BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan pembanguan Nasional sebagai pengamalan
Pancasila adalah berkenaan dengan transportasi. Transportasi memiliki posisi
yang penting dan strategi dalam pembangunan bangsa yang berwawasan
lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh
sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam
Undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa transportasi merupakan
sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda
perekonomian, memperkukuh Persatuan dan Kesatuan serta mempengaruhi
semua aspek kehidupan Bangsa dan Negara.
Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa pentingnya
transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan
jasa angkutan (Bus dan Angkutan Umum) bagi mobilitas orang serta barang,
akibat adanya peranan transportasi tersebut maka perlu adanya penataan lalu
lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional
secara terpadu dan harus mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi
yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas yang aman, nyaman, dan
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat secara umum adalah
yang diselenggarakan berdasarkan asas kepentingan umum, bahwa
penyelenggaraan lalu lintas dan salah satunya bus harus mengutamakan
kepentingan pelayannan umum bagi masyarakat luas (Undang-undang Lalu
lintas No. 14 1992 Pasal 2).
Akan tetapi dilihat dari konsekuensinya, alat transportasi yang
bertugas melayani masyarakat bisa membahayakan nyawa seseorang. Hal ini
dibuktikan dari data angka kecelakaan pada tabel dibawah ini:
Tabel 1
Data kecelakaan bus AKDP trayek Purwokerto-Tegal Tahun 2010
no Tgl Kejadian Ran Terlibat T. KP
1 18-01-2010 Bus G1659 GE Jln. Raya Pekuncen Desa
Banjaranyar
2 21-06-2010 Bus G 1413 FR Jln. Raya Ajibarang
3 08-09-2010 Bus G 2337 FR Jln. Raya Cilongok Desa
Karanglo
4 09-09-2010 Bus G 1548 FR Jln. Raya Karanglewas Desa
Karang Gude
5 07-11-2010 Bus G 1641 EG Jln Raya Cilongok Desa
Karanglo
6 24-11-2010 Bus G 1452 GR Jln. Raya Ajibarang
(Sumber data Lakalantas Purwokerto- Banyumas Tahun 2010).
Menurut Kepolisian Republik Indonesia Resor Banyumas Satuan Lalu
Lintas, kecelakaan yang terjadi di Wilayah Banyumas berjumlah 58 kasus
kendaraan umum. Dari 58 jumlah kasus kecelakaan salah satunya yaitu bus
AKDP trayek ke Tegal yang berada di Kabupaten Banyumas.
Proyeksi yang dilakukan antara tahun 2000 sampai 2020 kecelakaan
lalu lintas akan menjadi penyebab kecelakaan dan penyakit nomor tiga di
(Udari, 2009). Hasil wawancara dengan Kanit Laka Res Banyumas
(Hariyanto) pada tanggal 04 Februari 2010, bahwa faktor penyebab
kecelakaan selain faktor kelayakan bus adalah faktor perilaku pengemudi
yang kurang bisa mengontrol emosinya dengan baik sehingga terjadi
ugal-ugalan dengan kecepatan yang tinggi.
Data Departemen Perhubungan menyebutkan mayoritas penyebab
utama kecelakaan lalu lintas adalah pengemudi, dan penyebab yang biasa
terjadi dalam kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah emosional
pengemudi (Kurniadi, 2007). Dari data jumlah keseluruhan bus AKDP yaitu
66 bus, menurut salah satu sopir bus AKDP di Purwokerto (inisial Amd)
semakin banyak alat transportasi, kemacetan, kebisingan, pemberangkatan
yang beruntunan, kebutuhan yang semakin sulit didapat, semakin ketat
persaingan dalam berlalu lintas, dan memanasnya untuk memperebutkan
penumpang dikarenakan melihat setoran yang belum mencukupi,
pemberangkatan yang beruntun, jalanan yang ramai, kondisi jalan yang rusak
maka sangat sulit untuk menahan emosinya sehingga secara tidak langsung
para sopir bus melakukan aksi kebut-kebutan agar bisa mendapatkan
penumpang yang sedang menunggu serta jika menurunkan penumpang harus
secepatnya turun agar bus yang dibelakang tidak mendahuluinya, jika Bus
AKDP lainnya mengejar maka para sopir merasa tegang dan berambisi untuk
mengejar kembali agar dapat mendapatkan penumpang yang sedang
Menurut hasil wawancara dengan (Rmln) selaku sopir bus AKDP
yaitu sering mengalami rasa jengkel jika sedang mengendarai, silit meredakan
detak jantung disaat kendaraan yang dibelakang akan mendahuluinya apalagi
jika bus yang lainnya mengejar perasaan marah pun sering terjadi dan subjek
harus mengejar secepat mungkin, tidak mampu beristirahat dengan tenang
jika keadaan muka sedang memerah setelah jengkel dengan para sopir lain
maupun kepada kernet, tidak mampu mengontrol detak jantung disaat bekerja
penuh tantangan, jika otot sedang tegang susah untuk mengontrol perilaku
mengendarai, sangat tidak nyaman jika kondisi jalanan macet, panas,
mendapat penumpang sedikit.
Menurut 6 orang (Id, Th, Am, Shn, Un, Pn) sebagai penumpang bus
AKDP yang tumpanginya sering kebet-kebutan, bicara kasar seperti halnya
tidak terima oleh kendaraan lainnya, kata-kata yang kurang enak didengar
sering muncul disaat kondisi depan ada kendaraan yang pelan, ada kendaraan
yang mendahuluinya, menurunkan penumpangnya dengan sembarangan
(kendaraan masih kondisi jalan pelan), menggunakan klakson yang tidak
beraturan, menyetir yang tidak beraturan, sering menedahului kendaraan
dengan bola tanggung. Penumpang menjadi merasa tidak nyaman, takut akan
nyawa yang menjadi sasaran perilaku pengemudi bus.
Para sopir menunjukan masalah dalam pengelolaan emosional dalam
berlalu lintas yang tidak hanya menyebabkan kerusakan properti, tetapi juga
Hal ini sesuai hasil observasi dimana observer langsung mengamati
perilaku sopir bus dijalan jurusan Tegal di Wilayah Kabupaten Banyumas,
kurang adanya pengelolaan emosi marah yang positif sering kali dilakukan
oleh para sopir dan menjadikan penumpang merasa kurang nyaman dalam
menggunakan jasa transportasi bus AKDP. Perilaku tersebut nampak dengan
adanya sopir bus sering kebut-kebutan dengan bus AKDP lainnya,
menurunkan penumpang yang tidak wajar, rem mendadak, menggunakan
bunyi klakson yang tidak beraturan, kecepatan yang tinggi, mendahului
kendaraaan lainnya dengan tidak teratur.
Menurut Amd nama inisial dari sopir bus AKDP, bahwa faktor yang
menyebabkan sopir bus menjadi marah yaitu faktor pengelolaan emosi, para
sopir bus sangat sulit untuk mengelola emosinya dikarenakan stres yang
terlalu berlebihan faktornya tidak adanya penumpang, kondisi jalan yang
macet, panas, armada yang berturutan sehingga dibutuhkan pengeloaan
emosi, banyaknya persaingan sehingga tuntutan yang menjadi target
pekerjaan kurang menjanjikan pengelolaan tersebut melemah sehingga timbul
emosi marah, penghasilan sedikit kurang bisa mencukupi kebutuhan, kernet
yang tidak semangat bekerja.
Menurut kernet bus AKDP (Fr) sopir yang kurang bisa mengelola
emosi marah sering kali membentak, ugal-ugalan yang tidak teratur, sering
menggunakan rem mendadak, menutup pintu dengan keras, diam tidak mau
Menurut Murniati (1995) perilaku emosional tersebut terjadi karena
faktor kerja yaitu beban kerja, faktor tuntutan kerja, banyak saingan yang
harus sopir hadapi dan membuat kekangan didalam melakukan pekerjaan.
Sopir yang tidak dapat memenuhi tuntutan perannya kemungkinan akan
mengalami problem-problem psikologis dan tekanan sehingga akan
menimbulkan stres (Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2007).
Stres yang dialami para sopir lama kelamaan akan mengarah kepada
perasaan apatis, tidak peduli dan tidak bertanggung jawab karena mereka
belajar dari pengalaman bahwa sistem tidak memihak kepada mereka untuk
berlaku benar, Persepsi ini sendiri sudah merupakan sumber-sumber stres
yang berakibat emosi marah yang potensial bagi sopir ditambah dengan
kenyataan riil di lapangan dan kurangnya dukungan sosial (social support)
terhadap sopir dari lingkungannya (Utami, 2008).
Hasil penelitian dari Wade (2007) menunjukan bahwa perilaku
kekerasan didalam mengemudi kendaraan yang berlangsung singkat namun
kuat, sebagian disebabkan oleh stimulus fisiologis yang dihasilkan oleh stres
yang terjadi pada saat mengemudi kendaraan. Hal ini menjelaskan bahwa
pekerjaan yang dilakukan sopr bus mudah menjadikan emosi sehingga mudah
dapat memnculkan perilaku agresif dalam mengendara. Menurut Safaria
(2009) polusi udara, kemacatan, tingkat kriminalitas yang semakin tinggi
serta kebisingan yang dihadapi sebagai dampak yang negatif, semua situasi
Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa sopir merupakan
individu yang mempunyai kerentanan terhadap stres. Seorang sopir yang
mengalami stres tentu tidak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya secara maksimal. Hal ini disebabkan karena stres yang dialami akan
mengakibatkan seseoarang menjadi tertekan dan menimbulkan ketegangan
yang akan berpengaruh pada sistem pengelolaan emosi marah.
Menurut Safaria (2009) salah satu emosi yang sulit diatasi adalah
emosi marah. Sering kali rasa marah yang terus bergejolak akan
menimbulkan suasana hati yang tidak nyaman, sensitif, dan tidak
mengenakkan, sering kali rasa marah dilampiaskan dengan cara-cara yang
negatif seperti membanting barang-barang, berteriak, dan melakukan tindakan
agresif. Menurut Safaria (2009) emosi marah yang tidak dapat dikelola secara
efektif dapat menjadikan seseorang bertindak yang agresif dan
membahayakan orang lain, watak pemarah dapat mengakibatkan terjadinya
disharmonis seperti halnya kehilangan pekerjaan bahkan terkena hukuman
pidana.
Dengan andanya masalah diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
permasalahan emosi khususnya pengelolaan emosi marah, karena pekerjaan
yang berkaitan dengan pelayanan maupun beraktifitas yang melelahkan psikis
maupun fisik sangat mucah memicu timbulnya emosi marah, dengan
kemampuan mengendalikan perilaku ini dalam kadar tertentu akan membantu
menurunkan intensitas masalah konflik sopir bus dengan cara-cara yang
menggunakan jasa transpotasi dan individu yang memiliki kemampuan untuk
mengelola emosi marah akan mendukung didalam memecahkan masalah
konflik interpersonal dan menjalani kehidupan secara efektif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
Bagaimanakah tingkat pengelolaan emosi pada sopir bus AKDP
Trayek Tegal di UPT Terminal Purwokerto
C. Tujuan Penelitian
Untuk menggambarkan tingkat pengelolaan emosi marah pada sopir
bus AKDP Trayek Tegal di UPT Terminal Purwokerto?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Secara teoritis
Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dibidang Psikologi
Sosial dan Industri.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang
b. Dan bermanfaat bagi sopir untuk mengetahui akibat yang terjadi jika
pengelolaan emosi tidak segera dikelola dengan baik, dengan