• Tidak ada hasil yang ditemukan

Derogasi dan Eufemisasi pada Film Crash

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Derogasi dan Eufemisasi pada Film Crash"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

Derogasi dan Eufemisasi pada Film Crash

Agwin Degaf, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstrak

Tulisan ini mengkaji penggunaan strategi derogasi dan strategi eufemisasi yang digunakan oleh para tokoh pada film Crash. Secara etiomologis, derogasi berarti merendahkan, tidak menghormati, mencela, meremehkan orang lain, dan melihat mereka sebagai pihak yang inferior (Anne, 1999). Oleh karena itu, derogasi memiliki fungsi yang sama sebagai disfemisme. Sedangkan eufemisme berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti bagus dan phemeoo yang berarti berbicara. Jadi, eufemisme berarti berbicara dengan menggunakan perkataan yang baik atau halus, yang memberikan kesan baik. Eufemisasi dikenal sebagai presentasi diri-positif (positive-self presentation), kebalikannya derogasi adalah presentasi negatif terhadap pihak lain (negative other-presentation). Derogasi adalah strategi polarisasi antara ‘yang termasuk’ dalam kelompok dan ‘yang tidak termasuk’. Data pada tulisan ini adalah tuturan yang digunakan oleh tokoh-tokoh dalam film Crash. Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai derogasi dan eufemisasi sehingga penggunaan segala sesuatu, khususnya bahasa yang bersifat diskriminatif bisa tereduksi. Kata Kunci: Derogasi, eufemisasi, film Crash.

1. Pendahuluan

Tulisan ini berfokus terhadap struktur mikro yaitu struktur internal teks yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks. Menurut van Dijk (dalam Rosidi, 2007: 10), struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana dengan menyelidiki dan menganalisis kata, kalimat, proposisi, dan frase. Penggunaan kata, kalimat, proposisi, dan frase dianggap oleh van Dijk sebagai elemen dari strategi penutur atau penulis untuk mencapai tujuan mereka. Strategi ini dipandang tidak hanya sebagai cara untuk menyampaikan informasi tetapi juga sebagai teknik dari pencipta teks untuk mempengaruhi dan mengendalikan pikiran pembaca atau pendengar, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi dan kekuasaan, serta menyingkirkan lawan atau penentang (Eriyanto, 2009: 227). Hal ini menunjukkan jika van Dijk menganggap bahwa struktur mikro merupakan posisi yang signifikan dan menentukan dalam analisis wacana karena tidak hanya mengamati makna global (struktur makro) tetapi juga membahas elemen-elemen kecil linguistik seperti kata-kata, frase, dan kalimat yang tentunya dibutuhkan upaya keras untuk mengidentifikasi strategi diskursif dengan melihat dari struktur internal teks. Strategi diskursif sendiri adalah cara bagaimana wacana dibangun dan bagaimana hal itu mempengaruhi penerima teks, termasuk untuk memarginalkan kaum minoritas dan mempertahankan kekuatan mayoritas melalui struktur teks.

Richardson (2007: 47) mendukung pernyataan di atas dan berpendapat bahwa analisis terhadap kata-kata tertentu yang digunakan oleh media merupakan tahapan awal dalam menganalisis teks atau wacana. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kata dapat menyampaikan makna yang kuat karena dapat mempengaruhi orang-orang untuk percaya dan mengontrol pikiran pembaca atau pendengar tentang suatu peristiwa di mana kata tersebut sering mewakili kekuatan atau legitimasi dari pencipta teks. Selain itu, ketika terdapat pilihan terhadap leksikalisasi, memilih suatu kata daripada kata lainnya seringkali memiliki alasan kontekstual, seperti pendapat dari seseorang terhadap individu atau kelompok lainnya (Dijk, 2009: 40).

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis memutuskan untuk memilih film berjudul

Crash sebagai sumber data untuk menganalisis tuturan-tuturan dari beberapa karakter dalam

film tersebut. Film Crash ini merupakan sebuah film drama Amerika Serikat buatan tahun 2004 yang menceritakan adanya konflik multikultural antara etnis Afro-Amerika, Persia, Kaukasia,

(2)

Latin dan Asia. Film ini mengambil setting sebuah kota di Amerika yang penduduknya sangat kompleks. Film ini menyinggung masalah rasial yang memang sangat rawan terjadi di Amerika Serikat sebagai negara yang multi ras. Hal yang sifatnya kompleks tentunya menyimpan banyak perbedaan di dalamnya. Mulai dari masalah fisik seperti warna kulit yang sifatnya konkret hingga kebudayaan yang sifatnya lebih abstrak.

Struktur mikro dalam tulisan ini difokuskan pada leksikalisasi yang ditandai dengan adanya derogasi dan eufemisasi sebagai sebuah strategi diskursif. Memahami derogasi dan eufemisasi melalui strategi diskursif membuat seseorang menjadi lebih kritis dalam menafsirkan isi sebuah teks dan pemahaman terhadap wacana publik. Seringkali secara tidak sadar, terdapat beberapa aplikasi eufemisasi dan derogasi yang menjadi manipulasi ideologis terhadap suatu teks. Derogasi dan eufemisasi terkait erat dengan strategi diskursif mengenai penggambaran ‘kita’ dan ‘mereka’. Dijk (2004: 221) mengatakan bahwa derogasi dan eufemisasi merupakan sarana media untuk mempenetrasikan ideologi mengenai siapa yang diberi label positif dan siapa yang diberi label negatif. Pelabelan positif (positive self-presentation) tersebut merupakan bagian dari kelompok (kita), sedangkan yang di representasikan sebagai negatif (negative other-presentation) adalah pihak diluar kelompok (mereka). Contoh strategi eufemisasi dan derogasi sebagai penggambaran ‘kita’ dan ‘mereka’ yang terdapat dalam Crash dapat dilihat dalam potongan adegan berikut:

Ria: maybe you see over steering wheel, you blake too!

(Ria: mungkin kalau kau menyetir dan melihatnya, kau juga akan mengerem!)

Officer: maam!

(Petugas: Bu!)

Kim Lee: I call immigration on you. Look what you do my car.

(Kim Lee: Aku akan menelepon kantor imigrasi. Lihat yang kau perbuat pada mobilku.)

Ria: Officer, can you please write in your report how shocked I am to be hit by an Asian driver!

(Ria: Pak Polisi bisakah kamu menuliskan laporan betapa kagetnya aku ditabrak oleh pengemudi Asia!)

Officer: Maam!-Ma’am,…

(Petugas: Bu!-Bu,…)

Ria: no, see detective…

(Ria: Tidak, dengar detektif…)

Officer: all right, You’ve got to calm down

(Petugas: Baiklah, anda harus tenang)

Ujaran yang dipilih pertama adalah maybe you see over steering wheel, you blake too! yang dituturkan oleh Ria, seorang wanita Meksiko. Ketika mengucapkan tuturan tersebut, Ria memberikan penekanan dengan intonasi yang berbeda pada kata see. Hal ini mengindikasikan jika Ria ingin mengatakan secara implisit jika wanita Asia yang menuduhnya sebagai penyebab kecelakaan tersebut sebenarnya tidak melihat dan mengerem mendadak (blake) sehingga sebenarnya dialah penyebab kecelakaan tersebut. Penggunaan intonasi yang berbeda pada kata tersebut menunjukkan bahwa Ria melakukan pelecehan rasialis, dimana secara implisit dia menganggap wanita Asia tersebut tidak bisa melihat, tentu saja karena wanita Asia tersebut bermata sipit. Selain itu, kata blake juga bisa ditafsirkan sebagai sebuah ledekan mengingat kebanyakan orang Asia yang berbicara bahasa inggris, mengalami kesulitan ketika mengucapkan huruf ‘r’, sehingga bisa dianggap jika Ria mempelesetkan kata ‘brake’ (rem) dengan kata ‘blake’ untuk meledek lawan tuturnya.

Tuturan selanjutnya adalah call immigration yang dituturkan oleh wanita Asia menunjukkan adanya penghinaan dimana penutur secara tidak langsung menganggap Ria yang memiliki ras hispanik bukan bagian dari mereka sehingga seolah-olah penutur menginginkan mitra tuturnya di deportasi. Disini, penutur menyebutkan pihak yang berwenang untuk mendukung kasusnya, yaitu pihak imigrasi. Kalimat berikutnya yang bisa dianalisis adalah

(3)

dituturkan oleh Ria. Tuturan tersebut menunjukkan penghinaan, yang kali ini dilakukan oleh Ria. Penggunaan kata Asian driver, menunjukkan bahwa yang patut disalahkan dalam kejadian tersebut adalah wanita Asia. Penutur menggunakan diksi Asian driver karena wanita Asia tersebut terlihat berbeda dari kebanyakan orang, seorang wanita yang memilik masalah dengan karakteristik Asia-nya, termasuk juga aksen dalam berbahasa Inggris dan juga penampilannya. Ria menggunakan kata Asia karena dia berpikir bahwa penting untuk menyebutkan etnis karena di AS terdapat banya etnis dan satu dengan yang lainnya adalah berbeda. Dia mengatakan Asian

driver untuk menunjukkan bahwa dia tidak suka pernyataan dari wanita Asia tersebut yang

menyalahkan dirinya. Tuturan tersebut menggambarkan bahwa Asia memiliki karakter negatif dalam pandangannya. Seharusnya, Ria cukup menggunakan kata ganti “dia” untuk menyebut wanita tersebut tanpa harus menyebutkan latar belakang etnis. Contoh diatas cukup memperkuat teori dari van Dijk (2004) yang menyatakan bahwa derogasi dilakukan karena mitra tutur tidak termasuk dalam kelompok.

