• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Studi pada Program Kemitraan Perum Perumnas Reg. VI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Studi pada Program Kemitraan Perum Perumnas Reg. VI."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

AHMAD TOBARI

0341010152

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)
(3)
(4)
(5)

rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) (Studi Tentang Dana Pinjaman Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PERUM PERUMNAS Regional VI Surabaya". Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan kurikulum pada Progdi Administrasi

Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional

“VETERAN” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya tugas ini penulis mengucapakan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Dra. Diana Hertati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Disamping itu

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik.

3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Seluruh Staf Perum Perumnas Regional VI Surabaya yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

5. Kedua Orang tuaku, kakak serta adik-adikku tercinta yang telah memberikan

dukungan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan proposal

skripsi ini.

(6)

vi

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada

kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia dan

terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah

kesempurnaan skripsi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 25 Februari 2010

(7)

Gambar 2. Analisis data interaktif ……… 52 Gambar 3. Struktur Organisasi

Perum Perumnas Regional VI Surabaya ……….. 58

Gambar 4 Alur Pinjaman Modal

Perum Perumnas Regional VI ………. 73

(8)

TABEL 2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ……….…. 65

TABEL 3 Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ….…… 66

TABEL 4 Komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat dan Golongan ……… 67

TABEL 5 Daftar Mitra Binaan PKBL

Perum Perumnas Regional VI di Surabaya ……… 69

TABEL 6 Daftar Pinjaman Yang Diberikan

Kepada Mitra Binaan PKBL Perum Perumnas

Regional VI di Surabaya ………. 71

TABEL 7 Daftar Mitra Binaan Yang Mempunyai Tunggakan

Angsuran Pinjaman Modal PKBL Perum Perumnas Reg. VI ………… 84

TABEL 8 Daftar Mitra Binaan yang mampu menunjang kegiatan Usahanya dengan fasilitas internet melalui Diklat Pengenalan Internet

PKBL Perum Perumnas Reg. VI. Surabaya ……… 90

TABEL 9 Daftar Mitra Binaan yang hanya menambah wawasan

tentang penggunaan komputer dalam Diklat Pengenalan Internet

PKBL Perum Perumnas Reg. VI Surabaya ………. 91

(9)

Perum Perumnas Reg. VI.

Dosen Pembimbing : Dra. Diana Hertati, M. Si

121 Hal +

Penelitian ini didasarkan pada keberhasilan PKBL Perum Perumnas Reg. VI dalam memberdayakan 21 UKM dari 33 UKM yang menjadi Mitra Binaan Perum Perumnas Reg. VI di Surabaya pada tahun 2008. Indikator keberhasilan Program Kemitraan Perum PErumnas Reg. VI didasarkan pada pembayaran angsuran dari pinjaman modal yang diberikan kepada Mitra Binaan. Pembayaran angsuran pinjaman modal terbagi atas 3 kategori yaitu kredit lancar, kurang lancar dan macet. Dari 33 UKM yang menjadi Mitra Binaan Perum Perumnas Reg. VI 21 diantaranya termasuk dalam kredit lancar, dari data tersebut dapat diketahui bahwa 21 Mitra Binaan berhasil meningkatkan kegiatan usahanya menjadi tangguh dan mandiri. Pemberdayaan yang dilakukan oleh PKBL Perum Perumnas Reg. VI dilaksanakan dengan memberikan pinjaman modal usaha dan pembinaan berupa diklat pengenalan internet kepada UKM yang menjadi Mitra Binaan PKBL Perum Perumnas Reg. VI.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu meliputi Staff PKBL dan Mitra Binaan PKBL Perum Perumnas Reg. VI. Sedangkan data sekunder berasal dari hasil dokumentasi. Teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pemeriksaan didasarkan atas criteria: derajat kepercayaan, keteralihan, standar ketergantungan, kepastian. Fokus penelitiannya adalah Pemberdayaan Usaha Kecil melalui pemberian pinjaman modal usaha dan pembinaan melalui diklat pengenalan internet oleh PKBL Perum Perumnas Reg. VI. Dari data yang dianalisis maka dapat disimpulkan pemberian pinjaman modal usaha telah dilaksanakan sesuai prosedur yang baik dan dapat membantu Mitra Binaan untuk meningkatkan kegiatan usahanya sedangkan dalam pembinaan berupa diklat pengenalan internet tidak dapat menjadi fasilitas penunjang bagi semua Mitra Binaan, Mitra binaan yang bergerak di bidang pertokoan dan warung makanan tidak dapat mempergunakan fasilitas internet untuk meningkatkan usahaya sehingga pemberdayaan yang dilakukan PKBL Perum Perumnas Reg. VI belum sepenuhnya berhasil.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Usaha kecil dan menengah atau yang disebut UKM merupakan salah

satu kekuatan pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor

usaha kecil dan menengah amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan

lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah

beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga

menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha

lainnya, dan mereka juga cukup memberikan kontribusi penting dalam

ekspor dan perdagangan. Karena itu UKM merupakan aspek penting dalam

pembangunan ekonomi yang kompetitif.

Krisis ekonomi yang menerpa Indonesia sejak tahun 1997 hingga

sekarang telah menumbuhkan kesadaran berpikir dengan paradigma baru

dalam pengelolaan ekonomi nasional. Paradigma lama pembangunan

ekonomi yang bertumpu serta mengandalkan peranan konglomerat atau

swasta nasional ternyata membuat rapuh fundamental ekonomi nasional.

Pengelolaan ekonomi yang kurang transparan dan kurang memberikan

partisipasi pelaku ekonomi lainnya, menimbulkan ketimpangan dalam

penguasaan aset nasional. Akibatnya penguasaan perekonomian jatuh ke

tangan kelompok bisnis yang berskala besar yang tidak mengakar pada

(11)

Pelaku ekonomi dalam konteks Indonesia terdiri dari tiga pilar utama,

yakni BUMN, Koperasi dan Swasta (UKM dan Nasional). Dan kenyataannya

peranan BUMN dan Koperasi, selama ini terlihat kurang begitu diperhatikan

dalam struktur ekonomi nasional, sehingga kondisi ini sering kali

menimbulkan beban ekonomi yang pincang. Hal ini terbukti ketika beberapa

negara Asia diterpa krisis akibat fluktuasi nilai tukar uang, Indonesia-lah

yang paling parah mengalami keterpurukan. Kondisi ini lebih disebabkan

beban hutang yang besar yang dilakukan oleh swasta telah memberikan

kontribusi yang besar terhadap ambruknya perekonomian nasional.

Langkah yang segera ditempuh dalam memperbaiki kembali kondisi

ekonomi nasional adalah mengembalikan pengelolaan perekonomian kepada

ketiga pilar tersebut secara berimbang. Dalam rangka memberikan

kesempatan yang berimbang kepada ketiga pelaku ekonomi dalam

pengelolaan perekonomian nasional, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan berbentuk program kemitraan yaitu pembinaan dan pemberian

kredit murah untuk modal kerja UKM.

Dengan kondisi ini diharapkan akan tumbuh UKM yang sehat bukan

UKM yang direkayasa oleh pemerintah atau siapapun. Oleh karenanya

keberhasilan UKM lebih ditentukan oleh faktor kualitas dan manfaat serta

berorientasi kepada pasar.

Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada

bab I dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau

(12)

menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan

suatu landasan pengembangan usaha.

