LANTUNAN SYAIR
AL-I’TIRAFPASCA AZAN DI PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA DESA LAU BAKERI, KECAMATAN KUTALIMBARU, DELI SERDANG: ANALISIS MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI
SKRIPSI SARJANA O
L E H
NAMA: REZA RISKY SETIAWAN NIM : 120707001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis sampai pada akhir penulisan Skripsi penulis yang berjudul “Lantunan Syair Al-i’tiraf Pasca Azan Di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya Desa Lau Bakeri, Kecamatn Kutalimbaru, Deli Serdang: Aanalisis Makna Teks Dan Struktur Melodi”.
Dalam proses penyelesaian tulisan ini, banyak pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik dalam bentuk doa, semangat serta materi agar proses penyelesaian serta hal-hal yang dibutuhkan dapat terlaksana dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan ribuan terima kasih kepada kepada Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk nasehat, ilmu, dan perhatian yang telah ibu dan bapak berikan selama penulis kuliah di Program Studi Etnomusikologi.
Penulis juga berterima kasih kepada seluruh dosen di Program Studi
Etnomusikologi, Ibu Arifni Netrirosa, SST., M.A., selaku ketua Program Studi
Etnomusikologi, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris Program
Studi Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Bapak Drs.
Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.,Bapak Drs. Fadlin, M.A, Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs.
Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, Bapak Kumalo Tarigan, M.A.,seluruh dosen praktek musik, Buk Wawa beserta staff di Program Studi Etnomusikologi yang telah memberikan pembelajaran, bimbingan dan arahan kepada penulis hingga sampai pada tugas akhir penulis ini.
Penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Adi Suwarno dan Ibunda Rasiani.
Terima kasih atas segala kasih sayang dan ketulusan kalian sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Terima kasih untuk perhatian yang tak pernah berhenti terkhusus selama proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk semangat dan doa yang kalian panjatkan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga berterima kasih kepada kakak Siti Chairunnisyah, SE, abang Ipar Hendro Kesuma, Spd dan Adik Nirina Raudatul Zannah. dan juga kepada Nanda Syahfitri, S.Ak calon istri saya dan saudara - saudara saya yang juga memberikan semngat, perhatian agar saya bisa menyelesaikan studi saya di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih juga kepada seluruh ustadz dan ustadzah yang ada di Pondok
Pesantren Darul Arafah Raya yang juga memberikan saran dan masukan untuk
pengerjaan skripsi ini dan juga terima kasih kepada nara sumber penulis Opung
Naga Lubis pendiri Pesantren Darul Arafah Raya, Ustadz Surya Darmawan,
S.Ag, Ustadz Surya Choirul Ahsan, Ustadz Asril Pohan, L.c, Ustadz Umar Mukhtar, L.c, Ustadz Agus Susanto, S.Pdi, dan juga kepada Qori‟
(pelantun/pembaca) saudara Fahri Fauzan.
Terima kasih juga kepada teman-teman Etnomusikologi stambuk 2012,
terkhusus Yomi Harsa, S.Sn, Rivai Baiquni, S.Sn, Firlianda Ilham, S.Sn, Teguh
Alamsyah, S.Sn, Raudatul Jannah, S.Sn, Rahmatika Lutfiana Salikhah, S.Sn,
Intan, Marthin Sianturi, S.Sn, Philipus Aritonang, S.Sn, Yusuf Natanael Silaban,
Muhammad Sayuti, S.Sn, Nevo Kaban, S.Sn, Ade, Mario Sinaga, S.Sn, Suganda
Sasmita Tampubolon, S.Sn, yang selalu saling memberikan dukungan dalam
mengerjakan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman
kampus seperjuangan dari alumni Pondok Pesantren Darul Arafah Raya, Risky
Ramadhan Hrp, S.Pdi, Juli fadli, S.Pd, Mahmud Tarmidzi, Indra Sitepu, S.Tr, Riki
Riskiansyah, S.H, Andi Ilham, S.E, Manan, Joko kurniawan, S,Kom, Ichsandian
Siregar, S.Ked, Hasbi, Agus zulfi, Joko S, Phona, Devi, Julia Chausarina, dan
sahabat - sahabat IJTIHAD dan MEMORIES yang lainnya, terima kasih juga
kepada Mentari Saadah Nasution, Rido Kurniawan Pangestu, Jaka Suprapto, Rido
Sitepu, Fina Triana, Mira Yani, Tri juliwijaya, Yudistio, Muhajir, Vini, East,
Novi, Fadillah Osin, Terima kasih juga kepada Seluruh Dewan Pengurus Pusat
Ikatan Alumni Pesantren Darul Arafah Raya (DPP IKAPDA) abangda Eddy
Syahputra Siregar, SSTP, MAP, Ketua umum DPP IKAPDA, abangda Ali Sakti
Nasution, Sekum DPP IKAPDA, dan seluruh jajaran Pengurus Dewan pengurus
pusat Ikatan Alumni Pesantren Darul Arafah Raya yang selalu memberi semangat
kepada penulis. Kemudian penulis juga berterima kasih kepada Kanda Akbar
Andi Pulungan kak Wahyu Mustika Riski, Amd (kak way), Kak Nasrul Akmal, Kak Safri, Kak Ikhwan, dan seluruh Keluarga Besar Pramuka Universitas Sumatera Utara yang selalu siap memberikan semangat kepada penulis untuk pengerjaan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berperan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu pengetahuan Etnomusikologi.
