• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD - USD Repository"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI PADA KONSEP GEOMETRI

BANGUN DATAR DALAM PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Putri El Pareka NIM: 101134150

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini Penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, membimbing, dan

memberkati setiap langkah ku.

2. Alm. Ayah yang selalu mendoakan di surga, dan Ibu yang selalu

menemani.

3. Kakak yang selalu memberikan semangat.

4. Sahabat yang selalu setia.

(5)

v

MOTTO

Untuk menikmati hidup kita harus banyak berkarya

-Alit Susanto

Bila kegagalan itu bagaikan bakteri dan keberhasilan

bagaikan antibodi, maka kita butuh keduanya untuk mendapat

immunity

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juli 2014

Penulis,

(7)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Putri El Pareka

NIM : 101134150

Demi pengembangan ilmu pengetahuan , saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI PADA KONSEP GEOMETRI

BANGUN DATAR DALAM PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 10 Juli 2014 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Pareka, Putri El. 2014. Pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan tipe

Nonequivalent control group design. Penelitian ini dilakukan di SD N Ungaran I Yogyakarta, tanggal 3 Maret sampai dengan tanggal 7 April 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD N Ungaran I sebanyak 124 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VA sebagai kelas kontrol sebanyak 32 siswa, dan VB sebagai kelas eksperimen sebanyak 32 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan hasil analisis statistik parametrik Independent Samples T-test pada perbandingan selisih skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diperoleh M = 0,69, SE = 0,06, SD = 0,36 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (atau p < 0,05). Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok eksperimen sebesar 98% dengan efek besar yaitu r = 0,99. Pada kelompok kontrol diperoleh M = 0,07,

SE = 0,05, SD = 0,32 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,213 (atau p > 0,05). Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok kontrol sebesar 4% dengan efek kecil yaitu r = 0,22.

(9)

ix

ABSTRACT

Pareka, Putri El. 2014. The effects of Van Hiele’s teaching model to fith grade

students’ competence in understranding the geometrical concepts of plane figures. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Education, Sanata Dharma University.

This research was directed to observe the effects of Van Hiele’s teaching

methods toward students’ ability in understanding the concepts of plane figures.

This research was quasi experimental research with a Nonequivalent control group design type.The research was conducted in SD N Ungaran I Yogyakarta, from March 3 to April 7 2014. There were 124 students in the population, from which 32 students of VA class taken as the control samples, while 32 students from VB class chosen to be the experimental class.

The result showed that the teaching model used affected the ability to price sig. (2-tailed) in amount 0,213 (or p > 0,05). Understanding ability rising in control group amount 4% by small effect from r = 0,22.

(10)

x PRAKATA

Terima kasih atas semua berkat, karunia dan rahmat yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus karena penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul:

“PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE

TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI PADA KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SD.”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., Ma., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.

4. Dra. Haniek Sri Pratini, M.pd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi hasil skripsi yang lebih baik.

5. Segenap dosen dan staf Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, USD, yang telah memberikan pengetahuan dan dukungan dalam menyelesaikan studi Strata 1.

6. Kuswandi, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri Ungaran I yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD tersebut.

7. Mulyono, selaku Guru kelas VA yang telah bersedia memberikan masukkan untuk instrumen soal dan RPP yang akan digunakan.

8. Siswa-siswa kelas VA, VB, dan VC SD Negeri Ungaran I yang telah ikut berpartisipasi sebagai subjek penelitian.

9. Teman-teman PPL SD Negeri Ungaran I atas kerjasamanya di sekolah. 10.Sahabat-sahabat tersayang (Shintia, Wulan, Lidia, Ocha, Ayu, dan Henri)

(11)

xi

11.Partini selaku ibu yang selalu setia dalam doa, memberi dukungan dan motivasi.

12.Risa Pareka Yuniati selaku kakak yang selalu memberikan semangat, dan Gideon Tegoeh yang selalu mendoakan dari jauh.

13.Keponakan tercinta Duhita Ruci Sahasika yang selalu menjadi motivasi agar karya ilmiah ini dapat selesai cepat waktu.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna karena masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu, peneliti terbuka terhadap masukan, kritik dari semua pihak yang membaca. Peneliti juga berharap semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

(13)

xiii

2.3 Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Implementasi Pembelajaran ... 64

4.1.1 Kelompok Eksperimen ... 64

4.1.2 Kelompok Kontrol ... 67

4.2 Hasil Penelitian ... 68

(14)

xiv

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 42

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen ... 46

Tabel 3.3 Batasan Perilaku dan Kompetensi ... 47

Tabel 3.4 Rubrik Penilaian ... 48

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Soal ... 53

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Alat Ukur ... 54

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Soal Essai ... 54

Tabel 3.8 Tahap Perkembangan Siswa ... 61

Tabel 3.9 Karakteristik Penggunaan Model Pembelajaran Van Hiele ... 62

Tabel 3.10 Pedoman Wawancara Siswa ... 63

Tabel 3.11 Pedoman Wawancara Guru ... 63

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas pada Kemampuan Memahami dengan Kolmogorov-Smirnov ... 70

Tabel 4.2 Hasil Uji Perbandingan Skor Pretestt Kemampuan Memahami ... 71

Tabel 4.3 Hasil Uji Selisih Skor Kemampuan Memahami ... 71

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbandingan Skor Kemampuan Memahami ... 73

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Van Hiele tentang Berpikir Geometri ... 18

Gambar 2.2 Macam-macam Bangun Datar ... 33

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 40

Gambar 3.2 Skema Variabel Penelitian ... 44

Gambar 3.3 Rumus Besar Efek (Effect Size) untuk Data Normal ... 59

Gambar 3.4 Rumus Besar Efek (Effect Size) untuk Data Tidak Normal ... 60

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP Kelompok Eksperimen ... 90

Lampiran 2. RPP Kelompok Kontrol ... 127

Lampiran 2.1 Soal Essai penelitian ... 160

Lampiran 2.2 Kunci Jawaban ... 165

Lampiran 2.3 Instrumen Validasi Desain Pembelajaran ... 169

Lampiran 2.4 Penilaian Terhadap Instrumen Tes ... 170

Lampiran 2.5 Instrumen Validasi Observasi ... 171

Lampiran 3.1 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 172

Lampiran 3.2 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 175

Lampiran 4.1 Hasil Observasi Kelas Eksperimen ... 176

Lampiran 4.2 Hasil Observasi Kelas Kontrol ... 194

Lampiran 4.3 Transkrip Wawancara Guru... 203

Lampiran 4.4 Transkrip Wawancara Siswa ... 204

Lampiran 5.1 Tabulasi Nilai Pretest dan Posttest ... 206

Lampiran 5.2 Hasil Selisih Skor ... 210

Lampiran 6.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Memahami ... 211

Lampiran 6.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 212

Lampiran 6.3 Selisih Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Memahami ... 213

Lampiran 6.4 Perbandingan Skor Pretest ke Posttest ... 214

Lampiran 6.5 Uji Besar Efek Pengaruh (Effect Size) Kemampuan Memahami ... 215

Lampiran 7.1 Hasil Pekerjaan Pretest Siswa ... 216

Lampiran 7.2 Hasil Pekerjaan Posttest Siswa ... 226

Lampiran 8.1 Foto-foto Kegiatan ... 236

Lampiran 9.1 Surat Keterangan Penelitian ... 238

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab 1 ini peneliti akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penilitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002: 263). Pendidikan di sekolah merupakan aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan akan melahirkan generasi baru yang cerdas secara kognitif dan mampu mengembangkan potensi dirinya lebih optimal. Di sekolah, siswa akan mempelajari beberapa mata pelajaran, salah satunya matematika. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2001: 7). Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui pembelajaran matematika siswa dapat memahami konsep dasar perkalian, pembagian, penambahan, dan pengurangan. Konsep tersebut dapat diterapkan di dalam materi pembelajaran matematika seperti, pengerjaan hitung bilangan bulat, perhitungan jarak, waktu, dan kecepatan, pecahan, serta geometri bangun datar dan bangun ruang.

(19)

2

konvensional. Ada beberapa guru yang sudah mulai menggunakan model pembelajaran inovatif seperti cooperative learning, namun dalam pelaksanaannya di kelas model pembelajaran tersebut belum berjalan sesuai dengan tujuannya. Keadaan tersebut seperti yang peneliti temukan dalam observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 25 September 2013 di sebuah Sekolah Dasar.

Masalah-masalah pendidikan di Indonesia kini semakin banyak, sehingga kinerja guru akan dipertanyakan kembali. Mutu pendidikan di Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tanggal 3 Desember 2012, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD) meluncurkan hasil Program Penilaian Pelajar Internasional (Program for International Student Assessment atau PISA) tahun 2012. Hasil PISA menunjukkan bahwa di antara 65 negara, Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah. Hal ini merupakan penurunan dari hasil PISA tahun 2009 di mana saat itu Indonesia menduduki peringkat 57. Banyak investasi yang dikeluarkan untuk mendukung sektor pendidikan, namun sistem pendidikan di Indonesia tidak mengalami perbaikan. PBB juga melakukan sebuah penelitian tentang pendidikan di Indonesia. Hasil penelitian PBB (Chang, dkk, 2014: 5) menjelaskan bahwa pembiayaan reformasi telah dimungkinkan melalui dana yang berasal dari amanat konstitusi yang mengharuskan pemerintah menghabiskan 20% anggarannya untuk pendidikan. Ini merupakan nilai yang tinggi untuk persentase anggaran yang dihabiskan untuk gaji guru dan profesional. Besarnya penghasilan guru akan disayangkan jika tidak diimbangi dengan kinerjanya. Usaha pemerintah untuk melakukan pembenahan kualitas pendidikan tidak kena sasaran karena guru yang dalam hal ini berada dalam posisi yang paling dekat dengan siswa tidak secara langsung memperbaharui model pembelajarannya.

(20)

3

beberapa mata pelajaran seperti, IPA (Ilmu pengetahuan Alam), matematika, dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Model pembelajaran ini sebenarnya merupakan model pembelajaran yang baik, karena sistem belajar menggunakan kelompok-kelompok kecil berjumlah 4 sampai 6 siswa sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2011: 15). Jika model pembelajaran ini digunakan dan diaplikasikan terus menerus ke dalam beberapa mata pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika pada konsep geometri bangun datar, model pembelajaran ini belum tepat karena, memahami konsep geometri bangun datar dibutuhkan tahapan-tahapan yang sesuai dengan tahapan berpikir siswa bukan hanya melalui kerja sama atau diskusi di dalam suatu kelompok. Selama kegiatan pembelajaran matematika berlangsung, siswa belum diarahkan oleh guru untuk mampu memahami suatu konsep dari hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Siswa menerima suatu konsep dalam materi yang diberikan oleh guru tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Ketika kegiatan akhir, guru bertanya kepada siswa mengenai materi pelajaran hari ini, dan beberapa siswa saja yang mampu menjawab. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa masih menghafal dan belum mampu memahami konsep dari materi yang diberikan oleh guru.

(21)

4

Hiele digunakan sebagai acuan agar teori Van Hiele dan taksonomi Bloom ranah kognitif dapat berjalan secara beriringan sehingga siswa diarahkan untuk memahami konsep dari hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks.

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD. Penelitian ini fokus pada Standar Kompetensi 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dan Komptensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bidang datar.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penggunaan model pembelajaran Van Hiele pada mata pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan memahami konsep geometri bangun datar siswa kelas V SD N Ungaran I Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele pada mata pelajaran matematika terhadap kemampuan memahami konsep geometri bangun datar siswa kelas V SD N Ungaran I Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

(22)

5 1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi kepala sekolah, membantu kepala sekolah untuk lebih mengetahui sejauh mana penggunaan model pembelajaran Van Hiele dalam pelajaran matematika khususnya konsep bangun datar di SD N Ungaran I.

2. Bagi guru, membantu guru untuk mengetahui manfaat model pembelajaran Van Hiele dalam kemampuan memahami melalui konsep geometri bangun datar.

3. Bagi siswa yang terlibat, membantu siswa untuk lebih mengembangkan kemampuan memahami pada mata pelajaran matematika dan membantu membentuk konsep secara mandiri melalui masalah yang diberikan.

4. Bagi peneliti, menambah pengetahuan serta pengalaman mengenai model pembelajaran Van Hiele dalam membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Model pembelajaran adalah sebuah sarana untuk membantu proses kegiatan pembelajaran agar dapat berlangsung secara efektif dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

1.5.2 Model pembelajaran Van Hiele adalah model pembelajaran yang berdasarkan pada teori Van Hiele yang terdiri dari lima tahapan belajar yaitu: tahap informasi, tahap orientasi, tahap eksplisitasi, tahap orientasi bebas, dan tahap integrasi.

1.5.3 Kemampuan memahami adalah suatu kemampuan dalam menghubungkan

pengetahuan ‘baru’ dan pengetahuan lama, proses-proses kognitif kemampuan memahami dalam taksonomi Bloom meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

1.5.4 Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata

(23)

6

dari sudut pandang matematis geometri merupakan pendekatan-pendekatan dalam pemecahan masalah misalnya melalui gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi.

1.5.6 Bangun datar adalah bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung .

1.5.7 Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaiian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan merupakan ilmu pasti.

