• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN PERMUKIMAN"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

113

Bab 7

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya

7.1 SEKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN

KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses

kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan

berkeadilan sosial. Sistem permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro memiliki

karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan dua wilayah kabupaten kepulauan lainnya di Sulawesi Utara.

Pada umumnya permukiman membentuk pola linier dan berada di sepanjang pesisir yang mendekati ruas

jalan, sebagian kecil berada di tengah pulau dan memiliki orientasi pada pusat-pusat permukiman di

bagian pesisir. Tingkat kerapatan bangunan sangat tinggi terlihat di pusat-pusat permukiman seperti di Ulu

dan Ondong. Keberadaan ruang terbuka di pusat permukiman ini sangat kurang. Ini d ikarenakan sebagian

besar rumah-rumah penduduk mendekati ruas jalan sehingga sempadan bangunan terbatas/sempit.

Seluruh permukiman perdesaan yang berada di pesisir pada umumnya merupakan produsen hasil laut,

namun tidak semua penduduk yang tinggal dan bermukim di pesisir bekerja sebagai nelayan. Banyak

penduduk meninggalkan tempat bermukim mereka dan pergi ke kota untuk bekerja baik d i se kto r fo rmal

maupun non formal. Hal yang sama ditunjukan pada permukiman perdesaan yang menempati wilayah non

pesisir. Produksi pertanian tanaman pangan yang dihasilkan tidak dijual karena produksi yang dihasilkan

masih terbatas untuk konsumsi lokal saja –untuk komoditas tertentu seperti pala, cengkih dan kopra menjadi komoditi unggulan yang diperdagangkan keluar wilayah kabupaten–. Berbeda halnya dengan produksi perkebunan, produksi yang dihasilkan dibawa untuk dijual keluar wilayah.

PERMASALAHAN DAN TANTANGAN

Kenyataan menunjukkan bahwa urusan perumahan dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber

permasalahan yang seakan tidak berujung (the endless problems) bagi sebagian besar pemerintah

Daerah, hal ini ditunjukkan antara lain oleh :

1) Berkembangnya penguasaan lahan skala besar oleh banyak pihak yang tidak disertai dengan

(2)

114

2) Pemberian perijinan penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman yang

umumnya belum dilandasi pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.

3) Belum terorganisasikannya perencanaan dan pemograman pembangunan perumahan dan

permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumberdaya pembangunan dan

kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

4) Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman, yang nampaknya belum menjadi

prioritas bagi banyak pemerintah Daerah karena berb agai sebab dan keterbatasan.

5) Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah termasuk

hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

6) Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi, pemb iayaan

dan kelembagaan masih memerlukan pengaturan yang dapat mengakomodasi muatan dan

kapasitas lokal.

7) Tidak seimbangnya pembangunan Desa dan Kota yang telah menumbuhkan berbagai

kesenjangan sosio-ekonomi, akibatnya desa menjadi kurang menarik dan dianggap tidak cukup

prospektip untuk dihuni sedang kota semakin padat dan tidak nyaman untuk dihuni.Ke

8) kurangsiapan dalam mengantisipasi kecepatan dan dinamika pertumbuhan fisik dan fungsional

kawasan perkotaan, sehingga kawasan kumuh tumbuh sejalan dengan berke mbangnya

pusat-pusat kegiatan ekonomi.

Secara garis besar permasalahan di bidang Pembangunan Permukiman adalah :

• Masih luasnya kawasan kumuh,

• Masih terbatasnya Prasarana Sarana Dasar pada Daerah Tertinggal, Pulau Kecil, Daerah Terpencil, dan Kawasan Perbatasan

• Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tujuan pokok pembangunan permukiman perkotaan adalah meningkatkan ketersediaan rumah dan

permukiman yang terjangkau oleh masyarakat perkotaan berpend apatan rendah, meningkatkan sistem

permukiman yang teratur layak huni, yang dapat mendukung produktivitasnya dan kreativitas masyarakat.

Permasalahan utama ketersediaan hunian di permukiman perkotaan (Raharjo, 2010) adalah :

a) Tingginya kebutuhan tempat tinggal, tempat usaha dan tempat berproduksi beserta prasarana

dan sarana pendukungnya.

b) Bagi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat miskin

c) Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana air limbah, persampahan, drainase dan

penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial

serta taman dan jalur hijau.

Tantangan pokok yang dihadapi dalam mengatasi permasalahan permukiman perkotaan (Raharjo, 2010)

(3)

115

a) Menciptakan sistem ketersediaan hunian yang mantap bagi masyarakat berpendapatan rendah

dan masyarakat miskin.

b) Meningkatkan pembangunan dan pelayanan prasarana dan sarana permukiman.

c) Menciptakan iklim usaha yang sehat, kompetitif dan dinamis dalam pembangunan permukiman

perkotaan.

d) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kerjasama investasi pembangunan dan manajemen

pelayanan prasarana dan sarana permukiman.

e) Menerapkan standar keselamatan bangunan dan keamanan bangunan, menegakkan hukum

dalam penataaan bangunan dan lingkungan.

f) Menyelamatkan dan memugar bangunan bersejarah dan perkampungan kumuh.

Dari data di lapangan terlihat, bahwa dari segi kuantitas sudah banyak pengembang yang telah mengantongi ijin dan bahkan sudah melakukan pengesahan rencana tapak (site plan) meskipun masih

terdapat beberapa lokasi yang oleh karena beberapa sebab belum dapat direalisasikan pembangunannya,

sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah tanah terlantar. Hal ini masih dimungkinkan bertambah

dengan adanya permohonan baru dari pengembang lainnya yang akan membangun perumahan di

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.

Oleh karena itu, di masa mendatang aspek kualitas harus menjadi perhatian dan pertimbangan dalam pembangunan perumahan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Dalam upaya mengurangi

permasalahan seminimal mungkin dan meningkatkan kualitas permukiman maka dalam penataan

pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, telah

diterapkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut diharapkan tidak terlalu membebani pengembang

selaku badan usaha yang mengembangkan investasinya di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang

Biaro namun justru sebaliknya dalam jangka panjang akan terwujud lingkungan perkim yang sehat, aman,

lestari dan berkelanjutan.

Beberapa kebijakan yang diterapkan terhadap pengembang perumahan di Kabupaten Kepulauan Siau

Tagulandang Biaro saat ini antara lain :

1. Ketentuan luasan kapling minimal yaitu 200 m2

2. Menyediakan Damija (Daerah Milik Jalan) di lingkungan perumahan minimal 8 m,

3. Menyediakan sumur resapan/kolam resapan (mini bozem) dalam rangka pengendalian banjir di

lingkungan perumahan dan sekitarnya.

Adapun alasan diterapkannya kebijakan tersebut di atas adalah :

1. Ketentuan minimal 200 m2 yaitu :

a. Memungkinkan terwujudnya perumahan tumbuh,

b. Terwujudnya rumah sehat (sirkulasi udara lebih baik, aspek pencahayaan dan sirkulasi udara

(4)

116

c. Dari hasil pengamatan kapling dibawah 200 m2 cenderung kumuh,

d. Kenyataan bahwa kawasan hunian dengan kapling kecil tidak mampu mendorong pertumbuhan

ekonomi lokal secara signifikan,

e. Data di lapangan menunjukkan bahwa stock rumah kapling kecil masih banyak yang belum laku,

f. Dengan kapling diatas 200 m2 ada upaya Pemerintah Kabupaten untuk dapat mengangkat

standard kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik

g. Dengan berkembangnya hunian kapling kecil mengakibatkan beban yang harus ditanggung

Pemerintah Kabupaten menjadi lebih besar terutama dalam sektor penyediaan infrastruktur

seperti ; penyediaan air bersih, jaringan jalan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana

pengelolaan limbah domistik, fasilitas sosial budaya dsb.

h. Merupakan tanggungjawab moral Pemerintah Kabupaten untuk menjadikan hunian yang layak

dan nyaman.

2. Lebar jalan minimal 8 m yaitu :

a. Untuk keleluasaan dan kelancaran sistem transportasi di dalam lingkungan perumahan,

b. Mendorong terwujudnya estetika lingkungan yang lebih baik,

c. Dapat meningkatkan status sosial ekonomi penghuni perumahan,

d. Menghilangkan kesan kumuh.

A. Alternatif pemecahan dan rekomendasi

Perkiraan kebutuhan fasilitas rumah didasarkan pada perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan

Siau Tagulandang Biaro sampai dengan tahun 2014. Sedang kebutuhan luas lahan untuk setiap rumah

dibedakan pada kelas rumah yaitu rumah mewah, sedang dan sederhana dengan rata-rata setiap persil

seluas 200m2, dan setiap kepala keluarga (KK) terdiri dari 5 jiwa. Hal ini juga didasarkan pada tingkat soial

ekonomi masyarakat Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang dibedakan menurut kriteria

BKKBN yaitu : Pra-Sejahtera, Sejahtera-1, Sejahtera-2, Sejahtera-3 dan Sejahtera-3+.

Mengingat ketersediaan lahan yang masih luas dan harga lahan yang relatif murah di Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, maka luasan kapling rumah untuk masing -masing kelas tersebut

dibedakan sebagai berikut :

a) Kapling besar (tipe I) : minimum > 600 m2

b) Kapling sedang (tipe II) : minimum 600 m2

c) Kapling kecil (tipe III) : minimum 200 m2

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Sesuai dengan Panduan Pengembangan Permukiman untuk penyusunan RPIJM, usulan dan prioritas

program pembangunan sistem infrastruktur sesuai dengan prioritas program, meliputi kegiatan :

(5)

117

 Pembangunan saluran air hujan lingkungan (saluran yang menampung air hujan dari rumah – rumah)

 Pembangunan jaringan – jaringan air minum perpipaan (jaringan distribusi ke rumah – rumah)pengembangan sistem pengolahan air limbah

Dari hasil analisis dan kajian untuk pengembangan permukiman di Kabupaten Kepulauan Siau

Tagulandang Biaro, maka prioritas untuk pengembangan permukiman sampai tahun 2014 adalah sebag ai

berikut:

a) Pengembangan pusat-pusat pemukiman;

Beberapa pertimbangan dalam perumusan rekomendasi pusat-pusat pertumbuhan wilayah adalah

sebagai berikut :

 Prospek pengembangan ekonomi atau produksi pada satuan wilayah tertentu yang mempunyai

kesamaan ataupun saling berkaitan sehingga dapat memacu pertumbuhan selanjutnya. Sejalan

dengan perkembangan ekonomi tersebut, kemudian secara fisik membentuk kesatuan

pemanfaatan ruang yang memudahkan bagi perkembangan lebih lanjut

 Kebijaksanaan dalam pengembangan dan penyebaran penduduk atau permukiman yang dapat

mengarahkan tekanan penduduk secara seimbang

 Pola interaksi internal dan eksternal yang akan berlangsung sehingga membentuk pola penjalaran

perkembangan antar bagian wilayah

 Sistem pusat-pusat atau nodal system yang telah menampakkan kecenderungan pola pelayanan

terhadap wilayah.

 Jaringan transportasi, terutama adalah jaringan jalan yang akan me nghubungkan antar wilayah

pertumbuhan dengan wilayah-wilayah sekitarnya, maupun dalam masing-masing wilayah

pertumbuhan tersebut.

b) Penataan dan peremajaan kawasan;

c) Pengembangan kawasan permukiman baru; dan

Pengembangan KASIBA/LISIBA.

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan

(6)

118

skala prioritas dengan memperhatikan kriteria kesiapan daerah. Selengkapnya usulan program pengembangan permukiman Kabupaten Sitaro tersaji pada Tabel :

Tabel 7.1 Matriks Sasaran Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

KEGIATAN/OUTPUT/SUB

OUTPUT/NAMA PAKET KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT

PEMANFAAT (Jiwa/Ha)

SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-

(7)
(8)
(9)

121 7.2 SEKTOR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

ISU STRATEGIS PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah,

RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi,

b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian

terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan

berkelanjutan.

Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai

peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia.

Karena itu penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungannya perlu diatur dan dibina demi

kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan

bangunan gedung yang andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena

itu, pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam

penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari

upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik

diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak

huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :

1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni,

berjati diri, serasi dan selaras

2) Memberdayakan masyarakat agar rnandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan

berkelanjuta

Permasalahan penataan bangunan

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara

lain:

1.Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.

(10)

122

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

 Proses pemberiaan Perijinan IMB yang tidak sesuai dengan Perda RDRTK.

 Banyak bangunan tanpa IMB.

 Banyak bangunan yang dibangunan melanggar Garis Sempadan Bangunan.

2.Permasalahan dan tantangan di bidang Gedung.

 Banyaknya Bangunan Gedung Pemerintah yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

 Masih banyaknya aset Pemerintah Daerah yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36

Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan

Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan

gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat. Namun dalam pelaksanaannya d i

lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belum menindak lanjutinya sebagaimana mestinya,

sebagaimana terlihat dari ;

1. Pemerintah Kabupaten sampai saat ini masih belum memiliki Peraturan Daerah Tentang Bangunan

Gedung yang mengacu dan sesuai dengan Undang -Undang Bangunan Gedung.

2. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro belum memiliki atau melembagakan

institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan

bangunan dan lingkungan;

3. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro masih belum

menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama

bangunan yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;

4. Pemerintah Kabupaten belum memiliki dan menyusun manajemen pencegahan kebakaran serta

belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya

kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat;

5. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang

cacat;

6. Sampai saat ini Pemberian perijinan dan pembangunan gedung belum didasarkan pada Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan;

7. Belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk

mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkung an permukiman yang

(11)

123

Landasan hukum

Landasan hukum dalam penanganan penataan bangunan dan gedung, antara lain.

1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman

2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

5) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

7) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat.

8) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

9) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap

Bangun yang berdiri sendiri .

10) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

11) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

12) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas , Fungsi, Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

13) Peraturan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor

9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Negara Republik Indonesia.

14) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08 Tahun 1996 tentang Rencana Pembangunan

dan Pengembangan Perumahan dan Permukikan di daerah.

15) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 02/ Permen/ M/ 2005 Tahun 2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perumahan Rakyat.

16) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987, dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 30

Tahun 1990 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial

Perumahan Kepada Pemerintah Daerah

Analisis permasalahan dan rekomendasi

Analisis kebutuhan penataan bangunan dan lingkungan A. Aspek planologis dan arsitektur kota

1. Ketentuan Planologis

Ketentuan ini mengatur agar setiap perencanaan fisik kota yang dimohonkan :

a. Sesuai dengan jenis peruntukan dan penggunaan yang ditentukan

b. Memenuhi/atau tidak melampaui Batasan Intensitas Bangunan yang ditentukan

c. Jaringan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki (pedestrian) tersedia dengan baik sesuai yang

(12)

124

d. Memenuhi penyediaan fasilitas pendukung dan atau fasilitas umum sesuai ketentuan termasuk juga

sarana untuk transportasi umum, shelter, jembatan penyeberangan dan sebagainya bila diperlukan.

e. Memenuhi ketentuan-ketentuan tentang kehandalan bangunan gedung (UUBG No. 28 tahun 2002

tentang Bangunan Gedung) dalam persil maupun lingkungan di sekitarnya.

f. Memperhatikan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan pada kawasan tersebut.

2. Pertimbangan Arsitektur Kota dan Lingkungan

Pertimbangan ini bertujuan untuk memberikan arah agar hasil perencanaan fisik dapat optimal pada

pembentukan ruang-ruang kota, yang antara lain mencakup tentang: jenis pemakai, jenis peruntukan,

fungsi bangunan gedung, daerah perencanaan dan intensitas.

B. Arahan Ketingglan Bangunan dan Intensitas Ruang

Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur dari rata-rata

permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring, atau sampai puncak dinding atau parapet;

dipilih yang tertinggi (Departemen Pekerjaan Umum, 1987). Arahan ketingg ian bangunan di kawasan

perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai

berikut:

1. Memperhatikan ketinggian ambang landasan untuk setiap jenis area KKOP Bandara yang telah

ditetapkan.

2. Batasan ketinggian bangunan menggunakan satuan meter yang diukur dari jalan utama yang

berhimpitan dengan kavling sebagai titik awal pengukuran (level 0). Hal ini dilakukan untuk

menghindari kesalahan interpretasi terhadap istilah lantai atau tingkat yang digunakan dalam

pengajuan perijinan.

3. Apabila pada suatu lokasi terdapat lebih dari satu nilai ketetapan batasan ketinggian bangunan, maka

nilai ketetapan batasan ketinggian bangunan paling besar yang menjadi arahan untuk ketinggian

bangunan yang baru dan berlaku pada keseluruhan lingkup lokasi tersebut.

4. Apabila terdapat pelampauan ketinggian bangunan, maka pengenaan denda/sanksi pelampauan

ketinggiannya diperhitungkan secara proporsional terhadap luas lantai yang melanggar tersebut.

Arahan intensitas ruang di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: penetapan

besaran Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, dan Koefisien Dasar Hijau untuk setiap

kegiatan pemanfaatan ruang yang dikembangkan.

1. Koefisien Dasar Bangunan (KDBJ adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara

seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

dikuasai sesuai dengan rencana yang ditetapkan. KDB diperlukan untuk membatasi luas lahan yang

tertutup perkerasan, sebagai upaya melestarikan ekosistem.

2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai

(13)

125

dengan rencana yang ditetapkan. KLB ditetapkan sesuai dengan rencana intensitas penggunaan

lahan yang sekaligus dapat membatasi ketinggian bangunan. Dalam prakteknya, ada perbedaan

yang mendasar mengenai konsep penetapan KLB pada pembangunan sistem kavling dengan

pembangunan pada superblok. KLB rata-rata diberlakukan untuk keseluruhan lahan kawasan

perencanaan dan bukan untuk masing-masing sub-blok seperti pada pembangunan biasa (sistem

kavling).

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah lahan

terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas tanah/daerah perencanaan

yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan

Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan

Ruang, KDB dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. KDB sangat tinggi,yaitu KDB >75%;

b. KDB tinggi, yaitu KDB antara 50%-75%;

c. KDB sedang, yaitu KDB antara 20%-50%;

d. KDB rendah, yaitu KDB antara 5%-20%; dan

e. KDB sangat rendah,yaitu KDB <5%.

Tabel 7. 2 Klasifikasi KLB dan ketentuan jumlah lantai

Arahan KLB di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berdasarkan klasifikasi KLB

tersebut dan dirinci menurut fungsi peruntukan dan jenis bangunan adalah sebagai berikut:

1. KLB sangat rendah (maksimum 2 x KDB), diarahkan untuk:

a. Perumahan taman.

b. Perumahan renggang.

c. Kegiatan komersial umum, ritel skala kecil maupun. besar/ renggang, pertokoan tunggal, serta

pusat belanja.

2. KLB rendah (maksimum 4 x KDB), diarahkan untuk kegiatan komersial umum, berupa rumah toko

deret dengan menyediakan fasilitas hunian. KLB sedang (maksimum 8 x KDB), diarahkan untuk:

a. Kantor pemerintah, baik pusat maupun provinsi/kota, baik tunggal maupun komplek.

b. Kegiatan perkantoran umum deret.

c. Kegiatan perkantoran umum, berupa rumah-kantor deret dengan menyediakan fasilitas hunian.

(14)

126

3. KLB sangat tinggi (maksimum 20 x KDB), diarahkan untuk:

a. Perumahan susun kepadatan rendah.

b. Kedutaan atau perwakilan asing.

c. Kegiatan perkantoran umum renggang, baik kantor tunggal maupun komplek (pusat bisnis).

Ketentuan ruang terbuka hijau di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dimana setiap penghuni

atau pihak yang bertanggung jawab atas rumah/bangunan atau persil yang terbangun diwajibkan untuk

menghijaukan lapangan atau persil yang dimaksud kan tanaman pohon pelindung, perdu, semak

tanah/rumput serta memeliharanya sesuai arahan ketinggian bangunan dan yang di Kawasan Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro jenis fungsi peruntukan ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 7. 3 Arahan Ketinggian Bangunan dan Intensitas Ruang di Kawasan Perkotaan

Sumber : Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation] Kawasan

(15)

127

Tinggi maksimum per lantai bangunan adalah 5 meter (sesuai dengan asumsi tinggi bangunan per lantai

dalam Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, 2002 yang dimuat pada

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan

Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang).

Ketinggian bangunan maksimum adalah ketinggian total bangunan + tinggi atap. Asumsi tinggi atap untuk

masing- masing bangunan adalah maksimum 3 meter.

C. Arahan Perpetakan Bangunan

Arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berisi

tentang pengaturan petak-petak peruntukan untuk setiap kegiatan pemanfaatan ruang yang

dikembangkan. Arah perpetakan bangunan harus ditetapkan secara tegas dan jelas. Hal ini dilakukan

untuk mengatur agar fungsi-fungsi dengan luasan petak (kavling) tertentu saja yang ada di kawasan

tersebut. Sehingga, kawasan yang diatur tidak memiliki percampuran besaran kavling yang ekstrim yang

nantinya akan berpengaruh kepada kepadatan kawasan.

Arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro

ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: perpetakan yang telah ada, pola penanganan

kawasan yang dipilih, mengantisipasi besarnya kebutuhan prasarana dan sarana/fasilitas pada lahan

tersebut, aspek akomodatif terhadap aspirasi masyarakat, serta batasan luas bangunan yang dapat

dibangun terkait dengan ketentuan sempadan bangunan dari lingkungan yang b ersangkutan. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, arahan perpetakan bangunan di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau

Tagulandang Biaro harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah diatur di dalam

rencana tata ruang.

2. Apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah

belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki.

3. Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau disikukan, untuk

memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut diukur dari titik pertemuan garis

perpanjangan sudut tersebut dan luas persil diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya.

4. Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak

didalam dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan,

serta memenuhi persyaratan teknis yang telah ditetapkan.

5. Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besarnya KDB/KLB di antara perpetakan

berdekatan dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan keserasian lingkungan.

6. Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besamya KDB dan KLB bagi perpetakan

(16)

128

Arahan perpetakan bangunan di Kawasan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro diterapkan

pada 3 (tiga) jenis kawasan fungsi yaitu kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, serta

kawasan ruang terbuka. Aturan yang diacu dalam menetapkan arahan perpetakan bangunan ini adalah

Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zonning Regulation] Kawasan Perkotaan dari

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

D. Kawasan Permukiman

Jenis bangunan yang diperbolehkan pada kawasan permukiman di Kawasan perkotaan Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: hunian tunggal (bangunan rumah tunggal harian, rumah

peristirahatan/villa, rumah 128ndu, rumah kantor, 128ndustry rumah tangga/home industry, dan rumah

dinas) dan hunian komunal. Selain itu, kawasan permukiman ini dapat dilengkapi pula dengan sarana

pelayanan sosial dan ekonomi yang terbatas untuk melayani kebutuhan harian dengan skala pelayanan

lingkungan perumahan. Jenis bangunan dalam kawasan permukiman di Kawasan perkotaan Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur perpetakannya secara khusus adalah:

1. Perumahan Taman, yaitu: perumahan yang berkarakter hunian pedusunan atau rumah taman, dengan

pelengkap kebun pertanian atau taman.

2. Perumahan Renggang, yaitu: perumahan yang ditempati oleh unit-unit hunian untuk keluarga tunggal

dengan peletakan bangunan renggang, yang bukan taman dan juga tidak ditata secara rapat.

3. Perumahan Susun Kepadatan Rendah, yaitu perumahan susun yang memiliki karakter kepadatan

rendah.

Arahan perpetakan bangunan pada kawasan permukiman kawasan perkotaan di Kabupaten Kepulauan

Siau Tagulandang Biaro secara rinci ditunjukkan pada tabel berikut:

(17)

129

Konsepsi terencana dan tidak terencana tentang pengembangan daerah permukiman dan perumahan di

perkotaan dihadapkan dengan kebutuhan sarana dan prasarana yang tidak seimbang dengan tingkat

pertumbuhan penduduk. Hal seperti ini tentu merupakan akibat perkembangan yang wajar pada suatu

kota, dimana elemen-elemen perkotaan tumbuh secara alamiah yang pada umumnya tidak terkontrol.

Dengan demikian, sebagaimana yang telah direkomendasikan dalam RTRW, untuk sekarang dan di masa

yang akan datang adalah tepat untuk memecahkan masalah perumahan dengan menerapkan apa yang

dikatakan sebagai konsepsi unit lingkungan perumahan dan tentunya pula harus didasarkan pada :

a) fungsi dan pertumbuhan kota,

b) struktur kota rang ada,

c) tingkat pelavanan fasililtas yang tersedia,

d) permasalahan lingkungan perumahan.

Dalam konsep pengembangan lingkungan perumahan tersebut menuntut adanya suatu lingkungan

perumahan yang dapat menyediakan suasana nyaman, indah, sehat, aman. Konsepsi suatu lingkungan

perumahan secara umum akan mencakup beberapa hal yaitu :

1) luas areal dari masing-masing unit lingkungan,

2) tersedianya fasilitas penunjang,

3) desain lingkungan yang sesuai dengan keadaan daerah.

Berdasarkan tujuan konsep tersebut maka diperlukan langkah preventif untuk menciptakan lingkungan

melalui upaya-upaya :

a. Pengaturan kepadatan penduduk dan perumahan setiap rencana BWK.

b. Mempunvai kemudahan akses/hubungan dengan komponen kota atau kegiatan lainnya.

c. Pelayanan dasar bagi kebutuhan penduduk harus mudah dicapai, artinya mempunyai fasilitas

lingkungan yang dapat menyediakan/memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari.

d. Tersedianva lahan/ruang yang potensial bagi kebutuhan perumahan tersebut.

Konsepsi lingkungan perumahan yang akan diterapkan yaitu melalui suatu penyesuaian dengan melihat

kejadian dan kebiasaan yang terdapat di kawasan perkotaan. Penyesuaian tersebut, dipengaruhi oleh

beberapa faktor :

a) tersedianya lahan yang potensial,

b) upaya pemecahan masalah yang ada,

c) upaya pemecahan distribusi penduduk secara merata di seluruh kawasan perkotaan.

Lingkungan Perumahan Homogen, adanya pengaruh-pengaruh di atas, serta adanya perbedaan status

sosial penduduk akibat perbedaan pendapat, sehingga kebijaksanaan rencana pengembangan dan

masalah tersebut akan ditentukan beberapa alternatif konsep pada lingkungan perumahan sebagai berikut

(18)

130

1. Lingkungan Perumahan Homogen, adalah komposisi penduduk pada tiap lingkungan

perumahan mempunyai proporsi/perbandingan yang tetap antara penduduk

berpendapatan tinggi, menengah dan rendah. Ukuran besaran tiap lingkungan

perumahan seperti ini relatif sama, karena kebutuhan ruangnyapun secara tidak langsung

akan tetap sama antara lingkungan yang satu dengan yang lainnya. Adapun faktor

pengikat sosial di antara mereka diharapkan dapat berwujud pusat lingkungan yang

penempatannya sedemikian rupa sehingga lokasinya mudah untuk dicapai.

2. Lingkungan Perumahan Heterogen, adalah setiap lingkungan perumahan hanya ditempati

oleh satu golongan penduduk yang berpendapat sama atau setiap lingkungan perumahan

ditempati oleh penduduk dari berbagai golongan tingkat pendapatan yang tersebar d alam

wilayah perencanaan. Ukuran luas setiap lingkungan tersebut akan berbeda antara

lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain karena adanya perbedaan kebutuhan

ruang yang diperlukan oleh setiap lingkungan. Namun demikian fasilitas pelayanannya

tetap sama berdasarkan standar yang lazim digunakan.

E. Kawasan Perdagangan dan Jasa

Jenis bangunan yang diperbolehkan pada kawasan perdagangan dan jasa di Kawas an perkotaan

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro meliputi: bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir):

toko, warung, tempat perkulakan, serta pertokoan; bangunan perkantoran: kantor swasta/pemerintah dan

niaga; bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, serta penginapan; bangunan

penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, serta gudang; bangunan tempat pertemuan: aula dan

tempat konferensi; serta bangunan pariwisata dan area bermain. Jenis bangunan dalam kawasan

perdagangan dan jasa di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur

perpetakannya secara khusus adalah:

1. Bangunan Pemerintah, yaitu:

a. Kantor pemerintah, baik pusat maupun provinsi/kota, baik tunggal maupun komplek.

b. Kantor perwakilan asing (direncanakan).

2. Bangunan Perkantoran, yaitu:

a. Kegiatan perkantoran umum renggang, baik kantor tunggal maupun komplek (pusat bisnis).

b. Kegiatan perkantoran umum deret.

c. Kegiatan perkantoran umum, berupa rumah-kantor deret dengan menyediakan fasilitas hunian.

3. Bangunan Pertokoan, yaitu:

a. Kegiatan komersial umum, ritel skala kecil maupun besar/renggang, pertokoan tunggal, serta pusat

belanja.

b. Kegiatan komersial umum, berupa ritel dan manufaktur terbatas/deret.

(19)

131

F. Kawasan Ruang Terbuka

Dalam rangka mendukung fungsinya sebagai ruang terbuka kota, maka upaya pembangunan yang

dilakukan pada kawasan ruang terbuka harus dapat memberikan perlindungan dengan memperhatikan

konservasi tanah dan air melalui pengaturan kepadatan bangunan, vegetasi, dan sumur resapan.

misalnya ruang terbuka di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yang diatur

perpetakannya secara khusus adalah: . Ruang Terbuka Lindung, meliputi:

a. Cagar budaya, kawasan rawan bencana.

b. Sempadan sungai/situ/mata air.

Ruang Terbuka Hijau Binaan, meliputi:

a. Taman kota.

b. Pemakaman umum.

C. Jalur hijau, yang berfungsi sebagai filter dari daerah-daerah industri dan daerah-daerah yang

menimbulkan polusi, seperti: kawasan sempadan jalur kawat listrik, kawasan sempadan gas, serta

kawasan sempadan rel kereta api (bila dikembangkan). Ruang Terbuka Tata Air, meliputi: situ dan wad uk.

Dalam hal ini, pembangunan yang diijinkan adalah yang tidak akan membentuk suatu keadaan yang

membahayakan atau merintangi pengaliran air.

Arahan perpetakan bangunan pada kawasan ruang terbuka di Kawasan perkotaan

secara rinci ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 7. 5 Arahan Perpetakan Bangunan pada Kawasan Ruang Terbuka

Selain itu, arahan penataan ruang terbuka hijau juga harus mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Nomor 14 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

(RTH). Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat

(20)

132

disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan

dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Pengaturan luasan ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau di wilayah perkotaan dilakukan berdasarkan pada

konsep yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1,2 dan 3, di mana

pengaturannya akan diatur lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota. Adapun perhitungan

proporsinya sebagai berikut :

Tabel 7. 6 Perhitungan Proporsi Ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau

Kebutuhan ruang terbuka hijau dan non hijau dalam kaitan menciptakan lingkungan yang nyaman

merupakan kebutuhan yang sangat penting. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari

ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi

(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh

RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan

tersebut. Pola pengaturan antara ruang terbangun dan ruang terbuka ditetapkan dengan proporsi 60 %

dan 40 %.

G. Arahan Garis Sempadan

o Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis bagi lahan yang boleh dan tidak boleh ada bangunan di

atasnya yang terdapat pada masing-masing blok peruntukan. Arahan GSB di Kawasan Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang Biaro ditentukan menurut hirarki jalan dan ditetapkan pertimbangan

keamanan, kesehatan, kenyamanan, keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan setiap

dapat berbeda untuk tiap kelas bangunan pada kawasan campuran. Arahan GSB merupakan aturan wajib

yang harus diterapkan secara tegas dan konsisten, yang arahannya ditentukan setengah ROW.

Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku umum di kota-kota di Indonesia dan digunakan di

Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro terutama untuk kawasan yang tidak

diatur GSB-nya secara khusus. Untuk kawasan dengan intensitas bangunan padat/rapat, maka garis

sempadan samping dan garis sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai

(21)

133

1. Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan.

2. Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam dari

batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal.

3. Untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas

bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri di

samping dinding batas terdahulu.

4. Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas

belakang ditentukan minimum setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.

o Garis Sempadan Sungai

Arahan garis sempadan sungai di Kawasan perkotaan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro

ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung. Keppres No. 32 Tahun 1990 menyebutkan bahwa kondisi ideal Garis Sempadan

Sungai adalah sebagai berikut:

1. Untuk sungai yang berada di luar kawasan permukiman, kawasan sempadannya berada pada minimal

100 m di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan anak sungai.

2. Untuk sungai yang berada di dalam kawasan pemukiman, kawasan sempadannya berada pad a jarak

antara 10-15 m di kiri-kanan sungai besar maupun anak sungai. menyebutkan bahwa pola umum

penataan daerah sempadan sungai dan sumber air adalah sebagai berikut:

a. Bebas dari bangunan permanen dan semi permanen.

b. Bebas dari pemukiman liar.

c. Bebas dari pembuangan sampah dan limbah padat.

d. Bebas dari pencemaran limbah cair secara langsung.

e. Pemanfaatan daerah sempadan sejauh mungkin untuk jalur hijau.

f. Bangunan-bangunan dan atau prasarana pelayanan yang melintasi sungai tidak mengganggu

pemeliharaan alur sungai dan sumber air. Selain itu, untuk bangunan di sekitar sungai harus

mempunyai bagian muka yang menghadap sungai.

o Rekomendasi

Sebagai rekomendasi pembangunan Penataan Bangunan dan Lingkungan maka sebagai rekomendasi

diterapkan konsep tribina, yang antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas teknis serta

kapasitas finanisal komunitas dan selain itu untuk menggalang solidaritas sosial agar dapat menjadi

kekuatan yang secara mandiri mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri antara lain dengan

mengembangkan dan memelihara prasarana pemukimannya.

Sebaliknya peningkatan prasarana pemukiman diharapkan akan mendorong aktivitas ekonomi,

pengembangan usaha, dan pada gilirannya mampu mengembangkan serta memelihara prasarananya.

(22)

134

komunitas secara menyeluruh. Walaupun demikian untuk mengimplementasikan konsep, ini, kita masih

akan menghadapi wacana sebagai berikut :

Bina Lingkungan Fisik

Bina lingkungan fisik terutama ditujukan untuk mengadakan atau memperbaiki prasarana dan utilitas

lingkungan, yang selain untuk memberikan kemudahan dan pelayanan pada komunitas juga untuk

menjadikan kampung berpola. Ini berupa pembangunan jaringan jalan, drainase, sanitasi, pengadaan air

bersih, dan fasilitas pengelolaan sampah. Di beberapa kampung juga dibangun sarana pencegahan banjir.

Pembangunan ini selain akan meningkatan kesehatan, kenyamanan, dan keamanan penghuninya juga

kenyamanan bagi orang luar untuk mengakses para penghuni.

Pembangunan juga untuk menghubungkan permukiman ini dengan sistem pelayanan kota. Hal ini akan

membuat kehidupan dikampung lebih nyaman, antara lain karena adanya jaringan jalan berbagai

kebutuhan penghuni akan dapat dipasok. Akses ini juga, diperlukan dalam keadaan darurat. Mobil

pemadam kebakaran dan ambulans akan dapat mencapai sasaran secara lebih cepat dan tepat.

Perbaikan fisik kampung ini telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal tahun tujuh puluhan dan

telah menjadi program nasional. Sebagai program yang sukses, karena dengan dana terbatas dapat

menjangkau masyarakat lapisan miskin yang jumlahnya banyak. Dengan demikian pemerintah Indonesia

menjadi sangat berpengalaman dalam menangani pembangunan fisik ini. Persoalannya adalah apa

selanjutnya? Beberapa pemerintah daerah mengeluhkan makin besamya biaya pemeliharaan kampung

dan di lain pihak pajak bumi dan bangunan peningkatannya tidak sebanding dengan biaya pemb angunan

dan biaya pemeliharaan prasarana. Selain itu perbaikan kampung yang dilaksanakan dengan dana

pinjaman, kemudian dirasakan menjadi beban pemerintah kota.

Meningkatnya kemampuan masyarakat menyebabkan kualitas rumahnya juga meningkat, tetapi dilain

pihak terjadi fragmentasi pemilikan, petak tanah dibagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Semua

kejadian ini menyebabkan peningkatan kepadatan yang kemudian dapat menurunkan lagi kualitas

lingkungan kampung tersebut.

Sehubungan dengan permasalahan fisik tersebut, ada pemikiran untuk mengembangkan organisasi

masyarakat yang ada menjadi pemelihara dan pengendali lingkungan fisiknya. Di beberapa kampung,

solidaritas sosial telah berhasil mengendalikan dan memelihara kondisi fisik ini. Bahkan dibeberapa

kampung, solidaritas sosial berhasil meningkatkan kenyamanan dan keasrian kampung dengan program

penghijauannya.

Dalam konteks pembangunan dan perbaikan kampung yang menyeluruh, selalu timbul pertanyaan,

apakah perbaikan kondisi fisik ini akan membawa perbaikan kondisi sosial dan peningkatan ekonomi

(23)

135

bukan kejadian yang seketika, tidak menyeluruh dan tidak terjadi secara serempak. Peranan pemerintah

dalam perbaikan fisik ini sangat signifikan, tetapi efeknya terhadap masyarakat tergantung sekali pada

kondisi masyarakat. Padahal kondisi dan perilaku selain berubah juga tidak sepenuhnya dapat dikenali

sebelumnya. Oleh karena itu, efek pembangunan fisik terhadap masyarakat selalu me ngandung spekulasi.

Walaupun demikian, dipercaya bahwa penyertaan masyarakat dalam proses pembangunan akan

mempunyai efek yang jauh lebih positif daripada dijatuhkan (didrop) langsung dari pemerintah.

Bina Ekonomi Dan Usaha

Apa yang dimaksud dengan bina ekonomi? Dalam negara yang menganut sistem ekonomi pasar,

dipahami sebagai intervensi pemerintah untuk membuat pasar berfungsi. Artinya, pemerintah mend o ro ng

dan mempengaruhi kegiatan produksi, agar dapat memasok berbagai barang dan jasa, menghubung kan,

mempengaruhi permintaan akan barang dan jasa tersebut, dan mendorong serta memperlancar proses

pertukaran barang dan jasa. Dalam lingkup makro, intervensi ini dilakukan dengan menggunakan

instrumen fiskal, moneter dan berbagai regulasi yang mempengaruhi permintaan maupun pasokan.

Dalam lingkup mikro, pembinaan ini dapat berupa peningkatan keterampilan teknik dan manajerial,

penyediaan fasilitas pembiayaan mikro (micro finance) dan pada umumnya ditekankan pada pihak

pasokan atau produsen. Pelatihan, pendamping an, pembimbingan, bantuan modal investasi maupun

modal kerja, pembentukan organisasi,

penyuluhan teknik produksi, pembukaan akses pada informasi maupun sumber pembiayaan, me rup akan

tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan bina ekonomi dan usaha di kampung.

Semua bentuk aksi bina usaha ini sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi bagaimana

tingkat keberhasilannya tidak banyak diketahui dan barangkah alat ukur untuk mengetahui keberhasilan

"pembinaan" itu belum tersedia. Walaupun demikian dapat diperkirakan ada beberapa permasalahan yang

dihadapi dengan bina ekonomi dan usaha di kampung ini, yaitu:

1) Bina usaha ini sesungguhnya ditujukan untuk tingkat usaha yang bagaimana

2) Apakah untuk menumbuhkan kegiatan usaha yang sebelumnya tidak ada? Untuk menarik anggota

masyarakat agar melakukan usaha? Untuk mengembangkan usaha yang telah ada? Ataukah untuk

mendorong terjadinya ekspansi usaha yang telah ada. Semuanya itu tentu dengan sendirinya

memerlukan cara dan mengandung risiko yang berbeda. Untuk mendoro ng tumbuhnya pengusaha

baru dapat diperkirakan keberhasilannya rendah. Sedangkan untuk membantu pengusaha yang sudah

ada dalam mengembangkan diri dan melakukan ekspansi, hanya mencakup jumlah kecil dari angg o ta

masyarakat. Untuk mencakup keduanya, pembinaan perlu mengembangkan format yang berbeda.

3) Sejauh mana komunitas dapat menjadi basis kegiatan usaha?

4) Pengejawantahan usaha, yang berbasis komunitas adalah koperasi, tetapi pertanyaannya adalah

mengapa harus berkoperasi, apa untungnya berkoperasi? Koperasi yang secara efektif berfungsi pada

(24)

136

karena memberi kemudahan pelayanan dan bukan karena solidaritas untuk pengembangan usaha

bersama.

5) Kampung pekerja.

6) Banyak kampung yang sebagian penghuninya adalah pekerja yang diupah, yaitu pekerja pabrik

maupun pekerja kantoran. Sedangkan usaha yang muncul adalah usaha untuk melayani pekerja

tersebut, berupa pemondokan, warung makan maupun warung untuk keperluan sehari -hari. Dengan

demikian usaha ini akan tergantung pada daya beli para pekerja itu sendiri.

7) Penekanan pada produksi berorientasi pasar yang jelas.

8) Dalam ekonomi pasar, usaha yang berhasil adalah usaha yang mampu mengembangkan pembelinya.

Permintaan ini tidak pernah atau jarang dijajaki dalam bina usaha ditingkat mikro dalam rangka bina

usaha di kampung. Akibatnya segala usaha itu akhirnya mandeg. Langkah yang berhasil justru banyak

dilakukan oleh usaha besar yang telah mampu mengenali serta mengakrabi permintaan dan

mendefinisikan secara jelas sifat pembelinya. Dalam posisinya yang seperti itu, pengusaha besar

kemudian membangun hubungan patron klien atau subkontrak.

9) Dengan beberapa catatan tersebut diatas, tampak bahwa apa yang dimaksud dengan bina ekonomi

dalam konteks perbaikan kampung belum tentu efektif dan tidak selalu dapat diterapkan di setiap

kampung apabila dasamya adalah komunitas. Pendekatan pada individu atau paling tidak rumah

tangga dalam pembinaan usaha mungkin masih layak diterapkan, tetapi hal ini jelas akan m endo ro ng

berkembangnya usaha dengan basis juragan pekerja. Secara ekonomi mungkin akan menunjukkan

pertumbuhan, artinya produksi dan pertukaran yang menghasilkan nilai tambah akan meningkat, tetapi

di lain pihak solidaritas dan peranan lembaga sosial akan menurun.

Bina Sosial

Istilah sosial sendiri mempunyai banyak makna tergantung dalam konteks apa istilah itu digunakan. Paling

tidak ada beberapa pengertian sebagai berikut:

1) Lawan individual. Kata sosial mengandung konotasi untuk kepentingan masyarakat bukan

perorangan. Tanah mempunyai fungsi sosial, artinya tanah tidak hanya untuk kepentingan

perorangan tetapi kepentingan masyarakat.

2) Lawan komersial. Dalam kalimat "pekerjaan ini bersifat sosial", mengandung arti bahwa pekerjaan

tersebut tidak ditujukan untuk mendapatkan untung.

3) Sifat perorangan, ketulusan membantu orang lain. Ini merupakan kelanjutan dari lawan komersial

seperti yang telah disebutkan diatas menjadi sifat dan sebutan seseorang seperti yang

diungkapkan dalam kalimat "ia orang yang berjiwa sosial".

4) Memberi kesenangan. Seperti yang digunakan dalam pergaulan sosial, kalimat taman mempunyai

fungsi sosial dapat diartikan memberikan kesenangan.

5) Lawan fisik biologis. Apabila disebut hubungan sosial itu artinya bukan hubungan fisik biologis.

Dalam hubungan sosial ini mengandung budi dan daya manusia berkaitan dengan pikiran serta

(25)

137

6) Lawan ekonomi. Dalam keuntungan ekonomi artinya belum tentu ada keuntungan sosial, dan

sebaliknya. Keuntungan sosial tidak melibatkan uang, produksi, dan has il-hasil fisik seperti halnya

dengan keuntungan ekonomi. Perkembangan kehidupan beragama, peningkatan kese hatan d an

pendidikan, serta perkembangan kesenian digolongkan sebagai keuntungan sosial dan bukan

keuntungan ekonomi.

Dengan berbagai pengertian tersebut, lalu apa yang dimaksud dengan bina sosial? Tampaknya dalam

praksis perbaikan kampung, manfaat sosial diartikan sebagai manfaat nonekonomis, sedangkan bina

sosial sejauh dapat dimengerti diartikan sebagai upaya membangun solidaritas sosial. Membangun

solidaritas sosial artinya membangun perasaan, norma, dan sikap bersama terhadap kondisi

lingkungannya. Dengan demikian solidaritas sosial ini akan menjadi energi untuk menjaga dan

mengembangkan lingkungannya.

Program yang diusulkan Usulan dan prioritas

Dalam rangka program pengembangan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan, maka program

yang diusulkan adalah sebagaimana yang terlampir pada matriks Program pada bagian akhir Laporan ini.

Pembiayaan proyek penyediaan pengelolaan Tingkat Kelayakan.

A. Kelayakan Teknis.

Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Perkotaan secara universal akan merupakan jembatan

yang diperlukan untuk menghubungkan secara layak berbagai kebijaksanaan di tingkat perencanaan ko ta

dengan produk-produk rancangan fisiknya seperti produk-produk arsitektur. Konsep Penataan Bang unan

atau yang lebih spesifik sebagai Urban desain merupakan penyambung antara perecanaan kota yang

bersifat dua dimensi dan perancangan arsitektural yang bersifat tiga dimensi. Jelas di sini konsepsi

Penataan Bangunan dan Lingkungan atau urban desain merupakan suatu perangkat panduan bagi

terwujudnya lingkungan binaan yang diharapkan akan tanggap terhadap berbagai isyu lingkungan baik itu

yang bersifat fisik maupun bukan.

Rancangan kota berkepentingan dengan kualitas ruang kota terutama yang berkaitan dengan kepentingan

umum dan itu merupakan sasaran utamanya. Kualitas ruang kota yang dimaksud adalah kualitas

fungsional, kualitas visual dan kualitas lingkungan, baik yang bersifat fisik, maupun sosial.

Sebagal jembatan antara perencanaan kota dan perancangan arsitektur (baik bangunan maupun ruang

-ruang luar diantaranya) maka jelas bahwa rancang kota maupun urban desain bukan merupakan suatu

produk akhir. Namun demikian, urban desain akan sangat turut menentukan kualitas dari produk akhimya

yaitu lingkungan binaan yang kita huni ini. Urban desain oleh karena itu harus dilihat sebagai suatu proses

yang memberikan arahan bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak yang sesuai dengan

(26)

138

Produk rancangan kota/urban desain merupakan serentetan kebijaksanaan pembangunan fisik yang

menyangkut, serta mengutamakan kepentingan umum. Kebijaksanaan pembangunan ini dirumuskan dari

sasaran pembangunan kota yang ingin dicapai, terutama yang menyangkut peningkatan kualitas

lingkungan hidup. Urban desain karena itu lebih berkepentingan dengan fenomena yang berlangsung di

dalam ruang kota dan tidak melulu melihat ruang kota itu sebagai obyek yang harus digarap.

Bukan aspek arsitektural kota yang diutamakan melainkan bagaimana seharusnya ruang kota itu

berfungsi, yakni akomodatif, adaptif, aspiratif, dan antisipatif. Dengan demikian urban desain merupakan

instrumen peremajaan kota yang dirumuskan sed emkian rupa sehingga instrumen tersebut mampu untuk

mempromosikan pengembangan yang positif dan bukan sebaliknya, seperti mempromosikan terwujud nya

perilaku urban yang baik.

Secara teknis konsep Penataan Bangunan dan Gedung di wilayah Kabupaten Kepulauan S iau

Tagulandang Biaro sangat memungkinkan dilaksanakan dengan pertimbangan :

1. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang Kota dalam proses penyesuaian

secara fisik dan administrasi menyesuaiakan dengan perkembangan kebutuhan regulasi dan

perkembangan pembangunan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.

2. Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro belum memiliki Perda Bangunan Gedung.

3. Belum dilakukan pendataan bangunan gedung secara menyeluruh.

4. Ketersediaan lahan yang masih luas dan memung kinkan untuk dikembangkan.

5. Adanya Masterplan Drainase dan Konsep Pengembangan Wilayah/Kota.

Bahwa kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan secara teknis selain dalam rangka peningkatan

kualitas lingkungan permukiman kumuh pada dasamya merupakan bagian dari penataan ruang,

khususnya aspek pengendalian tata ruang kota. Setiap penanganan kawasan, terutama kawasan

lingkungan permukiman pada dasamya merupakan suatu bagian dari pengelolaan ruang yang harus

selalu terintegrasi dalam konfigurasi tata ruang.

B. Kelayakan Sosial

Saat ini akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, maka pada beberapa tempat telah tumbuh beberapa

kawasan kumuh yang memerlukan perhatian untuk dilakukan revitalisasi. Secara hipotesis kota yang b aik

harus merupakan satu kesatuan sistem organisasi sosial yang akomodatif bagi seluruh lapisan warga, baik

yang bersifat fungsional, visual, maupun fisik, oleh karena itu maka kota tidak cukup hanya direncanakan

tetapi lebih dari itu, kota juga harus dirancang, terutama dalam skala mikro kota. Dalam skala mikro ini kita

akan dapat melihat lebih detail berbagai bentuk kegiatan masyarakat, baik yang bersifat formal maupun

nonformal di dalam ruang kota yang bersifat tiga dimensional. Dalam skala mikro ini pulalah apa yang

disebut kekumuhan kehidupan kota dapat dideteksi dengan lebih baik.

Permasalahan sosial ekonomi merupakan salah satu pendorong meningkatnya arus urbanisasi d ari d e sa

ke kota, dari daerah pinggiran ke pusat kegiatan ekonomi sehingga menumbuhkan lingkungan pemukiman

(27)

139

C. Kelayakan Lingkungan.

Konsep perencanaan wilayah di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro awalnya adalah sebuah

perencanaan wilayah yang tertata baik wilayah perkotaan dan perdesaan, namun dalam perjalanan waktu

saat ini telah tumbuh beberapa permukiman kumuh p ada lokasi yang awalnya direncanakan menjadi

kawasan Ruang Terbuka Hijau pada wilayah perkotaan. Selain itu pada kawasan tertentu di dalam kota

yang tadinya mempunyai peran yang cukup vital di dalam kehidupan ekonomi kota, kemudian meng alami

kemerosotan/kemunduran dan menjadi lebih kumuh oleh karena kondisi dari sarana dan prasarana

kawasan kota tersebut tidak dapat berfungsi lagi sebagai wadah yang layak bagi kegiatan masyarakat

kota.

Kondisi yang tidak menguntungkan ini apabila dibiarkan akan membawa damp ak negatif yang lebih luas

pada struktur kehidupan kota, terutama kawasan di sekitamya, seperti menurunnya kualitas lingkungan

kota yang pada gilirannya dapat mengakibatkan menurunnya nilai lahan, menurunnya penghasilan kota,

serta mendorong tumbuhnya tindak kejahatan, yang kesemuanya akan merupakan beban bagi kota.

Untuk itu maka melalui proses Penataan Bangunan dan Lingkungan Perkotaan, usaha untuk memvitalkan

kembali (revitalisasi) atau memberikan vitalitas baru kepada kawasan tersebut perlu dilakukan ag ar

kawasan tersebut dapat kembali menyumbangkan kontribusi yang positif kepada kehidupan ekonomi d an

sosial-budaya, dan tata lingkungan kota yang nyaman, aman dan indah.

Sebagai suatu konsep, maka kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota dalam pelaks anaannya

akan bersentuhan dengan kebijakan-kebijakan tentang alokasi lahan dalam skala mikro, sistem

keterkaitan antara elemen-elemen kota, penetapan tingkat intensitas pemanfaatan lahan, pengadaan

ruang terbuka dan tata hijau serta kebijakan tentang tata bangunan.

Disamping instrumen kendali tersebut, diperlukan pula adanya sistem kelembagaan yang akan mengelo la

proses penerapan detail mapun pembangunan fisiknya tidak menyimpang jauh dari kebijakan

pembangunan yang terkandung di dalam instrumen tersebut. Ini terutama sangat penting untuk kawasan

non-formal kota seperti kampung kota atau kawasan kumuh kota.

RPIJM

D. Kelayakan Ekonomi.

Pertumbuhan dan perkembangan kota yang sangat cepat telah menyebabkan berbagai persoalan se rius

diantaranya adalah pemasalahan perumahan. Pemasalahan perumahan sering disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian bagi kaum mampu dan kaum tidak mampu di

perkotaan. Di samping itu sebagian kaum tidak mampu tidak menguasai sumber daya kunci untuk

menopang kehidupannya, sehingga kaum tidak mampu ini hanya mampu tinggal di unit-unit hunian sub

standar di

pemukiman yang tidak layak.

Pemasalahan perumahan di atas semakin memberatkan kaum tidak mampu ketika kebijakan investasi

pemanfaatan lahan mengikuti arus mekanisme pasar tanpa mempertimbangkan secara serius penting nya

(28)

140

semata-mata berpihak pada kaum mampu pada akhimya mendorong lingkungan pemukiman kaum tidak

mampu yang tidak layak ini terus mengalami penurunan kualitas dan rentan terhadap proses gentrifikasi.

Secara umum karakteristik pemukiman kumuh diwamai juga oleh tidak memadainya kondisi sarana dan

prasarana dasar seperti halnya suplai air bersih, jalan, drainase, jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat

pelayanan kesehatan, ruang terbuka, pasar dan sebagainya. Bahkan hampir sebagian besar rumah

tangga di lingkungan pemukiman kumuh ini mempunyai akses yang sangat terbatas terhadap pelayanan

sarana dan prasarana dasar tersebut.

Rendahnya kemampuan pelayanan sarana dan prasarana dasar ini pada umumnya disebabkan

kemampuan pemerintah yang sangat terbatas dalam pengadaan serta pengelolaan sarana dan prasarana

lingkungan pemukiman, kemampuan dan kapasitas serta kesadaran masyarakat juga terbatas pula.

Bahkan juga disebabkan pula oleh terbatasnya peran berbagai lembaga maupun individu atau pihak di

luar pemerintah, baik secara profesional atau sukarela dalam peningkatan pemasalahan sarana dan

prasarana dasar.

Pada umumnya sebagian besar penghuni lingkungan pemukiman kumuh mempunyai tingkat pe nd ap atan

yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Tingkat pendapatan yang

rendah ini menyebabkan tingkat daya beli yang rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk

mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar.

Di sisi lain, pada kenyataannya penghuni lingkungan pemukiman kumuh yang sebagian besar

berpenghasilan rendah itu memiliki potensi berupa tenaga kerja kota yang memberikan kontrib usi sang at

signifikan terhadap kegiatan perekonomian suatu kota. Aktivitas ekonomi di sektor infomal terbukti telah

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan produksi melalui sektor

infomal. Dengan demikian tingkat pendapatan penghuni lingkungan pemukiman kumuh yang rendah ini

merupakan pemasalahan yang serius keberlangsungan produktivitas suatu kota.

Secara ekonomi upaya Penataan Bangunan dan Lingkungan pada kawasan tertentu akan dapat

memberikan kontribusi bagi ekonomi Kota, dan upaya tersebut d apat tercapai melalui pengembangan tata

fungsional ruang didalam kawasan perencanaan, meliputi:

1. Peningkatan Kualitas Fungsi seluruh kawasan kawasan kota baik kawasan

Perdagangan/Pemerintahan/Pendidikan/jasa maupun kawasan Permukiman, berupa peningkatan

kualitas lingkungan melalui peningkatan prasarana dasar seperti jalan dan transportasi, ketersediaan

supply jaringan air bersih, drainase, jaringan pengolahan air limbah baik on-site system maupun

off-site system, dan pengolahan persampahan serta prasrana pendukung seperti ketersediaan jaringan

listrik, dan telekomunikasi.

2. Peningkatan Kualitas Fungsi Sosial dan Budaya, berupa alokasi ruang -ruang sebagai wadah kegiatan

sosial dan budaya masyarakat yang memadai seperti penyediaan ruang bersama, pertemuan, so cial

gathering, rekreasi, taman, olahraga tempat tempat apresiasi seni (panggung, museum, teather,

(29)

141

3. Peningkatan Kualitas Fungsi Ekonomi: formal dan informal berupa alokasi ruang ruang kota untuk

mendukung perkembangan dan pertumbuhan sektor ekonomi kawasan sebagai antisipasi tuntutan

kebutuhan lahan pengembangan.

Peningkatan Kualitas Fungsi Wisata : bidang transportasi Sungai, beserta rangkaian itineraries berupa

diversifikasi produk, peningkatan daya dukung lingkungan, penyediaan prasarana (limited development)

dan penguatan jaringan promosi dan pemasaran paket-paket pariwisata yang berdaya jual tinggi dan

spesifik.

(30)

142

Tabel 7.7 Matriks Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

skala prioritas dengan

memperhatikan kriteria

kesiapan daerah.

Selengkapnya usulan

program pengembangan

permukiman Kabupaten

Sitaro tersaji pada Tabel

:KEGIATAN/OUTPUT/SUB

OUTPUT/NAMA PAKET

KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT PEMANFAAT (Jiwa/Ha)

SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-

TAHUN Rp.

MURNI

APBD PROV.

APBD KAB / KOTA

SWASTA Masy DAK

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Pembinaan dan

Pengembangan Penataan

Bangunan - - - - - 10.000.000 0 0 0 0 0 -

Penyelenggaraan

Bangunan Gedung - - - - - 2.500.000 0 0 0 0 0 -

Pembangunan Bangunan

Gedung Pusaka - - - - - 2.500.000 0 0 0 0 0 -

Sarana dan prasarana

Penataan Lingkungan

Permukiman

SIAU

TAGULANDANG

BIARO

LAMANGGO /

(31)

143

Tradisional/Bersejarah

Revitalisasi dan

Pengembangan Kawasan Tematik Perkotaan

- - - - - 7.500.000 0 0 0 0 0 -

Penataan Kawasan Pengembangan Kota Hijau

- - - - - 7.500.000 0 0 0 0 0 -

Sarana dan prasarana

Penataan Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

SIAU

TAGULANDANG

BIARO

BALEHUMARA /

TAGULANDANG 312

Ha Ha 0 2.500.000 0 0 0 0 0 2018

Sarana dan prasarana

Penataan Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

SIAU

TAGULANDANG

BIARO

PANIKI / SIAU

BARAT 670

Ha Ha 0 2.500.000 0 0 0 0 0 2020

Sarana dan prasarana

Penataan Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

SIAU

TAGULANDANG

BIARO

TARORANE /

(32)

144 7.3 SEKTOR PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Kondisi Pelayanan Air Minum Perpipaan dan Non Perpipaan

Penyediaan air minum Kabupaten Kepulauan SITARO terdiri dari sistem perpipaan yang dikelola oleh

PDAM, UPTD Air Minum, dan PT. Air Minum, dan sistem non perpipaan. Data cakupan pelayanan air

minum yaitu Kondisi Pelayanan Air Minum Kabupaten Kepulauan SITARO adalah sebagai berikut .

Tabel 7.8 Kondisi Pelayanan Air Minum Perpipaan& Non Perpipaan

KAB/KOTA

Sumber: BPS Sulut, Setker SPAM Provinsi Sulawesi Utara

Capaian pelayanan air minum Provinsi Kabupaten Kepulauan SITARO pada Tahun 2014 untuk

jaringan perpipaan adalah sebesar 6 %, untuk jaringan non perpipaan adalah sebesar 87,68 %.

Total Capaian pelayanan air minum Kabupaten Kepulauan SITARO pada Tahun 2014 adalah

93,68%.

Salah satu instansi yang memberikan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan air minum adalah

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah ini adalah tabel tentang Data Pelayanan PDAM

Kabupaten/Kota.

Tabel 7.9 Pelayanan PDAM Kabupaten/ Kota

No Kabupaten/Kota Kinerja

(33)

145

11 BOLSEL Non PDAM N/A

12 MANADO Kurang Sehat 19 45 6945

13 BITUNG Kurang Sehat 165 60,6 7820

14 TOMOHON Kurang Sehat 14 68,7 3137

15 KOTAMOBAGU Non PDAM 7777

Sumber: Satker SPAM Provinsi Sulawesi Utara

Di Kabupaten Kepulauan SITARO sendiri, kinerja PDAM tergolong kurang sehat, dengan idle capacity

mencapai 37 liter per detik.

Potensi Air Minum di Kabupaten Kepulauan SITARO

Berdasarkan hasil survey dan analisa yang telah dilakukan oleh konsultan dapat disimpulkan bahwa

sumber air permukaan dari Danau Kapeta merupakan pilihan prioritas pertama sebagai sumber air baku

yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum masyarakat Kabupaten Siau.

Untuk kebutuhan air minum IKK Tagulandang dapat dimanfaatkan mata air Kuta dan mata air Kalipupu

dengan kapasitas masing masing 15 l/det.

Hal tersebut dikarenakan secara kuantitas air permukaan lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan air

tanah. Meskipun demikian secara kualitas ada beberapa sumber air permukaan yang memerlukan

pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Tabel 7.10 Lokasi dan kapasitas mata air Baku di Kabupaten Kepulauan Sitaro

No Sumber Lokasi Air Baku

Gravitasi (lt/dt)

Distrib usi Pompa (lt/dt) I.Siau Timur

Mata Air Akesembeka 6 5

Mata Air Akesembeka 4 3

Mata Air Akesembeka 5 -

II.Siau Barat

Mata Air Peling 2 1.5

III.Tagulandang

Mata Air Minanga 5 3

Gambar

Tabel 7.1 Matriks Sasaran Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
Tabel 7. 3 Arahan Ketinggian Bangunan dan Intensitas Ruang di Kawasan Perkotaan
Tabel  7.4 Arahan Perpetakan Bangunan pada Kawasan Permukiman di Kawasan perkotaan
Tabel 7. 5 Arahan Perpetakan Bangunan pada Kawasan Ruang Terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

RISPAM 1 Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air

AM RISPAM 1 Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) jaringan perpipaan yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk pelayanan ibukota Kabupaten yang terdiri dari

Kriteria Permukiman Kumuh Bangunan Gedung Bangunan Gedung Jalan Lingkungan Jalan Lingkungan Penyediaan Air Minum Penyediaan Air Minum Drainase Lingkungan Drainase

8.1.2 Banyaknya Nilai Produksi, Bahan Baku Penolong &amp; Nilai Tambah Perusahaan Industri Menurut Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 2011 /

Sist em yang digunakan dalam pengolahan air limbah sangat erat kait annya dengan kepadat an penduduk. Kepadat an penduduk menjadi penent u dalam penyediaan lahan

(Sumber air baku MA Nilo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung) Kab. Kalikotes &amp; Trucuk Kota Klaten. Pembangunan SPAM di pedesaan Kab.

Laporan Praktek Pemagangan 6 2.4 Sumber Air Baku Perumda Air Minum Kota Magelang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Magelang memiliki 7 sumber air untuk Sistem Penyediaan Air