Selain kedua etnis di atas, film ini juga menunjukkan konflik antar-etnis lainnya yang tentunya menarik untuk diteliti lebih lanjut terkait dengan penggunaan strategi derogasi dan eufemisasi. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana strategi diskursif yang digunakan oleh para tokoh untuk meyakinkan, mempengaruhi, dan mengontrol pikiran pendengar atau penonton dari sebuah film yang merupakan salah satu bentuk media. Sebagai contoh umum, kelompok minoritas di Barat, selalu dipandang identik dengan kejahatan, obat-obatan terlarang, dan tindakan kriminal. Sehingga jika kita melihat film dimana digambarkan penjahatnya adalah orang kulit hitam atau orang dari etnis Cina yang terlibat mafia obat terlarang, kita semua menerima itu sebagai suatu kewajaran. Disini menggambarkan bagaimana media bekerja, yang membuat kita tidak sadar untuk mempertanyakan penggambaran semacam itu.

2. Metode Penelitian

Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Bogdan dan Biklen (1986) menyatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia dan sulit untuk mengukur data secara kuantitatif karena data yang diperoleh dalam bentuk kata-kata, ucapan, atau percakapan. Dalam tulisan ini, penulis menyelidiki tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh karakter mulai dari awal sampai akhir film secara berurutan, yang menunjukkan adanya derogasi dan eufemisasi.

3. Strategi Derogasi pada Crash

Secara etimologis, derogasi berarti merendahkan, tidak menghormati, mencela, meremehkan orang lain, dan melihat mereka sebagai pihak yang inferior. Sebagai sebuah strategi diskursif, penggunaan derogasi juga diikuti dengan kehadiran beberapa langkah diskursif tertentu yang tujuannya untuk melanggengkan hegemoni dari penutur terhadap mitra tuturnya dan atau melakukan counter diskursus antara pihak yang didominasi dengan pihak yang mendominasi. Dalam kaitannya dengan derogasi dan eufemisasi, kerangka kerja Van Dijk terdiri dari dua strategi diskursif utama yaitu ‘positive self-presentation' (strategi dalam kelompok yang favorit) dan ‘negative other-presentation' (strategi derogasi kelompok lainnya) yang diwujudkan melalui beberapa langkah diskursif (2004: 51-85).

Dari hasil analisis data, dapat diketahui beberapa langkah diskursif yang digunakan oleh penutur antara lain adalah: strategi deskripsi aktor, strategi pengajuan konsensus, strategi pengajuan empati, strategi proses pembuktian, strategi humanitarianisme, strategi implikasi, strategi pengajuan ungkapan normatif, strategi permainan angka, dan disklaimer (pengajuan sangkalan). Langkah diskursif deskripsi aktor menjadi langkah diskursif yang paling sering digunakan oleh para tokoh pada film Crash untuk melakukan diskriminasi, pelecehan, dominasi, dan melanggengkan kekuasaan, sedangkan langkah diskursif berupa disclaimer (pengajuan sangkalan) menjadi langkah diskursif yang paling sedikit digunakan.

(4)

Secara detail, langkah-langkah diskursif tersebut terpapar dalam tabel 1, beserta masing-masing contoh penggunaannya.

Tabel 1

No. Strategi Contoh Percakapan

1. Deskripsi aktor Konteks: Seorang wanita Asia sedang berdebat dengan seorang wanita Meksiko.

Kim Lee: Stop in middle of street! Mexicans no know how to drive.

(berhenti di tengah jalan! Orang Meksiko tidak tahu bagaimana cara berkendara)

2. Implikasi Konteks: Seorang wanita Meksiko sedang berdebat dengan wanita Asia.

Ria: Maybe you see over steering wheel, you blake too!

(Mungkin kalau kau menyetir dan melihatnya, kau juga akan mengerem!)

3. Pengajuan konsensus Konteks: Jean, seorang kaukasia sedan berbicara dengan suaminya mengenai tukang kunci mereka yang seorang hispanik.

Jean: Yes. The guy with the shaved head, the pants around

his ass, the prison tattoo.

(Ya. Orang gundul itu, yang pakai celana panjang melorot, tato tahanan)

4. Pengajuan ungkapan normatif

Konteks: Ryan, seorang polisi kaukasia sedang menginterogasi Cameron, seorang afro-amerika dan istrinya.

Ryan: my partner and I just witnessed your wife performing

fellatio on you while you operating a motor vehicle (Aku dan rekanku melihat istrimu sedang mengoralmu saat kau sedang mengemudi)

5. Humanitarianisme Konteks: Christine sedang berdebat dengan Cameron

Christine: do you have any idea how that felt? To have that

pig’s hands all over me? And you just stood there!

And you apologized to him?

(Kau tahu bagaimana rasanya tadi? Diraba oleh babi itu? Dan kau Cuma berdiri saja! Lalu meminta maaf padanya?)

6. Pengajuan empati Konteks: Graham menjelaskan kepada pacarnya Ria bahwa dia tidak bermaksud menyinggung perasaannya.

Graham: Oh, shit! Come on. I would've said you were

Mexican, but I don't think it would've pissed her off

as much.

(Oh, sial! Ayolah. Aku bisa saja bilang kau orang Meksiko, tapi kurasa ibuku tak akan marah)

7. Proses pembuktian Konteks: Ryan sedang berbicara kepada seorang wanita kulit hitam mengenai ayahnya

Ryan: He struggled his whole life. Saved enough to start his own company. Twenty-three employees, all of them

black. Paid 'em equal wages when no one else was

doing that.

(Dia terus berjuang seumur hidupnya. Menabung untuk membuka usahanya sendiri. Dua puluh tiga karyawan kesemuanya kulit hitam. Membayar mereka setara dengan orang lain sementara tak ada orang lain yang melakukannya)

(5)

8. Permainan angka Konteks: Jake sedang berbicara dengan Graham, seorang detektif afro-amerika.

Jake: I mean, I know all the sociological reasons why per capita eight times more black men are incarcerated than white man.

(maksudku, aku tahu alasan sosiologis mengapa per kapita jumlah orang kulit hitam yang dipenjara 8 kali lebih banyak daripada kulit putih)

9. Disklaimer (pengajuan sangkalan)

Konteks: Jake sedang berbicara dengan Graham, seorang detektif afro-amerika.

Jake: All that stuff!! But still, it’s gotta get to you, on a gut level as a black man, they just can’t keep their hands out of the cookie jar. Of course, you and I know that’s not the truth. But that’s the way it always plays, doesn’t it?

(Semua hal itu!! Tapi tetap saja, kau dianggap demikian, sebagai orang kulit hitam, mereka hanya tidak bisa menjauhkan tangan mereka dari stoples kue. Tentu saja, kita tahu itu tidak benar. Tapi itu adalah kenyataan kan?)

4. Strategi Eufemisasi pada Crash

Secara etimologi, eufemisme berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti bagus dan

phemeoo yang berarti berbicara. Jadi, eufemisme berarti berbicara dengan menggunakan

perkataan yang baik atau halus, yang memberikan kesan baik. Data-data tersebut selanjutnya akan dijelaskan dan diinterpretasikan berdasarkan analisis wacana model Teun A. van Dijk yang mana berdasarkan pendapat van Dijk (2004: 51-85), eufemisasi dikenal sebagai representasi diri-positif (positive-self representation). Ini adalah strategi untuk mendeskripsikan pencipta teks sebagai pihak yang berlabel positif. Kecenderungan ini merupakan bagian dari strategi interaksional dan kognisi sosial untuk menghindari kesan negatif dari penerima teks. Jadi, penggunaan strategi eufemisasi disini bertujuan untuk ‘mengatur’ kesan pada lawan bicara atau penerima teks.

Sebagai sebuah strategi diskursif, penggunaan eufemisasi juga diikuti dengan kehadiran beberapa langkah diskursif tertentu yang tujuannya untuk melanggengkan hegemoni dari penutur terhadap mitra tuturnya dan atau melakukan counter diskursus antara pihak yang didominasi dengan pihak yang mendominasi. Dari hasil analisis data, dapat diketahui beberapa langkah diskursif yang digunakan oleh penutur antara lain adalah: strategi deskripsi aktor, strategi pengajuan argumentasi otoritatif, strategi pengajuan konsensus, strategi pemuliaan diri, strategi polarisasi, dan strategi pengajuan ilustrasi. Langkah diskursif deskripsi aktor menjadi langkah diskursif yang paling sering digunakan oleh para tokoh pada film Crash, sedangkan langkah diskursif berupa polarisasi menjadi langkah diskursif yang paling sedikit digunakan.

Secara detail, langkah-langkah diskursif tersebut terpapar dalam tabel berikut ini beserta masing-masing contoh penggunaannya:

Tabel 2

No. Strategi Contoh Percakapan

1. Deskripsi aktor Konteks: Graham, seorang detektif afro-amerika sedang menyelidiki kasus penembakan yang dilakukan oleh seorang polisi.

Graham: This Barry Gibb dude is a cop?

(Si Barry Gibb ini adalah polisi?) 2. Pengajuan argumentasi

otoritatif

Konteks: Ria berbicara dengan seorang polisi karena dia tidak terima dituduh sebagai penyebab kecelakaan oleh seorang wanita Asia.

(6)

Ria: Officer, can you please write in your report how shocked I am to be hit by an Asian driver!

(Pak Polisi, bisakah kau menuliskan laporan betapa kagetnya aku ditabrak pengemudi Asia)

3. Pengajuan konsensus Konteks: Peter meletakkan patung di dashboard mobil untuk keberuntungan, namun Anthony tidak menyukai hal tersebut.

Anthony: No, no, no! Take that voodoo-assed thing off of there right now.

(Tidak, tidak, tidak! Singkirkan mainan Voodoo itu sekarang) 4. Pemuliaan diri Konteks: pemilik toko senapan menjelaskan berbagai jenis

amunisi yang ada di tokonya.