Kerjasama ini tidaklah terwujud dengan sendirinya saja, akan tetapi

harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik di tingkat nasional, maupun

di tingkat lokal yang lebih rendah. Gerakan Kemitraan Usaha Nasional

adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha nasional,

karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan

perdagangan bebas adalah wirausaha nasional. kemitraan adalah suatu sikap

menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu

kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan

berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

(http://puslit.petra.ac.id/journals)

Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama,

diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer

alliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance)

dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing). Banyak

program pemerintah yang dibuat demi majunya usaha kecil. Hal ini

bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan pengusaha kecil tangguh dan

modern, pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada

masyarakat, pengusaha kecil yang mampu memperkokoh struktur

(13)

Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan

usaha bisnis, oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang

memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi

pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi

dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat menyebabkan kerugian

pada unit-unit lainnya. Misalnya peningkatan penjualan tanpa diimbangi

kapasitas produksi yang lebih memadai, justru akan memperburuk efisiensi

Usaha Besar (BUMN dan Swasta Nasional) mempunyai kewajiban yang

semestinya harus diwujudkan yakni membina usaha kecil untuk

bersama-sama meningkatkan perekonomian nasional. Namun, agar upaya tersebut

dapat dicapai dengan optimal, perlu dilakukan pembenahan berupa

pembinaan terhadap beberapa aspek yang selama ini dinilai menjadi

permasalahan yang dihadapi UKM meliputi: aspek permodalan, pemasaran,

bahan baku, teknologi, manajemen, birokrasi, infrastruktur, dan perlunya

kemitraan.

BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional yang masuk

kategori usaha skala besar yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh negara,

keberpihakannya kepada UKM dan Koperasi cukup besar dibandingkan

pihak Swasta. Hal ini dibuktikan oleh BUMN dengan adanya Surat

Keputusan nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN

dengan Usaha kecil dan Bina Lingkungan (PKBL), di mana BUMN akan

mengalokasikan dana sebesar 2 % dari keuntungan bersih setelah pajak untuk

(14)

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada dasarnya

merupakan wujud tanggung jawab sosial BUMN kepada masyarakat. Secara

umum, PKBL diwujudkan dengan upaya-upaya untuk memberdayakan

masyarakat, meningkatkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi

masyarakat secara berkesinambungan, dengan tetap menjaga kelestarian

lingkungan.

Aktivitas PKBL merupakan wujud nyata dari Program Penanggulangan

dan Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, dimana

Masyarakat Miskin merupakan sasaran utamanya. (http://www.depkop.go.id/

depkopgoid2008/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid

=625&Itemid=.)

Program Kemitraan berupaya meningkatkan kondisi ekonomi dan

kesejahteraan rakyat melalui kemitraan antara BUMN dengan usaha kecil.

Komitmen pemerintah ini akan menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha

kecil untuk dapat berkembang dengan pemanfaatan peluang, kemudahan dan

keberpihakan pemerintah. Pada gilirannya mereka diharapkan dapat

memberdayakan dirinya sendiri dan mampu berperan aktif dalam rangka

memenangkan persaingan pasar (http://www.pp3.co.id/detnew.php?id=208).

Program kemitraan berupaya agar masyarakat bisa diberdayakan dan

bisa mengakses sumber-sumber ekonomi terutama adalah permodalan. Oleh

karena itu program kemitraan berupaya bagaimana rakyat miskin dan

pengusaha-pengusaha kecil mikro ini bisa mengakses kepada sumber-sumber

(15)

Peningkatan usaha kecil yang diarahkan pada upaya untuk mewujudkan

usaha kecil menjadi :

1. Gerakan ekonomi rakyat yang sehat, efisien, tangguh, kuat dan

mandiri.

2. Mampu menjadi soko guru perekonomian nasional yang merupakan

bentuk nyata peningkatan peran sertanya dalam pembangunan.

3. Mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja.

Untuk mencapai hasil yang optimal semestinya ketiga pelaku ekonomi

dapat saling bersinergi satu sama lain saling terjadi "ketergantungan" yang

dapat dalam kegiatan yang bersifat komplementer.

Dalam hal ini, peran pemerintah terhadap pemberdayaan usaha kecil

sangat dibutuhkan karena usaha kecil perlu diberi kemudahan baik

permodalan, perizinan dan pemasaran serta ditingkatkannya usaha dan saling

menguntungkan melalui pola kemitraan dalam meningkatkan peran dan

kedudukan usaha kecil dalam pembangunan.

Perum Perumnas Reg VI turut membantu pemerintah dalam kemudahan

menyediakan pinjaman modal kerja melalui Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL). Peningkatan kemampuan usaha kecil agar menjadi

tangguh dan mandiri oleh PKBL PERUM PERUMNAS Regional VI

Surabaya diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman untuk membiayai

modal kerja atau pembelian aktiva tetap usaha kecil yang berada di Surabaya.

PKBL Perum Perumnas Regional VI memberikan pinjaman modal

(16)

Perumnas Regional VI yang lain sudah terdapat kantor cabang yang

melaksanakan Program Kemitraan. (Rencana Kerja dan Anggaran Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI)

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memberdayakan usaha kecil

melalui :

1. Pinjaman modal bagi usaha kecil yang menjadi mitra binaan di

wilayah kerja BUMN pembina untuk meningkatkan produksi dan

penjualan.

2. Pembinaan yang bersifat hibah untuk membiayai pendidikan,

pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal-hal lain yang

menyangkut peningkatan produktifitas mitra binaan serta untuk

pengkajian/ penelitian yang berkaitan dengan program kemitraan.

(Peraturan Menteri BUMN No PER 05/MBU/2007 pasal 11)

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memberikan pinjaman modal

usaha kepada UKM yang telah terdaftar menjadi binaan PKBL Perum

Perumnas Regional VI atau yang disebut mitra binaan di wilayah kerjanya.

Dalam proses pemberian pinjaman modal, pengusaha kecil yang ingin

menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas Regional VI diharuskan

membuat proposal pengajuan pinjaman yang memuat kebutuhan dana

pengembangan usaha, surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang dan

data pribadi pemilik usaha. (Rencana Kerja dan Anggaran Program

(17)

Salah satu kendala pengusaha kecil dalam mengakses pinjaman modal

adalah adanya agunan/jaminan sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman,

menurut Parikesit Suprapto Phd (Staff Ahli Menteri Bidang Usaha Kecil)

dalam acara Gemari Show, Kamis 25 Oktober 2007 mengatakan:

“Dalam aturan, kita tidak kita atur masalah jaminan, tapi beberapa BUMN melakukan hanya untuk ikatan bathin, ikatan moral antara peminjam dan BUMN dan bukan menjadi persyaratan mutlak”.

Sehingga agunan/jaminan atas pinjaman modal yang disalurkan bukan

merupakan prasyarat mutlak bagi pengusaha kecil yang ingin mendapatkan

pinjaman modal usaha, tergantung dari BUMN akan meminta

agunan/jaminan kepada pengusaha kecil atau tidak.

