• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA: REZA RISKY SETIAWAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA: REZA RISKY SETIAWAN NIM :"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

LANTUNAN SYAIR

AL-I’TIRAF

PASCA AZAN DI PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA DESA LAU BAKERI, KECAMATAN KUTALIMBARU, DELI SERDANG: ANALISIS MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA: REZA RISKY SETIAWAN NIM : 120707001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis sampai pada akhir penulisan Skripsi penulis yang berjudul “Lantunan Syair Al-i’tiraf Pasca Azan Di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya Desa Lau Bakeri, Kecamatn Kutalimbaru, Deli Serdang: Aanalisis Makna Teks Dan Struktur Melodi”.

Dalam proses penyelesaian tulisan ini, banyak pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik dalam bentuk doa, semangat serta materi agar proses penyelesaian serta hal-hal yang dibutuhkan dapat terlaksana dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan ribuan terima kasih kepada kepada Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk nasehat, ilmu, dan perhatian yang telah ibu dan bapak berikan selama penulis kuliah di Program Studi Etnomusikologi.

Penulis juga berterima kasih kepada seluruh dosen di Program Studi

Etnomusikologi, Ibu Arifni Netrirosa, SST., M.A., selaku ketua Program Studi

Etnomusikologi, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris Program

(7)

Studi Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Bapak Drs.

Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.,Bapak Drs. Fadlin, M.A, Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs.

Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, Bapak Kumalo Tarigan, M.A.,seluruh dosen praktek musik, Buk Wawa beserta staff di Program Studi Etnomusikologi yang telah memberikan pembelajaran, bimbingan dan arahan kepada penulis hingga sampai pada tugas akhir penulis ini.

Penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Adi Suwarno dan Ibunda Rasiani.

Terima kasih atas segala kasih sayang dan ketulusan kalian sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Terima kasih untuk perhatian yang tak pernah berhenti terkhusus selama proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk semangat dan doa yang kalian panjatkan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga berterima kasih kepada kakak Siti Chairunnisyah, SE, abang Ipar Hendro Kesuma, Spd dan Adik Nirina Raudatul Zannah. dan juga kepada Nanda Syahfitri, S.Ak calon istri saya dan saudara - saudara saya yang juga memberikan semngat, perhatian agar saya bisa menyelesaikan studi saya di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga kepada seluruh ustadz dan ustadzah yang ada di Pondok

Pesantren Darul Arafah Raya yang juga memberikan saran dan masukan untuk

pengerjaan skripsi ini dan juga terima kasih kepada nara sumber penulis Opung

Naga Lubis pendiri Pesantren Darul Arafah Raya, Ustadz Surya Darmawan,

(8)

S.Ag, Ustadz Surya Choirul Ahsan, Ustadz Asril Pohan, L.c, Ustadz Umar Mukhtar, L.c, Ustadz Agus Susanto, S.Pdi, dan juga kepada Qori‟

(pelantun/pembaca) saudara Fahri Fauzan.

Terima kasih juga kepada teman-teman Etnomusikologi stambuk 2012,

terkhusus Yomi Harsa, S.Sn, Rivai Baiquni, S.Sn, Firlianda Ilham, S.Sn, Teguh

Alamsyah, S.Sn, Raudatul Jannah, S.Sn, Rahmatika Lutfiana Salikhah, S.Sn,

Intan, Marthin Sianturi, S.Sn, Philipus Aritonang, S.Sn, Yusuf Natanael Silaban,

Muhammad Sayuti, S.Sn, Nevo Kaban, S.Sn, Ade, Mario Sinaga, S.Sn, Suganda

Sasmita Tampubolon, S.Sn, yang selalu saling memberikan dukungan dalam

mengerjakan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman

kampus seperjuangan dari alumni Pondok Pesantren Darul Arafah Raya, Risky

Ramadhan Hrp, S.Pdi, Juli fadli, S.Pd, Mahmud Tarmidzi, Indra Sitepu, S.Tr, Riki

Riskiansyah, S.H, Andi Ilham, S.E, Manan, Joko kurniawan, S,Kom, Ichsandian

Siregar, S.Ked, Hasbi, Agus zulfi, Joko S, Phona, Devi, Julia Chausarina, dan

sahabat - sahabat IJTIHAD dan MEMORIES yang lainnya, terima kasih juga

kepada Mentari Saadah Nasution, Rido Kurniawan Pangestu, Jaka Suprapto, Rido

Sitepu, Fina Triana, Mira Yani, Tri juliwijaya, Yudistio, Muhajir, Vini, East,

Novi, Fadillah Osin, Terima kasih juga kepada Seluruh Dewan Pengurus Pusat

Ikatan Alumni Pesantren Darul Arafah Raya (DPP IKAPDA) abangda Eddy

Syahputra Siregar, SSTP, MAP, Ketua umum DPP IKAPDA, abangda Ali Sakti

Nasution, Sekum DPP IKAPDA, dan seluruh jajaran Pengurus Dewan pengurus

pusat Ikatan Alumni Pesantren Darul Arafah Raya yang selalu memberi semangat

kepada penulis. Kemudian penulis juga berterima kasih kepada Kanda Akbar

(9)

Andi Pulungan kak Wahyu Mustika Riski, Amd (kak way), Kak Nasrul Akmal, Kak Safri, Kak Ikhwan, dan seluruh Keluarga Besar Pramuka Universitas Sumatera Utara yang selalu siap memberikan semangat kepada penulis untuk pengerjaan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berperan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu pengetahuan Etnomusikologi.

Medan, 11 Juni 2019

Penulis

Reza Risky Setiawan

NIM: 120707001

(10)

ABSTRAK

Skripsi ini akan mengkaji tentang makna teks syair Al.I‟tiraf dan melodi syair Al.I‟tiraf. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengumpulan dan pengolahan data dengan beberapa cara yaitu studi kepustakaan (termasuk pustaka online), observasi, wawancara, perekaman data visual dan audio, serta kerja laboratorium. Penelitian ini menggunakan teori weighted scale untuk menganalisis struktur melodi untuk menganalisis makna teks digunakan teori semiotik soedjimaan dan zocst, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa makna teks bercerita tentang seorang hamba yang sedang meratapi kesalahan dan dosa- dosa pada masa lalu, dan memohon ampun kepaada Allah Subhanahu Wata‟ala.

Struktur melodi syair Al.I‟tiraf terdiri dari: (1) Struktur syair baris dengan keseluruhannya memakai tulisan arab. (2) Struktur melodi terdiri dari lima nada (F,G,A,B,C) nada dasar F, wilayah nada satu oktaf, nada yang sering dipakai A kemudian di ikuti oleh G,B,F, dan C, interval yang paling sering di pakai adalah skunde,

Kata kunci : Syair, Al,I‟tiraf, struktur Melodi.