The owner: We got a lot of kinds. We got long colts, short colts, bull heads, flat nose, hollowpoints, wide cutters, and a dozen more that'll fit any size hole. Just depends upon how much bang you can handle.

(Ada banyak jenis. Peluru panjang, peluru pendek, ujunganya tajam, ujungnya rata, peluru hampa, peluru pemotong, dan ada banyak lagi yang cocok. Tergantung berapa tembakan yang bisa kau tahan)

5. Polarisasi Konteks: Christine berusaha membela suaminya yang dituduh sedang mengemudi dalam keadaan mabuk.

Christine: He doesn't drink. He's a Buddhist, for Christ's sake.

(dia tidak minum. Dia penganut Budha, demi Kristus)

6. Pengajuan ilustrasi Konteks: Anthony menjelaskan kepada Peter alasan mengapa dia tidak mau naik bis.

Anthony: One reason only, to humiliate the people of color who are reduced to ridin' on 'em.

(Cuma satu alasan, untuk mempermalukan orang kulit berwarna yang menaikinya)

5. Penutup

Berdasarkan pemaparan hasil analisis terhadap permasalahan dalam tulisan ini, diperoleh sejumlah simpulan mengenai penggunaan strategi derogasi dan eufemisasi pada film

Crash. Pertama, strategi derogasi digunakan oleh para tokoh dalam film Crash melalui berbagai

macam langkah diskursif. Dari hasil analisis data, dapat diketahui beberapa langkah diskursif yang digunakan oleh penutur antara lain adalah: strategi deskripsi aktor, strategi pengajuan konsensus, strategi pengajuan empati, strategi proses pembuktian, strategi humanitarianisme, strategi implikasi, strategi pengajuan ungkapan normatif, strategi permainan angka, dan disklaimer (pengajuan sangkalan). Langkah-langkah diskursif tersebut diwujudkan melalui penggunaan leksikon tertentu dan hal ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Kedua, dari pembahasan mengenai bagaimana strategi eufemisasi digunakan oleh para tokoh dalam film Crash, dapat diketahui pula bahwa penggunaan kata-kata eufemistis sebagai sebuah strategi diskursif tentunya diikuti dengan kehadiran beberapa langkah diskursif tertentu. Eufemisasi sendiri adalah strategi untuk mendeskripsikan pencipta teks sebagai pihak yang berlabel positif. Jadi, penggunaan strategi eufemisasi disini bertujuan untuk ‘mengatur’ kesan pada lawan bicara atau penerima teks. Dari hasil analisis data, dapat diketahui beberapa langkah diskursif yang digunakan oleh penutur antara lain adalah: strategi deskripsi aktor, strategi pengajuan argumentasi otoritatif, strategi pengajuan konsensus, strategi pemuliaan diri, strategi polarisasi, dan strategi pengajuan ilustrasi. Beberapa contoh yang ditemukan dalam data menunjukkan jika strategi derogasi dan eufemisasi merupakan sarana bagi penutur untuk mempenetrasikan

(7)

ideologi mengenai siapa yang diberi label positif dan siapa yang diberi label negatif, yang mana, pelabelan positif (positive self-representation) tersebut merupakan bagian dari kelompok (kita), sedangkan yang di representasikan sebagai negatif (negative other-representation) adalah pihak di luar kelompok (mereka).

Pustaka Acuan:

Bogdan, Robert C. dan Sari Knopp Biklen. 1988. Qualitative Research in Education. USA: Allyn & Bacon.

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.

Richardson, John E. 2007. Analyzing Newspaper: An Approach from Critical Discourse

Analysis. New York: Palgrave Macmillan.

Rosidi, Sakban. 2007. Analisis Wacana Kritis sebagai Ragam Paradigma Kajian Wacana

(Critical Discourse Analysis as Variance of Paradigm of Inquiry on Discourse).

Malang: UIN Malang.

van Dijk, Teun A. 2004. Ideology and Discourse: A Multidisciplinary Introduction. Barcelona: Pompeu Fabra University.

van Dijk, Teun A. 2009. Critical Discourse Analysis. Diakses dari www.discourses.org/OldArticles/Critical%20discourse%20analysis.pdf. (Tanggal akses: 20 Juni 2014).

(8)

Gaya Bahasa Sindiran Politik dalam Lagu Slank Album Jurus Tandur No.18

(Tinjauan Linguistik Kognitif)

Sri Rahayu, Magister Ilmu Lingusitik Universitas Diponegoro Semarang

Abstrak

Kiasan kata yang mengandung kritik, celaan, ejekan yang ditujukan kepada seseorang secara tidak langsung disebut majas atau gaya bahasa sindiran. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan majas sindiran yang terdapat dalam lagu-lagu Slank yang bertemakan politik. Penelitian ini menggunakan pendekatan linguistik kognitif yang bertujuan mempelajari pemetaan majas sindiran dalam lirik lagu, sekaligus menemukan kritik politik yang diungkapkan Slank. Sumber data yang digunakan adalah lagu Slank dari album Jurus Tandur No 18. Data dipilih secara purposive, yaitu dipilih judul lagu yang menggunakan sindiran dan berisi tentang kritik politik. Pemerolehan data menggunakan teknik library research sedangkan data dianalisis menggunakan metode analisis satuan lingual. Dalam album Jurus Tandur No. 18 terdapat 17 lagu, namun yang dianalisis hanya lima lagu yang mengandung tema kritik politik dengan ungkapan sindiran yang kuat. Majas sindiran yang ditemukan adalah majas ironi atau sindiran halus, majas sinisme atau sindiran tajam, dan majas sarkasme atau sindiran kasar. Kata kunci: kritik politik, linguistik kognitif, majas sindiran

1. Pendahuluan

Tak banyak group band di Indonesia yang mengambil tema politik dalam penciptaan karya musik mereka. Hanya group band yang bergenre rock n roll saja yang berani mengusung tema politik, misalnya band Slank yang selalu mengkritik situasi politik di Indonesia pada setiap albumnya. Banyak lagu-lagu Slank yang menarik dianalisis karena ketajaman kritik politiknya terdapat dalam album Jurus Tandur No. 18. Album ini adalah album musik karya Slank kedelapan belas, dirilis tahun 2010 yang berisikan 17 buah lagu.

Kritik politik yang disampaikan Slank melalui album Jurus Tandur no. 18 ini dikemas dengan sindiran kata yang tajam, bahkan kadang-kadang kasar. Kiasan kata yang mengandung kritik, celaan, ejekan yang ditujukan kepada seseorang secara tidak langsung disebut majas atau gaya bahasa sindiran. Gaya bahasa sindiran dibagi menjadi tiga jenis, yakni Ironi yang menggunakan sindiran halus, Sinisme yang menggunakan sindiran tajam, dan Sarkasme yang menggunakan pilihan kata kasar (Setyana, 1999).

Berbicara tentang gaya bahasa akan dekat sekali kaitannya dengan Linguistik Kognitif (LK). Teori LK memberikan pemahaman mengenai kebudayaan dan cara memandang dunia, khususnya melalui kajian gaya bahasa. Dalam LK semantik dipandang sama krusialnya dengan tatabahasa sehingga dalam mengkaji aspek linguistik kedua hal tersebut hakikatnya tidak terpisahkan (Wijaya, 2011:44). Pendekatan LK dipilih karena keterkaitan di antara gugusan makna perluasan suatu struktur simbolis yang terdapat dalam lirik lagu Slank dengan makna prototipikalnya.

Keterkaitan LK nampak pada majas Ironi atau sindiran halus yang terdapat dalam lagu Slank berjudul Merdeka “Kenapa juga harus dikasusin kalau bisa di 86in”. Slank menggunakan struktur simbol 86 yang dirasa sindiran lebih halus untuk mengungkapkan uang sogok. Lirik tersebut untuk menggambarkan rasa kecewa terhadap pemerintah yang suka menggunakan cara 86 atau uang sogok dalam urusan penegakan hukum. Majas Sinisme atau sindiran tajam terdapat dalam lirik lagu berjudul ‘May Day’ atau Bulan Mei yang dikenal dengan hari buruh internasional. Pada lirik “Bosan kami jadi pengangguran” Slank memprotes dengan bahasa yang tajam kepada pemerintah yang belum menuntaskan masalah kesejahteraan hidup di Indonesia. Misalnya pilihan kata “Peduli setan yang lain..” dalam lagu berjudul

(9)

Merdeka mengandung majas Sarkasme untuk mengungkapkan makian pada keadaan

sosial-politik di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan gaya bahasa sindiran lagu Slank dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah bentuk gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam album Slank berjudul Jurus

Tandur No. 18 bertemakan kritik politik berdasarkan teori linguistik kognitif ?

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam lagu Slank bertemakan kritik politik melalui pendekatan LK. Manfaat penelitian ini untuk memperkaya ilmu linguistik, khususnya ilmu yang berkaitan dengan linguistik kognitif.

2. Landasan Teori (a) Majas Sindiran

Gaya bahasa atau majas merupakan sebuah teknik khusus dengan cara menggunakan bahasa figuratif artinya bahasa yang digunakan secara ekspresif. Majas banyak digunakan dalam karya sastra misalnya prosa, puisi dan drama. Namun terkadang majas digunakan dalam kehidupan sehari - hari di mana majas bertujuan untuk menekankan suatu hal tertentu. Majas dibagi menjadi empat jenis, yakni Majas Perumpamaan, Majas Pertentangan, Majas Penegasan atau Perulangan, dan Majas Sindiran (Setyana, 1999). Pengertian dari majas sindiran adalah kiasan kata yang mengandung kritik, celaan, ejekan yang ditujukan kepada seseorang secara tidak langsung. Majas sindiran dibagi menjadi tiga yang dijelaskan sebagai berikut.