Untuk mengantisipasi penyalahgunaan pinjaman modal oleh UKM

maka pihak PKBL Perum Perumnas Regional VI melaksanakan evaluasi dan

seleksi kelayakan usaha kepada UKM setelah mengajukan proposal

pengajuan pinjaman modal. Evaluasi dan seleksi kelayakan usaha dilakukan

dengan cara survey lokasi dan identifikasi keterangan-keterangan yang

menyangkut kelayakan usaha calon mitra binaan. (Peraturan Menteri BUMN

No PER 05/MBU/2007 pasal 5)

Setelah pengusaha kecil menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas

Regional VI maka ia harus melaporkan kegiatan usahanya secara periodik

kepada PKBL Perum Perumnas Regional VI sebagai bentuk pengawasan

BUMN pembina kepada mitra binaannya. Sehingga mitra binaan dapat

dipantau perkembangannya. (Peraturan Menteri BUMN No PER

(18)

Sebagai proses pemberdayaan PKBL Perum Perumnas Regional VI

melaksanakan pembinaan dalam rangka peningkatan produktifitas mitra

binaan dalam bentuk hibah untuk membiayai pendidikan, pelatihan,

pemagangan, pemasaran, promosi dan pengkajian/penelitian yang berkaitan

dengan program kemitraan.

Dalam pelaksanaannya hibah tidak dipakai untuk membiayai seluruh

bentuk pembinaan, hal ini dikarenakan beban pembinaan besarnya hanya 20

% dari dana program kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan. Jika

beban pembinaan hanya mampu untuk membiayai pendidikan dan latihan

maka bentuk pembinaan yang lain tidak dilaksanakan. (Peraturan Menteri

BUMN No PER 05/MBU/2007 pasal 11)

Pada tahun 2008-2009 alokasi dana Program Kemitraan Perum

Perumnas Regional VI sebesar Rp. 225.000.000 yang terbagi menjadi 2 sub

program yaitu pemberian pinjaman dana kepada usaha kecil sebesar Rp.

200.000.000 dan untuk hibah dialokasikan sebesar Rp. 25.000.000 untuk

pembiayaan pendidikan dan pelatihan. (Rencana Kerja dan Anggaran PKBL Perum Perumnas Reg. VI 2008).

Dengan adanya peminjaman modal bagi usaha kecil dan hibah untuk

membiayai pendidikan dan pelatihan UKM Perum Perumnas Regional VI

pada tahun 2008 berhasil memberdayakan UKM di Surabaya, selain

mempunyai mitra binaan yang terbanyak Perum Perumnas Reg.VI juga

berhasil memberdayakan 21 UKM dari 33 UKM di Surabaya. Perum

Perumnas memiliki 21 mitra binaan berkualitas pinjaman lancar dan 12 mitra

(19)

Tabel 1

Pemberian Pinjaman Modal Usaha Program Kemitraan Perum Perumnas Reg. VI Surabaya Tahun 2008-2009

Propinsi/Kota Pinjaman Lancar Pinjaman kurang lancar,

diragukan dan macet

(20)

Setelah mitra binaan yang dikategorikan pinjaman lancar melunasi

pinjamannya maka mitra binaan tersebut akan dilepas dari Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI.

Keberhasilan pemberdayaan UKM oleh PKBL Perum Perumnas Reg.

VI Surabaya tidak lepas dari pelaksanaan pemberian pinjaman modal bagi

UKM, dalam proses ini terdapat survey kelayakan yang dilakukan PKBL

Perum Perumnas Reg. VI Surabaya. Dengan survey kelayakan UKM maka

pihak PKBL Perum Perumnas Reg. VI Surabaya dapat mengetahui dan

memilah UKM yang berpotensi untuk ditingkatkan kemampuannya dan

keseriusan UKM tersebut untuk menjadi mitra binaan PKBL Perum

Perumnas Reg. VI Surabaya.

Setelah UKM menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas Reg. VI

Surabaya dan diberi pinjaman modal maka UKM-UKM tersebut akan

diberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan baik

dalam meningkatkan produksi maupun dalam pemasaran produknya.

Berkaitan dengan hal tersebut, upaya pemberdayaan UKM dalam

rangka mengembangkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri akan semakin

menarik untuk dideskripsikan, sehingga dapat menjadi masukan yang berarti

bagi penyempurnaan pelaksanaan Program Kemitraan antara BUMN dengan

Usaha Kecil (PKBL) di wilayah lain.

(21)

1.2Perumusan masalah.

Dari uraian diatas maka tujuan penelitian Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Regional VI adalah wujud

pemberdayaan yang dilakukan BUMN dalam hal ini Perum Perumnas

Regional VI terhadap usaha kecil melalui Program Kemitraan antara usaha

kecil menengah dengan Perum Perumnas Reg. VI Surabaya.

Sehingga perumusan masalah dari penelitian ini dapat ditetapkan

sebagai berikut : Bagaimana Pemberdayaan usaha kecil melalui Program

Kemitraan antara Usaha Kecil dan Mengengah dengan Perum Perumnas Reg.

VI Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Bertolak dari perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui Pemberdayaan usaha kecil melalui Program Kemitraan

antara Usaha Kecil dan Mengengah dengan Perum Perumnas Reg. VI

Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Untuk meningkatkan pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat

(22)

melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di Perum Perumnas

Reg. VI. pada khususnya.

2. Bagi Perum Perumnas Regional VI Surabaya.

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang berguna bagi

Perum Perumnas Regional VI didalam melaksanakan Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

3. Bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa

Timur

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Rizka Cahyaningtyas (2008) dari Universitas Airlangga Surabaya

dalam penelitiannya Implementasi Program Corporate Social Responsibility

(CSR) di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero), permasalahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program

corporate social responsibility (CSR) di PT. Perkebunan Nusantara XI

(Persero). penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

tipe penelitian deskriptif dan pengambilan data melalui wawancara yang

mendalam, observasi dan dokumentasi. Sedangkan untuk pengambilan

informan dilakukan dengan cara purposive sampling yang meliputi informan

yang berada di perusahaan terkait yakni PTPN XI khususnya bagian PKBL

dan juga informan yang berasal clan para mitra binaan dan masyarakat sekitar

PTPN XI. Analisis data dilakukan dengan menguji, mengkategorikan serta

mengombinasikan kembali bukti-bukti yang didapatkan untuk merujuk pada

pijakan awal penelitian, sedangkan keabsahan data duji melalui triangulasi

sumber data sehingga data yang disajikan merupakan data yang absah.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dilihat dari

prosesnya, PKBL di PTPN XI tidak terimplementasikan. Hal ini disebabkan

SDM yang menangani PKBL masih kurang secara kuantitas dan kualitas.

(24)

PKBL ini sangat panting, membuat SDM di unit kerja menganggap PKBL

hanya pekerjaan sampingan. Kemudian masalah SDM ini mengakibatkan

letak pengambilan keputusan dalam implementasi PKBL kurang tepat

sasaran. Karena pemberian Dana Kemitraan sebagian besar masih

diutamakan untuk keluarga karyawan.