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Pokok Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Konsep Dan Teori ... 11

1.4.1 Konsep... 12

1.4.2 Teori ... ..13

1.4.2.1 Teori Weightes Scale ... 14

1.4.2.2 Teori Semiotik ... 15

1.5 Metode Penelitian ... 16

1.5.1 Kerja Lapangan (Field Work) ... 17

1.5.1.1 Studi Pustaka ... 18

1.5.1.2 Observasi ... 19

1.5.1.3 Wawancara ... 19

1.5.1.4 Dokumentasi ... 20

1.5.2 Kerja Laboratorium (Desk Work) ... 21

1.6 Lokasi Penelitian ... 21

BAB II GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA, DESA LAU BAKERI, KRCAMATAN KUTALIMBARU, KABUPATEN DELI SERDANG DAN LANTUNAN SYAIR AL-I’TIRAF 2.1 Sejarah Pondok Pesantren Darul Arafah Raya... 23

2.2 Santri dan Dyah di PondokPesantren Darul Arafah Raya ... 25

2.2.1 Santri ... 25

2.2.2 Santriwati (Dyah) Galih Agung ... 28

2.3 Sistem Religi ... 29

2.4 Sistem Kekerabatan ... 30

2.5 Sistem Pendidikan ... 31

2.6 Bahasa ... 32

2.7 Kesenian ... 33

(12)

2.8 Kegiatan Santri dan Dyah ... 34

2.9 Lantunan Syair Al-I‟tiraf ... 36

2.10 Pelantun syair Al-I‟tiraf ... 37

BAB III ANALISIS TEKSTUAL SYAIR AL-I’TIRAF DI PONDOK PENSANTREN DARUL ARAFAH RAYA 3.1 Kajian Semiotik Tekstual ... 38

3.2 Teks Syair Al-I‟tiraf dan Arti Al-I‟tiraf ... 46

3.3 Makna Teks Al-I‟tiraf ... 48

3.4 Struktur Teks Al-I‟tiraf ... 50

BAB IV ANALISIS MUSIKAL SYAIR AL-I’TIRAF DI PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA 4.1 Transkripsi Syair Al-I‟tiraf ... 60

4.2 Simbol Dalam Notasi ... 61

4.2.1 Tangga Nada ... 61

4.2.2 Nada Dasar ... 61

4.2.3 Wilayah Nada ... 62

4.2.4 Jumlah Nada ... 63

4.2.5 Jumlah Interval ... 64

4.2.6 Pola Kadensa ... 65

4.2.7 Formula Melodi ... 67

4.2.8 Kontur ... 68

BAB V KESIMPUAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

DAFTAR INFORMAN ... 75

(13)

Daftar Gambar

Gambar 1 : Abu Nuwas di gambar oleh Jahlil Gibran pada 1916...6

Gambar 2 : Pintu Gerbang Pesantren Darul Arafah Raya...22

Gambar 3 : Santri Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan Sholat qobliah...25

Gambar 4 : Santri Pondok Pesantren Darul Arafah Raya sedang Melaksanakan kegiatan Muhadatsah...27

Gambar 5 : Pembagian Hadiah Santriwati / Dyah Galih Agung Pesantren Darul Arafah Raya...28

Gambar 6 : Santri sedang melaksanakan kegiatan Muhadatsah / Latihan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris pada waktu sore hari...32

Gambar 7 : Pelantun syair Al.I‟tiraf...36

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam berasal dari bahasa Arab, yang artinya “memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa”, atau berarti juga menyerahkan diri, tunduk patuh dan taat kepada Allah SWT (Razak, 1971:56). Agama Islam merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan nama muslim yang berarti “seorang yang tunduk kepada Tuhan”, atau lebih lengkapnya adalah muslimin bagi laki-laki dan muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melaluli para Nabi dan Rasul utusannya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah SWT., Murodi (1977:113), menjelaskan bahwa Islam yang sudah berkembang di kawasan Timur Tengah, telah masuk ke Indonesia pada abad ke - 1 Hijriah (pada abad ke -7 Masehi). Selanjutnya, agama Islam secara resmi masuk ke Sumatera, yaitu wilayah Aceh pada abad ke-7 hijriah (pertengahan abad ke-12 Masehi). Hal ini terbukti dengan datangnya seorang mubaligh yang bernama Abdul Arief, pada tahun 1151 Masehi ke wilayah itu, untuk menyebarkan agama Islam.

Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak

ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis

(15)

adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1- 4 H merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing. Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke - 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1- 4 H terdapat hubungan pernikahan antara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.

Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.

Tahun 1405-1407 Laksamana Cheng Ho menyebut bahawa nama Haru pada

saat itu dituliskan So-Lo-Tan Hut-Sing (Sultan Husin) yang membayar upeti ke

Tiongkok. Sedangkan tanda tanda Haru tidak menemukan pernyataan telah

beragama Islam selain bukti benda meriam yang bertuliskan asksara Arab dan

Karo. Dalam sejarah melayu bahwa sekurang – kurangnya 100 tahun telah

berdirinya kerajaan Haru yang telah memeluk agama Islam dalam laporan –

laporan penulis Cina “ Sejarah Melayu” berada dikota Rentang.

(16)

Dalam sejarah Melayu bahwa kerajaan Haru pada abad ke-15 M merupakan salah satu kerajaan besar Sumatera. Pada pertengahan abad ke-16 bersekutu pada Riau-Johor untuk melawan Penetrasi Aceh. Meski Aceh pun tetap saja mengirim ekspedisi militer untuk menghantam Haru yang kemudian berubah nama menjadi

“ Guri” dan di awal abad-17 menjadi “Deli”. Peperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar Muda mengutus seorang Laksamana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukan.

Untuk memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkan Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah Perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli pertama, wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada Tahun 1669 Deli memisahkan diri dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sdang melemah ketika itu dipimpin oleh raja perempuanRatu Taj Al-Alam Tsafiah Al-din.

Setelah Melayu memeluk agama Islam pada sebelumnya menganut

paganisme, berangsurangsur tidak lagi memperlakukan adat istiadat yang ber

bau syirik (menurut Islam). Namun tidak sepenuhnya pula bagian-bagian itu

hilang begitu saja, Islam dapat mengobahnya dengan memperlakukan tradisi

sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Melayu, tetapi telah distirilisasi

sehingga dapat diterima Islam maupun melayu. Karena bagaimana pun

ikatan tardisi yang telahlama diyakini tidak dapat dihilangkan dalam waktu

singkat. Dengan pelahan- lahan budaya disusupkan dengan nilai-nilai agama

Islam sehingga bentuk-bentuk paganisme berangsur-angsur terkikis sehingga

(17)

tidak lagi terbawa setelah masuk agama Islam. Demikian proses tersebut akhirnya dapat diterima menjadi bagian kehidupan masyarakat melayu.

Secara Historik dalam Agama Islam terdapat Lantunan yang indah yang di sebut syair. Secara terminologi, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa syair adalah ucapan yang atau susunan kata yang fasih yang terikat dengan rima (pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang berpola tetap) dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan memikat. Dalam bahasa melayu/Indonesia, satu koplet syair biasanya terdiri dari empat baris yang berahiran sama yaitu a,a,a,a. Sementara Ibnu Rasyiq lebih mempertegas adanya unsur kesengajaan, sebagaimana ia berkata : “Sesungguhnya syi‟r terdiri dari empat hal, yaitu lafadz, wazan, makna dan qafiah. Ini batasan syi‟r, karena ada sebuah ungkapan yang berirama dan berqafiah tetapi tidak dapat dikatakan syi‟r, karena tidak dibuat-buat dan tidak dimaksud syi‟r seperti Al-Qur‟an dan Hadits nabi”.Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka sangat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair untuk mendengarkan syair-syair mereka. Ada beberapa pasar tempat para penyair berkumpul, yaitu Pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majas. Di pasar-pasar itu para penyair menyanyikan syairnya yang telah disiapkan, sehingga warga sukunya mengelilingi penyair-penyair yang menjadi kebanggaannya.

Dipilihlah diantara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka'bah

tidak jauh dari patung dewa-dewa pujaan mereka. Seorang penyair mempunyai

kedudukan yang sangat amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Salah satu

pengaruh dari syair pada bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan

(18)

derajat seorang yang tadinya hina, atau sebaliknya dapat menghina-dinakan seseorang yang tadinya mulia.

Syair merupakan salah satu puisi lama, syair berasal dari Persia dan dibawa masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Dalam hal ini kata atau istilah Syair berasal dari bahasa Arab yakni Syi‟ir atau Syu‟ur yang berarti “perasaan menyadari”, yang kemudian kata Syu‟ur berkembang menjadi Syi‟ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum, Yang dalam perkembangannya Syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi. Syair pada waktu itu adalah bagian dari kehidupan orang-orang Arab pra Islam. Apa yang menjadi aktivitas orang-orang pra Islam pada waktu itu menjadi sebuah manifestasi yang begitu banyak yang diabadikan didalam puisi. Oleh karenanya tema-tema yang ada pada waktu itu berkisar hanya pada kegiatan sehari-hari mereka, terutama yang paling banyak menjadi tema adalah tentang kesukuan.