Majas Ironi

Adalah sebuah majas yang mengatakan sebaliknya dari kenyataan yang sebenarnya dan bertujuan untuk menyindir dengan cara halus.

Contoh: “Wah, pagi sekali kamu bangun bahkan matahari pun sudah naik di atas kepala.”

Majas Sinisme

Merupakan majas sindiran dengan menggunakan kata-kata yang tajam, lebih kasar daripada ironi.

Contoh: “Kupatahkan saja tanganmu kalau berulangkali mengambil barang milik orang lain.”

Majas Sarkasme

Adalah majas sindiran yang sangat kasar yang berisi makian dan terdengar menyakitkan.

Contoh: “Dasar monyet, keluar dari tempat ini!” (b) Linguistik Kognitif

Linguistik kognitif (LK) merupakan kajian bahasa dan manah (mind), yang memusatkan perhatian pada semantik kognitif dan tata bahasa dari perspektif kognitif. Teori LK memberikan pemahaman mengenai kebudayaan dan cara memandang dunia (world view), khususnya melalui kajian sistem metafora. Linguistik kognitif juga menjelaskan koneksi antara bahasa dan berpikir (reasoning). Berpikir adalah proses imajinatif berdasar manipulasi mental dari model-model kognitif yang imagistik serta skema-skema mengenai ruang, daya, perspektif, tindak sosial, demikian juga logika mekanistik dari postulat verbal, proposisi formal, dan silogisme (Lakkof dalam Ariwibowo, 2011: 5). Dalam arti ini, berpikir tidak seluruhnya melalui bahasa, namun dilakukan melalui kerangka linguistik.

Cara pandang LK yang melihat dunia terdiri dari model kognitif dan skema, maka bahasa dan cara memandang dunia saling mempengaruhi melalui proses berpikir. Namun demikian berpikir melalui bahasa dalam hubungan sosial bisa ditunjukkan berdasarkan konsep-konsep non-imagistik, rumusan linguistik atau skema proposisi.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif . Artinya, peneliti memberikan hasil analisis data mengenai gaya bahasa sindiran dalam lagu Slank bertemakan politik. Pemerolehan data menggunakan teknik library research yang mengandalkan arsip dan dokumentasi

(10)

kepustakaan tentang lirik lagu Slank. Data tulis diperoleh dari album Slank berjudul Jurus

Tandur No. 18 yang dirilis tahun 2010. Dalam album tersebut berisikan 17 buah lagu. Namun,

dari 17 lagu tersebut hanya 5 lagu yang dianalisis berdasarkan kekuatan kritik politik yang tertuang melalui pilihan kata sindiran, yakni “May Day”, “Merdeka”, “OmDong”, “Jurus Tandur”, dan “Bobrokisasi-Borokisme”. Dari hasil seleksi lagu kemudian kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu majas ironi, majas sinisme, dan majas sarkasme. Selanjutnya adalah teknik menganalisis data menggunakan metode analisis satuan lingual. Artinya menentukan aspek-aspek satuan lingual dengan menganalisis gaya bahasa sindiran lagu Slank dengan menggunakan teori LK (Sudaryanto, 1993: 145).

4. Pembahasan

Analisis majas sindiran lagu Slank diawali dengan mendaftar semua lirik lagu yang mengandung kritik politik dari 17 lagu dalam album Jurus Tandur No.18. Kemudian lirik tersebut dianalisis berdasarkan pilihan kata yang mengungkapkan majas ironi, majas sinisme, dan majas sarkasme. Analisis lebih lanjut tentang lirik lagu Slank akan dijelaskan sebagai berikut.

4.1 Majas Sindiran dalam Lagu May Day

Hari Buruh Nasional diperingati setiap tanggal 1 Mei atau yang lebih dikenal dengan May Day. Pada hari itu demonstrasi besar-besaran akan terjadi di setiap titik ibukota provinsi di Indonesia, misalnya Jakarta, Surabaya, Semarang, dll. Para buruh dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang memayungi akan tumpah ruah di setiap jalan depan gedung DPRD provinsi dan gedung gubernur. Hanya satu yang dituntun oleh para buruh tersebut, yakni jaminan hidup yang layak dari pemerintah.

Slank dalam album Jurus Tandur No. 18 mengungapkan ekspresi apatis (tidak peduli) dan kekesalan para buruh terhadap pemerintah dalam sebuah lagu berjudul “May Day”. Lagu tersebut berisi kritik terhadap sistem politik di Indonesia yang lebih mementingkan urusan para pemilik modal atau pengusaha daripada kesejahteraan rakyatnya. Misalnya dalam larik berikut.

Mau ada seratus kali pemilu di sini Mau ada seribu ada calon-calon presiden Mau ada sejuta penguasa berganti Masa bodoh masa bodoh

Masa bloon masa bloon Masa stupid

Aku gak peduli

(Slank-May Day)

Ekspresi apatis para buruh terhadap sistem politik di Indonesia ditunjukkan dalam larik “Mau ada seratus kali pemilu.. seribu calon-calon presiden.. sejuta penguasa berganti.. masa bodoh.. masa bloon.. aku gak peduli”. Sikap apatis tersebut muncul dari kebijakan pemerintah yang sering menguntungkan pengusaha dengan UMR buruh yang sangat rendah.

Slank mengungkapkan ekspresi para buruh tersebut dengan gaya bahasa sindiran Sinisme, yakni sindiran dengan menggunakan kata-kata yang tajam. Hal ini nampak pada ungkapan berikut.

Masa bodoh Masa bloon Masa stupid Aku gak peduli Beri kami pekerjaan

Bosan kami jadi pengangguran Beri kami kami kenaikan Bosan kami selalu pas-pasan

(11)

Majas sinisme yang nampak pada larik tersebut tercermin dalam “masa bodoh.. masa bloon.. masa stupid..aku gak peduli”. Pilihan kata tersebut dirasa sangat tajam untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Selain dirasa tajam, pilihan kata tersebut juga mengandung nada kemarahan dan kekecewaan. Lirik lainnya yang juga mengandung sinisme adalah “beri kami pekerjaan.. bosan kami jadi pengangguran.. beri

kami kami kenaikan.. bosan kami selalu pas-pasan”. Ungkapan tajam dalam lirik lagu tersebut

juga mengandung kesan kesal dan jenuh menunggu janji-janji pemerintah untuk menaikkan UMR yang layak bagi buruh.

4.2 Majas Sindiran dalam Lagu Merdeka

Kata merdeka dalam KBBI online berarti bebas dari hambatan, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat/leluasa kepada orang atau pihak tertentu. Dapat dikatakan bahwa orang yang bebas merdeka adalah orang yang dapat berkehendak sesuka hatinya. Hal ini lah yang menjadi inti kritikan Slank terhadap birokrasi dalam lagunya yang berjudul Merdeka. Sistem politik uang, mark up dana pembangunan, kongkalikong hukum, tradisi komisi dan suap pejabat adalah wajah pemerintahan Indonesia yang diungkapkan oleh Slank. Bahkan hal-hal tak terpuji tersebut dilakukan secara berjamaah/bersama-sama dalam sebuah institusi dan menjadi rahasia umum. Hal ini tampak pada lirik lagu berikut.

Kenapa juga pilih yang susah kalau ada yang minta disuapin Kenapa pula pusing cari bisnis kalau banyak yang dapat komisi Kenapa mesti murah kalau bisa di mark-upin

Kenapa ditenderin kalau bisa di kongkalingkongin Kenapa juga harus dikasusin kalau bisa di 86in

Kenapa pula terang-terangan kalau bisa dikasak kusukin Merdeka.. yang penting lancar

Merdeka.. tenang ada si markus yang bakal beresin (Slank-Merdeka)

Tampak dengan jelas ekspresi kekesalan Slank dalam lirik lagu tersebut. Oknum yang melakukan praktik suap, komisi, mark up dan kongkalikong hukum dapat merasa aman dan tenang karena negeri ini juga menyediakan makelar kasus. Kritik tersebut bermakna bahwa sudah menjadi rahasia umum jika sistem di negeri ini bisa diatur asalkan banyak uang, dalam istilah Jawa adalah “wani piro?”.

Analisis majas sindiran yang digunakan Slank dalam lagu Merdeka tersebut adalah ironi dan sarkasme. Majas ironi merupakan sindiran dengan menggunakan bahasa halus yang tampak pada ungkapan berikut.

Kenapa juga harus dikasusin kalau bisa di 86in

Kenapa pula terang-terangan kalau bisa dikasak kusukin

Slank menggunakan struktur simbol 86 yang dirasa sindiran lebih halus untuk mengungkapkan uang sogok. Lirik tersebut untuk menggambarkan rasa kecewa terhadap pemerintah yang suka menggunakan cara 86 atau uang sogok dalam urusan penegakan hukum. Sindiran ironi dalam lirik “kenapa pula terang-terangan kalau bisa dikasak kusukin” adalah representasi dari pengalihan isu politik yang sering dilakukan pemerintah. Misalnya jika pemerintah akan mengurangi subsidi BBM -yang berarti harga BBM akan naik- maka pemerintah akan mengalihkan isu dengan membuat kasus teror bom atau perburuan teroris agar masyarakat terlena dengan inti masalah kenaikan harga BBM.

Majas Sarkasme, yakni sindiran dengan bahasa kasar yang menyakitkan hati juga terdapat dalam lagu berjudul Merdeka. Misalnya pilihan kata “Peduli setan yang lain..” untuk mengungkapkan makian pada keadaan politik di Indonesia. Pilihan kata “peduli setan” digunakan Slank untuk menggambarkan bahwa sekalipun setan dari neraka datang, para pejabat tetap merasa tenang dan aman atas semua tindakan tidak terpuji yang dilakukannya.

