• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gastritis

Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Mukosa lambung terdiri dari sel-sel yang memproduksi asam dan enzim. Asam dan enzim ini akan berperan dalam pencernaan makanan, sedangkan mukus berperan dalam melindungi mukosa lambung dari asam. Ketika mukosa mengalami inflamasi, maka produksi asam, enzim dan mukus akan terganggu. Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung hanya dapat dilihat secara histopatologi. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System1,2,3,4. Sistem ini membagi gastritis berdasarkan topografi, morfologi dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni :

1. Monahopik 2. Tropik

3. Bentuk khusus.

(2)

A.Struktur normal, B.Erosi superfisial, C.Erosi dalam, D.Ulkus gaster akut, E.Ulkus gaster kronik

Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012)

Infeksi kuman H.pylori merupakan penyebab gastritis yang sangat penting. Prevalensi infeksi H.pylori pada orang dewasa di negara berkembang ± 90%. Di Indonesia, sekitar 10% kunjungan pada unit gawat darurat merupakan kasus gastritis. Terdapat beberapa penyebab gastritis diantaranya infeksi kuman Heliobacter pylori

(H.pylori) ; gangguan fungsi sistem imun ; infeksi virus seperti: enteric rotavirus,

calicivirus dan cytomegalovirus ; infeksi jamur seperti : candida species, histoplasma capsulatum dan mukonacea serta obat anti inflamasi nonsteroid, konsumsi alkohol, usia, stress oleh karena trauma, tindakan operatif, dll.13

Secara endoskopi berupa hiperemis mukosa dengan erosi multipel, kecil dan superfisial serta dapat juga ditemukan ulkus. Secara mikroskopi dapat ditemukan epitel superfisial injury dan nekrosis pada kelenjar superfisial. Perdarahan pada lamina propria dapat ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil, meskipun neutropil lebih dominan.11,12

(3)

A B

Gambar 2.2. A. Gastritis erosiva (Szoke D, 2009), B. Biopsi gaster menunjukkan erosi epitel permukaan dengan pembesaran 40x (Garg B, et al, 2012

Tabel 2.1 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi Main class Subclass Characteristic features I. Complete Ia Mature

type

Innumerable pinpoint-sized hemorahages on the Mucosal surface

The surrounding mucosal elevation irreversible due to fibrosis

Ib Immature Type

The bulging border is due to oedema

II. Incomplete IIa A simple defect of the mucosal layer

Without Reaction to surrondings Erosion located on flat mucosa

Iib Erosion located on the prominent folds of the prepyloric region

III. Haemorrhagic Erosive

gastritis

(4)

Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, dll. Yang termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan.3,11,12

Gambar 2.3. Patofisiologi gastritis 21

Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa.21

2.2 H.pylori

H.pylori pertama kali ditemukan oleh Robin Warren dan Marshall pada tahun

1983. H.pylori merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan pada permukaan epitel lambung yang menginfeksi sekitar 50% dari populasi umum. H.pylori

bersifat mikroaerofilik, berbentuk batang melengkung, berukuran panjang 1-3 µm dan lebar 0,3-0,6 µm serta berflagella pada satu ujung polenya. Bakteri ini memiliki adaptasi yang sangat baik pada kondisi asam. H.pylori mengekskresikan urease yang berperan dalam merubah urea menjadi amonia sehingga . H.pylori

juga dapat menghindari kontak dengan gastric juice yang bersifat asam melalui crossing lapisan tebal dari mukus dengan menggunakan flagelnya.14,15,16

(5)

alat minum yang dipakai bersama, bisa juga akibat pemakaian air yang telah tercemar kuman yang ketika diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Masa Inkubasi dari data yang dikumpulkan dari 2 orang sukarelawan yang menelan 106

– 109 organisme menunjukkan bahwa gejala gastritis terjadi dalam waktu 5-10 hari. Semua orang diperkirakan rentan terinfeksi. Walaupun bertambahnya usia dan tingkat sosial-ekonomi yang lemah merupakan dua faktor risiko terpenting untuk terkena infeksi, ada sedikit data yang tidak bisa diabaikan begitu saja tentang kerentanan atau kekebalan seseorang. Diperkirakan bahwa ada berbagai faktor pendukung (cofactor) penting untuk dapat terjadinya penyakit tersebut. Tidak timbul imunitas sesudah infeksi

Infeksi kronik dari H.pylori biasanya menyebabkan atrofi serta metaplasia dan juga diplasia serta karsinoma gaster. H.pylori dapat menyebabkan ulkus peptikum (70%) dan ulkus duodeni (90%). Transmisi infeksi H.pylori melalui mulut ke mulut atau feses ke mulut.23

Gambar 2.4. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori.24

(6)

Tabel 2.2. Indikasi diagnosis dan terapi H.pylori Kondisi

Active peptic ulcer disease (gastric or duodenal ulcer)

 Riwayat penyakit peptic ulcer ( tidak pernah diobati untuk H.pylori)

Gastric Malt lymphoma (low grade)

 Setelah reseksi gaster oleh karena kanker gaster stadium awal  Uninvestigative dyspepsia ( prevalensi H.pylori tinggi) Kontroversi

Nonulcer dyspepsia

Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)

 Pengguna Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs

 Anemia Defisiensi Besi

 Populasi yang memilik risiko tinggi karsinoma gaster

Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H. pylori, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.24

Tabel 2.3. Pemeriksaan diagnostik untuk H. pylori 26

(7)

Tabel 2.4. Keuntungan dan kerugian test H.pylori 27

Test endoskopi Keuntungan Kerugian

(8)

2.2.1 Pemeriksaan H.Pylori 1. Pemeriksaan invasif

a. Histopatologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan tambahan (seperti Giemsa, Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet Creosyl) untuk mendeteksi infeksi dalam kadar rendah dan untuk menunjukkan karakteristik morfologi H.pylori. Keuntungan pemeriksaan secara histopatologi selain dapat disimpan, irisan dari biopsi dapat diperiksa kapanpun; dan adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia intestinal dapat pula diperiksa. Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat disimpan dalam formalin untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat disimpulkan.24

b. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi infeksi bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko pertumbuhan berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif, dan metode ini adalah metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama gastroskopi. Meskipun hanya sedikit pusat kesehatan yang secara rutin menawarkan isolasi mikrobiologis H.pylori, prevalensi strain multiresisten membuat metode kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotik menjadi persyaratan bagi pasien dengan infeksi persisten dengan kegagalan terapi.24 c. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi

H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan

(9)

d. Gastroskopi

Klasifikasi Sydney dari gastritis per gastroskopi bertujuan untuk menstandarisasi laporan klasifikasi gastritis per gastroskopi berdasarkan tampilan mukosa seperti edema, punctuate and confluent erythema, friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion, rugal hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and confluent intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. (Guindy AE, et al, 2007).31,32

Tabel 2.5. Temuan gastritis dari gastroskopi dan kriteria diagnosisnya (Guindy AE, et al, 2007)32

Findings including edema and redness (spotted, patchy, linear), friabililty and/or exudate are observed

Hemorrhagic Gastritis

Hemorrhage is evidenced

Erosive Gastritis Erosive changes including flat or depressed types Verrucous Gastritis Erosive changes including elevated type

Atrophic Gastritis Findings such as color change of mucosa, visible vascular pattern and thinning are observed

Metaplastic Gastritis

Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as an ash-colored nodular change by conventional endoscopy alone dyeing

Hyperplastic Gastritis

Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of greater curvature in corpus

Special Gastritis Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive

gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion and edema of the mucosa with or without red spots seen endoscopically in patients with portal hypertension

2. Pemeriksaan non-invasif

(10)

anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA. Keuntungan metode serologi adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan assay fase solid terfiksir untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori.24

b. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji 13

C-urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea dengan karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa lambung dan melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai 13CO2 dalam udara ekspirasi. Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak bersifat radioaktif, dapat digunakan sebagai uji skrining untuk

H.pylori, menilai eradikasi, dan mendeteksi infeksi pada anak.24

c. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich

sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang terbungkus feses. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah dalam studi epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada anak.24

2.2.2 Patofisiologi H.Pylori

H.pylori memiliki efek stimulasi terhadap respon non spesifik dan spesifik. Kolonisasi H.pylori pada mukosa gaster akan merangsang sistem imun non spesifik berupa aktivasi proinflamasi dan faktor antibakterial dari sel epitel gaster. H.pylori juga menstimulasi sistem imun spesifik yaitu selluler dan humoral. Meskipun demikian sangat sulit untuk mengeliminasi H.pylori dari mukosa gaster dan biasanya infeksi H.pylori menetap (persisten). Hal ini disebabkan H.pylori memiliki kemampuan untuk mempengaruhi respon imun untuk menghindari eliminasi serta menurunkan regulasi kerusakan jaringan. Respon H.pylori terhadap sistem imun humoral yaitu menstimulasi terbentuknya antibodi yaitu IgA dan IgG. Namun efek antibodi ini masih kontroversi yaitu melindungi sedangkan dari laporan lainnya menyebakan persistensi kolonisasi dan menghambat efek perlindungan. Sel T memiliki efek dominan dalam sistem imun

H.pylori. Sel Th1 memproduksi IFN- dan akan menyebabkan munculnya

(11)

H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori

mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di mukosa gster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1 , IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN- menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori

maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi.29

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 , IL-6,

TNF-α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan kadar H.pylori

dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus tersebut mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. Treg meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan memfasilitasi pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN- , IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial.

H.pylori diklasifikasikan kedalam kelas I bahan karsinogenik oleh WHO.

(12)

Gambar 2.5. Respons Inflamasi akibat H. pylori 2

1. VacA

(13)

2. CagA

Analisis molekuler telah memungkinkan identifikasi dua kelompok

H.pylori berdasarkan ada atau tidak adanya gen CagA (cytotoxinassociated gen A), yang mengkodekan imunodominan 120-140 kDa protein, dan gen terkait di Pulau Cag patogenisitas (CagPAI). Sistemik dan humoral dikenal dari protein CagA yang telah dikaitkan dengan beberapa studies ulkus peptikum, dan mukosa IgA dikenal dari CagA yang dikaitkan dengan tingkat infiltrasi neutrofil pada mukosa (aktivitas) dan luasnya permukaan degeneration epitel. Studi yang berhubungan antara sistemik humoral dari CagA dan aktivitas gastritis belum ditemukan hubungannya, meskipun ini mungkin mencerminkan perbedaan respon antara mukosa dan sistemik humoral atau perbedaan suku dari populasi yang diteliti. Beberapa studi mikrobiologi dari ekspresi CagA telah memberikan bukti lebih lanjut bahwa pasien ulkus duodenum lebih sering terinfeksi dengan strains CagA positif, sementara penelitian lainnya tidak ditemukan. Namun, kombinasi infeksi strains CagA (+) dan cagA (-) dapat dikaitkan dengan peningkatan transkripsi IL-8, IL-lα dan IL-l , kuatnya reaksi neutrofil, mungkin sangat penting. Sejumlah penelitian in vitro menggunakan sel epitel lambung untuk menunjukkan respon IL-8 yang diamati secara khusus dengann strain dari phenotype CagA. Protein CagA tidak secara langsung memberi respons pada epitel, tetapi penelitian tentang mutasi telah menunjukkan beberapa gen dalam cagPAl sangat penting untuk induksi kemokin epitel.

Strain CagA dikeluarkan langsung dari bakteri H.pylori ke dalam sel-sel epitel lambung melalui tipe-IV sistem sekresi. Setelah lokalisasi bakteri pada membran dan selanjutnya tirosin fosforilasi oleh golongan Src kinase. CagA berfungsi sebagai pembuka dan yang berinteraksi dengan sejumlah protein yang mengatur pertumbuhan sel, motilitas sel dan polaritas sel. Kedua faktor yang mengatur CagA fosforilasi-dependent dan phosphorylationin dependent.31,32

(14)

(frame pembaca awal), termasuk CagA dan komponen-komponen encoding dari molekul 'penghubung' disebut sistem tipe sekresi IV, melalui makromolekul yang dikirim dari dalam ke luar bakteri. Secara klinis, infeksi CagA positive pada strain H.pylori dikaitkan peradangan mukosa lambung yang lebih berat sebagai gastritis atrofi berat dan dapat berkembang menjadi karsinoma gaster.45

Setelah H.pylori CagA (+) menempel pada epitel lambung, protein CagA masuk langsung ke dalam sel melalui jenis sistem sekresi IV .65-69 Translokasi CagA kemudian terlokalisasi ke dalam permukaan membran plasma, dimana mengalami tirosin fosforilasi oleh beberapa golongan Src kinase (SFK) seperti c-Src, Fyn, Lyn dan Ya.11,12 Fosforilasi dari CagA oleh SFK terjadi karena tidak adanya rangsangan, menunjukkan SFK yang konstitutif diaktifkan di epitel lambung. Secara umum, tirosin fosforilasi memainkan peran penting dalam transmisi sinyal intraseluler untuk pertumbuhan, gerakan atau diferensiasi dalam sel mamalia. Setelah tirosin fosforilasi, protein bakteri mengganggu sinyal transduksi dan menimbulkan disfungsi seluler yang akhirnya mengarah ke sel transformasi. Di antara berbagai kegiatan CagA yang mengganggu fungsi seluler, deregulasi SHP-2 oleh CagA adalah potensi penting dalam karsinoma gaster karena mutasi PTPN11, gen encoding manusia SHP-2, telah diidentifikasi sebagai keganasan pada manusia.33,34

(15)

infeksi H.pylori, seperti di negara-negara Asia Timur (Jepang, Korea dan China), memiliki insiden yang tinggi dari karsinoma gaster, ini mungkin menjelaskan struktur protein polimorfisme.35

CagA antara H.pylori strain yang beredar di wilayah geografis yang berbeda. Sebagaimana dicatat sebelumnya, East Asia H.pylori dan Barat

H.pylori memiliki protein CagA dengan terstruktur tirosin fosforilasi / SHP-2- yang berbeda. Selain itu, derajat peradangan, aktivitas gastritis, dan atrofi secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi dengan strain CagA (+) di Asia Timur dibandingkan pasien yang terinfeksi CagA (-) atau strain CagA (+) di Asia Barat.38-39

Interaksi CagA dengan SHP-2, yang pertama fosfatase yang bertindak sebagai onkoprotein bonafide pada keganasan merupakan salah satu faktor kunci untuk pengembangan karsinoma gaster yang berkaitan dengan infeksi H.pylori CagA (+).

Cytotoxin-terkait gen A (CagA) adalah cytotoxin yang dihubungkan dengan protein, terkait dengan ulkus peptikum dan karsinoma gaster. strain

H.pylori dapat dikelompokkan sebagai subtipe Asia Barat dan Timur

berdasarkan polimorfisme di 3’bagian gen CagA, yang menghasilkan variasi klinis hasil di negara-negara Asia Timur dan Barat. 3’ bagian gen CagA terdiri dari dua jenis tipe yaitu 57 bp dan 102 bp. Jenis CagA Asia Timur lebih umumnya dikaitkan dengan kematian akibat karsinoma gaster dibandingkan CagA Asia Barat.38,39

H.pylori CagA menginduksi perubahan patologis, yang sangat erat

kaitannya dengan perkembangan gastritis, ukus lambung, dan karsinoma gaster. Strain H.pylori CagA (+) lebih virulen menyebabkan tingkat peradangan yang lebih tinggi di mukosa lambung pada gastritis dan karsinoma gaster.

(16)

terkait. Ini menjadi translokasi ke sel epitel dan pada tingkat lebih rendah ke dalam sel hematopoietik. Dengan kode imun dominan 120-140 kDa protein. Dan dihubungkan dengan gen di Cag pathogenicity island ( CagPAI).31

Gambar 2.6. Imunopatogenesis infeksi H.pylori29

2.3Histopatologi

Dalam rangka untuk mengenali respon jaringan patologis di gastritis, penting untuk mengetahui mukosa gaster yang normal secara histologi. mukosa lambung yang normal dibentuk oleh epitel / kelenjar dan komponen lamina propria. Komponen epitel terdiri dari epitel foveolar, yang dibentuk oleh sel-sel mukosa kolumnar dengan inti yang terletak di basal dan kumpulan supranuclear yang melapisi mucus-mucus bulat kecil yang melepaskan mucus ke permukaan, membentuk lapisan pelindung seperti pelumas pada lumen. Perubahan kumpulan kelenjar tergantung pada lokasi didaerah lambung.

1. kelenjar kardia berjumlah sedikit terdapat diregio lambung (kardia) yang mengelilingi bagian esofagus. Berbentuk tubular, agak berliku-liku, dan kadang-kadang bercabang, dan terutama dibentuk oleh sel penghasil mukus, dengan sesekali diselingi sel enteroendocrin.

(17)

3. Kelenjar antral-pilorus terletak di antrum pylori (Bagian lambung antara fundus dan pilorus) .Bercabang bergulung ke kelenjar tubular dan dilapisi oleh sel-sel sekretori mirip bentuk permukan sel mucus. sel enteroendokrin ditemukan berselang-seling dalam kelenjar epithelium sepanjang sel parietal.63,65

Lamina propria relatif sedikit dan terbatas pada ruang terbatas yang mengelilingi lambung dan kelenjar. Stroma terdiri dari serat retikuler dengan fibroblas terkait dan sel-sel otot polos. Hal ini juga terdiri dari limfosit, sel plasma, makrofag, dan beberapa eosinofil. Limfosit yang didominasi imunoglobulin A (IgA) memproduksi sel B IgG dan sel IgM secreting cell juga dijumpai. Dalam kondisi normal, limfosit intraepitel tidak jumpai di di mukosa lambung. sejumlah kecil sel T lamina propria, neutrofil, dan sel mast. Lamina propria juga mengandung kapiler, arteriol, dan serabut saraf non myelinated. limfoid kecil agregat, biasanya terletak di dekat muskularis mukosa di dasar lamina propria, terutama pada korpus, bisa didapati pada mukosa lambung normal. Sebaliknya, kehadiran limfoid agregat dengan germinal pusat sangat jarang terjadi pada mukosa normal H.pylori dewasa negatif 59

(18)

Figure 3. Histological section of human fundic gland of patient suffering from gastritis with anti H. pylori IgM positive group showing (a) x100 irregular short fundic gland (FG), wide gastric pit (GP), multiple inflammatory cells (arrows) and blood vessels (double arrows) filling lamina propria (LP), (b) x400 showing irregular simple columnar epithelium (E), small pyknotic nuclei (arrows) of cells lyningfundic gland (FG) and multiple inflammatory cells (double arrows) filling lamina propria (LP)(Elseweidy et al, 2010).

(19)

Gambar 2.7. The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale (Dixon MF, et al, 1996)59

The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale. Each feature is assigned either a numeric or descriptive value: 0 for absent, 1 for mild, 2 for moderate, and 3 for marked (or severe). Taken from Dixon et al.

Setiap fitur dinilai secara numerik atau deskriptif: 0 untuk absen, 1 untuk ringan, 2 untuk moderat, dan 3 untuk berat. Nilai masing-masing spesimen kemudian dirata-ratakan secara terpisah untuk masing-masing kompartemen anatomi (antrum dan korpus). Langkah selanjutnya adalah untuk mendokumentasikan tingkat peradangan dalam dua kompartemen utama lambung (antrum dan korpus) dan untuk menentukan intensitas peradangan ( contohnya pangastritis) atau lebih parah dibagian antrum (antrum predominant gastritis) atau korpus (corpus-predominan gastritis) .(Dixon MF, et.al, 1996).59

(20)

Gambar 2.9. Derajat Keparahan Inflamasi (Rugge M, et al, 2005)

Dinilai dari intensitas sel-sel inflamasi (limfosit, sel plasma, dan granulosit) dalam lamina propria yang digradasikan absen (0), ringan (1), moderate (2), dan berat (3) berdasarkan visual analogue scales dari Updated Sydney System. Derajat inflamasi ditentukan dari kombinasi derajat lesi inflamasi di mukosa antrum dan korpus (Rugge M, et al, 2005).65

Gambar 2.10. Derajat Atrofi (Rugge M, et al, 2005)65

Derajat atrofi ditentukan dari hilangnya kelenjar (dengan atau tanpa metaplasia intestinal). Pada masing-masing kompartemen (antrum dan korpus) digradasikan skor 0-4, menurut visual analogue scale dari Updated Sydney System

(21)

Lokasi biopsi yang berbeda disarankan untuk mewakili semua mukosa sudah dieksplorasi. Proposal OLGA menyarankan setidaknya dibuat 5 tempat biopsi, yaitu (Rugge M, et al, 2008)60 :

1. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2 = mucus secreting mucosa) 2. Kurvatura minor incisura angularis (A3), dimana perubahan

atrofi-metaplastik sering terjadi lebih dahulu

3. Dinding anterior dan posterior korpus proksimal (C1-C2 = oxyntic mucosa)

Gambar 2.11. Protokol sampling biopsi lambung (Rugge M, et al, 2008)66

(22)

ketika limfosit dideteksi dalam epitel kelenjar. Infiltrat limfositik intraglandular yang lebih berat (nodular) merusak dan/atau secara parsial menggantikan kontinuitas struktur kelenjar: lesi limfo-epitelial cukup patognomonik untuk limfoma gaster primer (yang hampir selalu berhubungan dengan H.pylori) (Rugge M, et al, 2011).61

Gambar 2.12. Gambaran limfosit pada mukosa lambung (panah) sebagai tanda adanya inflamasi kronis dengan pengecatan hematoksilin-eosin

(Yulida E, et al, 2013)62

2. Inflamasi akut: infiltrat neutrofil dan eosinofil

Inflamasi aktif mukosa gaster ditandai dengan adanya neutrofil (dalam lamina propria dan/ atau lumen kelenjar). Kasus di mana eosinofil dominan disebut dengan istilah gastritis eosinofilik (Rugge M, et al, 2011).61

Gambar 2.13. Gambaran sel netrofil pada mukosa lambung (panah) sebagai tanda adanya inflamasi akut dengan pengecatan hematoksilin-eosin

(23)

3. Atrofi mukosa gaster

Sampel biopsi gaster normal menunjukkan adanya kelenjar-kelenjar yang berbeda (mucoscereting atau oxyntic), yang sesuai dengan kompartemen

fungsionalnya, atrum atau korpus (“appropriate glands”). Definisi atrofi adalah hilangnya “appropriate glands”. Adanya definisi ini, ahli patologi

gastrointestestinal internasional menyusun spektrum histologis perubahan atrofik ke klasifikasi yang formal. Fenotipe transformasi atrofik terdiri dari: (1) shrinkage atau tidak tampak kelenjar, digantikan oleh lamina propria yang meluas (fibrotik). Situasi ini menyebabkan terjadinya pengurangan massa kelenjar. (2) Penggantian kelenjar oleh kelenjar metaplastik menyebabkan metaplasia intestinal dan/atau pseudopilorik. Jumlah kelenjar belum tentu berkurang tetapi penggantian jaringan metaplastik ini menyebabkan struktur

kelenjar yang “appropriate” lebih sedikit. Kondisi ini yang sesuai dengan

definisi “loss of appropriate glands”. Kondisi ini berhubungan dengan kejadian karsinoma gaster, sehingga bisa menjadi indikator faktor resiko terjadinya karsinoma gaster.61

Gambar 2.14. Kelenjar di gaster yang normal dan atrofik (Rugge M, et al, 2011)61

(24)

menunjukkan oxyntic dan mucosecreting. Berbagai perubahan atrofik terjadi pada berbagai tipe mukosa gaster : (A) Shrinkage dari kelenjar antrum yang bersamaan dengan fibrotik lamina propria; (B) metaplasia intestinal dari kelenjar antrum (mucosecreting), warna biru menunjukkan metaplasia intestinal; (C) antralisasi metaplastik dari kelenjar oxyntic (metaplasia pseudopilorik = garis kuning); (D) Shrinkage dari kelenjar oxyntic, yang sebagian digantikan oleh fibrotik lamina propria. Kelenjar yang metaplasia pseudopilorik bisa berlanjut mengalami intestinalisasi (C

→ B) (Rugge M, et al, 2011).61

Tabel 2.6. Atrofi mukosa gaster: klasifikasi histologis dan grading (Rugge M, et al, 2011)61

(25)

4. Metaplasia

Metaplasia perubahan dari sel-sel yang berdiferensiasi ke sel tipe lainnya, mengindikasi adaptasi terhadap stimulus lingkungan. Di gaster, metaplasia tipe intestinal adalah bentuk metaplasia tersering. Metaplasia intestinal merupakan prekursor karsinoma gaster. Namun tidak selalu metaplasia intestinal mengalami progresivitas menjadi karsinoma gaster. Metaplasia intestinal diinisiasi oleh sel punca gaster, proses ini biasanya dicetuskan oleh iritasi menetap di mukosa gaster. Karsinoma gaster sering diakibatkan infeksi H.pylori. Metaplasia intestinal pada gaster termasuk dalam lesi prakeganasan karena berhubungan dengan terjadinya adenoma dan adenokarsinoma yang berdiferensiasi baik (Szoke D, 2009).63

Gambar 2.16. Metaplasia intestinal pada gaster dengan pewarnaan HE (Szoke D, 2009)63

(26)

5. Displasia

Displasia (neoplasia non invasif/ neoplasia intraepitel), akibat gastritis atrofik yang berkepanjangan, terutama infeksi H.pylori, serta metaplasia intestinal beresiko untuk transformasi lebih jauh, menjadi epitel yang diferensiasi. Diplasia epitel masih terbatas dalam membran basalis dari struktur kelenjar (Rugge M, et al, 2011).61

Tabel 2.7. Temuan gastritis dari histopatologis dan kriteria diagnosisnya (Guindy AE, et al, 2007)68 with observation of inflammatory cell infiltration only at the surface of mucosa

Hemorrhagic Gastritis

Hemorrhage, hemosiderin sedimentation, hemosiderin phagocytic macrophage are observed

Erosive Gastritis Defect of superficial mucosa is observed, with relevant bioresponse (fibrin precipitation, hemorrhage, edema, neutrophil infiltration and growth of capillary) being evidenced

Verrucous Gastritis

This is in the state of hyper-regeneration after erosion, with irregular running of muscle fibers of muscularis mucosae and hyperplasiaof pyloric glands surrounded by myofibers in the area pyloric glands, as well as replacement of pseudopyloric glands and alterations in regeneration of foveolar epithelium

Atrophic Gastritis Atrophy of glands is observed Metaplastic

Gastritis

In the biopsy specimens, intestinal metaplastic tuble is observed in more than 1/3 of mucosal tissues

Hypertrophic Gastritis

Hypertrophy of glands is observed while foveolar epithelium is almost normal or hypertrophic

Congestive gastropathy

Gambar

Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012)
Tabel 2.1 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Gambar 2.3. Patofisiologi gastritis 21
Gambar 2.4. Perjalanan alamiah infeksi  Helicobacter pylori.24
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan FK USU, Ketua TKP-PPDS FK USU, dan Ketua Program Studi Magister Kedokteran FK USU yang telah memberikan kesempatan

Ditemukan rerata kadar serum TNF- α lebih tinggi (3,48) pada gastritis H.Pylori dengan CagA (+) dibandingkan gastritis H.Pylori dengan CagA (-) (1,29) dengan

Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap

37,39 Hal ini sangat sesuai dengan penelitian ini ditemukan perbandingan rerata yang signifikan dengan nilai p< 0,001, dimana kadar TNF- α pada kelompok pasien Gastritis

Diversity of Helicobacter pylori VacA and CagA genes and Relationship to VacA and CagA protein expression, Cytotoxin Production, and Associated Disease.. Journal of

endoskopi lambung (gastroskopi) dengan puasa ± 10-12 jam sebelumnya dan jika ditemukan gambaran kemerahan pada lambung atau perdarahan, maka dilakukan pengambilan jaringan lambung