• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN - 05122011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN - 05122011"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Akuntansi

BUMN Perkebunan

Berbasis IFRS

PT. Perkebunan Nusantara I-XIV (persero)

PT. Rajawali Nusantara Indonesia

(2)
(3)
(4)
(5)

menteri negara badan usaha milik negara

Bab I

(6)
(7)

Assalamualaikum Wr. Wb

Proses konvergensi ke International Financial Reporting Standards menyebabkan revisi seluruh Standar Akuntansi Keuangan yang ada. Penggunaan nilai wajar dan pertimbangan profesional sangat dibutuhkan dalam penerapan ketentuan akuntansi yang baru. Hal tersebut tentu berdampak terhadap perlakuan akuntansi di BUMN Perkebunan, termasuk hal-hal lain yang terkait dengan pelaporan keuangan, yang menjadi semakin kompleks. Untuk itu dibutuhkan sarana dan infrastruktur pendukung supaya BUMN Perkebunan mampu menyusun laporan keuangan sesuai dengan ketentuan akuntansi yang baru, salah satunya dalam bentuk Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan ini. Dengan penyusunan revisi pedoman akuntansi ini diharapkan bisa memberikan keseragaman panduan akuntansi sehingga informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan memenuhi tujuannya. Suatu pedoman akuntansi merupakan penjelasan dari ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan, regulasi, dan praktik yang ada, sehingga harus ditelaah secara regular untuk memastikan bahwa pengaturannya masih sesuai dengan perkembangan dari faktor tersebut. Pedoman akuntansi bukan merupakan bagian dari produk yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI). Produk dari DSAK IAI berupa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Sedangkan pedoman akuntansi umumnya dikeluarkan oleh regulator dan asosiasi industri. Untuk itu, Ikatan Akuntan Indonesia menyampaikan penghargaan atas sikap proaktif dan kepedulian Kementerian Negara BUMN yang telah mendorong BUMN Perkebunan untuk melakukan pemutakhiran atas pedoman akuntansi ini. Keberadaan dari pedoman akuntansi ini diharapkan dapat memperkaya kazanah pelaporan keuangan di Indonesia, dan sekaligus sebagai kontribusi

(8)

kolektif dalam menjawab permasalaan praktik pelaporan keuangan serta untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan.

Akhirnya pada kesempatan ini Ikatan Akuntan Indonesia mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada tim penyusun dan PT Perkebunan Nusantara I s.d. XIV (persero) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (persero) atas usaha dan kerja samanya dalam penyusunan pedoman akuntansi ini. Semoga kerja sama ini dapat diteruskan lagi di masa mendatang.

Waalaikumsalam Wr. Wb. Dewan Pengurus Nasional

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak Ketua

(9)

Bab I

SAMBUTAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Adopsi IFRS bukanlah pilihan bagi Indonesia, tapi keharusan, mengapa? Karena Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.

Menyikapi hal tersebut, BUMN perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV ditambah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sepakat bersinergi mengimplementasikan IFRS dalam pelaporan keuangan yang sudah mulai diberlakukan secara bertahap dalam laporan keuangan tahun 2011, dan akan diberlakukan secara penuh dalam laporan keuangan tahun 2012.

Bagi Indonesia, standar akuntansi yang berlaku umum adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) yang belum mengadopsi penuh standar akuntansi international (IFRS). Standar akuntansi yang digunakan di Indonesia masih mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard).

Dengan kondisi PSAK sedemikian yang juga berlaku bagi BUMN Perkebunan, akan menjadi penghalang dan hambatan bagi BUMN Perkebunan dalam memasuki pasar global khususnya bagi BUMN yang akan melakukan listing di Bursa Efek Indonesia karena laporan keuangan yang tidak standar dan dapat diinteprestasikan berbeda oleh calon investor.

ketua tim koordinasi implementasi iFrs

pt perkebunan nusantara i sampai dengan pt pekebunan

nusantara XiV

(10)

Mempertimbangkan hal tersebut, seluruh BUMN Perkebunan bertindak proaktif bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melakukan konvergensi PSAK yang masih mengacu pada US GAAP menjadi PSAK yang berbasis IFRS. Di mana tujuan dari konvergensi ini adalah agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif, meningkatkan kualitas Standar Akuntansi Keuangan (SAK), meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, meningkatkan transparansi keuangan, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal serta efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Dengan keuntungan konvergensi PSAK yang berbasis IFRS, terdapat satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal Indonesia, dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan yang lebih penting adalah laporan keuangan tersebut dapat diterima secara internasional serta mudah untuk dipahami.

Walau dalam prosesnya penyusunan Buku Pedoman Akuntansi Perkebunan Berbasis International Financial Reporting Standards (IFRS) terdapat berbagai kendala terutama diversifitas laporan keuangan yang berbeda di setiap BUMN Perkebunan, namun penyusunan buku pedoman tersebut dapat diselesaikan sebelum batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012.

Buku Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan berbasis IFRS tersebut diharapkan akan meningkatkan posisi BUMN Indonesia sebagai BUMN yang bisa dipercaya di Indonesia bahkan dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada stakeholders-nya yang lebih baik dan konsisten.

Atas selesainya buku Buku Pedoman ini, saya selaku Ketua Tim Implementasi IFRS PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Pekebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya bagi :

1. Menteri Negara BUMN dan Jajarannya yang mendukung penyelesaian Buku Pedoman ini.

2. Seluruh Anggota Badan Musyawarah Direksi BUMN Perkebunan dan PT RNI.

(11)

4. Seluruh anggota Tim Implementasi IFRS PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Pekebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).

5. Seluruh pihak yang telah berjasa dan mendukung penyelesaian buku Pedoman ini.

Akhir kata, semoga semua yang telah dilakukan dan dikerjakan oleh kita semua diberkahi oleh Allah SWT. Amin.

Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ketua Tim Koordinasi Implementasi IFRS

PT Perkebunan Nusantara I s/d PT Pekebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)

(12)
(13)

perkebunan ptpn – rni berbasis iFrs

Ketua Tim Irwan Makdoerah ( PT RNI)

Ketua Pelaksana Dicky Nugraha (PT RNI)

Ketua Perumus M Najib ( PT RNI )

Wakil Ketua Perumus Tanaman Semusim Zainul Muntoha (PTPN XI) Wakil Ketua Perumus Tanaman Tahunan Arih Muli Bangun (PTPN III)

Sekretaris Maxmillion (PT RNI)

Bendahara Silvana Irawati Butar–Butar (PT RNI)

Pendamping Yakub (IAI)

Deny Poerhadiyanto (IAI)

Tim Perumus Direksi

H.Dharmansyah Simamora Direktur Keuangan PTPN I Naif Ali Dahbul Direktur Keuangan PTPN II Johanes Sitepu Direktur Keuangan PTPN III Setia Dharma Sebayang Direktur Keuangan PTPN IV

Erwan Pelawi Direktur Keuangan PTPN V

A.Karimuddin Direktur Keuangan PTPN VI

Boyke Budiono Direktur Keuangan PTPN VII

Ishak Z Soediredja Direktur Keuangan PTPN VIII A. Amien Mastur Direktur Keuangan PTPN IX Dolly P Pulungan Direktur Keuangan PTPN X

Soenari Yono Direktur Keuangan PTPN XI

Sahala Hutasoit Direktur Keuangan PTPN XII

(14)

Anggota Tim Perumus

1. H Ruslan Nasution PTPN I

2. Lidya PTPN I

3. Suhendri PTPN II

4. Donny Amril PTPN III

5. Jarmidi Purba PTPN IV 6. Ali Akbar PTPN IV 7. Budi Susanto PTPN IV 8. Mili Mahardika PTPN IV 9. Ali Musri PTPN IV 10. T. Zaluchu PTPN V 11. Jesaya Ginting PTPN V 12. Hotmatua PTPN V 13. Syawaludin Hasibuan PTPN V 14. Arfinaldi PTPN VI