(12)

4.3 Majas Sindiran dalam Lagu “Bobrokisasi Borokisme”

Imbuhan asing -isme dan –isasi berasal dari bahasa Belanda yang membentuk kata benda memiliki makna “aliran atau paham” dan “proses”. Misalnya kata komunisme berarti aliran komunis, sedangkan urbanisasi berarti proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Merujuk dari makna kedua imbuhan asing tersebut Slank mencoba membuat anekdot dari kata bobrok dan borok. Kata bobrok dipelesetkan menjadi ‘bobrokisasi’ yang bermakna proses menjadi bejat atau rusak sama sekali, kata bobrok sering dikaitkan dengan akhlak. Sehingga kata ‘bobrokisasi’ bermakna orang yang berproses menjadi bejat atau rusak akhlaknya. Sedangkan dalam KBBI online borok artinya luka yang sudah membusuk. Slank membuat anekdot dari kata ‘borokisme’ yang berarti aliran yang busuk dan menyesatkan. Kedua anekdot tersebut tertuang dalam lagu Slank yang berjudul Bobrokisasi-Borokisme (BB). Kritik yang disampaikan Slank dalam lagu tersebut tentang birokrasi di Indonesia yang dipenuhi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadikannya rusak parah (bobrok) dan penuh akal busuk (borok) dengan. Hal ini tertuang dalam lirik lagu berikut.

Minta disuap doyan disogok

Senang disuapin sambil disogrok-sogrok Bobrokisasi borokisme

Bobrokisasi borokisme

………..

Dibagi rata semuanya diam Rame-rame kita korupsi berjamaah Bobrokisasi borokisme

Bobrokisasi borokisme

(Slank-BB)

Slank mengktitik tingkah bobrok para pejabat yang gemar menyuap seperti pada lirik

“Minta disuap doyan disogok.. Senang disuapin sambil disogrok-sogrok”. Dalam lirik tersebut

mengandung makna ‘geregetan’ masyarakat terhadap pejabat di birokrasi. Kata ‘doyan disogok’ merupakan majas sinisme untuk menyindir para pejabat yang suka menyuap untuk melancarkan segala urusannnya. Kritik yang tajam juga terdapat dalam lirik “dibagi rata semuanya diam..

rame-rame kita korupsi berjamaah”. Fenomena korupsi berjamaah merupakan sebuah tradisi

dalam instansi pemerintah. Misalkan ada tender pembangunan fasilitas publik, pasti dana yang dikorupsi akan dibagi rata dari pimpinan hingga pesuruh di sebuah instansi yang bersangkutan. Dari penggalan lirik ‘rame-rame kita korupsi berjamaah’ merupakan majas sinisme yang mengungkapkan adanya aksi pembagian hasil korupsi yang dilakukan bersama-sama (berjamaah).

4.5 Majas Sindiran dalam Lagu “OmDong”

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret yang diperlakukan sebagai kata. Jenis akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf, suku kata, atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang keseluruhannya ditulis menggunakan huruf kecil. Misalnya pemilu (pemilihan umum), angkot (angkotan kota), nobar (nonton bareng), dll. Slank dalam lagunya berjudul OmDong membuat anekdot dari akronim ‘omong doang’ artinya orang yang suka membual atau senang berjanji tapi tidak pernah ditepati. Pilihan kata ‘omdong’ merupakan bentuk sindiran halus untuk para pembual, tentu saja yang dimaksud oleh Slank di sini adalah para politisi. Hal tersebut ditunjukkan Slank melalui lirik lagu berikut.

Belajar berdemokrasi, pancasila, pancasila Iya lah, masa iya dong

Sama si om lah, masa si om dong (Slank-OD)

(13)

Para politisi yang selalu mengobral janji untuk kesejahteraan rakyat pra pemilu, namun mendadak terkena amnesia atau sakit hilang ingatan ketika telah terpilih dikritik secara tajam oleh Slank. Kata “belajar berdemokrasi pancasila.. sama si om lah, masa si om dong”, para politisi digambangkan Slank sebagai orang yang perlu mempelajari konsep-konsep demokrasi pancasila sebelum mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Tentu saja jika belajar pancasila dengan sungguh-sungguh mereka tidak akan membiarkan rakyat menderita secara terus-menerus. Hak pendidikan, mapan sandang-pangan, dan negara yang aman akan direalisasikan oleh politisi karena semua itu adalah mandat demokrasi pancasila.

Potret para politisi juga diungkapkan Slank dengan tindakan anarkisme yang suka menggunakan kekerasan untuk mengatasi pendemonstrasi. Makna demokrasi yang artinya bebas berpendapat lagaknya tidak dipahami oleh para politisi di negeri ini. Hal ini diungkapkan Slank dengan nada kesal dan marah dalam lirik lagu berikut.

Ketinggalan jaman yang masih sok jagoan lagi Kampungan yang masih doyan adu fisik lagi Maen lempar-lemparan (maen lempar-lemparan) Maen pukul-pukulan (maen pukul-pukulan)

Doyan hancur-hancuran (doyan hancur-hancuran) Doyan berantakan

(Slank-OD)

Menggunakan majas sinisme atau sindiran dnegan bahasa yang tajam, Slank mengungkapkan rasa kesalnya terhadap politisi yang suka bertindak kasar. Hal ini nampak pada lirik “ketinggalan jaman yang masih sok jagoan lagi..kampungan yang masih doyan adu fisik

lagi”. Politisi yang menggunakan cara anarkis untuk mengatasi para pengunjuk rasa disindir

sebagai sosok yang ketinggalan jaman dan kampungan. Maksudnya adalah orang yang tak tahu adab dan tak memiliki rasa saying terhadap sesama. Kata “maen lempar..maen pukul.. doyan hancur..doyan berantakan” merupakan sinisme dari semua tindakan anarkis para politisi. Hal serupa juga diungkapkan Slank dalam lirik berikut.

Udah gak jaman pake fitnah-fitnahan lagi Udah gak musim maen ancam-ancaman lagi Jangan galak-galak, jangan mencak-mencak Dikit-dikit ribut, dikit-dikit kalut

(Slank-OD)

Sinisme sangat terlihat dalam kata “jangan galak-galak.. jangan mencak-mencak..

dikit-dikit rebut”. Slank mencoba mencari solusi dari kata tajam tindakan politisi, jangan

menggunakan cara kasar, gunakanlah musyawarah bersama dalam mengatasi masalah. Kata

“udah gak jaman pake fitnah..gak musim maen ancam” merupakan sinisme Slank terdahap

tindakan politisi yang suka memfitnah atau melemparkan kesalahannya pada orang lain, sekalipun ia adalah teman satu partai. Slank mengaca pada kasus korupsi Anggelina Sondak tahun 2010, sekalipun korupsi itu dilakukan secara berjamaah di Partai Demokrat, namun saat penangkapan tak ada satupun anggota Demokrat yang simpati dan membela Anggie. Tentu mereka takut kalau-kalau KPK menuduh mereka saling kongkalikong yang berujung pada penangkapan para politisi Demokrat.

4.4 Majas Sindiran dalam Lagu Jurus Tandur

Selain ‘omdong’, Slank juga menggunakan akronim untuk lagu berjudul Jurus Tandur yang berarti maju terus pantang mundur. Lagu ini berupa kritik perlawanan terhadap orang-orang yang gemar manipulasi hukum dan bentuk pembelaan atas tegaknya keadilan di negeri ini. Hal tersebut tampak pada lirik berikut.

Walau banyak yang coba jegal kita Kita selalu tegak

(14)

Walau orang coba gagalkan kita Kita pasti bertahan (jurus tandur) Maju terus pantang mundur Jalan yang lurus tak bernah kabur Maju terus pantang mundur Demi keadilan

(Slank-JT)

Secara tajam atau sinisme Slank mengajak seluruh rakyat Indonesia memberantas tindak manipulasi hukum dan menegakkan keadilan hukum. Meskipun Slank juga mengungkap aka nada banyak sekali halangan, orang yang akan menjegal, orang yang akan menggagalkan, namun Slank tetap bertahan demi tegaknya keadilan. Hal tersebut terdapat dalam lirik “Walau

banyak yang coba jegal kita..Kita selalu tegak..Walau orang coba gagalkan kita…Kita pasti bertahan”.

Melalui lagu Jurus Tandur ini Slank mencoba mengingatkan penegak hukum agar menjunjung tinggi keadilan. Kritikan tajam terhadap beberapa kasus pelanggaran HAM yang masih terbengkalai hingga saat ini, sebut saja kematian aktivis HAM Munir yang belum jelas ujung pangkalnya, penembakan mahasiswa pada tragedi Semanggi 1998 juga menemui jalan buntu. Hal ini direpresentasikan melalui lirik berikut.

Putih itu adalah putih Jangan hitam bilang jadi Abu-abu

Sindiran sinisme Slank dalam lirik tersebut jelas bahwa mengakulah jika telah terbukti bersalah, jangan berkelit dan membuat ‘hitam jadi abu-abu’ artinya mark up kasus. Menyalahkan orang lain juga merupakan representasi dari lirik “jangan hitam bilang jadi abu-abu”.

5. Simpulan

Majas sindiran dapat menunjukkan kiasan kata yang mengandung kritik, celaan, ejekan yang ditujukan kepada seseorang secara tidak langsung. Majas sindiran dibagi menjadi tiga, yakni majas ironi, majas sinisme dan sarkasme. Melalui pendekatan LK, majas sindiran dapat merepresentasikan kebudayaan dan cara memandang dunia, khususnya cara mengkritik sesuatu menggunakan pilihan kata yang cerdas.

Penerapan LK dapat digunakan untuk menganalisis gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra, lirik lagu atau teks pidato kenegaraan. Gaya bahasa tersebut diulas dengan rinci berdasarkan maksud dan tujuan si pencetus/pencipta. Dalam album Slank berjudul Jurus Tandur

No.18 terdapat lima lagu yang kaya akan kritik politik yang disampaikan dalam pilihan kata

sindiran yang cerdas. Majas sindiran yang ditemukan adalah majas ironi atau sindiran halus, majas sinisme atau sindiran tajam, dan majas sarkasme atau sindiran kasar. Kemasan lima lagu tersebut yakni, “May Day”, “Merdeka”, “OmDong”, “Jurus Tandur”, dan “Bobrokisasi-Borokisme”.

Dafar Pustaka

Ariwibowo, Luita. 2011. Pemertahanan Bahasa: Perspektif Linguistik Kognitif. Seminar

International Language Maintenance and Shift July 2, 2011.

Ibrahim, Abdul Syukur. 1987. Model Linguistik Dewasa Ini. Surabaya: Usaha Nasional. Setyana, dkk. 1999. Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu. Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jogjakarta: Duta Wacana Press. Team Bahasa Ganesha Operation. Revolusi Belajar KODING Bahasa Indonesia IX SMP.

Bandung: Ganesha Operation.

Wijaya R, Gede Primahadi. 2011. Polisemi pada Leksem HEAD Tinjauan Linguistik Kognitif. (Tesis) Denpasar: Program Magister Linguistik Universitas Udayana.

(15)

Falsafah Bahasa Sebagai Wasilah Pembentukan Jati Diri Pelajar

Dr. Hj. Mohd Rashid Bin Hj. Md Idris & Norrafidah Binti Abd Rahman, Fakulti Bahasa dan Komunikasi, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Perak, malaysia

Abstrak

Makalah ini adalah berkenaan kepentingan pembentukan jati diri pelajar berdasarkan falsafah bahasa. Sejarah telah membuktikan, bahawa bahasa telah mula memainkan peranan penting untuk membina konsep diri dan untuk menuntut ilmu. Dalam pertumbuhan dan perkembangan tamadun manusia, bahasa menjadi salah satu unsur penting sebagai mengungkap pemikiran masyarakat, pengungkap falsafah, ilmu dan sebagai alat kreativiti insan dalam pelbagai bidang kehidupan. Pemikir-pemikir Islam yang ulung seperti al-Ghazali dan al-Farabi, misalnya, dan juga pemikir-pemikir besar dalam tradisi Barat seperti Humboldt, Descartesm Wittgenstein dan Chomksy meletakkan bahasa sebagai juzuk penting dalam kehidupan insan. Dalam konteks pembentukan insan, bahasa harus ditempatkan secara sewajarnya dalam ranah-ranah utama kehidupan insan. Kajian ini menggunakan Teori Falsafah Bahasa yang dipelopori oleh Mohd Rashid Md Idris sejak tahun 2007 dan telah dibentangkan di dalam negara dan luar negara. Tunjang kepada teori ini ialah Prinsip Kesempurnaan Berbahasa iaitu berbahasa mengikut nahu yang betul agar maksud yang hendak disampaikan tercapai, berbahasa untuk menyampaikan maklumat atau fakta yang betul dan benar (hakiki) dan berbahasa untuk tujuan beribadah atau mentauhidkan Allah. Objektif kajian ini adalah untuk menganalisis kepentingan falsafah bahasa dalam pembentukan jati diri pelajar sekolah rendah. Kajian ini turut mengenal pasti cara-cara sesuai untuk membentuk dan meningkatkan jati diri dalam kalangan pelajar sekolah rendah. Justeru, makalah ini berhasrat memperlihatkan hakikat kemampuan bahasa sebagai wasilah pembentukan jati diri dalam kalangan pelajar sekolah rendah yang merupakan generasi yang dipertanggungjawab dalam usaha merealisasikan pembinaan sebuah negara bangsa yang unggul menjelang 2020.

Kata kunci: Falsafah bahasa, falsafah pendidikan bahasa, jati diri

1. Pengenalan

Pembentukan akhlak dan tingkah laku remaja yang baik akan menyumbang ke arah pembangunan negara yang rancak dan maju. Seseorang yang berpendidikan yang baik dan berilmu mampu memberi khidmat yang baik untuk masyarakat dan negara. Pembentukan akhlak yang mulia juga akan mengurangkan masalah seperti rasuah dan penyalahgunaan kuasa dalam masyarakat.

Tokoh Islam, Imam al-Ghazali menyatakan kuat dan jayanya sesuatu umat adalah kerana akhlaknya, apabila akhlaknya rosak maka binasalah umat itu. Tujuan memperbaiki akhlak adalah untuk membersihkan hati menjadi jernih bagaikan cermin yang dapat menerima cahaya Allah. Bagi membina keupayaan masa depan sesebuah negara, remajanya yang menjadi aset penting mestilah mampu bersaing merebut peluang disediakan oleh pihak kerajaan. Tanpa ilmu dan kemahiran yang tinggi remaja tidak akan berjaya membangunkan bidang-bidang tertentu. Pendidikan akal budi dan pembangunan jasmani, emosi, rohani dan intelek yang seimbang juga dapat merubah tingkah laku remaja ke arah kesempurnaan.

Bahasa adalah unsur yang menyebarkan ilmu pengetahuan dan memartabatkan manusia lebih tinggi daripada haiwan. Bahasa juga adalah pancaran akal atau fikiran. Oleh itu, bahasa mempunyai pertalian yang erat dengan fikiran. Bahasalah yang memungkinkan sesuatu pencapaian dalam kebudayaan dapat diwariskan daripada satu generasi kepada satu generasi, baik melalui pendidikan atau persuratan. Sebagai alat perhubungan yang berkesan, bahasa sebenarnya adalah suatu sistem (Awang Sariyan, 1984). Bahasa dan budaya merupakan asas kekuatan rohaniah dan jasmaniah sesuatu bangsa dan sesebuah tamadun. Dalam konteks negara

(16)

Malaysia, bahasa Melayu adalah jiwa kepada bangsa yang kini berkembang menjadi kekuatan dan kesatuan bangsa Malaysia. Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan, bahasa rasmi dan bahasa bagi bangsa Malaysia. Dengan lain perkataan, bahasa Melayu adalah bahasa negara Malaysia. A. Aziz (2000) dalam membincangkan perkara ini menyatakan pembinaan dan pengembangan bahasa Melayu bukan lagi setakat alat komunikasi semata-mata tetapi harus seiring dengan meluasnya penggunaan bahasa itu dalam pelbagai arena ilmu, baik yang berasaskan sains dan teknologi mahupun yang berteraskan manusia dan kemanusiaan. Bahasa Melayu boleh menjadi bahasa ilmu pengetahuan, media, falsafah, kesusasteraan dan saluran fikiran bangsa sehingga menjadi sebahagian penting daripada bahasa dan persuratan dunia.

Awang Sariyan (2010), dipetik daripada salah sebuah kertas kerja penulis menyatakan untuk melaksanakan pendidikan bahasa sebagai wasilah pembentukan dan pengukuhan jati diri bangsa dan juga sebagai tonggak pembinaan negara, diperlukan asas yang jelas dan utuh. Asasnya ialah falsafah pendidikan bahasa yang wajar dan sesuai dengan lingkungan bangsa dan negara. Kajian ini akan membincangkan aplikasi falsafah pendidikan bahasa melalui aktiviti di dalam dan di luar bilik darjah melibatkan murid sekolah rendah dalam konteks fungsi bahasa sebagai wasilah pembinaan jati diri murid.

2. Definisi Konsep

i) Konsep Falsafah Bahasa

Falsafah bahasa merupakan bidang yang menyelidiki kebenaran dalam bahasa atau kajian bahasa (linguistik) yang melibatkan dua bidang kajian, itu bidang falsafah dan bidang kajian bahasa. Menurut Rizal Mustansyir (1987) dalam Asep Ahmad Hidayat, falsafah bahasa merupakan suatu penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam falsafah sehingga dapat dibezakan penyataan falsafah yang mengandungi makna.

Ahmad Mahmood Musanif pula menyatakan bahawa falsafah ialah bidang yang menyelidiki kebenaran dalam bahasa atau kajian bahasa (linguistik). Mohd Rashid Md Idris dan Abu Hassan Abdul (2010), falsafah bahasa umumnya meneliti hubungan antara bahasa dengan ilmu pengetahuan manusia, proses berfikir, pandangan dunia dan realiti kewujudan manusia dalam erti kata nilai bahasa sebagai pembawa makna. Beliau melihat bahasa secara menyeluruh melalui penglahirannya serta hubungan yang wujud melaluinya termasuk perkaitan dengan konsep ketauhidan yang terkandung dalam Islam.

Dalam konteks pendidikan, falsafah bahasa menjadi intipati kepada falsafah pendidikan bahasa yang telah dibentuk selaras dengan Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK). Manakala, FPK merupakan teras kepada semua aktiviti pendidikan di Malaysia termasuk juga dalam pengajaran bahasa.

ii) Konsep Falsafah Pendidikan Bahasa

Falsafah pendidikan bahasa merupakan hasil gabungan daripada dua konsep yang dinyatakan di atas iaitu falsafah bahasa dan Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK). Hal ini kerana kesemua sistem pendidikan haruslah berpandukan kepada Falsafah Pendidikan Kebangsaan. Menurut Awang Sariyan (2010), falsafah pendidikan bahasa itu mestilah selari dengan FPK; pertama, dari segi upaya pengembangan berterusan potensi individu secara seimbang dan harmonis daripada segi intelek, rohani, emosi dan jasmani; kedua daripada segi sumbangan bahasa terhadap pembangunan masyarakat dan negara. Dengan itu, gagasan falsafah pendidikan bahasa yang dibentuk sememangnya memperlihatkan pertaliannya dengan FPK.

Mohd Rashid Md Idris (2010), juga telah mengemukakan pandangannya berkaitan falsafah pendidikan bahasa. Menurut beliau, Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK) menjadi acuan dalam falsafah pendidikan bahasa pada semua peringkat. Hal ini bermakna pendidikan bahasa mesti mengikut hasrat FPK dari segi matlamat mengembangkan potensi individu yang seimbang. Ini bermaksud, semua aktiviti pendidikan di Malaysia mestilah selari dengan FPK dalam melahirkan insan yang seimbang dari segi jasmani, emosi, rohani dan intelek (JERI). Tambah beliau, konsep JERI boleh disepadukan dengan Prinsip Kesempurnaan Berbahasa yang menjadi asas dapatan kepada Teori Falsafah Bahasa untuk mencapai kesempurnaan berbahasa

(17)

dalam pendidikan bahasa Melayu. Gabungan ketiga-tiga prinsip dalam Prinsip Kesempurnaan Berbahasa iaitu, berbahasa mengikut nahu yang betul, berbahasa untuk menyampaikan maklumat yang benar, dan berbahasa untuk tujuan ibadah dengan aspek JERI akan membentuk falsafah pendidikan bahasa yang sempurna dan menyeluruh.

Tuntasnya, perbincangan tentang konsep-konsep umum seperti falsafah bahasa dan falsafah pendidikan bahasa dapat membantu menjelaskan perkaitan Falsafah Pendidikan Bahasa sebagai wasilah pembentukan jati diri pelajar.

iii) Konsep Jati Diri

Menurut Kamus Dewan Edisi Keempat (2010), jati diri merujuk sifat atau ciri yang unik dan istimewa (daripada segi adat, bahasa, budaya, agama dan sebagainya) yang menjadi teras dan lambang keperibadian seseorang individu, sesuatu bangsa dan sebagainya. Contohnya, orang Melayu dengan bahasa Melayu. Jati diri merupakan unsur-unsur kehidupan yang mencerminkan lahiriah individu atau masyarakat. Pengertian lain, jati diri adalah merujuk kepada identiti individu, masyarakat dan negara bangsa yang mempunyai sifat-sifat keutuhan yang dibanggakan.

Dari segi kepentingan, jati diri perlu bagi menikmati kehidupan yang bahagia, mencapai kejayaan yang lebih bermakna, menghindari diri dari sifat negatif sebagai perisai utama untuk mengekalkan kemerdekaan sesebuah negara dari semua aspek khasnya penjajahan minda. Minda yang tertawan atau terjajah tidak akan menghormati bahasa dan budayanya sendiri sebaliknya terkesima dengan bahasa yang baru. Dalam senario hari ini, kekaguman terhadap budaya Barat akan menyebabkan penjajahan minda.

Jati diri mempengaruhi perkembangan politik, ekonomi dan sosial. Tanpa jati diri yang kukuh akan lahir pemimpin masyarakat dan negara yang tidak mempunyai rasa cinta kepada negara, kurang sensitiviti bangsa, budaya bahkan agama. Akhirnya melahirkan pemimpin yang korup moral, tiada integriti dan tidak berketrampilan. Oleh itu, sudah pasti pemimpin tidak boleh mengurus negara dengan bijak. Hal ini sudah tentu memberi kesan kepada kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat. Tuntasnya, isu jati diri bukan perkara enteng dan ini menjelaskan peranan bahasa sebagai wasilah jati diri. Dalam konteks falsafah bahasa di sekolah, guru-guru amat berperanan dalam menanam minat murid terhadap bahasa Melayu melalui aktiviti-aktiviti yang bukan sahaja meningkatkan kebahasan pelajar tetapi fungsional bahasa itu sendiri sebagai alat berfikir.

Rakyat Malaysia dibenarkan mempunyai jati diri mengikut cita rasa masing-masing. Sejak merdeka kita masih lagi mencari jati diri sebenar rakyat Malaysia yang seharusnya dimiliki secara sepunya. Jika tidak ada nilai sepunya maka akan tercetus pertelingkahan dan perselisihan faham antara masyarakat. Selain itu, fenomena sosial seperti keruntuhan sosial, kemerosotan ekonomi, kewujudan amalan politik yang kurang sihat, maruah, martabat negara akan tergadai. Tanpa jati diri mudah berlaku penjajahan minda dan akhirnya menggugat kedaulatan negara.

Secara tuntasnya, untuk mencapai keharmornian dan kemakmuran negara serta masyarakat secara keseluruhannya, maka setiap individu perlu memiliki jati diri agar setiap individu dapat hidup dalam suasana yang harmoni dan memupuk perpaduan melalui semangat kerjasama, berbakti, bertoleransi, kekitaan dan hormat-menghormati. Jati diri merupakan unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan dalam diri masyarakat. Persoalannya, bagaimanakah jati diri dapat dibangunkan dalam kalangan pelajar, masyarakat dan negara?

Bahasa Melayu mempunyai lambang, iaitu sebagai bahasa kebangsaan, bahasa rasmi, bahasa ilmu dan bahasa pemersatu. Hasrat ini terungkap dalam dasar bahasa dengan merujuk pada Perkara 152 Perlembagaan Persekutuan Tanah Melayu. Melalui perkara ini, bahasa Melayu telah dipilih sebagai lambang jati diri warganegara Malaysia. Hal ini sangat diperlukan kerana setiap negara mempunyai bahasanya sendiri. Contohnya, negara Jepun dengan bahasa Jepunnya, negara Jerman dengan bahasa Jermannya dan negara Perancis dengan bahasa Perancisnya. Oleh hal demikian, bahasa Melayu memainkan peranan sebagai lambang negara Malaysia di persada dunia. Dengan hal demikian, bahasa Melayu berperanan sebagai perakuan

(18)

kejatidirian bangsa Malaysia demi memenuhi maksud kemajuan mengikut acuan sendiri, seperti yang digariskan dalam Wawasan 2020.

Oleh itu, melalui falsafah pendidikan bahasa Melayu peranan bahasa sebagai lambang jati diri amat jelas. Falsafah bahasa mengemukakan terdapat tiga prinsip asas yang menjurus kepada pembentukan jati diri pelajar. Terdapat tiga prinsip asas dalam Teori Falsafah Bahasa (Mohd Rashid Md Idris, 2012) iaitu:

 Berbahasa mengikut nahu yang betul.

 Berbahasa untuk menyampaikan maklumat yang benar.  Berbahasa untuk tujuan ibadah.

Prinsip asas dalam Teori Falsafah Bahasa ini sangat berkait rapat dengan pembentukan JERI dalam FPK. Oleh itu, kajian ini akan melihat pertalian antara falsafah bahasa, falsafah pendidikan bahasa dengan FPK berhubung peranannya sebagai wasilah pembentukan jati diri pelajar.

3. Masalah Kajian

Kepincangan sosial yang berlaku dalam masyarakat hari ini masih belum menemui formula penyelesaiannya. Gejala buli, pembuangan bayi, dadah, gangterisme dan sebagainya masih berlaku dalam masyarakat. Fenomena ini memperlihatkan isyarat bahawa jati diri bangsa Melayu dan masyarakat Malaysia khususnya berada di hujung tanduk. Jati diri dalam konteks perbincangan tidak hanya merujuk kepada bangsa Melayu sebaliknya seluruh warganegara kerana persoalan jati diri adalah isu nasional. Tanpa jati diri bangsa akan hancur. Tanpa jati diri bangsa, negara akan musnah. Justeru, dalam membicarakan tajuk seperti ini, kita tidak dapat lari daripada menjawab beberapa soalan awal; apakah kaitan bahasa Melayu dengan jati diri bangsa orang yang menuturkannya.

Sebelum ini, sarjana bahasa Melayu deskriptif begitu tertarik menghuraikan sistem bahasa sistem ilmu bahasa. Kajian lebih tertumpu kepada aspek fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik (Asep Ahmad Hidayat, 2006). Namun sangat sedikit kajian dibuat untuk melihat pertalian antara falsafah pendidikan bahasa Melayu itu dengan peranannya kepada pemupukan semangat kenegaraan melalui jati diri bangsa yang akhirnya menjurus kepada perpaduan dalam kalangan masyarakat berbilang bangsa di negara ini.

Awang Sariyan (2010) mengatakan bahawa untuk melaksanakan pendidikan bahasa sebagai wasilah pembentukan dan pengukuhan jati diri bangsa dan juga sebagai tonggak pembinaan negara, diperlukan asas yang jelas dan utuh. Asasnya ialah falsafah pendidikan bahasa yang wajar dan sesuai dengan lingkungan bangsa dan negara. Penetapan falsafah pendidikan bahasa yang dapat memenuhi kedua-dua fungsi tersebut perlu dirumuskan dengan jelas dan dijadikan asas pembinaan kurikulum, latihan perguruan, penyediaan bahan ajar, proses pengajaran dan pemelajaran serta pengujian dan penilaian yang kesemuanya merupakan aspek operasional dalam proses pendidikan. Oleh itu, kajian yang dijalankan oleh pengkaji cuba mengenal pasti sejauh manakah pihak sekolah merancang dan melaksanakan fungsi bahasa melalui aktiviti-aktiviti bahasa ke arah pembentukan generasi muda yang berjati diri, berilmu pengetahuan dan berketrampilan selaras prinsip asas Teori Falsafah Bahasa (Mohd Rashid Md Idris, 2012) dan seterusnya menghasilkan bangsa Malaysia yang mempunyai jati diri yang ampuh.

Sehubungan itu, kajian ini ingin melihat apakah hubungan falsafah pendidikan bahasa melalui aktiviti-aktiviti bahasa yang dijalankan di sekolah dan pertaliannya dengan pembentukan jati diri pelajar sekolah rendah.

