• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Kajian teori adalah telaah yang dilakukan terhadap suatu teks kutipan dengan maksud memahami lebih dalam pada bentuk dan isi teks kutipan tersebut. Menyusun kajian teori merupakan suatu kegiatan membaca, menelaah, menganalisis suatu teks kutipan dari bacaan/artikel untuk memperoleh ide-ide, penjelasan, data-data pendukung yang mendukung pokok pikiran utama, serta memberikan komentar terhadap isi teks bacaan kutipan tersebut secara keseluruhan dari sudut pandang kepentingan pengkaji, (Slameto, 2012:120).

2.1.1 Pembelajaran IPA

IPA dapat menjadi mata pelajaran yang menarik di sekolah dasar jika siswa terlibat secara aktif, learning by doing (belajar dengan melakukan) bukannya dengan mendengarkan atau menghafal. Siswa dapat belajar dengan baik jika mengalami sendiri apa yang dipelajari (aktivitas dan pikiran). Beberapa cara belajar dalam IPA seperti mengamati, mengukur, mengkoleksi dan mengelompokkan merupakan aktivitas belajar yang dapat menguatkan minat dan keingintahuan siswa.

Beberapa definisi mengenai IPA diantaranya:

1. IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten, Fowler (dalam Usman Samatowa, 2010:3).

(2)

2. IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam, Nash (dalam Usman Samatowa, 2010:3).

3. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas No 22 Tahun 2006).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan Ilmu yang berhubungan dengan gejala alam yang kebendaannya tersusun secara teratur dan merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan sebuah suatu proses penemuan.

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Beberapa konsep IPA datang dari pengalaman atau pengamatan langsung, hal ini disebut konsep konkrit, contohnya siswa dapat secara langsung mengamati siklus hidup kupu-kupu. Tidak diperlukan urutan logika khusus untuk memahami perubahan yang terjadi dari telur sampai menjadi kupu-kupu dewasa. Siswa dapat juga mengamati bahwa kumbang juga mengalami siklus hidup serupa. Beberapa konsep IPA yang lain berasal dari pengamatan langsung disertai pemikiran yang abstrak, contohnya peristiwa

(3)

terapung dan tenggelam. Siswa dapat mengamati bahwa beberapa benda terapung dan lainnya tenggelam ketika dimasukkan ke dalam air. Mengamati benda yang terapung atau tenggelam merupakan pengalaman konkret. Kayu terapung, besi tenggelam, tetapi kapal yang terbuat dari besi terapung, untuk menjelaskan hal ini siswa perlu berpikir abstrak untuk menghubungkan konsep terapung dan tenggelam dengan konsep massa jenis.

Siswa dapat membangun pengetahuannya dari pengalaman yang dia alami sendiri baik melalui tindakan melakukan (hands on) maupun berpikir (minds on). Gagasan bahwa orang membangun pengetahuannya dari pengalaman dan pemikirannyanya sendiri disebut konstruktivisme. Kaum konstruktivis percaya bahwa pemahaman nyata yang baik hanya terjadi saat siswa berpartisipasi secara penuh dalam mengembangkan pengetahuannya sendiri. Proses pembelajaran merupakan transformasi pengetahuan lama menuju pengetahuan baru, sebuah proses yang memerlukan tindakan dan refleksi dari si pembelajar. Kebalikan dari gagasan ini adalah bahwa siswa belajar dengan menyerap apa yang dikatakan.

Dikutip oleh Tiso Hadisubroto (dalam Usman Samatowa, 2010) dalam bukunya Pembelajaran IPA Sekolah Dasar (1996:28), Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yag memegang peranan penting sebagai pedorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pegalaman langsung anak yang terjadi secara spontan dari kecil (sejak lahir) sampai umur 12 tahun. Efisiensi pengalaman langsung pada anak tergantung pada kosistensi antara hubungan metode dan objek yang dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila ia telah memiliki struktur kogitif (skemata) yang menjadi prasyaratnya yakni perkembangan kognitif yang bersifat hirarkhis dan integratif.

2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Permendiknas no 22 tahun 2006 mengenai Standar Isi memuat tujuan Pelajaran IPA di SD/MI. Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(4)

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis.

2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya.

3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.

4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya.

5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya. 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan

perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.

(5)

2.1.1.2 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi adalah sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi dasar adalah sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk IPA kelas V adalah sebagai berikut.