15. Eko Galih Pribadi PTPN VI 16. Andy Fauzi Siregar PTPN VI 17. Rizki Prima Lubis PTPN VI

18. Sapta Yoga PTPN VII

19. Edy Santoso PTPN VII

20. Iyushar Ganda Saputra PTPN VII

21. Dadang Mulyadi PTPN VIII

22. Hariyanto PTPN VIII

23. Arasuhara PTPN VIII

24. Adji Kaniawan PTPN VIII

25. Umar Affandi PTPN IX

26. Purdjoko PTPN IX

27. Eriek Kristiono PTPN IX

28. Adiatmo Ega PTPN IX

(15)

31. Nurul Fanch PTPN X 32. Aries Sutaringadi Sayogya PTPN X

33. Putranto PTPN X

34. Fallen Wicaksono PTPN XI

35. Istighfani PTPN XI

36. Gurit Maharendra PTPN XI 37. Bambang Widjanarko PTPN XII

38. Hadisaroso PTPN XII

39. Didik Kridatama PTPN XII

40. P. Sinambela PTPN XIII

41. Edward Pangaribuan PTPN XIII 42. V.T Moses Situmorang PTPN XIII 43. Akhmad Irfanjauhari PTPN XIII 44. Marudut P. Simamora PTPN XIII

45. Mardiayanto PTPN XIV

46. Rudy karim PTPN XIV

47. Riswan M PTPN XIV

48. Ananto Widodo PT RNI

49. Widyo Utomo PT RNI

50. Nugraha Adi Prasetya PT RNI

51. Agus Sarwoko PT RNI

52. Yasir Ismail PT RNI

53. Yohanes Agung T. PT RNI 54. Della Christin Hutapea IAI 55. Yenny Agapitasari IAI

(16)
(17)

Bab I

DAFTAR ISI

sambutan menteri negara badan usaha milik negara

v

sambutan ikatan akuntan indonesia

vii

sambutan

ketua tim koordinasi implementasi iFrs

ix

daFtar isi

xiii

bab

i pendahuluan

1

LATAR BELAKANG 1

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP 2

REFERENSI PENYUSUNAN 2

KETENTUAN LAIN-LAIN 3

bab ii laporan keuangan bumn perkebunan

5

KARAKTERISTIK ENTITAS BUMN PERKEBUNAN 5

Kegiatan Operasional 5 Bentuk Usaha 6 Kepemilikan 6

KETENTUAN UMUM LAPORAN KEUANGAN 6

Tujuan Laporan Keuangan 6 Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan 7 Komponen Laporan Keuangan 7 Bahasa Laporan Keuangan 8 Mata Uang Pelaporan 8 Kebijakan Akuntansi 8 Penyajian Laporan Keuangan 9 Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan 11 Perubahan Akuntansi 11 Materialitas dan Agregasi 13 Saling Hapus 13 Periode pelaporan 13 Informasi Komparatif 14 Laporan Keuangan Interim 14 Laporan Keuangan Konsolidasian 15 Ketentuan Mengenai Pihak-pihak Berelasi 18 Ketentuan Umum Aset Keuangan 18 Ketentuan Umum Liabilitas Keuangan 23 Ketentuan Umum Pengungkapan Instrumen Keuangan 24

(18)

bab iii akuntansi aset

25

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ASET 25

ASET LANCAR 28

Kas dan Setara Kas 28 Piutang Usaha 30 Piutang Lain-lain 33 Piutang Antar Badan Hukum Jangka Pendek 36 Investasi Jangka Pendek 40 Persediaan 47 Aset Dimiliki untuk Dijual 53 Biaya Dibayar Dimuka 57 Pajak Dibayar Dimuka 59 Aset Lancar Lain 61

ASET TIDAK LANCAR 63

Piutang Pengembangan Perkebunan Rakyat 63 Piutang Antar Badan Hukum Jangka Panjang 66 Investasi Jangka Panjang 69 Investasi pada Entitas Lain 74 Investasi pada Entitas Asosiasi/Ventura Bersama 78 Properti Investasi 83 Aset Tanaman Semusim 88 Aset Tanaman Tahunan 94 Aset Tetap 101 Aset Tidak Berwujud 111 Aset/Liabilitas Pajak Tangguhan 115 Aset Tidak Lancar Lain 119

bab iV akuntansi liabilitas dan ekuitas

121

AKUNTANSI LIABILITAS 121

Pengertian dan Karakteristik 121 Biaya Pinjaman 124

LIABILITAS JANGKA PENDEK 126

Utang Usaha 126 Utang Pajak 128 Biaya yang Masih Harus Dibayar 130 Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Pendek 132 Pendapatan Diterima Dimuka 134 Utang Bank Jangka Pendek 136 Liabilitas Jangka Pendek Lain 138

LIABILITAS JANGKA PANJANG 140

Utang Antar Badan Hukum 140 Utang Kepada Pemerintah 143 Utang Bank Jangka Panjang 147

(19)

Provisi 159 Liabilitas Jangka Panjang Lain 164

AKUNTANSI EKUITAS 166

Pengertian dan Karakteristik 166 Modal Disetor 167 Tambahan Modal Disetor 169 Selisih Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali 171 Pendapatan Komprehensif Lain 174 Saldo Laba 176 Kepentingan Nonpengendali 178

bab V laporan laba rugi komprehensiF

181

PENGERTIAN 181

PENGHASILAN 181

Pendapatan Usaha 183 Pendapatan Nonusaha 189

BEBAN 192

Beban Pokok Penjualan 193 Beban Usaha 197 Beban Nonusaha 199 Pajak Penghasilan 201 Pendapatan Komprehensif Lain 204

bab Vi perubahan ekuitas

207

PENGERTIAN 207

DASAR PENGATURAN 207

PENJELASAN 207

bab Vii laporan arus kas

211

PENGERTIAN 211

DASAR PENGATURAN 212

PENJELASAN 212

(20)

PENGERTIAN 217

DASAR PENGATURAN 218

PENJELASAN 219

UNSUR-UNSUR 222

Kepatuhan terhadap SAK 222 Gambaran Umum Entitas 222 Ikhtisar Kebijakan Akuntansi 223 Penjelasan atas Pos-pos Laporan Keuangan 224

(21)

latar belakang

1.1. Usaha di bidang perkebunan mengalami perkembangan yang pesat dan semakin dinamis akhir-akhir ini. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut, seperti perkembangan teknologi perkebunan yang semakin maju, meningkatnya permintaan hasil perkebunan, dan munculnya otonomi daerah yang berdampak terhadap pengelolaan usaha perkebunan.

1.2. Selain itu, semakin meningkatnya tuntutan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan usaha seiring keterbukaan informasi yang difasilitasi oleh keberadaan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju dan semakin murah. Tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance) merupakan suatu hal yang tidak terelakkan, apalagi bagi BUMN Perkebunan (untuk selanjutnya disebut “entitas”) yang sahamnya dimiliki oleh negara.

1.3. Saat ini revisi atas Standar Akuntansi Keuangan terus dilakukan sesuai dengan program konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS), sehingga penyusunan laporan keuangan menjadi lebih kompleks dengan banyak menggunakan konsep nilai wajar dan pertimbangan profesional.

1.4. Perkembangan dan kondisi di atas mempengaruhi entitas dalam pelaporan keuangannya supaya lebih sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Selama ini di antara entitas sering terjadi perbedaan perlakuan akuntansi untuk transaksi yang sama. Hal ini tentunya menjadi masalah tersendiri bagi para pengguna laporan keuangan pada umumnya, khususnya pemegang saham, dalam mengevaluasi kinerja setiap entitas. Untuk itu dipandang perlu menyempurnakan pedoman akuntansi yang sudah ada.

