• Tidak ada hasil yang ditemukan

ONDERAFDEELING PADANG EN BEDAGEI ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ONDERAFDEELING PADANG EN BEDAGEI ( )"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)ONDERAFDEELING PADANG EN BEDAGEI (1887-1942) Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA. : M. AGUNG KHATAMI. NIM. : 160706035. PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020. Universitas Sumatera Utara.

(2) Universitas Sumatera Utara.

(3) Universitas Sumatera Utara.

(4) Universitas Sumatera Utara.

(5) Universitas Sumatera Utara.

(6) KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah.SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga mendapatkan syafaat di kemudian hari kelak. Suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri kepada penulis ketika mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini untuk memperoleh Gelar Sarjana Sastra di Program Studi S-1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul penulisan skripsi ini berjudul Onderafdeeling Padang en Bedagei (1887-1942). Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pengalaman berharga dari bimbingan terutama pembimbing skripsi dan staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah semasa kuliah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri. Amiin Yaa Rabbal‟alaamin.. Medan,. Juli 2020. Penulis,. M. AGUNG KHATAMI NIM. 160706035. i Universitas Sumatera Utara.

(7) UCAPAN TERIMA KASIH. Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya bantuan baik moril, semangat, doa, dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang-orang yang berjasa dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penasihat Akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU. Terima kasih kepada para Wakil Dekan beserta seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi S-1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU, sekaligus sebagai pembimbing skripsi saya. Terima kasih atas segala arahan bimbingan, waktu luang dan bantuan yang telah bapak berikan. Segala pemikiran yang bapak kemukakan penulis jadikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU yang turut membantu dalam kelancaran penulisan ini. 3. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman, serta wawasan. Juga kepada staf administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan administrasi selama masa studi. 4. Kepada Ibu Habsari selaku pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia yang telah membantu penulis selama penelitian di ANRI dan juga kepada seluruh pegawai ANRI yang telah sabar membantu penulis dalam pencarian data.. ii Universitas Sumatera Utara.

(8) 5. Kepada kedua orang tua saya, Ayah M. Joni dan Mama Sri Ayu Ningsih yang telah berjuang bersama-sama dengan penulis dari awal masuk perkuliahan hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Gelar sarjana ini penulis persembahkan kepada ayah dan mama. Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas perjuangan ayah dan mama selama ini yang tak akan pernah bisa terbalas. 6. Kepada seluruh keluarga besar dari ayah dan dari mama yang terus memberikan dukungan tiada henti kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Kepada sahabat-sahabat penulis, Muhammad Ibrahim, Dendy Reza, Marasutan Pulungan, Mohammad Sultan Raliby, Ermanto Nainggolan, Miftah Nugraha, Dicky Hendardi Girsang, Mahzar Luthfi Lubis, M. Agam Adikara, Muhammad Fazli, Marselina, Widya Ummairoh Sudwi, Ayuna Adha Tanjung, Nurma Sari, Ita Servina Kaban, Arkini Sabrina, Falendina Purnamasari Siallagan. Semoga kebersamaan diantara kita yang telah terjalin selama ini tetap terpelihara. Terima kasih juga untuk seluruh teman-teman angkatan 2016 atas semua pengalaman baik suka maupun duka yang sangat berharga yang telah kita lewati bersama. 8. Kepada Bang Handoko, S.S, M.A, Bang M. Azis Rizky Lubis, S.S, dan Bang Kiki Maulana Affandi, S.S. Terima kasih karena telah membantu penulis selama ini.. Medan, Penulis,. Juli 2020. M. AGUNG KHATAMI NIM. 160706035. iii Universitas Sumatera Utara.

(9) DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................... i. UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................ ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv. DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi. DAFTAR TABEL................................................................................................. vii DAFTAR ISTILAH.............................................................................................. viii ABSTRAK............................................................................................................. x. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah........................................................... 1. BAB II. BAB III. 1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 4. 1.4 Tinjauan Pustaka....................................................................... 5. 1.5 Metode Penelitian..................................................................... 9. PADANG DAN BEDAGEI SEBELUM TAHUN 1887 2.1 Wilayah.................................................................................... 15. 2.2 Penduduk................................................................................. 19. 2.3 Pemerintahan........................................................................... 25. LATAR. BELAKANG. BERDIRINYA. ONDERAFDEELING. PADANG EN BEDAGEI 3.1 Ekspansi Perkebunan di Wilayah Padang dan Bedagei........... 33. 3.2 Mengekang Perlawanan dari Simalungun............................... 43. 3.3 Reorganisasi Pemerintahan di Sumatera Timur...................... 53. iv Universitas Sumatera Utara.

(10) BAB IV. PERKEMBANGAN. ONDERAFDEELING. PADANG. EN. BEDAGEI (1887-1942) 4.1 Penetapan Padang dan Bedagei Sebagai Onderafdeeling........ 61. 4.2 Wilayah.................................................................................... 63. 4.3 Penduduk.................................................................................. 71. 4.4 Sistem Pemerintahan di Onderafdeeling Padang en Bedagei 4.4.1 Sistem Birokrasi di Onderafdeeling Padang en Bedagei................................................................... 79 4.4.2 Pendapatan dan Anggaran Belanja Onderafdeeling Padang en Bedagei................................................. 94 4.4.3 Hubungan dengan Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei.............................................................. ......... 102 4.4.4 Pembentukan Gemeente Tebing Tinggi...................... 107 4.5 Perkembangan Sarana dan Prasarana 4.5.1 Perkembangan Sarana Transportasi........................... 112 4.5.2 Fasilitas Pendidikan................................................... 118 4.5.3 Fasilitas Kesehatan..................................................... 121. 4.5.4 Pelabuhan................................................................... 125 4.5.5 Pasar........................................................................... 129 4.5.6 Perusahaan Air Bersih dan Jaringan Telekomunikasi. 131. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan............................................................................... 134 5.2 Saran......................................................................................... 139. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 140. v Universitas Sumatera Utara.

(11) DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Wanita Simalungun yang sedang menumbuk padi............................. 21. Gambar 2. Rumah Administrator perusahaan Rambungan dari Tabakmaatschappij Arendsburg di lanskap Bedagei. 1884................ 24. Gambar 3. Foto Tuan Robert ketika pembukaan perusahaan onderneming Arendsburg di Lanskap Bedagei.......................................................... 36. Gambar 4. Pembukaan Lahan Perkebunan Baru di Lanskap Bedagei.................. 38. Gambar 5. Jalan dari perusahaan Pangkalan ke perusahaan Sibarau dari perusahaan tembakau Arendsburg di lanskap Bedagei....................... 47. Gambar 6. Reorganisasi Atas Keresidenan Sumatera Timur Pada Tahun 1887... 58. Gambar 7.Peta Onderafdeeling Padang en Bedagei............................................. 64. Gambar 8. Transportasi Sampan untuk pengiriman hasil perkebunan tembakau di Onderafdeeling Padang en Bedagei................................................ 68. Gambar 9. Bendungan yang terbuat dari kayu di Sungai Bedagei........................ 70. Gambar 10. Peta Sungai Rampah di Lanskap Bedagei......................................... 82. Gambar 11. Perkebunan Kelapa di Onderneming Firdaus.................................... 96. Gambar 12. Jembatan di atas Sungai Padang........................................................ 99. Gambar 13. Jalan hutan di Onderafdeeling Padang en Bedagei........................... 115. Gambar 14. Pintu masuk Centraal Hospitaal Tebing Tinggi............................... 124. vi Universitas Sumatera Utara.

(12) DAFTAR TABEL. Tabel 1. Perkebunan di Padang dan Bedagei hingga Tahun 1886........................... 35 Tabel 2. Jumlah Penduduk Onderafdeeling Padang en Bedagei Pada Tahun 1913-1930................................................................................................... 74 Tabel 3. Jumlah Penduduk Onderafdeeling Padang en Bedagei Pada Tahun 1934............................................................................................................ 77 Tabel 4. Nama-Nama Kontrolir Onderafdeeling Padang en Bedagei Pada Tahun 1886-1942....................................................................................... 86 Tabel 5. Nama-Nama Pejabat Cina di Onderafdeeling Padang en Bedagei ........... 89 Tabel 6. Pendapatan Pajak di Bandar Kalipah dan Tanjung Beringin Pada Tahun 1918-1924................................................................................................. 97 Tabel 7. Gaji Para Pejabat di Onderafdeeling Padang en Bedagei Pada Tahun 1927-1929...................................................................................... 98 Tabel 8. Penurunan Jumlah Ekspor Pelabuhan Tanjung Beringin dan Bandar Kalipah Tahun 1914-1920............................................................ 126 Tabel 9. Pendapatan Pasar di Onderafdeeling Padang en Bedagei Pada Tahun 1931-1933.................................................................................... 131. vii Universitas Sumatera Utara.

(13) DAFTAR ISTILAH. Afdeeling. : Wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari keresidenan atau provinsi dan dikepalai oleh seorang asisten residen.. Asisten Residen. :Pejabat pemerintah yang mengepalai wilayah afdeeling.. Bau. : Ukuran luas tanah, 1 bau = 7,0965 meter atau 0,79 hektar.. Burgemeester. : Pejabat pemerintahan gemeente yang dirangkap oleh asisten residen.. Controleur/Kontrolir:Pejabat Pemerintah yang mengepalai wilayah onderafdeeling. Cultuurgebied. : Wilayah budaya perkebunan.. Decentralisatie wet : Undang-Undang Desentralisasi. Gemeente. : Pemerintah kota.. Gemeentefonds. : Lembaga yang bertugas merencanakan dan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan rencana penetapan suatu wilayah menjadi gemeente.. Grant. : Bentuk dari kepemilikan hak atas tanah secara individu dan tidak diterbitkan di atas tanah konsesi.. Kampungkassen. : Otonomi kampung yang mengurus wilayahnya sendiri yang dikepalai oleh seorang kepala kampung.. Onderafdeeling. : Sebuah wilayah yang berada di bawah afdeeling yang dipimpin oleh seorang kontrolir.. Pematang. : Dataran yang lebih tinggi dari rawa.. viii Universitas Sumatera Utara.

