• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS TERSIER-BUTIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN TERSIER- BUTIL KLORIDA DENGAN KATALIS BESI (III) KLORIDA : TINJAUAN TERHADAP VARIASI SUHU REAKSI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SINTESIS TERSIER-BUTIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN TERSIER- BUTIL KLORIDA DENGAN KATALIS BESI (III) KLORIDA : TINJAUAN TERHADAP VARIASI SUHU REAKSI SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS BUTIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN TERSIER-BUTIL KLORIDA DENGAN KATALIS BESI (III) KLORIDA :

TINJAUAN TERHADAP VARIASI SUHU REAKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Linda Setiawati NIM : 068114052

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

(2)

SINTESIS BUTIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN TERSIER-BUTIL KLORIDA DENGAN KATALIS BESI (III) KLORIDA :

TINJAUAN TERHADAP VARIASI SUHU REAKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Linda Setiawati NIM : 068114052

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

Skripsi

Sintesis Tersier-Butil Eugenol dari Eugenol dan Tersier-Butil Klorida dengan Katalis Besi (III) Klorida : Tinjauan Terhadap Variasi Suhu Reaksi

Yang diajukan oleh :

Linda Setiawati

NIM : 068114052

telah disetujui oleh

Pembimbing :

Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. tanggal 16 November 2009  

(4)
(5)

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia

telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap

orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh

hidup yang kekal

(Yohanes 3:16)

Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi

ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau

mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada

hari ini kaulakukan dengan setia

(Ulangan 28:13)

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu

akan mendapatkan; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu

(Matius 7:7)

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk Tuhan Bapaku,

Keluarga dan Jerry tercinta, serta Almamaterku

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Linda Setiawati Nomor Mahasiswa : 068114052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Sintesis Tersier-Butil Eugenol dari Eugenol dan Tersier-Butil Klorida dengan Katalis Besi (III) Klorida : Tinjauan Terhadap Variasi Suhu Reaksi

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 7 Januari 2009

Yang menyatakan

(7)

PRAKATA

Pujian, hormat, serta syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan

Yesus Kristus, Allah, dan Bapa kami karena hanya oleh berkat, anugerah,

kemurahan, kasih setia, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan

akhir yang berjudul “Sintesis Tersier-Butil Eugenol dari Eugenol dan

Tersier-Butil Klorida dengan Katalis Besi (III) Klorida : Tinjauan Terhadap Variasi Suhu

Reaksi” ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm.).

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang

mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Rita Suhadi M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan dukungan, bimbingan, masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan,

bimbingan, masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas izin

yang diberikan sehingga penulis dapat melakukan penelitian di laboratorium.

(8)

6. Pak Parlan, Pak Kunto, Pak Bimo, dan segenap laboran Fakultas Farmasi yang

telah membantu berlangsungnya penelitian.

7. Orangtua tercinta yang telah merawat, membesarkan, dan mendidik penulis,

serta telah memberi dukungan baik materiil maupun spirituil dan juga atas

kasihnya yang tiada terkira.

8. Tante Sri Lestari atas dukungan dan bantuannya, baik materiil maupun

spirituil serta persaudaraan yang luar biasa.

9. Kekasihku Yeremia Priyadi, atas dukungan, kesabaran, pertolongan, dan cinta

kasihnya yang tiada terkira, yang senantiasa memberikan semangat dan

kebahagiaan bagi penulis.

10.Keluarga Yeremia Priyadi, atas dukungan dan kepeduliannya.

11.Teman-teman satu kelompok penelitian, Handa, Marissa, Vita, dan Jati atas

kerjasama, kekompakan, dan persahabatannya sejak awal, pertengahan, hingga

akhir penelitian.

12.Teman-teman komsel pemuridan : Anjas Wati, Monic, Yanti, Yuli, Anita,

Fung, Intan, dan Viva atas persahabatan dan dukungan di dalam doa.

13.Teman-teman komsel penginjilan : Reni, Iren, Eka, Nisia, Wiwit, Kaka, dan

Monika, Lina Chang atas persahabatan dan dukungan di dalam doa.

14.Teman-teman kelas A angkatan 2006, khususnya Henny atas persahabatan dan

diskusi yang terjalin selama perkuliahan.

15.Teman-teman kelompok praktikum A FST 2006, khususnya Uut, Nika, dan

(9)

16.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi

ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar

skripsi ini menjadi lebih sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat

bagi pembaca semua.

Yogyakarta, 16 November 2009

Penulis

(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 November 2009

Penulis

Linda Setiawati

(11)

INTISARI

Eugenol merupakan senyawa antioksidan alami dengan aktivitas lemah. Dilakukan modifikasi struktur eugenol untuk meningkatkan aktivitas antioksidan dengan menambahkan gugus tersier-butil pada posisi orto dari gugus fenolik melalui reaksi alkilasi Friedel-Craft yang diharapkan menghasilkan senyawa t -butil eugenol. Pada sintesis t-butil eugenol digunakan 3 variasi suhu reaksi dan diharapkan dapat diketahui suhu reaksi yang menghasilkan senyawa t-butil eugenol terbanyak.

Sintesis t-butil eugenol dilakukan dengan melarutkan besi (III) klorida anhidrat 5,2722 g dalam dietil eter. Larutan FeCl3 ini ditambah dengan t-butil

klorida 3,6 mL dan didiamkan selama 12 jam. Pada campuran tersebut ditambahkan eugenol 1 mL dan di reflux selama 3 jam. Dilakukan variasi pemanasan pada suhu 40oC, 600C dan 800C.

Senyawa hasil sintesis berupa larutan berwarna coklat kehitaman. Pengujian dengan kromatografi lapis tipis menunjukkan terdapat senyawa baru dengan nilai Rf senyawa hasil sintesis lebih besar dari nilai Rf eugenol.

Peningkatan jumlah senyawa hasil sintesis terbesar diperoleh pada suhu 80oC yaitu 1.096,280 % berdasar analisis area dibawah kurva (ADK) dengan program

ImageJ. Hasil analisis dengan kromatografi gas menunjukkan terdapat 42 macam senyawa hasil sintesis. Berdasarkan hasil elusidasi struktur dengan spektrometri massa dapat disimpulkan bahwa salah satu senyawa hasil sintesis adalah di-t-butil eugenol.

Kata kunci : eugenol, di-t-butil eugenol, alkilasi Friedel-Craft, variasi suhu

(12)

ABSTRACT

Eugenol is a natural antioxidant compound that has weak antioxidant activity. It was needed to modify eugenol structure to increase antioxidant activity with added tertiary butyl on orto position to phenolic group with Friedel-Craft alkylation that was expected to produce t-butyl eugenol. In t-butyl eugenol synthesis was used 3 variation reaction temperature and was expected to produce the most t-butyl eugenol.

Tertiary butyl eugenol synthesis was done by dissolving ferric chloride anhydrous 5.2722 g on ethoxyethane. This ferric chloride solution was added with t-butyl chloride 3.6 mL, and waited for 12 hours. The mixture was added with eugenol 1 mL and refluxed for 3 hours. It was heated on 40oC, 600C, and 800C.

Synthetic product was brown blackish solution. Analysis with thin layer chromatography showed that there was a new compound which had Rf value

greater than eugenol. The greatest increasing total synthetic product that was obtained on 80oC was 1,096.280 % based on Area Under Curve (AUC) with ImageJ. Gas chromatography showed that there were 42 compounds in products. Based on structure elucidation with mass spectrometry showed that ones of synthetic product was di-t-butyl eugenol.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

A. Eugenol sebagai Antioksidan ... 4

(14)

B. Sintesis t-Butil Klorida ... 6

C. Sintesis t-Butil Eugenol dengan Variasi Suhu Reaksi ... 7

D. Pengaruh Pelarut ... 11

E. Analisis Senyawa Hasil Sintesis ... 12

1. Kromatografi lapis tipis (KLT) ... 12

2. Kromatografi gas ... 14

3. Elusidasi Struktur dengan Spektrometri Massa ... 15

4. Perhitungan Jumlah Senyawa Hasil Sintesis dengan Program ImageJ ... 16

F. Landasan Teori ... 17

G. Hipotesis ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Definisi Operasional ... 19

C. Variabel Penelitian ... 19

D. Bahan Penelitian ... 20

E. Alat Penelitian ... 20

F. Tata Cara Penelitian ... 20

1. Sintesis t-butil klorida sebagai starting material ... 20

2. Sintesis t-butil eugenol dengan katalis besi (III) klorida (FeCl3) pada variasi suhu reaksi ... 21

a. Sintesis t-butil eugenol pada suhu 40oC ... 21

(15)

c. Sintesis t-butil eugenol pada suhu 80oC ... 21

3. Analisis Senyawa Hasil Sintesis ... 22

a. Uji organoleptis ... 22

b. Kromatografi lapis tipis (KLT) ... 22

c. Kromatografi gas (KG) ... 23

d. Perhitungan jumlah senyawa hasil sintesis ... 23

e. Elusidasi struktur dengan spektroskopi massa ... 24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Sintesis t-Butil Eugenol dengan Variasi Suhu Reaksi ... 25

B. Analisis Senyawa Hasil Sintesis ... 29

1. Uji organoleptis ... 29

2. Uji kromatografi lapis tipis (KLT) ... 30

3. Kromatografi gas ... 33

4. Perhitungan jumlah senyawa hasil sintesis ... 34

5. Elusidasi senyawa hasil sintesis ... 35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 45

BIOGRAFI ... 69

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Parameter Empiris Kekuatan Pelarut (S)... 13 Tabel II. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Senyawa Hasil Reaksi dengan

Eugenol ... 29

Tabel III. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Sintesis ... 32

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Eugenol ... 5

Gambar 2. Kestabilan Karbokation ... 7

Gambar 3. Reaksi Pembentukan t-Butil Eugenol ... 8

Gambar 4. Pengaruh Katalis dalam Penurunan Energi Aktivasi ... 8

Gambar 5. Pengaruh Suhu Terhadap Distribusi Energi Tumbukan ... 10

Gambar 6. Reaksi Transfer Proton ... 11

Gambar 7. Mekanisme Reaksi Sintesis t-Butil Eugenol ... 18

Gambar 8. Mekanisme Sintesis t-Butil Klorida ... 25

Gambar 9. Penomoran Cincin Benzena untuk Substitusi Gugus t-Butil ... 28

Gambar 10. Profil Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis ... 31

Gambar 11. Kromatogram Kromatografi Gas Standar Eugenol ... 33

Gambar 12. Kromatogram Kromatografi Gas Senyawa Hasil Sintesis ... 33

Gambar 13. Spektrum Massa Standar Eugenol ... 35

Gambar 14. Spektrum Massa Senyawa Hasil Sintesis ... 35

Gambar 15. Fragmentasi di-t-Butil Eugenol ... 37

Gambar 16. Mekanisme Sintesis di-t-Butil Eugenol ... 39

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Reaktan yang Dipergunakan ... 45

Lampiran 2. Rangkaian Alat Sintesis Tersier-Butil Eugenol ... 47 Lampiran 3. Hasil Uji Organoleptis Senyawa Hasil Sintesis ... 48

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Rf Analisis dengan Kromatografi Lapis

Tipis ... 49

Lampiran 5. Perhitungan Jumlah Senyawa Hasil Sintesis... 50

Lampiran 6. Spesifikasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa

Standar Eugenol ... 51

Lampiran 7. Kromatogram Kromatografi Gas Standar Eugenol ... 52

Lampiran 8. Spesifikasi Kromatografi Gas-Spektrometer t-Butil Klorida ... 53 Lampiran 9. Kromatogram Kromatografi Gas t-Butil Klorida ... 54 Lampiran 10. Spektrum Massa t-Butil Klorida ... 55 Lampiran 11. Spesifikasi Kromatografi Gas-Spektrometer Senyawa Hasil

Sintesis ... 56

Lampiran 12. Kromatogram Kromatografi Gas Senyawa Hasil Sintesis ... 57

(19)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Paparan kronik sinar matahari khususnya sinar ultraviolet (UV) yang

berlebihan pada kulit dapat menyebabkan berbagai reaksi biokimia. Efek

merugikan dari radiasi sinar UV dapat dikurangi dengan penggunaan senyawa

antioksidan yang dapat mengontrol produksi radikal bebas dan stress oksidatif

yang dihasilkan akibat radiasi UV (Morquio et al., 2005).

Eugenol merupakan metabolit sekunder yang berasal dari tanaman

cengkeh (Syzygium aromaticum, (Linn.) Merr) yang memiliki gugus hidroksi (-OH) fenolik yang berperan sebagai penangkap radikal bebas dalam mekanisme

aktivitas antioksidan. Keberadaan eugenol yang melimpah di Indonesia menurut

Sastrohamidjojo (2008), menunjukkan bahwa eugenol potensial untuk

dikembangkan sebagai senyawa antioksidan dari bahan alam. Namun berdasarkan

pengujian yang dilakukan oleh Ogata (2000) menunjukkan bahwa aktivitas

eugenol sebagai antioksidan bersifat lemah dengan nilai IC50 > 800 μM,

berdasarkan metode 2,2-difenil-1-pikril hidrazil (DPPH).

Modifikasi struktur terhadap eugenol telah dilakukan oleh Ogata (2000)

dengan menambahkan gugus meruah didekat gugus hidroksi yang terbukti dapat

meningkatkan aktivitasnya sebagai senyawa antioksidan. Keberadaan gugus

meruah berupa tersier-butil pada senyawa Butylated Hydroxytoluene (BHT) dapat menyebabkan BHT poten sebagai antioksidan dengan nilai IC50 = 0,31 μM (Uto,

(20)

2002). Pada penelitian ini dilakukan penambahan gugus meruah berupa

tersier-butil pada posisi orto dari gugus hidroksi fenolik eugenol yang diharapkan dapat menghasilkan senyawa t-butil eugenol dengan aktivitas antioksidan lebih baik daripada eugenol.

Reaksi sintesis ini didasarkan pada reaksi alkilasi Friedel-Craft dengan

menggunakan eugenol dan alkil halida seperti t-butil klorida sebagai starting material serta FeCl3 sebagai katalis yang diharapkan dapat menghasilkan senyawa

t-butil klorida. Besi (III) klorida merupakan katalis asam Lewis yang bersifat cukup kuat (Segi, et al., 1980), sehingga reaksi dapat berlangsung dalam suasana lembut (mild) dan diharapkan diperoleh jumlah t-butil eugenol yang lebih besar.

Semakin tinggi suhu yang dipergunakan dapat meningkatkan frekuensi

tumbukan antar molekul (Keenan dkk., 1980) serta memperbanyak fraksi molekul

yang memiliki energi melampaui energi aktivasi (Silberberg, 2006) sehingga

dapat meningkatkan kinetika reaksi (Corwin, 2001). Dipergunakan variasi suhu

reaksi pada 40o, 60o, dan 80oC dengan tujuan untuk mengetahui suhu reaksi yang

menghasilkan t-butil eugenol terbanyak.

1. Permasalahan

a. Apakah t-butil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3?

(21)

2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang sintesis tersier-butil eugenol dari eugenol dan tersier-butil klorida dengan katalis besi (III) klorida dengan variasi suhu reaksi sejauh

pengamatan peneliti belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya pengetahuan dalam bidang

sintesis senyawa t-butil eugenol yang berasal dari eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3 menurut reaksi alkilasi Friedel-Craft.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya metode sintesis senyawa

antioksidan baru yaitu t-butil eugenol. c. Manfaat praktis

Penelitian ini memberikan sumbangan suatu senyawa antioksidan baru

dapat dipergunakan secara luas oleh masyarakat setelah diformulasikan

dalam suatu bentuk sediaan obat serta dilakukan uji praklinik dan uji

klinik.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui apakah t-butil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3.

(22)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Eugenol sebagai Antioksidan

Berbagai macam kerusakan sel dapat menyebabkan munculnya berbagai

penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung koroner, artherosklerosis,

dan penuaan dini (Gitawati, 1995). Munculnya berbagai penyakit tersebut

disebabkan karena adanya pengrusakan makromolekul seperti Deoxyribose Nucleic Acid, karbohidrat, membran lipid, dan protein oleh radikal bebas.

Beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan minat untuk mendapatkan

senyawa antioksidan alami (Sunarni dkk., 2007) yang mampu menghambat reaksi

berantai radikal bebas dalam tubuh dengan memberikan elektronnya kepada

molekul radikal bebas (Kumalaningsih, 2007). Beberapa senyawa antioksidan

sintesis seperti Butylated hydroxyanisole (BHA) dan Butylated hydroxytoluene

(BHT) diduga bersifat karsinogenik (Rajeshwar et al., 2005) dan bersifat toksik pada dosis tinggi (Halliwell and Gutteridge, 1999), sehingga sekarang lebih

banyak dikembangkan antioksidan dari bahan-bahan alami (Hartoyo, 2003).

Eugenol merupakan senyawa alami yang telah diketahui mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan (Ogata et al., 2000). Gugus hidroksi (-OH) fenolik pada eugenol (Gambar 1) merupakan gugus yang berperan sebagai penangkap

radikal bebas dalam mekanisme antioksidan. Senyawa fenolik lain seperti

kurkumin yang memiliki gugus hidroksi (-OH) fenolik dan gugus metilen dalam

(23)

jawab terhadap aktivitas antioksidan dibandingkan gugus metilen. Hal ini

disebabkan nilai Bond Dissociaton Enthalpies (BDEs) gugus hidroksi (-OH) fenoliknya lebih rendah (5,04 Kkal/mol) daripada nilai BDEs -C-H metilen

(116,07 Kkal/mol). Abstraksi atom H dari gugus (–OH) fenolik lebih mudah

terjadi daripada abstraksi atom H dari C-H metilen (Sun et al., 2002).

O H3C

CH2

HO

Gambar 1. Struktur Eugenol

Eugenol diperoleh dari minyak cengkeh, berbentuk cairan tidak berwarna

atau kuning pucat dengan BM 164,20. Eugenol memiliki bau cengkeh kuat,

menusuk, rasa pedas, dan tidak memutar bidang polarisasi. Bila terpapar udara

warna eugenol menjadi lebih tua dan mengental. Eugenol sukar larut dalam air,

larut dengan etanol, kloroform, eter, dan minyak lemak. Kelarutan eugenol adalah

1 bagian volume larut dalam 2 bagian volume etanol 70%. Bobot jenis eugenol

antara 1,064 dan 1,070 serta indeks bias antara 1,540 dan 1,542 pada suhu 20ºC

(Anonim, 2001).

Menurut Sastrohamidjojo (2008), tanaman cengkeh sebagai penghasil

senyawa eugenol yang tumbuh pada area lebih dari 438.000 ha di berbagai

wilayah Indonesia, menempati posisi kedua sebagai komoditas ekspor minyak

esensial. Dengan keberadaan tanaman cengkeh yang melimpah, maka eugenol

memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan secara komersial sebagai

senyawa antioksidan yang berasal dari bahan alam. Namun berdasarkan penelitian

(24)

yang dilakukan oleh Ogata (2000) dengan metode 2,2-difenil-1-pikril hidrazil

(DPPH), menunjukkan bahwa eugenol memiliki aktivitas antioksidan yang lemah

(IC50 > 800 μM).

Ogata (2000) menemukan bahwa dengan penambahan gugus meruah

didekat gugus hidroksi pada eugenol akan meningkatkan aktivitasnya sebagai

senyawa antioksidan. Gugus meruah berupa tersier-butil yang terdapat pada senyawa Butylated Hydroxytoluene (BHT) menyebabkan kepotenannya sebagai antioksidan dengan nilai IC50 = 0,31 μM (Uto, 2002). Untuk meningkatkan

aktivitas antioksidan eugenol dilakukan dengan melakukan modifikasi struktur

dengan menambahkan gugus meruah berupa t-butil pada posisi orto dari gugus hidroksi fenolik eugenol menghasilkan senyawa t-butil eugenol.

B. Sintesis t-Butil Klorida

Sintesis t-butil klorida didasarkan atas reaksi substitusi nukleofilik 1 (SN 1)

pada alkohol. Reaksi substitusi melibatkan reaksi antara elektrofil (spesies

kekurangan elektron) dengan nukleofil (spesies kaya elektron). Reaksi SN 1terdiri

dari dua tahap dan merupakan reaksi unimolekular. Reaksi ini melalui dua tahap

yaitu tahap pertama meliputi pemisahan gugus-pergi (spesies penerima elektron)

dari substrat, yang menghasilkan suatu karbokation yang merupakan senyawa

antara (intermediate). Tahap kedua merupakan tahap diserangnya karbokation oleh nukleofil dari karbokation terhibridisasi sp2 dari sisi mana pun (Bresnick,

(25)

Kestabilan karbokation akan mempengaruhi kecepatan reaksi yaitu dengan

semakin stabilnya karbokation akan meningkatkan kecepatan reaksi. Peningkatan

substitusi akan menghasilkan lebih banyak gugus yang dapat memberikan

elektron (induksi elektron) untuk menstabilkan karbokation. Gugus benzil dan alil

bersifat sangat stabil karena delokalisasi muatan positif melalui resonansi.

Karbokation dapat berpindah melalui pergeseran untuk membentuk karbokation

yang bersifat lebih stabil (Bresnick, 2004).

> >

Gambar 2. Kestabilan Karbokation

Alkohol tidak dapat menjalani reaksi substitusi dalam larutan netral atau

basa karena tidak memiliki gugus pergi yang baik seperti dalam alkil halida.

Alkohol memiliki gugus hidroksil (-OH) yang bersifat basa kuat sehingga

merupakan gugus pergi yang buruk. Oleh karena itu diperlukan suasana asam

dalam reaksinya agar alkohol dapat mengalami protonasi menghasilkan ion

oksonium (-OH2+), suatu gugus pergi yang baik karena gugus ini akan dilepaskan

sebagai air suatu basa sangat lemah (Fessenden dan Fessenden, 1986a).

C. Sintesis Tersier-Butil Eugenol dengan Variasi Suhu Reaksi

Sintesis t-butil eugenol berdasarkan pada reaksi alkilasi Friedel-Craft melibatkan penambahan suatu alkil halida (t-butil klorida) pada cincin aromatis (eugenol) dengan menggunakan katalis asam Lewis kuat (FeCl3) (Gambar 2).

(26)

C Gambar 3. Reaksi Pembentukan t-Butil Eugenol

Katalis merupakan suatu zat yang meningkatkan kecepatan suatu reaksi

kimia tanpa dirinya mengalami perubahan kimia yang permanen (Keenan dkk.,

1980). Katalis dapat bereaksi membentuk zat antara, tetapi akan diperoleh

kembali dalam tahap reaksi berikutnya (Chang, 2003). Katalis bekerja dengan

cara menurunkan barier energi dengan menyediakan energi pengaktifan yang

lebih rendah (Gambar 3) sehingga molekul yang energinya tidak tinggi dapat

bereaksi (Keenan dkk., 1980).

Gambar 4. Pengaruh Katalis dalam Penurunan Energi Aktivasi

Besi (III) klorida merupakan katalis asam Lewis yang bersifat cukup kuat

(27)

(III) klorida merupakan penerima pasangan elektron dari t-butil klorida yang kemudian membentuk ion FeCl4- (Fessenden dan Fessenden, 1986a).

Pada reaksi kimia dipergunakan model berupa teori tumbukan yang

menyatakan untuk terjadinya suatu reaksi kimia, molekul-molekul yang terlibat di

dalamnya harus bertumbukan terlebih dahulu. Pada tumbukan yang sukses dapat

menyebabkan perubahan molekul reaktan menjadi molekul produk dengan

disertai perusakan ikatan molekul reaktan dan pembentukan ikatan baru pada

molekul produk. Teori tumbukan menyebutkan terdapat tiga faktor yang

mempengaruhui laju reaksi kimia yaitu :

1. Frekuensi tumbukan yang semakin besar dapat meningkatkan laju reaksi.

2. Diperlukan energi tumbukan yang cukup untuk membentuk ikatan baru.

Apabila molekul bertumbukan dengan energi yang belum cukup untuk

membentuk ikatan baru maka tidak terjadi reaksi.

3. Geometri tumbukan, diperlukan orientasi yang tepat antar molekul untuk

dapat bereaksi (Corwin, 2001).

Diperlukan suhu optimum untuk terjadinya reaksi kimia. Setiap

peningkatan suhu 10oC dapat meningkatkan laju reaksi menjadi 2 atau 3 kali

semula (Petrucci, 1987). Kenaikan suhu dapat meningkatkan laju suatu reaksi

yang disebabkan oleh :

1. Adanya pergerakan molekul yang lebih cepat sehingga persentase tabrakan

antar molekul yang menghasilkan reaksi kimia akan menjadi lebih besar

(Keenan dkk., 1980).

(28)

2. Adanya peningkatan energi tumbukan (Corwin, 2001) yang dapat

memperbesar fraksi tumbukan dengan energi yang cukup untuk melampaui

energi aktivasi (Gambar 4) (Silberberg, 2006).

Gambar 5. Pengaruh Suhu Terhadap Distribusi Energi Tumbukan Walaupun reaksi alkilasi Friedel-Craft ini dipergunakan secara luas dalam

sintesis alkilbenzena, namun reaksi ini memiliki 4 batasan, yaitu :

1. Hanya dapat dipergunakan alkil halida. Sedangkan aril halida dan vinilhalida

tidak dapat bereaksi karena keduanya membutuhkan energi yang tinggi untuk

bereaksi pada kondisi Friedel-Craft.

2. Reaksi Friedel-Craft tidak berhasil pada cincin aromatik yang tersubstitusi

baik oleh gugus amino maupun gugus penarik elektron kuat yaitu –NR3+,

-NO2, -CN, -SO3H, -CHO, -COCH3, -COOH, -COOCH3, -NH2, - NHR, - NR2.

3. Reaksi alkilasi Friedel-Craft sering kali sulit untuk menghentikan reaksinya

setelah terjadi substitusi tunggal. Setelah gugus alkil pertama terdapat pada

cincin, reaksi substitusi kedua dapat terjadi sehingga menimbulkan

polialkilasi.

(29)

katalis, suhu reaksi, dan pelarut reaksi. Penataan ulang lebih sedikit terjadi

pada suhu reaksi yang lebih rendah, namun sering kali diperoleh campuran

produk (Murry, 2004).

D. Pengaruh Pelarut

Reaksi organik lebih sering terjadi pada fase cair yang homogen daripada

tidak digunakannya pelarut. Keberadaan pelarut ini sebenarnya tidak

diperhitungkan dalam persamaan stoikiometri dan bukan bahan penting untuk

reaksi tersebut. Namun perlu diperhatikan interaksi kompleks yang terbentuk

antara molekul terlarut dan pelarut yang dapat menyebabkan perubahan besar

pada aktivitas, energi bebas, dan tentu saja reaktivitasnya. Oleh karena itu perlu

diperhatikan dalam melakukan pemilihan pelarut dalam suatu reaksi kimia.

Contoh pengaruh pelarut seperti pada gambar 5 di bawah ini (Isaacs, 1995).

H

Gambar 6. Reaksi Transfer Proton

Pelarut cair dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama yaitu :

1. Protik, merupakan pelarut yang memiliki fungsi sebagai donor proton seperti

memiliki gugus –OH atau –NH-, serta memiliki momen dipol yang besar dan

mampu untuk membentuk ikatan hidrogen. Contohnya adalah alkohol, amina,

asam karboksilat, dan air.

(30)

2. Dipolar aprotik, memiliki momen dipol yang besar dan sifat pendonor, tetapi

tidak memiliki proton asam. Contohnya adalah dimetilsulfoksida, alkil

sianida, amida, dan keton sekunder.

3. Non-polar aprotik, hanya memiliki sedikit momen dipol, tanpa proton asam

maupun sifat pendonor atau akseptor sehingga hanya memiliki kekuatan

intermolekuler yang lemah. Contohnya adalah hidrokarbon, halokarbon, dan

eter (Isaacs, 1995).

E. Analisis Senyawa Hasil Sintesis 1. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

fisika-kimia yang didasarkan pada perbedaan adsorbsi antara fase diam terhadap fase

gerak dan zat terlarut yang terjadi secara kompetitif. Bercak dengan nilai Rf

sama kemungkinan adalah senyawa yang sama. Campuran yang akan

dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan lebih menguntungkan

jika digunakan pelarut pengembang yang kepolarannya sama (Gritter dkk.,

1991). Gasparic (1978) menyebutkan bahwa terbentuknya suatu bercak

tunggal tidak dapat disimpulkan sebagai suatu senyawa murni sebelum

digunakan sistem pelarut dengan kepolaran yang berbeda.

Pada sistem seperti KLT, dimana bagian lintasan dan koefisien partisi

mungkin tidak konstan sepanjang jarak pengembangan, rasio jarak yang

(31)

Rf=

Pemilihan pelarut untuk menghasilkan pemisahan yang baik

memerlukan sejumlah percobaan. Sistem pelarut biasanya merupakan

campuran yang tediri dari dua komponen yaitu air dan pelarut organik polar

yang larut dalam air. Pemilihan sistem pelarut ini dapat dilakukan secara

eksperimental maupun dengan menghitung nilai kekuatan pelarut (S’) dengan

rumus :

S’ = FaSa + FbSb + …

dengan F adalah volume fraksi dari pelarut murni (a, b, dan seterusnya) dan S

adalah parameter kekuatan pelarut. Dengan semakin besar nilai S

menunjukkan bahwa semakin kuat solut untuk teradsorpsi pada silika gel KLT

tetapi akan semakin lemah terikat pada sistem KLT fase terbalik (Dean, 1995).

Tabel I. Parameter Empiris Kekuatan Pelarut (S)

Solven S

Silika gel lebih sering digunakan untuk bahan pelapis. Lapisan silika

gel merupakan kumpulan sangat tebal dari partikel kecil dengan ukuran

seragam (6-13 µm) dengan permukaan halus dan rata (Dean, 1995). Silika gel

(32)

bersifat sedikit asam sehingga sampel dengan sifat asam sering agak mudah

dipisahkan sehingga dapat meminimumkan reaksi asam-basa antara penjerap

dan senyawa yang dipisahkan (Gritter dkk., 1991). Pengikat yang sering

digunakan untuk serbuk silika gel adalah 5-20 % kalsium sulfat hemihidrat,

bentuk halus dari gipsum (silika gel G) yang dipergunakan untuk

meningkatkan kohesi dari partikel adsorben dan meningkatkan adhesi dari

lapisan adsorben dengan lempeng (Dean, 1995).

2. Kromatografi gas

Kromatografi gas adalah suatu metode pemisahan dengan proses

migrasi diferensial dimana komponen-komponen cuplikan ditahan secara

selektif oleh fasa diam berupa padatan maupun cairan serta fase gerak berupa

gas. Kromatografi gas ini dapat digunakan untuk analisa kualitatif (penentuan

sifat-sifat dari suatu komponen atau campuran dari komponen) serta analisa

kuantitatif (penentuan jumlah dari suatu komponen atau komponen-komponen

dalam suatu campuran) (Sastrohamidjojo, 1991).

Data kromatografi gas biasanya terdiri dari waktu retensi atau waktu

tambat berbagai komponen campuran. Waktu retensi diukur mulai dari titik

penyuntikan sampai titik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa

tertentu pada kondisi tertentu (kolom, suhu, gas pembawa, dan laju aliran).

Adanya komponen tertentu dapat dipisahkan dengan cara spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan ke dalam cuplikan yang

diduga mengandung senyawa yang diinginkan dan dikromatografi. Jika

(33)

berlainan dan kepolarannya berbeda, komponen itu mungkin ada (Gritter dkk.,

1991).

Metode kromatografi gas dan spektrometri massa memberikan

keuntungan saat keduanya digunakan secara bersamaan. Proses pemisahan

dilakukan oleh kromatografi gas, sedangkan proses identifikasi dan kuantitatif

dilakukan oleh spektrometri massa. Keuntungan dari kromatografi

gas-spektrometri massa antara lain metode ini dapat digunakan untuk hampir

semua jenis analit, memiliki batas deteksi yang rendah, dan memberi

informasi penting tentang spektrum massa dari suatu senyawa organik (Dean,

1995).

3. Elusidasi Struktur dengan Spektrometri Massa (Mass Spectrometry) Penentuan struktur molekul organik dapat dilakukan dengan metode

spektroskopi. Dalam hal ini dapat digunakan spektroskopi ultraviolet,

spektrofotometri inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti, dan

spektrometri massa (Samhoedi, 1980).

Pada spektrometri massa sering kali dipergunakan metode Electron Impact (EI) yaitu spektrometer massa membombardir molekul dalam fase uap dengan sinar elektron berenergi tinggi dan mencatat hasil tumbukan elektron

sebagai spektrum ion positif dan dinyatakan dalam massa/muatan (m/z)

(Silverstein and Webster, 1998). Ion bermuatan positif yang berenergi tinggi

ini disebut ion molekuler yang kemudian dapat dipecah menjadi ion berukuran

lebih kecil (Sastrohamijojo, 1991).

(34)

Proses ini menginisiasi ion radikal yang disebut ion molekuler atau

induk. Untuk spesies molekuler M, pembentukan ion sering ditulis dalam

persamaan :

M + e ÆM . + 2 e

Tanda titik disini menunjukkan bahwa ion berada dalam bentuk radikal karena

kehilangan sebuah elektron. Puncak ion molekuler memiliki nilai m/z yang

berhubungan dengan bobot molekul dari molekul netral aslinya (Skoog,

1985).

Spektrum massa merupakan grafik perbandingan massa/muatan (m/z)

terhadap kelimpahan relatifnya. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang

terdeteksi dalam spektra massa adalah +1. Nilai m/z ion semacam ini sama

dengan massanya. Dari segi praktis spektrum massa adalah rekaman dari

massa partikel kelimpahan relatif partikel tersebut (Fessenden dan Fessenden,

1986b).

4. Perhitungan Jumlah Senyawa Hasil Sintesis dengan Program ImageJ

ImageJ yang menggunakan bahasa pemrograman Java ini diciptakan oleh Wayne Rasband di National Institutes of Health (NIH). ImageJ dapat digunakan untuk berbagai format gambar standar yang akan diolah, termasuk

implementasi gabungan gambar dengan warna 48-bit yang sekarang ini sedang

berkembang. Kemampuan untuk membuka berbagai jenis format gambar telah

menjadi keistimewaan yang dimiliki oleh ImageJ (Collins, 2007).

(35)

terjadinya fotosintesis di daun, sehingga dipilih wilayah yang berwarna hijau

dari keseluruhan bagian daun yang berwarna-warni. Dilakukan pengaturan

gambar yang akan dianalisis dengan mengubahnya menjadi warna hitam putih

serta gambar binary sehingga dapat dilakukan analisis partikel untuk menghitung luas area hijau. Dapat pula dilakukan pengaturan

brightness/contrast yang kemudian dapat dilakukan analisis partikel untuk menghitung luas area hijau (Reinking, 2001).

F. Landasan Teori

Reaksi alkilasi Friedel-Craft merupakan reaksi penambahan alkil halida

pada cincin aromatis. Reaksi sintesis t-butil eugenol didasarkan pada reaksi alkilasi Friedel-Craft dengan melibatkan eugenol yang memiliki cincin aromatis,

t-butil klorida sebagai alkil halida, serta FeCl3 sebagai katalis (Gambar 6).

Setiap terjadi kenaikan suhu reaksi sebesar 10oC terjadi peningkatan laju

reaksi menjadi 2 atau 3 kali semula. Semakin tinggi suhu reaksi akan

meningkatkan frekuensi tumbukan antar molekul dan meningkatkan energi

tumbukan yang menyebabkan terdapat lebih banyak fraksi tumbukan yang

memiliki energi melebihi energi aktivasi sehingga terjadi peningkatan kinetika

reaksi dan jumlah senyawa hasil sintesis yang dihasilkan.

(36)

+ FeCl3

t-Butil Klorida Besi (III) Klorida

FeCl4- + H+ FeCl3 + HCl

  Gambar 7. Mekanisme Reaksi Sintesis t-Butil Eugenol

G. Hipotesis

1. Tersier-butil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental deskriptif.

B. Definisi Operasional

1. Starting material adalah senyawa digunakan sebagai bahan awal untuk menghasilkan produk. Dalam penelitian ini digunakan starting material

eugenol dan t-butil klorida.

2. Molekul target adalah senyawa yang menjadi target suatu sintesis dan

diharapkan terbentuk dari starting material. Molekul target dalam penelitian ini adalah t-butil eugenol.

3. Katalis adalah senyawa yang terlibat dalam reaksi yang digunakan untuk

meningkatkan laju reaksi kimia. Dalam penelitian ini digunakan katalis besi

(III) klorida.

4. Jumlah senyawa hasil sintesis adalah perbandingan Area Under Curve (AUC) bercak baru dengan AUC total pada kromatografi lapis tipis dengan

menggunakan perhitungan ImageJ.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas adalah suhu reaksi 40o, 60o, dan 80o C.

2. Variabel tergantung adalah jumlah t-butil eugenol.

(38)

D. Bahan Penelitian

Eugenol (p.a., Sigma), butanol (p.a., Merck), asam klorida (p.a., Merck), ferri klorida anhidrat (p.a., Merck), eter (p.a., Merck), asam asetat (p.a., Merck), toluene (p.a., Merck), aquadest, lempeng KLT, dan silika gel 60 GF254 (Merck).

E. Alat Penelitian

Labu alas bulat 500 ml (Pyrex-Germany), pengaduk magnetik, mantle heater (Heidolph), Erlenmeyer bertutup (Duran schott mainz), Beaker glass ( Pyrex-Germany), pendingin Alihn, klem, termometer, corong kaca, gelas arloji, gelas pengaduk, timbangan elektrik (Mextler PM 100), stir plate, kromatografi gas-spektrometer massa (Shimadzu QP 2010S), lampu UV254 nm, pipa kapiler.

F. Tata Cara Penelitian 1. Sintesis t-butil klorida sebagai starting material

Butanol 25 mL dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan

HCl 50 mL dengan hati-hati. Dilakukan pengadukan di atas stir plate selama 15 menit. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam corong pisah dan

dibiarkan hingga dua lapisan terpisah. Dipisahkan lapisan larut air dengan

corong pisah, dan dilakukan pencucian lapisan organik. Pencucian secara

berturut dilakukan dengan larutan jenuh sodium klorida 6 mL, larutan jenuh

sodium bikarbonat 6 mL, dan larutan jenuh sodium klorida 6 mL. Diambil

(39)

2. Sintesis t-butil eugenol dengan katalis besi (III) klorida (FeCl3) pada variasi

suhu reaksi

a. Sintesis t-butil eugenol pada suhu 40oC

Besi (III) klorida anhidrat 5,2722 g dilarutkan dalam eter 100 mL,

dimasukkan dalam labu alas bulat yang memiliki penutup kaca, ditambah

dengan t-butil klorida 3,6 mL, dan didiamkan selama 12 jam. Pada campuran tersebut ditambahkan eugenol 1 mL serta digojog. Panaskan

campuran pada suhu 40oC selama 3 jam. Pada saat dilakukan pemanasan

disertai proses reflux dengan pendingin Alihn yang mempergunakan aliran air dingin. Senyawa hasil sintesis didinginkan pada suhu kamar dan

dilakukan analisis hasil senyawa hasil sintesis.

b. Sintesis t-butil eugenol pada suhu 60oC

Besi (III) klorida anhidrat 5,2722 g dilarutkan dalam eter 100 mL,

dimasukkan dalam labu alas bulat yang memiliki penutup kaca, ditambah

dengan t-butil klorida 3,6 mL, dan didiamkan selama 12 jam. Pada campuran tersebut ditambahkan eugenol 1 mL serta digojog. Panaskan

campuran pada suhu 60oC selama 3 jam. Pada saat dilakukan pemanasan

disertai proses reflux dengan pendingin Alihn yang mempergunakan aliran air dingin. Senyawa hasil sintesis didinginkan pada suhu kamar dan

dilakukan analisis hasil senyawa hasil sintesis.

c. Sintesis t-butil eugenol pada suhu 80oC

Besi (III) klorida anhidrat 5,2722 g dilarutkan dalam eter 100 mL,

(40)

dengan t-butil klorida 3,6 mL, dan didiamkan selama 12 jam. Pada campuran tersebut ditambahkan eugenol 1 mL serta digojog. Panaskan

campuran pada suhu 80oC selama 3 jam. Pada saat dilakukan pemanasan

disertai proses reflux dengan pendingin Alihn yang mempergunakan aliran air dingin. Senyawa hasil sintesis didinginkan pada suhu kamar dan

dilakukan analisis hasil senyawa hasil sintesis.

3. Analisis Senyawa Hasil Sintesis

a. Uji organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dari

senyawa hasil sintesis. Senyawa hasil sintesis diamati warna dan bau serta

dibandingkan dengan eugenol. Adanya perbedaan sifat fisis antara eugenol

(starting material) dengan senyawa hasil sintesis merupakan suatu tanda yang menunjukkan terbentuk senyawa baru yang berbeda dengan eugenol.

b. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Senyawa hasil sintesis sebanyak 20 μl ditotolkan pada lempeng

silika gel 60 GF254, dielusi dengan fase gerak toluena : etilasetat (93:7),

jarak elusi 15 cm dan deteksi sinar UV254 nm. Diamati jumlah bercak yang

terdapat pada lempeng KLT. Hitung harga Rf bercak yang dihasilkan dan

dibandingkan dengan harga Rf eugenol. Jika harga Rf senyawa hasil

sintesis berbeda dengan harga Rf eugenol maka menunjukkan telah

(41)

c. Kromatografi gas (KG)

Tahap kerja kromatografi gas secara umum adalah cuplikan

senyawa hasil sintesis dilarutkan dalam aseton, kemudian diinjeksikan

kedalam injektor kromatografi gas. Aliran gas dari gas pengangkut helium

akan membawa cuplikan yang telah diuapkan masuk ke dalam kolom yang

dilapisi fase cair dimethylpolysilosane. Selanjutnya cuplikan diukur oleh detektor dan diperoleh suatu kromatogram.

Senyawa hasil sintesis dianalisis menggunakan instrumen

kromatografi gas dengan kondisi alat: jenis kolom HP-5MS; panjang

kolom 30 m; diameter internal 0,25 mm; gas pembawa helium; suhu oven

kolom 100oC; suhu injektor 300oC; tekanan 22,0 kPa; dan aliran kolom 0,5

mL/min yang dilakukan oleh petugas laboratorium kimia organik, Fakultas

MIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

d. Perhitungan jumlah senyawa hasil sintesis

Perhitungan jumlah senyawa hasil sintesis dilakukan dengan

menggunakan program ImageJ.. Melalui program ImageJ dibuka foto yang akan dianalisis melalui menu file-open. Dilakukan pengaturan

brightness/contrass foto KLT melalui menu : image - adjust

-brightness/contrass sehingga diperoleh perbedaan yang kontras antara bercak dengan lempengnya. Dilakukan pengkotakan setiap bercak dengan

menggunakan rectangular selections dan dianalisis dengan wand tool

untuk mengetahui luas area bercak tersebut. Diperoleh luas area untuk

(42)

jumlah senyawa hasil sintesis. Senyawa hasil sintesis pada masing-masing

suhu 40oC, 60oC, dan 80oC dihitung jumlahnya dan dibandingkan nilainya

sehingga dapat ditentukan suhu yang dapat menghasilkan jumlah senyawa

hasil sintesis t-butil eugenol terbanyak.

60°C atau 80°C A 40°C

40°C 100%

e. Elusidasi struktur dengan spektroskopi massa

Tahapan kerja spektroskopi massa secara umum adalah senyawa

hasil sintesis dimasukkan ke dalam kamar pengion pada spektrometer

masa untuk ditembak dengan seberkas elektron sehingga terfragmentasi.

Fragmen-fragmen tersebut melewati lempeng pemercepat ion dan

didorong menuju tabung analisator, dimana partikel-partikel akan

dibelokkan ke dalam medan magnet dan menimbulkan arus pada kolektor

yang sebanding dengan kelimpahan relatif setiap fragmennya. Kelimpahan

relatif setiap fragmen akan dicatat dan menghasilkan data spektrum massa.

Data spektrum yang dihasilkan kemudian dilakukan interpretasi sehingga

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis t-Butil Eugenol dengan Variasi Suhu Reaksi

Sintesis t-butil eugenol dilakukan dengan mereaksikan eugenol dan t-butil klorida dengan katalis besi (III) klorida (FeCl3) anhidrat berdasarkan pada reaksi

alkilasi Friedel-Craft. Tersier-butil klorida disintesis dari butanol dan HCl menurut reaksi SN 1 (Gambar 8).

Gambar 8. Mekanisme Sintesis t-Butil Klorida

Hasil sintesis dari butanol dan HCl akan menghasilkan fase organik yang

mengandung tersier-butil klorida serta senyawa lain yang terbentuk selama reaksi maupun sisa pereaksi yang tidak habis bereaksi. Pencucian dengan larutan jenuh

sodium klorida berfungsi untuk menarik air yang masih terkandung dalam fase

organik sampel. Dengan penambahan NaCl jenuh menyebabkan kekuatan ionik

lapisan air akan bertambah sehingga ion-ion dari NaCl akan menarik molekul air

untuk berikatan dengan NaCl. Sedangkan pada pencucian dengan larutan jenuh

sodium bikarbonat karena untuk menghilangkan sisa HCl, dengan reaksi :

NaHCO3 + HCl Æ CO2↑ + NaCl + H2O

(44)

Tersier-butil klorida terlebih dahulu akan bereaksi dengan katalis FeCl3

membentuk karbokation t-butil dan kemudian bereaksi dengan eugenol. Eugenol berperan sebagai nukleofil sedangkan karbokation t-butil berperan sebagai elektrofil. Pada akhir reaksi akan dihasilkan kembali FeCl3 karena katalis

berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi reaksi kimia sehingga FeCl3 tidak

mengalami transformasi bentuk.

Pada alkilasi terhadap eugenol dipergunakan FeCl3 sebagai katalis karena

sifatnya sebagai katalis asam Lewis yang cukup kuat sehingga dapat

menghasilkan reaksi yang lembut (mild) dan diperoleh jumlah t-butil eugenol yang banyak. Dipergunakan FeCl3 anhidrat untuk mempercepat proses pelarutan

FeCl3 dalam dietil eter. Bentuk anhidrat memiliki kisi kristal kosong dalam

strukturnya sehingga akan lebih cepat menarik pelarut dietil eter yang berasal luar

sistemnya. Hal ini menyebabkan terjadi kontak lebih banyak antara FeCl3 dengan

dietil eter sehingga proses pelarutan akan berlangsung lebih cepat.

Katalis FeCl3 dilarutkan dalam pelarut dietil eter, yang memiliki sifat

sebagai pelarut non-polar aprotik, agar reaksi berlangsung dalam fase yang sama

dengan eugenol dan t-butil klorida yaitu pada fase cair. Besi (III) klorida dalam bentuk padat hanya dapat bekerja sebagai katalis pada bagian permukaannya saja

dengan luas permukaan spesifik yang terbatas. Dietil eter hanya memiliki sedikit

momen dipol, tanpa proton asam maupun sifat pendonor atau akseptor sehingga

hanya memiliki kekuatan intermolekuler yang lemah. Dipergunakan dietil eter

(45)

untuk memberikan waktu yang cukup untuk bereaksi sehingga seluruh t-butil klorida dapat bereaksi dengan FeCl3 menghasilkan karbokation t-butil.

Pada campuran yang telah didiamkan selama 12 jam tersebut ditambahkan

eugenol dan dipanaskan pada 3 macam variasi suhu yaitu 40oC, 60oC, dan 80oC.

Dipergunakan jumlah eugenol yang lebih kecil dari t-butil klorida dengan perbandingan mol eugenol dengan t-butil klorida sebesar 1 : 5 dengan harapan agar seluruh eugenol dapat bereaksi menghasilkan t-butil eugenol. Proses pemanasan disertai proses reflux dengan pendingin Alihn yang dialiri air dingin. Penggunaan air dingin bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pendinginan

pada proses reflux. Diharapkan tidak ada komponen campuran yang hilang menguap, yaitu terutama untuk mencegah penguapan dietil eter yang memiliki

titik didih sebesar 40,54oC. Dilakukan variasi suhu reaksi untuk melihat pengaruh

suhu terhadap kinetika reaksi yang akan berpengaruh pada jumlah senyawa hasil

sintesis.

Terbentuknya t-butil eugenol karena terjadi substitusi elektrofilik aromatis pada cincin benzena oleh gugus t-butil. Eugenol memiliki 3 macam gugus yang melekat pada cincin benzena yaitu gugus metoksi (-OCH3), gugus hidroksi (-OH),

serta gugus propenil (-CH2-CH=CH2) (Gambar 9). Dengan adanya ketiga gugus

tersebut akan mempengaruhi posisi substitusi gugus t-butil yang akan masuk. Gugus metoksi, hidroksi, dan propenil bersifat sebagai pengarah orto dan para

karena memiliki sifat sebagai gugus aktivasi. Gugus hidroksi akan mengarahkan t -butil pada posisi orto (nomor 6). Gugus metoksi akan mengarahkan t-butil pada posisi orto (nomor 3) dan para (nomor 5). Gugus propenil mengarahkan t-butil

(46)

pada posisi orto (nomor 3 dan 5). Terdapat 3 lokasi atom C yang dapat menerima substituen t-butil yaitu nomor 3, 5, dan 6. Namun pada posisi nomor 3 dan 5 memiliki halangan sterik yang lebih besar daripada nomor 6 sehingga gugus t -butil akan tersubstitusi pada posisi atom C nomor 6 (Gambar 97). Atom C pada

posisi nomor 3 terletak diantara gugus meruah metoksi dan propenil, sehingga

gugus t-butil sulit untuk mencapai atom C nomor 3 tersebut dan reaksi alkilasi akan sulit terjadi. Posisi orto terhadap atom C nomor 5 terdapat gugus propenil yang lebih meruah dibandingkan gugus hidroksi yang terletak pada posisi orto

terhadap atom C nomor 6. Hal ini menyebabkan gugus t-butil akan lebih mudah mendekat pada atom C nomor 6 dengan halangan sterik lebih kecil dibandingkan

nomor 5 dan reaksi alkilasi akan lebih mudah terjadi pada atom C nomor 6.

Akibatnya gugus t-butil akan tersubstitusi pada posisi atom C nomor 6.

O

Gambar 9. Penomoran Cincin Benzena untuk Substitusi Gugus t-Butil Pada percobaan ini dilakukan variasi suhu reaksi pada 40oC, 60oC, dan

80oC. Dipergunakan suhu 40oC sebagai suhu terendah karena pemilihan suhu

reaksi pada umumnya dilakukan berdasar titik didih terendah suatu zat yang

terdapat dalam campuran. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan

hilangnya komponen dalam campuran selama berlangsungnya reaksi. Pada

(47)

terendah adalah dietil eter (40,54oC). Titik didih eugenol adalah 286,78oC dan t -butil klorida sebesar 52,32oC.

Variasi suhu reaksi dilakukan dengan interval suhu 20oC sehingga

pemanasan dilakukan pada tiga macam suhu reaksi yaitu 40oC, 60oC, dan 80oC.

hal ini didasarkan bahwa setiap kenaikan suhu sebesar 10oC dapat meningkatkan

kecepatan reaksi menjadi dua atau tiga kalinya sehingga dipergunakan interval

kenaikan suhu yang lebih besar dari 10oC yaitu 20oC dengan harapan dapat

memperbesar peningkatan kecepatan reaksi dan terjadi peningkatan jumlah

senyawa hasil sintesis yang lebih besar dalam waktu yang sama.

B. Analisis Senyawa Hasil Sintesis 1. Uji organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan untuk mengetahui warna dan bau

senyawa hasil reaksi yang kemudian dibandingkan dengan eugenol (tabel II).

Tabel II. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Senyawa Hasil Reaksi dengan Eugenol

Pemeriksaan Senyawa hasil sintesis Eugenol Warna Coklat Kehitaman Putih bening

Bau Tidak berbau Minyak cengkeh

Berdasar hasil pemeriksaan organoleptis ini dapat disimpulkan bahwa

senyawa hasil sintesis telah berbeda dari eugenol yang digunakan sebagai starting material sehingga dapat disimpulkan telah terbentuk senyawa baru.

(48)

2. Uji kromatografi lapis tipis (KLT)

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada percobaan ini dipergunakan

untuk mengidentifikasi terbentuknya senyawa baru yang berbeda dengan eugenol.

Dengan terbentuknya bercak baru sebagai hasil pemisahan dari senyawa hasil

sintesis dengan Rf yang berbeda dengan Rf bercak milik eugenol menunjukkan

telah terbentuk senyawa baru.

Sistem KLT yang digunakan adalah kromatografi fase normal dengan fase

diam adalah silika gel 60 GF254 yang bersifat polar serta fase gerak toluena : etil

asetat (93 : 7) yang bersifat non polar. Eugenol dapat dipisahkan dari suatu

campuran senyawa dengan menggunakan fase diam silika gel serta fase gerak

berupa campuran toluena : etil asetat (97 : 3). Penggunaan fase gerak toluena : etil

asetat (97 : 3) untuk memisahkan senyawa hasil sintesis yang diduga bersifat lebih

non polar daripada eugenol dimungkinkan dapat menyebabkan t-butil eugenol terelusi hingga mencapai batas jarak pengembangan fase gerak. Oleh karena itu,

dilakukan modifikasi fase gerak yaitu dengan menggunakan campuran toluena :

etil asetat (93 : 7) untuk memisahkan senyawa hasil sintesis agar diperoleh

pemisahan yang baik dengan nilai Rf tidak terlalu kecil maupun besar.

Dipergunakan fase diam silika gel 60 GF254 karena senyawa t-butil

eugenol tidak berwarna secara visible tetapi memiliki gugus kromofor, sehingga ditambahkan indikator fosforesensi yang dapat membuat lempeng berpendar serta

bercak senyawa yang memiliki sifat dapat menyerap sinar UV 254 nm akan

(49)

dari bahan anorganik sehingga tepat apabila dipergunakan fase gerak yang bersifat

organik sebab indikator fosforesensi tidak akan ikut terelusi dan tidak akan

terkumpul hanya pada bagian atas lempeng yang menyebabkan bercak tidak dapat

teramati.

Berdasarkan gambar 10 dan tabel III diketahui pada senyawa hasil sintesis

terdapat bercak dengan Rf yang berbeda dengan nilai Rf eugenol sehingga

disimpulkan bahwa telah terbentuk suatu senyawa baru yang memiliki sifat lebih

non polar dibandingkan dengan eugenol. Hal ini disebabkan senyawa yang lebih

bersifat polar akan teradsorpsi dan memiliki interaksi lebih kuat dengan fase diam

silika gel 60 GF254 yang bersifat polar daripada dengan fase geraknya, sehingga

senyawa tersebut mengalami elusi yang lebih lambat serta memiliki nilai Rf lebih

kecil dibandingkan dengan senyawa yang bersifat lebih non polar.

Gambar 10. Profil Bercak Uji Kromatografi Lapis Tipis

(50)

Keterangan :

Fase diam : Silika Gel 60 GF254 Bercak A dan E : Standar Eugenol

Fase gerak : Toluena : Etil asetat Bercak B dan F : Hasil sintesis suhu 40oC (93 : 7) Bercak C dan G : Hasil sintesis suhu 60oC Jarak elusi : 15 cm Bercak D dan H : Hasil sintesis suhu 80oC Deteksi : sinar UV 254 nm

Tabel III. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Sintesis

Senyawa Bercak Harga Rf

Standar Eugenol A 0,60

E 0,60

Uji KLT ini menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis yang dihasilkan

dari variasi suhu reaksi 40oC, 60oC, dan 80oC tidak murni karena pada hasil

pengelusian terhadap masing-masing senyawa hasil sintesis tersebut

menghasilkan dua bercak. Bercak pertama pada masing-masing senyawa hasil

sintesis dengan variasi suhu 40oC, 60oC, dan 80oC yaitu bercak B, C, dan D

(Gambar 8) merupakan senyawa eugenol karena memiliki nilai Rf mendekati nilai

Rf standar eugenol. Bercak kedua pada masing-masing senyawa hasil sintesis

dengan suhu 40oC, 60oC, dan 80oC yaitu bercak F, G, dan H (Gambar 10)

(51)

3. Kromatografi gas

Kromatografi gas dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat

kemurnian senyawa hasil sintesis yang dapat dikombinasikan dengan spektrometri

massa. Keuntungan dari kombinasi kromatografi gas-spektrometri massa

(GC-MS) ini adalah apabila terdapat komponen senyawa hasil sintesis yang masih

bercampur dengan senyawa lain, maka senyawa yang tidak diinginkan dapat

dipisahkan dan hanya dilakukan analisis MS terhadap senyawa yang diinginkan.

Dengan demikian, diharapkan spektrum yang dihasilkan pada spektrometri massa

adalah hasil fragmentasi dari senyawa tunggal.

Gambar 11. Kromatogram Kromatografi Gas Standar Eugenol

Gambar 12. Kromatogram Kromatografi Gas Senyawa Hasil Sintesis

(52)

Analisis kualitatif terhadap kromatografi gas dapat dilakukan dengan

mengamati banyaknya jumlah puncak. Satu senyawa dapat ditunjukkan dengan

satu puncak pada kromatogram yang memiliki waktu retensi tertentu. Dilakukan

analisis kromatografi gas terhadap standar eugenol. Kromatogram yang dihasilkan

(gambar 11) menunjukkan hanya terdapat 1 puncak yaitu eugenol dengan waktu

retensi 19,120 menit. Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa senyawa hasil

sintesis tidak murni karena terdapat 42 puncak pada kromatogram yang

menunjukkan bahwa pada senyawa hasil sintesis terdapat 42 macam senyawa.

Untuk mengetahui senyawa yang dihasilkan maka dilakukan spektrometri massa

pada puncak-puncak tersebut dan dilakukan intrepretasi terhadap spektrum MS.

4. Perhitungan jumlah senyawa hasil sintesis

Dilakukan penghitungan luas area bercak terhadap hasil uji Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) gambar 10 dengan menggunakan program ImageJ. Hasil pada tabel IV menunjukkan dengan semakin meningkatnya suhu reaksi menyebabkan

peningkatan jumlah senyawa hasil sintesis yang semakin besar.

Tabel IV. Peningkatan Jumlah Senyawa Hasil Sintesis

Senyawa Peningkatan Jumlah Senyawa Hasil Sintesis

Hasil sintesis suhu 40oC 0 %

Hasil sintesis suhu 60oC 159,461 %

(53)

Peningkatan suhu reaksi dapat mempengaruhi dua faktor, yaitu :

a. Meningkatkan kecepatan pergerakan molekul eugenol dan t-butil sehingga molekul-molekul akan memiliki frekuensi tumbukan yang lebih besar dan

meningkatkan laju reaksi.

b. Meningkatkan energi yang dimiliki oleh molekul eugenol dan t-butil sehingga terdapat lebih banyak molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi.

Terlampauinya energi aktivasi ini akan mengawali terjadinya reaksi alkilasi

Friedel-Craft dimana ikatan molekul eugenol dan t-butil akan berubah menjadi ikatan molekul produk. Peningkatan frekuensi dan energi ini dapat

meningkatkan laju reaksi alkilasi Friedel-Craft.

5. Elusidasi senyawa hasil sintesis

Spektra massa digunakan untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa

serta untuk mengetahui kerangka molekul senyawa hasil sintesis melalui

interpretasi fragmen-fragmen yang dihasilkan.

Gambar 13. Spektrum Massa Standar Eugenol

Gambar 14. Spektrum Massa Senyawa Hasil Sintesis ke-40

(54)

Keterangan :

A = puncak dengan rasio m/z = 276 menunjukkan ion molekuler senyawa hasil sintesis (di-t-butil eugenol)

B = puncak dengan rasio m/z = 261 menunjukkan fragmen ion C17H25O2+

C = puncak dengan rasio m/z = 205 menunjukkan fragmen ion C13H18O2+

D = puncak dengan rasio m/z = 57 menunjukkan fragmen karbokation t-butil E = puncak dengan rasio m/z = 41 menunjukkan fragmen ion C3H5+

Puncak ion molekuler ini bersifat tidak stabil sehingga dapat terpecah

menjadi fragmen-fragmen ion molekuler dengan rasio m/z yang lebih kecil, baik

berupa radikal bebas, fragmen netral, maupun ion-ion. Hanya fragmen yang

bermuatan positif dan radikal positif yang dapat teridentifikasi pada spektrometri

massa ini.

Berdasarkan 42 macam senyawa yang tampak dalam kromatogram GC,

ditentukan senyawa yang dapat diidentifikasi yaitu pada puncak kromatogram

ke-40 yang memiliki waktu retensi 17,706 menit. Hasil spektrum senyawa tersebut

(gambar 14) dapat dianalisis mulai dari sisi sebelah kanan menuju kiri yaitu

dimulai dari puncak A yang memiliki ion molekular (m/z) sebesar 276. Nilai m/z

sebesar 276 ini menunjukkan bobot molekul (BM) senyawa hasil sintesis.

Senyawa yang memiliki BM 276 ini sama dengan bobot molekul senyawa

2-metoksi-3,6-di-t-butil-4-(2’-propenil)fenol atau disebut di-t-butil eugenol yang dapat ditegaskan dengan pola fragmentasi MS pada puncak B, C, dan D.

Puncak B (m/z 261) merupakan fragmen dari ion molekul yang mengalami

pelepasan radikal metil menghasilkan ion C17H25O2+. Puncak C (m/z 205)

merupakan ion C13H18O2+. Puncak D (m/z 57) merupakan fragmen dari ion

(55)

-butil. Puncak E (m/z 41) merupakan fragmen dari ion molekul yang mengalami

Gambar 15. Fragmentasi di-t-Butil Eugenol

(56)

Berdasarkan hasil spektrometri massa tersebut dapat disimpulkan bahwa

senyawa hasil sintesis yang terbentuk adalah di-t-butil eugenol. Terbentuknya

di-t-butil eugenol karena terjadi di-alkilasi pada eugenol (Gambar 16) yang merupakan batasan ke-3 pada reaksi alkilasi Friedel-Craft yaitu reaksi alkilasi

Friedel-Craft sering kali sulit untuk menghentikan reaksinya setelah terjadi

substitusi tunggal.

Terdapat tiga macam gugus yang terdapat pada eugenol yaitu gugus

metoksi (-OCH3), gugus hidroksi (-OH), serta gugus propenil (-CH2-CH=CH2)

yang akan mempengaruhi posisi substitusi gugus t-butil yang akan masuk. Ketiga gugus tersebut merupakan gugus aktivator sehingga bersifat sebagai pengarah orto

dan para. Posisi atom C nomor 3, 5, dan 6 memiliki peluang untuk menerima substitusi gugus t-butil dan proses di-alkilasi ini terjadi melalui 2 tahapan sebagai berikut :

a. Gugus t-butil pertama akan masuk pada posisi nomor 6 karena halangan sterik yang kecil yaitu hanya terdapat gugus hidroksi yang kurang meruah sehingga

gugus t-butil dapat dengan mudah mengalami reaksi substitusi pada atom C nomor 6.

b. Gugus t-butil kedua akan masuk pada posisi orto terhadap gugus metoksi dan propenil (nomor 3) akibat halangan sterik yang lebih kecil daripada atom C

nomor 5 yang memiliki halangan sterik lebih besar akibat adanya gugus yang

(57)

+ FeCl3 t-Butil Klorida Besi (III) Klorida

FeCl4- + H+ FeCl3 + HCl   t-Butil Klorida Besi (III) Klorida

FeCl4- + H+ FeCl3 + HCl

Gambar 16. Mekanisme Sintesis di-t-Butil Eugenol

(58)

Di-alkilasi dapat terjadi akibat pengaruh substitusi gugus t-butil yang pertama pada posisi atom C nomor 6 (Gambar 9). Gugus t-butil bersifat sebagai gugus aktivator sehingga dapat meningkatkan kereaktifan cincin benzena dan

dapat menyebabkan terjadi reaksi dengan gugus t-butil kedua yang berlangsung lebih cepat daripada reaksi pertamanya. Di-alkilasi ini juga disebabkan karena penggunaan eugenol yang lebih kecil daripada t-butil klorida dengan perbandingan mol eugenol : t-butil klorida sebesar 1 : 5. Jumlah t-butil klorida yang berlebih menyebabkan semakin besar kemungkinan eugenol bertemu dengan

t-butil klorida dalam satu sistem sehingga dapat terjadi substitusi kedua pada eugenol menghasilkan di-t-butil eugenol. Untuk mencegah terjadinya di-alkilasi ini dapat dipergunakan perbandingan eugenol dan t-butil klorida sebesar 1 : 1 agar hanya terjadi monoalkilasi pada eugenol sehingga dapat dihasilkan t-butil eugenol.

Tidak terjadi alkilasi ketiga pada eugenol pada posisi atom C nomor 5

karena terdapat gugus meruah berupa gugus t-butil dan propenil pada posisi orto

terhadap atom C nomor 5 yang menimbulkan halangan sterik sehingga

mempersulit gugus t-butil ketiga untuk mendekat dan mengalami reaksi substitusi.

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tidak dihasilkan t-butil eugenol dari sintesis eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3.

2. Pada reaksi antara eugenol dan t-butil klorida dengan katalis FeCl3 pada

variasi suhu reaksi 40o, 60o, dan 80oC menghasilkan 42 macam senyawa, salah

satunya adalah senyawa di-t-butil eugenol.

3. Suhu reaksi 80oC menghasilkan peningkatan jumlah senyawa hasil sintesis

terbesar dibandingkan terhadap senyawa hasil sintesis suhu 40oC berdasarkan

AUC yaitu 1.096,280 %.

B. Saran

Dilakukan elusidasi struktur terhadap bercak baru hasil uji kromatografi lapis tipis

preparatif.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001, Merck Index 13th edition : An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biological, 239, 612, Merck & Co., Inc., USA.

Bresnick, S.D., 2004, Intisari Kimia Organik, 29-31, 96-97, 101-107, Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Chang, R., 2003, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti, jilid dua, edisi ketiga, 44, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Collins, T. J., 2007, ImageJ for Microscopy,

http://www.biotechniques.com/BiotechniquesJournal/supplements/2007/Ju ly/ImageJ-for-microscopy/biotechniques-42894.html, diakses tanggal 26 September 2009.

Corwin, C.H., 2001, Introductory Chemisrty Concepts & Connections, 3rd edition, 452, 453, Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

Dean, J.A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, 13, 26, 98-100, McGraw-Hill, New York.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1986a, Kimia Organik, diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H., edisi III, jilid I, 269, 271, 327-341, 471-472, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1986b, Kimia Organik, diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H., edisi III, jilid II, 454, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gasparic, J., and Churacek, J., 1978, Laboratory Handbook of Paper and Thin-layer Chromatography, 63, Ellis Horwood Limited, England.

Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas : Sifat dan peranan dalam Menimbulkan Kerusakan Sel, Cermin Dunia Kedokteran, 102, 33-35.

Gritter, J. R., Bobbit, J. M., dan Scharting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, edisi II, 109-112, ITB, Bandung.

Halliwell, B., and Gutteridge, J.M.C., 1999, Free Radicals in Biology and Medicine, 3rd ed., 368-369, Oxford University Press, New York.

(61)

Isaacs, N., 1995, Physical Organic Chemistry, 2nd ed., 193, 194, Longman Group Limited, United Kingdom Curtis.

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, 521, 522, Erlangga, Jakarta.

Kumalaningsih, S., 2007, Antioksidan Alami, Penangkal Radikal Bebas, Trubus Agrisarana, 2-22.

Morquio, A., Rivera-Megret, F., and Dajas, F., 2005, Photoprotection by Topical Application of Achyrocline satureioides (‘Marcela’), Phytotherapy Research, 19(6), 486-490.

Murry, M.J., 2004, Organic Chemistry, 6th edition, 535-537, Thomson Learning, Inc., USA.

Ogata, M., Hoshi, M., Urano, S., and Endo, T., 2000, Antioksidant Activity of Eugenol dan Related Monomeric and Dimeric Compounds,Chem. Pharm. Bull., 48(10), 1467-1469.

Petrucci, R. H., 1987, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, edisi keempat, jilid 2, 168, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Rajeshwar, Y., Kumar, G.P.S., Gupta, M., and Mazunder, U.K., 2005, Studies On In Vitro Antioxidant Activities of Methanol Extract of Mucuma pruriens (Fabaceae) Seeds, Eur. Bull. Drug Res., 13 (1), 31-39.

Reinking, L., 2001, Examples of Image Analysis Using ImageJ, imagej.sourceforge.net/docs/pdfs/examples.pdf, diakses tanggal 26 September 2009.

Samhoedi, M., 1980, Elusidasi Struktur – Penentuan Struktur dengan Pertolongan Metoda Spektroskopik UV, IR, H1-NMR, C13-NMR, MS, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 1991, Kromatografi, edisi II, 11, 34-36, 41, 46, 99, 100, 163, 164, Liberty, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 2008, The Prospect of Indonesian Essential Oils Industry, http://chem.uii.ac.id/Prof%20Jon/Prospek_Atsiri_di_Indonesia.pdf,

diakses tanggal 26 April 2009.

Segi, M., Nakajima, T., and Suga S., 1980, Comparison of Lewis Acids as catalyst for the Alkylation of Benzene with s-Butyl Chloride, Bull. Chem. Soc. Jpn., 53, 1465-1466, Kanazawa University, Kanazawa.

Silberberg, M.S., 2006, Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change, 4th edition, 694, 695, McGraw-Hill, New York.

Gambar

Gambar 1. Struktur Eugenol
Gambar 2. Kestabilan Karbokation
Gambar 4. Pengaruh Katalis dalam Penurunan Energi Aktivasi
Gambar 5. Pengaruh Suhu Terhadap Distribusi Energi Tumbukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman merupakan instansi pemerintah serta sistem penentuan penerima bantuan rumah tidak layak huni masih bersifat subjectif

Direktorat Jenderal Perkebunan (2012) Pedoman Umum Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Tahun 2013.. Direktorat Jenderal

Kompetensi Pedagogik Pendidik PAUD di Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi Setelah Mengikuti Pelatihan Developmentally Appropriate Practice (DAP) .... Pengaruh

Pemerintah harus mampu mencari peluang kerja bagi tenaga kerja untuk menempatkan tenaga kerja baik menempatkan sebagai wirausaha maupun ditempatkan di sektor formal

1 Menyatakan dua acara lari berganti-ganti dalam olahraga dengan betul. 2 Mengenal pasti empat urutan fasa lakuan acara lari berganti-ganti dengan betul. 3 Melakukan ansur maju

Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan nilai oksigen terlarut di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading masih dalam batas toleransi untuk kehidupan

Hasil penelitian ini perusahaan LQ 45 sebelum dan sesudah pengumuman terdapat perbedaan yang sangat signifikan dan menunjukkan bahwa adanya pengumuman kenaikan harga BBM

Dari hasil-hasil pengamatan ini maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi penekanan plunger , kekuatan tarik coran die casting Al-Mg-Si semakin meningkat yang