Syair pada waktu itu bisa menjadi sebuah senjata yang bisa membuat hasrat manusia berdebar, tersanjung, dan memuji sehingga orang yang mendengarkannya merasa terbuai.

Islam mengenal syair yang terkenal hingga penjuru negeri, yaitu syair Al-

I‟tiraf merupakan bahasa Arab yang artinya pengakuan, kata Al-I‟tiraf adalah kata

sifat yang menunjukan sebuah pengakuan hati atau curahan hati yang ingin di

ucapkan, dalam hal ini kata Al-I‟tiraf sering dipasangkan dengan syair yang biasa

kita dengar syair Al-I‟tiraf, syair yang berisi sebuah pengakuan diri dari seorang

hamba yang lemah kepada Tuhannya, syair yang terdiri dari beberpa bait bahasa

Arab yang artinya dapat menggugah kan jiwa dan mengingatkan kita tentang

(19)

kematian dosa dan memohon ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Al-I‟tiraf sendiri di tulis oleh seorang cendikiawan muslim pada masanya.

Syair Al-I‟tiraf sendiri ditulis oelah seorang Hamba atau seorang cendikiawan muslim yang sangat terkenal oleh karyanya dia dikenal dengan nama Abu Nawas, Penjelasan mengenai biografi beliau yang dilansir oleh wikipedia (http\\www.wikipedia.org) memaparkan mengenai biografi beliau adalah sebagai berikut. Beliau bernama lengkap Abu Nawas Al-Hasan bin Hini Al-Hakami, lahir pada 145 H (747 M) di Persia tepatnya di kota Ahvaz.

Gambar 1 : Abu Nuwas di gambar oleh Jahlil Gibran pada 1916

Ayahnya bernama Hani Al-Hakam, yang berasal dari Arab dan merupakan

anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita

Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Abu Nawas hidup pada masa Bani

(20)

Abbasiyah dan menjadi penyairhumoris pada masa pemerintahan Khilafah Abbasiyah (762-814M/145-199H), erapemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid Al- Abassi sejak kecil ia sudah yatim, ibunya kemudian membawanya ke Bashrah (Irak).Abu Nawas “dijual” oleh ibunya kepada seorangpenjaga toko dari Yaman, Sa‟ad al-Yashira. Semasa remaja, ia bekerja di sebuah toko di Basrah, Irak.

Kemudian ia pindah dari Bashrah kedaerah Kufah. Namun belum begitu jelas apa penyebab kepindahan ia ke Kufah. Saat pindah ke daerah Kufah itulah, ketampanan dan kecerdasannya menarik perhatian seorang penyair berambut pirang, Walibah3 Ibnu Al-Hubab al-Kufi. Abu Nawas muda pun dibeli dan dimerdekakannya. Al-Hubab mengajari Abu Nawas ilmu ketuhanan (teologi), bahasa Arab, dan puisi. (Diwanu Abi Nuwas, hal. 5). Setelah belajar dari al- Hubab, Abu Nawas lalu belajar juga kepada Khalaf Al-Ahmar, Muthi‟ bin Iyas, Hammad bin „Ajrad. Popularitas Abu Nawas menanjak karena kejenakaan syair- syair yang diciptakannya, sebuah gaya puisi yang bertentangan dengan tradisi syair di gurun pasir saat itu, ditambah dengan perilakunya yang suka mabuk (minum khamr) dan sejumlah syairnya yang mengeritik Al-Quran yang mengharamkan khamr.

Demikianlah, sebelum mendapatkan hidayah dan bertobat, Abu Nawas

dikenal sebagai penyair kontroversial. Bahkan buku-buku sejarah menyebut Abu

Nawas sebagai sastrawan cabul dan kotor. Dalam keadaan mabuk karena

meminum khamr, sambil „mengigau‟ atau berbicara tak karuan, ia sering

menggubah puisi yang membangga-banggakan minuman keras (puisi

khamriyat4). Ia sering keluar masuk penjara karena puisi-puisinya itu.Kehidupan

(21)

Abu Nawas berubah total menjadi Islami, menurut suatu riwayat, setelah suatu malam, pada bulan Ramadhan (diyakini sebagai Malam Qodar), dalam keadaan

“teler” ia didatangi seseorang tak dikenal. Orang itu berkata: “Hey Abu Nawas”, jika Kamu tidak bisa menjadi garam yang enak, maka jangan jadi lalat yang merusak” Kata-kata itu sangat berkesan pada diri Abu Nawas. Ia menyadari kesalahannya selama ini, merasa dirinya bukan garam, tapi lalat. Ia pun bertobat dan meninggalkan perilaku tidak Islaminya. Ia menjadi seorang ahli ibadah, rendah hati, rajin i‟tikaf di masjid, dan jarang berbicara. Meski demikian, ia tetap menggubah syair. Namun, syair-syairnya berganti warna, menjadi syair-syair dzikir dan senandung doa. Salah satu karyanya yang paling terkenal hingga kini, dijadikan senandung di pesantren-pesantren dan nasyid, adalah syair Al-I‟tiraf di atas.

Di kota Bashrah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan. Abu Nawas

digambarkan sebagai penyair multivisi, pengkhayal ulung, penuh canda, berlidah

tajam, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya

ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Sikapnya yang jenaka

menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh akan warna, Kegemarannya

bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda

tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Sejak mendekam di penjara, syair-

syair Abu Nawas berubah menjadi religius. Puisi berisi tentang syair pengingat

dosa dan kematian yang di karang Abu Nawas ini, itu boleh dibilang begitu

melegenda, seperti nama besar pengarangnya Abu Nuwas yang hingga kini tetap

dikenang dan diperbincangkan. Meski syair itu telah berumur hampir 11 abad,

(22)

namun tampaknya tetap akan abadi. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Adapun teks sya‟ir Al-I‟tiraf tersebut adalah sebagai berikut :

(Al-I‟tiraf)

ِمٌِْحَجْلا ِراَن ىَلَع ى َوْقَأ َلا َو * َلاْهَأ ِس ْوَدْرِفْلِل ُتْسَل ًِْهلِا

Ilaahii latu lil firdausi ahlaan * wa laa aqwaa „alaa naaril jahiimi.

ِمٌْ ِظَعْلا ِبْنَّذلا ُرِفاَغ َكَّنِإَف * ًِْب ْوُنُذ ْرِفْغا َو ًةَب ْوَت ًِْل ْبَهَف

Fa hablii taubatan waghfir zunuubi * fa innaka ghaafirudzambil „azhiimi.

ًِْل ْبَهَف * ِلاَمِّرلا ِداَدْعَأ ُلْثِم ًِْب ْوُنُذ ِلَلاَجْلا اَذ اٌَ ًةَب ْوَت

Dzunuubii mitslu a‟daadir rimaali * fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali.

ْىِلاَمِت ْحا َفٌَْك ٌدِئآ َز ًِْبْنَذ َو * ٍم ْوٌَ ِّلُك ًِْف ٌصِقاَن ْي ِرْمُع َو

Wa „umrii naaqishun fii kulli yaumi * wa dzambii zaa-idun kaifah timaali

َكاَعَد ْدَق َو ِب ْوُنُّذلاِب اًّرِقُم * َكاَتَأ ً ِصاَعْلا َكُدْبَع ًِْهلِا

Ilaahii „abdukal „aashii ataaka * muqirran bidzdzunuubi wa qad da‟aaka.

َكا َو ِس ْوُج ْرَن ْنَمَف ْدُر ْطَت ْنِإ َو * ُلْهَأ َكاَذِل َتْنَأَف ْرِفْغَت ْنِإَف

Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun * wa in tathrud faman narju siwaaka.

Syair AI‟tiraf sendiri mengandung kejenakaan, tapi bukan senda-gurau.