3. 1. Soalan Kajian

Kajian ini dijalankan untuk menjawab soalan-soalan berikut:

1. Apakah hubungan falsafah pendidikan bahasa dengan pembentukan jati diri dalam kalangan pelajar ?

(19)

3. 2. Objektif Kajian

Daripada penyataan masalah, objektif tersurat kajian ini adalah:

1. Mengenal pasti aktiviti-aktiviti bahasa di sekolah yang mendorong pembentukan jati diri dalam kalangan murid sekolah rendah.

2. Kajian ini turut mengenal pasti aktiviti-aktiviti sesuai untuk membentuk dan meningkatkan jati diri dalam kalangan murid sekolah rendah.

4. Metodologi Kajian

Kajian ini dijalankan menurut kaedah kepustakaan berdasarkan reka bentuk kualitatif. Kajian juga melibatkan analisis dokumen untuk mendapatkan maklumat. Kajian ini menggunakan pendekatan Teori Falsafah Bahasa (Teori Rashid) yang menekankan penggunaan bahasa untuk kegiatan-kegiatan yang penting, iaitu menyampaikan maklumat dengan tepat dan benar, menyampaikan objektif dengan nahu yang betul, dan untuk tujuan ibadah atau mentauhidkan Allah S.W.T (Mohd Rashid Md Idris, 2012).

Aplikasi Teori Falsafah Bahasa yang merupakan gabungan Teori Relatif (Sapir dan Whorf) dan Teori Kenuranian Bahasa dirasakan sangat relevan dalam melihat falsafah pendidikan bahasa sebagai wasilah pembentukan jati diri pelajar di peringkat akar umbi iaitu di peringkat sekolah rendah. Oleh itu, kajian ini dijalankan terhadap aktiviti-aktiviti bahasa di dalam dan di luar bilik darjah yang dijalankan oleh pihak sekolah kepada pelajar dalam usaha melahirkan insan yang berkeperibadian hebat, mempunyai nilai-nilai terpuji, bersifat mulia, kuat dan kental (Jabatan Penerangan Malaysia, 2010).

5. Analisis dan Perbincangan

Bahasa adalah alat berfikir. Akal atau minda ialah sumber intelek yang dapat menghasilkan pengetahuan melalui proses pemikiran dan penakulan minda (akal). Akal ialah tempat bersemadinya kearifan dan kebijaksanaan (hikmah). Melaluinya manusia boleh memahami pengajaran dan pembelajaran dan pelbagai kemahiran untuk memajukan diri.

Melalui pengajaran dan pembelajaran Kemahiran Berfikir Kreatif dan Kritis (KBKK) manusia, khususnya remaja dapat berfikir secara kritis dan berkesan menghasilkan idea dan buah fikiran serta reka cipta yang baharu. Pembangunan akal yang kreatif dan kritis dapat membantu seseorang dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Remaja yang terdidik akalnya akan dapat membuat analogi, membuat hipotesis, dalam memajukan diri ke arah pembangunan negara. Manfaatnya kepada negara, akan dapat memacu kemajuan dan pembangunan yang dirancang. Pembangunan akal budi akan mengubah nilai seseorang ke arah kebaikan. Pendidikan yang seimbang dan berterusan mestilah dilakukan di peringkat awal remaja lagi.

Melahirkan manusia yang berkeperibadian hebat dan mempunyai nilai-nilai moral dan akhlak yakni yang mempunyai jati diri menjadi hasrat Kementerian Pelajaran Malaysia menerusi Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK) iaitu, melahirkan insan seimbang dari segi jasmani, emosi, rohani dan intelek (JERI) bagi mempersiap dan memperkukuhkan generasi daripada terjahan globalisasi. Jelasnya, proses memanusiakan manusia ini memerlukan institusi pendidikan iaitu alam persekolahan sebagai gelangang pembentukan modal insan.

Dalam pengumpulan data kualitatif, menerusi analisis dokumen dan sumber kepustakaan, sekolah merupakan gelanggang utama pendidikan formal dalam kalangan murid. Sekolah juga merupakan wahana dalam meningkatkan kemahiran berkomunikasi dalam kalangan murid sama ada di peringkat rendah mahupun menengah. Salah satu konsep "pengembangan potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu" yang diungkapkan dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan ialah yang berkaitan dengan penyepaduan bahasa Melayu dalam semua mata pelajaran atau ilmu yang diajarkan, kecuali mata pelajaran bahasa lain (Wan Mohd Zahid Mohd Noordin, 1991 dan 1993 dan juga Ahmad Muhammad Said, 1991). Justeru, melalui aktiviti pengajaran dan pembelajaran bahasa yang terancang dan menarik di peringkat persekolahan jati diri murid dapat dipupuk.

(20)

Oleh itu, kajian ingin melihat aplikasi Falsafah Pendidikan Bahasa di sekolah melalui aktiviti kebahasaan di peringkat sekolah rendah di dalam dan di luar bilik darjah dan keupayaannya dalam hasrat pembentukan jati diri pelajar.

Peranan Panitia Bahasa Melayu

Berdasarkan analisis dokumen perancangan tahunan Panitia Bahasa Melayu di sekolah dikaji didapati 11 senarai aktiviti dirancang untuk melahirkan pelajar yang berketrampilan dalam bahasa. Antara aktiviti yang dirancang ialah:

1) Program 5 Minit Kosa Kata 2) Program Nilam

3) Kelas Tambahan Tahun 6 (Februari - September) 4) Gerak Gempur Bahasa Melayu (Mei - September) 5) Bengkel Laman Web Panitia (Jun)

6) Pencerapan Rakan Sebaya (Mac - Oktober) 7) Pencerapan Ketua Panitia (Mac - Oktober) 8) Pencerapan Buku Tulis (Mac - Oktober) 9) Buletin Bahasa (Mac - April)

10) Minggu Bahasa (September)

11) Program 1 Murid 1 Akhbar (Januari - Otober)

Misi panitia bahasa di sekolah yang dikaji adalah, melahirkan pelajar yang cekap menggunakan tatabahasa dalam semua aspek. Menyedia dan melaksanakan sesi pengajaran dan pembelajaran yang menarik untuk membina minat dan kemahiran pelajar dalam menguasai mata pelajaran.

Antara aktiviti yang telah dirancang oleh Persatuan Bahasa sepanjang tahun ialah: 1) Pelantikan Jawatankuasa

2) Bengkel Teknik Bercerita 3) Pertandingan Bercerita Tahap 2 4) Pertandingan Pidato Bulan Bahasa 5) Persembahan Lakonan Hari Guru 6) Pertandingan Sajak Hari Merdeka

7) Lawatan ke Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur

Kelab ini disertai oleh seramai 20 orang murid daripada tahun 4 sehingga tahun 6. Kelab ini dibimbing oleh 2 orang guru Bahasa Melayu. Kelab bahasa ini merupakan kelab yang aktif dalam menjalankan aktiviti bahasa. Aktiviti kelab dijalankan dua minggu sekali pada pukul 3-4 petang setiap hari Rabu. Objektif kelab ini adalah untuk melahirkan murid yang berketrampilan dalam berbahasa dan berbangga terhadap bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan menggalakkan perpaduan kaum melalui bahasa Melayu.

Menerusi aktiviti persatuan, guru dapat melatih sikap berani, bersungguh-sungguh dalam kalangan murid semasa menyertai pertandingan yang dianjurkan. Sikap dan keinginan tersebut akan mendorong jati diri yang diinginkan. Jelasnya, melalui pertandingan-pertandingan seperti pidato, bercerita, deklamasi sajak dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan pelajar disamping meningkatkan kemahiran kebahasaan dan membentuk kendiri positif dalam kalangan pelajar. Pada tahun lepas sekolah ini telah berjaya menjadi johan daerah dalam pidato, bercerita dan pantun. Kejayaan yang dicapai oleh sekolah sedikit sebanyak mendorong pembentukan jati diri dalam kalangan murid terhadap rasa cinta terhadap bahasa Melayu.

Tuntasnya, Apabila para pelajar dilatih untuk berkemahiran dalam berbahasa maka ini akan mendorong fungsi bahasa itu sendiri sebagai bahasa kebangsaan, bahasa ilmu dan bahasa perpaduan kaum.

Gambar

Tabel 1.1 Data Responden Penelitian
Figure 1 An example of the WHQ result from one of the students
Figure 2 An example of a map and paragraph result from one of the students
Figure 4 Assessing chirpstory window
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan Coordinated Management of Meaning (CMM) yang digunakan dalam penelitian ini membantu untuk menganalisa mengenai fenomena Proses Konstruksi Ilmu Sejati Orangtua

Menulis syair tembang macapat paling sderhana (pocung) Tugas individu Tes tertulis Tes lisan perbuatan • Pilihan ganda • Isian • Uraian Kurikulum Bahasa Jawa SMA/SMK 2011

Niken Subekti S.Si., M.Si 28 Penelitian Kelembagaan Dr Eko Handoyo M.Si FIS PENGEMBANGAN KELAS INTERNASIONAL DI.. UNIVERSITAS NEGERI

Dari gambar di atas terlihat bahwa efisiensi sistem tiap kali pemompaan pada head 1,6 meter lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan head 1 m dan 1,3 m, Pada variasi head

Hitunglah total pengukuran lebar M-D tiap gigi permanen P2-P2 (baik yang dihitung pada model studi maupun yang dihitung dengan rumus perbandingan), catat hasil

Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan absorbs polutan mikroba dalam ruangan, pertumbuhan mikroorganisme di udara, dan meningkatkan bau yang tidak sedap;

Estimasi Proporsi kesalahan fonologi berdasarkan jenis kesalahan yang tertinggi adalah Cluster Reduction sebanyak 11 anak, sesuai dengan penelitian Bauman-

Kontribusi langsung yang diberikan fokus pada konsumen terhadap kepuasan kerja karyawan ini menjelaskan bahwa perubahan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh