• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TEORI PENUNJANG. 9 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TEORI PENUNJANG. 9 Universitas Kristen Petra"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

2. TEORI PENUNJANG

2.1. Persepsi

Istilah persepsi berasal dari kata perception yang berarti penglihatan, keyakinan dapat melihat atau mengerti (Muchtar,2007.p.13). Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut Sugihartono et al.(2007, p.8) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandangan dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi yang negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.

Menurut Sunaryo (2004, p.98) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:

 Adanya objek yang dipersepsi.

 Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

 Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus.

 Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

2.2. Komunikasi Pemasaran

Secara terpisah, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian sebuah pesan dari satu orang ke orang lain (Effendy, 2003,p.28), sedangkan pemasaran ialah sebuah fungsi perusahaan, mencakup sebuah kumpulan proses yang terdiri dari penciptaan, pengkomunikasian, dan pengiriman nilai-nilai kepada konsumen, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi perusahaan (Kotler & Keller, 2009, p.45). Maka, dari kedua konsep di atas, komunikasi pemasaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan komunikasi yang dijalankan demi mencapai tujuan-tujuan pemasaran (Kennedy&Soemanegara, 2006,p.3).

(2)

Konsep komunikasi dan pemasaran membentuk sebuah konsep baru yang disebut sebagai komunikasi pemasaran. Namun, komunikasi pemasaran merupakan bagian dari suatu hal yang lebih besar, yaitu perusahaan itu sendiri.

Dalam sebuah perusahaan, komunikasi pemasaran diartikan sebagai proses manajemen yang dijalankan oleh perusahaan dalam menginformasikan, mempengaruhi, dan mengingatkan konsumen – baik secara langsung maupun tidak langsung – mengenai produk dan merek yang mereka jual (Kotler & Keller, 2009,p.510).

Proses penyampaian komunikasi dari pihak pemasaran membutuhkan elemen yang disebut bauran komunikasi pemasaran. Terdapat berbagai macam elemen yang membentuk sebuah bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix). Setiap elemen ini memiliki karakteristik serta kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Kotler & Keller (2009, p.512) menjabarkan elemen-elemen tersebut dalam 8 jenis, yaitu:

a. Periklanan (advertising)

Periklanan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran yang bersifat non-personal, dan berbayar. Konsep “berbayar” dalam definisi periklanan di atas menjelaskan keadaan penggunaan iklan sebagai bentuk komunikasi pemasaran yang umumnya membayar atau membeli tempat dan waktu penayangan/media iklan. Sedangkan konsep “non- personal” berarti bahwa periklanan menggunakan media massa yang dapat mencakup jumlah audiens yang besar dan luas, namun tidak dapat diperoleh kembali feedback langsung dari audiens tersebut (Belch &

Belch, 2009, p.18). Maka dari itu, sebelum beriklan, pengiklan harus memikirkan baik-baik bagaimana audiens akan menginterpretasi dan memberi respons.

Menurut Kotler & Keller (2009, p.527), Iklan memiliki karakteristik sebagai berikut:

- Pervasiveness; Iklan memberikan peluang bagi pelaku pemasaran untuk mengulang-ulang pesan yang ingin disampaikan. Dengan melihat iklan, audiens juga dapat menerima dan membandingkan isi pesan dengan perusahaan competitor.

(3)

- Amplified espresiveness; Lewat iklan, perusahaan berpeluang mendramatisir produk yang mereka komunikasikan menggunakan fungsi-fungsi seni gambar, suara, dan warna.

- Impersonality; Audiens tidak merasa diharuskan untuk menyimak iklan, didukung pula karena iklan merupakan komunikasi satu arah.

b. Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Sales promotion atau promosi penjualan ialah bentuk komunikasi pemasaran dengan menyediakan insentif untuk mendorong keinginan pembelian konsumen (Belch & Belch, 2009, p.23). Berikut merupakan karakteristik promosi penjualan (Kotler & Keller, 2009, p.527):

- Communication; Dapat menarik perhatian konsumen langsung kepada produk yang ditawarkan.

- Incentive; Memancing adanya pengakuan, membujuk, dan menarik konsumen untuk merasakan sendiri manfaat produk.

- Invitation; Mengundang konsumen untuk melakukan transaksi pembelian saat itu juga.

c. Acara dan Pengalaman (Events and Experience)

Jenis komunikasi pemasaran ini mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pemasaran acara/event. Berikut karakteristik dari acara dan pengalaman sebagai komunikasi pemasaran (Kotler & Keller, 2009, p.529):

- Relevant; acara dan pengalaman yang dipilih dengan cermat dapat menghasilkan umpan balik yang tinggi, karena konsumen terlibat secara personal.

- Involving; Dengan terlibat langsung dalam kegiatan nyata, acara dan pengalaman memiliki peluang lebih dalam menarik konsumen.

- Implicit; Acara dan pengalaman merupakan “soft sell” yang implisit.

Artinya, konsumen yang terlibat tidak secara langsung merasa diterpa komunikasi yang bersifat pemasaran.

d. Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relations and Publicity) Hubungan masyarakat didefinisikan sebagai sebuah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap masyarakat, mengidentifikasi

(4)

prosedur dan sistem suatu individu atau perusahaan dan hubungannya dengan masyarakat, serta menjalankan program untuk menghasilkan penerimaan dan pemahaman publik (Belch & Belch, 2009, p.25).

Sedangkan publisitas ialah sebuah bentuk komunikasi nonpersonal mengenai perusahaan, produk, jasa, atau pesan lain, namun sifatnya tidak berbayar seperti iklan (Belch & Belch, 2009, p.24).

Karakteristik dari hubungan masyarakat dan publisitas adalah (Kotler & Keller, 2009, p.528):

- High Credibility; Berita di media massa terkesan lebih “asli” dan kredibilitasnya lebih tinggi daripada iklan.

- Ability to catch buyers off guard; Hubungan masyarakat dapat menjangkau konsumen yang cenderung menghindari sales person atau iklan.

- Dramatization; Hubungan masyarakat berpotensi membentuk image tertentu dari suatu perusahaan ataupun produk.

e. Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

Penjualan langsung ialah pengkomunikasian secara langsung dari perusahaan kepada pelangga atau calon konsumen untuk mendapatkan respons langsung ataupun untuk mengadakan proses transaksi (Belch &

Belch, 2009, p.20). Penjualan langsung tidak hanya semata-mata aktivitas pengiriman surat atau e-mail saja. Komunikasi pemasaran jenis ini mencakup serangkaian proses yang meliputi manajemen database, penjualan langsung (direct selling), telemarketing, dan penyebaran newsletter atau bentuk promosi lainnya melalui surat, e-mail, ataupun media cetak.

Berikut karakteristik dari pemasaran langsung (Kotler & Keller, 2009, p.529):

- Customized; Pesan yang ingin disampaikan dapat diatur sedemikian rupa untuk menarik individu yang disasar.

- Up-to-date; Pesan yang akan disampaikan dapat dipersiapkan secepat dan sebaru mungkin.

(5)

- Interactive; Pesan yang dimaksud dapat diubah atau dimodifikasi sesuai respons yang didapat.

f. Pemasaran Interaktif (Interactive Marketing)

Mengingat adanya perkembangan teknologi yang pesat bertahun- tahun terakhir, maka lahirlah sebuah jenis komunikasi pemasaran yaitu pemasaran interaktif. Pemasaran interaktif menyediakan media bagi perusahaan maupun konsumen untuk berpartisipasi dalam komunikasi dua arah yang terjadi, seperti memodifikasi pesan atau gambar, memberi umpan balik, hingga membeli secara langsung (Belch & Belch, 2009, p.22).

Media pemasaran interaktif berkembang seiring majunya teknologi.

Pemasaran interaktif ini dapat terjadi di media televisi interaktif, tablet, hingga telepon genggam. Karakteristik pemasaran interaktif menurut Kotler & Keller (2009,p.529) yaitu :

- Customized : Pesan yang ingin disampaikan dapat diatur sedemikian rupa untuk menarik individu yang disasar.

- Up-to-date : Pesan yang akan disampaikan dapat dipersiapkan secepat dan sebaru mungkin.

- Interactive : Pesan yang dimaksud dapat diubah atau dimodifikasi sesuai respons yang didapat.

g. Pemasaran Word-of-Mouth

Pemasaran word-of-mouth ialah satu-satunya bentuk komunikasi pemasaran yang tidak dilakukan secara langsung oleh perusahaan untuk menawarkan produknya. Pemasaran ini dilakukan biasanya oleh konsumen yang loyal, yang cenderung merekomendasikan produk tertentu kepada orang lain sesuai dengan pengalamannya dengan produk tersebut.

Berikut ialah karakteristik pemasaran word-of-mouth (Kotler &

Keller, 2009, p.529):

- Credible; Memiliki pengaruh yang tinggi, karena informasi yang didapat konsumen berasal dari orang yang cenderung mereka percaya.

- Personal; Merupakan dialog yang dekat antar orang per orang, karena membicarakan pengetahuan, pengalaman, dan opini pribadi.

(6)

- Timely; Biasa terjadi di saat topik pembicaraan yang kaitannya dekat, sehingga pesan yang ditukarkan menarik untuk disimak.

h. Penjualan Pribadi (Personal Selling)

Penjualan pribadi ialah komunikasi pemasaran yang bersifat orang ke orang, dimana penjual menawarkan dan berusaha mempengaruhi calon pembeli untuk melakukan transaksi (Belch & Belch, 2009, p.25).

Penjualan pribadi mencakup kontak langsung atau tatap muka antara penjual dan calon pembeli. Hal ini menguntungkan penjual, karena dengan kondisi yang fleksibel; dimana penjual dapat mengetahui respons langsung calon pembeli dan memodifikasi pesan terus menerus supaya sesuai dengan calon pembeli.

Karakteristik penjualan pribadi dijabarkan sebagai berikut (Kotler &

Keller, 2009, p.529):

- Personal Interaction; Menciptakan tanggapan langsung dan interaksi timbal balik antara 2 orang.

- Cultivation; Memberi peluang bagi sebuah hubungan antar orang per orang untuk berkembang, dari saling tidak kenal menjadi lebih dekat.

- Response; Calon pembeli dapat merasa terobligasi untuk mendengar pesan yang diberikan penjual.

Setiap bauran komunikasi pemasaran yang digunakan dipilih sesuai dengan jenis dan mamfaatnya. Dalam penelitian ini, pemasaran interaktif (interactive marketing) merupakan fokus yang diteliti. Media pemasaran interaktif berkembang seiring majunya teknologi. Pemasaran interaktif ini dapat terjadi di media televisi interaktif, tablet, hingga telepon genggam.

Pemasaran interaktif yang umum dikenal dan sering dipakai antara lain (Kotler & Keller, 2009, p.146) : catalogs, mailings, e-mail, blogs,web sites dan fax mail. Suyanto (2007) menambahkan media yang digunakan dalam pemasaran interaktif yaitu spot leasing, skyscraper, Universal Resource Locator (URL), chat-room, sosial media, dan e-mail. Pada penelitian ini, pemasaran interaktif yang hendak diteliti adalah pemasaran interaktif melalui media sosial Instagram.

(7)

2.3. Pemasaran Interaktif

Mengingat adanya perkembangan teknologi yang pesat bertahun-tahun terakhir, maka lahirlah sebuah jenis komunikasi pemasaran yaitu pemasaran interaktif. Pemasaran interaktif (interactive marketing) adalah kegiatan dan program online yang dirancang untuk melibatkan atau memprospek pelanggan dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesadaran (awareness), memperbaiki citra, atau menciptakan penjualan produk dan jasa (Kotler&Keller,2009, p.512). Menurut Kotler & Amstrong (2012,p. 532), pemasaran interaktif adalah suatu usaha perusahaan untuk memasarkan produk dan pelayanan serta membangun hubungan pelanggan melalui internet.

Dalam setiap bauran komunikasi pemasaran, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan dalam menyampaikan pesan pemasaran. Menurut Kotler&Keller (2012,p. 540), keunggulan dan kelemahan pemasaran interaktif antara lain :

a. Keunggulan pemasaran interaktif :

- Perusahaan dapat mengirimkan pesan khusus yang melibatkan konsumen dengan mencerminkan minat dan perilaku khusus.

- Dapat diandalkan dan pengaruhnya dapat ditelusuri dengan mudah.

- Efektif untuk menjangkau sepanjang hari karena mudah untuk diakses b. Kelemahan pemasaran interaktif :

- Pemasar akan menganggap pesan yang disampaikan efektif dibandingkan seharusnya.

- Pemasar akan kehilangan kendali terhadap perilaku penerima pesan dalam mengolah pesan online yang diberikan.

2.4. Media Sosial

Media sosial diartikan sebagai teknologi yang memfasilitasi informasi yang interaktif, isi yang dibuat pengguna, dan kolaborasi keduanya. (Elefant, 2011). Media sosial membuat cara untuk berkomunikasi menjadi semakin mudah.

Media sosial sangat populer sehingga konsumen punya kekuatan untuk menghasilkan dan menyebarkan informasi kepada orang lain (Xiang&Gretzel, 2010).

(8)

Kotler dan Keller (2012) secara lebih lanjut menerangkan bahwa media sosial merupakan sarana bagi konsumen untuk berbagi teks, gambar, audio, dan video informasi dengan satu sama lain dan dengan perusahaan atau sebaliknya.

Media sosial menurut Kotler dan Keller (2012,p. 568) terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Online Communities and Forums

Online communities and forums dibentuk oleh konsumen dan sekelompok konsumen tanpa adanya pengaruh iklan dan afiliasi perusahaan atau mendapatkan dukungan dari perusahaan. Anggota yang tergabung dalam communities dapat berkomunikasi dengan perusahaan dan anggota lainnya melalui posting, instant messaging, dan chat discussion tentang minat khusus yang berhubungan dengan produk dan merek.

2. Blog-gers

Blog merupakan catatan jurnal online yang diperbarui secara berkala dan merupakan saluran yang penting bagi Word of Mouth.

3. Social Network

Social network merupakan kekuatan yang penting dalam kegiatan pemasaran baik business to customer dan business to business. Social network dapat berupa situs jejaring sosial, seperti Facebook, MySpace, Twitter, Instagram, dan Linkedln.

2.4.1. Instagram

Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya di akun yang dimiliki. Sebagai media sosial, Instagram memiliki fitur-fitur berikut (Rahmawati, 2016) :

a. Homepage : halaman utama yang menampilkan linimasa (timeline) foto-foto terbaru dari sesama followers yang sudah di-follow

b. Explore : halaman kedua disamping halaman homepage yang menampilkan foto-foto dari pengguna akun Instagram yang belum di-follow tetapi di-follow oleh teman following.

(9)

c. Follow: fitur yang bertujuan untuk mem-follow atau “mengikuti” akun Instagram pengguna lain. Maksud dari fitur follow ini ialah, seorang pengguna dapat mengetahui dan melihat segala pos yang dibagikan oleh orang yang telah ia “follow” (Following). Pos tersebut akan mundul di homepage si pengikut (followers). Semakin banyak pengikut, maka sebuah akun Instagram akan semakin populer dan dikenal banyak orang. Dalam fitur ini seorang pengguna dapat berkomunikasi antar sesama pengguna lain yang saling mengikuti.

d. Like: Fitur ini berguna untuk menunjukkan jika seorang pengguna “menyukai”

pos atau foto yang dipos oleh pengguna lain. Fitur “like” dapat diperoleh dari followers maupun pengguna yang tidak termasuk followers.

e. Comment : Menulis kesan-kesan mengenai foto pada kotak yang disediakan.

f. Caption : Fitur untuk menulis deskripsi foto yang diunggah untuk memperkuat karakter atau pesan yang ingin disampaikan pada foto itu.Dalam caption Anda dapat menulis kalimat yang menarik.

g. Arroba (@) : Fitur yang dimana para penggunanya , dapat menyinggung pengguna lain dengan berkomunikasi dengan pengguna yang telah disinggung tersebut.

h. Hashtag (#) : Suatu label (tag) berupa suatu kata yang diberi awalan simbol bertanda pagar (#). Hashtag difungsikan untuk menggolongkan tema atau topik yang lebih spesifik dalam sosial media, dan di sisi lain hashtag juga mempermudah orang lain untuk mencari topik yang saling berhubungan.Dalam dunia digital khususnya digital konten marketing pada sosial media, hashtag berguna untuk mengelompokan sebuah tema atau informasi produk agar orang lain atau calon customer dapat menemukan informasi yang anda sampaikan pada sebuah artikel dengan hashtag tertentu.

i. Geotagging : Bagian ini akan muncul ketika pengguna mengaktifkan GPS di dalam perangkat smartphone. Dengan demikian , perangkat tersebut dapat mendeteksi lokasi dimana pengguna Instagram berada. Geotagging sendiri adalah identifikasi metadata geografis dalam sebuah media situs ataupun foto.

Dengan Geotagging para pengguna dapat terdeteksi dimana mereka telah mengambil foto atau dimana foto tersebut telah diunggah.

(10)

j. Taggimg : Pengguna instagram dapat menandai teman dalam foto. Atau lebih dikenal dengan tag dalam suatu foto.

Instagram sebagai media sosial menerapkan sistem “photos and images sharing”, dimana para penggunanya dapat berbagi segala informasi dan pesan dalam bentuk foto atau gambar. Sistem “photos and images sharing” tersebut dapat menghasilkan berbagai manfaat dalam menjadi senjata marketing yang baik (Barker&Melissa, 2013). Barker dan Melissa (2013) mengatakan bahwa ada beberapa keuntungan dalam melakukan photo sharing, antara lain foto bisa digunakan untuk menunjukan bentuk sebuah produk, keterangan dari produk tersebut, dan mempengaruhi selera pembeli. Hal ini dapat menghasilkan respons pengguna, yang dapat berlanjut hingga pembelian.

2.4.2. Komponen Penggunaan Media Sosial

Media sosial adalah salah satu komunikasi pemasaran yang masuk kedalam komunikasi pemasaran interaktif (Wurinanda,2015). Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa dalam membuat suatu pemasaran interaktif menjadi efektif, media sosial juga memiliki 4 komponen pembentuk komunikasi pemasaran dalam media sosial. Menurut Chris Heuer, penemu dan founder dari Social Media Club, dalam Solis (2010,p.263), terdapat 4 komponen dalam penggunaan media sosial, yaitu:

1. Context

“How we frame our stories.”

Context dalam hal ini adalah bagaimana membentuk sebuah pesan(konten) yang baik kepada khalayak dengan tujuan untuk menarik perhatian, memberikan informasi, dan pesan promosi(Pusparini,2015).

Sebuah context yang baik harus menggunakan bahasa yang tepat, bentuk sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan, dan isi sesuai dengan tujuan dari pesan tersebut(Putra,2015). Cara terbaik dalam menyampaikan sebuah pesan adalah dengan menggunakan multimedia.

Hasan (2013, p.812) mengatakan bahwa penggunaan multimedia (foto atau video) dapat berubah pandangan tentang produk penjualan dan memberikan friendly impression terhadap suatu perusahaan. Pesan yang

(11)

disusun harus jelas dan mudah dipahami. Sebuah context yang baik selain menampilkan pesan yang menarik perhatian juga dapat membuat penerima pesan (pengguna) dapat menemukan value dari pesan yang disampaikan sehingga informasi dalam pesan tersebut berkualitas dan bermamfaat bagi pengguna (McFarland&Ployhart, 2015).

2. Communications

“The practice of sharing out story as well as listening, responding, and growing.”

Communication adalah sebuah cara/tindakan untuk menyampaikan, membagikan, mendengarkan, merespon, dan mengembangkan pesan (Fauziah&Trenggana, 2016). Dalam media sosial, perusahaan dapat lebih mudah melakukan two-sided communications sehingga hal ini harus dimamfaatkan(McFarland&Ployhart, 2015). Komunikasi yang terjalin harus dikemas dengan baik agar penerima pesan dapat merasa nyaman dan cocok. Perusahaan sebagai pengirim pesan harus membantu penerima pesan agar pemahaman pesan dapat dicapai sehingga ada tanggapan dan timbal balik, dengan menjawab pertanyaan dari pengguna(Muslim, 2017). Perusahaan akan sukses apabila dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan dari penerima pesan(Fauziah&Trenggana, 2016). Respon akan menjadi lebih baik apabila dapat dikemas dengan bentuk yang menarik sehingga lebih mudah dipahami. Tindakan untuk berkomunikasi dapat membuat hubungan dengan konsumen semakin kuat sehingga dapat berpotensi untuk memimpin. Lee dan Benbasat (2004) menambahkan kategori komunikasi yang baik apabila dapat diberikan dengan cepat dan jelas.

3. Collaboration

“Working together to make things better and more efficient and effective.”

Hubungan kerjasama yang terbentuk antara pengirim pesan (perusahaan) dengan penerima pesan (pengguna media sosial) dengan tujuan agar pertukaran pesan yang dilakukan semakin efektif dan efisien(Putra,2015). Dalam hal ini, peran pengguna sangat penting

(12)

karena perlunya timbal balik positif dan tanggapan dari pengguna media sosial, sehingga pengguna media sosial tertarik untuk terus mengunjungi dan mencari informasi melalui media sosial perusahaan (McFarland&Ployhart, 2015).

4. Connection

“The relationship we forge and maintain.”

Hubungan kerjasama yang berkelanjutan antara pemberi dan penerima pesan. Pemeliharaan hubungan yang telah dibangun sangat penting sehingga hubungan yang sudah terjalin tidak terputus(Muslim,2017). Perusahaan yang sudah berhasil membangun hubungan dengan pengguna harus menjaga hubungan ini dengan melakukan follow up atau update informasi terbaru yang konsisten sehingga pengguna merasa hubungan yang terjalin sangat kuat.

Hubungan kerjasama membentuk suatu ikatan yang baik antara perusahaan dengan pengguna media sosial(Lee&Benbasat,2004).

2.5. Komunikasi Pemasaran yang Efektif

Komunikasi pemasaran memiliki peran yang penting dalam menjalankan sebuah proses promosi. Untuk mengetahui apakah sebuah komunikasi pemasaran dapat efektif atau tidak, berikut perlu diketahui lebih dahulu peran-peran komunikasi tersebut (Fill, 2005, p.19):

 Dalam tahap yang mendasar, komunikasi memiliki kemampuan untuk menginformasikan dan membuat para calon konsumen tahu akan hal-hal apa yang ditawarkan perusahaan.

 Selanjutnya, komunikasi dapat mempengaruhi konsumen dan calon konsumen untuk melakukan transaksi.

 Komunikasi juga dapat mengingatkan konsumen akan manfaat-manfaat dari pengalaman transaksi sebelumnya, sehingga konsumen mau mengulang pengalaman tersebut.

 Komunikasi dapat bertindak sebagai pembeda suatu produk satu dengan lainnya.

(13)

Seorang perencana komunikasi pemasaran, yang dalam hal ini ialah perusahaan, menggunakan berbagai cara agar konsumen selaku penerima pesan komunikasi dapat menangkap dan menerima pesan tersebut dengan baik. Maka dari itu, sangat penting untuk membuat sebuah komunikasi pemasaran menjadi sebuah komunikasi yang efektif agar kegiatan pemasaran yang direncanakan dapat sampai dengan baik ke konsumen. Perlu dipahami bahwa proses penyampaian pesan dari pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) melalui sebuah proses (Belch & Belch,2009,p.146). Komunikasi yang demikian dapat dipahami berdasarkan 2 (dua) model; macromodel of the communication process dan micromodel of consumer responses.

1. Macromodel of communication process

Gambar 2.1. Elemen-elemen dalam proses komunikasi Sumber: Kotler & Keller (2009, p.514)

Gambar 2.1. di atas menunjukkan bagaimana elemen-elemen dalam komunikasi tersusun dan membentuk sebuah proses komunikasi. Kotler & Keller (2009) mengadopsi model ini dari Model Komunikasi Shannon and Weaver, dimana proses komunikasi terdiri dari sumber informasi (information source), yang melalui pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang

(14)

2008, p.24). Dalam model di atas, information source dalam Model Shannon and Weaver adalah komunikator (sender), pengubahan pesan menjadi sinyal ialah encoding (penyandian), channel untuk mengirimkan sinyal tersebut adalah media.

Berikut ialah 9 elemen komunikasi dalam model di atas:

1. Komunikator (sender): pihak yang mengirimkan pesan

2. Penyandian (encoding): proses menuangkan pikiran ke dalam bentuk simbolik 3. Pesan (message): symbol-simbol yang disampaikan oleh pengirim

4. Media (media): saluran komunikasi yang dilalui pesan sebelum sampai dari pengirim ke penerima

5. Pengartian (decoding): proses penerima mengartikan simbol yang disandikan oleh pengirim

6. Komunikan (receiver): pihak yang menerima pesan

7. Respons (response): reaksi penerima setelah menerima pesan

8. Umpan balik (feedback): sebagian dari respon penerima yang dikembalikan kepada pengirim

9. Gangguan (noise): halangan komunikasi yang mengakibatkan penerima sulit menerima pesan yang utuh seperti yang disampaikan pengirim.

Model ini menggambarkan faktor-faktor kunci untuk menimbulkan komunikasi yang efektif. Seorang komunikator harus tahu apa yang audiens mereka inginkan dan respons seperti apa yang mereka butuhkan. Komunikator tersebut diwajibkan untuk dapat menyandikan pesan tersebut supaya dapat diterima oleh komunikan.

Pesan tersebut kemudian disalurkan dari komunikator ke komunikan melalui media yang akan sampai ke audiens dan mendapatkan feedback untuk memonitor respon yang akan didapat. Perlu diingat, bahwa noise atau gangguan komunikasi selalu ada, baik itu sedikit maupun banyak (Kotler&Keller, 2009, p.515).

2. Micromodel of Consumer Responses

Model ini ialah model lanjutan dari model komunikasi pada gambar 2.1 di atas.

Micromodel of Consumer Responses memfokuskan diri kepada elemen komunikasi respons yang ditampilkan oleh konsumen. Asumsi dari model ini, ialah penerima pesan (receiver) melewati tahap-tahap dari tahap kognitif, afektif, dan tahap behavioral atau konatif. Model ini ialah model yang menunjukkan

(15)

langkah-langkah sebuah pesan komunikasi pemasaran dalam membentuk respon komunikannya di berbagai tingkatan(Kotler&Keller, 2009, p.515).

Berikut ini ialah Response Hierarchy Models atau MoTdel Hirarki Respons yang menggambarkan sistematika respons konsumen tersebut:

Gambar 2.2. Model hirarki respons Sumber: Belch & Belch (2009, p.156)

Berbagai elemen dalam masing-masing tahapan pada Gambar 2.1. di atas merupakan kunci bagi komunikator, yang dalam hal ini marketer atau pelaku pemasaran, untuk mencapai pelanggan di berbagai tahapan tersebut. Jika seorang komunikator ingin mencapai pelanggannya ditahap kognitif, maka caranya ialah dengan membagun awareness (kesadaran), knowledge (pengetahuan), membentuk presentation (tampilan), attention (perhatian), ataupun comprehension (pemahaman) dari pelanggan tersebut. Sedangkan jika komunikator tersebut menargetkan pelanggan ditahap afektif, maka dirinya wajib membangun interest (ketertarikan), desire (keinginan), liking (rasa suka), preference (pilihan), conviction (keyakinan), evaluation (evaluasi), yielding (menyetujui), dan retention (ketahanan). Maka ketika tahap behavioral atau tahap konatif pelanggan yang

(16)

menjadi sasaran komunikator, diusahakanlah action (tindakan), trial (percobaan), adoption (adopsi), behavior (tingkah laku) dan purchase (pembelian).

Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing model hirarki respons tersebut :

a. AIDA Model dikembangkan untuk merepresentasikan tahapan-tahapan yang dijalankan seorang sales person terhadap konsumen dalam proses aktivitas personal-selling atau penjualan pribadi (Belch & Belch, 2009, p.156). Ditahap awal, seorang sales person harus dapat menarik perhatian (attention) konsumennya, lalu menimbulkan ketertarikan (interest) kepada produk yang ditawarkan perusahaan. Ketertarikan tersebut kemudian membuahkan keinginan (desire) untuk memiliki atau menggunakan produk. Kemudian akibat adanya keinginan, timbullah tindakan (action) yang kemudian menyebabkan terjadinya transaksi penjualan bagi sales person.

b. Hierarchy-of-Effects Model dikembangkan oleh Robert Lavidge dan Gary Steiner sebagai sebuah paradigma untuk mengukur tingkatan respon konsumen. Hierarchy-of-Effects Model menunjukkan proses dimana konsumen tidak langsung ke tahap behavioral response atau pembelian, melainkan beberapa tahap harus terjadi dimana setiap tahap tersebut harus dilewati satu per satu sebelum pindah ke tahap berikutnya dalam suatu urutan yang ada dalam Hierarchy-of-Effects tersebut, mulai dari awareness (kesadaran) hingga purchase (pembelian) (Belch & Belch, 2009, p.157).

c. Innovation Adoption Model menjabaran tahapan respons terhadap sebuah proses difusi inovasi. Proses dalam model ini menggambarkan bagaimana konsumen beradaptasi terhadap produk baru (Belch & Belch, 2009, p.157).

Dalam meluncurkan produk baru, merupakan suatu tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk membangun awareness atau kesadaran akan produk bagi konsumennya.

d. Information Processing Model, yang dikembangkan oleh William McGuire untuk menggambarkan efek iklan. McGuire berasusmsi bahwa pelanggan yang dipersuasi merupakan seorang problem solver dan bisa memproses sendiri informasi yang mereka terima (Belch & Belch, 2009, p.157).

(17)

Keempat model tersebut di atas pada dasarnya serupa. Perbedaan hanya terdapat dari sistematik elemen di masing-masing model. Kesamaan setiap model terdapat dalam tiga tahap respons yang pasti, yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif.

Berdasarkan model Hirarki Respons pada Gambar 2.2. di atas, maka dapat dilihat bahwa komunikasi pemasaran yang efektif harus membuat pelanggan sebagai konsumen melewati tahapan respons yang lengkap mulai dari awareness hingga action. Berikut kembali dijabarkan model Hierarchy-of-effects yang menggambarkan komunikasi yang efektif :

Gambar 2.3. Model hierarchy-of-effects Sumber : Kotler & Keller (2009, p. 515)

Dari model di atas, awareness merupakan tahapan pertama dalam tahap respon. Hal ini menggambarkan bahwa awareness (kesadaran) sangat penting agar konsumen dapat melewati tahap demi tahap sampai tahap purchase.

Hierarchy-of-Effects di atas merupakan dasar dari pengembangan berbagai metode pengukuran efektivitas komunikasi pemasaran. Metode tersebut adalah Media Mix Planning, Direct Rating Method (DRM),Consumer Decision Model

Awareness

Knowledge

Liking

Preference

Conviction

Purchase

(18)

(CDM), EPIC Model, dan Customer Response Index (CRI) (Darmadi et al., 2003).

Keempat metode pengukur efektivitas ini memilik dasar yang sama sesuai dengan Hierarchy-of-Effects, yaitu untuk menjabarkan bahwa efektivitas diperoleh berdasarkan tahap demi tahap respon pelanggan sebagai konsumen mulai dari kognitif, afektif, hingga konatif.

2.6. Customer Response Index (CRI)

Customer Response Index (CRI) adalah sebuah alat pengukur efektivitas komunikasi pemasaran yang dipilih penulis dalam penelitian ini. CRI berbentuk sebuah model pengukuran, dimana sebuah model adalah penyederhanaan sesuatu yang mampu mewakili sejumlah objek atau aktivitas (Darmadi et al., 2003, p.15).

Customer Response Index (CRI) digunakan dalam penelitian ini karena metode ini menanamkan kesadaran (awareness) secara terus menerus. Apabila tahap awareness tidak tercapai, maka tahapan selanjutnya tidak dapat dilanjutkan.

Customer Response Index (CRI ) mengukur efektivitas komunikasi pemasaran berdasarkan tahap demi tahap, dimulai dari awareness (kesadaran), comprehend (pemahaman), interest (tertarik), intentions (niat), dan action (tindakan). Metode pengukuran CRI ini memiliki dasar yang sama sesuai dengan Hierarchy-of-effects sehingga dapat memperoleh tahapan respon konsumen mulai dari awareness sampai tindakan purchase. Selain itu, Kotler & Keller (2009, p.516) mengatakan bahwa setiap tahapan dalam Hierarchy-of-effects yang berupa elemen memiliki ikatan yang kuat satu dengan yang lainnya, dimana tahapan awal mempengaruhi tahapan setelahnya, dan tahapan setelahnya tersebut mempengaruhi tahapan berikutnya.

“Customer” dalam Customer Response Index (CRI) diartikan sebagai individu atau kelompok/organisasi yang membeli produk secara langsung dari perusahaan (McDonald&Dunbar, 2004,p.78). Istilah ini seringkali diputar balikkan oleh istilah “consumer” atau konsumen, dimana keduanya memiliki arti yang berbeda. Menurut McDonald dan Wilson dalam bukunya Marketing Plans:

How to Prepare Them, How to Use Them (2011, p.92), “customer” ialah orang yang membeli produk secara langsung dari perusahaan, sedangkan “consumer”

(19)

ialah orang yang mengkonsumsi sebuah produk, terlepas dari peran orang tersebut dalam membeli produk tersebut atau tidak.

Berikut bentuk model CRI:

Gambar 2.4. Customer respons index model Sumber: Best (2012, p.247)

Customer Response Index (CRI) mencakup elemen-elemen respons yang bertahap, mulai dari awareness (kesadaran), comprehend (pemahaman), interest (ketertarikan), intentions (niat), dan action (tindakan). Berikut penjabaran setiap tahapan respon dalam CRI :

1. Awareness

Awareness merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu (Aaker, 2008). Aware dalam teori Hierarchy of Effect (Belch & Belch,2009) termasuk kedalam tahap kognitif, dimana seorang receiver mengetahui tentang keberadaan, informasi, dan pengetahuan tentang suatu produk. Hal yang penting dalam tahap ini tidak hanya untuk membuat pelanggan sadar akan keberadaan suatu produk tetapi juga penting untuk berkomunikasi secara efektif agar kesadaran yang dihadapi tidak sementara saja. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kesadaran (Low Awareness) antara lain (Best,2012, p.248) :

- pemilihan media yang tidak tepat

(20)

- frekuensi tampilan yang kurang - isi pesan yang tidak jelas.

2. Comprehend

Comprehend adalah pemahaman dan pengetahuan pelanggan mengenai suatu produk di dalam pesan komunikasi pemasaran (Best,2012,p.248).

Pemahaman konsumen sangat penting dipengaruhi oleh frekuensi pesan yang disampaikan. Banyaknya pesan yang dibuat harus disesuaikan, terlalu sedikit akan menyebabkan penundaan pesan yang akan diterima oleh target konsumen sehingga pemahaman tidak dapat terjadi. Begitu juga sebaliknya, apabila pesan yang disusun terlalu banyak, maka akan membuat target konsumen merasa terganggu dan akan menimbulkan beragam persepsi tentang perusahaan atau produk tersebut sehingga pemahaman yang ingin dicapai tidak sesuai. Dalam suatu keadaan, akan terjadi situasi Low Comprehend yang disebabkan oleh(Best,2012, p.248) :

- frekuensi tampilan yang kurang -isi promosi yang tidak jelas 3. Interest

Interest atau ketertarikan/minat adalah tahap lebih jauh di atas tahap comprehend dimana seorang receiver tertarik/berminat untuk mengetahui lebih jauh. Setelah seorang receiver memahami pesan pemasaran yang disampaikan, akan timbul perasaan suka atau tidak suka (Ha, 2015). Low Interest dapat terjadi karena disebabkan oleh antara lain(Best,2012, p.248).

:

-keuntungan diri dirasa kurang oleh konsumen -nilai penawaran masih kurang

-isi promosi yang tidak jelas 4. Intention

Intention berarti maksud untuk membeli (Darmadi et al., 2003).

Setelah menggali secara lebih jauh lagi karena sudah melewati tahap interest, seorang konsumen akan merencanakan apakah akan melakukan tindakan yang berhubungan dengan pesan promosi atau malah menarik diri untuk tidak melakukan apapun. Menurut Goor (2012), Intention timbul

(21)

setelah ada ketertarikan (interest). Pada tahap intention dapat saja konsumen tidak yakin untuk membeli produk yang diiklankan. Keadaan Low Intention dapat disebabkan oleh antara lain(Best,2012, p.248):

-harga yang terlalu tinggi

-tidak tersedianya produk untuk dicoba -ada produk merek lain yang sudah sesuai 5. Action

Action merupakan tahapan terakhir dalam sebuah model Customer Response Index. Dalam tahap ini pelanggan akan memilih untuk melakukan tindakan pembelian atas pesan komunikasi pemasaran yang disampaikan atau tidak (Best,2012,p.248). Low purchase level yang membuat seseorang gagal untuk mencapai tahap action disebabkan oleh :

-produk tidak tersedia di toko terdekat -stok yang mudah habis.

Best (2012, p.243) menyebutkan bawa pembangunan kesadaran atas produk merupakan langkah utama dalam Hierarchy-of-Effects. Jika komunikasi pemasaran, gagal menciptakan kesadaran (awareness) sebagai tahapan awal Hirarki Respons, maka respons lanjutan lain tidak akan terjadi. Tahap selanjutnya dalam Customer Response Index (CRI) adalah comprehend (pemahaman). Tahap ini merupakan tahap lanjutan bagi pelanggan yang telah aware atau sadar akan sebuah merek. Pemahaman pelanggan ini diindikasikan dengan adanya responden yang mengerti akan pesan pemasaran tersebut. Dari tahap ini kemudian akan muncul 2 kategori pelanggan yang paham (comprehend) dan pelanggan yang tidak paham (no comprehend) akan pesan pemasaran.

Selanjutnya, pelanggan yang paham dihadapkan pada tahapan interest atau ketertarikan akan suatu merek. Dalam tahapan ini pula kemudian muncul 2 kategori, yaitu pelanggan yang tertarik (interest) dan pelanggan yang tidak tertarik (no interest). Pelanggan yang tertarik kemudian menjalani tahap intentions atau niat. Dalam tahap ini konsumen menyatakan ada atau tidaknya niat melakukan pembelian terhadap suatu merek. Yang terakhir, pelanggan yang berniat akhirnya mencapai tahap action atau tindakan, dimana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli merek tersebut.

(22)

Model Customer Response Index memiliki hasil akhir atau output berupa Customer Response Index (CRI) yang berbentuk persentase jumlah pelanggan yang telah melalui tahapan Hirarki Respons secara keseluruhan, mulai dari awareness hingga action. Customer Response Index (CRI) juga menghasilkan persentase efektivitas komunikasi pemasaran dari berbagai tingkatan. Hasil akhir pengukuran Customer Response Index (CRI) ialah perolehan tingkat % awareness, tingkat % comprehend, tingkat % interested, tingkat % intentions, dan akhirnya tingkat % action. Dari perolehan tersebut, dapat pula dihitung peluang yang masih bisa diraih, dari selisih angka CRI tersebut dengan 100%. Nilai sisa atau kehilangan tingkat % CRI tersebut disebabkan oleh kurangnya jumlah respons di masing-masing tahapan. Kekurangan tersebut merupakan hasil dari kemungkinan-kemungkinan berikut:

a. Tidak adanya action sehingga suatu merek kehilangan respons pelanggan sebesar sekian % di tingkat tertentu. Keadaan ini disebut No Action.

b. Tidak adanya intention sehingga suatu merek kehilangan respons pelanggan sebesar sekian % di tingkat tertentu. Keadaan ini disebut No Intention.

c. Tidak adanya interest sehingga suatu merek kehilangan respons pelanggan sebesar sekian % di tingkat tertentu. Keadaan ini disebut No Interest.

d. Tidak adanya comprehend sehingga suatu merek kehilangan pelanggan konsumen sebesar sekian % di tingkat tertentu. Keadaaan ini disebut No Comprehend.

e. Tidak adanya awareness sehingga suatu merek kehilangan pelanggan konsumen sebesar sekian % di tingkat tertentu. Keadaan ini disebut Unawareness

Dapat disimpulkan, adanya tingkat respons yang rendah disebabkan oleh berbagai persentase yang rendah pula di tiap tingkatan. Untuk menanggulangi keluarnya angka CRI yang rendah, penting bagi perencana komunikasi pemasaran untuk lebih memfokuskan yang menyasar respons awareness atau kesadaran pelanggan terhadap merek tersebut. Semakin tinggi persentase awareness-nya,

(23)

maka semakin besar pula peluang bagi persentase di tingkat-tingkat selanjutnya dan bagi CRI untuk menjadi tinggi.

2.7. Pengukuran Efektivitas Komunikasi Pemasaran Interaktif melalui Media Sosial Instagram menggunakan Customer Response Index Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Maka penulis juga diharuskan untuk mempelajari penelitian- penelitian terdahulu atau sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil penelitian

Sandy Surya Utama, Roos Kities

Andadari, Eko Suseno HR Matrutty (2009)

Efektivitas Iklan Televisi Partai Gerindra berdasarkan Metode Customer Response Index (CRI) di Salatiga

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengukur efektivitas iklan Gerindra dengan menggunakan Customer Response Index.

Hasil yang didapat adalah bahwa dalam variabel awareness dinilai tinggi yaitu 96.5 persen dari total sampel yang ada. Akan tetapi, di tahap action jumlah yang didapat sebesar 10.99 persen.

Menurut peneliti, angka tersebut sudah baik melihat bahwa Partai Gerindra adalah partai yang masih baru.

Michelle Wifalin (2015)

Efektivitas Instagram Common Grounds

Untuk mengetahui efektivitas Instagram terhadap pengunjung Common Grounds.

Hasil perhitungan CRI yang didapat yaitu sebesar 13%. Hal ini menunjukkan bahwa instagram Common Grounds masih tidak efektif.

(24)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu (sanbungan) Susanta (2008) Respon

Konsumen Terhadap Iklan Mie Sedap

Ada tiga tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk

mengetahui kekuatan iklan Mie Sedap, customer’s response strength, customer’s response index, dan hubungan antara kekuatan iklan dengan customer’s response strength.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan iklan berada pada kategori sedang, total terdapat 75% responden yang melakukan

pembelian dari total sampel, kekuatan respon konsumen berada pada kategori rendah, dan terdapat hubungan antara kekuatan iklan Mie Sedap dengan respon konsumen.

Singgih Nurgiyantoro (2014)

Pengaruh Strategi

Promosi melalui Social Media terhadap Keputusan Pembelian Garskin yang Dimediasi Word of Mouth Marketing

Untuk mengetahui pengaruh strategi promosi media sosial terhadap keputusan pembelian produk garskin

Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif strategi promosi media sosial yang terdiri dari Context, Communication, Collaboration, dan Connection terhadap keputusan pembelian produk garskin merek SayHello di Kota Yogyakarta.

Customer Response Index (CRI) sudah digunakan sebagai alat pengukur efektivitas oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yang pada penelitian terdahulu banyak diterapkan untuk mengukur efektivitas komunikasi pemasaran. Michelle Wifalin (2015) menyimpulkan bahwa pengunjung Common Grounds mencapai tahap action sebanyak 46%. Meskipun tahap aware terbilang tinggi yaitu sebanyak 87%, tetapi untuk sampai ke tahap action mengalami penurunan, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini, penggunaan CRI lebih difokuskan kepada pencapaian awareness dari pengunjung Common Grounds. Perbedaan penelitian terdapat pada tujuan akhir dari action suatu model CRI yaitu tindakan follow, sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang ini menganalisis tahap action sampai dengan membeli produk. Customer Response Index sebagai alat pengukur efektivitas mendapatkan hasil analisa yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin didapatkan.

(25)

Hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa semua tahapan respon akan dilewati sampai tahapan paling akhir oleh sampel yang ditentukan, hanya terdapat perbedaan di setiap komposisi persen tiap tahapan. Penelitian “Respon Konsumen terhadap Mie Sedap” yang disusun oleh Susanta menghasilkan rata- rata tahapan CRI yang tinggi sampai tahap action sebanyak 75%, sedangkan pada penelitian Sandy Surya Utama, Roos Kities Andadari, Eko Suseno HR Matrutty, tahap action yang didapat sebanyak 10.9%. Menurut peneliti, iklan Gerindra sudah dinilai cukup efektif karena dapat menghasilkan tahap memilih partai Gerindra sebesar 10.9% tersebut dikarenakan Gerindra merupakan partai baru.

Perbedaan pengukuran efektivitas komunikasi pemasaran interaktif melalui Instagram dengan pengukuran efektivitas iklan bahwa iklan lebih memfokuskan kepada awareness yang dicapai oleh audiens, karena iklan televisi menyebarkan pesan one-to-many tanpa mengetahui feedback dari audiens secara langsung.

Akan tetapi, melalui media sosial khususnya Instagram, feedback lebih terlihat sehingga banyaknya action yang dicapai dapat lebih diprediksi.

Sedangkan dalam teori 4Cs yaitu teori penggunaan media sosial yang terdiri dari Context, Communication, Collaboration, dan Connection sudah banyak digunakan untuk melihat bagaimana tanggapan pengguna media sosial terhadap penggunaannya. Nurgiyantoro (2014) dalam penelitiannya menggunakan 4C sebagai variabel independen dalam penelitiannya sehingga dapat dievaluasi apakah penggunaan media sosial oleh pemilik akun Instagram tersebut sesuai dengan yang diharapkan followers atau tidak.

(26)

2.8 Kerangka Pemikiran

Instagram kafe DE MANDAILING

Context(X1) -Gambar/foto menarik perhatian -Gambar/foto memberikan kesan bersahabat

-Bahasa jelas dan mudah dipahami -Informasi bermanfaat Sumber : Hasan (2013) Pusparini (2015), Putra (2015),

McFarland&Ployhart (2015)

Communication (X2)

-Tanggapan yang cepat

-Tanggapan yang jelas

-Bahasa yang ramah -Tanggapan yang sesuai

Sumber :

Fauziah&Trenggana (2016),

Muslim (2017), McFarland&Ployhart (2015),

Lee&Benbasat(2004)

Collaboration (X3)

-Respon positif -Konsistensi kunjungan Sumber : McFarland&Pl oyhart (2015), Putra (2015)

Connection (X4)

-Memperbarui promosi dan informasi -Konsistensi tanggapan Sumber : Muslim (2017), Lee&Benbasat (2004)

Efektivitas Komunikasi Pemasaran (Y)

“Komunikasi pemasaran yang efektif harus membuat pelanggan sebagai konsumen melewati tahapan respons yang lengkap mulai

dari awareness hingga action(Kotler&Keller,2009)”

Pengukuran menggunakan Customer Response Index :

 Awareness

 Comprehend

 Interest

 Intention

 Action

Sumber : Best (2012)

(27)

Efektivitas komunikasi pemasaran interaktif melalui Instagram Kafe DE MANDAILING diukur dengan mengadaptasi model yang dikembangkan oleh Robert Lavidge dan Gary Steiner, yaitu Hierarchy-of-effects (Severin&Tankard, 2001, p.16). Untuk mengukur efektivitas komunikasi interaktif, akan diukur terlebih dahulu persepsi penggunaan media sosial yang terdiri dari 4Cs (Solis, 2010, p.263) yaitu Context, Communication, Collaboration, dan Connection. Persepsi penggunaan media sosial (4Cs) diukur sebagai stimulus yang menimbulkan respon di berbagai tingkatan. Respon yang timbul lalu diukur dengan menggunakan Customer Response Index (Best, 2012, p.247). Tahapan respon dalam Customer Response Index bertahap, mulai dari awareness, comprehend,interest, intention, dan diakhiri oleh action (purchase). “Komunikasi pemasaran yang efektif harus membuat pelanggan sebagai konsumen melewati tahapan respons yang lengkap mulai dari awareness hingga action(Kotler&Keller,2009)”. Belch&Belch mendukung pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa hal yang paling penting dalam mengembangkan suatu komunikasi yang efektif adalah dengan memahami proses respon yang dilewati oleh seorang komunikan (receiver) untuk menuju pada perilaku pembelian (2009, p.155).

Gambar

Gambar 2.1. Elemen-elemen dalam proses komunikasi  Sumber: Kotler & Keller (2009, p.514)
Gambar 2.2. Model hirarki respons  Sumber: Belch & Belch (2009, p.156)
Gambar 2.3. Model hierarchy-of-effects  Sumber : Kotler & Keller (2009, p. 515)
Gambar 2.4. Customer respons index model  Sumber: Best (2012, p.247)

Referensi

Dokumen terkait

Inventory Conversion Period atau periode konversi persediaan yaitu rata- rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi kemudian menjual

Barang – barang tersebut dikategorikan lebih lanjut menjadi dua kelompok: bahan baku (raw materials) yang akan diproses menjadi barang jadi, dan barang – barang yang digunakan

Menurut Rangkuti (2002, p.30), “kepuasan konsumen didefinisikan sebagai respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual

Penelitian Taylor, Celuch, dan Goodwin (2004) melakukan penelitian di bidang industri alat berat dengan jumlah sampel 457 responden yang berjudul “The importance

1) App - kependekan dari kata ”application” yang merupakan sebuah perangkat lunak yang dapat diunduh pada telepon genggam yang memiliki akses untuk menggunakan instagram. 2)

Pengertian tersebut serupa dengan Belch & Belch, bahwa iklan adalah segala bentuk presentasi nonpersonal dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu

Saat investor mengambil keputusan untuk membeli saham karena investor merasa dapat mengendalikan keputusan investasi tersebut, maka investor dikatakan memiliki internal

Skema atau alur yang ada dalam teori ini dijelaskan dalam model respon kognitif yang dikemukan oleh Belch & Belch (2007: 206) yang didalamnya memuat