Simak saja liriknya: “Aku bukanlah ahli surga firdaus, tapi bukan pula orang yang

kuat menahan panas api neraka”. Kalau diartikan secara harfiah, doa itu memang

agak lucu: masuk surga tak pantas, masuk neraka tidak kuat.Teks syair Al-I‟tiraf

di atas adalah menceritakan tentang seorang hamba yang sudah melampau masa

(23)

penuh dosa dalam hidupnya, syair yang mengandung syarat akan memohon ampunan kepada yang maha kuasa agar di ampuni dari dosa lampaunya.Secara musikal, syair Al-I‟tirafini mengutamakan komunikasi tekstual dibandingkan musikalnya. Secaraetnomusikologis, syair Al-I‟tiraf ini dapat dikategorikan sebagai musik yang logogenik, yakni lebih mengutamakan sajian teks dibandingkan melodi atau ritmenya.

1.2 Pokok Permasalahan

1. Bagaimanakah makna tekstual yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada Santri di Ponpes Darul Arafah Raya?

2. Bagaimana struktur melodi sya‟ir Al-I‟tiraf dilantunkan di Ponpes Darul Arafah Raya?

3. Kearifan lokal seperti apa yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Penulis memiliki beberapa tujuan dalam penulisan skripsi ini. Berikut adalah tujuan tersebut:

1. Mengetahui dan menganalisis makna tekstual yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya.

2. Mengetahui dan menganalisis struktur melodi sya‟ir Al-I‟tiraf pada

penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya.

(24)

3. Mengetahui dan menganalisis kearifan lokal seperti apa yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya

1.3.2 Manfaat

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi:

1. Ponpes Darul Arafah Raya.

Penelitian ini diharapkan dapat membantuPonpes Darul Arafah Rayadalam melestarikan syair Al-I‟tiraf dengan metode melody

2. Kalangan akademis :

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalangan akademis mengenai tradisi Syair Al-I‟tiraf di Ponpes Darul Arafah Raya.

3. Penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan tentang Syair Al-I‟tiraf yang merupakan tradisi Ponpes Darul Arafah Raya

1.4 Konsep dan Teori

Agar jelas pemahaman mengenai konsep dan teori, maka di dalam skripsi ini dijelaskan dua terminologi tersebut. Merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.

Merton mendefinisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa

yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana

kita menentukan hubungan empiris” (Merton, 196389).Selanjutnya yang

dimaksud dengan teori yang menjadi dasar acuan di dalam skripsi ini adalah

(25)

merujuk kepada uraian Sumantri (1993:143), yang menurutnya, teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Teori juga merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor terntu dari sebuah disiplin keilmuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.

1.4.1 Konsep

Di dalam skripsi ini konsep yang perlu dijelaskan adalah: (1) sya‟ir Al-I‟tiraf (2) tekstual (3) melodi dan, (4) kearifan lokal. Penjelasan ini di perlukan untuk lebih mengarahkan tema penelitian yang penulis lakukan.

Yang pertama, Al-I‟tiraf merupakan salah satu Syair religius yang terkenal pada masa bani Abbasyiah, dari beberapa sumber berpendapat bahwa kata “Al- I‟tiraf” diambil dari bahasa Arab, yaitu “pengakuan.” pengakuan berarti ungkapan dengan metode syair dan bern ada dengan suara lembut untuk bermuhasabah diri atau mengingatkan diri akan dosa. Oleh karena bahasa yang digunakan tetap menggunakan teks Arab asli agar melekat dan tidak berubah artinya, arti kata Al- I‟tiraf perlahan berubah menjadi “Syair Abu Nawas” hingga menjadi kebiasaan masyarakat menyebut Syair Abu Nawas. Jadi, Syair Abu Nawas adalah pengakuan metode syair yang dilantunkan dengan makna lirik yang bertujuan untuk mengingatkan, menasehati, dan memberitahu kepada diri sendiri agar selalu ingat akan dosa yang di perbuat.

Kedua, tekstual Makna tekstual berkaiatan erat dengan isi suatu teks secara

keseluruhan. Kata yang sama tetapi berbeda jenis teksnya bisa mengakibatkan

(26)

makna yang berbeda pula. Dalam ilmu bahasa, morphology ialah ilmu yang mengkaji bagaimana morfem membentuk suatu makna tertentu. Sementara itu, dalam teks biologi kata morphology berarti suatu cabang biologi yang berhubungan dengan bentuk dan struktur tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Ketiga melodi, adalah suksesi linear nada musik yang dianggap sebagai satu kesatuan. Dalam arti yang paling harfiah, melodi adalah urutan nada dan jangka waktu nada, sementara, dalam arti lain, istilah tersebut memasukkan suksesi unsur musik lain seperti warna nada. Melodi sering terdiri dari satu atau lebih frasa musik atau motif, dan biasanya diulang-ulang dalam lagu dalam berbagai bentuk.

Melodi juga dapat digambarkan oleh gerak melodis mereka atau nada atau interval (terutama yg diperbantukan atau terpisah-pisah atau dengan pembatasan lebih lanjut), rentang pitch, dan melepaskan ketegangan, kontinuitas dan koherensi, irama, dan bentuk.

Keempat, kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.

1.4.2 Teori

Sesuai dengan empat pokok masalah seperi yang telah dikemukakan pada

pokok permasalah di bab ini, maka setiap pokok masalah dipecahkan dengan

menggunakan teori-teori. (1) Untuk pokok masalah musikal, digunakan teori

(27)

“bobot tangga nada” (weighted scale); (2) pokok masalah tekstual digunakan teori semiotik.

Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Sumantri 1993:143). Sebagai landasan teori dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dari para ahli etnomusikolog serta antropolog dunia. Berikut adalah beberapa teori tersebut.

1.4.2.1 Teori Weighted Scale

Untuk menganalisis musikal Syair Al-I‟tiraf digunakan “teori” weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk menganalisisi melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan parameter atau kriteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu: (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa (cadencepatterns), (7) formula melodi (melody formula), dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).

Dalam hal ini, tangga nada dapat diartikan sebagai nada-nada yang digunakan

di dalam suatu komposisi musik, sebagai dasar pengembangan melodi atau

harmoni. Misalnya tangga nada C mayor di dalam kebudayaan musik Barat,

terdiri dari nada-nada c-d-e-f-g-a-b-c‟. Nada dasar adalah nada yang menjadi

pusat tonalitas suatu komposisi musik, misalnya nada dasar dari tangga nada C

(28)

Mayor di dalam kebudayaan musik Barat adalah nada c. Wilayah nada atau tebal nada atau interval, adalah jarak antara nada terendah dengan nada tertinggi yang terdapat dalam suatu komposisi musik, biasanya diukur dengan satuan laras, langkah, sent, dan lainnya. Jumlah nada adalah munculnya secara kuantitatif nada- nada dalan suatu komposisi musik, yang juga mempertimbangkan durasi atau nilainya.

Jumlah interval adalah bagaimana secara kuantitatif interval (jarak nada yang satu ke nada berikutnya) dalam suatu musik, biasanya diukur dengan istilah musik seperti prima murni, sekunde minor, sekunde mayor, ters minor, ters mayor, dan seterusnya. Pola-pola kadensa adalah beberapa nada di akhir-akhir frase atau bentuk melodi musik. Sementera formula melodi adalah bentuk-bentuk dasar yang membentuk keseluruhan rangkaian melodi. Sementara unsur melodi yang disebut kontur Adalah garis lintasan melodi. Dalam rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi Syair Al-I‟tiraf yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data audio ditranskripsi ke dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut dianalisis.

1.4.2.2 Teori Semiotik

Selanjutnya untuk menganalisis teks yang dinyanyikan, penulis menggunakan teori William P. Malm. Malm menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya.

Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut

(29)

silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15).Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah teks ini silabis atau melismatis, penulis menggunakan metode weighted scale yang dikemukakan oleh Bruno Nettl.

Selain itu dalam konteks menganalisis makna teks Syair Al-I‟tiraf ini penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Menurut Ferdinand de Saussure (perintis semiotika dan ahli bahasa), semiotik adalah the study of “the life of signs within society”.

Secara harafiah dapat diartikan dengan studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Selain itu, teori pendekatan semiotik sosial (social semiotics) yang diperkenalkan oleh Halliday juga menyatakan bahwa bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara atau jalan yang berhubungan dengan upaya ilmiah, maka

metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu: cara kerja untuk dapat memahami

(30)

objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1985:7).

Dengan demikian dalam tulisan ini penulis menerapkan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Peneletian yang bersifat deskriptif akan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara satu gejala dengan gejala lainya dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses yang dilakukan peneliti dalam mendapatkan data dan informasi mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek kehidupan tertentu pada objeknya.

Menurut Bruno Nettl (1964: 62-64) dalam penelitian etnomusikologi terdapat dua cara kerja yaitu field work (kerja lapangan) dan deskwork (kerja laboratorium). Dengan demekian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian serta untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan, penulis menggunakan kedua cara kerja tersebut.

1.5.1 Kerja Lapangan (Field Work)

Peristiwa dan fakta budaya pertunjukan musikal di lapangan, menjadi data

primer atau utama dalam konteks penelitian etnomusikologi. Lapangan yang

dimaksud dalam kajian etnomusikologi adalah peristiwa musikal yang

dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan sosial, di mana peristiwa musikal tersebut

terjadi. Dalam penelitian ini, peristiwa musikal adalah Lantunan syair Al-I‟tiraf

pasca adzan di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Kerja lapangan yang

dilakukan oleh penulis adalah dengan cara turun langsung pada objek yang akan

(31)

diteliti, yaitu melihat dan melantunkan langsung syair Al-I‟tiraf di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Dalam hal mendapatkan informasi serta data-data yang berkaitan penulis melakukan berbagai macam cara, yaitu melalui studi pustaka, observasi, wawancara atau interview, dan dokumentasi dengan uraian sebagai berikut.

1.5.1.1 Studi Pustaka

Pada tahap ini penulis dituntut untuk mendapatkan konsep dan teori serta informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukaan penelitian dan penulisan skripsi nantinya. Sehingga diperlukan membaca tulisan-tulisan ilmiah, situs internet, buku, dan informasi lain yang berkatitan dengan objek yang akan diteliti.

Dalam melakukan studi kepustakaan ini, dijumpai beberapa karya ilmiah berupa makalah, skripsi sarjana, dan artikel yang terkait dengan kajian penelitian penulis yakni lantunan syair Al-I‟tiraf pasca adzan di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya.

1. Muzawwir, menulis sebuah skripsi srjana di universitas Mataram yang berjudul Analisis Lirik Lagu “Sebuah pengakuan” Karya Abu Nawas:

Kajian Semiotika Charles Sanders Peirce. Skripsi ini diajukan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram. 2016.

2. Malm, William, P. 1977. Music Culture of The Pasific, Near East, And

Asia. Eaglewood CliNew Jersey: Prensentice Hall. ( Diterjemeahkan oleh

Muhammad Takari). Medan: USU Press.

(32)

3. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music, Near East, And Asia.

NorthWestern University Press. Marshall, C dan Rossman, 1995.

Designing Qualitative Reasearch, London: Sage Publication

4. Nurkancana, Bruno, 1964. Theory and Methode in Etnomusicology, London: Collier Mcmillan

5. Sammy Khalifah. 2017. Sejarah Awal Masuknya Islam ke Nusantara.

1.5.1.2 Observasi

Nurkancana (1986:142) mengatakan,“observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang dieperoleh dalam observasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan hal ini adalah merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan”.

Dalam tahap ini peneliti dituntut untuk melakuakan berbagai pengamatan pada saat proses kegiatan yang diteliti berlangsung. Sehingga peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Marshall (1995) “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior.” Artinya melalui observasi atau pengamatan, seorang peneliti melihat langsung dan belajar mengenai prilaku dan makna-makna dari apa yang diamatinya tersebut.

1.5.1.3 Wawancara

Terdapat tiga jenis wawancara yaitu wawancara berfokus (focused interview),

wawancara bebas (free interview), wawancara sambil lalu (casual interview)

(33)

(koentjaraningrat, 1986:139). Sebelum melakukan ketiga cara dalam wawancara tersebut, tentu saja penulis harus menyiapkan daftar pertanyaan yang perlu ditanyakan pada saat mewawancarai informan sesuai dengan topik penelitian.

Selain daftar pertanyaan keahlian dalam melakukan teknik wawancara agar informan menjawab dengan leluasa juga sangat diperlukan bagi seorang peneliti.

1.5.1.4 Dokumentasi

Untuk merekam data hasil penelitian dan wawancara penulis menggunakan smartphone Samsung J1 Ace dalam pengambilan gambar maupun perekaman video. Gambar yang didokumentasi adalah mengenai: lantunan syair Al-I‟tiraf, para penyair lantunanpasca adzan, pakaian yang digunakan dalam melantunkan sayir Al-I‟tiraf, lingkungan dan tempat dilksanakannya lantunan syair Al-I‟tiraf, dan aspek-aspek sejenis lainnya.

Selain gambar, dalam penelitian ini juga direkam secara auditif, lantunan syair Al-I‟tiraf. Rekaman untuk bahan dokumentasi ini adalah berbentuk audio dalam format mp3 (dalam ilmu teknologi informasi), yang dijadikan bahan dasar traskripsi dan analisis musik dalam rangkaian kajian musikal. Rekaman lainnya adalah berupa audiovisual (video), dalam format mp4, yang kemudian dijadikan dasar kajian.

Selain itu, untuk memback up data-data visual, audio, dan audiovisual ini,

dari media smartphone tadi penulis pindahkan (trasferring data) pada laptop dan

hard disk external dalam mendokumentasikan data-data yang bersangkutan, yang

diperoleh dari kerja lapangan.

(34)

1.5.1.6 Kerja Laboratorium (Desk Work)

Data - data yang telah terkumpul baik dalam bentuk rekaman gambar, audio, maupun audiovisual dan catatan selanjutnya diolah kembali dalam tahap kerja laboratorium, sebagaimana yang lazim disarankan di dalam disiplin etnomusikologi. Sehingga hasil kerja ini menentukan apakah kita penulis perlu mencari data tambahan atau justru sebaliknya mereduksi data yang tidak diperlukan.

Dalam kerangka kerja laboratorium ini, penulis melakukan analisis data, berupa transkripsi, dengan menggunakan perangkat lunak sibelius, namun dengan transkripsi secara manual, yang kemudian secara notasi dipindahkan ke notasi sibelius (notasi balok). Seterusnya data gambar diolah ke dalam format jpg dan diinsert ke word office, menurut format skripsi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Analisis data, keseluruhannya dilakukan di laboratorium, yang tentu saja spesifik etnomusikolgi. Analisis dilakukan melalui pendekatan etnomusikologis, namun dalam konteks multidisiplin ilmu. Analisis mencakup empat bidang, sesuai dengan pokok masalah yang telah ditentukan, yakni: musikal, tekstual, dan kearifan lokal.

1.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya

Desa Lau Bekri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang, adalah sebuah

(35)

wilayah Pendidikan berbasis Agama Islam yang dipimpin oleh seorang Kepala

yayasan. Dibantu oleh para guru guru dan staf lainnya. Pondok Pesantren Darul

Arafah Raya ini merupakan salah satu institusi pendidikan berbasis Agama

terbesar di Sumatera Utara, yakni dengan jumlah santri dan santri wati yang

mencapai 3000 orang dan berbasis pendidikan mulai dari TK (taman kanak kanak)

sampai kejenjang Perguruan Tinggi STAIDA (Sekolah Tinggi Agama Islam Darul

Arafah).