(14) Plaatselijk Fonds. : Badan Urusan kota.. Recht van Opstal. : Suatu hak kebendaan untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman di atas tanah milik orang lain.. Voorzitter. : Pejabat pemerintahan gemeente yang dirangkap oleh kontrolir.. Zelfbestuur. : Pemerintahan sendiri/swapraja.. Zelfbestuurder. : Pemimpin wilayah pemerintahan sendiri/swapraja.. ix Universitas Sumatera Utara.

(15) ABSTRAK Skripsi yang berjudul Onderafdeeling Padang en Bedagei (1887-1942) ini merupakan sebuah kajian wilayah pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Sumatera Timur. Penelitian skripsi ini menggunakan metode sejarah yang akan dijelaskan secara struktural sesuai dengan periode suatu peristiwa sejarah. Tahapan awal dalam penelitian ini adalah mencari data pendukung ke berbagai perpustakaan dan lembaga yang dianggap dapat menjadi sumber data dalam penelitian, misalnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Tengku Lukman Sinar, Perpustakaan USU dan Perpustakaan Kota Medan. Setelah sumber-sumber terkumpul maka selanjutnya adalah melalukan penyaringan data-data yang kemudian untuk dilakukan proses analisis hingga tahap terakhir dengan melakukan penulisan skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai pemerintahan Padang-Bedagei pada masa onderafdeeling. Namun, sebelumnya perlu dijelaskan mengenai kondisi Padang-Bedagei sebelum menjadi onderafdeeling serta dijelaskan pula latar belakang terbentuknya Onderafdeeling Padang en Bedagei hingga perkembangan yang terjadi setelah ditetapkan sebagai onderafdeeling. Latar belakang yang menjadi dasar ditetapkannya Padang-Bedagei sebagai onderafdeeling adalah terjadinya reorganisasi pemerintahan di Keresidenan Sumatera Timur. Pada reorganisasi tersebut wilayah Onderafdeeling Padang en Bedagei berada di dalam wilayah Afdeeling Deli. Sebelum ditetapkan sebagai onderafdeeling, wilayah ini telah dijadikan cultuurgebied/wilayah perkebunan oleh Belanda. Namun sulitnya mendapatkan konsesi lahan di wilayah ini terkhusus dari Kerajaan Padang sehingga Sultan Deli mencopot kedudukan Raja Padang dan menggantikannya dengan salah seorang kerabatnya. Mendengar berita tersebut membuat Raja Raya Tuan Rondahaim yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Padang menjadi marah dan melalukan penyerangan terhadap pemerintah Belanda dan Melayu. Oleh karena terganggunya keamanan di wilayah itu, maka ditempatkan seorang kontrolir di Tebing Tinggi yang bertujuan untuk mengawasi pemberontakan Raya tersebut. Setelah berdirinya Onderafdeeling Padang en Bedagei, wilayah ini terus mengalami perkembangan seperti pertambahan wilayah, penduduk dan struktur pemerintahan. Dalam struktur pemerintahan dapat dilihat dari perkembangan struktur birokrasi pemerintahan, pendapatan dan anggaran belanja, hubungan dengan Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei, serta pembentukan Gemeente Tebing Tinggi. Selain itu, untuk memberikan kenyamanan dan kehidupan yang layak bagi penduduknya maka didirikan beberapa sarana dan prasarana seperti pembangunan infrastruktur transportasi, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, pelabuhan, pasar, perusahaan air bersih dan jaringan telekomunikasi. Kata kunci: Onderafdeeling, Padang, Bedagei, Pemerintahan, Tebing Tinggi.. x Universitas Sumatera Utara.

(16) BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah Onderafdeeling Padang en Bedagei. 1. merupakan salah satu wilayah. administrasi pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Sumatera Timur yang dipimpin oleh seorang controleur berpusat di Tebing Tinggi 2 . Disebut dengan Onderafdeeling Padang en Bedagei karena wilayah pemerintahannya meliputi Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei 3 . Di mana kedua kerajaan tersebut sesungguhnya merupakan wilayah taklukan Kerajaan Deli4. Terdapat paling tidak tiga hal yang menarik tentang onderafdeeling ini. Pertama, sejak ditetapkannya sebagai onderafdeeling di tahun 1887 hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di tahun 1942 nama onderafdeeling ini tidak pernah berubah. Padahal, ada beberapa onderafdeeling lain yang berubah saat terjadi reorganisasi. pemerintahan. 5. atas. Keresidenan. Sumatera. Timur.. Misalnya,. Onderafdeeling Deli yang berubah wilayahnya menjadi Onderafdeeling Boven Deli. 1. Wilayah ini sekarang meliputi Kota Tebing Tinggi dan sebagian wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. 2 Atika Putri Ananda, “Gemeente Tebing Tinggi (1917-1942)”, dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan, Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2019, hal. 2. 3 Henri Dalimunthe, “Terbentuknya Keresidenan Sumatera Timur 1858-1887”, dalam Tesis S-2 belum diterbitkan, Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2016, hal. 109. 4 Danil Ahmad, dkk, Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi, Tebing Tinggi: Bappeda Tingkat II Tebing Tinggi, 1995, hal. 23. 5 Setelah tahun 1887 Keresidenan Sumatera Timur mengalami reorganisasi pemerintahan di tahun 1897 dan tahun 1910.. 1 Universitas Sumatera Utara.

(17) dan Onderafdeeling Beneden Deli6 setelah reorganisasi pemerintahan dari Afdeeling Deli menjadi Afdeeling Deli en Serdang pada tahun 19107. Kedua, Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei memiliki sistem pemerintahan yang berbeda. Di mana Kerajaan Padang dipimpin oleh raja merupakan keturunan Simalungun bermarga Saragih yang memiliki hubungan dengan Kerajaan Raya. Sedangkan Kerajaan Bedagei merupakan keturunan Melayu yang memiliki hubungan dengan Kerajaan Deli. Namun, Belanda dapat menyatukan keduanya menjadi sebuah wilayah administrasi berbentuk onderafdeeling di bawah Afdeeling Deli. 8 Ketiga, umumnya gemeente yang ada di Keresidenan Sumatera Timur berada di ibukota afdeeling, tetapi hanya Onderafdeeling Padang en Bedagei yang memiliki gemeente, yakni Tebing Tinggi. Selebihnya semua berada di pusat afdeeling, seperti Gemeente Medan berada di pusat Afdeeling Deli en Serdang sekaligus sebagai pusat Keresidenan Sumatera Timur, Gemeente Binjai berada di pusat Afdeeling Langkat, Gemeente Tanjung Balai berada di pusat Afdeeling Asahan, dan Gemeente Pematang Siantar berada di pusat Afdeeling Simeloengoen en Karo Landen9. 6. Wilayah lainnya yang berubah adalah dipisahkan Onderafdeeling Langkat Hulu dan Langkat Hilir dan bergabung dalam Afdeeling langkat. 7 Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang, Medan: Tanpa Penerbit, 1991, hal. 190. 8 Erika Revida Saragih, dkk, Napoleon der Bataks: Kisah Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih Melawan Belanda di Sumatera Timur 1828-1891, Medan: USU Press, 2013, hal. 92. 9 Atika Putri Ananda, Op.cit., hal. 46.. 2 Universitas Sumatera Utara.

(18) Untuk membentuk suatu pemerintahan, tentunya perlu ada kriteria tersendiri agar daerah pemerintahan tersebut dapat bertahan lama. 10 Hal yang demikian tentunya juga berlaku dalam proses pembentukan wilayah Onderafdeeling Padang en Bedagei. Untuk mengkonfirmasi kriteria tersebut, Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencarian informasi mengenai wilayah, ekonomi serta politik pada wilayah Padang dan Bedagei, sehingga Pemerintah Kolonial Belanda memiliki dasar untuk bisa menetapkan Padang dan Bedagei sebagai sebuah onderafdeeling.11 Selama ditetapkan sebagai onderafdeeling, wilayah tersebut pasti mengalami perkembangan sehingga tetap dipertahankan dalam waktu yang sangat lama oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Dari uraian di atas, maka penelitian ini diberi judul Onderafdeeling Padang en Bedagei (1887-1942). Penelitian ini mencakup sejarah Kerajaan Padang, Kerajaan Bedagei, dan Gemeente Tebing Tinggi pada masa kolonial Belanda. Batasan awal penelitian ini di tahun 1887 sesuai dengan penetapan Onderafdeeling Padang en Bedagei yang tercantum dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 21 Tahun 1887. Batasan akhir penelitian ini di tahun 1942 karena berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda dan masuknya kekuasaan Jepang. Kemudian, pemerintah Jepang mengubah nama onderafdeeling menjadi fuku-bunshucho. Hal ini merupakan salah. 10. Francien van Aanrooi, De Koloniale Staat (Negara Kolonial) 1854-1942 Edisi Revisi, Leiden: Tanpa Penerbit, 2014, hal. 14. 11 Tengku Lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang 2, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1986, hal. 46.. 3 Universitas Sumatera Utara.

(19) satu strategi Jepang agar semua jabatan-jabatan pemerintahan dipegang oleh orang Jepang dan bawahannya adalah orang-orang pribumi.12. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan menjelaskan tentang Onderafdeeling Padang en Bedagei. Penjabaran permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan melalui pertanyaanpertanyaan utama sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi Padang dan Bedagei sebelum tahun 1887? 2. Apa latar belakang berdirinya Onderafdeeling Padang en Bedagei? 3. Bagaimana perkembangan Onderafdeeling Padang en Bedagei (1887- 1942)?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kondisi Padang dan Bedagei sebelum tahun 1887. 2. Menjelaskan latar belakang berdirinya Onderafdeeling Padang en Bedagei. 3. Menguraikan perkembangan Onderafdeeling Padang en Bedagei pada tahun 1887-1942.. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 12. Danil Ahmad, dkk, Op.cit., hal 45.. 4 Universitas Sumatera Utara.

(20) 1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah kajian tentang Sejarah Kerajaan Padang, Kerajaan Bedagei, dan Gemeente Tebing Tinggi pada masa kolonial. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan masyarakat Kota Tebing Tinggi serta masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai khususnya untuk lebih mengetahui tentang Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Serdang Bedagai ini pada masa lampau khususnya dimasa kolonial Hindia Belanda. 3. Aspek praktis yang bisa diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menjadi bahan acuan bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Serdang Bedagai dalam mengambil keputusan maupun kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Serdang Bedagai saat ini dan kedepannya.. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Onderafdeeling Padang en Bedagei secara terfokus sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Oleh karenanya, sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah melakukan pencarian kepustakaan yang memiliki keterkaitan dalam penelitian ini nantinya. Pencarian tersebut berupa buku dan skripsi dalam kajian penelitian ini. Sumber pertama yang memberikan informasi mengenai sejarah kota Tebing Tinggi sebagai pusat Onderafdeeling Padang en Bedagei adalah buku Danil Ahmad,. 5 Universitas Sumatera Utara.

(21) dkk (1995) yang berjudul Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi. Buku ini menjelaskan mengenai sejarah Kerajaan Padang yang merupakan bagian wilayah Onderafdeeling Padang en Bedagei. Buku ini juga menjelaskan. mengenai. konflik. yang. terjadi. di. Kerajaan. Padang. karena. diberhentikannya Raja Padang dan digantikan oleh kerabat dari Kerajaan Deli sehingga menempatkan seorang controleur di wilayah Padang dan Bedagei. Buku ini juga menjelaskan hubungan antara Kerajaan Padang dengan kerajaan lainnya. Serta buku ini juga menjelaskan pembentukan Gemeente Tebing Tinggi yang masuk ke dalam kajian penelitian ini. Selanjutnya, untuk memahami hal-hal umum dalam kebijakan pusat yang mempengaruhi kebijakan bawahannya dapat dijelaskan dalam buku Tengku Lukman Sinar (1971) yang berjudul Sari Sedjarah Serdang Djilid I. Buku ini menjelaskan mengenai keadaan Sumatera Timur pada masa kolonial Belanda yang mempengaruhi wilayah lainnya yang ada dalam Keresidenan Sumatera Timur. Buku ini menjelaskan mengenai reorganisasi pemerintahan di Sumatera Timur, di mana Onderafdeeling Padang en Bedagei terdapat di dalamnya. Buku ini juga menjelaskan awal mula masuk, berkembang, dan berakhirnya pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Timur. Buku ini juga menjelaskan pengaruh kekuasaan kolonial di berbagai wilayah sehingga dapat menjadi pembanding dengan kebijakan kolonial yang ada di Onderafdeeling Padang en Bedagei. Selanjutnya, dalam memahami permasalahan yang ada di Sumatera Timur dapat dijelaskan oleh buku Daniel Perret (2010) yang berjudul Kolonialisme dan. 6 Universitas Sumatera Utara.

(22) Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut. Buku ini dapat menjelaskan masuknya bangsa Eropa ke Sumatera Timur dan berkembangnya ekonomi perkebunan. Perkembangan perkebunan sehingga mendatangkan para investor asing ke Wilayah ini. Buku ini juga menjelaskan kedatangan etnis-etnis lain ke wilayah Sumatera Timur sehingga menambah populasi yang ada di wilayah-wilayah dalam Keresidenan Sumatera Timur termasuk Padang dan Bedagei. Selain itu juga dijelaskan mengenai upaya pemecahan di antara masyarakat-masyarakat setempat yang dilakukan oleh pemerintah kolonial agar dapat dengan mudah menguasai wilayah-wilayah di Sumatera Timur. Dalam buku ini, penulis juga menemukan beberapa hal yang secara khusus menyangkut wilayah Padang dan Bedagei seperti hasil komoditas wilayah ini sebelum berkembangnya budaya perkebunan. Kemudian, terdapat sebuah jurnal yang menjelaskan secara langsung mengenai permasalahan di Padang dan Bedagei adalah karya Edi Sumarno, dkk berjudul Tebing Tinggi as the Central of Onderafdeeling Padang en Bedagei. Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa permulaan pembentukan Onderafdeeling Padang en Bedagei disebabkan perkembangan perkebunan yang meluas ke wilayah itu. Perkembangan ini yang akhirnya mendapat perlawanan dari Kerajaan Raya untuk melakukan penyerangan di Kerajaan Padang. Hal ini akhirnya yang membuat pemerintah Belanda menempatkan seorang controleur di Tebing Tinggi. Oleh karena itu, sumber ini sangat membantu peneliti dalam menyikapi hal-hal yang terjadi di Padang dan Bedagei sehingga terbentuk menjadi sebuah onderafdeeling.. 7 Universitas Sumatera Utara.

(23) Tesis Henri Dalimunthe (2016) yang berjudul Terbentuknya Keresidenan Sumatera Timur (1858-1887) yang membahas tentang terbentuknya Keresidenan Sumatera Timur. Dalam tesis ini membahas tentang perpindahan ibukota Keresidenan dari Bengkalis ke Medan yang sekaligus reorganisasi pemerintahan di Keresidenan Sumatera Timur. Reorganisasi itu yang menjadi acuan dalam penatapan wilayah Onderafdeeling Padang en Bedagei di bawah wilayah Afdeeling Deli en Serdang. Tesis ini juga membantu penulis dalam memahami permasalahan yang terjadi di Sumatera Timur sehingga terjadi beberapa kali reorganisasi pemerintahan. Selain itu, tesis ini juga membantu penulis dalam memahami sistem pemerintahan Melayu di Sumatera Timur. Karya terakhir yang dapat membantu penulis untuk menjelaskan mengenai perkembangan Onderafdeeling Padang en Bedagei dan pembentukan gemeente Tebing Tinggi adalah skripsi Atika Putri Ananda yang berjudul Gemeente Tebing Tinggi, 1917-1942. Pada salah satu bab dalam skripsi ini menjelaskan Onderafdeeling Padang en Bedagei sebelum menetapkan pusat onderafdeeling yakni Tebing Tinggi menjadi sebuah gemeente. Skripsi tersebut menjelaskan bahwa telah dilakukan penelitian terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman tembakau di wilayah Padang dan Bedagei. Penelitian sangat sulit dilakukan karena merupakan daerah yang masih asing dan tidak tersedianya peta wilayah itu. Penjelasan mengenai Onderafdeeling Padang en Bedagei di dalam skripsi ini hanya sampai ditetapkannya Tebing Tinggi sebagai gemeente yang membedakan dari penelitian yang penulis lakukan dengan menjelaskan secara terfokus Onderafdeeling Padang en Bedagei.. 8 Universitas Sumatera Utara.

(24) 1.5 Metode Penelitian Setiap penelitian diwajibkan menggunakan metode penelitian. Metode penelitian merupakan suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Peristiwa sejarah pada masa lampau yang direalisasikan dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi), tentu harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan masa lampau. 13 Pada penerapannya, metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahapan pertama adalah heuristik. Secara sederhana heuristik berarti proses pengumpulan sumber-sumber historis yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam kaitannya dengan hal ini, peneliti telah melakukan studi arsip dan studi pustaka. Studi arsip dilakukan untuk memperoleh data-data primer dari objek yang diteliti. Studi arsip dilakukan mengingat cakupan periode yang dikaji merupakan periode kolonial. Peneliti telah mengumpulkan arsip-arsip yang berkaitan dengan Onderafdeeling Padang en Bedagei yang didapatkan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Pencarian sumber di ANRI dilakukan pada awal bulan Februari hingga awal Maret 2020 yang merupakan pengalaman pertama peneliti melakukan kajian arsip.. 13. Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah terjemahan dari Nugroho Notosusanto Cetakan ke-4, Jakarta: UI Press, 2006, hal. 39.. 9 Universitas Sumatera Utara.

(25) Pencarian data hari pertama di ANRI, penulis nengalami kesulitan karena merupakan penelitian yang pertama. Namun karena sering melakukan diskusi dengan senior sebelumnya yang pernah melakukan arsip dan bimbingan dari petugas arsip sehingga peneliti dapat mengumpulkan data-data arsip yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Data pertama yang penulis dapatkan adalah Memorie van Overgave (MvO) yang serupa dengan laporan serah terima jabatan. Laporan ini ditulis oleh pejabat Controleur Padang en Bedagei pada saat akhir periode pemerintahannya. Biasanya laporan ini memuat segala kebijakan dan kejadian seputar wilayah pemerintahannya. Selain MvO Onderafdeeling Padang en Bedagei, peneliti juga telah mengumpulkan MvO Afdeeling Deli en Serdang karena onderafdeeling ini bagian dari wilayah pemerintahannya. Kemudian peneliti telah mengumpulkan MvO Residen Sumatera Timur, di mana laporannya mencakup willayah Sumatera Timur. Setelah menemukan MvO, di ANRI peneliti juga menemukan data-data lain seperti Regeering Almannak. Dalam arsip ini berisi tentang laporan tahunan yang terdiri dari beberapa topik bahasan. Dalam laporan ini peneliti menemukan namanama pejabat yang menjabat di wilayah pemerintahan Onderafdeeling Padang en Bedagei. Kemudian dari Regeering Almanak peneliti menemukan sumber Staatsblad van Nederlandch Indie. Staatsblad ini serupa dengan Lembaran Negara yang memuat peraturan atau Undang-Undang Hindia Belanda. Kemudian setelah mendapatkan Staatsblad maka sumber tersebut akan merujuk pada data Besluit pemerintah. Besluit ini berisikan tentang keputusan pemerintah yang berawal dari hasil keputusan rapat yang diselenggarakan pemerintah dalam membuat suatu peraturan yang baru.. 10 Universitas Sumatera Utara.

(26) Di ANRI, peneliti juga menemukan arsip Binnenlandsch Bestuur (BB) yang berisikan tentang keputusan yang dibuat oleh Departemen Dalam Negeri. Dalam arsip ini memuat tentang keputusan yang dibuat oleh pejabat yang menaungi willayah Onderafdeeling Padang en Bedagei. Kemudian peneliti berhasil menemukan arsip Ensyclopaedie van Nederlands Indie yang memuat tentang ringkasan atau rangkuman mengenai sejarah singkat wilayah Padang dan Bedagei. Selain menemukan sumbersumber tertulis, peneliti juga menemukan peta kartografi berupa peta salah satu wilayah di Onderafdeeling Padang en Bedagei yaitu peta Sungai Rampah. Dari data-data di atas yang berhasil peneliti temukan di ANRI, ada satu data lagi yang peneliti dapatkan yaitu Kolonial Verslag. Data ini berisikan mengenai laporan tahunan yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial mengenai semua aspek pemerintahan dan kehidupan politik, sosial, ekonomi, beserta statistiknya. Data ini peneliti dapatkan dari salah seorang petugas ANRI. Data-data yang didapat dari ANRI seperti MvO dan peta kartografi dimuat dalam bentuk digital atau CD, sedangkan data lainnya dalam bentuk hardcopy. Datadata yang terdapat dalam CD kemudian peneliti periksa dan gandakan dalam flashdisk dan tempat lainnya agar mencegah terjadinya kehilangan atau kerusakan data. Hal ini sangat penting dilakukan dalam sebuah penelitian. Selain sumber dari studi arsip tersebut, peneliti juga telah mengumpulkan sumber melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumbersumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan lainnya. Dalam mengumpulkan sumber pustaka. 11 Universitas Sumatera Utara.