Tabel 1. SK dan KD IPA

No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya

melalui kegiatan membuat suatu karya/model.

6.1.Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2.Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederahana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

(6)

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan mapun tertulis. Kemampuan merespons secra spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil belajar disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar tidak hanya mata pelajaran saja tapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi,

(7)

kesenangan, minat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan dan cita-cita.

Menurut Winkel, 1995: 51 (dalam Purwanto, 2008: 45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat peneliti tegaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan yang diperoleh seseorang setelah ia menerima pengalaman belajar.

2.1.2.1 Jenis-jenis Hasil Belajar

Kingsley (dalam Nana Sudjana, 1989:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual,

(8)

(d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor-faktor Intern a. Faktor Jasmaniah

Ada dua faktor yang tergolong dalam faktor jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya.

b. Faktor Psikologis

Ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yaitu; intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Pertama faktor intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan berpengaruh, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara berpengaruh, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. Kedua faktor perhatian menurut Gazali (Slameto,2010:56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Ketiga faktor minat Hilgard (Slameto,2010:57) rumusan tentang minat adalah “Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activety or content” minat adalah kecenderungan yang tetap

(9)

untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Keempat faktor bakat Hilgard (Slameto,2010:57) bakat adalah “the capacity to learn” bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kelima faktor motif adalah erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Keenam faktor kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dan ketujuh faktor kesiapan menurut Jamies Drever (Slameto,2010:59) Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi. c. Faktor Kelelahan

Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani adalah terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

2. Faktor-faktor Ekstern a. Faktor Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Pertama cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh bagi anaknya hal ini jelas dipertegaskan oleh Sutjipto Wirowidjojo (Slameto, 2010: 61) bahwa keluarga adalah lembaga pendidik pertama dan utama. Kedua relasi antaranggota keluarga adalah relasi orang tua dengan anaknya. Ketiga suasana rumah sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Keempat keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Kelima pengertian orang tua anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang tua. Keenam latar belakang kebudayaan tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar.

(10)

b. Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, gedung sekolah, metode belajar dan tugas rumah. Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Relasi guru dengan siswa proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dengan siswa mempengaruhi belajar siswa. Relasi siswa dengan siswa guru kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, siswa mendapatkan sifat-sifat dan tingkah laku dari teman lain yang kurang menyenangkan. Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Alat pelajaran berhubungan dengan cara belajar siswa karena alat pelajaran yang dipakai guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Waktu sekolah merupakan mempengaruhi belajar siswa jika terlalu lama juga bisa menyebabkan anak kurang berpengaruh menerima pembelajaran. Standar pelajaran di atas ukuran; guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, yang penting tujuan yang dirumuskan dapat tercapai. Gedung sekolah, jika gedung yang kurang memadai bagaimana mungkin mereka bisa belajar dengan baik. Metode belajar; dalam hal ini banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah sehingga perlu pembinaan dari guru. Tugas rumah waktu belajar adalah di sekolah guru jangan terlalu banyak memberi tugas rumah pada siswa.

c. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern juga mempengaruhi terhadap hasil belajar siswa. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jangan terlalu banyak karena dapat mempengaruhi belajar siswa. Media sepeti

(11)

TV dan radio dapat mempengaruhi belajar anak, orang tua lebih membingan anak untuk belajar. Teman bergaul lebih cepat masuk dalam jiwa, jika teman bergaul yang baik maka belajar siswa akan baik, sebaliknya jika teman bergaul yang kurang baik akan mengakibatkan belajar siswa yang jahat. Kehidupan masyarakat jika dalam masyarakat yang tidak berpendidikan, pencuri, penjudi dan lain sebagainya dapat berpengaruh jelek pada anak. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa faktor internal dan faktor eksternal sangat mempengaruhi hasil belajar. 2.1.3 Model Guided Discovery

Diskoveri Terpimpin (Guided discovery) merupakan suatu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep (eggen & Kauchak, 2007, Mayer, 2004). Ketika menggunakan strategi ini, guru menyajikan contoh-contoh pada siswa, memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dalam contoh-contoh tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh guru (Clark & Mayer, 2003 ; Moreno, 2004). Ketika menggunakan strategi ini, guru menyajikan contoh-contoh pada siswa, memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dalam contoh-contoh tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh guru (Clark & Mayer, 2003 ; Moreno, 2004). Guided discovery cenderung menghasilkan ingatan dan transfer jangka panjang yang lebih baik daripada pengajaran ekspositori (Mayer, 2008, hlm. 310). Adapun langkah-langkah pembelajaran Guided Discovery adalah sebagai berikut : (1) Guru memulai dengan media fokus untuk pengenalan dan mereview hasil kerja sebelumnya. (2) Guru memberikan contoh-contoh dan meminta pengamatan dan perbandingan. (3) Guru memandu siswa sebagaimana mereka mencari pola di dalam contoh. (4) Mendeskripsikan konsep hubungan-hubungan yang ada di dalamnya.

Sund (dalam Hamdani, 2010: 185) mengatakan bahwa menggunakan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk kelas-kelas yang lebih tinggi. DR. J.

(12)

Richard Suchman mencoba mengalihkan kegiatan belajar mengajar dari situasi yang didominasi. Guru melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut guided discovery lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin), yang ciri-cirinya sebagai berikut.

a. Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan dan pertanyaan.

b. Jelas tingkat atau kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III).

c. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.

d. Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.

e. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.

f. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.

g. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa yang diharapkan dalam kegiatan.

h. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.

i. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Model pembelajaran Guided Discovery menurut Mushlihin Al-Hafizh ( http://www.referensimakalah.com/2012/10/model-pembelajaran-guidedd-discovery.html) adalah model pengajaran dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti secara dalam. Dalam pembelajaran ini guru hanya memberikan pengarahan atau petunjuk

Gagasan awal model pembelajaran Guided Discovery diambil dari Rousseau, Dewey, Piaget, dan Bruner. Menurut Bruner (dalam Mushlihin

(13)

Al-Hafizh, 2012), model pembelajaran guided discovery adalah pendekatan kognitif dalam pembelajaran dimana guru menciptakan situasi sehingga siswa dapat belajar sendiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip. Siswa didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau pengetahuan bagi dirinya. Jadi dalam guided discovery yang sangat penting adalah siswa sungguh terlibat pada persoalannya, menemukan prinsip-prinsip atau jawaban lewat suatu percobaan.

Dalam model pembelajaran guided discovery ini siswa berperan aktif dalam proses belajar dengan: 1) Menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan. 2) Memecahkan persoalan untuk menemukan konsep dasar. Para guru berubah dari menyajikan informasi dan konsepnya, menjadi mengajak siswa bertanya, melihat dan mencari sendiri. Guru hanya memberikan pengarahan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan guided discovery adalah model pembelajaran yang mengajarkan konsep dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sendiri. Langkah-langkah model guided discovery adalah sebagai berikut :

(1) Guru menyajikan permasalahan dengan mengidentifikasi kebutuhan siswa. (2) pemilihan pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep, dengan generalisasi yang akan dipelajari. (3) Guru meminta siswa untuk mengamati kemudian mendeskripsikan hasil yang diamati. (4) Guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi permasalahan. (5) Guru membimbing siswa untuk mengambil data secara kelompok, berinteraksi dengan contoh yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan, mengubah variabel tertentu dalam pengambilan data dan mengamati pengaruhnya terhadap permasalahan yang disajikan di awal. (6) Guru meminta siswa untuk mendiskusikan permasalahan yang disajikan terkait dengan data yang diperoleh, kemudian membuat kesimpulan. (7) Guru membimbing siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

(14)

2.1.3.1 Kelebihan model guided discovery

Menurut Bruner (dalam Mushlihin Al-Hafizh, 2012) beberapa kelebihan dari pembelajaran guided discovery adalah sebagai berikut:

a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif.

b. Dengan pembelajaran guided discovery, pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi. Sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer.

c. Pembelajaran guided discovery menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar.

d. Mengembangkan potensi intelektual. Siswa hanya akan dapat mengembangkan pikirannya dengan berfikir, dengan menggunakan pikiran itu sendiri. Dengan model guided discovery pikiran siswa digunakan, dilatih untuk memecahkan persoalan.

e. Belajar menemukan sesuatu. Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, siswa hanya dapat lewat praktik menemukan sesuatu. guided discovery ini adalah praktik menemukan sesuatu yang dapat memperkaya siswa dalam penemuan hal-hal yang lain dikemudian hari.

f. Pembelajaran guided discovery, akan membuat ingatan lebih lama. Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan yang dipelajari dan sesuatu yang ditemukan sendiri besarnya tahan lama, tidak mudah dilepaskan.

2.1.3.2 Kelemahan model guided discovery

1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk

(15)

tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.

2. Model pembelajaran guided discovery kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

3. Model pembelajaran guided discovery memerlukan waktu yang lebih banyak.

4. Mengajar dengan guided discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.

2.2. Kajian Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Yulis Purwanti (2010), Penerapan guided discovery learning dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan penguasaan konsep bagian-bagian tumbuhan pada siswa kelas II SDN Pringo kecamatan Bululawang kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Guided Discovery Learning. Sebelum tindakan nilai rata-rata 65 dengan ketuntasan 60%. Setelah penerapan Guided Discovery Learning nilai rata-rata siswa pada siklus I naik menjadi 79 dengan ketuntasan belajar 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 87,5 dengan ketuntasan belajar 100%. Penerapan Guided Discovery Learning juga meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Rata-rata skor keaktifan siswa pada siklus I 3,5 atau 75% dan dikatakan baik, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 3,75 atau 93,75% dikatakan sangat baik.

Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan Guided Discovery Learning dapat meningkatkan penguasaan konsep bagian-bagian tumbuhan pada siswa kelas II SDN Pringo Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Oleh sebab itu sebaiknya guru hendaknya menggunakan model Guided Discovery Learning karena selain dapat neningkatkan hasil belajar siswa, dengan model tersebut aspek keterampilan

(16)

dan sikap ilmiah siswa dapat berkembang optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Chotidjah Hidayati (2010), Penerapan pembelajaran penemuan terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Ngawongso 01 Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang tahun pelajaran 2009/2010. Hasil penerapan model penemuan terbimbing pada siklus I nilai rata 83,82, siklus II nilai rata-rata 92,64. Aktivitas belajar siswa pada siklus pertama 43,75, siklus ke dua nilai rata-rata 81,25. Hasil belajar siswa pada tes awal nilai rata-rata 55,68, siklus I nilai rata-rata 67,81, siklus II nilai rata-rata 71,56.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti ada beberapa saran yang seharusnya dilakukan antara lain: 1. Pembelajaran dengan menggunakan model penemuan terbimbing mampu meningkatkan pembelajaran tentang gaya, gerak dan energi dengan hasil yang optimal untuk itu guru memerlukan persiapan yang matang dalam menerapkan model penemuan terbimbing. 2. Apabila seorang guru menerapkan model penemuan terbimbing perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: sebelum menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing perlu mempersiapkan alat yang akan dipergunakan dalam pembelajaran, langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pembelajaran model penemuan terbimbing perlu dipelajari dan dipahami oleh guru sebelum diterapkan dalam pembelajaran, sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan baru dan mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Gatot Sukotjo (2011), Upaya meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar IPA dengan pendekatan pembelajaran discovery pada siswa kelas VI SDN Gunungrejo 1 Singosari Malang. Hasil belajar atau prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas VI SDN Gunungrejo 1 Kabupaten Malang melalui penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing (discovery) mengalami peningkatan yang ditunjukan dengan kenaikan persentase ketuntasan prestasi belajar siswa dalam setiap tahap, yaitu tahap pra tindakan sebesar 10,42%, siklus 1

(17)

pertemuan 1 sebesar 58%, siklus 1 pertemuan 2 sebesar 85%, dan siklus 2 sebesar 100%.

Berdasarkan beberapa hasil kajian yang relevan di atas bahwa dengan penggunaan model guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran guided discovery efektif untuk diterapkan di SD khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, karena pembelajaran IPA di SD/MI pada hakikatnya mencari tahu dan berbuat sehingga dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan alam sekitar, sehingga IPA bukan sekedar penguasaan fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Proses pembelajaran menekankan pada proses pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

2.3. Kerangka Pikir

Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar khususnya pada pembelajaran IPA dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi siswa. Keberhasilan pembelajaran IPA dapat diukur dari kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Siswa dikatakan paham apabila indikator pembelajaran tercapai. Adapun indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur siswa dikatakan paham menurut Abin Syamsudin apabila siswa dapat menjelaskan, mendefinisikan dengan kata-kata sendiri dengan cara mengungkapkannya melalui pertanyaan, tes, dan penugasan.

Pembelajaran di sekolah dilakukan guru dan siswa dengan saling berinteraksi dalam pertukaran ilmu (dari guru ke siswa). Dalam melakukan interaksi guru harus menggunakan model pembelajaran yang mudah diterima siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep. Selain model mengajar yang dilakukan oleh guru, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah yang efektif dan efesien dilihat dari keaktifan, kreatifitas dan kemandirian siswa. Cara belajar siswa juga harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan tujuan pengajarannya. Cara belajar yang baik memungkinkan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Penelitian Tindakan

(18)

Kelas (PTK) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengenal masalah-masalah yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep pada pembelajaran IPA dan untuk mengetahui usaha dalam mengatasinya. Prosedur pelaksanaan tindakan kelas ini merupakan siklus dan dilaksanakan sesuai perencanaan atau perbaikan dari perencanaan tindakan terdahulu. Dalam penelitian ini diperlukan evaluasi awal sebagai upaya untuk menentukan fakta-fakta yang dapat digunakan untuk melengkapi kajian teori yang ada untuk menyusun perencanaan tindakan yang tepat agar pemahaman materi tentang sifat-sifat cahaya dapat ditingkatkan. Tindakan kelas yang dilaksanakan berupa pengajaran secara sistematik dengan tindakan pengelolaan kelas melalui strategi model, metode teknik pengajaran yang tepat. Tindakan dilakukan dalam beberapa siklus. Tindakan dilakukan dalam beberapa siklus maksudnya setelah tindakan pertama selesai dapat dilakukan tindakan kembali setelah peneliti mengadakan refleksi. Dalam sekali tindakan biasanya permasalahan atau pemikiran baru yang perlunya mendapat perhatian sehingga siklus tersebut harus terus berulang sampai permasalahan tersebut teratasi.

Dengan model pembelajaran guided discovery diharapkan mampu melatih ketrampilan berpikir dan ketrampilan bertanya serta mampu memunculkan aktivitas-aktivitas yang selama ini tidak terlihat dalam kegiatan belajar mengajar. Dan diharapkan siswa termotivasi dalam belajar dan mendapatkan kemudahan dalam menerima dan memahami materi yang diajarkan.

Dengan diterapkannya model pembelajaran guided discovery ini diduga membawa siswa pada suasana yang baru membuat perasaan menjadi senang terhadap pelajaran IPA maka akan menimbulkan motivasi belajar siswa, sikap positif terhadap proses pembelajaran dan tumbuhnya sikap percaya diri. Jika hal tersebut sudah ada dalam diri siswa maka dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Adapun kerangka pemikiran yang ditunjukkan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan

(19)

maka kerangka pikir di atas dilukiskan dalam sebuah gambar agar peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melaksanakan penelitian.

Langkah-langkah pembelajaran sesuai kerangka pikir dengan materi sebagai berikut.

Gambar 1. Kerangka Pikir

2.4. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :

Hasil belajar IPA tentang sifat-sifat cahaya dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran guided discovery siswa kelas 5 SDN 05 Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Guru masih menggunakan metode konvensional, siswa pasif Penerapan model pembelajaran Guided Discovery Pembelajaran siswa menjadi aktif

Hasil belajar rendah

Gambar

Tabel 1. SK dan KD IPA
Gambar 1.  Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Analisa Tingkat Kesukaan secara Sensoris pada Cookies yang dioven selama 18 menit pada Berbagai Konsentrasi CPO

Kegiatan penataan batas yang berhasil dilakukan oleh Kementerian Kehutanan (pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo disebut menjadi Kementerian Lingkungan Hidup

Cara pengawetan yang kedua, ikan segar direndam dalam larutan asap cair dengan waktu perendaman sama, ditiriskan dan langsung dimasukkan ke dalam oven.. Dari hasil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan tepung mocaf dengan tepung terigu dan untuk mengetahui penambahan tepung daun kelor terhadap

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Darma (2012) dengan judul pengetahuan lansia tentang andropause di Desa Alur Gadung Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat dengan

Hasil Penelitian Penyebab nilai resistansi grounding melebihi kriteria 5 ohm adalah kurangnya elektroda yang di tanam pada pembumian gardu distribusi Penyulang

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa – rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah RepublikIndonesia. Sedangkan bangunan adalah konstruksi

Memiliki cakupan yang sangat luas akan tetapi tersampaikan dan terwakilkan oleh judul yang ada, judul singkat padat dan jelas maksud serta tujuan dari pemberian