Medan, 11 Juni 2019
Penulis
Reza Risky Setiawan
NIM: 120707001
ABSTRAK
Skripsi ini akan mengkaji tentang makna teks syair Al.I‟tiraf dan melodi syair Al.I‟tiraf. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengumpulan dan pengolahan data dengan beberapa cara yaitu studi kepustakaan (termasuk pustaka online), observasi, wawancara, perekaman data visual dan audio, serta kerja laboratorium. Penelitian ini menggunakan teori weighted scale untuk menganalisis struktur melodi untuk menganalisis makna teks digunakan teori semiotik soedjimaan dan zocst, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa makna teks bercerita tentang seorang hamba yang sedang meratapi kesalahan dan dosa- dosa pada masa lalu, dan memohon ampun kepaada Allah Subhanahu Wata‟ala.
Struktur melodi syair Al.I‟tiraf terdiri dari: (1) Struktur syair baris dengan keseluruhannya memakai tulisan arab. (2) Struktur melodi terdiri dari lima nada (F,G,A,B,C) nada dasar F, wilayah nada satu oktaf, nada yang sering dipakai A kemudian di ikuti oleh G,B,F, dan C, interval yang paling sering di pakai adalah skunde,
Kata kunci : Syair, Al,I‟tiraf, struktur Melodi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Pokok Permasalahan ... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11
1.4 Konsep Dan Teori ... 11
1.4.1 Konsep... 12
1.4.2 Teori ... ..13
1.4.2.1 Teori Weightes Scale ... 14
1.4.2.2 Teori Semiotik ... 15
1.5 Metode Penelitian ... 16
1.5.1 Kerja Lapangan (Field Work) ... 17
1.5.1.1 Studi Pustaka ... 18
1.5.1.2 Observasi ... 19
1.5.1.3 Wawancara ... 19
1.5.1.4 Dokumentasi ... 20
1.5.2 Kerja Laboratorium (Desk Work) ... 21
1.6 Lokasi Penelitian ... 21
BAB II GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA, DESA LAU BAKERI, KRCAMATAN KUTALIMBARU, KABUPATEN DELI SERDANG DAN LANTUNAN SYAIR AL-I’TIRAF 2.1 Sejarah Pondok Pesantren Darul Arafah Raya... 23
2.2 Santri dan Dyah di PondokPesantren Darul Arafah Raya ... 25
2.2.1 Santri ... 25
2.2.2 Santriwati (Dyah) Galih Agung ... 28
2.3 Sistem Religi ... 29
2.4 Sistem Kekerabatan ... 30
2.5 Sistem Pendidikan ... 31
2.6 Bahasa ... 32
2.7 Kesenian ... 33
2.8 Kegiatan Santri dan Dyah ... 34
2.9 Lantunan Syair Al-I‟tiraf ... 36
2.10 Pelantun syair Al-I‟tiraf ... 37
BAB III ANALISIS TEKSTUAL SYAIR AL-I’TIRAF DI PONDOK PENSANTREN DARUL ARAFAH RAYA 3.1 Kajian Semiotik Tekstual ... 38
3.2 Teks Syair Al-I‟tiraf dan Arti Al-I‟tiraf ... 46
3.3 Makna Teks Al-I‟tiraf ... 48
3.4 Struktur Teks Al-I‟tiraf ... 50
BAB IV ANALISIS MUSIKAL SYAIR AL-I’TIRAF DI PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA 4.1 Transkripsi Syair Al-I‟tiraf ... 60
4.2 Simbol Dalam Notasi ... 61
4.2.1 Tangga Nada ... 61
4.2.2 Nada Dasar ... 61
4.2.3 Wilayah Nada ... 62
4.2.4 Jumlah Nada ... 63
4.2.5 Jumlah Interval ... 64
4.2.6 Pola Kadensa ... 65
4.2.7 Formula Melodi ... 67
4.2.8 Kontur ... 68
BAB V KESIMPUAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR INFORMAN ... 75
Daftar Gambar
Gambar 1 : Abu Nuwas di gambar oleh Jahlil Gibran pada 1916...6
Gambar 2 : Pintu Gerbang Pesantren Darul Arafah Raya...22
Gambar 3 : Santri Pesantren Darul Arafah Raya sedang melaksanakan Sholat qobliah...25
Gambar 4 : Santri Pondok Pesantren Darul Arafah Raya sedang Melaksanakan kegiatan Muhadatsah...27
Gambar 5 : Pembagian Hadiah Santriwati / Dyah Galih Agung Pesantren Darul Arafah Raya...28
Gambar 6 : Santri sedang melaksanakan kegiatan Muhadatsah / Latihan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris pada waktu sore hari...32
Gambar 7 : Pelantun syair Al.I‟tiraf...36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam berasal dari bahasa Arab, yang artinya “memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa”, atau berarti juga menyerahkan diri, tunduk patuh dan taat kepada Allah SWT (Razak, 1971:56). Agama Islam merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan nama muslim yang berarti “seorang yang tunduk kepada Tuhan”, atau lebih lengkapnya adalah muslimin bagi laki-laki dan muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melaluli para Nabi dan Rasul utusannya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah SWT., Murodi (1977:113), menjelaskan bahwa Islam yang sudah berkembang di kawasan Timur Tengah, telah masuk ke Indonesia pada abad ke - 1 Hijriah (pada abad ke -7 Masehi). Selanjutnya, agama Islam secara resmi masuk ke Sumatera, yaitu wilayah Aceh pada abad ke-7 hijriah (pertengahan abad ke-12 Masehi). Hal ini terbukti dengan datangnya seorang mubaligh yang bernama Abdul Arief, pada tahun 1151 Masehi ke wilayah itu, untuk menyebarkan agama Islam.
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak
ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis
adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1- 4 H merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing. Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke - 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1- 4 H terdapat hubungan pernikahan antara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.
Tahun 1405-1407 Laksamana Cheng Ho menyebut bahawa nama Haru pada
saat itu dituliskan So-Lo-Tan Hut-Sing (Sultan Husin) yang membayar upeti ke
Tiongkok. Sedangkan tanda tanda Haru tidak menemukan pernyataan telah
beragama Islam selain bukti benda meriam yang bertuliskan asksara Arab dan
Karo. Dalam sejarah melayu bahwa sekurang – kurangnya 100 tahun telah
berdirinya kerajaan Haru yang telah memeluk agama Islam dalam laporan –
laporan penulis Cina “ Sejarah Melayu” berada dikota Rentang.
Dalam sejarah Melayu bahwa kerajaan Haru pada abad ke-15 M merupakan salah satu kerajaan besar Sumatera. Pada pertengahan abad ke-16 bersekutu pada Riau-Johor untuk melawan Penetrasi Aceh. Meski Aceh pun tetap saja mengirim ekspedisi militer untuk menghantam Haru yang kemudian berubah nama menjadi
“ Guri” dan di awal abad-17 menjadi “Deli”. Peperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar Muda mengutus seorang Laksamana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukan.
Untuk memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkan Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah Perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli pertama, wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada Tahun 1669 Deli memisahkan diri dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sdang melemah ketika itu dipimpin oleh raja perempuanRatu Taj Al-Alam Tsafiah Al-din.
Setelah Melayu memeluk agama Islam pada sebelumnya menganut
paganisme, berangsurangsur tidak lagi memperlakukan adat istiadat yang ber
bau syirik (menurut Islam). Namun tidak sepenuhnya pula bagian-bagian itu
hilang begitu saja, Islam dapat mengobahnya dengan memperlakukan tradisi
sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Melayu, tetapi telah distirilisasi
sehingga dapat diterima Islam maupun melayu. Karena bagaimana pun
ikatan tardisi yang telahlama diyakini tidak dapat dihilangkan dalam waktu
singkat. Dengan pelahan- lahan budaya disusupkan dengan nilai-nilai agama
Islam sehingga bentuk-bentuk paganisme berangsur-angsur terkikis sehingga
tidak lagi terbawa setelah masuk agama Islam. Demikian proses tersebut akhirnya dapat diterima menjadi bagian kehidupan masyarakat melayu.
Secara Historik dalam Agama Islam terdapat Lantunan yang indah yang di sebut syair. Secara terminologi, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa syair adalah ucapan yang atau susunan kata yang fasih yang terikat dengan rima (pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang berpola tetap) dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan memikat. Dalam bahasa melayu/Indonesia, satu koplet syair biasanya terdiri dari empat baris yang berahiran sama yaitu a,a,a,a. Sementara Ibnu Rasyiq lebih mempertegas adanya unsur kesengajaan, sebagaimana ia berkata : “Sesungguhnya syi‟r terdiri dari empat hal, yaitu lafadz, wazan, makna dan qafiah. Ini batasan syi‟r, karena ada sebuah ungkapan yang berirama dan berqafiah tetapi tidak dapat dikatakan syi‟r, karena tidak dibuat-buat dan tidak dimaksud syi‟r seperti Al-Qur‟an dan Hadits nabi”.Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka sangat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair untuk mendengarkan syair-syair mereka. Ada beberapa pasar tempat para penyair berkumpul, yaitu Pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majas. Di pasar-pasar itu para penyair menyanyikan syairnya yang telah disiapkan, sehingga warga sukunya mengelilingi penyair-penyair yang menjadi kebanggaannya.
Dipilihlah diantara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka'bah
tidak jauh dari patung dewa-dewa pujaan mereka. Seorang penyair mempunyai
kedudukan yang sangat amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Salah satu
pengaruh dari syair pada bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan
derajat seorang yang tadinya hina, atau sebaliknya dapat menghina-dinakan seseorang yang tadinya mulia.
Syair merupakan salah satu puisi lama, syair berasal dari Persia dan dibawa masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Dalam hal ini kata atau istilah Syair berasal dari bahasa Arab yakni Syi‟ir atau Syu‟ur yang berarti “perasaan menyadari”, yang kemudian kata Syu‟ur berkembang menjadi Syi‟ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum, Yang dalam perkembangannya Syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi. Syair pada waktu itu adalah bagian dari kehidupan orang-orang Arab pra Islam. Apa yang menjadi aktivitas orang-orang pra Islam pada waktu itu menjadi sebuah manifestasi yang begitu banyak yang diabadikan didalam puisi. Oleh karenanya tema-tema yang ada pada waktu itu berkisar hanya pada kegiatan sehari-hari mereka, terutama yang paling banyak menjadi tema adalah tentang kesukuan.
Syair pada waktu itu bisa menjadi sebuah senjata yang bisa membuat hasrat manusia berdebar, tersanjung, dan memuji sehingga orang yang mendengarkannya merasa terbuai.
Islam mengenal syair yang terkenal hingga penjuru negeri, yaitu syair Al-
I‟tiraf merupakan bahasa Arab yang artinya pengakuan, kata Al-I‟tiraf adalah kata
sifat yang menunjukan sebuah pengakuan hati atau curahan hati yang ingin di
ucapkan, dalam hal ini kata Al-I‟tiraf sering dipasangkan dengan syair yang biasa
kita dengar syair Al-I‟tiraf, syair yang berisi sebuah pengakuan diri dari seorang
hamba yang lemah kepada Tuhannya, syair yang terdiri dari beberpa bait bahasa
Arab yang artinya dapat menggugah kan jiwa dan mengingatkan kita tentang
kematian dosa dan memohon ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Al-I‟tiraf sendiri di tulis oleh seorang cendikiawan muslim pada masanya.
Syair Al-I‟tiraf sendiri ditulis oelah seorang Hamba atau seorang cendikiawan muslim yang sangat terkenal oleh karyanya dia dikenal dengan nama Abu Nawas, Penjelasan mengenai biografi beliau yang dilansir oleh wikipedia (http\\www.wikipedia.org) memaparkan mengenai biografi beliau adalah sebagai berikut. Beliau bernama lengkap Abu Nawas Al-Hasan bin Hini Al-Hakami, lahir pada 145 H (747 M) di Persia tepatnya di kota Ahvaz.
Gambar 1 : Abu Nuwas di gambar oleh Jahlil Gibran pada 1916
Ayahnya bernama Hani Al-Hakam, yang berasal dari Arab dan merupakan
anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita
Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Abu Nawas hidup pada masa Bani
Abbasiyah dan menjadi penyairhumoris pada masa pemerintahan Khilafah Abbasiyah (762-814M/145-199H), erapemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid Al- Abassi sejak kecil ia sudah yatim, ibunya kemudian membawanya ke Bashrah (Irak).Abu Nawas “dijual” oleh ibunya kepada seorangpenjaga toko dari Yaman, Sa‟ad al-Yashira. Semasa remaja, ia bekerja di sebuah toko di Basrah, Irak.
Kemudian ia pindah dari Bashrah kedaerah Kufah. Namun belum begitu jelas apa penyebab kepindahan ia ke Kufah. Saat pindah ke daerah Kufah itulah, ketampanan dan kecerdasannya menarik perhatian seorang penyair berambut pirang, Walibah3 Ibnu Al-Hubab al-Kufi. Abu Nawas muda pun dibeli dan dimerdekakannya. Al-Hubab mengajari Abu Nawas ilmu ketuhanan (teologi), bahasa Arab, dan puisi. (Diwanu Abi Nuwas, hal. 5). Setelah belajar dari al- Hubab, Abu Nawas lalu belajar juga kepada Khalaf Al-Ahmar, Muthi‟ bin Iyas, Hammad bin „Ajrad. Popularitas Abu Nawas menanjak karena kejenakaan syair- syair yang diciptakannya, sebuah gaya puisi yang bertentangan dengan tradisi syair di gurun pasir saat itu, ditambah dengan perilakunya yang suka mabuk (minum khamr) dan sejumlah syairnya yang mengeritik Al-Quran yang mengharamkan khamr.
Demikianlah, sebelum mendapatkan hidayah dan bertobat, Abu Nawas
dikenal sebagai penyair kontroversial. Bahkan buku-buku sejarah menyebut Abu
Nawas sebagai sastrawan cabul dan kotor. Dalam keadaan mabuk karena
meminum khamr, sambil „mengigau‟ atau berbicara tak karuan, ia sering
menggubah puisi yang membangga-banggakan minuman keras (puisi
khamriyat4). Ia sering keluar masuk penjara karena puisi-puisinya itu.Kehidupan
Abu Nawas berubah total menjadi Islami, menurut suatu riwayat, setelah suatu malam, pada bulan Ramadhan (diyakini sebagai Malam Qodar), dalam keadaan
“teler” ia didatangi seseorang tak dikenal. Orang itu berkata: “Hey Abu Nawas”, jika Kamu tidak bisa menjadi garam yang enak, maka jangan jadi lalat yang merusak” Kata-kata itu sangat berkesan pada diri Abu Nawas. Ia menyadari kesalahannya selama ini, merasa dirinya bukan garam, tapi lalat. Ia pun bertobat dan meninggalkan perilaku tidak Islaminya. Ia menjadi seorang ahli ibadah, rendah hati, rajin i‟tikaf di masjid, dan jarang berbicara. Meski demikian, ia tetap menggubah syair. Namun, syair-syairnya berganti warna, menjadi syair-syair dzikir dan senandung doa. Salah satu karyanya yang paling terkenal hingga kini, dijadikan senandung di pesantren-pesantren dan nasyid, adalah syair Al-I‟tiraf di atas.
Di kota Bashrah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan. Abu Nawas
digambarkan sebagai penyair multivisi, pengkhayal ulung, penuh canda, berlidah
tajam, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya
ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Sikapnya yang jenaka
menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh akan warna, Kegemarannya
bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda
tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Sejak mendekam di penjara, syair-
syair Abu Nawas berubah menjadi religius. Puisi berisi tentang syair pengingat
dosa dan kematian yang di karang Abu Nawas ini, itu boleh dibilang begitu
melegenda, seperti nama besar pengarangnya Abu Nuwas yang hingga kini tetap
dikenang dan diperbincangkan. Meski syair itu telah berumur hampir 11 abad,
namun tampaknya tetap akan abadi. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Adapun teks sya‟ir Al-I‟tiraf tersebut adalah sebagai berikut :
(Al-I‟tiraf)
ِمٌِْحَجْلا ِراَن ىَلَع ى َوْقَأ َلا َو * َلاْهَأ ِس ْوَدْرِفْلِل ُتْسَل ًِْهلِا
Ilaahii latu lil firdausi ahlaan * wa laa aqwaa „alaa naaril jahiimi.
ِمٌْ ِظَعْلا ِبْنَّذلا ُرِفاَغ َكَّنِإَف * ًِْب ْوُنُذ ْرِفْغا َو ًةَب ْوَت ًِْل ْبَهَف
Fa hablii taubatan waghfir zunuubi * fa innaka ghaafirudzambil „azhiimi.
ًِْل ْبَهَف * ِلاَمِّرلا ِداَدْعَأ ُلْثِم ًِْب ْوُنُذ ِلَلاَجْلا اَذ اٌَ ًةَب ْوَت
Dzunuubii mitslu a‟daadir rimaali * fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali.
ْىِلاَمِت ْحا َفٌَْك ٌدِئآ َز ًِْبْنَذ َو * ٍم ْوٌَ ِّلُك ًِْف ٌصِقاَن ْي ِرْمُع َو
Wa „umrii naaqishun fii kulli yaumi * wa dzambii zaa-idun kaifah timaali
َكاَعَد ْدَق َو ِب ْوُنُّذلاِب اًّرِقُم * َكاَتَأ ً ِصاَعْلا َكُدْبَع ًِْهلِا
Ilaahii „abdukal „aashii ataaka * muqirran bidzdzunuubi wa qad da‟aaka.
َكا َو ِس ْوُج ْرَن ْنَمَف ْدُر ْطَت ْنِإ َو * ُلْهَأ َكاَذِل َتْنَأَف ْرِفْغَت ْنِإَف
Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun * wa in tathrud faman narju siwaaka.
Syair AI‟tiraf sendiri mengandung kejenakaan, tapi bukan senda-gurau.
Simak saja liriknya: “Aku bukanlah ahli surga firdaus, tapi bukan pula orang yang
kuat menahan panas api neraka”. Kalau diartikan secara harfiah, doa itu memang
agak lucu: masuk surga tak pantas, masuk neraka tidak kuat.Teks syair Al-I‟tiraf
di atas adalah menceritakan tentang seorang hamba yang sudah melampau masa
penuh dosa dalam hidupnya, syair yang mengandung syarat akan memohon ampunan kepada yang maha kuasa agar di ampuni dari dosa lampaunya.Secara musikal, syair Al-I‟tirafini mengutamakan komunikasi tekstual dibandingkan musikalnya. Secaraetnomusikologis, syair Al-I‟tiraf ini dapat dikategorikan sebagai musik yang logogenik, yakni lebih mengutamakan sajian teks dibandingkan melodi atau ritmenya.
1.2 Pokok Permasalahan
1. Bagaimanakah makna tekstual yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada Santri di Ponpes Darul Arafah Raya?
2. Bagaimana struktur melodi sya‟ir Al-I‟tiraf dilantunkan di Ponpes Darul Arafah Raya?
3. Kearifan lokal seperti apa yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan
Penulis memiliki beberapa tujuan dalam penulisan skripsi ini. Berikut adalah tujuan tersebut:
1. Mengetahui dan menganalisis makna tekstual yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya.
2. Mengetahui dan menganalisis struktur melodi sya‟ir Al-I‟tiraf pada
penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya.
3. Mengetahui dan menganalisis kearifan lokal seperti apa yang terkandung dalam sya‟ir Al-I‟tiraf pada penduduk di Ponpes Darul Arafah Raya
1.3.2 Manfaat
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi:
1. Ponpes Darul Arafah Raya.
Penelitian ini diharapkan dapat membantuPonpes Darul Arafah Rayadalam melestarikan syair Al-I‟tiraf dengan metode melody
2. Kalangan akademis :
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalangan akademis mengenai tradisi Syair Al-I‟tiraf di Ponpes Darul Arafah Raya.
3. Penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan tentang Syair Al-I‟tiraf yang merupakan tradisi Ponpes Darul Arafah Raya
1.4 Konsep dan Teori
Agar jelas pemahaman mengenai konsep dan teori, maka di dalam skripsi ini dijelaskan dua terminologi tersebut. Merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.
Merton mendefinisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa
yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana
kita menentukan hubungan empiris” (Merton, 196389).Selanjutnya yang
dimaksud dengan teori yang menjadi dasar acuan di dalam skripsi ini adalah
merujuk kepada uraian Sumantri (1993:143), yang menurutnya, teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Teori juga merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor terntu dari sebuah disiplin keilmuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.
1.4.1 Konsep
Di dalam skripsi ini konsep yang perlu dijelaskan adalah: (1) sya‟ir Al-I‟tiraf (2) tekstual (3) melodi dan, (4) kearifan lokal. Penjelasan ini di perlukan untuk lebih mengarahkan tema penelitian yang penulis lakukan.
Yang pertama, Al-I‟tiraf merupakan salah satu Syair religius yang terkenal pada masa bani Abbasyiah, dari beberapa sumber berpendapat bahwa kata “Al- I‟tiraf” diambil dari bahasa Arab, yaitu “pengakuan.” pengakuan berarti ungkapan dengan metode syair dan bern ada dengan suara lembut untuk bermuhasabah diri atau mengingatkan diri akan dosa. Oleh karena bahasa yang digunakan tetap menggunakan teks Arab asli agar melekat dan tidak berubah artinya, arti kata Al- I‟tiraf perlahan berubah menjadi “Syair Abu Nawas” hingga menjadi kebiasaan masyarakat menyebut Syair Abu Nawas. Jadi, Syair Abu Nawas adalah pengakuan metode syair yang dilantunkan dengan makna lirik yang bertujuan untuk mengingatkan, menasehati, dan memberitahu kepada diri sendiri agar selalu ingat akan dosa yang di perbuat.
Kedua, tekstual Makna tekstual berkaiatan erat dengan isi suatu teks secara
keseluruhan. Kata yang sama tetapi berbeda jenis teksnya bisa mengakibatkan
makna yang berbeda pula. Dalam ilmu bahasa, morphology ialah ilmu yang mengkaji bagaimana morfem membentuk suatu makna tertentu. Sementara itu, dalam teks biologi kata morphology berarti suatu cabang biologi yang berhubungan dengan bentuk dan struktur tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Ketiga melodi, adalah suksesi linear nada musik yang dianggap sebagai satu kesatuan. Dalam arti yang paling harfiah, melodi adalah urutan nada dan jangka waktu nada, sementara, dalam arti lain, istilah tersebut memasukkan suksesi unsur musik lain seperti warna nada. Melodi sering terdiri dari satu atau lebih frasa musik atau motif, dan biasanya diulang-ulang dalam lagu dalam berbagai bentuk.
Melodi juga dapat digambarkan oleh gerak melodis mereka atau nada atau interval (terutama yg diperbantukan atau terpisah-pisah atau dengan pembatasan lebih lanjut), rentang pitch, dan melepaskan ketegangan, kontinuitas dan koherensi, irama, dan bentuk.
Keempat, kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
1.4.2 Teori
Sesuai dengan empat pokok masalah seperi yang telah dikemukakan pada
pokok permasalah di bab ini, maka setiap pokok masalah dipecahkan dengan
menggunakan teori-teori. (1) Untuk pokok masalah musikal, digunakan teori
“bobot tangga nada” (weighted scale); (2) pokok masalah tekstual digunakan teori semiotik.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Sumantri 1993:143). Sebagai landasan teori dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dari para ahli etnomusikolog serta antropolog dunia. Berikut adalah beberapa teori tersebut.
1.4.2.1 Teori Weighted Scale
Untuk menganalisis musikal Syair Al-I‟tiraf digunakan “teori” weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk menganalisisi melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan parameter atau kriteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu: (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa (cadencepatterns), (7) formula melodi (melody formula), dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).
Dalam hal ini, tangga nada dapat diartikan sebagai nada-nada yang digunakan
di dalam suatu komposisi musik, sebagai dasar pengembangan melodi atau
harmoni. Misalnya tangga nada C mayor di dalam kebudayaan musik Barat,
terdiri dari nada-nada c-d-e-f-g-a-b-c‟. Nada dasar adalah nada yang menjadi
pusat tonalitas suatu komposisi musik, misalnya nada dasar dari tangga nada C
Mayor di dalam kebudayaan musik Barat adalah nada c. Wilayah nada atau tebal nada atau interval, adalah jarak antara nada terendah dengan nada tertinggi yang terdapat dalam suatu komposisi musik, biasanya diukur dengan satuan laras, langkah, sent, dan lainnya. Jumlah nada adalah munculnya secara kuantitatif nada- nada dalan suatu komposisi musik, yang juga mempertimbangkan durasi atau nilainya.
Jumlah interval adalah bagaimana secara kuantitatif interval (jarak nada yang satu ke nada berikutnya) dalam suatu musik, biasanya diukur dengan istilah musik seperti prima murni, sekunde minor, sekunde mayor, ters minor, ters mayor, dan seterusnya. Pola-pola kadensa adalah beberapa nada di akhir-akhir frase atau bentuk melodi musik. Sementera formula melodi adalah bentuk-bentuk dasar yang membentuk keseluruhan rangkaian melodi. Sementara unsur melodi yang disebut kontur Adalah garis lintasan melodi. Dalam rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi Syair Al-I‟tiraf yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data audio ditranskripsi ke dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut dianalisis.
1.4.2.2 Teori Semiotik
Selanjutnya untuk menganalisis teks yang dinyanyikan, penulis menggunakan teori William P. Malm. Malm menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya.
Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut
silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15).Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah teks ini silabis atau melismatis, penulis menggunakan metode weighted scale yang dikemukakan oleh Bruno Nettl.
Selain itu dalam konteks menganalisis makna teks Syair Al-I‟tiraf ini penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Menurut Ferdinand de Saussure (perintis semiotika dan ahli bahasa), semiotik adalah the study of “the life of signs within society”.
Secara harafiah dapat diartikan dengan studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Selain itu, teori pendekatan semiotik sosial (social semiotics) yang diperkenalkan oleh Halliday juga menyatakan bahwa bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara atau jalan yang berhubungan dengan upaya ilmiah, maka
metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu: cara kerja untuk dapat memahami
objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1985:7).
Dengan demikian dalam tulisan ini penulis menerapkan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Peneletian yang bersifat deskriptif akan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara satu gejala dengan gejala lainya dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses yang dilakukan peneliti dalam mendapatkan data dan informasi mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek kehidupan tertentu pada objeknya.
Menurut Bruno Nettl (1964: 62-64) dalam penelitian etnomusikologi terdapat dua cara kerja yaitu field work (kerja lapangan) dan deskwork (kerja laboratorium). Dengan demekian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian serta untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan, penulis menggunakan kedua cara kerja tersebut.
1.5.1 Kerja Lapangan (Field Work)
Peristiwa dan fakta budaya pertunjukan musikal di lapangan, menjadi data
primer atau utama dalam konteks penelitian etnomusikologi. Lapangan yang
dimaksud dalam kajian etnomusikologi adalah peristiwa musikal yang
dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan sosial, di mana peristiwa musikal tersebut
terjadi. Dalam penelitian ini, peristiwa musikal adalah Lantunan syair Al-I‟tiraf
pasca adzan di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Kerja lapangan yang
dilakukan oleh penulis adalah dengan cara turun langsung pada objek yang akan
diteliti, yaitu melihat dan melantunkan langsung syair Al-I‟tiraf di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya. Dalam hal mendapatkan informasi serta data-data yang berkaitan penulis melakukan berbagai macam cara, yaitu melalui studi pustaka, observasi, wawancara atau interview, dan dokumentasi dengan uraian sebagai berikut.
1.5.1.1 Studi Pustaka
Pada tahap ini penulis dituntut untuk mendapatkan konsep dan teori serta informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukaan penelitian dan penulisan skripsi nantinya. Sehingga diperlukan membaca tulisan-tulisan ilmiah, situs internet, buku, dan informasi lain yang berkatitan dengan objek yang akan diteliti.
Dalam melakukan studi kepustakaan ini, dijumpai beberapa karya ilmiah berupa makalah, skripsi sarjana, dan artikel yang terkait dengan kajian penelitian penulis yakni lantunan syair Al-I‟tiraf pasca adzan di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya.
1. Muzawwir, menulis sebuah skripsi srjana di universitas Mataram yang berjudul Analisis Lirik Lagu “Sebuah pengakuan” Karya Abu Nawas:
Kajian Semiotika Charles Sanders Peirce. Skripsi ini diajukan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram. 2016.
2. Malm, William, P. 1977. Music Culture of The Pasific, Near East, And
Asia. Eaglewood CliNew Jersey: Prensentice Hall. ( Diterjemeahkan oleh
Muhammad Takari). Medan: USU Press.
3. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music, Near East, And Asia.
NorthWestern University Press. Marshall, C dan Rossman, 1995.
Designing Qualitative Reasearch, London: Sage Publication
4. Nurkancana, Bruno, 1964. Theory and Methode in Etnomusicology, London: Collier Mcmillan
5. Sammy Khalifah. 2017. Sejarah Awal Masuknya Islam ke Nusantara.
1.5.1.2 Observasi
Nurkancana (1986:142) mengatakan,“observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang dieperoleh dalam observasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan hal ini adalah merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan”.
Dalam tahap ini peneliti dituntut untuk melakuakan berbagai pengamatan pada saat proses kegiatan yang diteliti berlangsung. Sehingga peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Marshall (1995) “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior.” Artinya melalui observasi atau pengamatan, seorang peneliti melihat langsung dan belajar mengenai prilaku dan makna-makna dari apa yang diamatinya tersebut.
1.5.1.3 Wawancara
Terdapat tiga jenis wawancara yaitu wawancara berfokus (focused interview),
wawancara bebas (free interview), wawancara sambil lalu (casual interview)
(koentjaraningrat, 1986:139). Sebelum melakukan ketiga cara dalam wawancara tersebut, tentu saja penulis harus menyiapkan daftar pertanyaan yang perlu ditanyakan pada saat mewawancarai informan sesuai dengan topik penelitian.
Selain daftar pertanyaan keahlian dalam melakukan teknik wawancara agar informan menjawab dengan leluasa juga sangat diperlukan bagi seorang peneliti.
1.5.1.4 Dokumentasi
Untuk merekam data hasil penelitian dan wawancara penulis menggunakan smartphone Samsung J1 Ace dalam pengambilan gambar maupun perekaman video. Gambar yang didokumentasi adalah mengenai: lantunan syair Al-I‟tiraf, para penyair lantunanpasca adzan, pakaian yang digunakan dalam melantunkan sayir Al-I‟tiraf, lingkungan dan tempat dilksanakannya lantunan syair Al-I‟tiraf, dan aspek-aspek sejenis lainnya.
Selain gambar, dalam penelitian ini juga direkam secara auditif, lantunan syair Al-I‟tiraf. Rekaman untuk bahan dokumentasi ini adalah berbentuk audio dalam format mp3 (dalam ilmu teknologi informasi), yang dijadikan bahan dasar traskripsi dan analisis musik dalam rangkaian kajian musikal. Rekaman lainnya adalah berupa audiovisual (video), dalam format mp4, yang kemudian dijadikan dasar kajian.
Selain itu, untuk memback up data-data visual, audio, dan audiovisual ini,
dari media smartphone tadi penulis pindahkan (trasferring data) pada laptop dan
hard disk external dalam mendokumentasikan data-data yang bersangkutan, yang
diperoleh dari kerja lapangan.
1.5.1.6 Kerja Laboratorium (Desk Work)
Data - data yang telah terkumpul baik dalam bentuk rekaman gambar, audio, maupun audiovisual dan catatan selanjutnya diolah kembali dalam tahap kerja laboratorium, sebagaimana yang lazim disarankan di dalam disiplin etnomusikologi. Sehingga hasil kerja ini menentukan apakah kita penulis perlu mencari data tambahan atau justru sebaliknya mereduksi data yang tidak diperlukan.
Dalam kerangka kerja laboratorium ini, penulis melakukan analisis data, berupa transkripsi, dengan menggunakan perangkat lunak sibelius, namun dengan transkripsi secara manual, yang kemudian secara notasi dipindahkan ke notasi sibelius (notasi balok). Seterusnya data gambar diolah ke dalam format jpg dan diinsert ke word office, menurut format skripsi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Analisis data, keseluruhannya dilakukan di laboratorium, yang tentu saja spesifik etnomusikolgi. Analisis dilakukan melalui pendekatan etnomusikologis, namun dalam konteks multidisiplin ilmu. Analisis mencakup empat bidang, sesuai dengan pokok masalah yang telah ditentukan, yakni: musikal, tekstual, dan kearifan lokal.
1.6 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian adalah di Pondok Pesantren Darul Arafah Raya
Desa Lau Bekri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang, adalah sebuah
wilayah Pendidikan berbasis Agama Islam yang dipimpin oleh seorang Kepala
yayasan. Dibantu oleh para guru guru dan staf lainnya. Pondok Pesantren Darul
Arafah Raya ini merupakan salah satu institusi pendidikan berbasis Agama
terbesar di Sumatera Utara, yakni dengan jumlah santri dan santri wati yang
mencapai 3000 orang dan berbasis pendidikan mulai dari TK (taman kanak kanak)
sampai kejenjang Perguruan Tinggi STAIDA (Sekolah Tinggi Agama Islam Darul
Arafah).
BAB II
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUL ARAFAH RAYA, DESA LAU BAKERI, KECAMATAN KUTALIMBARU, KABUPATEN
DELI SERDANG DAN LANTUNAN SYAIR AL-I’TIRAF
2.1 Sejarah Pondok Pesantren Darul Arafah Raya
Gambar 2 : Pintu Gerbang Pesantren Darul Arafah Raya.
Dokumentasi penulis