(27) peneliti telah mengunjungi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Di Perpustakaan Nasional penulis menemukan data TBG dan TNAG. Tijdschrift Indische Taal-, Land- En Volkenkunde Bataviaasch Genootschap atau biasa disingkat TBG merupakan hasil dari penyelidikan dari penyidik-penyidik (peneliti) dari lembaga penyelidikan Bataviaasch Genootschap di Hindia Belanda. Data mengenai TBG di Perpustakaan Nasional sangat banyak dan biasanya dikeluarkan setiap tahunnya. Namun dalam satu tahun terdapat beberapa jilid yang tidak semuanya terdapat data mengenai wilayah Padang dan Bedagei. Kemudian hampir sama seperti TBG, terdapat juga TNAG atau Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap. Data ini hampir serupa dengan TBG hanya saja isinya berupa penelitian yang dilakukan oleh penyelidik dari Negeri Belanda yang mencakup seluruh wilayah kolonisasinya. Selain pencarian data di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia peneliti juga telah mengunjungi perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan USU, dan Perpustakaan Tengku Lukman Sinar. Pencarian data setelah kembali dari Jakarta terdapat kendala yang sangat serius karena merebaknya virus korona atau COVID-19 sehingga menyulitkan peneliti untuk mengunjungi beberapa perpustakaan. Kesulitan tersebut karena banyak akses jalan yang terkendala serta penutupan beberapa perpustakaan. Setelah mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap yang selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang telah diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya. Oleh karena itu perlu. 12 Universitas Sumatera Utara.

(28) dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik ekstern mencakup seleksi sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber tersebut perlu digunakan atau tidak dalam penelitian.14 Kritik intern dilakukan terhadap sumber-sumber yang telah diseleksi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kredibilitas atau kebenaran isi dari sumber tersebut. Tahap selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi merupakan penafsiranpenafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan melakukan analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya. Dari proses analisis diperoleh fakta-fakta. Kemudian faktafakta yang telah diperoleh disintesiskan sehingga mendapat sebuah kesimpulan.15 Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dalam suatu bentuk kritis, analitis, dan bersifat ilmiah. Penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk skripsiyang bersifat deskriptif-analitis. 16 Maksudnya penelitian ini dapat menggambarkan dan menjelaskan sehingga diperoleh sebuah gambaran yang cukup jelas mengenai Onderafdeeling Padang en Bedagei dan tentunya berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.. 14 15. Ibid., hal. 113. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hal.. 99. 16. Ibid., hal. 100.. 13 Universitas Sumatera Utara.

(29) BAB II PADANG DAN BEDAGEI SEBELUM 1887. Pada bab ini, akan dideskripsikan mengenai kondisi Padang dan Bedagei sebelum tahun 1887. Padang dan Bedagei sendiri merupakan suatu wilayah administrasi yang berbentuk kerajaan melayu yang terletak di Pantai Timur Sumatera. Kerajaan Padamg dan Kerajaan Bedagei sering menjadi perebutan antara Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Hingga di tahun 1865 masuklah pengaruh Belanda di wilayah itu dan berhasil merebut Padang dan Bedagei serta memasukannya ke dalam wilayah Deli. Sejak saat itu hingga tahun 1887 Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei menjadi wilayah taklukkan Kerajaan Deli. Masuknya kedua kerajaan itu ke dalam wilayah Deli tidak terlepas dari kepentingan ekonomi Belanda, di mana Sumatera Timur telah berkembang perusahaan onderneming dan terus meluas hingga ke Padang dan Bedagei. Namun, sulitnya mendapatkan konsesi lahan perkebunan khususnya di Kerajaan Padang yang berujung pada pemberhentian Raja Padang dari tahktanya. Pemberhentian itu membuat Raja Raya yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Padang menjadi marah dan melakukan pemberontakan di Padang dan Bedagei. Untuk menjelaskan kondisi Padang dan Bedagei sebelum tahun 1887, terdapat 3 hal utama yang akan dibahas di dalam bab ini yaitu menyangkut wilayah, penduduk dan pemerintahan. Tentunya pembahasan ini menyangkut kondisi Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei hingga tahun 1887. Selain itu, juga akan dibahas mengenai. 14 Universitas Sumatera Utara.

(30) hubungan kedua kerajaan tersebut dengan permasalahan yang terjadi di Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang serta hubungan antara Kerajaan Padang dengan Kerajaan Raya.. 2.1 Wilayah Padang dan Bedagei merupakan suatu wilayah yang terletak di Pantai Timur Sumatera. Wilayah ini terletak di sepanjang aliran sungai yang berbatasan dengan Selat Malaka di bagian Utara, Kerajaan Serdang di bagian Barat, wilayah Simalungun di bagian Selatan dan Kerajaan Batu Bara di bagian Timur. Umumnya, penduduk tinggal di pinggir sungai karena sungai merupakan sarana transportasi utama. Dengan demikian, sangat wajar apabila pemukiman penduduk langsung menghadap ke sungai. 17 Padang dan Bedagei memiliki 2 aliran sungai utama yaitu Sungai Padang dan Sungai Bedagei yang langsung bermuara ke lautan. Mengenai asal kedua aliran sungai ini dapat diketahui dalam buku Tideman yang berjudul Simeloengoen. Buku itu menjelaskan bahwa Sungai Padang dan Sungai Bedagei muncul dari lereng Pegunungan Simbolon. 18 Akan tetapi, pendapat ini berbeda dengan laporan J.F. Mirandole yang menjelaskan bahwa kondisi tanah di sekitar sungai-sungai itu sama seperti tanah di Pegunungan Barisan. Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa wilayah Padang dan Bedagei terdapat empat bukit yang penting yaitu Gunung 17. J.F. Mirandolle, Algemeene Memorie van Overgave van het bestuur over de Onderafdeeling Padang en Bedagei, Afdeeling Deli en Serdang, Residentie Sumatra Oostkust, 1925, hal. 2-5. 18 J. Tideman, Simeloengoen: Het Land der Timoer-Bataks in Zijn Vroegere Isolatie en Zijn Ontwikkeling Tot Een Deel van Het Cultuurgebied van de Oostkust van Sumatra, Leiden: Louis H. Becherer, 1927, hal. 6.. 15 Universitas Sumatera Utara.

(31) Silamlam, Gunung Sigiring-Giring, Gunung Tanatapan Simbu dan Gunung Sihorbangan. Di mana kesemua gunung-gunung itu terletak di Padang yang berbatasan dengan Raya. 19 Dari 2 pendapat yang telah disampaikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua sungai tersebut berasal dari wilayah Simalungun khususnya berbatasan dengan Kerajaan Raya yang nantinya akan mempengaruhi persebaran penduduk di wilayah itu dan hubungan di antara keduanya. Sungai memegang peranan penting untuk menghubungkan wilayah hulu (wilayah pegunungan) dengan wilayah hilir (wilayah pantai) karena merupakan sarana transportasi utama di wilayah itu.20 Sungai Padang dan Sungai Bedagei dapat menjadi penghubung antara kedua wilayah tersebut khususnya bagi wilayah Simalungun dengan Selat Malaka sehingga memungkinkan terjadinya hubungan perdagangan. Dengan semakin berkembangnya hubungan perdagangan tersebut, sehingga menyebabkan munculnya kota-kota pelabuhan di wilayah ini seperti Pelabuhan Bandar Kalipah dan Pelabuhan Tanjung Beringin. Munculnya pelabuhan Bandar Kalipah dan Tanjung Beringin berfungsi sebagai perantara dalam terjalinnya suatu hubungan seperti perdagangan, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dalam menjalin suatu hubungan penting untuk mengkaji rute perdagangan dengan hubungan antar pusat perdagangan (pasar), arah. 19. J.F. Mirandolle, Op.cit., hal. 6. Dalam melakukan hubungan perdagangan telah terjadi hubungan timbal balik dengan melakukan perjanjian antara wilayah pesisir dengan pedalaman. Perjanjian itu merupakan menyediakan pasokan sesuatu bahan atau barang kepada penguasa daerah pesisir atau pedagangpedagang asing. Lihat Daniel Perret: Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, diterjemahkan oleh Saraswati Wardhany, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2010, hal 97. 20. 16 Universitas Sumatera Utara.

(32) perdagangan serta komoditi yang diperdagangkan. Jaringan perdagangan tersebut dapat terjadi dalam tingkat lokal dan internasional yang berhubungan dengan mobilitas barang, modal, dan tenaga kerja di pelabuhan. Oleh karena itu, kedua pelabuhan itu dapat menjadi titik kumpul perdagangan maritim.21 Jaringan perdagangan terbesar di Pelabuhan Bandar Kalipah dan Tanjung Beringin adalah dengan melakukan pengeksporan lada. 22 Selain lada, terdapat beberapa hasil hutan yang dikirim melalui kedua pelabuhan tersebut seperti rotan, padi, tembakau, gading, benjamin, lilin dan budak.23 Di mana kegiatan perdagangan tersebut diawasi oleh pemerintah lokal Padang dan Bedagei. Jaringan perdagangan di Padang dan Bedagei semakin berkembang ketika meluasnya onderneming/perkebunan di wilayah Sumatera Timur. Hal tersebut mengkibatkan terjadinya perubahan haluan komoditas di wilayah itu. Pembukaan onderneming di Sumatera Timur dimulai pada tahun 1863 yang dipelopori oleh seorang pengusaha bernama Jacobus Nienhuys. Ternyata onderneming tersebut mengalami perkembangan secara signifikan sehingga Nienhuys memperluas lahannya ke wilayah lain termasuk Padang dan Bedagei. Untuk membuka lahan onderneming. 21. Kontak dagang yang dilakukan dengan pedagang luar sehingga wilayah ini semakin ramai khususnya di kota-kota pelabuhan, pada akhirnya mendorong munculnya masyarakat kota prlabuhan yang berbasis pada ekonomi perdagangan. Lihat: Safri Burhanudin, dkk., Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Dalam Proses Integrasi Bangsa (Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII), Semarang: Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, 2003, hal. 140. 22 Pengeksporan lada terus berlanjut hingga pada tahun 1876, Panglima Laut di Bedagei masih memiliki jumlah perkebunan lada yang luas di pedalaman. Lihat: Daniel Perret, Op.cit., hal. 193. 23 John Anderson, Mission to the East Coast of Sumatra in 1823, London: Oxford University Press, 1971, hal 307.. 17 Universitas Sumatera Utara.

(33) di wilayah itu, para pengusaha telah mendapatkan kontrak tanah dari Sultan Deli pada tahun 1881. Namun, pemberian kontrak tanah tersebut belum mendapat persetujuan dari pemerintah lokal. Pada tahun 1882, pihak pengusaha telah berhasil mendapatkan kontrak tanah dari pemerintah Padang dan Bedagei. Pada tahun itu juga telah mulai dibukanya onderneming dan menjadikan wilayah itu sebagai Cultuurgebied 24 . Namun lahan onderneming tersebut tidak menghasilkan tembakau dengan kualitas terbaik, bahkan terus mengalami penurunan kualitas setiap tahunnya. 25 Dengan kualitas tembakau yang kurang baik sehingga banyak para pengusaha yang telah menanamkan modalnya mengalami kerugian, belum lagi dengan harga pasaran tembakau yang menurun pada saat itu.26 Selain permasalahan hasil tembakau yang kurang baik di Padang dan Bedagei, pihak onderneming juga harus dihadapkan dengan kondisi keamanan di wilayah itu. Salah satu ancaman tersebut dilakukan oleh Kerajaan Raya di Simalungun yang saat itu dipimpin oleh Tuan Rondahaim Saragih. Kerajaan Raya sering melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda yang salah satunya dengan membakar gudang-gudang tembakau. Kerajaan Raya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Padang yang bermarga Saragih, sehingga sangat wajar apabila Kerajaan Raya memberikan 24. Cultuurgebied adalah wilayah budaya perkebunan. Tanaman tembakau bermutu baik hanya dihasilkan di sepanjnag Sungai Wampu dan Sungai Ular. Lihat: C.A. Schorer, Memorie van Overgave van de Residentie Sumatra’s Oostkust, Sumatra, 1886, hal. 13. 26 Ibid. 25. 18 Universitas Sumatera Utara.

(34) pengaruh kepada Raja Padang terutama dalam hal pemberian konsesi lahan perkebunan. Tuan Rondahaim menganggap bahwa kontrak tanah tersebut telah merugikan Kerajaan Padang. Hal ini akhirnya memunculkan rasa ketidaksenangan Tuan Rondahaim terhadap pemerintah Belanda dan Melayu/Deli. Kemarahan Tuan Rondahaim semakin memuncak ketika Sultan Deli mencopot dan memenjarakan Raja Padang Tengku Muhammad Nurdin di tahun 1885. Pencopotan itu didasari oleh sikap menentang Raja Padang terhadap Sultan Deli serta sulitnya mendapatkan konsesi lahan perkebunan di wilayah itu. Mendengar berita pencopotan itu, Tuan Rondahaim menjadi semakin marah dan segera melakukan penyerangan dengan mengirim pasukannya ke Kerajaan Padang. Penyerangan yang dilakukan Kerajaan Raya menyebabkan kerugian bagi pihak onderneming dan mengancam keselamatan para penduduk Eropa dan Melayu di wilayah itu. Oleh karena itu, diletakkan seorang kontrolir di Tebing Tinggi guna mengamati pergerakan pasukan Kerajaan Raya.27. 2.2 Penduduk Sebelum meluasnya onderneming hingga ke Padang dan Bedagei, wilayah ini hanya dihuni oleh penduduk Melayu dan Simalungun. Penduduk Melayu tinggal di wilayah pesisir dan beragama Islam, sedangkan penduduk Simalungun tinggal di wilayah pedalaman dan berkepercayaan setempat. Namun, sebahagian penduduk. 27. Edi Sumarno, dkk, “Tebing Tinggi as the Central of Onderafdeeling Padang en Bedagei”, dalam Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal) Volume 3, No. 2, Mei 2020, hal. 800.. 19 Universitas Sumatera Utara.

(35) Melayu merupakan penduduk Simalungun yang menjadi Melayu/Islam. 28 Hal ini dipengaruhi oleh aliran Sungai Padang dan Sungai Bedagei yang mengalir dari wilayah Simalungun. Aliran sungai ini yang mengantarkan penduduk Simalungun untuk menjual hasil-hasil hutan di wilayah pedalaman ke pesisir sehingga dapat menjalin kontak demgan penduduk Melayu. Mengenai jumlah penduduk di Padang dan Bedagei dapat dilihat dari laporan John Anderson yang berjudul Mission to the East Coast of Sumatra. Laporan itu menjelaskan bahwa jumlah penduduk di Padang terdiri dari 1.100 penduduk Melayu dan 8.000 penduduk Simalungun sehingga total penduduk sebanyak 9.100 orang. Sedangkan, jumlah penduduk di Bedagei terdiri dari 250 penduduk Melayu dan 2.000 penduduk Simalungun sehingga total penduduk sebanyak 2.250 orang. Dengan demikian, jumlah penduduk di Padang dan Bedagei sebanyak 11.350 orang. Dari data penduduk yang telah disebutkan di atas, sehingga dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk di kedua wilayah tersebut. Di mana Padang memiliki kependudukan yang lebih padat dari Bedagei dengan selisih sebanyak 6.950 penduduk. Selain itu, wilayah Padang dan Bedagei memiliki mayoritas penduduk Simalungun yang berjumlah 10.000 orang sedangkan penduduk Melayu hanya berjumlah 1.350 orang.. 28. Hal ini tidak terlepas dari hubungan yang terjadi antara wilayah pedalaman dengan pesisir. Hubungan ini terjalin dari kegiatan perdagangan sehingga penduduk Melayu di wilayah ini berasal dari suku Simalungun yang semula memegang kepercayaan setempat kemudian masuk Melayu/Islam agar sesuai dengan tradisi di wilayah pesisir. Hal ini bertujuan agar mudah melakukan kontak dagang dan mendapatkan perlindungan di willayah Melayu. Lihat: Leonard Y. Andaya, “The trans-Sumatra trade and the ethnicization of the Batak”, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 158, no: 3, Leiden: KITLV, 2002, hal. 373-389.. 20 Universitas Sumatera Utara.

(36) Gambar 1. Wanita Simalungun yang sedang menumbuk padi. Sumber: Koleksi digital Universitas Leiden (diakses pada: http://hdl.handle.net/1887.1/item:923049). Gambar di atas menunjukkan kegiatan para wanita Simalungun yang sedang menumbuk padi. Hal itu dilakukan karena untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari, sebahagian penduduk di pedalaman bermata pencaharian sebagai petani dan mencari hasil hutan. Maka, sangat wajar apabila mereka menumbuk padi hingga menjadi beras dan dapat dikonsumsi oleh keluarganya. Selain itu, penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai bekerja sebagai penjaja pinang secara rutin, sedangkan penduduk di wilayah pesisir pantai bermata pencaharian sebagai pedagang yang melakukan hubungan dengan wilayah luar.29. 29. Terdapat dua nama tempat perdagangan yaitu pertama, bandar yang umumnya tempat ini dikaitkan dengan tempat di mana perdagangan digalakkan dan dikenai pajak (istilah ini digunakan antara Sungai Wampu dan Gunung Simbolon). Kedua, pertumbukan yang berarti pertemuan (di. 21 Universitas Sumatera Utara.

(37) Bergantungnya penduduk terhadap aliran sungai sehingga sangat wajar memunculkan bangunan pemukiman penduduk di wilayah itu. Meskipun tidak ada data yang menjelaskan mengenai bangunan rumah penduduk di Padang dan Bedagei sebelum tahun 1887, tetapi umumnya bangunan rumah tradisional di Pantai Timur Sumatera terbuat dari tiang-tiang kayu bundar dengan atap tertutup yang dilengkapi dinding pelupuh dan atap dari nipah. Bangunan seperti ini sudah ada sejak lama dan serupa dengan bangunan rumah tradisional di wilayah Sumatera Timur lainnya seperti Asahan dan Labuhan Deli.30 Kependudukan. di. Padang. dan. Bedagei. semakin. beragam. ketika. berkembangnya onderneming, sehingga populasi di wilayah ini mengalami pertambahan baik dalam segi jumlah maupun golongannya. Perkembangan perkebunan tentu membutuhkan tenaga kerja yang banyak didatangkan dari Cina dan Jawa. Sejak tahun 1882 telah mulai dibuka perkebunan di Padang dan Bedagei hingga pada tahun 1884 setidaknya terdapat 3 onderneming yang berdiri di sana. Maka, sejak saat itu penduduk Padang dan Bedagei semakin bertambah dengan kedatangan orang Eropa sebagai pengusaha serta Cina dan Jawa sebagai buruh perkebunan. Tidak ada data khusus mengenai jumlah penduduk di Padang dan Bedagei ketika awal masuknya penduduk luar ke wilayah ini. Namun mengingat Padang dan Padang terdapat pertemuan antara Sungai Padang dan Sungai Bahilang yang berada di Kampung Tebing Tinggi) Lihat: Daniel Perret, Op.cit., hal. 97. Lihat juga: John Anderson, Loc.cit. 30 Dikompilasi dari J.F. Mirandole, Op.cit., hal. 9.,Sri Dayanti Butar-Butar, Perkembangan Afdeeling Asahan 1865-1942 dalam skripsi S-1 belum diterbitkan, Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2019, hal. 16 dan Novita Mandasari Hutagaol, “Labuhan Deli Kota Pelabuhan Tradisional” dalam Jurnal Historia, Vol. 1, No.2, Oktober (2016), hal. 131.. 22 Universitas Sumatera Utara.

(38) Bedagei merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur, tentunya penduduk di kedua wilayah itu mempengaruhi jumlah penduduk di Sumatera Timur. Pada tahun 1880, penduduk di Sumatera Timur berjumlah 118.775 orang yang meliputi penduduk Eropa sebanyak 522 orang, penduduk pribumi sebanyak 90.000 orang, penduduk Cina sebanyak 25.700 orang dan Timur Asing lainnya sebanyak 2.533 orang. 31 Jumlah penduduk terus bertambah yang disebabkan karena semakin meluasnya perkebunan hingga ke Padang dan Bedagei. Tepat setahun setelah pembukaan onderneming di kedua wilayah itu, pada tahun 1883 Pemerintah Sumatera Timur kembali mendatangkan tenaga buruh sebanyak 22.874 orang di antaranya buruh Cina sebanyak 21.136 orang dan buruh Jawa sebanyak 1.711 orang.32 Kemudian didatangkan kembali pada tahun 1884 sebanyak 28.800 orang di antaranya 27.000 buruh Cina dan 1800 buruh Jawa.33 Dengan demikian, pembukaan lahan perkebunan di Padang dan Bedagei mempengaruhi jumlah kedatangan buruh onderneming ke Sumatera Timur. Selain mempengaruhi jumlah penduduk di wilayah Padang dan Bedagei, hadirnya onderneming ini menyebabkan terjadinya perubahan pada pola pemukiman penduduk. Penukiman penduduk yang awalnya hanya bertempat di sepanjang aliran sungai beralih ke wilayah perkebunan yang berada di pedalaman. Hal ini disebabkan 31. Oostkust van Sumatra Instituut, Deli Data 1863-1938, Amsterdam: De Bussy, 1938, hal.. 35. 32. Allan Akbar, “Perkebunan Tembakau dan Kapitalisasi Ekonomi di Sumatera Timur 18631930, dalam Tamaddun, Vol. 6 , No. 2, Juli - Desember 2018, hal. 76. 33 Sjafri Sairin, “Kebijaksanaan Perburuhan di Perkebunan Sumatera Timur pada Masa Pemerintah Kolonial”, dalam Jurnal Antropologi, No. 52, 27 April 1993, hal. 57.. 23 Universitas Sumatera Utara.

(39) karena perekonomian telah beralih kepada ekonomi perkebunan. Wilayah-wilayah perkebunan ini kemudian banyak dihuni khusunya orang-orang Eropa, Cina, Jawa maupun penduduk setempat yang bekerja di perkebunan. 34 Gambar 2. Rumah Administrator perusahaan Rambungan dari Tabakmaatschappij Arendsburg di lanskap Bedagei. 1884.. Sumber: Koleksi Digital Universitas Leiden (Diakses pada: http://hdl.handle.net/1887.1/item:927664) Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap perusahaan perkebunan terdapat rumah seorang administrator. Di mana rumah seorang administrator perkebunan memiliki bentuk yang lebih besar dari rumah lainnya. Tentunya rumah administrator 34. Pemukiman buruh di perkebunan tinggal secara berkelompok berdasarkan etnisnya. Hal ini dilakukan agar tidak adanya pembauran di antara para kuli yang bertujuan untuk melakukan pengontrolan apabila ada yang membuat kerusuhan, maka akan cepat diketahui dan ditindak. Para kuli dibuatkan rumah atau barak yang berbentuk bangsal panjang dan tidak ada sekat-sekatnya. Untuk para mandor dibuatkan rumah-rumah yang lebih kecil yang dapat ditinggali oleh 2-3 orang. Selain itu, dibuatkan rumah yang lebih besar untuk seorang asisten kebun beserta keluarganya. Lihat: Yasmis, “Kuli Kontrak di Perkebunan Tembakau Deli – Sumatera Timur 1880-1915”, dalam Tesis, Depok: Universitas Indonesia, 2007, hal. 58-60.. 24 Universitas Sumatera Utara.

(40) dibangun di dalam wilayah perkebunan yang bertujuan agar mudah melakukan pengawasan jalannya produksi perkebunan dan tenaga kerja yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan konflik di perkebunan. 35 Untuk mengatur kependudukan di Sumatera Timur, Pemerintah Belanda dan Pemerintah Swapraja telah melakukan kesepakatan mengenai penduduk dengan membaginya berdasarkan golongan. Hal ini telah diatur dalam kontrak politik yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan Pemerintah Swapraja di Sumatera Timur. Di mana penduduk Sumatera Timur dibedakan menjadi 2 bagian yaitu kaula gubernemen dan kaula raja. Penduduk yang menjadi bagian kaula gubernemen meliputi orang-orang Eropa, Cina dan Timur Asing, sedangkan kaula raja adalah semua orang-orang pribumi yang berada di wilayahnya.36. 2.3 Pemerintahan Padang dan Bedagei merupakan wilayah administrasi berbentuk kerajaan melayu yang berada di Pantai Timur Sumatera. Di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan seorang raja sekaligus sebagai pemimpin kerajaan. 37 Kedua kerajaan itu berdiri secara otonom tanpa adanya pengaruh dari bangsa asing.. 35. Ibid., hal. 71. Atika Putri Ananda, Op.cit., hal. 26. Lihat juga: Edi Sumarno, Op.cit., hal. 801. 37 Sistem pemerintahan swapraja yang dipimpin oleh seorang raja telah ada sebelum masuknya pengaruh dan kekuasaan Belanda. Permukiman kecil di sepanjang pantai yang hampir tidak berpenghuni yang memiliki kepala kampung, menganggapnya sebagai raja mereka. Kepala itu memerintah secara otokratis, mengambil gelar dengan atau tanpa persetujuan dari orang-orang yang dapat dilindunginya. Biasanya kepala kelompok ini yang akan mengajukan diri atau menjadi sasaran pertempuran yang menjadi alasan untuk diangkat sebagai raja. Lihat: J.J. Mendelaar, Memorie van Overgave van het Bestuur over de Onderafdeeling Padang en Bedagei, Afdeeling Deli en Serdang, Residentie Sumatra’s Oostkust, 1930, hal. 33. 36. 25 Universitas Sumatera Utara.

(41) Umumnya, pemerintahan swapraja di Sumatera Timur dikenal dengan sistem pemerintahan kesultanan sebuah Kerajaan Melayu yang dipimpin oleh pemimpin bergelar Sultan38 dan bersifat turun-temurun. Akan tetapi, penyebutan ini berbeda di Kerajaan Padang yang bergelar Maharaja Muda dan Kerajaan Bedagei bergelar Pangeran.39 Penyebutan gelar tentunya dipengaruhi sistem pemerintahan di masingmasing kerajaan tersebut. Di mana Kerajaan Padang didirikan oleh Saragih Dasalak atau Umar Baginda Saleh40 yang baru menginjak usia dewasa. Sedangkan di Kerajaan. 38. Umumnya, pemerintahan di Sumatera Timur dipimpin oleh seorang Sultan yang berdaulat atas wilayah kekuasaan yang dimilikinya. Sultan memiliki wewenang yang menentukan keputusan di pemerintahannya dan atas mandat darinya seseorang harus tunduk dan mematuhi kehendak perintahnya. Penyebutan Sultan biasanya bagi penguasa di kerajaan Melayu atau kerajaan Islam. Keberhasilan kesultanan cenderung dilihat dari keberhasilan dan kecakapan seorang Sultan dalam menjalankan roda pemerintahan di samping keberanian melawan musuh di medan perang serta dapat dilihat dari wilayah kekuasaannya. Selama menjalankan roda pemerintahannya sultan akan didampingi pejabat-pejabat kerajaan yang secara hirarki menduduki fungsi-fungsi tertentu pada birokrasi pemerintahan. Pejabat pemerintahannya cenderung diisi oleh orang-orang yang memiliki hubungan tali persaudaraan dengan sultan dan mereka dilantik serta diberikan gelar-gelar tertentu sesuai tingkatan dan rendahnya jabatan yang akan diduduki mereka dalam jabatannya. Dalam pemerintahannya, Sultan memegang kekuasaan tertinggi kemudian di bawahnya terdapat bendahara yang merupakan seorang menteri tunggal yang berkuasa secara penuh dan merangkap sebagai kepala harian dan orang-orang pembesar kesultanan. Di bawah bendahara terdapat temenggung yang bertugas untuk menjalankan eksekusi, menangkap penjahat, mendirikan penjara, seperti menjalankan tugas seorang jaksa dan kepala polisi. Selain itu, temenggung juga berfungsi menggantikan posisi kepala urung ketika sedang berhalangan atau sakit. Selanjutnya adalah panglima perang kerajaan yang bertugas sebagai panglima angkatan laut yang disebut laksamana dan panglima angkatan darat yang disebut hulubalang. Posisi jabatan selanjutnya adalah syahbandar yang bertugas mengurus sumber keuangan kesultanan, dari usaha-usaha memungut bea cukai barang-barang masuk dan keluar, termasuk bea cukai tongkangtongkang atau kapal-kapal yang masuk ke wilayah kekuasaan kesultanannya.Jabatan lainnya adalah yang mengatur bidang keagamaan yang disebut imam paduka tuan atau mufti sebagai penasihat kesultanan dan dapat memberikan informasi fatwa-fatwa agama. Lihat: Henri Dalimunthe, op.cit., hal. 42-44. 39 A.A. Noost, Memorie van overgave van het bestuur der residentie Oostkust van Sumatra, Sumatra, 1896. hal 15. 40 Terdapat dua versi mengenai pendiri kerajaan Padang yang didirikan Saragih Dasalak atau Umar Baginda Saleh. Pertama, Saragih Dasalak adalah keturunan seorang keturunan Simalungun. Di mana Kampung yang pada awalnya dipimpin oleh Saragih Dasalak adalah Tongkah (Nagaraja) yang kemudian wilayah itu disebut dengan Padang.Di mana kerajaan ini merupakan pecahan dari kerajaan Nagur yang beragama Hindu. Ia pernah membantu kawannya Peresah untuk merebut takhta Nagur. Jika dilihat dari letak geografisnya Kerajaan Padang dekat dengan Kerajaan Raya yang merupakan kerajaan Simalungun bermarga Saragih. Hal ini yang membuat kedua kerajaan ini memiliki hubungan. 26 Universitas Sumatera Utara.

(42) Bedagei, pengunaan gelar Pangeran baru digunakan sejak menjabatnya Tengku Pangeran Sulung Laut41 di tahun 1872 dengan gelar Pangeran Kelana.42 Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei pernah menjadi satu wilayah pemerintahan ketika menjabatnya Lamkanudin. Ia berhasil mengusir saudaranya Syahdewa dari takhta Kerajaan Padang sehingga menjadikannya sebagai Raja Padang dan Bedagei.43 Namun setelah ia meninggal, kedua kerajaan tersebut terpisah kembali di mana Kerajaan Padang menjadi takhlukan Kerajaan Serdang sedangkan Kerajaan Bedagei menjadi takhlukan Kerajaan Deli. Sejak saat itu kedua kerajaan tersebut sering menjadi perebutan antara Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. 44. sangat dekat. Kedua kerajaan ini memiliki komoditas ekspor sehingga memungkinkan keduanya melakukan perdagangan hingga ke daerah pesisir. Untuk menjalin kerja sama perdagangan antara wilayah pedalaman dengan daerah pesisir maka Raja Saragih Dasalak harus menyesuaikan dengan budaya pesisir. Maka sekitar tahun 1630 Saragih Dasalak menjadi melayu dan menggunakan nama Umar Baginda Saleh. Kedua, dijelaskan bahwa Saragih Dasalak adalah pelarian Aceh yang menetap di Bandar Kalipah. Sewaktu ia kecil Bandar Kalipah diserang Aceh yang menyebabkan kampung Bandar Kalipah menjadi hancur. Untuk menyelamatkan Umar Baginda Saleh, ia dititipkan kepada Raja Raya dan dibesarkan di sana. Setelah dewasa ia mohon diri kepada Raja Raya untuk mendirikan sebuah kerajaan yang kelak disebut Padang. Lihat Danil Ahmad, dkk , Op.cit., hal. 16-18. Lihat juga J.J. Mendelaar, Op.cit., hal. 12. 41 Ia merupakan anak dari pernikahan Sultan Usman (Deli) dan Tengku Raja Siti putri dari Sultan Asahan. Di mana dalam pernikahan tersebut terdapat perjanjian agar putra dari pasangan itu akan menjadi raja di seluruh Bedagei. Lihat: Tengku Lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang Djilid I, Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 1971, hal. 110. 42 Setidaknya di Kerajaan Padang telah dipimpin oleh 10 generasi hingga tahun 1887, yakni Umar Baginda Saleh (awal abad XVII-1656), Marah Sudin, Raja Saladin, Raja Adam, Raja Syahdewa, Raja Sidin, Raja Tebing Pangeran (1802-1823) dan Marah Hakum Raja Geraha Negeri Padang (18231870). Tengku Haji Muhammad Nurdin 1870-1885, dan Sultan Sulaiman (asal Deli). Sedangkan Kerajaan Bedagei telah dipimpin oleh 9 generasi, yakni Lamkanuddin dengan gelar Sutan Magedar Alam, Syahdewa (asal Kerajaan Padang), Nachoda Gundak (asal Deli), Nachoda Rahmat bergelar Syahbandar Putera Raja Negeri Deli, Muhammad Basir, Panglima Daud (asal Deli), Datuk Ahmat Yuda (wazir Negeri Serdang di Bedagei), Datuk Setia Maharaja Mohammad Akip (wazir Deli di Bedagei), dan Tengku Sulung Laut bergelar Pangeran Kelana. Lihat: Ibid., hal. 109. Lihat juga: Danil Ahmad, dkk, Op.cit., hal 21-23. 43 Tengku Lukman Sinar, Op.cit., hal. 111. 44 Danil Ahmad, dkk, Op.cit., hal. 23.. 27 Universitas Sumatera Utara.

(43) Perpecahan kedua kerajaan tersebut terjadi ketika penyerangan terhadap Kerajaan Padang yang dilakukan oleh Raja Muda Mustafa dan Nahkoda Gundak. Namun, penyerangan itu berhasil dihentikan Kerajaan Serdang dan memenjarakan mereka berdua di Serdang. Kemudian, Panglima Hitam Lakim anak dari Nahkoda Gundak berhasil melarikan diri dan meminta bantuan ke Deli. Deli lalu mengirim pasukan di bawah pimpinan Nahkoda Rahmat dan Nahkoda Jafar. Dari penyerangan itu Deli dapat merebut Tanjung Beringin (Bedagei) dan mengangkat Nahkoda Rahmat menjadi Raja Bedagei. Setelah Nahkoda Rahmat meninggal, ia digantikan anaknya Muhammad Basir sebagai Raja Bedagei, sementara di Kerajaan Padang dipimpin oleh Marah Titim. Kekalahan yang dialami Kerajaan Serdang tersebut sehingga secara definitif membuat Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei menjadi taklukan Kerajaan Deli. 45 Pada tahun 1854 Kerajaan Aceh melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Deli. Dari penyerangan itu Aceh berhasil menaklukkan Deli dengan bantuan dari Kerajaan Serdang. Atas jasanya tersebut Sultan Aceh memberikan gelar wazir Sultan Aceh kepada Sultan Serdang. Selain itu, Kerajaan Serdang diberikan wilayah jajahan Kerajaan Deli yakni Percut, Bedagei dan Padang. Maka sejak saat itu secara definitif Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei menjadi taklukan Kerajaan Serdang. 46. 45. Danil Ahmad dkk, Op.cit., hal. 23. Pada tahun 1854, Sultan Aceh mengirimkan lebih dari 200 armada ke Deli dan berhasil menaklukkannya. Kerajaan Deli yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Usman harus tunduk kepada Aceh dan mengubah gelarnya menjadi wakil Sultan Aceh. Lihat: W.H.M. Schadee, Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust Deel I, Amsterdam: Oostkust van Sumatra-Instituut, 1918, hal. 106. Lihat juga: E. Netscher, Togjes in het gebied van Riouw en Onderhoorigheden dalam TBG, Batavia: Lange & Co, 1864, hal. 350. 46. 28 Universitas Sumatera Utara.

(44) Berakhirnya kekuasaan Deli di Padang dan Bedagei ternyata memberikan dampak positif bagi kedua kerajaan tersebut. Kedua kerajaan tersebut mulai membangun wilayahnya dengan melakukan monopoli perdagangan lada yang sebelumnya dikendalikan oleh Kerajaan Deli. Namun, hal ini membuat pelabuhan pagurawan mengalami kemunduran karena perdagangan lada yang banyak dihasilkan dari wilayah pedalaman Simalungun langsung dikirim melalui Pelabuhan Bandar Kalipah dan Tanjung Beringin. Oleh karena itu, Pagurawan yang dibantu oleh Tanjung dan Asahan melakukan penyerangan ke Padang dan Bedagei. Kerajaan Asahan mengirim pasukan beserta amunisinya ke Padang dan Bedagei. Sementara Kerajaan Serdang tidak dapat membantu mereka karena Belanda telah masuk ke Sumatera Timur dan melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Serdang. Hal ini yang menyebabkan Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei meminta bantuan kepada Deli. Namun, peperangan yang terjadi antara Deli dan Asahan menimbulkan banyak korban sehingga Deli meminta bantuan kepada Belanda untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tidak lama kemudian Asahan dapat ditundukkan oleh Belanda. Kemudian, penaklukan itu disusul dengan Kerajaan Serdang yang berhasil ditundukan di tahun 1871. Dengan penaklukan Serdang oleh Belanda, maka secara definitif Padang dan Bedagei juga berhasil menjadi taklukan Belanda dan atas saran dari Residen Schiff kedua kerajaan itu dimasukkan ke dalam wilayah Deli. 47. 47. Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsh-Indië van den 25 Agustus 1865 No. 1, ANRI. Lihat juga: “Een Terugblik op Sumatra‟s Oostkust”, dalam Sumatra Courant No. 76, Rabu, 22 September 1875, hal. 2.. 29 Universitas Sumatera Utara.

(45) Setelah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Deli, hubungan di antara Kerajaan Padang dan Kerajaan Bedagei dengan Kerajaan Deli semakin membaik. Namun, membaiknya hubungan tersebut menimbulkan sikap ketidaksenangan dari Kerajaan Raya yang merupakan kerabat dari Kerajaan Padang. Ketidaksenangaan itu didasari karena Kerajaan Deli menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda, di mana sejak awal Kerajaan Raya tidak menyukai pemerintahan Belanda di Sumatera Timur khususnya di Padang. Ditambah lagi hasutan yang dilakukan oleh Syahbokar putra Marah Titim sehingga Raja Raya melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Padang. Namun, penyerangan itu dapat dihentikan oleh Tengku Muhammad Nurdin secara kekeluargaan. Penyerangan Kerajaan Raya kembali terjadi ketika Sultan Deli mencopot kedudukan Tengku Muhammad Nurdin dari takhta Kerajaan Padang. Ia juga memenjarakan Raja Padang dan mengantikan posisi di Kerajaan Padang dengan seorang kerabatnya. 48 Pencopotan ini didasari karena sikap menentangnya Raja Padang terhadap Sultan Deli 49 . Melihat kesempatan itu maka Belanda menghasut Sultan Deli agar mengganti kedudukan Kerajaan Padang karena sulitnya 48. Umumnya pemerintahan di Sumatera Timur, raja akan menempatkan anggota keluarga atau orang kepercayaannya pada posisi tertentu seperti Panglima Perang, Laksamana, Syahbandar, Temenggung, Bendahara dan lain-lain yang bertujuan untuk memperkuat pengaruh atau memperluas kekuasaan dengan area yang lebih luas di wilayah takhlukannya. Lihat: J.J. Mendelaar, Op.cit., hal. 33. 49 Sikap menetang Raja Padang terhadap Sultan Deli adalah karena disebabkan Raja Padang ingin menikahkan putranya Tengku Barahman dengan putri dari Syahbokar. Hal ini dilakukan agar tidak ada dukungan terhadap kerabat Syahbokar atas klaim takhta Kerajaan Padang. Namun, karena gadis itu masih terlalu muda, ia dibawa ke Kerajaan Padang dan menetap di sana. Setelah dua tahun menetap di Kerajaan Padang, datanglah utusan Kerajaan Deli ke Kerajaan Padang bernama Tengku Ahmad. Kedatangannya ke Kerajaan Padang bertujuan agar Raja Padang menyerahkan gadis itu kepada Sultan Deli yang ingin menikahkannya dengan seorang putranya untuk memperkuat klaimnya terhadap Kerajaan Padang. Namun, hal itu ditolak Raja Padang sehingga mengakibatkan Sultan Deli marah dan memanggilnya ke Medan. Lihat: Ibid., hal. 18.. 30 Universitas Sumatera Utara.

(46) mendapatkan konsesi lahan perkebunan di wilayah itu. Mendengar berita pencopotan itu membuat Raja Raya menjadi semakin marah dan segera mengirim pasukan ke kerajaan Padang.50 Kerajaan Raya melakukan penyerangan terhadap pemerintah Belanda dan Melayu dengan membakar gudang-gudang tembakau dan menguasai kampungkampung yang dilaluinya. Bahkan mereka melakukan pembunuhan terhadap penduduk Eropa dan Melayu di sepanjang perjalanan yang mereka lalui. Tentunya aksi ini membuat kerugian bagi pengusaha dan mengancam keselamatan penduduk di wilayah itu. Maka untuk mengawasi pergerakan yang dilakukan oleh Raya tersebut, ditempatkanlah seorang kontrolir di Tebing Tinggi. 51. 50 51. Ibid. Danil Ahmad, dkk, Op.cit., hal. 28.. 31 Universitas Sumatera Utara.

(47) BAB III LATAR BELAKANG BERDIRINYA ONDERAFDEELING PADANG EN BEDAGEI. Pembentukan suatu wilayah administasi tentu memiliki penyebab atau alasan yang melatarbelakanginya. Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang terbentuknya Onderafdeeling Padang en Bedagei. Di mana terdapat beberapa hal yang menjadi faktor pendorong dalam pembentukan wilayah administrasi tersebut. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang berdirinya Onderafdeeling Padang en Bedagei yang berawal dari ekspansi perkebunan di wilayah Sumatera Timur. Ekspansi ini meluas hingga ke berbagai wilayah termasuk Padang dan Bedagei. Kemudian di dalam bab ini juga menjelaskan mengenai upaya Belanda untuk mengekang perlawanan dari Simalungun khususnya Kerajaan Raya yang dianggap telah merugikan dan mengancam keselamatan onderneming serta penduduk Eropa dan Melayu di wilayah itu. Selain itu, sebagai landasan hukum berdirinya Onderafdeeling Padang en Bedagei, dalam bab ini akan menjelaskan mengenai reorganisasi pemerintahan di Keresidenan Sumatera Timur. Rorganisasi ini yang berpengaruh terhadap penerbitan Lembaran Negara resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda setiap tahunnya. Lembaran Negara tersebut berisikan tentang pengaturan baru mengenai pembentukan wilayah-wilayah di Keresidenan Sumatera Timur.. 32 Universitas Sumatera Utara.

(48) 3.1 Ekspansi Perkebunan di Wilayah Padang dan Bedagei Pada tahun 1863, di Sumatera Timur telah mulai berkembang ekonomi perkebunan yang dipelopori oleh seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernama Jacobus Nienhuys.52 Untuk membuka lahan perkebunan tersebut, Nienhuys berhasil mendapatkan lahan seluas 4000 bau53 dari Sultan Deli yang terletak sedikit ke hulu Labuhan di tepi Sungai Deli.54 Di wilayah itulah Nienhuys mulai mengembangkan perkebunan tembakaunya. Untuk pertama kalinya di tahun 1864, Nienhuys berhasil mengirim tembakau sebanyak 50 bal 55 ke Rotterdam dan menerima pendapatan sebesar f 4000. 56 Pengiriman itu mendapatkan hasil yang memuaskan sehingga permintaan akan daun tembakau menjadi semakin meningkat. Oleh karena itu, Nienhuys diminta untuk terus mengembangkan perkebunan tembakaunya di Sumatera Timur. 57 Untuk mengembangkan usaha perkebunan tembakaunya di Sumatera Timur, Nienhuys membutuhkan modal yang sangat besar. Hal ini yang mendorongnya untuk mencari dana dengan meyakinkan bank Nederlandshe Handel-Maatschappij untuk menanamkan modalnya pada perkebunan tembakau miliknya. Usaha yang dilakukan 52. Kedatangan Nienhuys ke Sumatera Timur karena dibawa oleh Pangeran Said Abdullah Ibn Umar Bilsagih. Said mengatakan bahwa terdapat tembakau dengan kualitas terbaik yang berada di tanah Deli sehingga mendorong Nienhuys datang ke wilayah ini. Selain itu, ia juga membantu Nienhuys untuk mendapatkan kontrak tanah pada Sultan Deli. Lihat: Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 51. 53 Bau adalah ukuran luas tanah, 1 bau sama dengan 7, 0965 meter persegi atau 0, 79 hektar. 54 Ibid., hal. 53. Lihat juga: W.H.M. Schadee, Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust Deel I, Op.cit., hal. 173. 55 1 bal = 158 kilogram. 56 Willem Westerman, De Tabaks Cultuur Op Sumatra’s Oostkust, Amsterdam: J.H. de Bussy, 1901. hal.4. 57 Karl J. Pelzer, Op.cit., hal. 54.. 33 Universitas Sumatera Utara.

(49) oleh Nienhuys tersebut dibantu oleh rekannya yaitu P.W. Janssen, Clemen serta J.T. Cremer.58 Ternyata usaha yang dilakukan Nienhuys dan rekan-rekannya tidak sia-sia. Mereka berhasil mendapatkan modal sehingga dapat mendirikan sebuah perusahaan tembakau bernama Deli-Maatschappij. 59 Deli-Maatschappij merupakan sebuah perusahaan perseroan terbatas pertama yang beroperasi di Hindia Belanda. Berdirinya perusahaan tersebut memberikan perkembangan yang sangat pesat bagi perkebunan di Sumatera Timur. Setidaknya pada tahun 1872, terdapat lima belas perkebunan tembakau yang telah berdiri di sana, antara lain 13 di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Selain itu, perkembangan perkebunan tersebut juga didukung oleh investasi modal Eropa yang semakin meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dari peningkatan produksi tembakau yang terjadi pada tahun 1860-1870 sebanyak dua kali lipat dari 1381 sampai 2868 bal. Kemudian pada tahun 1873-1883, produksi tembakau terus mengalami peningkatan secara signifikan hingga 10 kali lipat dari 9238 menjadi 93.532 bal. Jumlah produksi tembakau ini tentunya mempengaruhi pendapatan perkebunan yang meningkat dari f 2.500.000 menjadi f 19.150.000. Keberhasilan Nienhuys tersebut mendorong para pengusaha lainnya untuk melakukan budidaya tembakau di wilayah Sumatera Timur. Dengan semakin banyaknya pengusaha yang melakukan budidaya tembakau di wilayah itu sehingga mengakibatkan kontrak-kontrak di berbagai wilayah seperti Langkat, Deli dan 58. Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonal Pada Awal Abad Ke-20, Jakarta: PT Pustama Utama Grafiti, 1997, hal. 26. 59 Karl J. Pelzer, Op.cit., hal. 58.. 34 Universitas Sumatera Utara.

(50) Serdang mengalami peningkatan. Namun, banyaknya kontrak yang dibuat tidak sebanding dengan ketersediaan lahan di wilayah-wilayah itu. Hal ini yang mendorong para pengusaha untuk mencari wilayah lainnya seperti Padang, Bedagei, Batu Bara, Labuhan Batu, Asahan, bahkan Siak untuk ditanami tembakau. 60 Hingga di tahun 1884, di Sumatera Timur telah berdiri 76 perkebunan, yakni 44 di Deli, 20 di Langkat, 9 di Serdang, 2 di Bedagei dan 1 di Padang.61 Tabel 1. Perkebunan di Padang dan Bedagei Hingga Tahun 1886 No.. Lanskap. 1.. Perkebunan. Blidaan. Bedagei 2.. 3.. Rambung. Padang. Tebing Tinggi. Pengusaha atau Administrator Perkebunan Tabak Maatschappij Arendsburg o.,J.J. Dumas a. Lugt en Scheltema o., J. Scheltema a. Tabak Maatschappij Arendsburg Tabak Maatschappij Arendsburg Tabak Maatschappij Arendsburg A.G.J. Cristiansen H.C.R. Robert o.en a. J.W. Cramerus Naeher en Grob o., C.A. Meijer a. C.A. Meijer en H. Grongroff o. en a. Tabak Maatschappij Arendsburg.. Luas lahan (dalam bau). Masa akhir kontrak. Produk Perkebunan. 2000. 15-12-1958. Tembakau. 2000. 15 -12- 1958. Tembakau. 3250. 25 -7-1950. Tembakau. 3000. 25 -7-1950. Tembakau. 2250. 25 -7- 1950. Tembakau. 1000 500. 16-11-1960 16-11-1960. Tembakau Tembakau. 1000 1500. 16-11-1960 12-3-1956. Tembakau Tembakau. 1300. 8-7-191960. Tembakau. 1000. 25-7-1969. Tembakau. Sumber: Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie over het Jaar 1886, hal. 246. 60. W.H.M. Schadee, Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust Deel II, Amsterdam: Oostkust van Sumatra-Instituut, 1919, hal. 181-182. 61 Suprayitno. “ Medan Sebagai Kota Pembauran Sosio Kultur di Sumatera Utara Pada Masa Kolonial Belanda”. Dalam Historisme No. 21. Agustus 2005, hal. 3.. 35 Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 1. Wanita Simalungun yang sedang menumbuk padi
Gambar 2. Rumah Administrator perusahaan Rambungan dari  Tabakmaatschappij Arendsburg di lanskap Bedagei
Tabel 1. Perkebunan di Padang dan Bedagei Hingga Tahun 1886
Gambar 3. Foto Tuan Robert ketika pembukaan perusahaan onderneming   Arendsburg di Lanskap Bedagei
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang

Skripsi ini diajukan kepada panitia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi syarat ujian memperoleh gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu

Medan: Skripsi Sarjana S1 Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik – Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan).. Metodologi

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Ilmu Budaya

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

KATA MAJEMUK DALAM BAHASA MELAYU LABUHAN BILIK KAJIAN MORFOLOGI SKRIPSI DIKERJAKAN OLEH ASMIDAR NASUTION NIM 140702007 PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS