• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allah Swt berfirman, Katakanlah, Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk (QS. al-an am:11).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Allah Swt berfirman, Katakanlah, Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk (QS. al-an am:11)."

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

1

Judul Asli : A„lamul-Hidayah: Al-Imâm Hasan al-Mujtaba as

Judul Indonesia : Teladan Abadi Sepanjang Masa: Hasan Mujtaba Pangeran Sebatang Kara

Pengarang : Tim the Ahl-ul-Bayt World Assembly Penerjemah : Salman Parisi

Penyelaras Akhir : Dede Azwar Proofreader : Syafruddin Mbojo

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala sesuatu bentuk kejadian-Nya dan kemudian memberinya petunjuk. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada orang-orang yang telah dipilih-Nya sebagai para pemberi petunjuk untuk para hamba-Nya, terutama penutup para nabi dan penghulu para rasul dan wali, Abu Qasim Muhammad saw dan keluarganya yang terpilih dan suci.

Sungguh Allah telah menciptakan manusia, menganugerahkan kepadanya akal dan kehendak. Dengan akalnya, manusia menelisik dan menyingkap kebenaran dan memilahnya dari kebatilan. Dengan kehendaknya, manusia memilih apa yang dianggapnya baik baginya dan dianggap (dapat) mewujudkan keinginan-keinginan dan tujuan-tujuannya.

Allah telah menjadikan akal yang mampu membedakan baik dan benar sebagai hujah bagi-Nya di hadapan makhluk-Nya dan mencurahkan bantuan yang dituangkan dari sumber mata air hidayah-Nya. Dia-lah yang mengajarkan manusia [segenap apa] yang tidak diketahuinya, menunjukinya jalan kesempurnaan yang layak baginya, serta mengajarkan tujuan yang menjadi alasan penciptaannya; dan dia dilahirkan dalam kehidupan dunia ini demi merealisasikan tujuan tersebut.

Dengan teks yang jelas, al-Quran menjelaskan ajaran-ajaran hidayah Rabani, horison, kewajiban-kewajiban, dan jalan-jalannya; begitu juga dari satu sisi, Allah menjelaskan kepada kita sebab-sebabnya, dan di sisi lain menjelaskan buah dan hasilnya.

Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang

sebenarnya) petunjuk…” (QS. al-An‘am:11).

Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (QS. al-Baqarah:213).

(2)

2

Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)

(QS. al-Ahzab:4).

Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS. Ali Imran:101).

Katakanlah, “Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran.” Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (QS. Yunus:35).

Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji (QS. Saba:6).

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (QS. al-Qashash:50).

Allah Swt adalah mata air hidayah. Hidayah-Nya adalah hidayah hakiki. Hidayah yang membawa manusia pada jalan yang lurus dan kebenaran yang lempang.

Hakikat-hakikat ini didukung ilmu dan diketahui para ulama yang menundukkan dirinya dengan segenap wujudnya.

Dalam fitrah manusia, Allah telah meletakkan kecenderungan pada kesempurnaan dan keindahan. Kemudian, Dia mengaruniakan manusia petunjuk pada kesempurnaan yang layak baginya, dan disempurnakan dengan makrifat jalan kesempurnaan baginya. Setelah itu, Allah Swt berfirman, Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia

kecuali untuk beribadah kepada-Ku (QS. adz-Dzariyat:56). Karena tidak akan

sempurna ibadah yang hakiki tanpa adanya pengenalan (makrifat). Makrifat dan ibadah adalah jalan eksklusif, maksud dan tujuan, yang menyampaikan pada nilai kesempurnaan.

Sekalipun telah dianugerahi Allah potensi emosi (ghadab) dan syahwat untuk mewujudkan kekuatan gerak ke arah kesempurnaan, manusia belum terbebas dari cengkeraman emosi dan syahwat, juga hawa nafsu yang lahir dari keduanya dan

(3)

3

merupakan keniscayaan keduanya. Setelah semua ini, manusia membutuhkan—di samping akal dan seluruh sarana-sarana pengetahuannya—sesuatu yang menjamin keselamatan kecerdasan dan pemikiran, agar memiliki hujah yang kuat, menyempurnakan nikmat hidayah, terpenuhi dalam dirinya setiap sebab yang menjadikannya memilih jalan kebaikan dan kebahagiaan, atau jalan kesesatan dan kejahatan dengan sepenuh kehendaknya.

Dari sini sunah, petunjuk Ilahi menuntut disandarkannya akal di atas jalan wahyu Ilahi dan pada para pemberi petunjuk yang telah dipilih Allah untuk mengemban tugas pemberian petunjuk pada para hamba yang dilakukan dengan jalan memerinci berbagai pengetahuan dan memberikan bimbingan yang semestinya bagi setiap aspek kehidupan.

Para nabi dan washi telah mengemban suluh hidayah Ilahi sejak fajar sejarah dan sepanjang zaman. Allah tidak pernah meninggalkan para hamba-Nya terlantar tanpa hujah yang memberi mereka petunjuk dan ilmu yang membimbing serta cahaya yang menerangi. Ini sebagaimana dijelaskan riwayat-riwayat wahyu—yang mendukung kebenaran dalil-dalil akal—bahwasanya dunia ini tidak akan kosong dari hujah Allah bagi makhluk-Nya, sehingga manusia selalu memiliki hujah (dalil) atas (keberadaan—penerj.) Allah. Hujah itu (ada) sebelum, dalam, dan setelah penciptaan. Seandainya di dunia ini tidak tersisa lagi kecuali dua orang, maka salah seorang dari keduanya adalah hujah. Al-Quran menjelaskan hal ini—dengan cara yang tidak meragukan—dengan menyatakan, Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi

peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk (QS.

ar-Ra‘d:1).

Para nabi Allah dan para washi mereka, yang memberi petunjuk dan bimbingan, mengemban misi hidayah dengan segala tingkatannya, yang terumuskan dalam misi berikut ini:

Menyampaikan wahyu dengan bentuk sempurna dan memahami risalah Ilahiah dalam bobot yang mendalam.

Level ini membutuhkan persiapan sempurna untuk menyampaikan risalah. Oleh karena itu, pilihan Allah bagi para rasul-Nya merupakan hak Allah Swt (tidak dipilih manusia—penerj.).

(4)

4

Ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat al-Quran berikut, Allah lebih mengetahui di

mana Dia menempatkan tugas kerasulan (QS. al-An‘am:124).

Dan, Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya (QS. Ali Imran:111).

Penyampaian risalah Ilahiah pada manusia dan bagi para utusan.

Penyampaian ini menuntut kelayakan sempurna yang tercermin dalam ‗pemahaman dan penguasaan seharusnya‘ terhadap rincian tujuan-tujuan serta tuntutan-tuntutan risalah, dan pada saat yang sama, memiliki keterjagaan (ishmah) dari berbagai kesalahan dan penyimpangan. Allah Swt berfirman, Manusia itu adalah umat yang

satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan (QS. al-Baqarah:213).

Mewujudkan umat yang beriman kepada risalah Ilahi, serta mempersiapkannya untuk mendukung kepemimpinan Ilahi demi merealisasikan tujuan-tujuannya dan menerapkan undang-undangnya dalam kehidupan.

Al-Quran menjelaskan misi ini sebagai penyucian (tazkiyyah) dan pengajaran (ta‟lîm). Allah Swt berfirman, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan

Hikmah (QS. al-Jum‘ah:2). Penyucian diri adalah pendidikan ke arah kesempurnaan

yang layak bagi manusia. Pendidikan meniscayakan adanya teladan baik yang memiliki berbagai elemen kesempurnaan, sebagaimana difirmankan Allah Swt,

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. al-Ahzab:21).

Penjagaan risalah dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan pada masa-masa yang telah ditetapkan untuknya.

Misi ini juga meniscayakan adanya kapabilitas ilmu dan diri yang disebut sebagai keterjagaan (ishmah).

Aksi mewujudkan tujuan-tujuan risalah maknawi dan nilai-nilai akhlak dalam jiwa setiap manusia dan sendi-sendi sosial yang dilakukan dengan menerapkan program Ilahi, mengimplementasikan undang-undang agama yang hanif dalam masyarakat

(5)

5

manusia dengan jalan membangun sistem politik yang bertanggung jawab dalam mengurusi urusan-urusan umat di atas fondasi risalah Allah.

Penerapan ini memerlukan kepemimpinan yang bijaksana, keberanian yang tangguh, keteguhan yang kokoh, pengetahuan yang paripurna terhadap manusia dan strata-strata masyarakat serta pola-pola ide politik dan sosial serta undang-undang manajerial dan pendidikan berikut aturan kehidupan. Semua itu terangkum dalam kapabilitas keilmuan untuk mengatur negara dunia religius. Hal ini bersanding dengan

ishmah yang dianggap sebagai kapabilitas jiwa yang menjaga kepemimpinan agama

dari berbagai tindakan menyeleweng atau perbuatan keliru yang mungkin akan memberikan pengaruh negatif terhadap proses kepemimpinan dan bimbingan umat karena berlawanan dengan tujuan-tujuan dan target-target risalah.

Para nabi dan para washi mereka yang terpilih telah menapaki jalan hidayah yang abadi, menerabas jalan pendidikan yang sulit, di atas jalan pelaksanaan misi Ilahi ini. Mereka menanggung berbagai kesulitan dalam mewujudkan tujuan-tujuan risalah Ilahi ini, mempersembahkan segala hal yang bisa dilakukan manusia fana dalam akidahnya. Namun, mereka tidak pernah mundur meski selangkah pun, dan tak pernah terlambat meski sekejap pun.

Sungguh Allah telah menganugerahkan totalitas kesungguhan dan jihad mereka dalam seluruh periode risalahnya kepada penutup para nabi, Muhammad bin Abdullah saw, serta mempercayakan amanah yang besar dan tanggung jawab hidayah ini dengan segala tingkatannya, sembari memintanya merealisasikan tujuan-tujuannya. Rasulullah saw telah menapaki jalan ini dengan langkah-langkah yang mengagumkan, dan mewujudkan (tujuan-tujuan risalah Ilahi—penerj.) dalam waktu lebih singkat dengan hasil yang lebih besar pada kerangka-kerangka dakwah-dakwah perubahan dan risalah-risalah revolusioner. Hasil jihad dan kegemilangannya siang dan malam selama dua dasawarsa itu adalah mempersembahkan risalah paripurna untuk manusia yang mengandung elemen-elemen keabadian dan kelanggengan.

Elemen-elemen tersebut dilengkapi dengan unsur-unsur keterjagaan dari penyelewengan dan penyimpangan.

Membangun masyarakat Muslim yang mengimani Islam sebagai fondasi kehidupan, risalah sebagai pemimpin, dan syariat sebagai undang-undang kehidupan.

(6)

6

Membangun kedaulatan Islam dan sistem politik yang mengibarkan bendera Islam dan menerapkan syariat Islam.

Mempersembahkan wajah gemilang kepemimpinan lurus Ilahiah yang tercermin dalam kepemimpinan Rasul saw.

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan risalah dalam bentuknya yang sempurna, maka merupakan sesuatu yang niscaya untuk:

Melanjutkan kepemimpinan yang kapabel dalam menerapkan risalah dan menjaganya dari tangan-tangan pendosa yang akan mengotorinya.

Melanjutkan proses pendidikan yang benar pada generasi-generasi selanjutnya yang dijalankan oleh orang yang memiliki kelayakan ilmu dan jiwa karena akan menjadi teladan yang baik bagi manusia dan berperilaku seperti Rasulullah saw, memahami risalah, dan mewujudkannya dalam setiap gerak dan diamnya.

Seterusnya, garis Ilahiah ini mewajibkan atas Rasulullah saw untuk mempersiapkan pemilihan (penerusnya—penerj.) dari keluarganya, menyebutkan nama-nama mereka sekaligus menjelaskan peran-perannya, untuk menerima kunci gerakan kenabian yang agung dan petunjuk Ilahi yang abadi dengan (berdasarkan—penerj.) perintah Allah Swt dan demi menjaga risalah Allah yang telah ditetapkan-Nya sebagai risalah abadi, menjaga intervensi orang-orang jahil dan pengkhianat, mendidik generasi-generasi (selanjutnya) terhadap nilai-nilai dan konsep-konsep syariat yang diberkati, yang mereka bertanggung jawab untuk menjelaskan ajaran-ajarannya dan menyingkap rahasia-rahasianya sepanjang zaman, hingga Allah mewariskan dunia ini dan manusia yang ada di atas permukaannya.

Program Ilahiah akan tampak sangat jelas dalam hadis yang diucapkan Rasulullah saw yang bersabda, ―Sesungguhnya telah aku tinggalkan bagi kalian dua pusaka yang berat. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tak akan tersesat; Kitab Allah dan keturunan suci (itrah)-ku. Keduanya tidak akan terpisah hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.‖

Para Imam Ahlulbait adalah sebaik-baik manusia yang diperkenalkan Rasulullah saw atas perintah Allah Swt untuk memimpin umat setelah beliau saw.

(7)

1

Perjalanan hidup para imam dua belas Ahlulbait menjelmakan perjalanan hakiki Islam setelah periode Nabi saw. Kajian atas biografi mereka secara mendalam akan menyingkapkan di hadapan kita, gerakan Islam orisinal dalam bentuk nyata yang mulai dibangun di jantung umat setelah kekuatan dinamis gerakannya mulai memudar setelah wafat Rasulullah saw. Maka para imam maksum mulai berjuang menyadarkan umat dan menggerakkan kekuatannya dengan berupaya mewujudkan dan meningkatkan kesadaran terhadap risalah syariat serta gerakan dan revolusi Rasulullah saw yang diberkati, tanpa keluar dari hukum alam yang berlaku dalam perjalanan kepemimpinan dan umat secara keseluruhan.

Dalam perjalanan kehidupan mereka selanjutnya, kehidupan para imam telah mengristal di jalan (ajaran) Rasulullah yang agung, melakukan pencerahan terhadap umat, serta berinteraksi dengan mereka seperti mengajarkan petunjuk dan menyalakan lampu-lampu petunjuk untuk menerangi jalan kaum Mukmin dalam kepemimpinan mereka. Mereka telah menjadi pemberi dalil atas (keberadaan—penerj.) Allah dan atas keridhaan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang selalu berkomitmen pada perintah Allah, sempurna dalam mencintai-Nya, sangat merindukan-Nya, serta paling terkemuka dalam pendakian tangga-tangga kesempurnaan manusia yang semestinya. Kehidupan mereka dipenuhi berbagai jihad dan kesabaran dalam ketaatan pada Allah Swt. Mereka menjalankan kehidupan para ahli ibadah hingga mampu memberikan teladan peningkatan dalam menerapkan hukum-hukum Allah Swt; kemudian mereka memilih kesyahidan bersama dengan kemuliaan daripada hidup bersama kehinaan, hingga berhasil mencapai pertemuan dengan Allah Swt setelah melakukan jihad besar. Para sejarahwan dan penulis buku tak mampu menghimpun seluruh aspek kehidupan mereka yang suci dan mempersembahkan kajian atas kehidupan mereka dengan sempurna. Oleh karena itu, sesungguhnya upaya kami ini hanyalah memberikan beberapa kilasan dari kehidupan mereka, serta mengungkapkan sejumlah noktah dari biografi dan cara hidup mereka serta sikap-sikap mereka, sebagaimana ditulis para sejarahwan, serta yang kami mampu singkap melalui sumber-sumber kajian dan penelitian. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat dan sesungguhnya Dia-lah Pemberi taufik.

Sebenarnya, kajian kami mengenai gerakan risalah Ahlulbait dimulai sejak Rasul Islam dan penutup para nabi, Muhammad saw, dan berakhir dengan washi terakhir,

(8)

8

Muhammad bin Hasan Askari, Mahdi Muntazhar—semoga Allah mempercepat kemunculannya dan segera menyinari dunia dengan keadilannya.

Buku ini mengkhususkan pada kajian biografi Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba, imam kedua Ahlulbait Rasulullah saw. Beliau adalah imam maksum keempat dari orang-orang yang paling mengetahui petunjuk, dan yang mengejawantahkan Islam dalam setiap dimensi kehidupannya yang mulia. Beliau adalah cucu Rasulullah saw dan penghulu para pemuda surga serta salah seorang dari dua orang khusus dari keturunan Rasulullah saw. Beliau juga termasuk anggota Ahlulbait yang segala dosanya dihilangkan Allah Swt dan disucikan sesuci-sucinya oleh-Nya.

Beliau adalah teladan tertinggi, obor yang menerangi, serta mengilaukan keimanan, kesucian, dan keutamaan.

Kami merasa berkewajiban mengucapkan terima kasih pada semua teman yang mulia, yang telah mencurahkan segenap daya dan upayanya serta bergabung dalam penyelesaian proyek yang penuh berkah ini; terutama para anggota panita penulisan di bawah bimbingan Sayid Mundir Hakim—semoga Allah melindunginya.

Tak ada yang dapat kami lakukan kecuali berdoa kepada Allah dan bersyukur atas taufik-Nya dalam penyempurnaan program mulia ini. Cukuplah Allah bagi kami dan Dia-lah sebaik-baik penolong.

Al-Mama‘ al-‗ Âlamî li Ahl al-Bayt

Qum al-Muqaddasah

Bab I

1

(9)

1

Imam Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib al-Mujtaba adalah imam kedua Ahlulbait Rasulullah saw, penghulu para pemuda surga menurut konsensus para perawi hadis, salah satu dari dua orang keturunan khusus Ahlulbait, salah satu dari empat orang yang diajak Rasulullah saw untuk bermubahalah dengan kaum Nasrani Najran, anggota keluarga yang Allah perintahkan untuk dicintai, dan salah satu pusaka yang sangat berharga (tsaqalain), yang jika manusia berpegang teguh pada keduanya, akan selamat, dan jika menyimpang darinya, akan sesat dan terjerumus.

Beliau tumbuh besar dalam asuhan Rasulullah saw serta menghirup sumber mata air risalah, akhlak, dan kemuliaan kakeknya. Beliau terus menerus berada dalam asuhan Rasulullah saw hingga Allah Swt memanggil Nabi-Nya ini ke peristirahatan abadinya; setelah Rasulullah saw mewariskan posisi sebagai pemberi petunjuk, adab, wibawa, dan jabatan tertinggi, dan mendudukkan Imam Hasan pada posisi imamah yang sudah menantinya setelah bapaknya. Ini dijelaskan bapaknya dalam banyak kesempatan. Salah satunya, ―Hasan dan Husain adalah dua orang imam, baik dalam keadaan berdiri (berkuasa secara formal) maupun dalam keadaan duduk. Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya; maka cintailah orang yang mencintai keduanya.‖

Telah berkumpul pada diri imam agung ini kemuliaan kenabian dan imamah, di samping kemuliaan silsilah keturunan. Kaum Muslim menemukan hal-hal yang ada pada diri kakeknya saw dan bapaknya pada diri beliau, sehingga mengingatkan mereka akan keduanya. Karenanya, mereka pun mencintai dan mengagungkannya, dan beliau menjadi rujukan mereka satu-satunya setelah bapaknya, dalam berbagai urusan kehidupan yang menyulitkan mereka dan berbagai perkara agama yang memberatkan mereka. Terutama setelah kaum Muslim memasuki kehidupan yang dipenuhi berbagai kejadian yang tidak mereka kenali sebelumnya.

Imam Hasan Mujtaba, dalam setiap sikap dan tahapan kehidupannya, menjadi teladan mulia. Beliau menanggung kesedihan dan kebencian dalam (lindungan) Zat Allah, serta menghiasi diri dengan kesabaran yang indah, akhlak kenabian yang mulia, dan kesabaran nan agung; hingga musuh terbesarnya—Marwan bin Hakam— mengakuinya, bahwa kesabarannya mampu menyamai (kekokohan—penerj.) gunung. Imam Hasan juga terkenal toleran, mulia, dermawan, dan murah hati, jauh mengungguli seluruh orang mulia dan terhormat.

(10)

10

Setelah kakeknya wafat, Imam Hasan Mujtaba tetap berada dalam asuhan ibunya, Sayidah Zahra—Wanita lurus nan suci—dan bapaknya, penghulu para washi dan imam kemuliaan dan kesucian. Keduanya selalu terlibat dalam sengketa dengan orang-orang yang terus-menerus menuntut kekhalifahan kakeknya, Rasulullah saw. Tak lama kemudian, memasuki paruh kedua kehidupannya, ibunya yang agung, Sayidah Zahra wafat. Ini menjadikan ayahnya, Imam Ali bin Abi Thalib, diliputi kesedihan mendalam. Beliau harus menyaksikan ujian ini dan mereguk kepahitannya padahal usianya saat itu masih kanak-kanak. Ya, beliau sudah harus menghadapi berbagai hal yang belum sanggup dihadapi anak-anak seumurnya. Namun, beliau benar-benar luar biasa, baik dari sisi kesadaran maupun kepekaannya terhadap kondisi umum dan perkembangannya. Oleh karena itu, beliau sangat dimuliakan dan dihormati kaum Muslim—apalagi bila mengingat Nabi mereka sangat memperhatikan dan menyayangi beliau.

Imam Hasan memiliki hubungan dekat dengan para pemuda di masa kekhilafahan Umar, dan bersama bapaknya memberikan pengajaran pada orang-orang serta memberikan jalan keluar bagi berbagai permasalahan mereka.

Imam Hasan berdiri di samping bapaknya di masa Usman. Beliau bekerja secara sukarela untuk Islam, serta bergabung dengan bapaknya dalam menegakkan hukum dan menghadapi berbagai kerusakan yang mulai menjalar dalam tubuh umat dan negara Islam di masa Usman. Imam Ali—sebagaimana para sahabat yang lain— tidak meridhai perilaku Usman dan antek-anteknya, namun tidak merestui upaya pembunuhan terhadapnya. Maka, beliau dan Imam Hasan tetap berdiri sebagai pihak yang mengusung perdamaian. Akan tetapi, kaki-tangan Usman terus-menerus mengeruhkan suasana dan memprovokasi pembunuhannya secara tidak langsung; sementara Imam tetap menjaga sikapnya dan berpijak di atas hukum yang diturunkan Allah Swt.

Imam Hasan bin Ali tetap berdiri tegak di samping bapaknya dalam setiap perkataan dan perbuatan, serta aktif berpartisipasi dalam setiap peperangan ayahnya. Beliau selalu mendambakan sang ayah mengizinkannya terus bergabung dalam peperangan dan berada di medan tempur ketika keadaan sangat genting; sementara ayahnya sangat melindunginya, juga adiknya Husain, lantaran khawatir kalau-kalau beliau terbunuh di medan peperangan sehingga menyebabkan terputusnya nasab Rasulullah saw. Imam Hasan tetap berada di sisi ayahnya hingga akhir hayat sang

(11)

11

ayah. Sebagaimana ayahnya, beliau membantu pada penduduk Irak seraya merasakan kegetiran yang mereka rasakan. Beliau menyaksikan Muawiyah menyebarkan propagandanya dan menyuap para komandan pasukan ayahnya dengan sejumlah harta dan berbagai jabatan sehingga sebagian besar mereka memisahkan diri. Akibatnya, Imam Ali bertekad untuk berpisah dengan mereka lewat kematian atau terbunuh. Akhirnya, Imam Ali menemui kesyahidan, dan tinggallah kini Imam Hasan di tengah kepungan badai tersebut; yaitu antara penduduk Kufah yang lemah, gerombolan kaum Khawarij yang murtad, dan permusuhan penduduk Syam yang bengis.

Setelah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menetapkan secara resmi kekhalifahan anaknya, Hasan Mujtaba, serta menyerahkan berbagai warisan kenabian. Lalu, berkumpullah para penduduk Kufah dan sekelompok kaum Muhajirin dan Anshar, yang kemudian membaiat kekhalifahan beliau. Ini terjadi setelah Allah Swt menyucikan beliau dari berbagai kekurangan dan dosa; di samping beliau memang memenuhi berbagai persyaratan kekhalifahan berupa ilmu, ketakwaan, tekad yang kuat, dan profesionalisme. Ya,. orang-orang saling berlomba mengucapkan baiat; di Kufah, Bashrah, Hijaz, Yaman, Persia, dan seluruh daerah-daerah yang pernah mengakui ke-wilayah-an dan baiat ayahnya. Ketika berita pembaiatan itu sampai ke telinga Muawiyah dan para pengikutnya, mereka pun mulai melancarkan berbagai aksi makar dan tipudaya untuk merusak pemerintahan beliau dan menyebarkan berbagai isu negatif.

Imam Hasan menerima tahta kepemimpinan setelah ayahnya. Beliau menjalankan pemerintahan dengan sebaik-baiknya dalam kondisi yang dipenuhi berbagai fitnah dan intrik. Beliau memerintahkan setiap gubernurnya untuk melakukan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya dan berwasiat untuk menegakkan keadilan dan kebajikan, serta memerangi para pembangkang dan pemberontak. Beliau juga memerintahkan mereka melangkah di jalan ayahnya yang sebangun dengan ajaran kakeknya, Muhammad saw.

Meskipun Imam Hasan mengetahui siapa Muawiyah, juga kemunafikan, kebohongan, dan permusuhannya terhadap risalah kakeknya, serta upayanya untuk menghidupkan simbol-simbol kejahiliahannya… meskipun begitu, beliau tidak berupaya mengumumkan perang kepadanya, kecuali setelah beliau mengirimkan surat peringatan berkali-kali yang mengajaknya bekerjasama dan menyatukan urusan kaum

(12)

12

Muslim. Setelah itu, tak ada lagi alasan dan halangan baginya (untuk tidak memerangi Muawiyah—penerj.).

Imam Hasan mengirimkan surat pada Muawiyah, meskipun beliau tahu bahwa ia tak akan menjawab permintaannya. Beliau juga tahu bahwa ia akan tetap bersikap tak tahu malu di hadapannya, sebagaimana sikapnya dulu pada ayahnya, Amirul Mukminin. Terlebih ketika ia sedikit berhasil berkonspirasi melawan ayahnya. Sesungguhnya Imam Hasan mengetahui bahwa Muawiyah akan mengambil tindakan kekerasan bila tak ada jalan bagi makarnya. Namun Imam Hasan Mujtaba berkewajiban untuk mengungkapkan kepada seluruh dunia Islam setiap hal yang disembunyikan keluarga besar Muawiyah terhadap Nabi saw dan Ahlulbait; berupa kebencian, permusuhan, dan tipudaya terhadap Islam dan kaum Muslim.

Muawiyah optimistis bahwa segala sesuatu sudah memihaknya, dikarenakan hubungan dekatnya dengan sebagian besar panglima tentara Imam Hasan. Ia juga berupaya merayu Imam Hasan dengan sejumlah harta dan tampuk kekhalifahan setelahnya, seraya mengaburkan opini umum. Namun sikap Imam Hasan tidak berubah dengan intimidasi dan janji-janjinya. Muawiyah mengetahui keteguhan Imam Hasan. Karenanya, ia menyiapkan rencana untuk memeranginya. Ia yakin betul bahwa perang ini akan menguntungkannya, sementara Imam Hasan dan para tentaranya yang ikhlas, yang turut membantunya, akan terbunuh atau menjadi tawanan. Namun, peperangan yang berusaha ia pertontonkan pada kaum Muslim ini kehilangan legitimasi syariatnya. Oleh karena itu, Muawiyah berupaya menghindari peperangan dengan Imam Hasan dan menggunakan cara makar, tipudaya, penjungkirbalikkan fakta, penyuapan, dan pemecahbelahan balatentara dan para panglima Imam Hasan. Akhirnya, tak ada lagi orang yang bersama Imam Hasan kecuali sedikit saja dari Ahlulbaitnya dan para sahabat beliau yang ikhlas. Beliau lalu mengabaikan tampuk kepemimpinan demi mencegah kerusakan yang ditimbulkan para perusak dalam kondisi carut marut ini. Pilihannya untuk berdamai berada pada puncak hikmah dan pengalaman politik yang lurus untuk merealisasikan kemaslahatan Islam dan tujuan-tujuannya yang agung.

Imam Hasan, sang cucu nabi, menghadapi gejolak para pengikut dan sahabatnya yang tidak lagi bersabar menghadapi kejahatan Muawiyah; namun, sebagian besar mereka akhirnya mengetahui betapa berbahayanya jika tetap memaksakan perang dan memahami kenapa Imam menanggalkan kekuasaannya.

(13)

13

Sebagian besar tokoh Muslim dan para pemimpinnya juga mengetahui serangan keji dalam kejadian ini yang memuat kepentingan kelompok Umawiyyin karena kebenciannya terhadap Islam dan dakwahnya, serta keinginan mereka menghidupkan kembali segala hal yang telah dienyahkan Islam, berupa simbol-simbol kejahiliahan dalam segala bentuknya.

Akan tetapi, Imam Hasan dengan perdamaiannya yang bersyarat itu, memberikan kesempatan luas pada Muawiyah (sendiri) untuk membongkar proyek jahiliahnya, serta memberitahukan kaum Muslim yang masih awam tentang siapa sebenarnya Muawiyah itu. Karenanya, taktik perdamaian Imam Hasan menyokong tersingkapnya kejahatan politik tipudaya yang dilancarkan musuhnya.

Rencana Imam Hasan berhasil ketika Muawiyah berpartisipasi dalam menyingkap hakikat penyelewengannya melalui pengumumannya yang terang-terangan bahwa dirinya berperang bukan untuk Islam. Ia hanya berperang untuk kekuasaan dan menguasai kontrol atas kaum Muslim. Ia juga tak akan memenuhi segala syarat perdamaian.

Melalui pengumuman ini dan dengan membaca langkah-langkah yang dilakukan Muawiyah dalam menyerang ajaran Ali dan anaknya yang gemilang, serta pembunuhan sahabatnya yang terpilih serta para pencintanya, tersingkaplah selubung kejahatan dari wajah Bani Umayyah. Imam Hasan menjalankan tanggung jawabnya menjaga keselamatan ajaran Islam meskipun harus menjauh dari kekuasaan. Beliau mendekati para pemimpin umat, memperkuat mereka (dalam menghadapi—penerj.) berbagai marabahaya yang mengancam melalui penyadaran dan mobilisasi. Peran beliau ini menjadi faktor positif dalam konteks tujuan ini—meskipun beliau sendiri harus menghadapi pengawasan ketat dan blokade. Berbagai upaya percobaan pembunuhan secara rahasia terhadap beliau merupakan bukti ketakutan Muawiyah terhadap kehadiran Imam Hasan sebagai kekuatan yang merepresentasikan kesadaran dan keinginan umat untuk mengobarkan api revolusi melawan kezaliman Bani Umayyah. Berdasarkan ini, benarlah pendapat yang mengatakan bahwa perdamaian Imam Hasan merupakan permulaan bagi revolusi saudaranya, Abu Abdillah Husain bin Ali.

Imam Hasan mempersembahkan jihadnya yang agung ini, yang dalam kondisi demikian mengatasi jihad dengan pedang, melalui kesyahidannya; diracun musuhnya

(14)

14

yang paling keras! Salam kepadanya di hari kelahirannya, di hari kesyahidannya, dan di hari dibangkitkannya kembali.

2

KARAKTER IMAM HASAN MUJTABA

Kedudukan Imam dalam Ayat Al-Quran

Kaum Muslim tak pernah bersepakat secara bulat dalam sebuah masalah seperti kesepakatan bulat mereka mengenai keutamaan Ahlulbait dan ketinggian kedudukan keilmuan dan ruh mereka serta kemencakupan mereka atas seluruh nilai-nilai kesempurnaan ideal yang diharapkan Allah Swt terwujud dalam diri manusia.

Kesepakatan ini merujuk pada sejumlah dasar. Di antaranya adalah penjelasan al-Quran mengenai kedudukan khusus Ahlulbait melalui nas atas penyucian mereka dari berbagai dosa. Mereka adalah anggota keluarga (al-qurbâ) yang wajib dicintai sebagai balas jasa bagi risalah yang dipersembahkan kepada umat manusia seluruhnya. Mereka adalah orang-orang utama yang memutlakkan ketaatan kepada Allah Swt dan takut terhadap azab-Nya. Mereka memiliki keistimewaan berupa takut kepada Allah Swt, serta jaminan surga dan keterbebasan dari azab-Nya.

Imam Hasan Mujtaba adalah salah seorang Ahlulbait yang disucikan dari berbagai dosa. Tak diragukan lagi, beliau adalah putra Rasulullah saw berdasarkan dalil ayat Mubahalah yang diturunkan pada peristiwa mubahalah dengan kaum Nasrani asal Najran. Al-Quran mengabadikan kejadian ini dalam surah Ali Imran, ayat ke-61, Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang

meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak-anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”

(15)

15

Mayoritas perawi hadis meriwayatkan dari berbagai jalur yang kuat bahwasanya ayat ini diturunkan sekaitan dengan Ahlulbait. Mereka adalah Rasulullah saw, Imam Ali, Sayidah Fatimah, Hasan, dan Husain. Tak diragukan lagi, yang dimaksud anak-anak di sini adalah Hasan dan Husain (hasanain).

Dalam hadis ini, terkandung penjelasan Rasulullah saw bahwa mereka adalah sebaik-baik penduduk surga dan termulia di hadapan Allah Swt. Sebab itu, Rasulullah saw bermubahalah dengan mereka. Uskup Najran juga mengakui hal ini dengan mengatakan, ―Sungguh aku melihat wajah-wajah yang jika mereka memohon kepada Allah untuk menghilangkan gunung, Dia akan mengabulkannya.‖1

Kisah ini juga menunjukkan, sebagaimana yang ditunjukkan ayat tadi, keagungan kualitas dan kemuliaan posisi, dan berbagai keutamaan mereka. Mereka adalah makhluk yang sangat dicintai Allah Swt dan Rasulullah saw. Tak seorang pun di dunia ini yang mampu menandingi keutamaan mereka.

Al-Quran tidak menggariskan ke-ishmah-an salah seorang pun di dunia ini selain Nabi, kecuali Ahlulbait yang disucikan Allah Swt sesuci-sucinya dari berbagai dosa.2 Akan tetapi, kaum Muslim berbeda pendapat mengenai apakah istri-istri Nabi masuk dalam Ahlulbait. Mereka tidak berbeda pendapat mengenai masuknya Imam Ali, Sayidah Zahra, Hasan dan Husain dalam orang-orang yang dimaksud ayat ini.3

Dari sini, kita dapat memahami rahasia tersembunyi dalam kewajiban mencintai mereka dan memegang teguh ajaran mereka, memprioritaskan kecintaan terhadap mereka dibanding kecintaan pada selain mereka, berdasarkan dalil al-Quran.4 Kemaksuman Ahlulbait merupakan dalil paling jelas; bahwasanya keselamatan berada dalam kesetiaan pada mereka saat (mengarungi) perjalanan yang berliku dan dalam keadaan berpecah belah. Barangsiapa dijaga Allah Swt dari

1

Nûr al-Abshâr, hal.122-123. Silahkan merujuk tafsir Jalâlayn, Rûh al-Bayân, dan Kasysyâf,

Al-Baydhâwî, Ar-Râzî, Shahîh at-Turmudzî, 26166, Sunan al-Baihaqî, 1663, Shahîh Muslim: kitab Fadhâil ash-Shahâbah, Musnad Ahmad, 1685, Mashâbîh as-Sunnah, 66201.

2 QS. al-Ahzab:33.

3 Silahkan merujuk Tafsîr al-Kabîr, Fakhrurrazi; Tafsir An-Naysâburî; Shahîh Muslim, 2633;

Khashâish an-Nisâi, 4; Musnad Ahmad, 46101, Sunan al-Baihaqî, 26150; Musykil al-Atsâr, 16334; Mustadrak al-Hâkim, 26416; Asad al-Ghâbah, 56561.

44 Dalam surah asy-Syura, ayat ke-23, saat berbicara pada Rasulullah saw yang mulia, Allah Swt

berfirman, Katakanlah, “Aku tidak akan meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali

kasih sayang kepada keluarga(ku). Allah Swt juga berfirman dalam surah Saba, ayat 41, Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

(16)

16

berbagai dosa, akan menjadi petunjuk pada keselamatan, dan kesetiaan padanya menjadi penyelamat dari keterpurukan.

Nabi saw meriwayatkan—dari Ibnu Abbas—bahwa saat turunnya ayat,

kecintaan kepada keluarga (mawaddah fil qurbâ), sebagian Muslim bertanya tentang

maksud kata ‗keluarga‘ yang beliau wajibkan untuk ditaati. Beliau bersabda, ―Mereka adalah Ali, Fatimah, dan kedua anaknya.‖5

Al-Quran menjelaskan pada kita sebab-sebab pengutamaan Ahlulbait dalam surah ad-Dahr yang diturunkan untuk menjelaskan keagungan hakikat jiwa yang dimiliki Ahlulbait dan keikhlasan yang membarengi ketaatan dan ibadah mereka, melalui firman-Nya, Sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah

mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra.6

Mayoritas para mufasir dan para perawi hadis meriwayatkan bahwa surah yang diberkahi ini diturunkan berkenaan dengan Ahlulbait, tatkala Hasan dan Husain sembuh dari sakit. Imam Ali sebelumnya bernazar akan berpuasa selama tiga hari sebagai ungkapan syukur jika keduanya sembuh. Benar, mereka memenuhi nazar yang mengandung pengorbanan terbaik itu, hingga Allah Swt berfirman,

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya berat di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.1 Allah membalas usaha pengorbanan

dan penunaian nazar mereka dengan berbagai hal yang akan diwariskan di akhirat,

5

Silahkan baca Tafsir Al-Kabîr; Ath-Thabarî; Ad-dur al-Mantsûr dalam tafsir ayat mawaddah ini.

6 QS. al-Insan:1-12. 1 QS. al-Insan:5-8.

(17)

11

serta menghadiahi mereka keimamahan atas kaum Muslim di alam ini, dan umat manusia yang hidup di dalamnya diwariskan (kepada mereka—penerj.).

Kedudukan Imam Hasan di Hadapan Rasulullah

Rasulullah saw mengkhususkan kedua cucunya, Hasan dan Husain, dengan berbagai karakter yang lahir dari keagungan kedudukan keduanya di hadapannya. Menurut Nabi saw, keduanya adalah:

Wewangian beliau dari dunia ini dan dari umat ini8 Sebaik-baik penghuni bumi1

Penghulu para pemuda surga10

Imam, baik dalam keadaan duduk maupun berdiri11

Itrah (Ahlulbait) yang tak akan terpisah dengan al-Quran hingga hari kiamat,

dan umat tak akan tersesat jika berpegang teguh pada keduanya12

Mereka termasuk Ahlulbait yang menjamin orang-orang yang menaiki perahunya akan selamat dari bahaya tenggelam13

Keduanya, sebagaimana dikomentari kakeknya, adalah, ―Gemintang yang menyelamatkan penduduk dunia dari karam, sementara Ahlulbaitku menyelamatkan penduduk dunia dari perpecahan.‖14

Sekelompok sahabat Rasulullah saw mendengar sabda Nabi saw mengenai Hasan dan Husain, ―Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya,15 dan cintailah orang yang mencintainya.‖16

Salman mendengar Rasulullah saw bersabda, ―Hasan dan Husain adalah dua anakku. Barangsiapa mencintai keduanya, berarti telah mencintaiku. Dan barangsiapa

8 Shahîh al-Bukhârî, 26188; Sunan at-Turmudzî, 531. 1 ‗Uyûn Akhbâr ar-Ridhâ, 1661.

10 Sunan Ibn Mâjah, 1656; At-Turmudzî, 531. 11

Al-Manâqib, Ibnu Syahr Aswab, 36163 dinukil dari Musnad Imam Ahmad, Jâmi at-Turmudzî, Sunan

Ibn Majâh, dan lain-lain.

12 Jâmi‟ at-Turmudzî, 541; Mustadrak al-Hâkim, 36101. 13 Hilliyat al-Awliyâ, 46101.

14

Mustadrak al-Hâkim, 36141.

15 Khashâish an-Nasâ‟i, 26. 16 Sunan at-Turmudzî, 531.

(18)

18

mencintaiku, berarti mencintai Allah. Barangsiapa mencintai Allah, Dia akan memasukkannya ke surga. Barangsiapa membenci keduanya, berarti membenciku. Dan barangsiapa membenciku, berarti membenci Allah. Barangsiapa membenci Allah, Dia akan memasukkannya ke neraka.‖11

Dari Anas, ―Rasulullah ditanya tentang siapakah Ahlulbaitnya yang paling beliau cintai. Beliau menjawab, ‗Hasan dan Husain.‘ Beliau bersabda pada Fatimah, ‗Panggilkan kedua anakku.‘ Lalu beliau, seperti biasa, mencium dan merangkul keduanya.‖18

Diriwayatkan Abu Hazm dari Abu Hurairah, ―Aku melihat Nabi saw meneguk air liur Hasan dan Husain sebagaimana seseorang memakan kurma.‖11

Kedudukan Beliau di Hadapan Umat Sezamannya

Jabir meriwayatkan dari Nabi saw, ―Sesungguhnya Allah menciptakan aku dan Ali (sebagai) dua cahaya di antara dua ujung Arsy. Allah menyucikan keduanya sebelum Dia menciptakan Adam selama beribu-ribu tahun. Ketika Allah menciptakan Adam, kami berdiam di sulbinya. Lalu, dari sulbi yang mulia dan perut suci itu, kami berdiam dalam sulbi Ibrahim. Kemudian kami berpindah dari sulbi Ibrahim ke sulbi mulia dan perut suci lain, hingga berdiam dalam sulbi Abdul Muthalib. Kemudian cahaya itu berpisah pada diri Abdul Muthalib; sepertiganya pada diri Abdullah dan sepertiganya lagi pada diri Abu Thalib. Kemudian, cahaya dariku dan dari Ali bersatu dalam diri Fatimah; maka Hasan dan Husain adalah dua cahaya dari cahaya Tuhan semesta alam.‖20

Muawiyah berkata pada teman-temannya, ―Siapakah manusia yang termulia, mulai dari sisi ayah-ibunya, kakek-neneknya, dan paman-bibinya?‖ Mereka menjawab, ―Anda lebih tahu.‖ Lalu ia meraih tangan Hasan bin Ali dan berkata, ―Ayah orang ini adalah Ali bin Abi Thalib, ibunya adalah Fatimah putri Muhammad, kakeknya adalah Rasulullah saw, dan neneknya adalah Khadijah. Pamannya (dari pihak ayah) adalah Ja‘far dan bibinya adalah Halah binti Abu Thalib. Sementara

11 Mustadrak al-Hâkim, 36166. 18

Sunan at-Turmudzî, 540.

11 Al-Manâqib, Ibnu Syahr Aswab, 36156. 20 Nazhat al-Majâlis, 26206.

(19)

11

pamannya (dari pihak ibu) adalah Qasim bin Muhammad saw, dan sepupu perempuannya adalah Zainab binti Muhammad saw.‖21

Muawiyah memiliki pengakuan lain yang dikemukakan di hadapan Amr bin Ash, Marwan bin Hakam, dan Ziyad bin Ubayyah, setelah sebelumnya mereka membangga-banggakan diri. Imam Hasan ingin membuat mereka tunduk. Lalu, Imam Hasan bin Ali mendatangi mereka. Ketika beliau menyangkal omongan mereka yang ingin mendeskreditkan Bani Hasyim, Muawiyah berkata (setelah Imam Hasan pergi), ―Apakah aku akan bersaing (dalam kemuliaan) dengan seorang pria yang kakeknya adalah Rasulullah saw, penghulu orang yang telah lalu dan yang masih ada; ibunya adalah Fatimah, penghulu wanita seluruh dunia?‖ Kemudian, ia berkata kepada mereka, ―Demi Allah, kalau seandainya penduduk Syam mendengar hal ini, niscaya akan terjadi bencana.‖22

Seorang prajurit (miqdâm) menghadap Muawiyah. Muawiyah berkata, ―Apakah engkau tahu bahwa Hasan bin Ali telah wafat?‖ Maka prajurit itu pun mengucapkan ungkapan belasungkawa.23 Muawiyah berkata padanya, ―Apakah engkau melihat terjadi musibah (sehingga harus berbelasungkawa—penerj.)?‖ Ia menjawab, ―Bagaimana saya tidak melihat musibah sementara Rasulullah saw telah meletakkan beliau (Imam Hasan) di pangkuannya sambil bersabda, ‗Anak ini bagian dariku dan Husain dari Ali; semoga Allah meridhai keduanya.‘‖24

Abdullah bin Umar berkata, ―Penduduk Irak bertanya mengenai serangga yang dibunuh seseorang yang sedang berihram; padahal mereka telah membunuh putra dari putri Rasulullah saw. Apalagi bila mengingat Rasulullah saw bersabda, ‗Keduanya (Hasan dan Husain) adalah wewangian dunia ini25 atau wewangian dari umat ini.‘‖26

Abu Hurairah berkata, ―Aku tidak melihat Hasan kecuali air mataku bercucuran. Ini karena aku melihat Rasulullah saw memasukkan mulut beliau ke mulutnya kemudian bersabda, ‗Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia, dan cintailah orang yang mencintainya.‘ Beliau mengatakan itu sebanyak

21 Al-„Aqdul Farîd, 36283.

22 Al-Mahsin wa al-Idhdâd, 10, cet., Mesir 1324 H. 23 Yaitu ucapan: Innâ lillahi wa innâ ilayhi râjiûn. 24

Musnad Ahmad, 46132, cet., Mesir; 1313 H.

25 Shahîh al-Bukhârî, 16188. 26 Sunan at-Tirmidzî, 531.

(20)

20

tiga kali.‖21 Ia (Abu Hurairah) berkata, ―Aku terus mencintai pria ini—yaitu Hasan— setelah Rasulullah melakukan apa yang harus dilakukan.‖28

Ketika musuh terbesarnya—Marwan bin Hakam—bersegera membawa jasadnya yang suci, Imam Husain merasa heran dan berkata, ―Apakah engkau akan membawa jasadnya sementara engkau telah meracuninya?‖ Marwan berkata, ―Aku melakukan ini terhadap orang yang kesabarannya menyamai (kekokohan) gunung.‖21

Abu Aswad Duwali berkomentar mengenainya, ―Beliau benar-benar disucikan, serta sosok Arab yang paling suci dalam hakikat, kemuliaan, keturunan, dan kebaikan unsurnya.‖30

Umar bin Ishaq berkata, ―Tak seorang pun yang berbicara, yang lebih kucintai untuk tidak berhenti (dari pembicaraannya—penerj.) daripada perkataan Hasan bin Ali. Aku sama sekali tak pernah mendengar kata-kata keji darinya.‖31

Abdullah bin Zubair berkata, ―Demi Allah, para wanita tidak menempati kedudukan seperti kedudukan Hasan bin Ali dalam hal kewibawaan dan kemuliaan derajatnya.‖

Saudaranya, Muhammad bin Hanafiyyah, berdiri di depan kuburnya untuk memujinya, ―…Sesungguhnya sebaik-baik ruh adalah ruh yang dibungkus kafanmu ini, dan sebaik-baik kafan adalah yang membungkus ragamu. Bagaimana tidak seperti ini karena engkau adalah jalan petunjuk dan pemimpin orang-orang bertakwa serta salah seorang anggota al-Kisa (lima insan utama; Rasulullah saw, Imam Ali, Sayidah Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain—peny.) Telapak tangan kebenaran telah memberimu makanan ketakwaan. Dan telah menyusuimu susu keimanan, dan engkau telah dididik dalam rumah Islam. Dalam keadaan hidup dan mati engkau tetap baik, meskipun jiwa-jiwa kami tidak rela dengan kepergianmu. Semoga Allah mengasihi Aba Muhammad.‖32

Abu Abdillah Husain bin Ali as memujinya dengan berkata, ―Semoga Allah mengasihi Aba Muhammad. Sungguh engkau melihat kebenaran dari sumbernya, mendahulukan Allah pada saat kondisi genting dengan penuh kehati-hatian dan

21 Mukhtashar Târîkh Dimasyqi, Ibnu ‗Asakir, 1610, cet., Dar al-Fikr, 561405 H. 28 Nûr al-Abshâr, 111.

21 Tahdîb at-Tahdîb, 26218. 30

Hayât al-Imâm al-Hasan, 126241.

31 Bihâr al-Anwâr, 433351. 32 Murûj adz-Dzahab, 361.

(21)

21

dengan sangat bijak. Engkau memandang keagungan duniawi ini dengan sebelah mata, (dalam berinteraksi dengan dunia, peny) tanganmu tidak pernah terkotori sedikitpun, tetap suci, (dalam keadaan demikian), engkau segera menghadapi musuhmu dengan perbekalan apa adanya. (Semua itu) tidak mustahil karena engkau adalah anak silsilah kenabian dan orang yang langsung mereguk air hikmah dari sumbernya. (sekarang) engkau menuju tempat peristirahatan, surga kenikmatan. Semoga Allah memuliakan kami dan engkau dengan pahala atas semua itu dan menganugerahkan kepada kami dan engkau pelipur lara terbaik untuk semua itu.‖33

Kedudukan Beliau di Mata Ulama dan Sejarahwan

Hafidz Abu Naim Isbahani—salah seorang ulama terkemuka abad kelima— berkomentar mengenai Imam Hasan Mujtaba, ―Penghulu para pemuda, pendamai para kerabat dan sahabat, kembaran Rasulullah saw dan kekasihnya, sumber mata air petunjuk, sahabat orang-orang bertakwa, salah seorang penghuni al-Kisa, putra penghulu para wanita; Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.‖34

Ibnu Abdi Barr berkata mengenainya, ―Tak ada yang lebih sayyid (lebih layak dijadikan pemimpin—penerj.) selain dari orang yang dinamai Rasulullah saw sebagai

sayyid; dan rahmat Allah tercurah padanya, berupa kesabaran, kewarakan, dan

keutamaan. Kewarakan dan keutamaannya menyerunya meninggalkan kekuasaan dan keduniaan karena mencintai apa yang ada di sisi Allah.‖ Ia juga berkata, ―Demi Allah, semenjak aku tahu aku tidak mencintai apa yang menguntungkanku dan apa yang merugikanku…‖35

Hafidz bin Katsir Dimasyqi berkomentar mengenai beliau, ―Abu Bakar Shiddiq memuliakan dan mengagungkannya serta memuliakan, mencintai, dan membelanya; begitu juga sikap Ibnu Khaththab. Ibnu Abbas pernah membawa tunggangan untuk Hasan dan Husain. Ketika keduanya menaikinya, ia melihat bahwa ini adalah sebuah kenikmatan baginya. Ketika keduanya berjalan mengelilingi kota,

33 Hayât al-Imâm al-Hasan: 26440. 34 Hayât al-Imâm al-Hasan, 26440.

35 Al-Isti‟âb, 16315, cet., Mesir; 1380. Ketika kekuasaan dan kekuatan ditujukan untuk menegakkan

hukum Allah di dunia ini, maka meninggalkannya bukanlah sebuah sikap zuhud dan warak. Sesungguhnya Imam meninggalkan kekuasaan karena tanggung jawab syariat menuntut hal itu pada saat tersebut.

(22)

22

orang-orang hampir menjungkirkan tunggangannya karena mengerumuni keduanya untuk mengucapkan salam pada keduanya.‖36

Hafidz bin Asakir Syafi‘i berkata, ―Beliau adalah cucu Rasulullah dan wewangiannya serta salah seorang penghulu pemuda penduduk surga.‖31

Dari Muhammad bin Ishaq,

―Tak seorang pun yang mampu menyamai kemuliaan setelah Rasulullah saw sebagaimana yang diraih Hasan.38 Beliau duduk di depan pintu rumahnya. Ketika beliau keluar dan duduk, jalan akan terpotong, dan tak seorang makhluk Allah pun yang lewat dikarenakan menghormatinya. Saat mengetahui beliau berdiri dan masuk ke dalam rumahnya, orang-orang pun berani untuk lewat. Aku pernah melihat beliau berjalan kaki di jalanan Mekkah; maka, tak satu pun makhluk Allah yang melihatnya kecuali turun (dari kendaraannya—penerj.) dan ikut berjalan kaki. Bahkan aku melihat Saad bin Abi Waqash berjalan kaki.‖31

Muhammad bin Thalhah Syafi‘i berkomentar mengenainya, ―Sungguh Allah telah menganugerahinya fitrah yang kokoh dalam menjelaskan jalan-jalan yang diridhai-Nya, memberinya pandangan yang tepat untuk memperbaiki kaidah-kaidah dan ajaran-ajaran agama, dan dikhususkannya dengan akhlak yang mengalir, yang dipenuhi ilmu dan hikmah.‖40

Sibth bin Jawzi berkata, ―Beliau termasuk pemuka orang-orang dermawan, pemilik hati yang bernas, dan Rasulullah saw mencintainya dengan kecintaan yang amat sangat.‖41

Ibnu Atsir berkata mengenainya, ―Beliau adalah penghulu para pemuda surga, wewangian dan kembaran Nabi saw. Nabi saw menamainya Hasan. Beliau adalah salah satu dari lima insan al-Kisa.‖42

36

Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 8631, cet., Mesir, 135.

31 Muhtashar Târîkh ad-Dimasyqi, 165.

38 Rujuk al-Manâqib, Ibnu Syahr Aswab, 26148.

31 Al-Hasan al-Mujtabâ, 131, dinukil dari Al-Manâqib, 26148. 40

Mathâlib as-Su‟âl, 65.

41 Tadzkirat al-Khawwash, 111. 42 Asad al-Ghâbah, 2/1.

(23)

23 3

SEBAGIAN KEUTAMAAN DAN KEPRIBADIAN IMAM HASAN MUJTABA

Ibadah

Mufadhdhal meriwayatkan dari Imam Ja‘far bin Muhammad ash-Shadiq, dari ayahnya, dari kakeknya, ―Sesungguhnya Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang manusia yang paling taat beribadah di zamannya, paling zuhud dan utama di antara mereka. Beliau berhaji dengan berjalan kaki, dan terkadang dengan bertelanjang kaki. Saat mengingat maut dan kubur, beliau menangis; saat mengingat Hari Kebangkitan dan kiamat, air mata beliau mengucur deras. Tatkala mengingat jembatan sirâth, beliau juga menangis. Dan ketika mengingat pertemuan dengan Allah—yang Maha Agung nama-Nya—beliau tersedu-sedu dan jatuh pingsan.

Ketika mendirikan shalat, bergetar seluruh anggota tubuhnya di hadapan Allah Azza Wajalla. Saat mengingat surga dan neraka, tubuh beliau berguncang hebat43 dan beliau memohon surga kepada Allah seraya berlindung dari neraka kepada-Nya. Setiap kali membaca ayat dari Kitab Allah Azza Wajalla yang berbunyi, ya ayyuhal

ladzîna âmanû (wahai orang-orang yang beriman), beliau selalu menjawab, ‗Labbaika Allâhumma labbaika,‘ dan tak pernah terlihat keadaannya kecuali dalam keadaan

berzikir kepada Allah Swt. Beliau adalah seorang manusia paling benar ucapannya dan paling fasih bicaranya.‖44

Setiap kali berwudhu, seluruh anggota tubuhnya bergetar dan wajahnya menjadi pucat pasi. Dalam keadaan seperti itu, beliau ditanya dan menjawab, ―Demikianlah orang yang berdiri di hadapan Rabb al-Arsy; seharusnya bermuka pucat dan bergetar seluruh anggota tubuhnya.‖

43 Bergetar dengan sangat seperti rasa sakit karena disengat kalajengking. 44 Lihat, Al-Amâlî, Shaduq, 150; Bihâr al-Anwâr, 436331.

(24)

24

Ketika sampai di pintu mesjid, beliau menengadahkan kepalanya dan berkata, ―Wahai Yang Mahabaik, tamu-Mu di depan pintu-Mu. Telah datang seorang pendosa, maka gantilah segala keburukan pada diriku dengan kebaikan yang ada di sisi-Mu, wahai Yang Mahadermawan.‖45

Selesai melakukan shalat Subuh, beliau tidak berbicara hingga terbit matahari, meskipun itu berlangsung cukup lama.46

Imam Muhammad Baqir berkata, ―Sesungguhnya Imam Hasan berkata, ‗Sungguh aku akan sangat malu bertemu Rabb-ku sementara aku belum berkunjung ke rumah-Nya.‘ Lalu beliau pergi ke sana sebanyak 20 kali dari Madinah dengan berjalan kaki.‖41

Ali bin Jadz‘an berkata, ―Imam Hasan bin Ali mengeluarkan seluruh hartanya sebanyak dua kali, dan membagikan hartanya untuk Allah sebanyak tiga kali, sampai-sampai ketika diberi terompah, beliau berikan lagi kepada orang lain; dan bila diberi

khuf (sejenis kaos kaki), beliau akan memberikannya pada orang lain.‖48

Imam Hasan menyampaikan berbagai khotbah yang diriwayatkan darinya. Khotbah-khotbah ini mengandung sekumpulan pengetahuan dan aturan etis, di samping mengandung adab penyucian Allah Swt dan merendahkan diri di hadapan-Nya serta bersikap lemah di hadapan kekuasaan-hadapan-Nya. Di sini, kami akan mengemukakan beberapa contoh darinya.

Imam bersabda, ―Ya Allah, Engkau adalah yang paling terakhir dari seluruh makhluk-Mu; tak ada makhluk-Mu yang lebih terakhir seperti-Mu. Ya Allah, barangsiapa berlaku baik, itu adalah karena rahmat-Mu; dan barangsiapa bermaksiat maka itu adalah kesalahannya. Tidak semestinya orang yang baik merasa cukup dengan kedekatan dan pertolongan dari-Mu; dan tidak semestinya orang yang bermaksiat menggantikan-Mu dan keluar dari qudrah-Mu. Ya Allah, karena-Mu aku mengenal-Mu, dan melalui-Mu aku diberi petunjuk pada perintah-Mu. Seandainya tak ada diri-Mu, aku tak akan mengenal-Mu. Wahai Zat yang sedemikian rupa (agung) dan tidak selain engkau tidak demikian sampaikanlah shalawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad. Karuniakanlah aku rezeki, keikhlasan dalam amalku, dan

45 Al-Manâqib, 36180; Al-Bihâr, 436331. 46

Bihâr al-Anwâr, 436331; Akhbâru Ishbahân, 1644.

41 Al-Manâqib, 36180; Bihâr al-Anwâr, 436331. 48 Ibid.

(25)

25

keluasan dalam rezekiku. Ya Allah, jadikanlah amal terbaikku sebagai akhirku, dan amal terbaikku sebagai penutupnya, dan hari-hari terbaikku adalah hari pertemuan dengan-Mu. Ya Allah, aku menaati-Mu dan bagi-Mu kekuatan atasku dalam segala hal yang lebih Engkau cintai; keimanan pada-Mu, pembenaran atas para rasul-Mu. Aku tidak bermaksiat keMu dalam hal-hal yang sangat Kau benci; syirik pada-Mu, membohongi para utusan-Mu. Ampunilah aku dalam kedua hal itu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang.‖

Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Imam Hasan setiap malam membaca surah al-Kahfi dalam Lauh al-Maktub. Beliau berkeliling dengannya (sambil membaca surah al-Kahfi) di antara rumah-rumah istrinya sebelum tidur, juga ketika berada di atas peraduannya.

Imam Hasan telah menyantap inti sari makrifat dan substansi iman serta hakikat agama. Teladan-teladannya telah tercetak dalam jiwa dan kedalaman zatnya. Beliau menjadi sosok paling kokoh imannya dan paling ikhlas serta taat kepada Allah Swt.41

Kesabaran dan Sikap Maaf

Imam Hasan Mujtaba terkenal dengan kesabarannya. Ini dibuktikan oleh turut berpartisipasinya beliau dalam perjanjian damai dengan Muawiyah yang merebut hak Imam Ali, sehingga dengan jalan ini ia (Muawiyah) dapat menduduki singgasana kekuasaan dengan cara batil. Setelah perdamaian ini, Imam Hasan menanggung berbagai celaan dari para sahabat dekatnya. Akan tetapi, beliau menghadapi mereka dengan sikap maaf dan kesabaran hati. Terhadap sikap kurang ajar sebagian mereka terhadap Zat Allah beliau hadapi dengan sabar dan bijaksana.

Diriwayatkan bahwa suatu hari, Marwan bin Hakam berkhotbah. Ia menyebut-nyebut Imam Ali bin Abi Thalib seraya merendahkannya. Sementara itu, Imam Hasan tampak tenang-tenang saja. Lalu kabar tentangnya sampai ke telinga Imam Husain, yang segera menyambangi Marwan dan berkata, ―Wahai anak Zarqa! Engkau menyerang Ali?‖ Kemudian beliau menemui Imam Hasan dan berkata, ―Aku mendengar orang ini mencela ayahmu, sementara engkau tidak berkomentar apapun kepadanya?‖ Imam Hasan menjawab, ―Aku tidak ingin berkomentar mengenai

(26)

26

seorang laki-laki lancang yang mengatakan dan mengerjakan apapun yang ia inginkan.‖

Disebutkan bahwa Marwan bin Hakam mencerca Hasan bin Ali. Ketika ia sudah selesai mencelanya, Imam Hasan berkata, ―Demi Allah, sesungguhnya aku tidak menghapus apapun darimu, akan tetapi Allah-lah yang menyiapkannya untukmu. Jika engkau benar, Allah akan memberikan pahala karena kebenaranmu. Akan tetapi, jika engkau berbohong, Allah akan memberi balasan karena kebohonganmu. Allah-lah yang lebih keras siksaannya daripada diriku.‖

Diriwayatkan bahwa budak beliau telah melakukan kesalahan yang menyebabkan dirinya harus dihukum. Lalu, beliau memerintahkan untuk mencambuknya. Budak itu berkata, ―Wahai tuanku, wal „âfîna „anin nâs (berilah maaf pada manusia).‖

Beliau menjawab, ―Aku memaafkanmu.‖

Budak itu berkata lagi, ―Wallâhu yuhibbul muhsinîn (Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik).‖

Beliau menjawab, ―Engkau merdeka karena Allah…‖

Mubarrad dan Ibnu Aisyah meriwayatkan, ―Seorang Syam melihatnya (Imam Hasan) sedang menaiki unta. Lalu, ia pun mulai mengutuknya; tapi Imam Hasan tidak membalasnya. Ketika ia sudah terdiam, Imam Hasan mendatanginya dan mengucapkan salam padanya seraya tersenyum. Beliau berkata, ‗Salam! Saya kira Anda adalah orang asing di sini? Apakah Anda tersesat? Kalau merasa lelah, saya akan memberi Anda tempat beristirahat. Kalau Anda meminta (sesuatu), saya akan berusaha memenuhinya. Kalau Anda butuh ditunjukkan suatu tempat, saya akan menunjukkannya. Kalau Anda mencari orang untuk membawakan barang Anda, saya akan membawakannya. Kalau Anda lapar, saya akan membuat Anda kenyang. Kalau Anda butuh pakaian, nanti saya akan memberikannya. Kalau Anda dalam kekurangan, saya akan membuat Anda berkecukupan. Kalau Anda dalam keadaan terusir, saya akan melindungi. Kalau Anda memiliki banyak keperluan, saya akan memenuhinya. Dan kalau Anda berada dalam perjalanan dan tinggal di sini untuk beberapa waktu sebagai tamu saya, saya akan beri Anda bekal. Sebab, saya memiliki tempat tinggal yang nyaman, posisi yang terhormat, dan harta yang sangat banyak.‘

(27)

21

Mendengar ucapannya, pria itu menangis, kemudian berkata, ‗Aku bersaksi bahwa Tuan adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Allah Maha Mengetahui ketika Dia menciptakan risalah-Nya, dan (sebelumnya) Tuan serta bapak Tuan adalah makhluk Allah yang paling kubenci; tapi sekarang, Tuan adalah makhluk Allah yang paling kucintai…‘‖50

Kehormatan dan Kedermawanan

Kedermawanan hakiki adalah menggantikan kebaikan dengan alasan kebaikan, dan menggantikan ihsan dengan alasan ihsan. Sifat mulia telah mengejawantah dalam bentuk setinggi-tingginya dan dalam makna semulia-mulianya pada diri Imam Abu Muhammad, Hasan Mujtaba, sehingga beliau digelari orang dermawan dari kalangan Ahlulbait.

Beliau memandang harta sama sekali tidak berharga kecuali yang dapat membebaskan orang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menolong orang yang menderita, atau menyelamatkan agama orang yang terbelit utang. Beliau memiliki mangkuk besar yang dipersiapkan untuk para tamu. Diriwayatkan bahwa beliau tidak pernah mengatakan ‗tidak‘ pada orang yang meminta.

Ditanyakan kepadanya, ―Kami tidak pernah melihat Anda menolak orang yang meminta apapun?‖

Beliau menjawab, ―Sesungguhnya kepada Allah-lah aku meminta dan kepada-Nya aku berharap. Aku merasa malu menjadi peminta-minta, sementara aku menolak orang yang meminta (kepadaku). Sesungguhnya Allah membuat suatu kebiasaan padaku, yaitu dengan menurunkan nikmat-nikmat-Nya kepadaku, dan aku pun membiasakan diri menyebarkan nikmat-Nya kepada manusia. Aku takut kalau kebiasaan itu terputus; maka akan mencegah kebiasaan (Allah) itu padaku.‖51

Suatu hari, Imam melewati seorang budak hitam yang memegang sepotong roti. Sebagian roti itu dimakan untuk dirinya sendiri dan sebagiannya lagi diberikan pada seekor anjing. Imam bertanya kepadanya, ―Apa yang membuatmu melakukan itu?‖ Ia menjawab, ―Sungguh aku malu bila aku makan sementara tidak memberi makan pada anjing itu.‖

50 Bihâr al-Anwâr, 136352.

(28)

28

Dalam kasus ini, Imam Hasan menyaksikan sebuah teladan baik, sehingga beliau berniat memberinya hadiah atas perbuatan baiknya itu. Beliau berkata padanya, ―Jangan bergeser dari tempatmu!‖

Kemudian beliau mendatangi tuan dari budak itu untuk membelinya. Beliau juga membeli kebun yang ditinggali budak itu, memerdekakannya, serta menghadiahkan kebun itu kepadanya.52

Diriwayatkan bahwa seorang budak wanita menghormati Imam Hasan dengan seikat selasih. Imam berkata kepadanya, ―Engkau merdeka karena kekuasaan Allah.‖ Anas bertanya kepadanya, dan dijawab Imam, ―Allah Swt mengajarkan kita dalam firman-Nya, Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,

maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya,53 dan yang

lebih baik darinya adalah memerdekakannya.‖54

Kemuliaan akhlaknya yang lain adalah tidak membeli sebuah tanah dari seseorang namun kemudian menjadikan penjualnya menjadi miskin, kecuali mengembalikannya sekaligus menyerahkan uang tambahan.

Seorang fakir mendatangi beliau dan mengeluhkan keadaannya. Kebetulan hari itu beliau tak memiliki apapun. Masalahnya menjadi rumit, namun beliau malu menolaknya.

Beliau berkata padanya, ―Aku akan menunjukkan Anda sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi Anda.‖

Fakir itu berkata, ―Wahai putra Rasulullah, apakah itu?‖

Beliau berkata, ―Pergilah pada khalifah. Putrinya meninggal dan ia merasa berduka karenanya. Ia belum mendengar ungkapan belasungkawa yang mendalam dari seorang pun. Muliakanlah ia dengan ungkapan belasungkawa ini yang akan mendatangkan kebaikan bagi Anda.‖

Orang fakir itu berkata, ―Wahai putra Rasulullah, buatlah aku hafal ungkapan itu!‖

Beliau berkata, ―Segala puji bagi Allah yang telah menutupinya (putrimu) dengan duduknya engkau di atas kuburnya, dan Dia tidak mencabik-cabiknya dengan

52

Lihat, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 8638.

53 QS. an-Nisa:86.

(29)

21

duduknya ia di atas kuburmu (maksudnya, kalau engkau meninggal lebih dulu, anakmu akan ditinggal dalam keadaan yatim dan tanpa perlindungan orang tuanya—

penerj.).‖

Fakir itu menghafal kata-kata beliau dan mendatangi khalifah. Lalu ia berbelasungkawa dengan kata-kata itu, hingga hilang kesedihan khalifah. Kemudian khalifah memerintahkan memberinya hadiah. Khalifah berkata kepadanya, ―Apakah itu kata-katamu sendiri?‖

Ia menjawab, ―Bukan, itu adalah kata-kata Imam Hasan.‖

Khalifah berkata, ―Engkau benar. Sesungguhnya ia adalah khazanah kata-kata yang fasih.‖ Lantas, khalifah menyuruh memberikan hadiah lain kepadanya.55

Beliau memberikan bantuannya pada fakir miskin sebelum mereka mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan dan menyebutkan keperluannya. Ini menunjukkan ketawadukan beliau.56

Ketawadukan dan Kezuhudan

Ketawadukan adalah bukti kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan jiwa. Imam Hasan telah mencapai derajat yang sama dengan kakek dan ayahnya dalam hal akhlak mulia. Sejarah telah menetapkan berbagai bukti yang menunjukkan ketinggian akhlak Imam Hasan. Kami akan menunjukkan sebagiannya untuk Anda.

Imam Hasan berpapasan dengan sekelompok fakir miskin yang memungut remah-remah roti yang jatuh di tanah untuk dimakan. Mereka berkata pada beliau, ―Ayolah, wahai putra dari putri Rasulullah, makan bersama kami.‖ Imam turun dan berkata dengan mengutip firman Allah Swt, Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang sombong. Dan beliau mulai makan bersama mereka hingga mereka

puas. Kemudian beliau mengundang mereka makan bersama di rumah beliau.51

Beliau juga pernah berpapasan dengan beberapa anak kecil yang sedang makan, dan mengajak beliau bergabung dengan mereka. Beliau memenuhi ajakan mereka. Kemudian beliau mengundang mereka ke rumah untuk diberi makanan dan pakaian. Beliau berkata, ―Kebaikan ada pada mereka karena mereka tidak memiliki

55

Nûr al-Abshâr, 135-6.

56 Ibid., 325; Hayât al-Imâm al-Hasan, 16325.

(30)

30

selain apa yang mereka berikan padaku, sementara kami memiliki apa yang kami berikan kepada mereka.‖

Imam menolak semua kenikmatan dan kemegahan dunia karena merindukan kehidupan akhirat yang telah dipersiapkan Allah bagi para hamba-Nya yang bertakwa. Salah satu fenomena kezuhudannya adalah terhadap kekuasaan dikarenakan mengharap keridhaan Allah Swt. Ini akan tampak jelas saat kita mengamati sejauh mana kerakusan Muawiyah atas kekuasaan dan penggunaannya atas berbagai cara-cara amoral untuk sampai pada tampuk kekuasaan itu; sementara kita menjumpai Imam Hasan menjauh dari kekuasaan saat melihat bahwa kekuasaan itu hanya akan menumpahkan darah kaum Muslim.

Fenomena kezuhudannya yang lain adalah sebagaimana diriwayatkan Mudrik bin Ziyad berikut ini:

Kami berada di kediaman Ibnu Abbas. Lalu, datanglah Ibnu Abbas, Imam Hasan, dan Imam Husain. Kemudian mereka berjalan mengelilingi kebun-kebun, dan duduk-duduk di tepi sungai dekat kebun. Imam Hasan berkata, ―Wahai Mudrik! Adakah makanan untuk makan siang?‖ Aku berkata padanya, ―Ya, ada.‖ Kemudian aku pergi dan kembali lagi dengan membawa roti dan sejenis garam juga beberapa jenis sayur-sayuran. Beliau kemudian memakan sebagian darinya. Beliau berkata, ―Wahai Mudrik! Betapa lezatnya makanan ini.‖ Setelah itu didatangkan makanan yang sangat lezat sekali; maka Imam Hasan melirik ke arah Mudrik dan memerintahkannya mengumpulkan anak-anak. Lalu Imam membagi-bagikan makanan itu kepada mereka. Mudrik memanggil mereka yang lantas memakan makanan itu. Namun Imam tidak makan sedikit pun. Mudrik bertanya kepada beliau, ―Mengapa Anda tidak memakan sebagian darinya?‖ Beliau menjawab, ―Sesungguhnya makanan tadi lebih kucintai.‖58

Bab II

1

(31)

31

KELAHIRAN IMAM HASAN MUJTABA

Tanggal Kelahirannya

Pendapat paling diakui mengenai kelahirannya adalah bahwa beliau dilahirkan di Madinah pada pertengahan bulan Ramadhan, tahun ke-13 Hijriah. Ayahnya, Imam Ali, menikahi Fatimah Zahra pada bulan Dzulhijjah tahun kedua Hijriah. Hasan dan Husain merupakan dua anak pertama mereka.51

Proses Kelahirannya

Jabir meriwayatkan bahwa saat Fatimah mengandung Hasan dan melahirkannya, Nabi saw memerintahkan mereka (para wanita) menyelimuti Hasan dengan kain putih. Akan tetapi mereka menyelimutinya dengan kain kuning. Fatimah berkata, ―Wahai suamiku, berilah nama anakmu ini!‖

Imam Ali menjawab, ―Aku tidak akan mendahului memberikan nama kepadanya sebelum Rasulullah saw.‖

Lalu, datanglah Rasulullah saw yang lantas memeluk Hasan dan menciumnya, serta memasukkan lidah ke mulutnya; maka Hasan pun mulai menghisapnya. Kemudian Rasulullah saw berkata kepada mereka, ―Bukankah sudah kukatakan untuk menyelimutinya dengan kain putih?‖

Lalu beliau saw meminta kain putih, menyelimutinya, dan membuang kain kuning itu. Setelah itu, beliau melantunkan azan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Kemudian beliau bersabda pada Imam Ali, ―Akan diberi nama siapakah ia?‖

Imam Ali menjawab, ―Aku tak akan mendahului Anda dalam memberi nama kepadanya.‖

Rasulullah saw bersabda, ―Aku pun tak akan mendahului Tuhanku dalam memberikan nama kepadanya.‖

(32)

32

Kemudian Jabir menuturkan bahwa Allah Swt berfirman kepada Jibril, ―Muhammad telah melahirkan seorang anak (mendapatkan seorang cucu—penerj.). Karenanya, turunlah kepadanya dan sampaikanlah salam dan ucapkanlah selamat dariku dan darimu, lalu katakan padanya, ‗Sesungguhnya Ali bagimu seperti kedudukan Harun dari Musa. Maka namailah ia dengan nama anak Harun.‘‖

Lalu Jibril turun menemui Nabi saw dan menyampaikan ucapan selamat dari Allah Swt dan dari dirinya sendiri. Kemudian Jibril berkata. ―Sesungguhnya Allah Azza Wajalla memerintahkan Anda menamainya dengan nama anak Harun.‖

Kemudian Rasulullah saw bertanya, ―Siapakah namanya?‖ Dia menjawab, ―Syubbar.‖

Beliau menjawab, ―Lidahku, lidah orang Arab.‖

Jibril menjawab, ―Namailah dengan Hasan. Karena sesungguhnya dengan kebaikan Allah-lah berdiri langit dan bumi ini.‖60

Sunah Melahirkan

Rasulullah saw berakikah dengan seekor kambing besar yang disembelih tangannya sendiri pada hari ketujuh kelahiran Hasan. Beliau bersabda, ―Bismillah, ini adalah akikah Hasan. Ya Allah, agungkanlah ia (akikah) ini dengan keagungannya, dan dagingnya dengan dagingnya, darahnya dengan darahnya, rambutnya dengan rambutnya. Ya Allah, jadikan ia (kambing itu) menjadi penebus bagi Muhammad dan keluarganya.‖ Beliau memberikan kepada kabilah satu bagian dan sebagiannya diberikan kepada para tetangga. Dikatakan bahwa ada seorang anak laki-laki diakikahkan dengan seekor domba betina. Juga, rambut kepalanya (anak laki-laki itu) dicukur dan ditimbang, lalu diganti dengan perak (dalam jumlah timbangan yang sama) untuk kemudian disedekahkan.

Penyusuannya

Ummu Fadhl, istri Abbas paman Nabi saw, berkata, ―Aku berkata, ‗Wahai Rasulullah saw! Aku bermimpi bahwa salah satu anggota tubuhmu berada di

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi BTL (Biomass To Liquid) pada dasarnya terdiri atas dua proses, proses pencairan tidak langsung dimulai dengan reaksi reformasi/gasifikasi bahan baku menjadi gas

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa komposisi arthropoda menurut taksonomi dan status dalam agroekosistem pada lahan kubis yang dibudidayakan secara organik maupun

penulis mengadakan Pretest, setelah itu penulis menjelaskan tujuan serta tahap kegiatan konseling kelompok menggunakan teknik cognitive behaviour therapy. Dalam hal ini penulis

❖ Pengembangan dan pelatihan dari perusahaan ❖ Perusahaan menciptakan pengalaman belajar ❖ Orang belajar di kelas ❖ Pembelajaran mikro, ruang kelas, kelompok ❖ Universitas

Berdasarkan hasil analisis OLS dan ECM serta pengujian hipotesis dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka panjang maupun jangka pendek

Fraksi Koroform Buah Senggani Identifikasi flavonoid dalam fraksi kloroform buah senggani menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan standar kuersetin.. Fraksi

KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (STUDI KASUS PADA PT TANINDO SUBUR PRIMA).. Kategori :

Output path coefficient menunjukkan bahwa nilai t-statistics untuk variabel Effort Expectancy (EE) terhadap variabel Use Behavior (UB) melalui variabel Behavioral Intention