Rizky Fitranto (2008) dari Universitas Airlangga Surabaya dalam

penelitiannya Evaluasi Pelaporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada

PT PERTAMINA (PERSERO) UNIT PEMASARAN V, Gagasan mengenai

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility

(CSR) menjadi bahasan yang cukup menarik di kalangan industri maupun

pengamat ekonomi. Ide CSR tidak lagi ditempatkan sebagai imbauan sosial

dan ekonomi semata, tetapi juga sudah memasuki aspek hukum. Memenuhi

amanat Undang-Undang Nomor 19 Tabun 2003 tentang BUMN dan sebagai

wujud kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat serta kondisi

lingkungan sosial masyarakat sekitar, BUMN termasuk PT Pertamina

melaksanakan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) sebagai

bagian dari corporate action. Meskipun dalam perkembangannya, akuntansi

pertanggungjawaban sosial masih menemui banyak kendala, diantaranya

kesulitan dalam mengukur dampak sosial dengan menggunakan satuan uang,

dan belum adanya standar akuntansi yang baku yang mengatur bagaimana

mengukur dan melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun dengan

semakin meningkatnya perhatian masyarakat dan kalangan bisnis terhadap

(25)

lingkungan sehingga dampak negatif yang mungkin akan muncul dapat

diminimalkan.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus dan berfokus pada penyajian laporan biaya sosial. Secara umum,

penelitian ini mengidentifikasi aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan dan

menganalisis biaya sosial yang diperoleh melalui aktivitas sosial.

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa PT Pertamina (Persero)

Unit Pemasaran V telah melaksanakan aktivitas sosial yang disebut Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebagai bentuk tanggung jawab

sosialnya terhadap lingkungan sekitar. PT Pertamina (Persero) Unit

Pemasaran V melaksanakan pengungkapan tanggung jawab sosial dengan

pendekatan biaya yang dikeluarkan (Cost-of-Outlay-Approach). Laporan

biaya sosial yang dibuat oleh PT Pertamina (Persero) Unit Pemasaran V

berupa laporan berapa realisasi dana untuk Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan. Laporan biaya sosial yang dikeluarkan Pertamina tersebut tidak

dipublikasikan dimanapun dan hanya diperuntukkan bagi kepentingan

internal perusahaan. Selama ini Pertamina mempublikasikan kegiatan

tanggung jawab sosialnya di beberapa media massa hanya secara deskriptif.

Penelitian yang dilakukan saat ini mempunyai persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang lalu. Persamaannya yaitu terletak pada

topik yang diambil oleh masing-masing peneliti. Sedangkan perbedaannya

terletak pada fokus, waktu dan tempat, Peneliti sekarang ini mengambil judul

“Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) (Studi Pada Program Kemitraan Perum Perumnas

(26)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Heclo dalam Soenarko (2005;41), kebijakan publik adalah

apa saja yang ditetapkan pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Menurut Jenkins dalam Wahab (2004:4), mengatakan bahwa kebijakan

publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh

seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta

cara-cara untuk mencapainya dalam suatu instansi dimana keputusan-keputusan

itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan

dari para aktor tersebut.

Menurut Eyestone dalam Winarno (2002:15), menyatakan bahwa

kebijakan publik adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.

Dapat disimpulkan pengertian-pengertian diatas bahwa kebijakan

publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh

seorang aktor politik/pemerintah berkenaan dengan tujuan yang dipilih

beserta cara-cara untuk mencapainya, adanya hubungan suatu pemerintah

dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk

dilakukan atau tidak dilakukan dalam batas-batas kewenangan dari aktor

politik/pemerintah tersebut. Dalam pemberdayaan masyarakat Menteri Badan

Usha Milik Negara sebagai aktor politik menetapkan keputusan yang

dituangkan dalam program Kemitraan dan bina Lingkungan guna untuk

mencapai tujuan dalam memberdayakan usaha kecil agar menjadi tangguh

(27)

a.Sifat Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2002:19), sifat kebijakan publik sebagai arah

tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci beberapa

kategori sebagai berikut:

1. Tuntutan-tuntutan kebijakan

Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau

pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu

sistem politik.

2. Keputusan kebijakan

Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat

pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah atau substansi

kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.

3. Pernyataan-pernyataan kebijakan

Adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi

(penjelasan) kebijakan publik.

4. Hasil-hasil kebijakan

Adalah manivestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal yang

sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan

pernyataan-pernyataan kebijakan.

5. Dampak-dampak kebijakan

Adalah akibat-akibatnya bagi masyarakat baik yang diinginkan atau

tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan

(28)

b.Tahap-tahap Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2002:28), proses pembuatan kebijakan merupakan

proses yang komplek karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang

harus dikaji. Oleh karena itu,kebijakan publik membagi proses-prose

penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.Tahap-tahap

kebijakan publik sebagai berikut:

1) Tahap penyusunan ganda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik.Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu

untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

2) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh

para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus

antara direktur lembaga atau keputusan pengadilan.

4) Tahap implementasi

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program

kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus

(29)

5) Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu

memecahkan masalah.

2.2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Kegagalan arus utama model pengembangan ekonomi berupa ketidak

mampuan memecahkan masalah kemiskinan dan keberlangsungan

lingkungan membutuhkan sebuah alternatif pembangunan yang

memberdayakan masyarakat (Surjono, Nugroho 2008:24). Proses sosialisasi

tentang program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan

pemberdayaan perlu terus dikembangkan ke arah yang lebih berkualitas.

Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, akan dijelaskan beberapa hal

sebagai berikut pengertian, tujuan, dan model pemberdayaan masyarakat.

2.2.2.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris, empowerment. Power

dapat diartikan sebagai kekuasaan (executive power), atau kekuatan (pushing

power),atau daya (horse power), selanjutnya kata power yang digunakan

dapat diartikan tergantung dari konteksnya. Kata power dalam empowerment

diartikan daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya

dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan

(30)

Menurut Wahyono dalam Surjono dan Nugroho (2008:25) pengertian

pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata “empowerment”,

yaitu upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakat.

Menurut Surjono dan Nugroho (2008:26) pemberdayaan masyarakat

merupakan suatu proses dimana masyarakat (khususnya yang kurang

memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan) didorong untuk

meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka.

Konsep pemberdayaan menurut Hary (2004:4), konsep pemberdayaan

dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep

mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya

pemberdayaan diletakkan pada kekuatan individu dan sosial. Partisipasi

merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses

pemberdayaan. Sebaiknya orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut

sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh

rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk

mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif

sehingga semakin banyak keterampilan yang dimiliki oleh seseorang semakin

baik pula kemampuan berpartisipasinya.

Dapat disimpulkan, pemberdayaan masyarakat adalah upaya upaya

untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk

meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka

(31)

2.2.2.2 Tahap Pemberdayaan

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 2-6) ada tiga tahapan

dalam pemberdayaan yaitu :

1.Penyadaran

Adalah pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka

mempunyai “sesuatu”.

2.Pengkapasitasan

Pengkapasitasan ini disebut capacity building atau dalam bahasa yang

lebih sederhana yaitu memampukan atau enabling. Pengkapasitasan

manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu

mapun kelompok yaitu dengan training (pelatihan), workshop (loka

latih), seminar, dan sejenisnya.

3.Pemberian daya

Pemberian daya ini disebut empowerment, pada tahap ini target diberikan

daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.

2.2.2.3 Tujuan Pemberdayaan

Jamasy (2004:42) menyatakan bahwa pemberdayaan yang merupakan

prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan memiliki

tujuan :

1. Menekan perasaan ketidakberdayaan (impotensi) masyarakat miskin bila

berhadapan dengan struktur sosial politis. Langkah konkretnya adalah

(32)

2. Memutuskan hubungan yang bersifar eksploitatif terhadap lapisan orang

miskin perlu dilakukan bila terjadi reformasi sosial, budaya dan politik

(artinya, biarkan kesadaran kritis orang miskin muncul dan biarkan pula

melakukan reorganisasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja

dan kualitas hidupnya.

3. Tertanam rasa persamaan (egalitarian) dan berikan gambaran bahwa

kemiskinan bukan merupakan takdir, tetapi sebagai penjelmaan konstruksi

sosial.

4. Merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan

masyarakat-masyarakat miskin secara penuh (ini hanya bisa tercapai kalau komunikasi

politik antara pemegang kekuasaaan dengan kelompok-kelompok dan

person-person strategis, dan masyarakat miskin tidak mengalami distorsi).

5. Pembangunan sosial dan budaya bagi masyarakat miskin (seperti

perencanaan hidup, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas

kerja dan kualitas kerja).

6. Distribusi infrastruktur yang lebih merata.

Menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Abipraja (2002:68)

pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat bertujuan mencapai

keberhasilan dalam:

1. Mengurangi jumlah penduduk miskin.

2. Mengembangkan usaha peningkatkan pendapatan yang dilakukan oleh

(33)

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.

4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin

berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta

makin lausnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam

masyarakat.

5. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang

ditatndai oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi

kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.2.2.4 Model Pemberdayaan Masyarakat

Menurut kamus bahasa Indonesia, model memiliki arti contoh, pola,

acuan, ragam, dan sebagainya. Sementara itu, pengertian pemberdayaan

adalah peningkatan kemampuandan kemandirian sehingga orang atau

lembaga tersebut mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara

optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pemberdayaan

masyarakat adalah contoh, pola acuan, ragam, macam upaya peningkatan

kemampuan dan kemandirian sehingga orang atau lembaga yang

bersangkutan mampu mengembangkan kemampuannya secara optimal.

(Surjono, Nugroho, 2008:29)

Menurut Surjono dan Nugroho (2008:29) ada 6 (enam) model

pemberdayaan masyarakat, antara lain :

(34)

Model ini mencoba mengangkat martabat manusia sebagai mana mestinya

sebagai makhluk yang memiliki harga diri, kemampuan inteleggenci,

perasaan. Manusia tidak dapat disamakan dengan alat produksi untuk

melipatgandaan hasil semata, melainkan manusia hendaknya dihargai dan

dihormati. Dengan meningkatkan sualitas SDM maka akan menempatkan

manusia pada martabat yang lebih baik.

Contoh program yang menerapkan model ini antara lain : Inpres Desa

Tertinggal (IDT), Proyek Kawasan Terpadu (PKT), Proyek peningkatan

petani dan nelayan kecil (P4K), Jaringan Pengaman Sosial (JPS) Batuan

Beras untuk Orang Miskin (RASKIN), Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Program-program tersebut dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan dan

membantu masyarakat agar bisa keluar dari perangkap kemiskinan.

b. Model Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse

Nurkse mensinyalir bahwa “ a poor country is poor because it is poor”

(negara miskin itu miskin karena dia miskin). Selanjutnya dijelaskan bahwa

kemiskinan itu merupakan suatu lingkaran yang disebutnya dengan

lingkaran kemiskinan yang mengemukakan bahwa kemiskinan diawali dari

adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal

menyebabkan rendahnya prouktivitas. Rendahnya produktivitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya

pendapatan akan berimplikasipada rendahnya tabungan dan investasi.

(35)

Logika berpikir tersebut dikemukakan oleh Ragnar Nurkse, ekonom

pembangunan ternama tahun 1953.

Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan seharusnya diarahkan

untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini.

c. Model Kemitraan.

Kemitraan dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian

1. Kemitraan semu, yaitu sebuah persekutuan yang terjadi antara 2 pihak

atau lebih, namun sesungguhnya kerjasama tersebut tidak seimbang satu

dengan yang lainnya. Bahkan satu pihak belum tentu memahami secara

benar akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan, atau untuk tujuan

apa semua dilakukan atau disepakati.

2. Kemitraan mutualistis, yaitu persekutuan dua pihak tau lebih yang

sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk

saling memberikan manfaat dan mendapatkan manfaat lebih sehingga

akan dapat mencapai tujuan secara lebih optimal.

3. Kemitraan konjugasi, yaitu kemitraan yang dianalogikan dari kehidupan

paramecium. Dua paramecium melakukan konjugasi untuk mendapatkan

energi kemudian terpisah satu sama lain, selanjutnya dapat melakukan

pembelahan diri, dua pihak atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam

rangka meningkatkan kemampuan masing-masing.

(36)

Model kerja dari Graamen Bank adalah sebagai berikut. Sebuah unit bank

dipimpin oleh manajer lapangan dan sejumlah pekerja yang mencakup area

layanan sekitar 15-20 desa. Manajer dan karyawan datang ke desa untuk

memperkenalkan mereka dan mengenalkan program bank pada masyarakat.

Gramen Bank mempunyai 2.247 cabang dan memberikan pelayanan di

72.096 desa. Mereka juga menerangkan tujuan, fungsi, dan model kerja

bank ke masyarakat daerah. Gramen Bank memberikan kredit kepada

masyarakat tanpa agunan dan mencip[takan sistem perbankan yang berbasis

pada kesalingpercayaan, akuntabilitas, partisipasi, dan kreatifitas. Pada

langkahg pertama, dua orang dari kelompok yang menerima pinjaman,

kelompok akan dipantau selama satu bulan apakah anggota kelompok

mengikuti aturan bank. Jika kedua orang mengembalikan pinjaman dengan

bunganya selama periode 50 minggu maka anggota lain baru dapat

meminjam dana tersebut. Batasan ini menyebabkan anggota lain agar segera

mengembalikan dalam jangka waktu tertentu. Ini membuat rasa tanggung

jawab bersama dalam kelompok seperti sebuah jaminan dari pinjaman.

Di Grameen Bank, kredit merupakan senjata yang efektif memerangi

kemiskinan dan memicu kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin yang

dipinggirkan oleh bank konvensional karena dianggap tidak layak bank.

e. Model Sri Mahila SEWA Sahakari Bank.

Model lain diterapkan oleh Sri Mahila SEWA Sahakari Bank yakni lembaga

(37)

lemah/miskin. Peminjaman hanya untuk kegiatan ekonomi bukan untuk

keperluan pribadi. Bank mempekerjakan dan mendorong wanita-wanita

tersebut untuk menyelamatkan kehidupan mereka dengan menabung melalui

bank tersebut. Modal pinjaman terbagi dalam tiga peruntukan, yakni modal

kerja untuk membeli perkakas perdagangan, pembuatan rumah, atau

pembukaan toko atau pekerjaan. Perioritas pertama diberikan untuk

melunaskan kredit ke wanita-wanita berutang sehingga mereka dapat

melepaskan diri dari lilitan utang.

f. Model Sistem Kelompok Tanggung Renteng.

Model ini banyak diadopsi oleh para pengelola koperasi di Indonesia,

khususnya pengelola koperasi simpan pinjamyang pada dasarnya merupakan

upaya penguatan kelompok dalam berinteraksi antara manusia. Sistem

kelompok tanggung renteng dapat dikelaskan melalui uraian berikut:

1. Hakikat sistem tanggung renteng merupakan upaya memperbaiki

kualitas manusia melalui interaksi antar manusia.

2. Kelompok tanggug renteng merupakan suatu sistem yang berfungsi

sebagai sarana pendewasaan manusia melalui interaksi antarmanusia

dalam kelompok menuju manusia berkualitas.

3. Nilai-nilai kelompok tanggung renteng mengembangkan nilai-nilai

khusus sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki koperasi

(38)

Menurut Soegijono dll. Yang dikutip oleh Surjono dan Nugroho

(2008:26) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan

masyarakat miskin , yakni :

1. Pendekatan yang terarah artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah

dan berpihak kepada orang miskin.

2. Pendekatan Kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan

pemecahan masalah yang dihadapai.

3. Pendekatan Pendampingan artinya dilakukan selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu

didampingi yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan

dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya

kemandirian.

2.2.3 Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk koperasi

memang sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian ke

depan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Adanya

krisis perekonomian nasional sangat mempengaruhi stabilitas sosial,

ekonomi, dan politik yang berdampak pada kegiatan-kegiatan besar yang

makin memburuk, usaha kecil dan menengah serta koperasi relatif masih

mempertahankan kegiatan usahanya. (Surjono, Nugroho 2008:144)

Dari hasil survei Departemen Koperasi dan UKM (1998) diperoleh

gambaran dari 225 ribu UKM, 64,1 % telah mampu berkembang, 31,0 %

(39)

menghentikan kegiatannya. Hal ini membuktikan bahwa UKM mempunyai

daya bertahan yang lebih lentur. Penting dan strategisnya kedudukan UKM

dalam perekonomian nasional bukan saja karena jumlahnya yang banyak,

namun juga dalam hal penyerapan tenaga kerja. (Surjono, Nugroho

2008:144).

2.2.4 Pengertian Prosedur

Menurut Moenir (2001:125) yang dimaksud prosedur adalah

rangkaian tindak/langkah yang harus diikuti untuk mencapai tahap tertentu

dalam rangka pencapaian tujuan.

Menurut Kamaruddin (1993:97) prosedur diartikan sebagai:

“urutan pekerjaan atau kegiatan yang terencana dan berulang dengan cara

seragam dan terpadu”.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:899), prosedur

diartikan sebagai: “Tahap kegiatan untuk menyelesaikan aktifitas atau

metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu

masalah”.

Menurut Moekijat (1990:436), ciri prosedur yang baik adalah :

1. Prosedur harus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai

situasi tertentu, tidak didasarkan atas dugaan atau

keinginan-keinginan.

2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas akan tetapi masih memiliki

(40)

perubahan yang dilakukan dengan hanya apabila terjadi perubahan

penting dalam faktor-faktor yang mempengaruhi prosedur. Fleksibel

prosedur diinginkan guna mengatur suatu krisis/suatu keadaan

darurat, tuntutan khusus atau penyesuaian kepada suatu kondisi

sementara.

3. Prosedur harus mengikuti zaman (up-to-date).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosedur adalah

serangkaian tugas/tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktifitas yang

merupakan urutan waktu yang terencana dan yang berulang dengan cara

seragam serta terpadu dalam usaha pencapaian tujuan.

2.2.5 Pengertian Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama

maksud pelaksanaannya, namun ruang lingkupnya yang membedakan

karakteristik kedua kegiatan tersebut. Menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 199)

pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian,

atau sikap para tenaga kerja sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan

lingkungan mereka. Pendidikan berhubungan menjawab how (bagaimana)

dan why (mengapa), dan biasanya pendidikan lebih banyak berhubungan

dengan teori tentang pekerjaan.

Sedangkan pelatihan menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 199)

merupakan suatu proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh

(41)

melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan,

pengetahuan, dan sikap yang layak.

Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk

mentranfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan

sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan

pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut Samsudin (2006 : 110) pelatihan merupakan bagian dari

pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti

pelatihan berhubungan dengan bidang yang dilakukan. Praktis dan segera

berarti yang sudah dilatih dapat dipraktikkan. Umumnya pelatihan

dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja

dalam waktu yang relatif singkat (pendek).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah upaya

untuk membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan

dan kecakapan, sehingga para peserta dapat menerima dan melakukan

pelatihan pada saat melakukan pekerjaan.

2.2.5.1 Peserta pelatihan

Menurut Hamalik (2001 : 35) Penetapan calon peserta pelatihan erat

kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut

menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan seleksi yang

teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain :

(42)

2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau

akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.

3. Pengalaman kerja,ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaa.

4. Motivasi dan minat,yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.

5. Pribadi,menyangkut aspek moral,moril dan sifat-sifat yang diperlukan

untuk pekerjaantersebut.

6. Intelektual,tingkat berpikir,dan pengetahuan,diketahui melalui tes

seleksi.

2.2.5.2 Pelatih (Instruktur)

Pelatih atau instruktur menurut Hasibuan (2007 : 73) yaitu seseorang

atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan.

Menurut Hamalik (2001 : 35) pelatih-pelatih memegang peran penting

terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu

dipilih pelatih yang ahli, yang berkualifikasi profesional.

Beberapa syarat sebagai pertimbangan adalah :

1. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam

bidang spesialisasi tertentu .

2. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya

sebagai pelatih.

3. Pelatih berasal dari dalam lingkungan organisasi/lembaga sendiri

(43)

4. Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan

berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil.

Menurut hasibuan (2007 : 73) pelatih yang akan melaksanakan

pengembangan (development = training education) adalah pelatih internal,

eksternal, serta gabungan internal dan eksternal.

Pelatih internal adalah seseorang atau sesuatu timpelatih yang

ditugaskan dari perusahaan memberikan latihan atau pendidikan kepada

karyawan.

Pelatih eksternal adalah seseorang atau suatu tim pelatih dari luar

perusahaan diminta untuk memberikan pengembangan kepada karyawan,

baik pelatihnya didatangkan atau karyawannya ditugaskan untuk mengikuti

lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan.

Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim gabungan

pelatih internal dan eksternal yang memberikan pengembangan kepada para

karyawan.Cara ini paling baik karena dasar teotitis dan praktisnya untuk

melakukan pekerjaan akan lebih mantap.Pengembangan yang ditangani tim

internal dan eksternal akan lebih baik karena pelatih akan saling isi-mengisi

dalam memberikan pengembangan kepada karyawan.

2.2.5.3 Lamanya Pelatihan

Menurut Hamalik (2001 : 35) lamanya masa pelaksanaan pelatihan

berdasarkan perimbangan tentang :

1. Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam

(44)

bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih

lama diperlukan latihan.

2. Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan

pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar

tentu memerlukan waktu pelatihan yang lebih lama.

3. Media pengajaran, yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih.

Media pengajaran, yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan

pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut.

2.2.5.4 Kualitas Pelatihan.

Kualitas pelatihan pada saat di implementasikan di lapangan di

pengaruhi oleh beberapa hal termasuk fasilitas kelas, kreatifitas instruktur.

Agar implementasi ini berjalan lancar ada baiknya memperhatikan saran yang

diberikan Keller dalam Irawan (2003 : 107) yang disebut sebagai ARCS

(Attention, Relevance, Confidence dan Satisfaction).

a.Attention (perhatian)

Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang secara fisik

maupun emosional dan intelektual menarik perhatian para siswa yang

menghadirinya. Karena itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :

1.Instruktur menggunakan media atau alat bantu mengajar yang

memudahkan siswa memahami apa yang tengah jelaskan.

2.Instruktur memberikan banyak contoh-contoh konkret untuk

(45)

3.Instruktur harus menujukkan secara tegas dan jelas bahwa dirinya

sendiri juga menaruh perhatian besar terhadap ilmu yang sedang

diajarkannya kepada siswa.

b.Relevance (Relevansi)

Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang menurut siswa

relevan (terkait) dengan apa yang telah atau akan dipelajari siswa, dan

terutama relevan dengan tugas dan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan

siswa.

Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam meningkatkan

“sence of relevance” antara lain :

1. Instruktur, di awal kelas menjelaskan relevansi pembelajaran hari itu

dengan topik yang telah dibahas di hari sebelumnya. Instruktur juga

menjelaskan relevansi hari ini dengan pekerjaan sehari-hari yang

dilakukan siswa.

2. Instruktur memberikan banyak contoh-contoh konkret tentang hal-hal

yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

3. Instruktur menerapkan metode pembelajaran yang mendorong siswa

aktif, secara fisik, mental dan intelektual.

c.Confidence (Kepercayaan Diri)

Pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang mampu

menimbulkan rasa percaya diri (confidence) yang kuat dalam diri siswa.

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa, instruktur dapat melakukan

(46)

1. Instruktur memberikan penguatan (reinforcement) kepada siswa,

baik ketika mereka mencapai prestasi (dengan “positive

reinforcement”), maupun pada siswa membuat

kesalahan-kesalahan (dengan “negative reinforcement”).

2. Instruktur senantiasa menyederhanakan masalah-masalah yang

kompleks, atau mempermudah materi-materi yang sulit dengan

cara yang interaktif, komunikatif, kondusif untuk belajar.

3. Instruktur sejauh mungkin menciptakan suasana agar siswa

mendapat kesempatan mempraktekkan teori-teori di kelas.

d.Satisfaction (Kepuasan)

Suatu pelatihan yang baik dan sukses adalah pelatihan yang mampu

memberikan rasa puas (satisfaction) kepada para pesertanya.

Agar peserta mencapai kepuasan dalam sebuah diklat, hal-hal ini yang

perlu diperhatikan :

1. Instruktur berusaha selalu konsisten dengan rencana

pembelajaran yang ia buat dan telah diberitahukan kepada peserta

pelatihan di awal pembelajaran.

2. Instruktur harus berusaha menjadi contoh (patron) dalam

beberapa hali prinsip seperti kerapian penampilan, ketepatan

waktu, kelogisan berpikir dan menjelaskan, sampai ke sikap dan

perilaku yang baik. Sungguh sangat menjengkelkan bila

instruktur sering terlambat datang masuk kelas, penampilan

(47)

kepuasan peserta tidak hanya pada metode pembelajaran,

manajemen kelas, sampai ke penampilan fisik intruktur.

3. Instruktur harus mampu menutup dan menyimpulkan proses

pelatihan secara baik (impresif). Untuk itu, penutupan yang baik

ini harus di persiapkan. Jangan sampai terjadi peserta

meninggalkan pelatihan dalam keadaan bingung apalagi jengkel.

2.2.6. Pengertian kredit

Adapun pengertian kredit menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992 :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang,

imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

Sedangkan pengertian kredit menurut Kohler (1964;154) : “Kredit

adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan

suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan dan

ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati”.

Pengertian kredit menurut Muljono (1989;45) : “Kredit adalah suatu

penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan

tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang

lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok

pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang

(48)

Berdasarkan pada pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada

pihak lain, baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat

menimbulkan tagihan bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan

transaksi kredit yaitu berupa kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan

ditangguhkan dalam suatu jangka waktu tertentu baik sebagian maupun

seluruhnya. Kegiatan transaksi kredit tersebut diatas akan mendatangkan

piutang atau tagihan bagi kreditur serta mendatangkan kewajiban untuk

membayar bagi debitur.

2.2.7. Usaha Kecil.

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

No. PER-05/MBU/2007 usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang

berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Keputusan ini, antara

lain:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah);

c. Milik Warga Negara Indonesia.

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung

(49)

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

f. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta

(50)

2.2.8. Program Kemitraan Antara Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil (PKBL).

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

No. PER-05/MBU/2007 menjelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN

dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah

grogram untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh

dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

No. PER-05/MBU/2007 menjelaskan bahwa BUMN mempunyai kewajiban

antara lain :

a. Membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL.

b. Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan

Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat

Keputusan Direksi.

c. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan

dan Program BL.

d. Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan

calon Mitra Binaan secara langsung.

e. Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra

Binaan dan dana Program BL kepada masyarakat.

f. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan.

(51)

h. Melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL

i. Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program

BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan

kepada Menteri.

j. Menyampaikan laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan

kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing.

Dalam Surat Keputusan tersebut juga menjelaskan bahwa Dana

Program Kemitraan bersumber dari :

a. Penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan

3% (tiga persen);

b. Hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana

Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional;

c. Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada

Program Kemitraan dan Bina Lingkugan (PKBL) menyalurkan dana

program kemitraan dalam bentuk :

a. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap

dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan

b. Pinjaman khusus :

1) Untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha

Mitra Binaan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi

pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan;

2) Perjanjian pinjaman dilaksanakan antara 3 (tiga) pihak yaitu

BUMN Pembina, Mitra Binaan dan rekanan usaha Mitra Binaan

(52)

c. Beban Pembinaan.

1) Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,

promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan

produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian;

2) Beban Pembinaan bersifat Hibah dan besarnya ditetapkan

maksimal 20% (duapuluh persen) dari dana Program Kemitraan

yang disalurkan pada tahun berjalan.

3) Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk

kepentingan Mitra Binaan.

2.2.9. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang tangguh dan Mandiri (Berdaya).

Menurut Prawirokusumo (2001:78) secara umum UKM yang

tangguh dan mandiri memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Fleksibel.

b. Permodalan tidak bergantung pada modal dari luar, berkembang

dengan modal kekuatan sendiri.

c. Dalam pinjaman, UKM sanggup mengembalikan dengan bunga yang

cukup tinggi.

d. UKM tersebar di seluruh Indonesia dengan berbagai kegiatan usaha

merupakan sarana distributor barang dan jasa dalam rangka melayani

(53)

2.3. Kerangka Berpikir.

Pemerintah melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara telah

menetapkan peraturan tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Sebagai wujud pemberdayaan usaha kecil yang tangguh dan mandiri, dalam

keputusan tersebut tertulis salah satu kewajiban BUMN adalah membentuk

unit PKBL Sebagai unit pengelola Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

(PKBL) di wilayahnya.

Program Kemitraan antara BUMN dan UKM di Perum Perumnas Reg.

VI Surabaya bertujuan memberdayaan UKM melalui pemberian pinjaman

modal usaha dan pembinaan bersifat hibah yang disalurkan secara

kondisional menurut dana yang tersedia dari Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI Surabaya. Pada tahun 2008

hibah diberikan dalam bentuk pendidikan dan latihan (diklat) kepada mitra

binaan.

(54)

Gambar 1. Kerangka Berpkir

PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MELALUI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PERUM PERUMNAS REG. VI

SURABAYA

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina

Lingkungan (PKBL)

Unit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PERUM PERUMNAS Reg. VI Surabaya

UKM menjadi tangguh dan mandiri

(berdaya) Penyaluran

Pinjaman Modal Bagi Mitra Binaan

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif

yaitu pengumpulan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa

yang sudah diteliti. (Moleong, 2002:6)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan

kualitatif. Menurut Bungin (2001:124) bahwa “Data kualitatif diungkapkan

dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita

pendek”.

Deskripsi kualitatif digunakan dengan maksud ingin memperoleh

gambaran yang mendalam tentang pemberdayaan usaha kecil melalui

pinjaman dana Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Bina

Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI Surabaya.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa

yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas

(Bungin,2003:41).

Sesuai dengan hasil wawancara kepada Bapak Sapta Agus Prasetyo Hadi

selaku Asisten Manajer PKBL Perum Perumnas Reg.VI Surabaya saat survey

(56)

Perumnas Reg. VI Surabaya difokuskan pada program kemitraan sebagai

bentuk dari pemberdayaan UKM di sekitar Perumnas Reg. VI Surabaya.

Program Kemitraan Perum Perumnas Regional VI Surabaya

memberdayakan UKM melalui pemberian pinjaman modal kepada mitra

binaan dan melaksanakan pembinaan berupa hibah untuk membiayai

pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal-hal lain

yang menyangkut peningkatan produktifitas mitra binaan serta untuk

pengkajian/ penelitian yang berkaitan dengan program kemitraan sesuai dana

yang tersedia. Sehingga penelitian ini difokuskan pada :

A. Pemberian Pinjaman Modal Bagi Mitra Binaan dengan sasaran kajian :

a) Penyampaian rencana penggunaan dana pinjaman UKM.

b) Pelaksanaan evaluasi dan seleksi atas permohonan yang diajukan

mitra binaan.

c) Penyelesaian proses administrasi pinjaman bagi mitra binaan yang

layak bina.

d) Pemberian pinjaman kepada calon mitra binaan.

B. Pembinaan berupa Diklat dengan sasaran kajian :

a) Materi diklat.

b) Waktu pelaksanaan diklat

c) Narasumber

(57)

3.3. Lokasi Penelitian

Situs penelitian berkaitan dengan latar alamiah yang meliputi tempat,

lokasi atau dimana penelitian itu dilakukan (Bungin,2003:44).

Penelitian deskriptif kualitatif tentang pemberdayaan usaha kecil

melalui pinjaman modal Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

di Perum Perumnas Reg. VI Surabaya. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa PKBL Perum Perumnas Regional VI Surabaya

memiliki mitra binaan yang terbanyak yaitu 33 UKM dan yang terbanyak

memberdayakan mitra binaan yaitu 21 UKM yang mempunyai kualitas

pinjaman lancar dan sisanya 11 UKM mempunyai kualitas pinjaman kurang

lancar, diragukan dan macet. (Rencana Kerja dan Anggaran PKBL Perum

Perumnas Reg. VI 2008)

Program Kemitraan mengalokasikan sebagian besar dananya di

Surabaya, yaitu sebesar Rp. 107.500.000 untuk disalurkan berupa pinjaman

modal usaha dari Rp. 200.000.000 total anggaran yang dibagikan kepada 13

lokasi Program Kemitraan dan Rp. 25.000.000 sebagai hibah untuk

membiayai diklat. (Rencana Kerja dan Anggaran PKBL Perum Perumnas

Reg. VI 2008)

(58)

Sumber data merupakan tempat peneliti dapat menemukan data dan

informasi yang diperlukan berkenaan dengan penelitian, yang diperoleh

melalui informan, peristiwa, ataupun dokumentasi.

1. Informan, dipilih secara purposive yang didasarkan atas subjek yang

menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data

yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian (key

person). Sebagai informan awal adalah Bapak Sapta Agus Prasetyo

Hadi selaku Asisten Manajer PKBL Perum Perumnas Reg.VI Surabaya

yang menangani penerimaan peneliti di PKBL Perum Perumnas Reg.VI

Surabaya. Sedangkan informan selanjutnya diminta kepada informan

awal untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi,

maka untuk triangulasi data tersebut informan tersebut ditemukan

dengan cara snow ball. secara rinci adalah sebagai berikut: fokus

pemberdayaan usaha kecil melalui Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI. Surabaya, dengan

sasaran kajian pada pinjaman modal dan hibah PKBL Perum Perumnas

Reg. VI sebagai key person adalah Asisten Manajer PKBL Perum

Perumnas Reg. VI, dan sebagai informan adalah Staff PKBL Perum

Perumnas Reg. VI & Mitra Binaan Perum Perumnas Reg. VI Surabaya.

2. Tempat dan peristiwa, berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan

dengan masalah atau fokus penelitian, yaitu pemberian Pinjaman Modal

dan hibah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum

(59)

3. Dokumen, berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus

penelitian, Seperti Rencana Kerja dan Anggaran Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI Surabaya,

contoh proposal pengajuan pinjaman, SK UKM layak bina,

Perjanjian/Kontrak antaraPerum Perumnas Reg. VI dengan Usaha

Kecil.

3.4.2. Jenis data terdiri dari:

1. Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama, misalnya

dari individu atau perorangan (Umar, 2004;64). Data primer untuk

penelitian ini didapat dari Asisten Manajer PKBL, staff PKBL Perum

Perumnas Reg VI Surabaya dan mitra binaan PKBL Perum Perumnas

Reg. VI Surabaya.

2. Data Sekunder, yaitu data primer yang diolah lebih lanjut, misalnya

dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar dan sebagainya (Umar,

2004;64). Data sekunder penelitian ini didapat dari PKBL Perum

Perumnas Reg. VI Surabaya, misalnya berupa Rencana Kerja dan

Anggaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum

Perumnas Reg. VI Surabaya, Laporan Penerimaan Pokok dan Bunga

Pinjaman Perum Perumnas Regional VI dan lain sebagainya, dimana

data sekunder tersebut akan mendukung data primer dan akan dianalisis

oleh peneliti. Data sekunder yang berupa data atau arsip dari PKBL

Perum Perumnas Reg. VI Surabaya, dimana data tersebut berguna

Gambar

Tabel 1
Gambar 1. Kerangka Berpkir
Gambar 2. Analisis data interaktif
STRUKTUR ORGANISASI  Gambar 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Kemitraan yang dilakukan oleh BUMN, sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Permen.BUMN tersebut, diberikan dalam bentuk: pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau

Kendala-kendala dalam penerapan Program Kemitraan yaitu Lamanya proses atau alur yang harus dilakukan menyebabkan tidak adanya kepastian waktu kapan mitra binaan menerima

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Kemitraan BUMN yang dilaksanakan oleh PTPN II mampu mengembangkan usaha kecil Mitra Binaan dengan peningkatan pendapatan rata-rata

Lambok Tampubolon : Pengaruh Pemberian Kredit terhadap Pengembangan Usaha Kecil pada..., 2006 USU Repository © 2008.... Lambok Tampubolon : Pengaruh Pemberian Kredit

Asuransi jasa Indonesia (Persero). Selanjutnya penyaluran bantuan melalui yayasan dilakukan sebanyak 28 kegiatan, salah satunya adalah penyaluran pinjaman modal kepada

Mitra Binaan atau Kelompok Usaha Mikro dan Kecil yang menjadi binaannya kepada Bank BNI secara triwulan, sesuai dengan format laporan yang telah ditetapkan. Dapat

Adapun dalam perumusan strategi yang tepat untuk diterapkan pada implementasi program pendanaan UKM Mitra Binaan PT Bukit Asam, dilihat dari diagram SWOT, posisi dari

Hal ini berarti bahwa H0 ditolak artinya H1 diterima, yaitu terdapat perbedaan pada variabel omset penjualan mitra binaan antara sebelum dan sesudah adanya kredit bantuan dari