Deteksi infeksi H pylori

Untuk mendeteksi H pylori dilakukan pemeriksaan serologi (CLO). Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.

3.8.4. Pemeriksaan CLO 1. Persiapan Pasien

a. Pasien sebaiknya menghentikan penggunaan antibiotik dan turunan Bismut 3 minggu sebelum biopsi dilakukan

b. Pasien sebaiknya tidak sedang mendapatkan terapi proton pump inhibitors 2 minggu sebelum biopsi dilakukan

2. Pengerjaan CLO test

a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit) sebelum tes dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas dari cangkang), sehingga gel yang berwarna kuning dalam keadaan terbuka/tanpa penutup.

b. Gunakan peralatan/ aplikator yang bersih untuk menekan keseluruhan spesimen/ hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan bahwa keseluruhan spesimen telah terbenam di dalam gel.

c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data pasien pada label tentang:

1) Nama Pasien

2) Tanggal dan jam berapa spesimen dimasukan/disisipkan ke dalam gel d. Jika dikehendaki/jika perlu lebih cepat, CLO Test yang sudah dikerjakan

(5)

e. Perubahan warna pada gel segera dicatat sebagai HASIL POSITIF. Dari 75% tes yang positif menunjukan perubahan warna pada gel dalam waktu 20 menit. f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan menjadi 85% pasien

positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3 jam dapat meningkatkan menjadi 90% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3-24 jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif dapat dideteksi.

3. Interpretasi Hasil

a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan warna dari

darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna darah ini mudah dibedakan dengan perubahan warna karena hasil positif

c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka hasil = NEGATIF. d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika hasil tetap

NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya sampai 72 jam. Jika tetap tidak terjadi perubahan warna, maka hasil = NEGATIF.

4. Pemeriksaan CLO dilakukan oleh ahli gastroenterohepatologi yang mengerjakan endoskopi.

3.8.5. Pemeriksaan CagA (+) dan CagA (-)

(6)

Polymerase di dalam Buffer Reaksi 2x (pH 8,5), 400Um dNTPs, 3Mm MgCl2,Loading Dye Kuning dan Biru.Amplifikasi dilakukan menggunakan Veriti therma cycler (ABI,USA) dengan menggunakan program sebagai berikut.Denaturasi awal pada 95oC selama 10 menit,diikuti 35 siklus denaturasi pada 95oC selama 30 detik., annealing selama 60 detik ,elongasi pada 72oC selama 30 detik dan elongasi final pada 72oC selama 5 menit.Hasil amplifikasi PCR divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesa gel agarose 2% dalam buffer TAE yang mengandung 3ug/100ml EtBr. 100bp DNA Ladder(Fermentas,Germany) digunakan untuk menentukan ukuran pita DNA.Gel dilihat dan direkam menggunakan Gel-Doc System (Bio-Rad,USA).

3.8.6. Pemeriksaan TNF α

1. Bahan disiapkan dengan cara :

a. Bila menggunakan serum, memakai Serum Separator Tube (SST) dan dibiarkan sampel menggumpal selama 30 menit sebelum dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan minimal 1000g. Pisahkan serum dengan segera dan simpan sampel pada suhu < -20°C.

b. Bila menggunakan plasma, kumpulkan sampel dengan menggunakan pengawet EDTA atau sitrat sebagai antikoagulannya. Sentrifus selama 15 menit pada 1000g selama 30 menit. Segera simpan dalam suhu <-20° C. Tidak boleh menggunakan pengawet heparin.

2. Setelah bahan disiapkan, siapkan strip mikroplat untuk pemeriksaan.

3. Tambahkan 100 µL bahan pengencer RD1-75. Kocok RD1-75nya dengan baik belum dipakai.

4. Tambahkan 100 µ L sampel. Tutup dengan plester perekat yang sudah disediakan. Inkubasikan selama 2 jam pada suhu kamar dan dimasukkan alat shaker horizontal untuk mikroplate yang diset pada 500±50 rpm.

5. Cuci bahan tersebut setelah selesai perlakuan di atas.

6. Tambahkan 200 µ L konjugat dan tutup dengan plester perekat dan inkubasikan pada suhu kamar di alat shaker tadi.

(7)

8. Tambahkan 50 µ L cairan substrat dan tutup dengan plester perekat yang baru. Inkubasikan selama 60 menit pada suhu kamar. Jangan cuci plat ini.

9. Tambahkan 50 µL cairan amplifier dan tutup lagi dengan plester perekat yang baru serta diinkubasikan lagi selama 30 menit. Prosedur ini akan mengakibatkan terjadinya warna.

10. Tambahkan 50 µL cairan stop. Proses ini tidak menghasilkan perubahan warna. 11.Tentukan densitas optiknya dalam 30 menit menggunakan pembaca mikroplat

sampai 490 nm. Bisa koreksi pada 650 nm atau 690 nm. 12.Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Prodia Medan.

3.9. Definisi operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Dispepsia

Dispepsia menurut kriteria Rome III adalah salah satu atau lebih gejala yaitu rasa penuh setelah makan, rasa cepat kenyang, dan nyeri epigastrium atau seperti rasa terbakar. Skoring dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ). Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.

2. Helicobacter pylori

H.pylori merupakan bakteri Gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik, dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer yang ditemukan di gaster. Deteksi dilakukan dengan pemeriksaan CLO test (Campylobacter like organism test) dan Urea breath test. Jika salah satu positif, pasien dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.

3. Gastritis H pylori

Suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif khususnya H.pylori.

4. CLO test

(8)

warna. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif. Dan jika tidak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori negatif.

5. CagA

Salah satu virulensi H.pylori dengan gen CagA dengan segmen DNA 40 kb ditemukan pada salah satu ujung cytotoxin-associated gene pathogenicity island (CagPAI), tepatnya yang mengkode sistem sekresi tipe IV.

6. PCR

PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya memperbanyak (amplification) DNA invitro secara enzimatis. Tehnik PCR telah dikembangkan untuk diagnosis berbagai penyakit infeksi, seperti H.pylori.

7. ELISA test

Enzim-Linked immune sorbent assay (ELISA) atau dalam bahasa indonesianya disebut sebagai uji penentuan kadar immunosorben taut-enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibody dan antigen.

8. TNF-α

TNF-α adalah suatu protein yang dihasilkan oleh leukosit untuk merangsang dan mengaktifkan sistem imun dalam merespons terhadap infeksi dan inflamasi dan memacu reaktivitas imun baik pada imunitas nonspesifik maupun spesifik berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Digunakan KIT reagen TNF-α, dengan reagensia β.10 Human TNF-α Elisa. Dalam keadaan normal kadar TNF-α tidak terdeteksi dalam darah. Untuk nilai patokan diambil nilai rata-rata (mean). Dikatakan kadarnya rendah apabila nilainya ≤ mean dan tinggi apabila nilainya > mean

9. Endoskopi

(9)

fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat tersebut. Pada pasien gastritis, endoskopi dilakukan untuk melihat permukaan gaster yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.

10.Biopsi

Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan 4 kali, 2 di antrum dan 2 di corpus dimana di daerah tersebut merupakan daerah habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling sering mengalami atrophic gastritis hingga terjadinya suatu gastric cancer.

11.Umur

Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan ke bawah.

12. Lamanya sakit: dalam bulan, dihitung sejak peserta penelitian merasa sakit di daerah perut baik dalam keadaan istirahat maupun aktivitas sampai diperiksa peneliti.

13.Lamanya penelitian: dalam bulan dihitung mulai saat pertama kali dilakukan endoskopi.

14. Berat badan: dalam kilogram (kg) diukur menggunakan timbangan model ZT 120, peserta penelitian ditimbang tanpa alas kaki dan menggunakan pakaian dalam. 15.Tinggi badan: dalam centimeter (cm) diukur menggunakan timbangan model

ZT 120, peserta penelitian berdiri tegak tanpa alas kaki

3.10. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 1. Editing data

Dilakukan untuk :

a. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

(10)

2. Coding

Diletakkan pada sisi kanan kuesioner untuk setiap variabel dan pertanyaan dalam kuesioner satu demi satu.

3. Data Entry

Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam komputer. Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data dilakukan pada lembar Data View, di mana setiap baris mewakili satu responden dan setiap kolom mewakili tiap variabel.

4. Data Cleaning

Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara: a. Mengetahui data missing

apakah ada data yang masih belum terisi b. Mengetahui variasi data

mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum masing-masing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro and Wilk’s W -test untuk mengetahui normalitas distribusi data.

5. Revisi Data

Kalau ada kesalahan, lihat lagi data asli dalam kuesioner, kemudian dilakukan revisi. Setelah melakukan tahap Data Cleaning dan revisi, berarti data sudah siap untuk dianalisis.

6. Analisis Data

(11)

3.11.Kerangka Operasional

Pasien Abdominal Discomfort

Dispepsia

Gastritis

Gastroskopi

Wawancara PADYQ

H. pylori

(+)

H.pylori

CagA

+

H.pylori

CagA

-

PCR

H. pylori

(-)

KADAR SERUM TNF

α

Biopsi CLO test :

- gel tetap kuning (negatif)

- gel berubah warna

menjadi merah (positif).

EKSKLUSI

ANALISIS DATA

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteriksik Responden

Dengan tingkat kepercayaan 95%, dan dari hasil penjumlahan besar sampel yang menggunakan pilot study maka didapatkan jumlah minimal sampel untuk n1 = n2 sebanyak 9 orang. Sehingga penelitian ini membutuhkan jumlah sampel minimal 18 orang. Tetapi pada akhirnya total sampel yang terkumpul mencapai 30 orang.

Penelitian ini diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 18 orang pasien (60%) adalah laki-laki dan 12 orang pasien (40%) adalah perempuan, dengan rerata umur 53,5 tahun. CagA (+) dijumpai pada 21 orang (70%) dan CagA (-) dijumpai 9 orang (30%). Nilai median TNF-α adalah 2,49.

Mayoritas responden bersuku Batak yaitu sebanyak 16 orang (53,3%), Jawa sebanyak 6 orang (20%), Aceh sebanyak 5 orang (16,7%), Melayu sebanyak 2 orang (6,7%), dan India sebanyak 1 orang (3,3%). Berdasarkan Agama, mayoritas beragama Islam sebanyak 23 orang (76,7%), Kristen sebanyak 6 orang (20%), Hindu sebanyak 1 orang (3,3%). Berdasarkan Tingkat pendidikan, mayoritas SMA sebanyak 20 orang (66,7%), SI sebanyak 3 orang (10%), SMP sebanyak 4 orang (13,3%), SD sebanyak 3 orang (10%). Berdasarkan pekerjaan, mayoritas pasien yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Wiraswasta sebanyak 14 orang (46,7 %), diikuti dengan Ibu rumah tangga sebanyak 12 orang (40%), Pegawai sebanyak 3 orang (10 %), Mahasiswa sebanyak 1 orang (3,3%).

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian

Variabel n = 30

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

18 (60%) a 12 (40%)

(13)

Variabel n = 30

b Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum – maksimum)

4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA (-)

Penelitian diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi dan terbagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing 21 orang berdasarkan H.pylori dengan CagA (+) dan 9 orang dengan CagA (-). Subyek berjenis kelamin laki-laki lebih banyak pada kelompok pasien H.pylori dengan CagA (+) 12 orang (66,7%). Rerata umur di kedua kelompok tidak berbeda yaitu 50,5 + 12,3 tahun pada kelompok H.pylori dengan CagA(+) dan 52,3 + 12,8 tahun pada kelompok H.pylori dengan CagA (-).

(14)

Tabel 4.2 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian Berdasarkan

(15)

Tabel 4.3 Perbandingan TNF-α serum antara pasien H. pylori dengan CagA (+) dan (-)

CagA TNF-α serum p

Positif Negatif

3,48 (0,74 – 37,76) 1,29 (0,87 – 2,51)

0,001*

Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum - maksimum) *p<0,05

Gambar 4.1. Diagram Boxplot serum TNF-α antara pasien Gastritis H. pylori

CagA positif dan negative

4.2 Pembahasan Penelitian

(16)

pylori positif dan didapati sebanyak 21 orang pasien (26,25%) adalah laki-laki dan 12 orang pasien (15%) adalah perempuan. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Calvancante et al di Brazil pada tahun 2012 yang meneliti 134 pasien H.pylori positif didapatkan hasil yang berbeda, dimana perempuan lebih banyak dijumpai yaitu sekitar 65,9%, di bandingkan dengan laki-laki.15 Hal ini juga didukung oleh Zabaglia et al pada tahun 2015 di Brazil yang meneliti 134 pasien dengan H.pylori positif, dan mendapatkan 73 pasien adalah perempuan, sedangkan 61 pasien adalah laki-laki.2

Epidemiologi H.pylori sekitar 50% populasi di dunia. Di negara barat seperti USA, prevalensi H.pylori < 30% pada usia < 30 tahun dan > 75% pada usia > 60 tahun. Di Asia, prevalensi H.pylori sangat tinggi .22 Dari penelitian ini, diperoleh rerata usia pasien 53,5 tahun. Hal ini hampir sama dengan penelitian Siregar et al pada tahun 2015 yang meneliti 80 pasien dengan rerata usia 46-60 tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Brazil pada tahun 2015 oleh Zabaglia et al, dimana rerata usia dari 134 pasien yang diteliti menderita gastritis H.pylori adalah 40,3 ± 24,2 tahun.2

4.2.2 Perbedaan kadar CagA (+) dan CagA (-) pada gastritis H.pylori positif Dua faktor virulensi yang telah terlibat dalam proses Gastritis H.pylori adalah CagA dan VacA, yang disekresikan oleh H. pylori. Kedua faktor virulensi ini polimorfik dan mempengaruhi banyak jalur. CagA dan VacA, juga telah terbukti mempengaruhi keadaan penyakit, dan kemungkinan faktor virulensi yang paling baik dipelajari dari H. pylori. Strain H pylori dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu strain tipe 1 dan tipe 2. Strain tipe 1 dengan CagA dan VacA (+) sedangkan tipe 2 dengan CagA (-) dan sistesis VacA yang in aktif. Dibandingkan dengan tipe 2, tipe 1 lebih berperan dalam timbulnya ulkus peptikum, radang dan kerusakan jaringan. 11

(17)

memeriksa 43 pasien gastritis dengan H.pylori (+), didapati 29 pasien (67,44%) dengan strain CagA (+) dan 14 pasien ( 32,56%) dengan strain CagA (-).

Zhu et al menyatakan dalam penelitian in vitro yang dikerjakan pada tahun

2005 bahwa CagA berperan sebagai onkoprotein potensial.28 Disamping itu,

Strain CagA (+) lebih sering dikaitkan dengan ulkus peptikum, Gastritis atrofi,

dan adenokarsinoma lambung dibandingkan dengan strain CagA (-). 29,30 Gzyl et

al melaporkan bahwa prevalensi H. pylori strain CagA (+) di Polandia adalah

72,4%.31 Penelitian yang dilakukan oleh Dzierżanowska et al melaporkan

prevalensi strain CagA (+) dijumpai 60,0%. 32

Perbedaan kombinasi genotype dari vacA menyebabkan perbedaan level patogenitas seperti s1am1 dan s1bm1 menghasilkan jumlah toksin yang sangat tinggi dan merupakan genotype yang paling virulen dibandingkan dengan s1m1 yang hanya menghasilkan virulensi yang moderate. Genotipe s1am1 dan s1bm1 dilaporkan sering terjadi pada kasus akut gastritis, ulkus peptikum, dan karsinoma lambung, sementara itu genotype s2m1 dan s2m2 hanya dijumpai pada ulkus lambung7,20

Hal ini sangat sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zalewska et al

pada tahun 2004-2005 yang telah mengumpukan 43 pasien dengan gastritis kronik

dengan H.pylori positif menunjukkan bahwa dijumpai 96,6% yang strain H. pylori

CagA (+) dan dikaitkan dengan VacA genotipe s1, tepatnya dengan s1a. Adanya

hubungan yang sangat signifikan antara CagA positif dan VacA genotipe s1.4

Karena sebagian besar H.pylori dengan strain Vaca s1 dan CagA (+), sehingga diyakini kedua strain virulensi ini saling terkait,33,34 meskipun 2 elemen

genetik ini tidak memiliki hubungan fisik pada kromosom H. pylori.35

4.2.3 Perbedaan kadar TNF-α pada gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA (-)

(18)

peradangan kronis aktif dengan infiltrasi neutrofil, limfosit T, sel B, dan sel plasma.

Infiltrasi sel T pada mukosa lambung menghasilkan sitokin proinflamasi utama,

seperti TNF-α, interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan interferon- . 10

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster. 20

Disebutkan bahwa TNF-α memainkan peran penting dalam pertahanan host

terhadap infeksi oleh bakteri Gram-negatif, produksi TNF-α sangat dipengaruhi

oleh endotoksin.38 Tingkat infeksi mukosa terhadap sitokin ini signifikan lebih

tinggi di pasien H. pylori positif dibandingkan pada pasien H. pylori negatif.

TNF-α dapat menjadi kunci sitokin pada gastritis H. pylori.36,37 Seperti yang dilakukan oleh Rivalino et al di medan pada tahun 2014, menyatakan bahwa kadar serum TNF-α secara signifikan meningkat pada subyek dengan H. pylori positif dibandingkan dengan H. pylori negatif. Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan di Medan pada tahun 2014 oleh Alamsyah et al, dimana dijumpai kadar TNF-α serum yang tinggi berhubungan dengan derajat gastritis berdasarkan infiltrasi limfosit. Selain itu, kadar serum TNF-α secara signifikan juga lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi H. pylori.10

TNF-α merupakan sitokin pada respon imun humoral dan selular. Hal ini menyimpulkan bahwa kadar TNF-α pada darah dan mukosa lambung akan meningkat saat terjadi infeksi H. pylori. Hal ini semakin membuktikan bahwa infeksi H. pylori tidak hanya menstimulasi reaksi imunitas selular tetapi juga imunitas humoral. Dengan demikian, infeksi H. pylori tidak hanya bersifat lokal tetapi juga dapat menyebabkan infeksi sistemik. 12

(19)

memungkinkan menjadi ulkus peptikum, gastritis atopik, bahkan sampai adenocarsinoma lambung. 4

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar serum TNF α pada penderita gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA (-). Secara teori disebutkan bahwa peningkatan sitokin akan semakin meningkat apabila bakteri yang menginfiltrasi lebih infeksius, dalam hal ini yaitu H.pylori dengan CagA positif.

Untuk mengevaluasi hubungan antara H. pylori CagA / Vaca genotipe dan

ekspresi TNF- α pada biopsi lambung, tingkat ekspresi TNF-α dievaluasi dengan

PCR kuantitatif. Waktu sebenarnya PCR mengukur sinyal fluorescent yang

sebanding dengan jumlah amplified DNA. Dalam studi invitro telah menyatakan

bahwa urease, CagA, dan membran protein-1 H. pylori menginduksi TNF-α pada

sel tubuh manusia.37,39 Hal ini sangat sesuai dengan penelitian ini ditemukan perbandingan rerata yang signifikan dengan nilai p< 0,001, dimana kadar TNF-α pada kelompok pasien Gastritis H.pylori dengan CagA positif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Gastritis H.pylori dengan CagA (-) yang cenderung lebih rendah. 26 penelitian ini juga didukung oleh Zabaglia et al yang juga menyebutkan bahwa ekspresi TNF-α secara signifikan lebih tinggi pada

pasien gastritis dengan H.pylori positif di Brazil pada tahun 2015.2

Bodger et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil. Menurut Rad et al, ekspresi mRNA TNF-α adalah lebih tinggi di H. pylori (+) pada biopsi lambung di antrum daripada di jaringan kontrol,40 tetapi tidak ada data mengenai penelitian invivo bahwa pentingnya TNF-α pada infeksi H. pylori yang disebabkan oleh berbagai virulen.

Ekspresi sitokin mukosa bisa dipengaruhi oleh sitokin gen polimorfisme.

Beberapa polimorfisme telah dilaporkan dalam TNF-promotor, yang sebagian

besar adalah functionally silent.41 Namun, dalam kelompok terinfeksi H. pylori,

(20)

allele carrier yang berbeda, sehingga menyimpulkan bahwa polimorfisme tidak

mempengaruhi ekspresi TNF-α dalam berbagai infeksi.42 Pengamatan serupa

dibuat dalam kelompok pasien Korea dengan Kim et al, meskipun fakta bahwa

pada populasi Asia, prevalensi allele TNF-α berbeda dari pasien Kaukasia.43 H.

pylori berperan penting dalam karsinogenesis melalui inisiasi, promosi, dan

perkembangan sel-sel kanker. Peran sitokin proinflamasi, terutama TNF-α,

dilaporkan oleh Suganuma et al 37, yang menyatakan bahwa TNF-α menginduksi

protein (Tipalpha) yang dikonfirmasi bahwa protein tersebut merupakan protein

karsinogenik pada H. pylori.

Banyak perubahan yang disebabkan oleh infeksi H. pylori tampaknya

bergantung pada cag PAI, yang dikodekan oleh sistem sekresi tipe IV yang

memainkan peran penting dalam patogenesis infeksi pada lambung.44 Pada studi

oleh Reider et al,45 semua H. pylori CagA (+) kuat hubungannya pada

peradangan di antrum dengan peningkatan proliferasi sel epitel maupun ekspresi

sitokin proinflamasi. Tetapi berbeda dalam penelitian Zalewska et al, dimana

ekspresi TNF-α di mukosa lambung tidak menunjukkan hubungan statistik pada

H.pylori CagA positif.4

CagA telah ditemukan memiliki fungsi untuk mengaktifkan The nuclear

factor of activated T cell (NFAT) pada sel epitel lambung.46 NFAT akan

merespon untuk mengaktifkan jalur transduksi sinyal yang berbeda, CagA dapat

menyebabkan proliferasi, apoptosis, atau diferensiasi, tergantung pada pengaturan

sel. Anehnya, VacA, disebutkan mempunyai aktivitas yang menggagalkan dalam

mengaktifkan NFAT, dengan demikian juga memainkan peran dalam menentukan

nasib epitel lambung sel. Ini adalah titik spekulasi apakah interaksi ini bisa memodulasi ekspresi TNF-α di mukosa lambung terhadap pasien dengan H. pylori CagA (+) / Vaca (+).4

(21)

Beberapa penelitian yang menganalisa secara molekular pada mRNA lambung telah menghasilkan bukti bahwa infeksi H.pylori dengan strain CagA (+) berhubungan dengan peningkatan transkripsi IL8, IL-1α dan IL-1 dibandingkan dengan infeksi H.pylori dengan strain CagA (-). 18 Mekanisme ini menunjukkan terjadinya peningkatan mekanisme inflamasi pada infeksi H.pylori dengan strain CagA positif. Hal ini menunjukkan semakin erat dengan peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi seperti TNF-α.

Telah dijumpai persamaan teori dan hasil penelitian ini, yang menunjukkan adanya perbedaan kadar TNF-α pada Gastritis H.pylori dengan Cag A (+) dibandingkan dengan Gastritis H.pylori dengan Cag A (-). Dimana TNF-α lebih tinggi secara signifikan pada Gastritis H.pylori dengan Cag A positif.

4.2.4 Keterbatasan Penelitian

(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar serum TNF α lebih tinggi secara signifikan pada pasien gastitis H.pylori dengan CagA (+) dibandingkan dengan Cag A (-).

5.2 Saran

(23)

Personalia

1. Peneliti Utama : dr. Fitri Armanti Karo

2. Pembimbing I : Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD KGEH NIP : 19540220 198011 1 001

Pangkat / Gol. : Guru Besar / IV C

3. Pembimbing II : dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH NIP : 19590114 198303 1 003

Pangkat / Gol. : Penata Muda / IV A

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Tabel 4.2 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian Berdasarkan
Gambar 4.1. Diagram Boxplot serum TNF-α antara pasien Gastritis H. pylori

Referensi

Dokumen terkait

Kadar serum TNF-α tidak berhubungan dengan derajat keparahan dispepsia, namun TNF-α mempunyai korelasi positif dengan derajat keparahan gastritis berdasarkan

Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan FK USU, Ketua TKP-PPDS FK USU, dan Ketua Program Studi Magister Kedokteran FK USU yang telah memberikan kesempatan

Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas ( injury ) yang dapat bersifat akut maupun kronik dimana

Berbagai perubahan atrofik terjadi pada berbagai tipe mukosa gaster : (A) Shrinkage dari kelenjar antrum yang bersamaan dengan fibrotik lamina propria; (B)

Ini sesuai dengan hasil penelitian, Infiltrasi neutrofil didapati hubungan yang sugnifikan dengan CagA (+) pasien beresiko 4,5 x mengalami gastritis dengan derajat sedang-berat

The CagA protein of Helicobacter pylori is translocated into epithelial cells and binds to SHP- 2 in human

Dalam serum penderita malaria ringan/tanpa komplikasi terdapat peningkatan kadar IL-10 dan penurunan kadar TNF-α, sedang-kan pada malaria serebral ditemukan kadar TNF-α

Pada suatu inflamasi ringan, biasanya ditemukan kadar TNF- α rendah, tetapi kadar TNF- α sedang dapat memengaruhi pelepasan prostaglandin yang selanjutnya