113
Bab 7
Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya
7.1 SEKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN
KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses
kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan
berkeadilan sosial. Sistem permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro memiliki
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan dua wilayah kabupaten kepulauan lainnya di Sulawesi Utara.
Pada umumnya permukiman membentuk pola linier dan berada di sepanjang pesisir yang mendekati ruas
jalan, sebagian kecil berada di tengah pulau dan memiliki orientasi pada pusat-pusat permukiman di
bagian pesisir. Tingkat kerapatan bangunan sangat tinggi terlihat di pusat-pusat permukiman seperti di Ulu
dan Ondong. Keberadaan ruang terbuka di pusat permukiman ini sangat kurang. Ini d ikarenakan sebagian
besar rumah-rumah penduduk mendekati ruas jalan sehingga sempadan bangunan terbatas/sempit.
Seluruh permukiman perdesaan yang berada di pesisir pada umumnya merupakan produsen hasil laut,
namun tidak semua penduduk yang tinggal dan bermukim di pesisir bekerja sebagai nelayan. Banyak
penduduk meninggalkan tempat bermukim mereka dan pergi ke kota untuk bekerja baik d i se kto r fo rmal
maupun non formal. Hal yang sama ditunjukan pada permukiman perdesaan yang menempati wilayah non
pesisir. Produksi pertanian tanaman pangan yang dihasilkan tidak dijual karena produksi yang dihasilkan
masih terbatas untuk konsumsi lokal saja –untuk komoditas tertentu seperti pala, cengkih dan kopra menjadi komoditi unggulan yang diperdagangkan keluar wilayah kabupaten–. Berbeda halnya dengan produksi perkebunan, produksi yang dihasilkan dibawa untuk dijual keluar wilayah.
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
Kenyataan menunjukkan bahwa urusan perumahan dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber
permasalahan yang seakan tidak berujung (the endless problems) bagi sebagian besar pemerintah
Daerah, hal ini ditunjukkan antara lain oleh :
1) Berkembangnya penguasaan lahan skala besar oleh banyak pihak yang tidak disertai dengan
114
2) Pemberian perijinan penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman yang
umumnya belum dilandasi pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.
3) Belum terorganisasikannya perencanaan dan pemograman pembangunan perumahan dan
permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumberdaya pembangunan dan
kebutuhan yang berkembang di masyarakat.
4) Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman, yang nampaknya belum menjadi
prioritas bagi banyak pemerintah Daerah karena berb agai sebab dan keterbatasan.
5) Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah termasuk
hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.
6) Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi, pemb iayaan
dan kelembagaan masih memerlukan pengaturan yang dapat mengakomodasi muatan dan
kapasitas lokal.
7) Tidak seimbangnya pembangunan Desa dan Kota yang telah menumbuhkan berbagai
kesenjangan sosio-ekonomi, akibatnya desa menjadi kurang menarik dan dianggap tidak cukup
prospektip untuk dihuni sedang kota semakin padat dan tidak nyaman untuk dihuni.Ke
8) kurangsiapan dalam mengantisipasi kecepatan dan dinamika pertumbuhan fisik dan fungsional
kawasan perkotaan, sehingga kawasan kumuh tumbuh sejalan dengan berke mbangnya
pusat-pusat kegiatan ekonomi.
Secara garis besar permasalahan di bidang Pembangunan Permukiman adalah :
• Masih luasnya kawasan kumuh,
• Masih terbatasnya Prasarana Sarana Dasar pada Daerah Tertinggal, Pulau Kecil, Daerah Terpencil, dan Kawasan Perbatasan
• Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tujuan pokok pembangunan permukiman perkotaan adalah meningkatkan ketersediaan rumah dan
permukiman yang terjangkau oleh masyarakat perkotaan berpend apatan rendah, meningkatkan sistem
permukiman yang teratur layak huni, yang dapat mendukung produktivitasnya dan kreativitas masyarakat.
Permasalahan utama ketersediaan hunian di permukiman perkotaan (Raharjo, 2010) adalah :
a) Tingginya kebutuhan tempat tinggal, tempat usaha dan tempat berproduksi beserta prasarana
dan sarana pendukungnya.
b) Bagi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat miskin
c) Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana air limbah, persampahan, drainase dan
penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial
serta taman dan jalur hijau.
Tantangan pokok yang dihadapi dalam mengatasi permasalahan permukiman perkotaan (Raharjo, 2010)
115
a) Menciptakan sistem ketersediaan hunian yang mantap bagi masyarakat berpendapatan rendah
dan masyarakat miskin.
b) Meningkatkan pembangunan dan pelayanan prasarana dan sarana permukiman.
c) Menciptakan iklim usaha yang sehat, kompetitif dan dinamis dalam pembangunan permukiman
perkotaan.
d) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kerjasama investasi pembangunan dan manajemen
pelayanan prasarana dan sarana permukiman.
e) Menerapkan standar keselamatan bangunan dan keamanan bangunan, menegakkan hukum
dalam penataaan bangunan dan lingkungan.
f) Menyelamatkan dan memugar bangunan bersejarah dan perkampungan kumuh.
Dari data di lapangan terlihat, bahwa dari segi kuantitas sudah banyak pengembang yang telah mengantongi ijin dan bahkan sudah melakukan pengesahan rencana tapak (site plan) meskipun masih
terdapat beberapa lokasi yang oleh karena beberapa sebab belum dapat direalisasikan pembangunannya,
sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah tanah terlantar. Hal ini masih dimungkinkan bertambah
dengan adanya permohonan baru dari pengembang lainnya yang akan membangun perumahan di
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Oleh karena itu, di masa mendatang aspek kualitas harus menjadi perhatian dan pertimbangan dalam pembangunan perumahan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Dalam upaya mengurangi
permasalahan seminimal mungkin dan meningkatkan kualitas permukiman maka dalam penataan
pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, telah
diterapkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut diharapkan tidak terlalu membebani pengembang
selaku badan usaha yang mengembangkan investasinya di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang
Biaro namun justru sebaliknya dalam jangka panjang akan terwujud lingkungan perkim yang sehat, aman,
lestari dan berkelanjutan.
Beberapa kebijakan yang diterapkan terhadap pengembang perumahan di Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro saat ini antara lain :
1. Ketentuan luasan kapling minimal yaitu 200 m2
2. Menyediakan Damija (Daerah Milik Jalan) di lingkungan perumahan minimal 8 m,
3. Menyediakan sumur resapan/kolam resapan (mini bozem) dalam rangka pengendalian banjir di
lingkungan perumahan dan sekitarnya.
Adapun alasan diterapkannya kebijakan tersebut di atas adalah :
1. Ketentuan minimal 200 m2 yaitu :
a. Memungkinkan terwujudnya perumahan tumbuh,
b. Terwujudnya rumah sehat (sirkulasi udara lebih baik, aspek pencahayaan dan sirkulasi udara
116
c. Dari hasil pengamatan kapling dibawah 200 m2 cenderung kumuh,
d. Kenyataan bahwa kawasan hunian dengan kapling kecil tidak mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi lokal secara signifikan,
e. Data di lapangan menunjukkan bahwa stock rumah kapling kecil masih banyak yang belum laku,
f. Dengan kapling diatas 200 m2 ada upaya Pemerintah Kabupaten untuk dapat mengangkat
standard kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik
g. Dengan berkembangnya hunian kapling kecil mengakibatkan beban yang harus ditanggung
Pemerintah Kabupaten menjadi lebih besar terutama dalam sektor penyediaan infrastruktur
seperti ; penyediaan air bersih, jaringan jalan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana
pengelolaan limbah domistik, fasilitas sosial budaya dsb.
h. Merupakan tanggungjawab moral Pemerintah Kabupaten untuk menjadikan hunian yang layak
dan nyaman.
2. Lebar jalan minimal 8 m yaitu :
a. Untuk keleluasaan dan kelancaran sistem transportasi di dalam lingkungan perumahan,
b. Mendorong terwujudnya estetika lingkungan yang lebih baik,
c. Dapat meningkatkan status sosial ekonomi penghuni perumahan,
d. Menghilangkan kesan kumuh.
A. Alternatif pemecahan dan rekomendasi
Perkiraan kebutuhan fasilitas rumah didasarkan pada perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan
Siau Tagulandang Biaro sampai dengan tahun 2014. Sedang kebutuhan luas lahan untuk setiap rumah
dibedakan pada kelas rumah yaitu rumah mewah, sedang dan sederhana dengan rata-rata setiap persil
seluas 200m2, dan setiap kepala keluarga (KK) terdiri dari 5 jiwa. Hal ini juga didasarkan pada tingkat soial
ekonomi masyarakat Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang dibedakan menurut kriteria
BKKBN yaitu : Pra-Sejahtera, Sejahtera-1, Sejahtera-2, Sejahtera-3 dan Sejahtera-3+.
Mengingat ketersediaan lahan yang masih luas dan harga lahan yang relatif murah di Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, maka luasan kapling rumah untuk masing -masing kelas tersebut
dibedakan sebagai berikut :
a) Kapling besar (tipe I) : minimum > 600 m2
b) Kapling sedang (tipe II) : minimum 600 m2
c) Kapling kecil (tipe III) : minimum 200 m2
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Sesuai dengan Panduan Pengembangan Permukiman untuk penyusunan RPIJM, usulan dan prioritas
program pembangunan sistem infrastruktur sesuai dengan prioritas program, meliputi kegiatan :
117
Pembangunan saluran air hujan lingkungan (saluran yang menampung air hujan dari rumah – rumah)
Pembangunan jaringan – jaringan air minum perpipaan (jaringan distribusi ke rumah – rumah)pengembangan sistem pengolahan air limbah
Dari hasil analisis dan kajian untuk pengembangan permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro, maka prioritas untuk pengembangan permukiman sampai tahun 2014 adalah sebag ai
berikut:
a) Pengembangan pusat-pusat pemukiman;
Beberapa pertimbangan dalam perumusan rekomendasi pusat-pusat pertumbuhan wilayah adalah
sebagai berikut :
Prospek pengembangan ekonomi atau produksi pada satuan wilayah tertentu yang mempunyai
kesamaan ataupun saling berkaitan sehingga dapat memacu pertumbuhan selanjutnya. Sejalan
dengan perkembangan ekonomi tersebut, kemudian secara fisik membentuk kesatuan
pemanfaatan ruang yang memudahkan bagi perkembangan lebih lanjut
Kebijaksanaan dalam pengembangan dan penyebaran penduduk atau permukiman yang dapat
mengarahkan tekanan penduduk secara seimbang
Pola interaksi internal dan eksternal yang akan berlangsung sehingga membentuk pola penjalaran
perkembangan antar bagian wilayah
Sistem pusat-pusat atau nodal system yang telah menampakkan kecenderungan pola pelayanan
terhadap wilayah.
Jaringan transportasi, terutama adalah jaringan jalan yang akan me nghubungkan antar wilayah
pertumbuhan dengan wilayah-wilayah sekitarnya, maupun dalam masing-masing wilayah
pertumbuhan tersebut.
b) Penataan dan peremajaan kawasan;
c) Pengembangan kawasan permukiman baru; dan
Pengembangan KASIBA/LISIBA.
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan
118
skala prioritas dengan memperhatikan kriteria kesiapan daerah. Selengkapnya usulan program pengembangan permukiman Kabupaten Sitaro tersaji pada Tabel :
Tabel 7.1 Matriks Sasaran Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
KEGIATAN/OUTPUT/SUB
OUTPUT/NAMA PAKET KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT
PEMANFAAT (Jiwa/Ha)
SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-
121 7.2 SEKTOR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
ISU STRATEGIS PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah,
RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi,
b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan
berkelanjutan.
Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia.
Karena itu penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungannya perlu diatur dan dibina demi
kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan
bangunan gedung yang andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena
itu, pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari
upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik
diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak
huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :
1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni,
berjati diri, serasi dan selaras
2) Memberdayakan masyarakat agar rnandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan
berkelanjuta
Permasalahan penataan bangunan
Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara
lain:
1.Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.
122
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.
Proses pemberiaan Perijinan IMB yang tidak sesuai dengan Perda RDRTK.
Banyak bangunan tanpa IMB.
Banyak bangunan yang dibangunan melanggar Garis Sempadan Bangunan.
2.Permasalahan dan tantangan di bidang Gedung.
Banyaknya Bangunan Gedung Pemerintah yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Masih banyaknya aset Pemerintah Daerah yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan
gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat. Namun dalam pelaksanaannya d i
lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belum menindak lanjutinya sebagaimana mestinya,
sebagaimana terlihat dari ;
1. Pemerintah Kabupaten sampai saat ini masih belum memiliki Peraturan Daerah Tentang Bangunan
Gedung yang mengacu dan sesuai dengan Undang -Undang Bangunan Gedung.
2. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro belum memiliki atau melembagakan
institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan
bangunan dan lingkungan;
3. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro masih belum
menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama
bangunan yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;
4. Pemerintah Kabupaten belum memiliki dan menyusun manajemen pencegahan kebakaran serta
belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya
kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat;
5. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang
cacat;
6. Sampai saat ini Pemberian perijinan dan pembangunan gedung belum didasarkan pada Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan;
7. Belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk
mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkung an permukiman yang
123
Landasan hukum
Landasan hukum dalam penanganan penataan bangunan dan gedung, antara lain.
1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman
2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
5) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
7) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat.
8) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
9) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang berdiri sendiri .
10) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
11) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
12) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas , Fungsi, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
13) Peraturan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor
9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia.
14) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08 Tahun 1996 tentang Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Permukikan di daerah.
15) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 02/ Permen/ M/ 2005 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perumahan Rakyat.
16) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987, dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 30
Tahun 1990 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Perumahan Kepada Pemerintah Daerah
Analisis permasalahan dan rekomendasi
Analisis kebutuhan penataan bangunan dan lingkungan A. Aspek planologis dan arsitektur kota
1. Ketentuan Planologis
Ketentuan ini mengatur agar setiap perencanaan fisik kota yang dimohonkan :
a. Sesuai dengan jenis peruntukan dan penggunaan yang ditentukan
b. Memenuhi/atau tidak melampaui Batasan Intensitas Bangunan yang ditentukan
c. Jaringan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki (pedestrian) tersedia dengan baik sesuai yang
124
d. Memenuhi penyediaan fasilitas pendukung dan atau fasilitas umum sesuai ketentuan termasuk juga
sarana untuk transportasi umum, shelter, jembatan penyeberangan dan sebagainya bila diperlukan.
e. Memenuhi ketentuan-ketentuan tentang kehandalan bangunan gedung (UUBG No. 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung) dalam persil maupun lingkungan di sekitarnya.
f. Memperhatikan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan pada kawasan tersebut.
2. Pertimbangan Arsitektur Kota dan Lingkungan
Pertimbangan ini bertujuan untuk memberikan arah agar hasil perencanaan fisik dapat optimal pada
pembentukan ruang-ruang kota, yang antara lain mencakup tentang: jenis pemakai, jenis peruntukan,
fungsi bangunan gedung, daerah perencanaan dan intensitas.
B. Arahan Ketingglan Bangunan dan Intensitas Ruang
Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur dari rata-rata
permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring, atau sampai puncak dinding atau parapet;
dipilih yang tertinggi (Departemen Pekerjaan Umum, 1987). Arahan ketingg ian bangunan di kawasan
perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Memperhatikan ketinggian ambang landasan untuk setiap jenis area KKOP Bandara yang telah
ditetapkan.
2. Batasan ketinggian bangunan menggunakan satuan meter yang diukur dari jalan utama yang
berhimpitan dengan kavling sebagai titik awal pengukuran (level 0). Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan interpretasi terhadap istilah lantai atau tingkat yang digunakan dalam
pengajuan perijinan.
3. Apabila pada suatu lokasi terdapat lebih dari satu nilai ketetapan batasan ketinggian bangunan, maka
nilai ketetapan batasan ketinggian bangunan paling besar yang menjadi arahan untuk ketinggian
bangunan yang baru dan berlaku pada keseluruhan lingkup lokasi tersebut.
4. Apabila terdapat pelampauan ketinggian bangunan, maka pengenaan denda/sanksi pelampauan
ketinggiannya diperhitungkan secara proporsional terhadap luas lantai yang melanggar tersebut.
Arahan intensitas ruang di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: penetapan
besaran Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, dan Koefisien Dasar Hijau untuk setiap
kegiatan pemanfaatan ruang yang dikembangkan.
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDBJ adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara
seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KDB diperlukan untuk membatasi luas lahan yang
tertutup perkerasan, sebagai upaya melestarikan ekosistem.
2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai
125
dengan rencana yang ditetapkan. KLB ditetapkan sesuai dengan rencana intensitas penggunaan
lahan yang sekaligus dapat membatasi ketinggian bangunan. Dalam prakteknya, ada perbedaan
yang mendasar mengenai konsep penetapan KLB pada pembangunan sistem kavling dengan
pembangunan pada superblok. KLB rata-rata diberlakukan untuk keseluruhan lahan kawasan
perencanaan dan bukan untuk masing-masing sub-blok seperti pada pembangunan biasa (sistem
kavling).
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah lahan
terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas tanah/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan
Ruang, KDB dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. KDB sangat tinggi,yaitu KDB >75%;
b. KDB tinggi, yaitu KDB antara 50%-75%;
c. KDB sedang, yaitu KDB antara 20%-50%;
d. KDB rendah, yaitu KDB antara 5%-20%; dan
e. KDB sangat rendah,yaitu KDB <5%.
Tabel 7. 2 Klasifikasi KLB dan ketentuan jumlah lantai
Arahan KLB di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berdasarkan klasifikasi KLB
tersebut dan dirinci menurut fungsi peruntukan dan jenis bangunan adalah sebagai berikut:
1. KLB sangat rendah (maksimum 2 x KDB), diarahkan untuk:
a. Perumahan taman.
b. Perumahan renggang.
c. Kegiatan komersial umum, ritel skala kecil maupun. besar/ renggang, pertokoan tunggal, serta
pusat belanja.
2. KLB rendah (maksimum 4 x KDB), diarahkan untuk kegiatan komersial umum, berupa rumah toko
deret dengan menyediakan fasilitas hunian. KLB sedang (maksimum 8 x KDB), diarahkan untuk:
a. Kantor pemerintah, baik pusat maupun provinsi/kota, baik tunggal maupun komplek.
b. Kegiatan perkantoran umum deret.
c. Kegiatan perkantoran umum, berupa rumah-kantor deret dengan menyediakan fasilitas hunian.
126
3. KLB sangat tinggi (maksimum 20 x KDB), diarahkan untuk:
a. Perumahan susun kepadatan rendah.
b. Kedutaan atau perwakilan asing.
c. Kegiatan perkantoran umum renggang, baik kantor tunggal maupun komplek (pusat bisnis).
Ketentuan ruang terbuka hijau di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dimana setiap penghuni
atau pihak yang bertanggung jawab atas rumah/bangunan atau persil yang terbangun diwajibkan untuk
menghijaukan lapangan atau persil yang dimaksud kan tanaman pohon pelindung, perdu, semak
tanah/rumput serta memeliharanya sesuai arahan ketinggian bangunan dan yang di Kawasan Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro jenis fungsi peruntukan ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 7. 3 Arahan Ketinggian Bangunan dan Intensitas Ruang di Kawasan Perkotaan
Sumber : Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation] Kawasan
127
Tinggi maksimum per lantai bangunan adalah 5 meter (sesuai dengan asumsi tinggi bangunan per lantai
dalam Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, 2002 yang dimuat pada
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan
Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang).
Ketinggian bangunan maksimum adalah ketinggian total bangunan + tinggi atap. Asumsi tinggi atap untuk
masing- masing bangunan adalah maksimum 3 meter.
C. Arahan Perpetakan Bangunan
Arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berisi
tentang pengaturan petak-petak peruntukan untuk setiap kegiatan pemanfaatan ruang yang
dikembangkan. Arah perpetakan bangunan harus ditetapkan secara tegas dan jelas. Hal ini dilakukan
untuk mengatur agar fungsi-fungsi dengan luasan petak (kavling) tertentu saja yang ada di kawasan
tersebut. Sehingga, kawasan yang diatur tidak memiliki percampuran besaran kavling yang ekstrim yang
nantinya akan berpengaruh kepada kepadatan kawasan.
Arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: perpetakan yang telah ada, pola penanganan
kawasan yang dipilih, mengantisipasi besarnya kebutuhan prasarana dan sarana/fasilitas pada lahan
tersebut, aspek akomodatif terhadap aspirasi masyarakat, serta batasan luas bangunan yang dapat
dibangun terkait dengan ketentuan sempadan bangunan dari lingkungan yang b ersangkutan. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah diatur di dalam
rencana tata ruang.
2. Apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah
belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki.
3. Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau disikukan, untuk
memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut diukur dari titik pertemuan garis
perpanjangan sudut tersebut dan luas persil diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya.
4. Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak
didalam dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan,
serta memenuhi persyaratan teknis yang telah ditetapkan.
5. Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besarnya KDB/KLB di antara perpetakan
berdekatan dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan keserasian lingkungan.
6. Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besamya KDB dan KLB bagi perpetakan
128
Arahan perpetakan bangunan di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro diterapkan
pada 3 (tiga) jenis kawasan fungsi yaitu kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, serta
kawasan ruang terbuka. Aturan yang diacu dalam menetapkan arahan perpetakan bangunan ini adalah
Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zonning Regulation] Kawasan Perkotaan dari
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
D. Kawasan Permukiman
Jenis bangunan yang diperbolehkan pada kawasan permukiman di Kawasan perkotaan Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: hunian tunggal (bangunan rumah tunggal harian, rumah
peristirahatan/villa, rumah 128ndu, rumah kantor, 128ndustry rumah tangga/home industry, dan rumah
dinas) dan hunian komunal. Selain itu, kawasan permukiman ini dapat dilengkapi pula dengan sarana
pelayanan sosial dan ekonomi yang terbatas untuk melayani kebutuhan harian dengan skala pelayanan
lingkungan perumahan. Jenis bangunan dalam kawasan permukiman di Kawasan perkotaan Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur perpetakannya secara khusus adalah:
1. Perumahan Taman, yaitu: perumahan yang berkarakter hunian pedusunan atau rumah taman, dengan
pelengkap kebun pertanian atau taman.
2. Perumahan Renggang, yaitu: perumahan yang ditempati oleh unit-unit hunian untuk keluarga tunggal
dengan peletakan bangunan renggang, yang bukan taman dan juga tidak ditata secara rapat.
3. Perumahan Susun Kepadatan Rendah, yaitu perumahan susun yang memiliki karakter kepadatan
rendah.
Arahan perpetakan bangunan pada kawasan permukiman kawasan perkotaan di Kabupaten Kepulauan
Siau Tagulandang Biaro secara rinci ditunjukkan pada tabel berikut:
129
Konsepsi terencana dan tidak terencana tentang pengembangan daerah permukiman dan perumahan di
perkotaan dihadapkan dengan kebutuhan sarana dan prasarana yang tidak seimbang dengan tingkat
pertumbuhan penduduk. Hal seperti ini tentu merupakan akibat perkembangan yang wajar pada suatu
kota, dimana elemen-elemen perkotaan tumbuh secara alamiah yang pada umumnya tidak terkontrol.
Dengan demikian, sebagaimana yang telah direkomendasikan dalam RTRW, untuk sekarang dan di masa
yang akan datang adalah tepat untuk memecahkan masalah perumahan dengan menerapkan apa yang
dikatakan sebagai konsepsi unit lingkungan perumahan dan tentunya pula harus didasarkan pada :
a) fungsi dan pertumbuhan kota,
b) struktur kota rang ada,
c) tingkat pelavanan fasililtas yang tersedia,
d) permasalahan lingkungan perumahan.
Dalam konsep pengembangan lingkungan perumahan tersebut menuntut adanya suatu lingkungan
perumahan yang dapat menyediakan suasana nyaman, indah, sehat, aman. Konsepsi suatu lingkungan
perumahan secara umum akan mencakup beberapa hal yaitu :
1) luas areal dari masing-masing unit lingkungan,
2) tersedianya fasilitas penunjang,
3) desain lingkungan yang sesuai dengan keadaan daerah.
Berdasarkan tujuan konsep tersebut maka diperlukan langkah preventif untuk menciptakan lingkungan
melalui upaya-upaya :
a. Pengaturan kepadatan penduduk dan perumahan setiap rencana BWK.
b. Mempunvai kemudahan akses/hubungan dengan komponen kota atau kegiatan lainnya.
c. Pelayanan dasar bagi kebutuhan penduduk harus mudah dicapai, artinya mempunyai fasilitas
lingkungan yang dapat menyediakan/memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari.
d. Tersedianva lahan/ruang yang potensial bagi kebutuhan perumahan tersebut.
Konsepsi lingkungan perumahan yang akan diterapkan yaitu melalui suatu penyesuaian dengan melihat
kejadian dan kebiasaan yang terdapat di kawasan perkotaan. Penyesuaian tersebut, dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
a) tersedianya lahan yang potensial,
b) upaya pemecahan masalah yang ada,
c) upaya pemecahan distribusi penduduk secara merata di seluruh kawasan perkotaan.
Lingkungan Perumahan Homogen, adanya pengaruh-pengaruh di atas, serta adanya perbedaan status
sosial penduduk akibat perbedaan pendapat, sehingga kebijaksanaan rencana pengembangan dan
masalah tersebut akan ditentukan beberapa alternatif konsep pada lingkungan perumahan sebagai berikut
130
1. Lingkungan Perumahan Homogen, adalah komposisi penduduk pada tiap lingkungan
perumahan mempunyai proporsi/perbandingan yang tetap antara penduduk
berpendapatan tinggi, menengah dan rendah. Ukuran besaran tiap lingkungan
perumahan seperti ini relatif sama, karena kebutuhan ruangnyapun secara tidak langsung
akan tetap sama antara lingkungan yang satu dengan yang lainnya. Adapun faktor
pengikat sosial di antara mereka diharapkan dapat berwujud pusat lingkungan yang
penempatannya sedemikian rupa sehingga lokasinya mudah untuk dicapai.
2. Lingkungan Perumahan Heterogen, adalah setiap lingkungan perumahan hanya ditempati
oleh satu golongan penduduk yang berpendapat sama atau setiap lingkungan perumahan
ditempati oleh penduduk dari berbagai golongan tingkat pendapatan yang tersebar d alam
wilayah perencanaan. Ukuran luas setiap lingkungan tersebut akan berbeda antara
lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain karena adanya perbedaan kebutuhan
ruang yang diperlukan oleh setiap lingkungan. Namun demikian fasilitas pelayanannya
tetap sama berdasarkan standar yang lazim digunakan.
E. Kawasan Perdagangan dan Jasa
Jenis bangunan yang diperbolehkan pada kawasan perdagangan dan jasa di Kawas an perkotaan
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir):
toko, warung, tempat perkulakan, serta pertokoan; bangunan perkantoran: kantor swasta/pemerintah dan
niaga; bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, serta penginapan; bangunan
penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, serta gudang; bangunan tempat pertemuan: aula dan
tempat konferensi; serta bangunan pariwisata dan area bermain. Jenis bangunan dalam kawasan
perdagangan dan jasa di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur
perpetakannya secara khusus adalah:
1. Bangunan Pemerintah, yaitu:
a. Kantor pemerintah, baik pusat maupun provinsi/kota, baik tunggal maupun komplek.
b. Kantor perwakilan asing (direncanakan).
2. Bangunan Perkantoran, yaitu:
a. Kegiatan perkantoran umum renggang, baik kantor tunggal maupun komplek (pusat bisnis).
b. Kegiatan perkantoran umum deret.
c. Kegiatan perkantoran umum, berupa rumah-kantor deret dengan menyediakan fasilitas hunian.
3. Bangunan Pertokoan, yaitu:
a. Kegiatan komersial umum, ritel skala kecil maupun besar/renggang, pertokoan tunggal, serta pusat
belanja.
b. Kegiatan komersial umum, berupa ritel dan manufaktur terbatas/deret.
131
F. Kawasan Ruang Terbuka
Dalam rangka mendukung fungsinya sebagai ruang terbuka kota, maka upaya pembangunan yang
dilakukan pada kawasan ruang terbuka harus dapat memberikan perlindungan dengan memperhatikan
konservasi tanah dan air melalui pengaturan kepadatan bangunan, vegetasi, dan sumur resapan.
misalnya ruang terbuka di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur
perpetakannya secara khusus adalah: . Ruang Terbuka Lindung, meliputi:
a. Cagar budaya, kawasan rawan bencana.
b. Sempadan sungai/situ/mata air.
Ruang Terbuka Hijau Binaan, meliputi:
a. Taman kota.
b. Pemakaman umum.
C. Jalur hijau, yang berfungsi sebagai filter dari daerah-daerah industri dan daerah-daerah yang
menimbulkan polusi, seperti: kawasan sempadan jalur kawat listrik, kawasan sempadan gas, serta
kawasan sempadan rel kereta api (bila dikembangkan). Ruang Terbuka Tata Air, meliputi: situ dan wad uk.
Dalam hal ini, pembangunan yang diijinkan adalah yang tidak akan membentuk suatu keadaan yang
membahayakan atau merintangi pengaliran air.
Arahan perpetakan bangunan pada kawasan ruang terbuka di Kawasan perkotaan
secara rinci ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 7. 5 Arahan Perpetakan Bangunan pada Kawasan Ruang Terbuka
Selain itu, arahan penataan ruang terbuka hijau juga harus mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Nomor 14 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat
132
disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan
dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Pengaturan luasan ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau di wilayah perkotaan dilakukan berdasarkan pada
konsep yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1,2 dan 3, di mana
pengaturannya akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota. Adapun perhitungan
proporsinya sebagai berikut :
Tabel 7. 6 Perhitungan Proporsi Ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau
Kebutuhan ruang terbuka hijau dan non hijau dalam kaitan menciptakan lingkungan yang nyaman
merupakan kebutuhan yang sangat penting. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari
ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi
(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh
RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan
tersebut. Pola pengaturan antara ruang terbangun dan ruang terbuka ditetapkan dengan proporsi 60 %
dan 40 %.
G. Arahan Garis Sempadan
o Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis bagi lahan yang boleh dan tidak boleh ada bangunan di
atasnya yang terdapat pada masing-masing blok peruntukan. Arahan GSB di Kawasan Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro ditentukan menurut hirarki jalan dan ditetapkan pertimbangan
keamanan, kesehatan, kenyamanan, keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan setiap
dapat berbeda untuk tiap kelas bangunan pada kawasan campuran. Arahan GSB merupakan aturan wajib
yang harus diterapkan secara tegas dan konsisten, yang arahannya ditentukan setengah ROW.
Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku umum di kota-kota di Indonesia dan digunakan di
Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro terutama untuk kawasan yang tidak
diatur GSB-nya secara khusus. Untuk kawasan dengan intensitas bangunan padat/rapat, maka garis
sempadan samping dan garis sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai
133
1. Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan.
2. Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam dari
batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal.
3. Untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas
bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri di
samping dinding batas terdahulu.
4. Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas
belakang ditentukan minimum setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.
o Garis Sempadan Sungai
Arahan garis sempadan sungai di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung. Keppres No. 32 Tahun 1990 menyebutkan bahwa kondisi ideal Garis Sempadan
Sungai adalah sebagai berikut:
1. Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman, kawasan sempadannya berada pada minimal
100 m di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan anak sungai.
2. Untuk sungai yang berada di dalam kawasan pemukiman, kawasan sempadannya berada pad a jarak
antara 10-15 m di kiri-kanan sungai besar maupun anak sungai. menyebutkan bahwa pola umum
penataan daerah sempadan sungai dan sumber air adalah sebagai berikut:
a. Bebas dari bangunan permanen dan semi permanen.
b. Bebas dari pemukiman liar.
c. Bebas dari pembuangan sampah dan limbah padat.
d. Bebas dari pencemaran limbah cair secara langsung.
e. Pemanfaatan daerah sempadan sejauh mungkin untuk jalur hijau.
f. Bangunan-bangunan dan atau prasarana pelayanan yang melintasi sungai tidak mengganggu
pemeliharaan alur sungai dan sumber air. Selain itu, untuk bangunan di sekitar sungai harus
mempunyai bagian muka yang menghadap sungai.
o Rekomendasi
Sebagai rekomendasi pembangunan Penataan Bangunan dan Lingkungan maka sebagai rekomendasi
diterapkan konsep tribina, yang antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas teknis serta
kapasitas finanisal komunitas dan selain itu untuk menggalang solidaritas sosial agar dapat menjadi
kekuatan yang secara mandiri mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri antara lain dengan
mengembangkan dan memelihara prasarana pemukimannya.
Sebaliknya peningkatan prasarana pemukiman diharapkan akan mendorong aktivitas ekonomi,
pengembangan usaha, dan pada gilirannya mampu mengembangkan serta memelihara prasarananya.
134
komunitas secara menyeluruh. Walaupun demikian untuk mengimplementasikan konsep, ini, kita masih
akan menghadapi wacana sebagai berikut :
Bina Lingkungan Fisik
Bina lingkungan fisik terutama ditujukan untuk mengadakan atau memperbaiki prasarana dan utilitas
lingkungan, yang selain untuk memberikan kemudahan dan pelayanan pada komunitas juga untuk
menjadikan kampung berpola. Ini berupa pembangunan jaringan jalan, drainase, sanitasi, pengadaan air
bersih, dan fasilitas pengelolaan sampah. Di beberapa kampung juga dibangun sarana pencegahan banjir.
Pembangunan ini selain akan meningkatan kesehatan, kenyamanan, dan keamanan penghuninya juga
kenyamanan bagi orang luar untuk mengakses para penghuni.
Pembangunan juga untuk menghubungkan permukiman ini dengan sistem pelayanan kota. Hal ini akan
membuat kehidupan dikampung lebih nyaman, antara lain karena adanya jaringan jalan berbagai
kebutuhan penghuni akan dapat dipasok. Akses ini juga, diperlukan dalam keadaan darurat. Mobil
pemadam kebakaran dan ambulans akan dapat mencapai sasaran secara lebih cepat dan tepat.
Perbaikan fisik kampung ini telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal tahun tujuh puluhan dan
telah menjadi program nasional. Sebagai program yang sukses, karena dengan dana terbatas dapat
menjangkau masyarakat lapisan miskin yang jumlahnya banyak. Dengan demikian pemerintah Indonesia
menjadi sangat berpengalaman dalam menangani pembangunan fisik ini. Persoalannya adalah apa
selanjutnya? Beberapa pemerintah daerah mengeluhkan makin besamya biaya pemeliharaan kampung
dan di lain pihak pajak bumi dan bangunan peningkatannya tidak sebanding dengan biaya pemb angunan
dan biaya pemeliharaan prasarana. Selain itu perbaikan kampung yang dilaksanakan dengan dana
pinjaman, kemudian dirasakan menjadi beban pemerintah kota.
Meningkatnya kemampuan masyarakat menyebabkan kualitas rumahnya juga meningkat, tetapi dilain
pihak terjadi fragmentasi pemilikan, petak tanah dibagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Semua
kejadian ini menyebabkan peningkatan kepadatan yang kemudian dapat menurunkan lagi kualitas
lingkungan kampung tersebut.
Sehubungan dengan permasalahan fisik tersebut, ada pemikiran untuk mengembangkan organisasi
masyarakat yang ada menjadi pemelihara dan pengendali lingkungan fisiknya. Di beberapa kampung,
solidaritas sosial telah berhasil mengendalikan dan memelihara kondisi fisik ini. Bahkan dibeberapa
kampung, solidaritas sosial berhasil meningkatkan kenyamanan dan keasrian kampung dengan program
penghijauannya.
Dalam konteks pembangunan dan perbaikan kampung yang menyeluruh, selalu timbul pertanyaan,
apakah perbaikan kondisi fisik ini akan membawa perbaikan kondisi sosial dan peningkatan ekonomi
135
bukan kejadian yang seketika, tidak menyeluruh dan tidak terjadi secara serempak. Peranan pemerintah
dalam perbaikan fisik ini sangat signifikan, tetapi efeknya terhadap masyarakat tergantung sekali pada
kondisi masyarakat. Padahal kondisi dan perilaku selain berubah juga tidak sepenuhnya dapat dikenali
sebelumnya. Oleh karena itu, efek pembangunan fisik terhadap masyarakat selalu me ngandung spekulasi.
Walaupun demikian, dipercaya bahwa penyertaan masyarakat dalam proses pembangunan akan
mempunyai efek yang jauh lebih positif daripada dijatuhkan (didrop) langsung dari pemerintah.
Bina Ekonomi Dan Usaha
Apa yang dimaksud dengan bina ekonomi? Dalam negara yang menganut sistem ekonomi pasar,
dipahami sebagai intervensi pemerintah untuk membuat pasar berfungsi. Artinya, pemerintah mend o ro ng
dan mempengaruhi kegiatan produksi, agar dapat memasok berbagai barang dan jasa, menghubung kan,
mempengaruhi permintaan akan barang dan jasa tersebut, dan mendorong serta memperlancar proses
pertukaran barang dan jasa. Dalam lingkup makro, intervensi ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen fiskal, moneter dan berbagai regulasi yang mempengaruhi permintaan maupun pasokan.
Dalam lingkup mikro, pembinaan ini dapat berupa peningkatan keterampilan teknik dan manajerial,
penyediaan fasilitas pembiayaan mikro (micro finance) dan pada umumnya ditekankan pada pihak
pasokan atau produsen. Pelatihan, pendamping an, pembimbingan, bantuan modal investasi maupun
modal kerja, pembentukan organisasi,
penyuluhan teknik produksi, pembukaan akses pada informasi maupun sumber pembiayaan, me rup akan
tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan bina ekonomi dan usaha di kampung.
Semua bentuk aksi bina usaha ini sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi bagaimana
tingkat keberhasilannya tidak banyak diketahui dan barangkah alat ukur untuk mengetahui keberhasilan
"pembinaan" itu belum tersedia. Walaupun demikian dapat diperkirakan ada beberapa permasalahan yang
dihadapi dengan bina ekonomi dan usaha di kampung ini, yaitu:
1) Bina usaha ini sesungguhnya ditujukan untuk tingkat usaha yang bagaimana
2) Apakah untuk menumbuhkan kegiatan usaha yang sebelumnya tidak ada? Untuk menarik anggota
masyarakat agar melakukan usaha? Untuk mengembangkan usaha yang telah ada? Ataukah untuk
mendorong terjadinya ekspansi usaha yang telah ada. Semuanya itu tentu dengan sendirinya
memerlukan cara dan mengandung risiko yang berbeda. Untuk mendoro ng tumbuhnya pengusaha
baru dapat diperkirakan keberhasilannya rendah. Sedangkan untuk membantu pengusaha yang sudah
ada dalam mengembangkan diri dan melakukan ekspansi, hanya mencakup jumlah kecil dari angg o ta
masyarakat. Untuk mencakup keduanya, pembinaan perlu mengembangkan format yang berbeda.
3) Sejauh mana komunitas dapat menjadi basis kegiatan usaha?
4) Pengejawantahan usaha, yang berbasis komunitas adalah koperasi, tetapi pertanyaannya adalah
mengapa harus berkoperasi, apa untungnya berkoperasi? Koperasi yang secara efektif berfungsi pada
136
karena memberi kemudahan pelayanan dan bukan karena solidaritas untuk pengembangan usaha
bersama.
5) Kampung pekerja.
6) Banyak kampung yang sebagian penghuninya adalah pekerja yang diupah, yaitu pekerja pabrik
maupun pekerja kantoran. Sedangkan usaha yang muncul adalah usaha untuk melayani pekerja
tersebut, berupa pemondokan, warung makan maupun warung untuk keperluan sehari -hari. Dengan
demikian usaha ini akan tergantung pada daya beli para pekerja itu sendiri.
7) Penekanan pada produksi berorientasi pasar yang jelas.
8) Dalam ekonomi pasar, usaha yang berhasil adalah usaha yang mampu mengembangkan pembelinya.
Permintaan ini tidak pernah atau jarang dijajaki dalam bina usaha ditingkat mikro dalam rangka bina
usaha di kampung. Akibatnya segala usaha itu akhirnya mandeg. Langkah yang berhasil justru banyak
dilakukan oleh usaha besar yang telah mampu mengenali serta mengakrabi permintaan dan
mendefinisikan secara jelas sifat pembelinya. Dalam posisinya yang seperti itu, pengusaha besar
kemudian membangun hubungan patron klien atau subkontrak.
9) Dengan beberapa catatan tersebut diatas, tampak bahwa apa yang dimaksud dengan bina ekonomi
dalam konteks perbaikan kampung belum tentu efektif dan tidak selalu dapat diterapkan di setiap
kampung apabila dasamya adalah komunitas. Pendekatan pada individu atau paling tidak rumah
tangga dalam pembinaan usaha mungkin masih layak diterapkan, tetapi hal ini jelas akan m endo ro ng
berkembangnya usaha dengan basis juragan pekerja. Secara ekonomi mungkin akan menunjukkan
pertumbuhan, artinya produksi dan pertukaran yang menghasilkan nilai tambah akan meningkat, tetapi
di lain pihak solidaritas dan peranan lembaga sosial akan menurun.
Bina Sosial
Istilah sosial sendiri mempunyai banyak makna tergantung dalam konteks apa istilah itu digunakan. Paling
tidak ada beberapa pengertian sebagai berikut:
1) Lawan individual. Kata sosial mengandung konotasi untuk kepentingan masyarakat bukan
perorangan. Tanah mempunyai fungsi sosial, artinya tanah tidak hanya untuk kepentingan
perorangan tetapi kepentingan masyarakat.
2) Lawan komersial. Dalam kalimat "pekerjaan ini bersifat sosial", mengandung arti bahwa pekerjaan
tersebut tidak ditujukan untuk mendapatkan untung.
3) Sifat perorangan, ketulusan membantu orang lain. Ini merupakan kelanjutan dari lawan komersial
seperti yang telah disebutkan diatas menjadi sifat dan sebutan seseorang seperti yang
diungkapkan dalam kalimat "ia orang yang berjiwa sosial".
4) Memberi kesenangan. Seperti yang digunakan dalam pergaulan sosial, kalimat taman mempunyai
fungsi sosial dapat diartikan memberikan kesenangan.
5) Lawan fisik biologis. Apabila disebut hubungan sosial itu artinya bukan hubungan fisik biologis.
Dalam hubungan sosial ini mengandung budi dan daya manusia berkaitan dengan pikiran serta
137
6) Lawan ekonomi. Dalam keuntungan ekonomi artinya belum tentu ada keuntungan sosial, dan
sebaliknya. Keuntungan sosial tidak melibatkan uang, produksi, dan has il-hasil fisik seperti halnya
dengan keuntungan ekonomi. Perkembangan kehidupan beragama, peningkatan kese hatan d an
pendidikan, serta perkembangan kesenian digolongkan sebagai keuntungan sosial dan bukan
keuntungan ekonomi.
Dengan berbagai pengertian tersebut, lalu apa yang dimaksud dengan bina sosial? Tampaknya dalam
praksis perbaikan kampung, manfaat sosial diartikan sebagai manfaat nonekonomis, sedangkan bina
sosial sejauh dapat dimengerti diartikan sebagai upaya membangun solidaritas sosial. Membangun
solidaritas sosial artinya membangun perasaan, norma, dan sikap bersama terhadap kondisi
lingkungannya. Dengan demikian solidaritas sosial ini akan menjadi energi untuk menjaga dan
mengembangkan lingkungannya.
Program yang diusulkan Usulan dan prioritas
Dalam rangka program pengembangan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan, maka program
yang diusulkan adalah sebagaimana yang terlampir pada matriks Program pada bagian akhir Laporan ini.
Pembiayaan proyek penyediaan pengelolaan Tingkat Kelayakan.
A. Kelayakan Teknis.
Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Perkotaan secara universal akan merupakan jembatan
yang diperlukan untuk menghubungkan secara layak berbagai kebijaksanaan di tingkat perencanaan ko ta
dengan produk-produk rancangan fisiknya seperti produk-produk arsitektur. Konsep Penataan Bang unan
atau yang lebih spesifik sebagai Urban desain merupakan penyambung antara perecanaan kota yang
bersifat dua dimensi dan perancangan arsitektural yang bersifat tiga dimensi. Jelas di sini konsepsi
Penataan Bangunan dan Lingkungan atau urban desain merupakan suatu perangkat panduan bagi
terwujudnya lingkungan binaan yang diharapkan akan tanggap terhadap berbagai isyu lingkungan baik itu
yang bersifat fisik maupun bukan.
Rancangan kota berkepentingan dengan kualitas ruang kota terutama yang berkaitan dengan kepentingan
umum dan itu merupakan sasaran utamanya. Kualitas ruang kota yang dimaksud adalah kualitas
fungsional, kualitas visual dan kualitas lingkungan, baik yang bersifat fisik, maupun sosial.
Sebagal jembatan antara perencanaan kota dan perancangan arsitektur (baik bangunan maupun ruang
-ruang luar diantaranya) maka jelas bahwa rancang kota maupun urban desain bukan merupakan suatu
produk akhir. Namun demikian, urban desain akan sangat turut menentukan kualitas dari produk akhimya
yaitu lingkungan binaan yang kita huni ini. Urban desain oleh karena itu harus dilihat sebagai suatu proses
yang memberikan arahan bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak yang sesuai dengan
138
Produk rancangan kota/urban desain merupakan serentetan kebijaksanaan pembangunan fisik yang
menyangkut, serta mengutamakan kepentingan umum. Kebijaksanaan pembangunan ini dirumuskan dari
sasaran pembangunan kota yang ingin dicapai, terutama yang menyangkut peningkatan kualitas
lingkungan hidup. Urban desain karena itu lebih berkepentingan dengan fenomena yang berlangsung di
dalam ruang kota dan tidak melulu melihat ruang kota itu sebagai obyek yang harus digarap.
Bukan aspek arsitektural kota yang diutamakan melainkan bagaimana seharusnya ruang kota itu
berfungsi, yakni akomodatif, adaptif, aspiratif, dan antisipatif. Dengan demikian urban desain merupakan
instrumen peremajaan kota yang dirumuskan sed emkian rupa sehingga instrumen tersebut mampu untuk
mempromosikan pengembangan yang positif dan bukan sebaliknya, seperti mempromosikan terwujud nya
perilaku urban yang baik.
Secara teknis konsep Penataan Bangunan dan Gedung di wilayah Kabupaten Kepulauan S iau
Tagulandang Biaro sangat memungkinkan dilaksanakan dengan pertimbangan :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang Kota dalam proses penyesuaian
secara fisik dan administrasi menyesuaiakan dengan perkembangan kebutuhan regulasi dan
perkembangan pembangunan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
2. Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro belum memiliki Perda Bangunan Gedung.
3. Belum dilakukan pendataan bangunan gedung secara menyeluruh.
4. Ketersediaan lahan yang masih luas dan memung kinkan untuk dikembangkan.
5. Adanya Masterplan Drainase dan Konsep Pengembangan Wilayah/Kota.
Bahwa kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan secara teknis selain dalam rangka peningkatan
kualitas lingkungan permukiman kumuh pada dasamya merupakan bagian dari penataan ruang,
khususnya aspek pengendalian tata ruang kota. Setiap penanganan kawasan, terutama kawasan
lingkungan permukiman pada dasamya merupakan suatu bagian dari pengelolaan ruang yang harus
selalu terintegrasi dalam konfigurasi tata ruang.
B. Kelayakan Sosial
Saat ini akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, maka pada beberapa tempat telah tumbuh beberapa
kawasan kumuh yang memerlukan perhatian untuk dilakukan revitalisasi. Secara hipotesis kota yang b aik
harus merupakan satu kesatuan sistem organisasi sosial yang akomodatif bagi seluruh lapisan warga, baik
yang bersifat fungsional, visual, maupun fisik, oleh karena itu maka kota tidak cukup hanya direncanakan
tetapi lebih dari itu, kota juga harus dirancang, terutama dalam skala mikro kota. Dalam skala mikro ini kita
akan dapat melihat lebih detail berbagai bentuk kegiatan masyarakat, baik yang bersifat formal maupun
nonformal di dalam ruang kota yang bersifat tiga dimensional. Dalam skala mikro ini pulalah apa yang
disebut kekumuhan kehidupan kota dapat dideteksi dengan lebih baik.
Permasalahan sosial ekonomi merupakan salah satu pendorong meningkatnya arus urbanisasi d ari d e sa
ke kota, dari daerah pinggiran ke pusat kegiatan ekonomi sehingga menumbuhkan lingkungan pemukiman
139
C. Kelayakan Lingkungan.
Konsep perencanaan wilayah di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro awalnya adalah sebuah
perencanaan wilayah yang tertata baik wilayah perkotaan dan perdesaan, namun dalam perjalanan waktu
saat ini telah tumbuh beberapa permukiman kumuh p ada lokasi yang awalnya direncanakan menjadi
kawasan Ruang Terbuka Hijau pada wilayah perkotaan. Selain itu pada kawasan tertentu di dalam kota
yang tadinya mempunyai peran yang cukup vital di dalam kehidupan ekonomi kota, kemudian meng alami
kemerosotan/kemunduran dan menjadi lebih kumuh oleh karena kondisi dari sarana dan prasarana
kawasan kota tersebut tidak dapat berfungsi lagi sebagai wadah yang layak bagi kegiatan masyarakat
kota.
Kondisi yang tidak menguntungkan ini apabila dibiarkan akan membawa damp ak negatif yang lebih luas
pada struktur kehidupan kota, terutama kawasan di sekitamya, seperti menurunnya kualitas lingkungan
kota yang pada gilirannya dapat mengakibatkan menurunnya nilai lahan, menurunnya penghasilan kota,
serta mendorong tumbuhnya tindak kejahatan, yang kesemuanya akan merupakan beban bagi kota.
Untuk itu maka melalui proses Penataan Bangunan dan Lingkungan Perkotaan, usaha untuk memvitalkan
kembali (revitalisasi) atau memberikan vitalitas baru kepada kawasan tersebut perlu dilakukan ag ar
kawasan tersebut dapat kembali menyumbangkan kontribusi yang positif kepada kehidupan ekonomi d an
sosial-budaya, dan tata lingkungan kota yang nyaman, aman dan indah.
Sebagai suatu konsep, maka kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota dalam pelaks anaannya
akan bersentuhan dengan kebijakan-kebijakan tentang alokasi lahan dalam skala mikro, sistem
keterkaitan antara elemen-elemen kota, penetapan tingkat intensitas pemanfaatan lahan, pengadaan
ruang terbuka dan tata hijau serta kebijakan tentang tata bangunan.
Disamping instrumen kendali tersebut, diperlukan pula adanya sistem kelembagaan yang akan mengelo la
proses penerapan detail mapun pembangunan fisiknya tidak menyimpang jauh dari kebijakan
pembangunan yang terkandung di dalam instrumen tersebut. Ini terutama sangat penting untuk kawasan
non-formal kota seperti kampung kota atau kawasan kumuh kota.
RPIJM
D. Kelayakan Ekonomi.
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang sangat cepat telah menyebabkan berbagai persoalan se rius
diantaranya adalah pemasalahan perumahan. Pemasalahan perumahan sering disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian bagi kaum mampu dan kaum tidak mampu di
perkotaan. Di samping itu sebagian kaum tidak mampu tidak menguasai sumber daya kunci untuk
menopang kehidupannya, sehingga kaum tidak mampu ini hanya mampu tinggal di unit-unit hunian sub
standar di
pemukiman yang tidak layak.
Pemasalahan perumahan di atas semakin memberatkan kaum tidak mampu ketika kebijakan investasi
pemanfaatan lahan mengikuti arus mekanisme pasar tanpa mempertimbangkan secara serius penting nya
140
semata-mata berpihak pada kaum mampu pada akhimya mendorong lingkungan pemukiman kaum tidak
mampu yang tidak layak ini terus mengalami penurunan kualitas dan rentan terhadap proses gentrifikasi.
Secara umum karakteristik pemukiman kumuh diwamai juga oleh tidak memadainya kondisi sarana dan
prasarana dasar seperti halnya suplai air bersih, jalan, drainase, jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat
pelayanan kesehatan, ruang terbuka, pasar dan sebagainya. Bahkan hampir sebagian besar rumah
tangga di lingkungan pemukiman kumuh ini mempunyai akses yang sangat terbatas terhadap pelayanan
sarana dan prasarana dasar tersebut.
Rendahnya kemampuan pelayanan sarana dan prasarana dasar ini pada umumnya disebabkan
kemampuan pemerintah yang sangat terbatas dalam pengadaan serta pengelolaan sarana dan prasarana
lingkungan pemukiman, kemampuan dan kapasitas serta kesadaran masyarakat juga terbatas pula.
Bahkan juga disebabkan pula oleh terbatasnya peran berbagai lembaga maupun individu atau pihak di
luar pemerintah, baik secara profesional atau sukarela dalam peningkatan pemasalahan sarana dan
prasarana dasar.
Pada umumnya sebagian besar penghuni lingkungan pemukiman kumuh mempunyai tingkat pe nd ap atan
yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Tingkat pendapatan yang
rendah ini menyebabkan tingkat daya beli yang rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk
mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar.
Di sisi lain, pada kenyataannya penghuni lingkungan pemukiman kumuh yang sebagian besar
berpenghasilan rendah itu memiliki potensi berupa tenaga kerja kota yang memberikan kontrib usi sang at
signifikan terhadap kegiatan perekonomian suatu kota. Aktivitas ekonomi di sektor infomal terbukti telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan produksi melalui sektor
infomal. Dengan demikian tingkat pendapatan penghuni lingkungan pemukiman kumuh yang rendah ini
merupakan pemasalahan yang serius keberlangsungan produktivitas suatu kota.
Secara ekonomi upaya Penataan Bangunan dan Lingkungan pada kawasan tertentu akan dapat
memberikan kontribusi bagi ekonomi Kota, dan upaya tersebut d apat tercapai melalui pengembangan tata
fungsional ruang didalam kawasan perencanaan, meliputi:
1. Peningkatan Kualitas Fungsi seluruh kawasan kawasan kota baik kawasan
Perdagangan/Pemerintahan/Pendidikan/jasa maupun kawasan Permukiman, berupa peningkatan
kualitas lingkungan melalui peningkatan prasarana dasar seperti jalan dan transportasi, ketersediaan
supply jaringan air bersih, drainase, jaringan pengolahan air limbah baik on-site system maupun
off-site system, dan pengolahan persampahan serta prasrana pendukung seperti ketersediaan jaringan
listrik, dan telekomunikasi.
2. Peningkatan Kualitas Fungsi Sosial dan Budaya, berupa alokasi ruang -ruang sebagai wadah kegiatan
sosial dan budaya masyarakat yang memadai seperti penyediaan ruang bersama, pertemuan, so cial
gathering, rekreasi, taman, olahraga tempat tempat apresiasi seni (panggung, museum, teather,
141
3. Peningkatan Kualitas Fungsi Ekonomi: formal dan informal berupa alokasi ruang ruang kota untuk
mendukung perkembangan dan pertumbuhan sektor ekonomi kawasan sebagai antisipasi tuntutan
kebutuhan lahan pengembangan.
Peningkatan Kualitas Fungsi Wisata : bidang transportasi Sungai, beserta rangkaian itineraries berupa
diversifikasi produk, peningkatan daya dukung lingkungan, penyediaan prasarana (limited development)
dan penguatan jaringan promosi dan pemasaran paket-paket pariwisata yang berdaya jual tinggi dan
spesifik.
142
Tabel 7.7 Matriks Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
skala prioritas dengan
memperhatikan kriteria
kesiapan daerah.
Selengkapnya usulan
program pengembangan
permukiman Kabupaten
Sitaro tersaji pada Tabel
:KEGIATAN/OUTPUT/SUB
OUTPUT/NAMA PAKET
KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT PEMANFAAT (Jiwa/Ha)
SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-
TAHUN Rp.
MURNI
APBD PROV.
APBD KAB / KOTA
SWASTA Masy DAK
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pembinaan dan
Pengembangan Penataan
Bangunan - - - - - 10.000.000 0 0 0 0 0 -
Penyelenggaraan
Bangunan Gedung - - - - - 2.500.000 0 0 0 0 0 -
Pembangunan Bangunan
Gedung Pusaka - - - - - 2.500.000 0 0 0 0 0 -
Sarana dan prasarana
Penataan Lingkungan
Permukiman
SIAU
TAGULANDANG
BIARO
LAMANGGO /
143
Tradisional/Bersejarah
Revitalisasi dan
Pengembangan Kawasan Tematik Perkotaan
- - - - - 7.500.000 0 0 0 0 0 -
Penataan Kawasan Pengembangan Kota Hijau
- - - - - 7.500.000 0 0 0 0 0 -
Sarana dan prasarana
Penataan Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
SIAU
TAGULANDANG
BIARO
BALEHUMARA /
TAGULANDANG 312
Ha Ha 0 2.500.000 0 0 0 0 0 2018
Sarana dan prasarana
Penataan Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
SIAU
TAGULANDANG
BIARO
PANIKI / SIAU
BARAT 670
Ha Ha 0 2.500.000 0 0 0 0 0 2020
Sarana dan prasarana
Penataan Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
SIAU
TAGULANDANG
BIARO
TARORANE /
144 7.3 SEKTOR PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Kondisi Pelayanan Air Minum Perpipaan dan Non Perpipaan
Penyediaan air minum Kabupaten Kepulauan SITARO terdiri dari sistem perpipaan yang dikelola oleh
PDAM, UPTD Air Minum, dan PT. Air Minum, dan sistem non perpipaan. Data cakupan pelayanan air
minum yaitu Kondisi Pelayanan Air Minum Kabupaten Kepulauan SITARO adalah sebagai berikut .
Tabel 7.8 Kondisi Pelayanan Air Minum Perpipaan& Non Perpipaan
KAB/KOTA
Sumber: BPS Sulut, Setker SPAM Provinsi Sulawesi Utara
Capaian pelayanan air minum Provinsi Kabupaten Kepulauan SITARO pada Tahun 2014 untuk
jaringan perpipaan adalah sebesar 6 %, untuk jaringan non perpipaan adalah sebesar 87,68 %.
Total Capaian pelayanan air minum Kabupaten Kepulauan SITARO pada Tahun 2014 adalah
93,68%.
Salah satu instansi yang memberikan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan air minum adalah
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah ini adalah tabel tentang Data Pelayanan PDAM
Kabupaten/Kota.
Tabel 7.9 Pelayanan PDAM Kabupaten/ Kota
No Kabupaten/Kota Kinerja
145
11 BOLSEL Non PDAM N/A
12 MANADO Kurang Sehat 19 45 6945
13 BITUNG Kurang Sehat 165 60,6 7820
14 TOMOHON Kurang Sehat 14 68,7 3137
15 KOTAMOBAGU Non PDAM 7777
Sumber: Satker SPAM Provinsi Sulawesi Utara
Di Kabupaten Kepulauan SITARO sendiri, kinerja PDAM tergolong kurang sehat, dengan idle capacity
mencapai 37 liter per detik.
Potensi Air Minum di Kabupaten Kepulauan SITARO
Berdasarkan hasil survey dan analisa yang telah dilakukan oleh konsultan dapat disimpulkan bahwa
sumber air permukaan dari Danau Kapeta merupakan pilihan prioritas pertama sebagai sumber air baku
yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum masyarakat Kabupaten Siau.
Untuk kebutuhan air minum IKK Tagulandang dapat dimanfaatkan mata air Kuta dan mata air Kalipupu
dengan kapasitas masing masing 15 l/det.
Hal tersebut dikarenakan secara kuantitas air permukaan lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan air
tanah. Meskipun demikian secara kualitas ada beberapa sumber air permukaan yang memerlukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Tabel 7.10 Lokasi dan kapasitas mata air Baku di Kabupaten Kepulauan Sitaro
No Sumber Lokasi Air Baku
Gravitasi (lt/dt)
Distrib usi Pompa (lt/dt) I.Siau Timur
Mata Air Akesembeka 6 5
Mata Air Akesembeka 4 3
Mata Air Akesembeka 5 -
II.Siau Barat
Mata Air Peling 2 1.5
III.Tagulandang
Mata Air Minanga 5 3