(24)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II landasan teori berisi tinjauan pustaka, kerangka berpikir, dan hipotesis. Tinjauan pustaka membahas teori-teori yang relevan dan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan terdahulu. Kemudian dirumuskan dengan kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi dugaan sementara atau jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Karakteristik Siswa SD

Pada umunya siswa SD berada di antara umur 7-12 tahun, sehingga perkembangan kognitif siswa berada pada tahap operasional konkrit (Suparno, 2010: 11). Lebih jelas lagi Sunarto (2008: 24) menjelaskan teori perkembangan kognitif dari Piaget yang terdiri dari tiga tahapan yaitu, masa pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasinal formal.

Piaget mengkategorikan beberapa tahap-tahap berpikir anak seperti berikut: (1) Masa pra-operasional (2-7 tahun) ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Contohnya, seseorang anak yang pernah melihat dokter berpraktek, akan dapat bermain

“dokter-dokteran” (Sunarto, 2008: 24). Piaget membagi perkembangan kognitif tahap pra-operasional dalam dua bagian: (a) Umur 2-4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran logis. Piaget membedakan antara “simbol” dan “tanda”

(25)

8 (centred) dimana anak hanya dapat melihat dari satu segi saja. Pada pemikiran ini anak belum dapat melihat pluralitas gagasan tetapi hanya satu persatu. Apabila beberapa gagasan digabungkan, maka pemikiran anak menjadi kacau. Anak pada tahap ini belum dapat berpikir decentred yaitu melihat berbagai segi dalam setu kesatuan. (2) Tahap operasional konkret (7-11 tahun) tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan sesuatu yang kelihatan nyata atau konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis. (3) Tahap operasional formal tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini mereka sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang diamati saat itu. Sebagai contoh, ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan seperti: Kalau sepeda A lebih mahal daripada sepeda B, sedangkan sepeda C lebih murah daripada sepeda B, maka ia dapat menyimpulkan sepeda mana yang paling mahal dan yang mana yang paling murah.

Kesimpulannya, ketika mempelajari geometri, siswa akan mempelajari secara efektif apabila pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa seperti yang dikemukakan oleh Piaget. Sesuai dengan teori tingkat perkembangan anak, maka siswa kelas V berada pada periode operasional konkret yang pemikirannya didasarkan pada aturan-aturan yang logis serta masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkrit, belum bersifat nyata apalagi hopotesis.

2.1.2 Model Pembelajaran

(26)

9 pembelajaran harus memiliki empat unsur, Pertama sintak (syntax) penjelasan dari pelaksanaan model pembelajaran dalam pelaksanaan dari kegiatan awal, kegiatan inti sampai kegiatan penutup. Kedua sistem sosial (the social system) merupakan hubungan antara guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap model pembelajaran mempunyai variasi yang berbeda berkaitan dengan cara kepemimpinan guru. Pada suatu model guru dapat berperan sebagai fasilitator dan pada model lainnya guru dapat berperan menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi siswa. Ketiga prinsip reaksi (principles of reaction) merupakan respon guru terhadap siswa atau bagaimana cara guru memperlakukan siswa. Setiap model pembelajaran juga mempunyai variasi yang berbeda. Pada suatu model pembelajaran guru memberikan reward terhadap sesuatu yang telah dilaksanakan siswa dengan baik, namun pada model pembelajaran lain guru tidak memberikan reward. Keempat sistem pendukung (support system) merupakan seluruh sarana, bahan dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model pembelajaran tersebut.

Berpedoman pada pemikiran Ismail (dalam Widdiharto, 2004: 3), model pembelajaran mempunyai ciri-ciri yang tidak dipunyai oleh strategi pembelajaran dan metode pembelajaran. Strategi pembelajaran lebih menekankan pada penerapannya di kelas, sedangkan model pembelajaran merupakan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Strategi dan model pembelajaran biasanya disesuaikan dengan model pembelajaran yang telah dipilih. Guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya (Sudirman, 2004: 165).

(27)

10 mengetahui ciri-ciri, karakteristik serta tujuan dari model pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

2.1.2.1 Model Pembelajaran Van Hiele

Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di Belanda. Model pembelajaran Van Hiele merupakan model pembelajaran yang berdasarkan pada teori Van Hiele yang digunakan dalam pelajaran matematika khususnya geometri.

Nur‟aeni (2008: 126-127) mengemukakan bahwa teori Van Hiele bermula dari Van Hiele dan istrinya Dina Van Hiele Geldof yang memperhatikan kesulitan yang dialami oleh siswa ketika mereka belajar mengenai geometri.

Pada tahun 1957-1959 pasangan suami istri tersebut mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan kognitif yang dialami oleh siswa ketika mempelajari geometri. Melalui pengamatan ini mengarahkan mereka untuk meneliti dan mengembangkan teori yang melibatkan tingkat pemikiran dalam geometri mulai dari pengenalan sebuah gambar hingga mampu menulis bukti geometri formal. Nur‟aeni (2008: 126) juga mengemukakan bahwa teori Van Hiele menjelaskan kenapa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam pelajaran geometri terutama dalam bukti formal. Van Hiele meyakini bahwa untuk menuliskan suatu bukti yang formal memerlukan tingkat pemikiran yang relatif tinggi. Siswa perlu mempunyai banyak pengalaman dalam pemikiran pada tingkat yang lebih rendah dahulu sebelum mempelajari konsep-konsep geometri formal. Van Hiele (dalam Pitajeng, 2006: 41) mengemukakan pendapatnya bahwa terdapat tiga unsur utama dalam pembelajaran geometri. Ketiga unsur ini terdiri dari, (1) waktu, (2) materi pembelajaran, dan (3) metode pengajaran yang diterapkan.

(28)

11 2.1.2.2 Karakteristik Teori Van Hiele

Clements dan Battista (1992: 426-427) menyatakan bahwa teori Van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu (1) belajar adalah suatu proses, terdapat

“lompatan” dalam kurva belajar seseorang, (2) tahap-tahap tersebut bersifat terurut dan hirarki, (3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan (4) setiap tahap mempunyai makna atau arti sendiri-sendiri. Pada tahap kedua teori Van Hiele yang dikemukakan oleh Clements dan Battista (1992: 426-427) yaitu, tahap-tahap bersifat terurut atau hirarki, dijabarkan lagi oleh Crowley (1987: 4) yang mengemukakan beberapa karakteristik teori Van Hiele secara lebih jelas lagi, yaitu (1) setiap tingkatan bersifat rangkaian yang berurutan, (2) setiap tingkatan mempunyai simbol dan bahasa sendiri, (3) yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya, (4) bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka akan dianggap sebagai reduksi tingkatan, (5) kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman pembelajaran bukan pada kematangan usia, (6) siswa melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan menuju tingkatan berikutnya, (7) siswa tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya, dan (8) peran guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai suatu yang krusial.

(29)

12 2.1.2.3 Tahap-tahap Teori Van Hiele

Di dalam teori Van Hiele terdapat lima tahapan untuk memahami geometri. Lima tahapan tersebut mulai dari tahap 0 hingga tahap 4 yang

tingkatannya sesuai dengan tahapan berpikir siswa secara berurutan (Nur‟aeni,

2008: 127-128). Walle (2008, 151-154) menjabarkan tahapan dalam teori Van Hiele yaitu, pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi, sebagai berikut:

1. Tahap 0 Pengenalan (Visualisasi/Recognition)

Pada tahap ini siswa mulai mengenali gambar-gambar geometri melalui pengamatan saja. Siswa memandang bangun geometri sebagai suatu keseluruhan. Siswa mampu mengenal nama-nama bangun namun belum dapat mengetahui sifat dari masing-masing bangun maupun ciri-ciri dari setiap bangun (Walle 2008: 151-152). Misalnya, siswa mengetahui bahwa ini suatu bangun persegi, namun ia belum mampu mengetahui sifat-sifat dari bangun persegi tersebut. Dalam tahap ini, peran guru sangatlah penting. Guru harus mampu mengetahui karakter setiap siswa pada tahap pengenalan karena masing-masing siswa mempunyai karakter yang berbeda-beda. Perlu diingat oleh setiap guru, bahwa dalam hal ini siswa mampu mengenal nama-nama bangun dari hafalan bukan dengan sebuah pengertian.

2. Tahap 1 Analisis

Pada tahap ini siswa sudah mampu mengenali sifat-sifat dari setiap bangun geometri, tetapi siswa belum mampu melihat hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain (Walle, 2008: 152-153). Contohnya, siswa mampu menggambar bangun persegi, kemudian ia menyebutkan beberapa sifat bangun persegi seperti, mempunyai 4 sisi yang sama panjang dan mempunyai empat sudut siku-siku, namun siswa belum mampu melihat keterkaitan antara bangun persegi dengan bangun yang lain seperti, persegi merupakan persegi panjang, dan persegi panjang merupakan jajar genjang.

3. Tahap 2 Pengurutan (Abstraksi/Informal Deduction/Ordering)

(30)

13 yang satu dengan bangun geometri yang lain. Siswa juga sudah mampu memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Contohnya, pesegi merupakan persegi panjang karena kedua bangun geometri tersebut mempunyai sifat yang sama. Siswa dapat menciptakan definisi yang bermakna dan memberi argument informal untuk membenarkan penalaran mereka.

4. Tahap 3 Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah mampu mengambil kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus (Walle, 2008: 153-154). Siswa mampu mengkontruksi suatu bukti, memahami peran aksioma dan definisi namun, dalam tahap ini siswa belum mampu memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Sebagai contoh, siswa menunjukkan jumlah sudut segitiga dari bangun persegi panjang.

5. Tahap 4 Akurasi (Rigor)

Pada tahap ini siswa sudah mampu memahami aspek-aspek formal dari deduksi, seperti pembentukan dan pembandingan sistem matematika (Walle, 2008: 153-154). Contohnya, siswa pada tahap ini sudah memahami postulat atau dalil yang mendasari bahwa jumlah sudut-sudut segitiga adalah 180 derajat, namun tahap ini merupakan tahapan tertinggi dalam memahami geometri, sehingga memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Biasanya tahap akurasi ini diterapkan di Sekolah Mengah Atas (SMA).

(31)

14 2.1.2.4 Tahap-tahap Belajar Menurut Van Hiele

Kemajuan tingkat berpikir siswa dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya meliputi lima tahapan (Agustine dan Smith, 1992: 227). Crowley (1987: 5) juga berpendapat bahwa kemajuan berpikir siswa dalam geometri meliputi lima tahapan. Kemajuan dari satu tingkatan berpikir menuju tingkatan berpikir selanjutnya tergantung pada pengalaman belajar masing-masing siswa,namun pengalaman belajar ini dapat pula menghambat kemajuan tingkat berpikir siswa jika ia menerima tahapan yang salah atau tidak semestinya.

Nur‟aeni (2008: 129) menjabarkan tahapan model pembelajaran Van Hiele untuk

membantu siswa mencapai tujuan belajar matematika khususnya geometri, yang terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap 1 Informasi (Information)

Guru mengidentifikasi segala hal yang sudah ataupun yang belum

diketahui oleh siswa (Nur‟aeni, 2008: 129). Biasanya, cara guru untuk

mengidentifikasi hal ini adalah dengan melakukan diskusi dan tanya jawab. Melalui diskusi, siswa dan guru akan terlibat aktif dalam suatu percakapan, pengamatan, kemudian berbagai pertanyaan baru mengenai materi geometri yang akan dipelajari akan mulai muncul dan ditanyakan oleh siswa. Melalui tanya jawab, guru menyampaikan konsep-konsep awal tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini bertujuan agar melalui pertanyaan, siswa mampu menyatakan kaitan antara konsep dengan materi geometri yang akan dipelajari.

Informasi dari diskusi dan tanya jawab tersebut akan membantu guru untuk mengetahui segala hal yang dimiliki oleh siswa seperti, perbendaharaan bahasa dan interprestasi atas konsepsi-konsepsi awal siswa, sehingga guru mempunyai gambaran terhadap materi yang akan disampaikan selanjutnya. Bagi siswa, diskusi dan tanya jawab yang dilakukan akan membantu siswa untuk memberi arahan mengenai pembelajaran selanjutnya.

2. Tahap 2 Orientasi terarah atau terpadu (Guided Orientation)

Siswa mulai mempelajari objek-objek pembelajaran dan tugas-tugas yang

(32)

15 dikelompokan sesuai dengan jenisnya, apakah termasuk bangun segitiga atau segiempat. Hal ini bertujuan agar memotivasi siswa untuk aktif mengeksplorasi objek-objek dengan melihat sifat-sifat dari masing-masing bangun, sehingga siswa mampu menemukan hubungan antara bentuk dan sifat bangun. Tahap orientasi ini juga bertujuan agar siswa mampu menemukan konsep khusus dari bangun geometri.

3. Tahap 3 Eksplisitasi (Explicitation)

Siswa mulai menggambarkan objek-objek (ide geometri, hubungan, pola

dan sebagainya) yang telah ia pelajari (Nur‟aeni, 2008: 129). Tugas seorang guru

pada tahap ini adalah membantu siswa dalam memilih dan menggunakan kosa kata yang akurat yang dilakukan melalui diskusi. Guru juga mempunyai tugas untuk memperkenalkan istilah-istilah dalam matematika yang relevan.

4. Tahap 4 Orientasi bebas (Free orientation)

Pada tahap ini siswa diarahkan untuk memecahkan masalah dengan

caranya sendiri (Nur‟aeni, 2008: 129). Siswa akan diberikan tugas-tugas yang lebih kompleks dari tugas sebelumnya. Hal ini bertujuan agar siswa mampu melihat hubungan dan sifat antar bangun, sehingga siswa mampu memperoleh pengalaman baru dengan menggunakan strateginya sendiri. Peran guru adalah memilih materi dan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

5. Tahap 5 Integrasi (Integration)

Siswa membuat ringkasan dan mengintegrasikan apa yang telah dipelajari

(Nur‟aeni, 2008: 129). Peran guru adalah merancang suatu pembelajaran yang

sesuai dengan materi agar siswa mampu merangkum kegiatan pembelajaran melalui proses mengamati, tanya jawab, dan diskusi. Guru juga akan meminta siswa untuk membuat refleksi dan mengklarifikasi pengetahuan siswa yang bertujuan agar menguatkan tekanan pada penggunaan struktur matematika. Model pembelajaran Van Hiele ditetapkan ke dalam fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

(33)

16 tahap-tahap dalam model pembelajaran Van Hiele dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran Van Hiele terdapat proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Proses eksplorasi terjadi pada tahap informasi dan orientasi terarah. Proses elaborasi terjadi pada tahap eksplisitasi dan orientasi bebas. Kemudian, proses konfirmasi terjadi pada tahap integrasi. Hal ini berarti bahwa tahap-tahap model pembelajaran Van Hiele tidak bertentangan dengan pedoman pelaksanaan pembelajaran yang menyatakan bahwa suatu proses pembelajaran dalam kegiatan inti harus terdapat proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

2.1.2.5 Implikasi Model Pembelajaran Van Hiele Terhadap Pengajaran

Setiap guru harus mampu meninjau perkembangan siswa dalam pemikiran geometri untuk pembelajaran setiap tahunnya. (Walle, 2011: 155-156), menekankan pentingnya pengajaran pada tingkat pemikiran siswa terutama jika menggunakan teori Van Hiele. Penggunaan materi-materi yang terlihat secara fisik dan gambar-gambar merupakan suatu keharusan yang digunakan pada setiap tingkatan dalam teori Van Hiele. Tahapan berpikir kognitif siswa kelas V SD menurut Piaget termasuk dalam kategori operasional konkret, sehingga menggunakan tingkatan teori Van Hiele sampai pada tingkat ke 2 yaitu pengurutan.

Walle (2011: 155-156) mengemukakan kegiatan pengajaran pada level 0 dalam geometri yang tepat berupa: (1) pemilihan dan pengelompokan. Meninjau bagaimana bentuk dapat serupa atau berbeda adalah fokus utama pada tingkat 0. Pada tahap-tahap awal siswa akan berbicara tentang sifat-sifat yang

(34)

17 untuk membantu ia berkembang dari tingkat 0 ke tingkat 1 dapat menggunakan sebuah tantangan yang bertujuan untuk menguji ide-ide tentang bentuk bangun geometri dari kategori tertentu. Contohnya, siswa diminta untuk menggambar sebuah segitiga yang tidak mempunyai sudut siku-siku.

Kegiatan pengajaran pada level 1 yang tepat berupa: (1) Fokus pada sifat-sifat bentuk daripada identifikasi sederhana. Ketika siswa belajar konsep geometri yang baru, maka jumlah sifat-sifat dan bentuk-bentuk bangun geometri dapat dikembangkan. (2) Menerapkan ide ke seluruh kelompok bentuk dengan

pemilihan kata “semua” daripada model-model bentuk per individu. Contohnya, semua persegi, semua persegi panjang, semua segitiga dan lain sebagainya. Kemudian, menganalisis kelompok-kelompok bentuk untuk menemukan sifat-sifat baru (Walle, 2011: 155-156). Bantuan yang dapat diberikan kepada siswa agar mampu naik dari tingkat 1 ke tingkat 2 adalah dengan memberikan siswa tantangan melalui pertanyaan-pertanyaa. Contohnya, „dimana letak perbedaan

antar persegi dan persegi panjang?‟.

Kegiatan pengajaran pada level 2 yang tepat berupa: (1) mendorong

pengujian hipotesis atau perkiraan. Contohnya, „apakah segitiga yang mempunyai tiga sisi yang sama panjang bisa disebut segitiga sama kaki atau hanya boleh

disebut dengan segitiga sama sisi?‟. (2) Menggunakan bahasa deduksi informal

seperti: beberapa, semua, jika, maka, tidak satupun, dan sebagainya. (3) Mendorong siswa mencari bukti-bukti informal. Guru dapat meminta siswa untuk memperjelas bukti-bukti informal yang siswa lain atau guru usulkan (Walle, 2011: 155-156).

(35)

18 Gambar 2.1 Teori Van Hiele tentang Berpikir Geometri

Melalui gambar tersebut, perpindahan tingkat dalam implikasinya terhadap pengajaran harus berkaitan. Seolah-olah berpindah tingkatan namun dengan cara yang tersamarkan, sehingga jika level 0 akan berpindah ke tingkat 1 ada sebuah penghubung yang harus dilalui oleh siswa, hal ini berlaku pada tingkat-tingkat selanjutnya.

Kesimpulannya, tahapan berpikir siswa kelas V SD menurut Piaget berada dalam tahap operasional konkrit sehingga menggunakan tingkatan pada teori Van Hiele sampai tahap 2 yaitu, pengurutan. Pengajaran pada level 0 dalam geometri berupa, pemilihan dan pengelompokan. Pengajaran level 1 berupa Fokus pada sifat-sifat bentuk daripada identifikasi sederhana. Pengajaran level 2 berupa mendorong pengujian hipotesis atau perkiraan. Perpindahan level 0 sampai 2 dalam pengajaran harus berkaitan satu sama lain, misalanya dari level 0 akan berpindah ke level 1 akan ada bantuan yang digunakan untuk membantu siswa berpindah level. Begitu juga pada level seterusnya. Level 1 tidak bisa dilalui jika level 0 belum selesai dilalui.

(36)

19 2.1.3 Pemahaman

Pemahaman adalah suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar (Chaniago, 2002: 427-428). Arikunto (2009: 118-137) mendefinisikan pemahaman (comprehension) adalah bagaimana siswa mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Melalui pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Gulo (2005) membedakan tiga jenis pemahaman berdasarkan tahapan berpikir kognitif dalam taksonomi Bloom, yaitu: (1) Translation (pengubahan) yaitu pengalihan dari bahasa konsep ke dalam bahasa sendiri atau pengalihan dari konsep abstrak ke suatu model atau simbol, misalnya mampu mengubah soal kata-kata ke dalam simbol atau sebaliknya. (2) Interpretation (mengartikan) yaitu, menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan bukan pokok, misalnya mampu mengartikan suatu kesamaan. (3) Ekstrapolation

(perkiraan) misalnya mampu memperkirakan sesuatu kecenderungan atau gambar. Dengan ektrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat sesuatu dari yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalah.

Kesimpulannya, siswa membutuhkan waktu dalam proses memahami. Pemahaman merupakan proses mengerti sesuatu yang dianggap benar. Peran guru adalah membantu siswa agar mampu membentuk suatu konsep secara mandiri dengan cara memahami bukan hanya menghafal. Jika siswa mampu membuktikan suatu konsep, maka ia sudah mampu memahami materi yang merupakan bagian dari konsep tersebut.

2.1.3.1 Konsep

(37)

20 dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Bahri (2011: 30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Guru harus mampu memahami suatu konsep dalam suatu materi pembelajaran sebelum ia mengajarkannya kepada siswa. Konsep yang akan diberikan kepada siswa dimulai dari pemberian materi yang sederhana menuju materi yang lebih kompleks, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep adalah ide yang dinyatakan dengan rangkaian kata dan merupakan bagian yang penting dalam setiap mata pelajaran sesuai dengan kajian ilmu pengetahuan. Sebelum membuat perencanaan pembelajaran, guru harus memahami konsep yang terdapat dalam materi pelajaran yang akan ia sampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

2.1.3.2 Taksonomi Bloom

Utari (2011) menjelaskan pengertian taksonomi yang berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti mengklasifikasi dan nomosyang

(38)

21 mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi (Anderson dan Krathwohl, 2010: 6). Level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain atau ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Bloom (dalam Anderson dan Krathwohl, 2010: 6) menjelaskan lebih lanjut lagi mengenai ranah kognitif yang terdiri atas enam level, sebagai berikut: (1)

knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3)

application (penerapan), (4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis

(pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian). Pada tingkat pengetahuan, siswa menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Soal yang diberikan menuntut jawaban yang berdasarkan hafalan. Pada tingkat pemahaman: siswa dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep. Soal yang diberikan menuntut pembuatan pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian contoh prinsip atau contoh konsep. Pada tingkat aplikasi, siswa dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru. Soal yang diberikan menuntut penerapan prinsip dan konsep dalam situasi yang belum pernah diberikan. Pada tingkat analisis, siswa diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab dan akibat. Soal yang diberikan menuntut uraian informatif, penemuan asumsi pembedaan antara fakta dan pendapat, dan penemuan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, siswa dituntut menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mengsintesiskan pengetahuan. Soal yang diberikan menuntut pembuatan cerita, karangan, hipotesis dengan memadukan berbagai pengetahuan atau ilmu. Pada tingkat evaluasi, siswa mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di dalamnya melakukan judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan. Soal yang diberikan menuntut

pembuatan keputusan dan kebijakan , dan penentuan “nilai” informasi.

(39)

22 pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkis, namun urutan level masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahan-perubahan tersebut dijelaskan oleh Retno Utari (2011) sebagai berikut: Pertama, pada level 1 knowledge diubah menjadi remembering (mengingat). Kedua, pada level 2 comprehension

dipertegas menjadi understanding (memahami). Ketiga, pada level 3 application

diubah menjadi applying (menerapkan). Keempat, pada level 4 analysis menjadi

analyzing (menganalisis). Kelima, pada level 5 synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).

Keenam, pada level 6 Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan evaluating (menilai).

Lebih lanjut lagi, Utari (2011) menjelaskan bagaimana langkah-langkah yang harus digunakan dalam menerapkan Taksonomi Bloom, yaitu: (1) Tentukan tujuan pembelajaran. (2) Tentukan kompetensi pembelajaran yang ingin dicapaiapakah peningkatan knowledge, skills atau attitude. (3) Tentukan ranah kemampuan intelektual dengan kompetensi pembelajaran. (4) Gunakan kata kerja kunci yang sesuai,untuk menjelaskan instruksi kedalaman materi, baik padatujuan program diklat, kompetensi dasar dan indikator pencapaian.

Kesimpulannya, ranah kognitif dalam taksonomi Bloom terdiri dari enam level atau tingkatan yang sudah mengalami revisi yaitu, pada level 1 knowledge

diubah menjadi remembering (mengingat). Pada level 2 comprehension dipertegas menjadi understanding (memahami). Pada level 3 application diubah menjadi

(40)

23 2.1.3.3 Kategori dalam Dimensi Proses Kognitif

Ada enam kategori pada dimensi proses kognitif yang termuat dalam taksonomi Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2010: 43-45). Pertama, mengingat yaitu proses mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan seperti pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif. Dalam kemampuan mengingat, guru dapat memberikan pertanyaan mengenali atau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi siswa belajar materi yang diujikan. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Kemampuan mengingat terdiri dari mengenali dan mengingat kembali. Kemampuan mengenali merupakan proses membandingkan informasi yang lama dengan informasi yang baru saja diterima. Dalam mengenali, siswa mencari suatu informasi dalam memori jangka panjang yang identik atau mirip sekali dengan informasi yang baru diterima. Kemampuan mengingat kembali merupakan proses mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang dan mencari informasi ke memori kerja untuk diproses . Istilah lain untuk mengingat kembali adalah mengambil.

Kedua, memahami adalah suatu kemampuan dalam menghubungkan

pengetahuan „baru‟ dan pengetahuan lama. Pengetahuan yang baru dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami.

Ketiga, mengaplikasikan adalah penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Mengimplementasikan berlangsung saat siswa memilih dan menggunakan sebuah prosedur untuk menyelesaikan masalah yang masih asing atau tidak familier. Mengimplementasikan terjadi bersama kategori-kategori proses kognitif lain, seperti memahami dan mencipta.

(41)

24 dilakukan dalam membedakan melibatkan proses-proses memilah bagian-bagian yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagian-bagian untuk membentuk sebuah struktur yang koheren. Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan.

Kelima, mengevaluasi didefinisikan sebagai kegiatan membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori proses mengevaluai meliputi proses-proses kognitif memeriksa dan mengkritik. Kegiatan memeriksa merupakan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam suatu operasi atau produk. Kegiatan mengkritik merupakan proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan kriteria sdan standar eksternal.

Keenam, mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Kegiatan mencipta umumnya sejalan dengan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya yang mengharuskan cara berpikir kreatif.

Kesimpulannya, keenam kategori dalam dimensi proses kognitif mempunyai tujuan masing-masing yang akan dicapai. Keenam kategori tersebut meliputi proses mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Kategori-kategori tersebut merupakan tahapan yang harus dilewati satu persatu. Jika kategori pertama belum tercapai tujuannya, maka kategori kedua dan kategori selanjutnya tidak dapat dilewati.

2.1.3.4 Proses-proses Kognitif dalam Kemampuan Memahami

(42)

25 Mencontohkan terjadi ketika siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum. Contohnya, segitiga sama kaki harus mempunyai dua sisi yang sama panjang, dengan menggunakan ciri-ciri segitiga tersebut siswa mampu memilih atau membuat contoh misalnya, siswa mampu memilih segitiga sama kaki dati tiga segitiga yang ditunjukan. Dalam proses kognitif mencontohkan, siswa diberi sebuah konsep dan mereka harus memilih atau membuat contohnya yang belum pernah mereka jumpai dalam pembelajaran.

Mengklasifikasikan, proses ini terjadi ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep atau prinsip). Mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang “sesuai” dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. mengklasifikasikan adalh proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan. Merangkum, proses kognitif ini terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat yang mempresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksikan sebuah tema.

Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi. Siswa diberikan suatu informasi, kemudian mereka membuat rangkuman atau mengabstraksikan sebuah tema. Nama lain untuk merangkum adalah menggeneralisasi dan mengabstraksi.

Menyimpulkan, proses kognitif ini menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya dan, yang palin penting, dengan menarik hubungan di antara ciri-ciri tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif membandingkan keseluruhan contohnya.

(43)

26 Menjelaskan, proses ini berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Dalam menjelaskan, ketika siswa diberi gambaran tentang sebuah sistem, mereka menciptakan dan menggunakan model sebab-akibatnya. Nama lain dari menjelaskan adalah membuat model.

Kesimpulannya, proses-proses kognitif kemampuan memahami terdiri dari kegiatan menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Proses-proses kognitif tersebut merupakan suatu proses yang berurutan dari kegiatan yang satu menuju kegiatan selanjutnya. Masing-masing kegiatan dalam proses kognitif kemampuan memahami mempunyai hubungan keterkaitan, sehingga dapat membantu siswa dalam memahami suatu materi dari kegiatan yang sederhana terlebih dahulu menuju kegiatan yang lebih kompleks.

2.1.4 Matematika

Matematika mempunyai arti “belajar atau hal yang dipelajari” (Susanto,

2013: 183-185). Dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2001: 7). Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada pemikiran tertentu, tetapi pemikiran ini tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.

Susanto (2013: 185) dalam bukunya yang berjudul “Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar” menyampaikan pendapatnya lebih dalam lagi

(44)

27 matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia sekolah dasar.

Kesimpulannya, matematika merupakan ilmu pasti yang bekerja melalui penalaran deduktif yang bekerja atas asumsi atau kebenaran konsistensi. Matematika perlu ditanamkan kepada siswa sejak usia sekolah dasar karna akan sangat membantu kemampuan berpikir dan berargumentasi siswa dalam penyelesaiian masalah sehari-hari.

2.1.4.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu (Corey dalam Sagala, 2013). Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa berubah tingkah lakunya. Adapun menurut Dimyati (2006), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna. Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013: 186). Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.

(45)

28 demikian, matmatika merupakan cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan aktivitas insani tersebut.

Kesimpulannya, proses pembelajaran matematika dapat terlaksana dengan baik apabila melibatkan seluruh siswa dan guru sebagai pelakunya. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan masalah secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpalng kepada matematika.

2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu terampil menggunakan matematika (Susanto, 2013: 189) . Menurut Depdiknas (2001), kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut: 1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan. 2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan voleme. 3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat. 4) Menggunakan pengukuran satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran. 5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikan. 6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

(46)

29 Kesimpulannya, tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai apabila seorang guru menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya.

2.1.5Geometri

Salah satu materi pelajaran dalam mata pelajaran matematika di SD adalah geometri dan pengukuran. Burger dan Shaughnessy (1993: 140) berpendapat bahwa dari sudut pandang psikologi geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematis geometri merupakan pendekatan-pendekatan dalam pemecahan masalah misalnya melalui gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Usiskin (1987: 26-27) mengemukakan 4 unsur dalam geometri yaitu: (1) geometri merupakan cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual, (2) geometri merupakan cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan (4) geometri merupakan suatu contoh sistem matematika. Melalui pembelajaran geometri, siswa mampu berpikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta dapat mendukung banyak fenomena lain dalam matematika (Kennedy, 1994). Budiarto (2000: 439) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

(47)

30 Geometri dan Pengukuran

Bagan 2.1 Geometri dan Pengukuran

Konsep bangun datar dan

4. Memahami unsur dan sifat-sifat bangun datar sederhana.

5. Menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang, serta

penggunaannya dalam pemecahan masalah.

Kelas 3

2. Menggunakan pengukuran waktu, panjang dan berat dalam pemecahan masalah.

Kelas 4

4. Menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah. 8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar.

Kelas 4

3. Menggunakan pengukuran sudut, panjang, dan berat dalam pemecahan masalah.

Kelas 5

3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. 4. Menghitung volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun.

Kelas 5

2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak dan kecepatan dalam pemecahan masalah.

dalam pemecahan masalah. Kelas 6

(48)

31 Geometri dalam mata pelajaran matematika di sekolah dasar dibedakan menjadi dua yaitu, pertama geometri bangun datar, kedua geometri bangun ruang. Jika dilihat dari pemetaan kompetensi dasar tersebut, materi geometri bangun datar dan bangun ruang sudah diberikan sejak siswa kelas satu hingga kelas enam. Dari pemetaan tersebut terlihat bahwa konsep geometri yang diberikan kepada siswa dimulai dari materi yang sederhana kemudian berlanjut ke materi yang lebih konpleks. Geometri bangun datar merupakan studi tentang titik, garis, sudut, dan bangun-bangun geometri yang terletak pada sebuah bidang datar.

2.1.5.1 Bangun Datar

Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal (Walle, 2008: 125). Soenarjo (2007: 225) mendefinisikan bangun datar merupakan bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau lengkung. Dalam kehidupan sehari-hari mengambil contoh bangun datar tidaklah mudah. Misalkan diambil contoh kertas koran, jika diamati benda tersebut mempunyai panjang dan lebar namun juga memiliki tebal dan tinggi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa bangun datar adalah abstrak. Soenarjo (2007: 226) menjelaskan bahwa ada dua jenis bangun, yaitu bangun datar dan bangun ruang. Bangun datar disebut juga bangun 2 dimensi (2D), dan bangun ruang disebut juga bangun 3 dimensi (3D). Tiap bangun mempunyai sifat-sifat, yang membedakan dengan bangun lainnya. Bangun datar berbeda dengan bangun ruang, karena sifatnya yang berbeda. Bahkan di antara bangun-bangun datar, atau bangun-bangun ruang sendiri, terdapat sifat-sifat yang berbeda.

(49)
(50)

33 Gambar 2.2 Macam-macam Bangun Datar

Keterangan: 1 (bangun datar segitiga), 2 (bangun datar persegi panjang), 3 (bangun datar persegi), 4 (bangun datar trapesium), 5 (bangun datar jajargenjang), 6 (bangun datar belah ketupat), 7 (bangun datar layang-layang), 8 (lingkaran).

Kesimpulannya, bangun datar merupakan bangun dua dimensi yang terdiri dari bangun datar segitiga, persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran. Kedelapan bangun datar tersebut mempunyai pengertian yang berbeda karena masing-masing bangun datar mempunyai sifat yang berbeda pula. Bangun datar tersebut merupakan materi geometri bangun datar yang dipelajari di sekolah dasar.

2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan

(51)

34 menggunakan teori Van Hiele merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa SD dalam memahami konsep dasar geometri dan komunikasi matematik.

Wahyuni (2012) meneliti efektifitas penerapan model pembelajaran Van Hiele terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan antara rata-rata pretest dan posttest. Penelitian merupakan penelitian eksperimen, jenis Pre-Eksperimental Design. Desain penelitian eksperimen ini adalah One-Group Pretest Posttest Design. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika, dan variable bebasnya adalah model pembelajaran Van Hiele. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VB SD N Bringin 01. Rata-rata hitung (mean) pretest adalah 59,25 sedangkan posttest adalah 82, 50 setelah diberikan beberapa penerapan teori Van Hiele. Hasil penelitian dalam uji t menunjukkan signifikasi 0,05 0,000 dan t lebih besar daripada t (22,366 2,069). Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran Van Hiele efektif digunakan dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD N Beringin 01 semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Huzaifah (2011) meneliti peningkatkan pemahaman konsep geometri siswa dengan menggunakan teori Van Hiele. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep geometri khususnya bangun datar. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep dari setiap siklusnya, yaitu pada siklus I sebesar 63,3 dan siklus II sebesar 71,8. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penggunaan teori Van Hiele dapat meningkatkan pemahaman konsep geometri siswa.

(52)

35 pada level 1 knowledge diubah menjadi remembering (mengingat). Pada level 2

comprehension dipertegas menjadi understanding (memahami). Pada level 3

application diubah menjadi applying (menerapkan). Pada level 4 analysis menjadi

analyzing (menganalisis). Pada level 5 synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta). Pada level 6

Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan evaluating

(menilai). Sampai saat ini yang digunakan adalah hasil revisi ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.

Gunawan dan Retno Palupi (2011) meneliti taksonomi Bloom revisi ranah kognitif. Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan landasan dasar pengkategorian tujuan-tujuan pembelajaran. Tingkatan dalam taksonomi Bloom terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Revisi dari taksonomi Bloom dilakukan oleh Krathwohl dan Anderson menjadi mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mencipta.

(53)

36 1.5.2 Literature Map

Bagan 2.2 Penelitian Sebelumnya

Kemampuan Memahami memahami pada konsep geometri bangun datar

(54)

37 2.2 Kerangka Berpikir

Model pembelajaran Van Hiele mempunyai tahapan atau tingkatan berpikir siswa secara kognitif. Kemampuan memahami diperoleh dari taksonomi Bloom dalam ranah kognitif. Kemampuan memahami dalam taksonomi Bloom dapat berjalan beriringan dengan teori Van Hiele, karena mempunyai tahapan berpikir yang hampir sama. Model pembelajaran Van Hiele dipilih oleh peneliti karena masih banyak siswa yang salah konsep ketika mereka belajar geometri bangun datar.

Memahami konsep dimulai dari materi atau hal yang sederhana menuju hal atau materi yang lebih kompleks. Guru harus memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi geometri bangun datar, agar siswa dilatih untuk memahami suatu konsep melalui materi yang sederhana terlebih dahulu. Model pembelajaran Van Hiele merupakan model pembelajaran yang sesuai untuk mengolah kemampuan memahami siswa dalam konsep geometri bangun datar karena di dalam model pembelajaran Van Hiele terdapat tahap-tahap belajar yang memfasilitasi kemampuan memahami siswa dalam ranah kognitif taksonomi Bloom. Tahapan-tahapan belajar ini dimulai dari hal-hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Jika guru ingin menerapkan model pembelajaran Van Hiele ke dalam materi geometri bangun datar, maka guru harus mengerti tahapan model pembelajaran ini. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disusun dengan berpedoman pada kemampuan memahami dalam taksonomi Bloom ranah kognitif yang digunakan untuk membuat indikator-indikator yang akan dicapai oleh siswa.

Kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan oleh peneliti dengan cara undian. Jika tahapan dalam model pembelajaran Van Hiele diterapkan sejalan dengan teori Van Hiele, dan telah disesuaikan dengan kemampuan memahami dalam taksonomi Bloom, maka akan ada kemungkinan bahwa siswa mampu mengembangkan kemampuan memahami dalam konsep geometri bangun datar secara optimal. Salah konsep yang banyak terjadi di SD mengenai geometri bangun datar dapat dibenarkan dan diarahkan menuju konsep yang tepat. Oleh

(55)

38 Hiele Terhadap Kemampuan Memahami Pada Konsep Geometri Bangun Datar Dalam Pelajaran Matematika Kelas V SD”.

Skema 2.1 Kerangka Berpikir

2.3Hipotesis

2.3.1 Penggunaan model pembelajaran Van Hiele pada pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan memahami konsep geometri bangun datar kelas V SD N Ungaran I Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.

Model Pembelajaran Van Hiele

Teori Van Hiele

Tahap-tahap Belajar Kemampuan

Memahami

Gambar

Gambar 2.1 Teori Van Hiele tentang Berpikir Geometri  ...............................
Gambar 2.1 Teori Van Hiele tentang Berpikir Geometri
Gambar 2.2 Macam-macam Bangun Datar
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan data adalah manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti yang berupa suatu informasi, menurut Jogiyanto HM, pengolahan

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak

Pengaruh enzim papain dalam krim santan kelapa adalah enzim membuat krim santan tidak perlu mendapatkan pemanasan yang berlebih karena dengan

(3) Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa,

[r]

The application will read the objects consisted of tasks, perform the animation of a movement of a stepper motor and make codes of task formatted in String.. These

[r]

Dari kesimpulan diatas penulis berpendapat bahwa pengolahan bahan pustaka buku merupakan proses mengolah bahan pustaka untuk membantu pemakai dalam menemukan