1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan flora yang berlimpah. Salah satu tanaman tropis yang banyak dijumpai di Indonesia adalah tanaman pepaya (Carica papaya L) [1]. Semua bagian daripada pepaya dapat digunakan [2]. Selain buah, bagian tanaman pepaya lainnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai sebagai bahan makanan dan minuman, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan kulit, kosmetik, dan sebagainya. Bahkan bijinya pun dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak dan tepung [3].
Daun, biji, kulit dan buah papaya mengandung beberapa enzim, dianataranya enzim papain, chymopapain, pectin, carposide, carpaine, pseudocarpaine, dehydrocarpines, karotenoid, cryptoglavine dan antheraxanthin [4]. Di Asia daun pepaya dikukus dan dimakan seperti bayam [5].
Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim yang dapat mengurai dan memecah protein [3]. Papain digunakan untuk pengempukan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat alat kecantikan (kosmetik) dan lain lain. Papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan dan harus disimpan dibawah temperatur 4 °C [6].
Pengambilan enzim papain dari getah pepaya akan mengakibatkan penurunan kualitas pada buah segarnya. Maka dari itu papain yang diambil dari tanaman pepaya berupa daunnya sehingga tidak mengalami kerusakan pada tanaman pepaya itu sendiri dan dapat meningkatkan nilai tambah tanaman pepaya. Enzim papain diperoleh dari hasil ekstraksi. Semakin tinggi enzim proteasenya maka papain yang dihasilkan semakin baik. Enzim ini dapat diekstrak dan kemudian diproses, pengendapannya dapat dilakukan dengan penambahan garam (NH4)2SO4 (ammonium sulfat) [7]. Garam amonium sulfat sering digunakan untuk salting out protein enzim. Karena kelarutannya sangat tinggi, tidak beracun untuk kebanyakan enzim, murah dan pada beberapa kasus memberikan efek menstabilkan enzim [8].
2
Ekstraksi papain sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim pada umumnya suhu optimal antara 35°C dan 40°C. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang [9]. Dengan bertambahnya suhu dapat mengakibatkan percepatan reaksi bertambah. Saat suhu meningkat, proses denaturasi semakin lama merusak reaksi aktif dari molekul enzim. Ini terjadi karena tidak melipatnya rantai protein setelah pemutusan dari rantai lemah jadi kecepatan reaksi jadi lambat. Untuk beberapa protein denaturasi mulai terjadi pada suhu 45-500C. Dalam kisaran suhu tersebut enzim mulai tidak aktif, karena denaturasi apoenzim. Ketidakaktifan enzim berlangsung secara cepat pada suhu diatas 50oC. Pada suhu rendah aktivitas enzim berlangsung secara lambat. Kebanyakan enzim menunjukkan aktivitas optimal pada kisaran suhu 30-200C [10].
Witono, dkk [11] telah melakukan penelitian mengenai pemurnian parsial enzim protease dari getah tanaman biduri (Calotropis gigantae) menggunakan ammonium sulfat. Hasil penelitian ini hanya memperhatikan tingkat kejenuhan ammonium sulfat. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah ekstraksi protease kasar getah biduri yang paling optimal adalah dengan ammonium sulphat 65% ditinjau dari perameter rendemen protease pada endapan preparat (5.4%) dan total aktifitas sebesar 3.5 unit, di atas tingkat kejenuhan ammonium sulphat 65% tidak terjadi peningkatan yang signifikan pada ketiga parameter tersebut.
Noviyanti [12] telah melakukan penelitian pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim protease dari daun sansakng (Pycnarrhena cauliflora Diels). Dalam penelitian tersebut dilakukan penentuan temperatur optimum reaksi enzimatis protease dari daun sansakng. Temperatur divariasi dari 30, 40, 50 dan 60oC. Aktivitas unit enzim ditentukan dengan substrat kasein menggunakan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas ekstrak kasar mencapai optimum pada temperatur 50oC yaitu sebesar 1,1170 unit/ml.
Adapun penelitian yang akan dilakukan adalah pengaruh penambahan ammonium sulfat (NH4)2SO4 dan waktu perendaman terhadap perolehan crude papain dari daun pepaya (Carica papaya, L.). Penambahan ammonium sulfat ini
3
dilakukan untuk mengendapkan protein dan meningkatkan aktivitas enzim karena kerlarutannya sangat tinggi, tidak beracun, murah dan dapat menstabilkan enzim.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Daun pepaya jarang dimanfaatkan dan sering dibiarkan begitu saja karena budidaya pepaya bertujuan untuk mengambil buahnya saja, sehingga daun-daun pepaya yang tumbuh kurang dimanfatkan. Mengingat hal tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk meneliti tentang pemanfaatan daun sebagai sumber papain. Karena sifat papain yang dihasilkan tergantung pada sumber dan metode ekstraksi, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh rendemen crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
2. Bagaimana pengaruh aktivitas protease crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
3. Bagaimana pengaruh kadar air crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan rendemen crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
2. Untuk mendapatkan aktivitas protease crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
3. Untuk mendapatkan kadar air crude papain dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi ammonium sulfat.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah :
1. Memanfatkan daun pepaya yang jarang dipergunakan.
2. Memberikan informasi tambahan mengenai kondisi ekstraksi papain dari pepaya bagi industri.
3. Memberikan informasi bagi masyarakat dan petani mengenai daun pepaya.
4 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pepaya. Variabel yang digunakan antara lain:
1. Variabel tetap :
Berat daun pepaya dalam kondisi basah 100 gram 2. Variabel berubah :
Waktu perendaman buffer fosfat : 0, 12, 24 dan 36 jam Konsentrasi ammonium sulfat : 40, 50, 60, 70, 80 dan 90% Hasil yang diperoleh dilakukan uji Parameter Analisis seperti :
Penentuan aktivitas proteolitik
Uji spektrofotometer Analisa rendemen Analisa kadar air