(36)

BAB II

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA, DESA LAU BAKERI, KECAMATAN KUTALIMBARU, KABUPATEN

DELI SERDANG DAN LANTUNAN SYAIR AL-I’TIRAF

2.1 Sejarah Pondok Pesantren Darul Arafah Raya

Gambar 2 : Pintu Gerbang Pesantren Darul Arafah Raya.

Dokumentasi penulis

Pesantren Darul Arafah Raya adalah Pesantren yang didirikan oleh Bapak H.

Amrullah Naga Lubis yang akrab dipanggil oleh guru dan masyarakat sekitarnya

dengan sebutan “Pak Lubis”, namun untuk para santri pak lubis dipanggil dengan

sebutan ustad seperti sebutan guru di pesantren Darul Arafah. Pendirian Pesantren

ini terinspirasai ketika Pak Lubis mengunjung anaknya yang belajar di pondok

pesantren Gontor yaitu Indera Perkasa Lubis. Dalam kesempatan mengunjungi

anaknya beliau berbincang-bincang dengan pimpinan pondok pesantren Gontor

yaitu K.H Imam Zarkasyi. Dalam perbincangan mereka K.H Imam Zarkasyi

(37)

mengatakan bahwa dahulu putra Jawa lah yang belajar agama ke Pulau Sumatera namun sekarang putra Sumatera lah yang belajar agama ke pulau Jawa. Selain itu menurut K.H Imam Zarkasyi santri yang berasal dari Sumatera Utara hanya 200 orang saja, jumlah ini terlalu sedikit dibanding jumlah siswa didik Sumatera Utara yang beragama Islam.

1

Dari hasil pengamatan Pak Lubis mengambil suatu kesimpulan bahwa hal ini disebabkan karena faktor ekonomi sebab jauhnya jarak antara Sumatera-Jawa tentunya berpengaruh pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak mereka selama mereka belajar di Jawa. Keinginan Pak Lubis semakin besar ketika beliau mengetahui bahwa tidak semua anak dari Sumatera bisa belajar di Gontor yang merupakan pesantren favorit pada saat itu karena persyaratan yang cukup ketat. Keinginan yang kuat dari santri yang ingin belajar di Pesantren Gontor inilah yang akhirnya memantapkan tekad pak lubis untuk mendirikan lembaga pendidikan di Sumatera Utara dengan harapan dengan adanya lembaga pendidikan ini murid-murid dari Sumatera Utara tidak lagi jauh-jauh belajar agama ke pulau Jawa.

Selain alasan diatas salah satu hal yang menginspirasi Pak Lubis dalam

mendirikan pesantren Darul Arafah adalah pesantren Musthofawiyah yang ada di

desa Purbabaru, Mandailing Natal. Pesantren ini didirikan sejak tahun 1915 dan

merupakan pesantren pertama di Sumatera Utara. Sejarah panjang pendirian

pesantren ini melecut semangat Pak Lubis. Dilihat dari sejarah pendiriannya,

kedua pesantren ini memiliki persamaan walaupun dalam kurun waktu yang

berbeda, namun kedua pesantren ini sama-sama didirikan dalam kondisi dimana

penduduk di wilayah tersebut masih sangatlah sedikit dan jauh dari pusat

(38)

keramaian bahkan pesantren Musthofawiyah pada awal pendiriannya tidak mempunyai tempat khusus dan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar agama namun hal tersebut tidak menjadi halangan yang berarti bahkan pesantren Musthofawiyah dapat terus eksis sampai sekarang. Bapak H.

Amrullah Naga Lubis dibantu oleh keluarga dan beberapa guru tamatan pondok pesantren Gontor dan didampingi oleh Bapak Dr. H. M Hasballah Thaib M.A dan Kepala Desa Lau Bekeri Bapak Drs. Cokong Meliala.

Pada mula tujuan pendirian pesantren Darul Arafah adalah untuk melahirkan para ulama yang ahli dalam bidang agama namun setelah umur 4 (empat) tahun yakni sejak tahun 1990, pesantren Darul Arafah melakukan suatu pembaharuan yaitu dengan tidak hanya memprioritaskan ilmu agama saja tapi juga menerapkan ilmu ekonomi dan eksakta sehingga diharapkan santri yang belajar di pesantren setelah tamat tidak hanya bisa melanjutkan pendidikan ke IAIN atau ke universitas yang berbasis jurusan agama tapi juga bisa melanjutkan ke fakultas ilmu-ilmu sosial dan eksakta.

2.2 Santri dan dyah di PondokPesantren Darul Arafah Raya 2.2.1 Santri

Santri (يرتنسلا) berdasarkan peninjauan tindak langkahnya adalah "Orang

yang berpegang teguh dengan Al-Qur‟an dan mengikuti sunnah Rasul SAW serta

teguh pendirian.” Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang

tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Santri secara umum adalah

sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu

(39)

tempat yang dinamakan Pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan.

Ada pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi, seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di Pondok Pesantren, sebagai konsekuensinya ketua Pondok Pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.

Gambar 3 : Santri Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan Sholat qobliah.

Dokumentasi penulis

Setelah berdirinya Pesantren Darul Arafah tanggal 8 Mei 1986 dibukalah

pendaftaran santri pertama. Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang baru berdiri

apalagi berada di tempat yang asing bagi masyarakat umum maka pimpinan

pesantren yaitu Bapak H. Amrullah Naga Lubis melakukan promosi dalam rangka

(40)

mengenalkan pesantren yang baru didirikannya

7

. Promosi yang dipilih Pak Lubis berupa promosi dari mulut kemulut dimana kebetulan pada tahun yang sama Pak Lubis menjadi salah satu pembina Ikatan Wali Murid Pondok Pesantren Gontor (PP Gontor). Dalam wadah inilah Pak Lubis mempromosikan Pesantren Darul Arafah. dimana dalam promosinya Pak Lubis mengatakan kepada orangtua dalam ikatan tersebut bahwa ia mendirikan pesantren yang tidak kalah bagusnya dengan Gontor dimana guru-gurunya merupakan lulusan Pondok Pesantren Gontor.

Pondok Pesantren Gontor sendiri mendukung promosi Pak Lubis ini sebab Pondok Pesantren Gontor memiliki niat untuk mendirikan seribu Gontor di seluruh wilayah Indonesia sehingga tidak heran pada awal berdirinya pesantren Darul Arafah dianggap Gontornya Medan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa santri pertama berasal dari anak-anak yang orangtuanya merupakan anggota Ikatan Wali Murid PP Gontor dimana perlu digarisbawahi bahwa santri yang diterima di pesantren Darul Arafah hanya santri putera saja.

Hal ini berkaitan dengan jumlah lokal yang masih sedikit dan kemampuan dari Dewan Pendiri Pesantren Darul Arafah yang belum merasa sanggup untuk mendidik Santri dyah. Santri yang belajar di Pesantren Darul Arafah berasal dari beragam latar belakang pendidikan. Pesantren Darul Arafah tidak mematokkan bahwa santri yang belajar di Pesantren Darul Arafah harus tamatan Madrasah.

Namun bagi santri yang ingin belajar di Pesantren Darul Arafah harus memenuhi

persyaratan khusus dan persyaratan umum yang harus dipatuhi dan santri juga

harus mengikuti pembekalan sebelum resmi menjadi santri di Pesantren Darul

Arafah.

(41)

Gambar 4 : Santri Pondok Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan kegiatan Muhadatsah (latihan Berbicara Bahasa Arab dan Inggris)

Dokumentasi penulis

2.2.2 Santriwati (Dyah) Galih Agung

Sejak awal berdirinya Pesantren Darul Arafah terus berkembang dan

mendapat dukungan dari berbagai pihak, perkembangan ini meliputi penambahan

fasilitas, penambahan pelajar dan tenaga pengajar. dan pembukaan pendaftran

bagi santriwati. Pesantren putri ini diberi nama “ Galih Agung “ yang diambil dari

bahasa Jawa Kuno yang berarti “ Jiwa Yang Besar “ atau “ Inti Yang Agung” dan

santriwatinya dipanggil dengan “Dyah” yang merupakan panggilan wanita muda

keturunan bangsawan.

(42)

Gambar 5 : Pembagian Hadiah Santriwati/Dyah Galih Agung. Pesantren Darul Arafah Raya.

Dokumentasi penulis

2.3 Sistem Religi

Religi sebagai suatu sistem memperlihatkan adanya hubungan antar lima

unsur yang ada didalamnya yakni emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem

upacara keagamaan, peralatan upacara dan kelompok keagamaan. Religi berasal

dari kata religare dan relegare (Latin). Religare memiliki makna ”suatu

perbuatan yang dilukan secara sungguh –sungguh.”. Sedangkan Relegare

memiliki makna ”perbuatan bersama dalam ikatan saling mengasihi”. Kedua

istilah ini memiliki corak individual dan sosial dalam suatu perbuatan religius. Di

pondok Pesantren Darul Arafah memiliki sistem sistem religius yang sangat

kental, setiap santri atau pun santriwati diwajibkan mentaati seluruh disiplin yang

telah di buat oleh majelis pengasuh.

(43)

2.4 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan yang ada dalam pesantren merupakan bentuk, atau

gambaran kecil kita kelak hidup dalam masyarakat. Kita belajar memahami orang-

orang disekitar kita, memecahkan masalah bersama tanpa membedakan suku, ras,

asal daerah ataupun keturunan. Semua santri sama kedudukannya sebagai santri,

jika ada yang melanggar peraturan akan diberi sanksi oleh pengasuh ataupun

pengurusnya. Sanksi juga melatih tanggung jawab kita sebagai seorang santri agar

selalu mematuhi tata tertib atau kegiatan yang ada. Adanya sanksi membuat kita

saling berinteraksi dengan para dzhuriyah ataupun pengurusnya agar ada

chemistery dalam diri kita, bukan malah menjadikan takut melainkan untuk

menambah ketawadhu‟an kepada pengasuh. Adanya pondok ini banyak

menunjang kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak antara asrama dengan

sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk

berkomunikasi antara kyai dengan santri, asatidz dengan santri, dan antara santri

dengan

santri lainnya.

Dengan terciptanya situasi yang komunikatif di samping

adanya hubungan timbal balik antara kyai dengan santri, santri dengan asatidz dan

santri dengan santri. Dengan adanya situasi komunikatif santri merasa di ayomi

oleh kyai dan memberikan rasa ketawadhu‟an yang lebih. Kyai dan Asatidz juga

akan merasa mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap santri-santri yang

telah dititipkan di pondok pesantren. Sikap timbal balik tersebut menimbulkan

rasa kekeluargaan dan saling menyayangi satu sama lain, sehingga mudah untuk

memantau kegiatan Pondok Pesantren maupun memberikan pengarahan terhadap

kendala-kendala yang terjadi.

(44)

2.5 Sistem pendidikan

Pendidikan formal dalam Pesantren Darul Arafah disebut dengan Ma‟had Al Tarbiyah Al Islamiyah Al Haditsah (MTIH). Format madrasah ini adalah koordinasi antara kurikullum pelajaran sekolah dasar menengah di Timur-Tengah dan kurikullum pendidikan formal madrasah di Indonesia yang berinduk pada SKB 3 Menteri. Pendidikan formal di MTIH ditempuh selama 6 tahun bagisiswa yang berijazah SD (6 tahun), dan ditempuh selama 4 tahun bagi siswa yang berijazah SLTP dan SMU. Selain itu MTIH juga mencakup:

1. Madrasah Tsanawiyah Darul Arafah (MTs Darul Arafah)

Dibuka pada tahun ajaran: 1986-1987. berstatus diakui berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sumatera Utara Nomor B/Wb.08.81/MTs/043/1995, tertanggal 11 Januari 1995.

2. Madrasah Aliyah Swasta Darul Arafah (MASDA)

Dibuka pada tahun pe;ajaran 1988-1989. berstatus diakui berdasarkan Keputusan Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI Nomor. E.IV/HK.005/170/1994, tertanggal 9 Desamber 1994.

3. Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arafah (STAIDA)

a. STAIDA membawahi 2 (dua) jurusan:

1. Jurusan Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) 2. Jurusan Ahwal Syakhsiyah (Syariah)

b. Proses Pembentukan.

(45)

1. Berdiri pada tanggal 8 Mei 1988, dengan izin operasional Dirjen Lembaga Islam Nomor 25/E/1990, dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Darul Arafah (STITDA).

2. Status terdaftar oleh SK Menteri Agama RI Nomor 206 tahun 1991 untuk STITDA jurusan pendidikan Agama Islam (Tarbiyah).

3. Diubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arafah (STAIDA) pada tahun 1995-1996 dengan pedoman SK Menteri Agama Nomor 53 tahun 1994 dan Nomor 159 tahun 1995 tentang pedoman pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.

2.6 Bahasa

Ciri khas Pesantren Darul Arafah adalah disiplin yang tinggi dan sehari-

harinya menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Untuk menghapal kata-kata

dalam bahasa Arab dan Inggris di pohon-pohon atau tempat-tempat tertentu

ditempel kata-kata atau idiom-idiom yang perlu mereka kuasai. Di samping itu

sebagai sebuah pesantren santri juga harus belajar kitab kuning yang menjadi

ciri khas dari sebuah pesantren. Namun karena pesantren Darul Arafah

merupakan pesantren Khalafi yang tidak mengutamakan pembelajaran Kitab

Kuning, pembelajaran Kitab Kuning hanya sesekali dilaksanakan secara

Sorogan yang bertempat di Mesjid Pesantren Darul Arafah.

(46)

Gambar 6 : Santri sedang melaksanakan kegiatan Muhadatsah/Latihan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris pada waktu sore hari.

Dokumentasi penulis

2.7 Kesenian

Kreatifitas santri dibuktikan dengan adanya ekstrakulikuler yang dibuat oleh

Pondok Pesantren Darul Arafah Raya sebagai wadah ajang kreatifitas bagi santri

dalam bidang kesenian, dalam hal ini bidang kesenian pondok memberikan wadah

bagi santri untuk berkekspresi dalam hal kesenian, ada beberapa macam kesenian

yang di buat untuk santri yaitu, Kaligrafi, Seni Tari, Musik, Nasyid, dan Seni

Beladiri. Dewasa ini banyak penghargaan atau prestasi yang telah ditorehkan oleh

santri dalam bidang kesenian tersebut, dalam skala internal kota, kecamatan

kabupaten maupun nasional, kegiatan santri dalam berseni ditanamkan sejak

mereka Tsanawiyah hingga mereka Alumni, sehingga seni yang tertempa dapat

diasah dan dikembangkan sesuai ajarannya.

(47)

2.8 Kegiatan Santri dan Dyah

Kegiatan dalam Pesantren Darul Arafah Raya dapat dibagi atas dua yaitu Formal dan Informal. Kegiatan formal adalah kegiatan dalam pesantren yang dilaksanakan pada jam pelajaran terjadwal yang penjatahan waktunya ditentukan dalam struktur program pengajaran. Sedangkan kegiatan informal dalam pesantren diluar kegiatan formal. Kegiatan informal terbagi atas dua yaitu Kurikuler dan Ekstrakurikuler. Kurikuller adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran terjadwal dan dilaksanakan secara teratur yang bertujuan agar santri lebih mendalami apa yang dipelajari dalam kegiatan Formal, cakupannya antara lain Praktek terjadwal di laboratorium seperti bahasa Arab, Inggris, Komputer dan Mengetik. Sedangkan Ektrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran terjadwal serta dilakukan pada waktu-waktu tertentu di pesantren seperti latihan pidato dalam bahasan Arab, Inggris dan bahasa Indonesia, Pramuka, Olahraga, Kesenian, Organisasi pelajar dan sebagainya.

Waktu KEGIATAN HARIAN

04.30 Bangun pagi

05.30 Salat subuh

06.00 Pelatihan bahasa (Arab/Inggris)

06.20 Mandi pagi/olahraga

07.30-13.20 Kegiatan belajar mengajar

13.30 Salat Dzuhur

14.00 Makan siang

15.00 Istirahat

(48)

16.00 Salat Ashar/membaca Al-Quran

16.30 Olahraga

17.40 Mandi sore

18.30 Salat maghrib/membaca Al-Quran

19.30 Makan malam

20.10 Salat Isya

21.00 Wajib belajar/membaca

22.30 Istirahat

KEGIATAN MINGGUAN SANTRI/SANTRI DYAH

Hari Waktu Kegiatan

11.00-12.30 Latihan pidato bahasa Arab

Kamis 14.00-16.00 Latihan Pramuka

20.30-22.00 Latihan pidato bahasa Indonesia 06.30-07.30 Senam pagi dan pembersihan umum Jumat 08.00-15.00 Kegiatan bebas

Ahad 20.30-22.00 Latihan pidato bahasa Inggris

(49)

2.9 Lantunan syair Al-I’tiraf

Lantunan syair Al-I‟tiraf dibacakan setelah adzan berkumandang, dilantunkan dengan suara yang indah dan nada yang tepat, lantunan ini dibacakan 5 waktu Sholat pasca adzan, hal ini di buat agar santri memiliki rasa bersalah ketika melakukan dosa dan ingin selalu bertaubat kepada Allah SWT, dan juga faham tentang kaidah syair Arab yang juga di pelajarin didalam Pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Adapun teks sya‟ir Al-I‟tiraf tersebut adalah sebagai berikut:

ْقَأ َلا َو * َلاْهَأ ِس ْوَد ْرِفْلِل ُتْسَل ًِْهلِا ِمٌِْحَجْلا ِراَن ىَلَع ى َو

Ilaahii latu lil firdausi ahlaan * wa laa aqwaa „alaa naaril jahiimi.

Arti: Ya Rabb, hamba memang tak layak memasuki surga-Mu * Tapi hamba juga tak akan sanggup memasuki neraka-Mu.

* ًِْب ْوُنُذ ْرِفْغا َو ًةَب ْوَت ًِْل ْبَهَف ِمٌْ ِظَعْلا ِبْنَّذلا ُرِفاَغ َكَّنِإَف

Fa hablii taubatan waghfir zunuubi * fa innaka ghaafirudzambil „azhiimi.

Arti: Maka terimalah taubat hamba ya Rabb, dan ampunilah segala dosa hamba * Sesungguhnya hanya Engkau yang bisa mengampuni dosa-dosa yang besar.

ِلَلاَجْلا اَذ اٌَ ًةَب ْوَت ًِْل ْبَهَف * ِلاَمِّرلا ِداَدْعَأ ُلْثِم ًِْب ْوُنُذ

Dzunuubii mitslu a‟daadir rimaali * fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali.

Arti: Banyaknya dosa-dosa hamba bagai butiran pasir di pantai * Maka terimalah taubat hamba Duhai Tuhan Yang Maha Tinggi.

ْىِلاَمِت ْحا َفٌَْك ٌدِئآ َز ًِْبْنَذ َو * ٍم ْوٌَ ِّلُك ًِْف ٌصِقاَن ْي ِرْمُع َو

Wa „umrii naaqishun fii kulli yaumi * wa dzambii zaa-idun kaifah timaali.

Arti: Sesungguhnya umur hamba selalu berkurang setiap hari * Tetapi justru dosa- dosa hamba bertambah setiap hari.

َكاَعَد ْدَق َو ِب ْوُنُّذلاِب اًّرِقُم * َكاَتَأ ً ِصاَعْلا َكُدْبَع ًِْهلِا

Ilaahii „abdukal „aashii ataaka * muqirran bidzdzunuubi wa qad da‟aaka.

(50)

Arti: Ya Tuhanku, hamba-Mu yang yang sering melakukan maksiat ini datang kepada-Mu * Hamba yang senantiasa berbuat dosa, dan sesun/gguhnya hamba memohon kepada-Mu.

َكا َو ِس ْوُج ْرَن ْنَمَف ْدُر ْطَت ْنِإ َو * ُلْهَأ َكاَذِل َتْنَأَف ْرِفْغَت ْنِإ ََ ف

Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun * wa in tathrud faman narju siwaaka.

Arti: Andai Kau beri ampunan kepada hamba maka itu adalah hak-Mu * Tapi jika Engkau meninggalkan hamba, maka kepada siapa lagi kami berharap.

2.10 Pelantun syair Al-I’tiraf

Pelantun syair Al-I‟tiraf ialah santri yang di tugaskan sebagai pelantun yang memiliki suara yang indah dan sesuai dengan qaidah pembacaannya. Lantunan ini di bacakan pasca adzan agar santri selalu ingat akan dosa yang telah mereka perbuat. Pelantun merupakan santri darul arafah kelas 4 (1 SMA) yang bernama Fahri Fauzan.

Gambar 7 : Pelantun syair Al.I‟tiraf

Dokumentasi penulis

(51)

BAB III

ANALISIS TEKSTUAL SYAIR AL-I’TIRAF DI PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA

3.1 Kajian Semiotik Tekstual

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Preminger (dalam Pradopo 1995:119) dalam sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri yang menyebabkan berbagai macam cara wacana mempunyai makna. Menurut Roland Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika Barthes merupakan pengembangan dari semiotika Saussure dengan menyelidiki hubungan antara tanda (signifier) dan petanda (signified) pada sebuah tanda (sign). Hubungan penanda dan petanda bukanlah kesamaan tapi ekuivalen. Bukannya yang kemudian membawa pada yang lain tetapi hubunganlah yang menyatukan keduanya (Kurniawan, 2001:22).

Hoed (dalam Nurgiyantoro 1995:40) berpendapat semiotik adalah ilmu atau

metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili

sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan

lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja,

melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini, walau harus diakui bahwa

bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Semiotik

merupakan ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-

lambang atau dalam bahasa Yunani berasal dari kata semeion, sistem-sistem

Gambar

Gambar 1 : Abu Nuwas di gambar oleh Jahlil Gibran pada 1916
Gambar 2 : Pintu Gerbang Pesantren Darul Arafah Raya.
Gambar 3 : Santri Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan Sholat  qobliah.
Gambar 4 : Santri Pondok Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan  kegiatan Muhadatsah (latihan Berbicara Bahasa Arab dan Inggris)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Setelah wilayah Deli dan Serdang ditaklukkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1862, wilayah Deli dan Serdang belum mengalami perkembangan yang

Pada awal penanaman nenas masyarakat lebih aktif mengelola lahan karena melihat adanya potensi pengembangan perekonomian dari hasil tanaman nenas karena di

Yayasan Pondok Pesantren Darul Fallah telah memulai kegiatan pendidikannya sejak 46 tahun yang lalu atau tepatnya pada tahun 1963. Sejak saat itu pula Yayasan PP Darul

Berdasarkan uraian diatas bahwa kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan SPT Tahunan-nya sangat penting guna meningkatkan pendapatan negara, terutama pada jenis

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI KECAMATAN MEDAN AREA KELURAHAN SUKARAMAI II DARI TAHUN 1970 2005 Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA LOUIS R PANJAITAN NIM 140706064

ONDERAFDEELING PADANG EN BEDAGEI (1887 1942) Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA M AGUNG KHATAMI NIM 160706035 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA

POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA NIM JAMAULI TAMPUBOLON

ANALISIS TARI BHARATANATYAM DAN MUSIK IRINGAN PADA UPACARA THAIPUSAM MASYARAKAT TAMIL DI KOTA BINJAI SKRIPSI DIKERJAKAN O L E H NAMA YOSIE KARNAEN NIM 130707041 UNIVERSITAS SUMATERA