Bab I

(22)

1.5. Dalam menghadapi permasalahan tersebut PT. Perkebunan Nusantara I s/d XIV dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia berinisiatif untuk merevisi Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan (untuk selanjutnya disebut “Pedoman”).

tujuan dan ruang lingkup

1.6. Tujuan dari penyusunan Pedoman, antara lain:

1. membantu penyusun dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya;

2. menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan. Keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam pedoman ini tidak menghalangi setiap entitas untuk menambah informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan;

3. menjadi acuan minimal dalam menyusun laporan keuangan;

4. menjadi referensi bagi pemerhati akuntansi untuk lebih mengenal tentang penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan. 1.7. Ruang lingkup penerapan Pedoman ini adalah sebagai berikut: 1. pedoman ini berlaku untuk laporan keuangan yang disusun dan

disajikan oleh BUMN Perkebunan;

2. entitas selain BUMN Perkebunan dapat menggunakan Pedoman ini dalam menyusun laporan keuangan;

3. hal-hal yang tidak secara khusus diatur dalam Pedoman ini wajib mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan yang terkait.

reFerensi penYusunan

1.8. Penyusunan Pedoman ini didasarkan pada referensi yang relevan, antara lain:

1. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

(23)

c. Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

d. Undang-Undang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. e. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian,

Pengurusan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

f. Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah.

g. Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

h. Anggaran Dasar masing-masing entitas. 2. Standar Akuntansi Keuangan.

1.9. Jika Standar Akuntansi Keuangan memberikan pilihan atas suatu perlakuan akuntansi tertentu, maka entitas diwajibkan untuk mengikuti perlakuan akuntansi yang dipilih dalam Pedoman ini.

ketentuan lain-lain

1.10. Ilustrasi jurnal yang digunakan dalam Pedoman ini hanya merupakan ilustrasi dan tidak bersifat mengikat. Entitas dapat mengembangkan metode pencatatan dan pengakuan sesuai sistem masing-masing sepanjang memberikan hasil yang tidak berbeda. Ilustrasi jurnal yang dicantumkan dalam Pedoman ini menggambarkan pencatatan akuntansi secara manual.

1.11. Transaksi yang dicantumkan pada Pedoman ini diprioritaskan pada transaksi yang umum terjadi.

1.12. Jika terdapat transaksi khusus yang dipandang perlu untuk dituangkan dalam buku Pedoman ini, maka hal tersebut agar dikaji sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan Pedoman ini.

1.13. Pedoman ini secara periodik akan dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan usaha perkebunan, Standar Akuntansi Keuangan, ketentuan Pemerintah, dan ketentuan lain yang terkait dengan entitas.

1.14. Pedoman ini menetapkan bentuk, isi, dan persyaratan dalam penyajian laporan keuangan yang harus dipenuhi oleh entitas untuk keperluan penyajian kepada pemegang saham maupun pemangku kepentingan lainnya.

(24)

1.15. Pedoman ini merupakan pedoman penyajian laporan keuangan secara umum. Bentuk, isi, dan persyaratan dalam penyajian laporan keuangan mengikuti Standar Akuntansi Keuangan.

1.16. Laporan keuangan dalam Pedoman ini sesuai dengan pengertian laporan keuangan yang termuat dalam Standar Akuntansi Keuangan, meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

(25)

LAPORAN KEUANGAN

BUMN PERKEBUNAN

karakteristik entitas bumn perkebunan

Kegiatan Operasional

2.1. Entitas melakukan kegiatan usaha di bidang perkebunan meliputi:

1. kegiatan pengusahaan budidaya tanaman, meliputi pembukaan, persiapan, dan pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan serta kegiatan-kegiatan lain sehubungan dengan budidaya tanaman tersebut; 2. kegiatan produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman, dan pengolahan

hasil tanaman sendiri atau pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang jadi;

3. kegiatan perdagangan, meliputi kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi dan kegiatan perdagangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha;

4. kegiatan pengembangan usaha di bidang perkebunan, agrowisata, dan agrobisnis;

5. kegiatan usaha lain yang menunjang kegiatan usaha di bidang perkebunan.

2.2. Dalam melakukan usaha di bidang perkebunan, jenis-jenis kegiatan perkebunan yang dilakukan oleh entitas meliputi:

1. budidaya tanaman, melalui perkebunan tanaman kelapa sawit, karet, teh, kopi, tebu, kakao, tembakau, kina, dan lainnya;

2. proses produksi, melalui pabrik kelapa sawit, pabrik pengolahan inti sawit, pabrik fraksionasi yaitu pengolahan minyak sawit, pabrik pengolahan karet, pabrik teh kemasan, pabrik gula, pabrik spirtus/ alkohol, pabrik pengeringan kakao, pengolahan teh dan lainnya;

(26)

3. kegiatan perdagangan, melalui penjualan hasil tanaman dan hasil produksi ke pasar domestik dan luar negeri baik dilakukan sendiri maupun melalui Kantor Pemasaran Bersama, serta mengimpor dan memasarkan beberapa komoditas seperti gula putih dan raw sugar;

4. pengembangan usaha di bidang perkebunan, melalui pendirian pabrik karung goni, pabrik karung plastik, dan lainnya;

5. dalam usaha lain, m i s a l n y a entitas mendirikan rumah sakit, pusat penelitian, bengkel, dan lainnya.

Bentuk Usaha

2.3. Bentuk usaha entitas adalah perseroan terbatas (persero) yang dapat memiliki unit usaha, entitas anak, entitas asosiasi, usaha patungan, dan lainnya.

Kepemilikan

2.4. Entitas dimiliki oleh Negara, baik seluruhnya atau sebagian besar.

ketentuan umum laporan keuangan

Tujuan Laporan Keuangan

2.5. Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi, seperti:

1. pemegang saham; 2. karyawan;

3. pemberi pinjaman;

4. pemasok dan kreditur usaha lainnya; 5. pelanggan;

6. regulator; dan 7. masyarakat.

(27)

2.6. Pihak pengguna laporan keuangan entitas mempunyai kepentingan bersama dalam rangka menilai:

1. usaha perkebunan dan usaha lainnya yang dilakukan entitas dan kesinambungan usaha tersebut;

2. kinerja manajemen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola entitas.

2.7. Laporan keuangan juga merupakan sarana pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

2.8. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan mengenai:

1. jumlah dan sifat aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban entitas; 2. pengaruh transaksi, peristiwa, dan situasi lainnya yang mengubah

nilai dan sifat ekuitas;

3. jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam kurun waktu tertentu (satu periode) dan hubungan antara keduanya;

4. cara entitas mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya;

5. hasil usaha perkebunan dan usaha lainnya yang terkait;

6. kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;

7. keuntungan dan kerugian.

Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan

2.9. Manajemen entitas bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

Komponen Laporan Keuangan

2.10. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: 1. Laporan posisi keuangan;

2. Laporan laba rugi komprehensif; 3. Laporan perubahan ekuitas; 4. Laporan arus kas;

(28)

Bahasa Laporan Keuangan

2.11. Laporan keuangan harus disusun dalam bahasa Indonesia. Jika laporan keuangan disusun juga selain dalam bahasa Indonesia, maka laporan keuangan tersebut harus memuat informasi dan waktu (tanggal laporan keuangan dan cakupan periode) yang sama.

2.12. Jika terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa, maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam bahasa Indonesia.

Mata Uang Pelaporan

2.13. Mata uang pelaporan yang digunakan adalah rupiah. Jika entitas menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan, maka mata uang tersebut harus memenuhi kriteria mata uang fungsional.

2.14. Mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi.

2.15. Laporan keuangan konsolidasian yang disajikan dalam mata uang fungsional harus mempertimbangkan indikator mata uang fungsional pada entitas induk dan entitas anak.

2.16. Entitas harus menggunakan pengaturan kurs di bawah ini, yaitu: 1. pos moneter mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs penutup; 2. pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam mata uang asing

dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; dan

3. pos nonmeneter yang diukur pada nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan.

Kebijakan Akuntansi

2.17. Kebijakan akuntansi harus mencerminkan prinsip kehati-hatian dan mencakup semua hal yang material dan sesuai dengan ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.

(29)

2.18. Apabila Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ada belum mengatur masalah pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan suatu transaksi atau peristiwa, maka manajemen entitas harus menetapkan kebijakan akuntansi sehingga laporan keuangan yang disajikan memuat informasi yang relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan.

2.19. Dalam menetapkan kebijakan akuntansi, manajemen entitas harus memperhatikan:

1. persyaratan dan pedoman dalam PSAK yang mengatur hal-hal yang serupa dengan masalah terkait;

2. definisi dan kriteria pengakuan dan pengukuran aset, liabilitas, penghasilan, dan beban yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK);

3. pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industri yang lazim sepanjang konsisten dengan PSAK dan KDPPLK.

Penyajian Laporan Keuangan

2.20. Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi keuangan disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.21. Dalam penyajian pada laporan posisi keuangan, aset diklasifikasikan secara terpisah sebagai aset lancar dan aset tidak lancar, dan liabilitas sebagai liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang.

2.22. Entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika:

1. entitas memperkirakan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal;

2. entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;

3. entitas memperkirakan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan; atau

4. kas dan setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan.

2.23. Entitas mengklasifikasikan suatu aset sebagai aset tidak lancar jika tidak memenuhi karakteristik aset lancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf 2.22 di atas.

(30)

2.24. Entitas mengklasifikasikan liabilitas sebagai liabilitas jangka pendek jika:

1. entitas memperkirakan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya;

2. entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan;

3. liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan;

4. entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan.

2.25. Entitas mengklasifikasikan suatu liabilitas sebagai liabilitas jangka panjang jika tidak memenuhi karakteristik liabilitas jangka pendek seperti yang dijelaskan dalam paragraf 2.24 di atas.

2.26. Laporan laba rugi komprehensif menyajikan seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui dalam bentuk satu format laporan.

2.27. Perubahan ekuitas disajikan berdasarkan urutan waktu terjadinya. 2.28. Laporan arus kas disajikan berdasarkan klasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan dengan metode langsung.

2.29. Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian sesuai komponen utamanya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan. Informasi dalam catatan atas laporan keuangan harus berkaitan dengan pos-pos dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas yang sifatnya memberikan penjelasan kualitatif maupun kuantitatif.

2.30. Dalam catatan atas laporan keuangan tidak diperkenankan menggunakan kata “sebagian besar” untuk menggambarkan bagian dari suatu jumlah tetapi harus dinyatakan dalam jumlah nominal atau persentase.

2.31. Pada setiap halaman laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas, harus diberi pernyataan bahwa “catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan”.

(31)

Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan

2.32. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten, kecuali:

1. telah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas atau apabila dalam mengkaji ulang atas laporan keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain lebih tepat untuk digunakan;

2. perubahan tersebut diatur oleh SAK.

2.33. Jika penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian periode sebelumnya harus direklasifikasi dan alasannya harus diungkapkan.

Perubahan Akuntansi

Perubahan Kebijakan Akuntansi

2.34. Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan karena:

1. disyaratkan oleh SAK, dimana perubahan kebijakan akuntansi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan transisi yang terdapat dalam SAK. Jika tidak diatur pada ketentuan transisi dalam SAK maka harus dilakukan secara retrospektif;

2. dilakukan secara sukarela oleh manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat memberikan informasi lebih andal dan relevan. Perubahan kebijakan akuntansi tersebut diterapkan secara retrospektif. 2.35. Perubahan kebijakan secara retrospektif diterapkan dengan melakukan penyesuaian terhadap:

1. saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode sajian paling awal; dan

2. jumlah komparatif lainnya diungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi tersebut sudah diterapkan sebelumnya. 2.36. Penerapan suatu perubahan kebijakan akuntansi secara retrospektif adalah tidak praktis pada saat entitas tidak dapat menerapkan kebijakan akuntansi baru setelah melakukan seluruh upaya yang rasional.

(32)

2.37. Penerapan retrospektif atau penyajian kembali retrospektif adalah tidak praktis untuk suatu periode lalu tertentu, jika:

1. dampaknya tidak dapat ditentukan;

2. memerlukan asumsi mengenai maksud manajemen yang ada pada periode lalu tersebut;

3. memerlukan estimasi jumlah yang signifikan dan tidak mungkin untuk membedakan secara objektif informasi mengenai estimasi yang:

a. menyediakan bukti atas keadaan yang ada pada tanggal ketika jumlah tersebut diakui, diukur, atau diungkapkan; dan

b. tersedia ketika penyelesaian laporan keuangan periode lalu dengan informasi lain.

2.38. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak spesifik terhadap suatu periode, maka kebijakan akuntansi baru diterapkan secara prospektif pada awal periode paling awal ketika menjadi praktis serta membuat penyesuaian saldo ekuitas yang terpengaruh.

2.39. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak kumulatif terhadap periode lalu, maka informasi komparatif disesuaikan secara prospektif sejak tanggal praktis paling awal.

Perubahan Estimasi Akuntansi

2.40. Estimasi akuntansi diubah jika terdapat perubahan jumlah tercatat aset dan liabilitas atau jumlah konsumsi pemanfaatan periodik aset yang berasal dari pengujian status saat ini dan perkiraan manfaat masa depan dari aset dan liabilitas.

2.41. Perubahan estimasi akuntansi diterapkan secara prospektif. Kesalahan

2.42. Kesalahan periode lalu dikoreksi dengan menyajikan kembali secara retrospektif:

1. periode sajian komparatif yang lalu ketika kesalahan terjadi;

2. saldo awal pos yang terkait pada periode sajian paling awal, jika kesalahan terjadi sebelum periode sajian.

(33)

2.43. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan secara spesifik terhadap suatu periode, maka entitas menyajikan kembali saldo pembuka aset, liabilitas, dan ekuitas untuk periode paling awal di saat penyajian kembali retrospektif adalah praktis.

2.44. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan secara kumulatif, maka entitas menyajikan kembali informasi komparatif untuk mengoreksi kesalahan secara prospektif dari tanggal praktis paling awal.

Materialitas dan Agregasi

2.45. Penyajian laporan keuangan didasarkan pada konsep materialitas. 2.46. Pos-pos yang jumlahnya material disajikan tersendiri dalam laporan keuangan, sedangkan yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan sepanjang memiliki sifat dan fungsi yang sejenis.

2.47. Informasi dianggap material jika kelalaian untuk mencantumkan, atau kesalahan dalam mencatat, informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.

Saling Hapus

2.48. Jumlah aset dan liabilitas yang disajikan tidak boleh disalinghapuskan dengan liabilitas atau aset lain kecuali sesuai dengan SAK dan saling hapus tersebut mencerminkan prakiraan realisasi atau penyelesaian aset atau liabilitas.

2.49. Pos-pos pendapatan dan beban tidak boleh disalinghapuskan, kecuali pendapatan dan beban yang disajikan secara neto sesuai dengan SAK.

Periode pelaporan

2.50. Laporan keuangan wajib disajikan secara tahunan berdasarkan tahun takwin.

(34)

2.51. Dalam hal entitas baru berdiri, laporan keuangan dapat disajikan untuk periode yang lebih pendek dari satu takwin. Selain itu, untuk kepentingan pihak lainnya, entitas dapat membuat dua laporan yaitu dengan menggunakan periode tahun takwin dan periode efektif, dengan mencantumkan:

1. alasan penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan; 2. fakta bahwa jumlah yang tercantum dalam dua periode pelaporan laporan

posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan.

Informasi Komparatif

2.52. Laporan keuangan harus disajikan secara komparatif dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

2.53. Informasi komparatif untuk laporan keuangan bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.

2.54. Laporan keuangan harus disusun secara komparatif untuk 2 (dua) tahun buku terakhir, agar lebih memberikan informasi yang jelas mengenai perkembangan keadaan keuangan entitas dari waktu ke waktu.

2.55. Entitas harus menyajikan tambahan laporan posisi keuangan untuk posisi awal periode komparatif yang disajikan, jika:

1. menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif;

2. membuat penyajian kembali secara retrospektif akibat koreksi kesalahan; atau

3. membuat reklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan.

Laporan Keuangan Interim

2.56. Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan lengkap untuk suatu periode interim yang diterbitkan di antara dua laporan keuangan tahunan. Penyusunan laporan keuangan interim dapat dilakukan secara triwulanan, semesteran atau periode lain yang kurang dari satu tahun.

(35)

2.57. Laporan keuangan interim lengkap terdiri dari:

1. Laporan posisi keuangan;

2. Laporan laba rugi komprehensif;

3. Laporan perubahan ekuitas;

4. Laporan arus kas; dan

5. Catatan atas laporan keuangan.

2.58. Penyajian laporan keuangan interim triwulanan yang berakhir per 30 September 20X1 adalah sebagai berikut:

Komponen Laporan Keuangan Periode Interim Periode Komparatif

Laporan posisi keuangan Per

Laporan laba rugi komprehensif Untuk periode 9 bulan Untuk periode 3 bulan Laporan arus kas Untuk periode 9 bulan Laporan perubahan ekuitas Untuk periode 9 bulan

30 September 20X1 1 Jan s/d 30 Sept 20X1 1 Juli s/d 30 Sept 20X1 1 Jan s/d 30 Sept 20X1 1 Jan s/d 30 Sept 20X1 31 Desember 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X0 1 Juli s/d 30 Sept 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X0

Laporan Keuangan Konsolidasian

2.59. Entitas harus mengkonsolidasikan suatu entitas jika mempunyai pengendalian atas entitas tersebut (entitas anak dan entitas bertujuan khusus).

2.60. Entitas anak yang bergerak dalam jenis usaha yang berbeda atau tidak ada hubungannya dengan jenis usaha entitas induk, dan memenuhi syarat pengendalian, maka laporan keuangan entitas anak tersebut tetap dimasukkan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian.

(36)

Syarat Konsolidasi

2.61. Entitas memiliki pengendalian terhadap suatu entitas jika:

1. memiliki secara langsung dan tidak langsung melalui entitas anak, lebih dari setengah kekuasaan suara (voting power) entitas.

2. memiliki setengah atau kurang voting power entitas, jika memenuhi salah satu dari hal-hal berikut ini:

a. memiliki kekuasaan yang melebihi setengah hak suara (voting right) sesuai perjanjian dengan investor lain;

b. memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian; c. memiliki kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besar

dewan direksi atau dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan atau organ tersebut;

d. memiliki kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat dewan direksi dan dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan direksi dan dewan komisaris atau organ tersebut;

2.62. Entitas mempertimbangkan hak suara potensial dalam menilai keberadaan pengendalian atas entitas lain.

2.63. Hak suara potensial dapat timbul apabila entitas memiliki waran saham atau opsi saham, atau instrumen lain yang dapat dikonversikan menjadi saham. Kepemilikan instrumen tersebut memberikan potensi bagi entitas untuk menambah voting power kepada entitas lain atau mengurangi voting power dari pihak lain.

2.64. Entitas menilai apakah hak suara potensial berkontribusi terhadap munculnya suatu pengendalian, dengan cara:

1. menguji fakta dan keadaan timbulnya hak suara potensial; 2. menguji syarat pelaksanaan hak suara potensial;

3. menguji perjanjian kontraktual lain, yang dipertimbangkan secara individu maupun kombinasi.

(37)

2.65. Tetapi, entitas tidak mempertimbangkan hal berikut dalam menilai hak suara potensial, yaitu:

1. menilai maksud manajemen untuk melaksanakan atau mengkonversi hak tersebut;

2. menilai kemampuan keuangan untuk melaksanakan atau mengkonversi hak tersebut.

Prosedur Konsolidasi

2.66. Dalam menyusun laporan keuangan konsolidasian, entitas menggabungkan secara satu per satu dengan menjumlahkan pos-pos sejenis dari aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban dari laporan keuangan entitas anak dan entitas bertujuan khusus.

2.67. Entitas harus dapat menyajikan informasi keuangan dari kelompok usahanya sebagai entitas ekonomi tunggal dalam laporan keuangan konsolidasian.

2.68. Prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan laporan konsolidasian adalah sebagai berikut:

1. mengeliminasi jumlah tercatat investasi entitas terhadap entitas anak sebesar porsi entitas atas ekuitas entitas anak;

2. menentukan kepentingan nonpengendali atas laba atau rugi entitas anak selama periode pelaporan;

3. menentukan secara terpisah kepentingan nonpengendali dan bagian kepemilikan entitas atas aset neto entitas anak. Kepentingan non pengendali atas aset neto terdiri dari:

a. jumlah kepentingan nonpengendali pada tanggal kombinasi bisnis awal;

b. bagian kepentingan nonpengendali atas perubahan ekuitas sejak tanggal kombinasi bisnis awal.

2.69. Untuk tujuan konsolidasian, tanggal laporan keuangan entitas anak harus sama dengan tanggal laporan keuangan entitas. Apabila tanggal laporan keuangan tersebut berbeda, maka entitas anak harus menyusun laporan keuangan tambahan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas. Apabila penyesuaian tanggal tersebut tidak dapat dilakukan, laporan

(38)

keuangan konsolidasian per tanggal laporan keuangan entitas masih dapat dilakukan sepanjang:

1. perbedaan tanggal laporan posisi keuangan tersebut tidak lebih dari 3 (tiga) bulan; dan

2. peristiwa atau transaksi material yang terjadi di antara tanggal laporan posisi keuangan tersebut diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasian.

2.70. Laporan keuangan konsolidasian disusun dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang sama untuk peristiwa dan transaksi yang sejenis antara entitas dengan entitas anak.

2.71. Kepentingan non pengendali disajikan dalam ekuitas, terpisah dari ekuitas milik entitas.

Ketentuan Mengenai Pihak-pihak Berelasi

2.72. Laporan keuangan entitas harus berisi pengungkapan bahwa posisi keuangan dan laba rugi telah dipengaruhi oleh keberadaan pihak-pihak berelasi, transaksi dan saldo, dan komitmen dengan pihak tersebut.

2.73. Entitas memiliki relasi dengan pemerintah dan entitas lain yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh pemerintah.

Ketentuan Umum Aset Keuangan

Pengertian Aset Keuangan

2.74. Aset keuangan adalah setiap aset yang berbentuk:

1. kas;

2. instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas lain, misalnya saham entitas lain;

3. hak kontraktual, yaitu hak yang timbul dari kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis untuk:

a. menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain, misalnya obligasi yang diterbitkan entitas lain dan piutang usaha;

(39)

2.75. Aset keuangan dikategorikan sebagai:

1. diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi/Fair Value Through Profit and Loss (FVTPL);

2. dimiliki hingga jatuh tempo/Held-to-Maturity (HTM);

3. pinjaman yang diberikan dan Piutang/Loan and Receivable (LR); 4. tersedia untuk dijual/Available-for-sale (AFS).

Kategori Aset Keuangan FVTPL

2.76. Persyaratan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori FVTPL adalah:

1. aset keuangan yang diklasifikasikan untuk tujuan diperdagangkan (trading); atau

2. aset keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan untuk FVTPL (fair value option/FVO).

2.77. Syarat aset keuangan yang termasuk kelompok diperdagangkan adalah:

1. diperoleh atau dimiliki terutama untuk tujuan dijual atau dibeli kembali dalam waktu dekat;

2. merupakan bagian portfolio instrumen keuangan tertentu yang dikelola dan terdapat bukti mengenai adanya pola untuk mengambil untung dalam jangka pendek (short term profit taking) yang terkini;

3. derivatif.

2.78. Pengertian diperdagangkan mencerminkan aktivitas pembelian dan penjualan yang bersifat aktif dan berulang, dan umumnya digunakan untuk tujuan memperoleh laba dari fluktuasi harga jangka pendek.

2.79. Persyaratan FVO dapat digunakan untuk menghasilkan informasi yang lebih relevan karena untuk mengeliminasi atau mengurangi secara signifikan ketidakkonsistenan suatu pengukuran atau pengakuan yang akan timbul (accounting mismatch).

(40)

HTM

2.80. Persyaratan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori HTM adalah:

1. aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah ditetapkan; dan

2. entitas mempunyai intensi positif dan kemampuan untuk memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.

LR

2.81. Syarat aset keuangan diklasifikasikan sebagai LR adalah:

1. aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan; dan

2. tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif. AFS

2.82. Syarat aset keuangan sebagai AFS adalah:

1. aset keuangan nonderivatif yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual;

2. aset keuangan tidak dapat diklasifikasikan sebagai FVTPL, HTM atau LR.

Ringkasan Perlakuan Akuntansi Aset Keuangan

2.83. Ringkasan perlakuan akuntansi untuk setiap kategori aset keuangan tersaji dalam tabel berikut:

Kategori Jenis

instrumen Pengakuan awal Premium, diskonto dan biaya transaksi Laporan posisi keuangan Dampak perubahan nilai wajar Penurunan dan pemulihan nilai FVTPL Efek ekuitas dan utang Efek diukur pada biaya perolehan dikurangi biaya transaksi Biaya transaksi diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi komprehensif

Nilai wajar Keuntungan atau kerugian diakui dalam laba rugi

(41)

Kategori Jenis

instrumen Pengakuan awal Premium, diskonto dan biaya transaksi Laporan posisi keuangan Dampak perubahan nilai wajar Penurunan dan pemulihan nilai HTM Efek utang Efek diukur

pada biaya perolehan Diamortisasi dengan suku bunga efektif dan diakui sebagai pendapatan bunga Biaya perolehan yang telah diamortisasi dengan suku bunga efektif - • Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi • Pemulihan nilai diakui sebagai keuntungan dalam laba rugi • Nilai tercatat setelah pemulihan tidak boleh melebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi penurunan nilai pada tanggal pemulihan tersebut LR Efek utang Efek diukur

pada biaya perolehan Diamortisasi dengan suku bunga efektif dan diakui sebagai pendapatan bunga Biaya perolehan yang telah diamortisasi dengan suku bunga efektif - • Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi • Pemulihan nilai diakui sebagai keuntungan dalam laba rugi • Nilai tercatat setelah pemulihan tidak boleh melebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi penurunan nilai pada tanggal pemulihan tersebut AFS Efek utang Harga

perolehan Diamortisasi dengan suku bunga efektif dan diakui sebagai pendapatan bunga

Nilai wajar Kenaikan dan penurunan diakui dalam pendapatan komprehensif lain • Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi • Pemulihan nilai diakui sebagai keuntungan dalam laba rugi • Nilai tercatat setelah pemulihan tidak boleh melebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi penurunan nilai pada tanggal pemulihan tersebut Efek

ekuitas Harga perolehan - Nilai wajar Kenaikan danpenurunan diakui dalam pendapatan komprehensif lain

(42)

Kategori Jenis

instrumen Pengakuan awal Premium, diskonto dan biaya transaksi Laporan posisi keuangan Dampak perubahan nilai wajar Penurunan dan pemulihan nilai Instrumen ekuitas yang nilai wajarnya tidak dapat ditentukan secara andal Harga

perolehan - Harga perolehan - • Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi • Tidak ada

pemulihan nilai

Metode Suku Bunga Efektif

2.84. Metode suku bunga efektif adalah metode yang digunakan untuk menghitung biaya perolehan yang diamortisasi dari aset keuangan dan metode untuk mengalokasikan pendapatan bunga selama periode yang relevan.

2.85. Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi pembayaran atau penerimaan kas di masa depan selama perkiraan umur dari instrumen keuangan, atau jika lebih tepat, digunakan periode yang lebih singkat untuk memperoleh nilai tercatat neto dari aset keuangan.

2.86. Pada saat menghitung suku bunga efektif, entitas mengestimasi arus kas dengan mempertimbangkan seluruh persyaratan kontraktual dalam instrumen keuangan tersebut (seperti pelunasan dipercepat, opsi beli dan opsi serupa lainnya), namun tidak mempertimbangkan kerugian kredit di masa depan.

Penurunan Nilai

2.87. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti objektif terjadinya peristiwa yang merugikan yang berdampak pada estimasi arus kas masa datang (indikasi penurunan nilai).

2.88. Indikasi-indikasi penurunan nilai adalah:

1. Kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau pihak peminjam;

2. Pelanggaran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atau tunggakan pembayaran pokok atau bunga;

(43)

3. Pemberian keringanan pada pihak peminjam yang tidak mungkin diberikan jika pihak peminjam tidak mengalami kesulitan;

4. Terdapat kemungkinan pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan lainnya;

5. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan, misalnya delisting;

6. Data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan estimasi arus kas masa depan dari kelompok aset keuangan, meskipun belum dapat diidentifikasi secara individual, termasuk;

a. memburuknya status pembayaran pihak peminjam dalam kelompok; b. kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi dengan

wanprestasi atas aset dalam kelompok.

2.89. Uji penurunan nilai dilakukan secara individual untuk aset keuangan yang signifikan yang terdapat indikasi penurunan nilai. Metode pembentukan candangan kerugian penurunan nilai secara individual dengan perhitungan present value dari estimasi arus kas masa depan dibandingkan jumlah tercatat.

2.90. Uji penurunan nilai dilakukan secara kolektif untuk aset keuangan yang tidak signifikan dan aset keuangan yang signifikan tetapi tidak memiliki indikasi penurunan nilai berdasarkan data kerugian historis.

Ketentuan Umum Liabilitas Keuangan

2.91. Liabilitas keuangan adalah setiap kewajiban yang berupa kewajiban kontraktual:

1. untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lainnya kepada entitas lain, misalnya utang usaha; atau

2. untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi merugikan entitas.

2.92. Liabilitas keuangan diklasifikasikan dalam kategori diukur pada harga perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif (amortized cost).

(44)

Ketentuan Umum Pengungkapan Instrumen Keuangan

2.93. Secara umum untuk aset keuangan dan liabilitas keuangan, hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:

1. ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting yang termasuk namun tidak terbatas pada:

a. kategorisasi dan dasar pengukuran aset keuangan dalam penyusunan laporan keuangan; dan

b. kebijakan akuntansi lainnya yang relevan dengan aset keuangan yang dapat mendukung pemahaman terhadap laporan keuangan;

2. metode dan teknik penilaian (valuasi) yang digunakan;

3. kategorisasi dan nilai tercatat aset keuangan dan liabilitas keuangan; 4. perubahan nilai wajar atas aset keuangan dalam kategori FVTPL; 5. jumlah aset keuangan yang berpindah dari atau ke setiap kategori dan latar

belakang perpindahan kategori tersebut;

6. tujuan, kebijakan, dan proses pengelolaan risiko dan metode pengukuran risiko aset keuangan dan perubahan dari periode sebelumnya (jika ada); 7. analisis terhadap aset keuangan berdasarkan karakteristik ekonomi yang sama;

dan

(45)

pengertian dan karakteristik aset

3.1. Aset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dimana manfaat ekonomis di masa depan diperkirakan akan diperoleh oleh entitas.

3.2. Manfaat ekonomis masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, atas arus kas dan setara kas. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivitas usaha. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan unt uk mengurangi pengeluaran kas.

3.3. Manfaat ekonomis masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir dengan beberapa cara, misalnya aset dapat:

1. digunakan sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh entitas;

2. dipertukarkan dengan aset lain;

3. digunakan untuk menyelesaikan liabilitas; atau 4. dibagikan kepada para pemilik.

3.4. Pada umumnya, aset memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aset. Oleh karena itu, misalnya aset tidak berwujud merupakan aset kalau mendatangkan manfaat ekonomis di masa depan dan dikendalikan oleh entitas.

3.5. Pada umumnya aset dihubungkan dengan hak menurut hukum, termasuk hak milik, misalnya piutang dan properti. Namun demikian, eksistensi aset ditentukan bukan semata-mata oleh adanya hak milik tetapi berdasarkan

Bab III

(46)

kemampuan untuk mengendalikan manfaat yang diharapkan dari aset tersebut, misalnya properti yang diperoleh melalui sewa pembiayaan (finance lease), maka properti tersebut diakui menjadi aset. Selain itu, suatu barang atau jasa dapat memenuhi definisi aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan hukum, misalnya pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aset jika, dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, maka entitas menikmati manfaat yang diperkirakan dari pengetahuan tersebut.

3.6. Aset berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Aset biasanya diperoleh melalui pembelian, tetapi transaksi atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset, misalnya properti yang diterima dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan ekonomi nasional.

3.7. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi di masa depan tidak dengan sendirinya memunculkan aset, misalnya maksud untuk membeli persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aset.

3.8. Terdapat hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedua peristiwa ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Apabila entitas melakukan pengeluaran, maka peristiwa ini memberikan bukti bahwa entitas tersebut memperkirakan manfaat ekonomis, tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang memenuhi definisi aset telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi definisi aset dan dengan demikian terdapat kemungkinan untuk diakui dalam laporan posisi keuangan, misalnya barang atau jasa yang telah diterima melalui donasi memenuhi definisi aset.

3.9. Aset kontinjensi merupakan aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.

3.10. Timbulnya aset kontinjensi biasanya berasal dari peristiwa tidak terencana atau tidak diperkirakan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat ekonomis.

(47)

3.11. Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, apabila realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset.

3.12. Aset kontinjensi harus dikaji ulang secara terus-menerus untuk memastikan bahwa perkembangannya telah tercermin dengan semestinya dalam laporan keuangan. Jika dapat dipastikan bahwa entitas akan menerima arus masuk manfaat ekonomis, maka diakui sebagai aset dan penghasilan terkait pada periode timbulnya kepastian tersebut.

3.13. Akan tetapi, apabila yang timbul hanya kemungkinan besar (bahwa akan memperoleh arus masuk manfaat ekonomis), maka diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Pengungkapan tersebut meliputi uraian singkat mengenai karakteristik aset kontinjensi pada tanggal laporan posisi keuangan dan, apabila praktis, estimasi dampak keuangannya.

(48)

aset lanCar

Kas dan Setara Kas

Definisi

3.14. Kas adalah mata uang kertas dan logam baik rupiah maupun mata uang asing yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dan rekening giro.

3.15. Setara kas adalah investasi yang sangat likuid, berjangka pendek, dan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan.

Dasar Pengaturan

3.16. Dasar pengaturan untuk kas dan setara kas antara lain: 1. PSAK 2: Laporan Arus Kas;

2. PSAK 23: Pendapatan;

3. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian;

4. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; 5. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

Penjelasan

3.17. Kas dan setara kas merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori LR.

3.18. Suatu investasi dapat memenuhi syarat sebagai setara kas hanya jika segera akan jatuh tempo misalnya dalam waktu tiga bulan atau kurang sejak tanggal perolehannya.

3.19. Kas dan setara kas antara lain terdiri dari: 1. kas, baik dalam rupiah maupun mata uang asing; 2. giro pada bank;

3. setoran dalam perjalanan; 4. deposit on call.

3.20. Deposit on call adalah simpanan yang hanya dapat ditarik dengan syarat pemberitahuan sebelumnya.

(49)

Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran

3.21. Kas dan setara kas diakui pada saat terjadinya sebesar nilai nominal.

Penyajian

3.22. Kas dan setara kas disajikan dalam kelompok aset lancar. Pengungkapan

3.23. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: 1. rincian jenis dan jumlah kas dan setara kas; 2. kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya; 3. pengungkapan lainnya.

3.24. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan instrumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93. Ilustrasi Jurnal

1. Pada saat penerimaan Db. Kas dan setara kas

Kr. Pendapatan usaha/piutang/pos terkait 2. Pada saat penggunaan

Db. Utang usaha/beban usaha/pos terkait Kr. Kas dan setara kas

(50)

Piutang Usaha

Definisi

3.25. Piutang usaha adalah hak tagih terhadap pihak lain atas kas, barang atau jasa dari kegiatan usaha entitas.

Dasar Pengaturan

3.26. Dasar pengaturan untuk piutang usaha antara lain: 1. PSAK 23: Pendapatan;

2. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian;

3. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; 4. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

Penjelasan

3.27. Piutang usaha merupakan tagihan kepada pihak lain atas penjualan barang atau pemberian jasa yang merupakan bagian dari kegiatan usaha sesuai anggaran dasar.

3.28. Piutang usaha merupakan hak yang muncul dari penyerahan barang atau jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara entitas dan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain tersebut untuk melunasi pembayaran atas barang atau jasa yang telah diterimanya atau utangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.

3.29. Transaksi piutang usaha, antara lain, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. adanya penyerahan barang atau jasa; 2. persetujuan atau kesepakatan berutang; 3. jangka waktu tertentu.

3.30. Piutang usaha antara lain berasal dari penjualan produk atau jasa dari aktivitas utama entitas.

3.31. Piutang usaha merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori LR.

(51)

3.32. Tata cara pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang mengacu pada ketentuan umum aset keuangan pada Bab II paragraf 2.89– 2.90.

3.33. Cadangan penurunan nilai (yaitu cadangan penurunan piutang tidak tertagih yang sudah 100% dari jumlah piutang), tetap disajikan sebagai bagian piutang.

Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran Pengakuan dan pengukuran awal

3.34. Piutang usaha diakui pada saat barang diserahkan kepada pembeli sesuai dengan perjanjian penjualan barang.

1. FOB shipping point diakui pada saat barang diterima entitas pengiriman untuk diserahkan kepada pembeli;

2. FOB destination diakui pada saat barang diterima pembeli. Pengukuran selanjutnya

3.35. Piutang usaha berkurang pada saat pembayaran diterima atau dihapuskan.

3.36. Penurunan nilai piutang usaha diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya.

3.37. Pemulihan nilai piutang usaha diakui sebagai keuntungan pada periode terjadinya.

3.38. Piutang usaha dihentikan pengakuannya pada saat diselesaikan melalui pelunasan atau dikompensasi dengan liabilitas atau aset lain.

3.39. Apabila terjadi pembayaran setelah piutang dihapusbukukan maka diakui sebagai pendapatan nonusaha.

Penyajian

(52)

Pengungkapan

3.41. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: 1. rincian jenis dan jumlah piutang;

2. jumlah piutang dengan pihak-pihak berelasi;

3. metode pembentukan dan jumlah cadangan kerugian penurunan nilai piutang;

4. jumlah piutang yang dijadikan agunan pinjaman bank; 5. pengungkapan lainnya.

3.42. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan instrumen keuangan secara umum pada Bab II paragaraf 2.93. Ilustrasi Jurnal

1. Pada saat penjualan barang/jasa Db. Piutang usaha

Kr. Penjualan ekspor/lokal 2. Pada saat menerima pembayaran

Db. Kas dan setara kas Kr. Piutang yang terkait 3. Pada saat terjadi penurunan nilai:

Db. Beban penurunan nilai piutang Kr. Akumulasi penurunan nilai piutang 4. Pada saat hapus buku

Db. Akumulasi cadangan penurunan nilai piutang Db. Beban penghapusan piutang

Kr. Piutang usaha

5. Pada saat penerimaan pelunasan piutang yang telah dihapusbukukan Db. Kas dan setara kas

(53)

Piutang Lain-lain

Definisi

3.43. Piutang lain-lain adalah hak tagih terhadap pihak lain atas kas, barang atau jasa dari kegiatan diluar kegiatan usaha entitas.

Dasar Pengaturan

3.44. Dasar pengaturan untuk piutang lain-lain antara lain: 1. PSAK 23: Pendapatan;

2. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian;

3. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; 4. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

Penjelasan

3.45. Piutang lain-lain adalah piutang selain dari kegiatan usaha atau piutang selain piutang usaha.

3.46. Piutang lain-lain merupakan hak yang muncul dari penyerahan barang atau jasa diluar kegiatan usaha entitas, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara entitas dan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain tersebut untuk melunasi pembayaran atas barang atau jasa yang telah diterimanya atau utangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.

3.47. Piutang lain-lain antara lain berasal dari pemberian pinjaman kepada pihak lain, seperti karyawan.

3.48. Piutang lain-lain merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori LR.

3.49. Tata cara pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang mengacu pada ketentuan umum aset keuangan pada Bab II paragraf 2.89– 2.90.

3.50. Cadangan penurunan nilai (yaitu cadangan penurunan piutang tidak tertagih yang sudah 100% dari jumlah piutang), tetap disajikan sebagai bagian piutang.

(54)

Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan Pengukuran Pengakuan dan pengukuran awal

3.51. Piutang lain-lain diakui pada saat aset, misalnya kas, diserahkan kepada pihak lain.

Pengukuran selanjutnya

3.52. Piutang berkurang pada saat pembayaran diterima atau dihapuskan.

3.53. Penurunan nilai piutang lain-lain diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya.

3.54. Pemulihan nilai piutang lain-lain diakui sebagai keuntungan pada periode terjadinya.

3.55. Piutang lain-lain dihentikan pengakuannya pada saat diselesaikan melalui pelunasan atau dikompensasi dengan liabilitas atau aset lain.

3.56. Apabila terjadi pembayaran setelah piutang dihapusbukukan maka diakui sebagai pendapatan nonusaha.

Penyajian

3.57. Piutang lain-lain disajikan dalam kelompok aset lancar. Pengungkapan

3.58. Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain: 1. rincian jenis dan jumlah piutang;

2. jumlah piutang dengan pihak-pihak yang berelasi;

3. metode pembentukan dan jumlah cadangan kerugian penurunan nilai piutang yang dibentuk;

(55)

3.59. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan instrumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93.

Ilustrasi Jurnal

1. Pada saat pengakuan awal Db. Piutang lain-lain Kr. Kas dan setara kas

2. Pada saat menerima pembayaran Db. Kas dan setara kas

Kr. Piutang lain-lain

3. Pada saat terjadi penurunan nilai Db. Beban penurunan nilai piutang Kr. Akumulasi penurunan nilai piutang 4. Pada saat hapus buku

Db. Akumulasi penurunan nilai piutang Db. Beban penghapusan piutang Kr. Piutang lain-lain

5. Pada saat penerimaan pelunasan piutang yang telah dihapusbukukan Db. Kas dan setara kas

(56)

Piutang Antar Badan Hukum Jangka Pendek

Definisi

3.60. Piutang antar badan hukum jangka pendek adalah piutang yang timbul sebagai akibat dari transaksi nonusaha dengan pihak-pihak yang berelasi, selain untuk pos yang telah ditentukan penyajiannya dan akan diselesaikan dalam satu periode setelah tanggal laporan posisi keuangan yang diselesaikan dengan menggunakan kas atau aset keuangan lainnya.

3.61. Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas lain yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangan.

3.62. Transaksi pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan.

Dasar Pengaturan

3.63. Dasar pengaturan untuk piutang antar badan hukum jangka pendek antara lain:

1. PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang berelasi; 2. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian;

3. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; 4. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

Penjelasan

3.64. Pihak-pihak berelasi yang dimaksud adalah hubungan antar entitas BUMN perkebunan.

3.65. Piutang antar badan hukum jangka pendek mencakup piutang yang timbul dari transaksi nonusaha antara entitas dengan entitas lain, entitas anak, dan entitas asosiasinya yang berelasi, dimana akan diselesaikan dalam satu periode setelah tanggal laporan posisi keuangan. Sedangkan untuk piutang yang timbul dari transaksi usaha, termasuk dalam bagian piutang usaha.

(57)

3.66. Piutang antar badan hukum terdiri dari antara lain:

1. piutang yang berasal dari transaksi di luar usaha melalui rekening antar badan hukum yang dilakukan pelunasan piutang secara reguler, misalnya piutang atas pengobatan dan biaya rumah sakit untuk karyawan. Penyelesaian atas piutang tersebut dapat berupa kas atau aset nonkeuangan lainnya;

2. piutang yang berupa modal kerja.

3.67. Piutang antar badan hukum jangka pendek termasuk aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori LR.

3.68. Untuk piutang antar badan hukum yang akan dilakukan pelunasan secara reguler, tidak perlu dilakukan uji penurunan nilai untuk menentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang.

3.69. Untuk piutang antar badan hukum yang berupa modal kerja perlu dilakukan uji penurunan nilai untuk menentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang. Metode untuk menentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang adalah secara individual.

3.70. Tata cara pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang mengacu pada ketentuan umum aset keuangan pada Bab II paragraf 2.89–2.90. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan pengukuran Pengakuan dan pengukuran awal

3.71. Piutang antar badan hukum jangka pendek diakui pada saat penyerahan aset sebesar jumlah yang diserahkan.

Pengukuran selanjutnya

3.72. Untuk piutang modal kerja, biaya transaksi (jika ada amortisasi atas premium, diskon atau biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan piutang tersebut) diamortisasi dengan suku bunga efektif.

3.73. Penurunan nilai piutang antar badan hukum jangka pendek diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya.

Gambar

Ilustrasi Jurnal
Ilustrasi Jurnal
Ilustrasi Jurnal

Referensi

Dokumen terkait

Laporan tahunan ini menggambarkan kondisi Pengadilan Agama Kudus termasuk di dalamnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi peradilan yang dilaksanakan tahun 2018 antara lain

Pondok Pesantren Putri Krapyak, Bantul, Yogyakarta diharapkan dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi remaja berkaitan

Apabila suatu sistem merupakan salah satu dari komponen sistem lain yang lebih besar, maka akan disebut dengan subsistem, sedangkan sistem yang lebih besar tersebut

Openlayers adalah aplikasi client berbasis javascript untuk menampilkan data pada peta web browser dan tidak tergantung pada web server yang digunakan. Geoserver merupakan salah

Membuat media B yaitu larutan hasil penyaringan dengan sterilisasi dengan cara yang sama seperti media A sehingga diperoleh 400 mL larutan paraquat dengan pelarut filtrat

Dari uraian yang telah dijelaskan pada bab 2.3 bahwa tren dari emisi gas CO 2 tergantung dari beberapa elemen kunci yaitu populasi, GDP/kapita, Energi/GDP ( energi intensitas

Gangguan jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) meliputi semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh