• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI AJARAN TAREKAT PADA PROSES PEMBELAJARAN (Penelitian di Mumtaza Islamic School)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI AJARAN TAREKAT PADA PROSES PEMBELAJARAN (Penelitian di Mumtaza Islamic School)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PROSES PEMBELAJARAN (Penelitian di Mumtaza Islamic School)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

THORIQ MAJID NIM : 11160110000013

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020

(2)

AGAMA

FORM (FR)

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 01

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Thoriq Majid

Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 3 Desember 1997 NIM : 11160110000013 Jurusan / Prodi :Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi :Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam

Mengimplementasikan Nilai-nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran

Dosen Pembimbing: Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag.

NIP. 197107091998031001

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 30 Desember 2020 Mahasiswa Ybs.

Thoriq Majid NIM. 11160110000013

(3)

MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI AJARAN TAREKAT PADA PROSES PEMBELAJARAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Thoriq Majid NIM.11160110000013

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ahmad Shodiq, M.Ag NIP. 19710709 199803 1 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020

(4)

Skripsi berjudul Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat Pada Proses Pembelajaran disusun oleh Thoriq Majid, NIM. 11160110000013, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketetapan yang ditetapkan oleh fakultas.

Ciputat, 19 Desember 2020 Yang Mengesahkan, Dosen Pembimbing,

Dr. Ahmad Shodiq, M.Ag NIP. 19710709 199803 1 001

(5)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran (Penelitian di Mumtaza Islamic School) disusun oleh Thoriq Majid, NIM.

11160110000013, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 14 Januari 2021 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu penulis berhak mendapatkan gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 14 Januari 2021 Ketua Panitia (Ketua Program Studi)

Drs. Abdul Haris, M.Ag NIP. 19660901 199503 1 001

Sekretaris (Sekretatis Program Studi)

Tanggal

22 – 01 - 21

Tanda Tangan

...

Drs. Rusdi Jamil, M.Ag NIP. 19621231 199503 1 005 Penguji I

Dr. Abdul Ghofur, M.Ag NIP. 19681208 199703 1 003 Penguji II

Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag NIP. 19580707 198703 1 005

22 – 01 - 21 ...

21 – 01 - 21 ...

21 – 01 - 21.

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Sururin, M.Ag NIP. 19710319 199803 2 001

...

(6)

Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan Nilai- Nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran Disusun oleh Thoriq Majid, NIM. 11160110000013, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketetapan yang ditetapkan oleh fakultas.

Ciputat, 19 Desember 2020 Dosen Pembimbing,

Dr. Ahmad Shodiq, M.Ag NIP. 19710709 199803 1 001

(7)

AGAMA ISLAM DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI AJARAN TAREKAT PADA PROSES PEMBELAJARAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran. Al-Ghazali mengatakan bahwa guru merupakan orang-orang yang bertugas dan bertanggung jawab atas muridnya terhadap pendidikan dan pengajaran, serta menyempurnakan dan membimbing kepribadian murid.

Hubungan guru dan murid yang diajarkan dalam nilai-nilai ajaran tarekat mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai hasil pembelajaran. Guru Pendidikan Agama Islam di Mumtaza Islamic School yang bertarekat telah konsisten mengamalkan nilai-nilai ajaran tarekatnya dalam proses pembelajaran, sehingga pendidikan bukan hanya trasnfer ilmu pengetahuan tetapi membentuk dan menyempurnakan kepribadian muridnya. Dengan demikian peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif telah mengupas bagaimana proses Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran. Peneliti berupaya menganalisis metode dan langkah yang digunakan oleh guru Pendidikan Agama Islam yang bertarekat dalam proses pembelajaran.

Kata Kunci : Mursyid, Murid, Tarekat, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam

(8)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt. Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat, khususnya nikmat Iman Islam dan sehat wal’afiyat sehingga penyusun dapat menyusun pembuatan skripsi ini sebagai langkah awal untuk menjadi syarat akhir dalam menempuh pendidikan Sarjana Strata 1 (S1) di Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini ditulis dengan judul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat pada Proses Pembelajaran” (Penelitian dilakukan di Mumtaza Islamic School).

Sebagai wujud dari pengaplikasian materi yang telah di dapatkan di dalam kelas selama perkuliahan, maka dilakukanlah penelitian sebagai langkah awal dalam mengamati kesesuaian antara teori yang sudah di dapatkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya, serta memahami proses penerapan materi dalam kehidupan nyata. Karena pendidikan, penelitian, pengembangan dan pengabdian masyarakat sangat berkaitan erat sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi.

Skripsi ini disusun untuk nantinya dilanjutkan melalui penelitian yang dilakukan di Mumtaza Islamic School dengan fokus utama guru-guru yang mengikuti tarekat sesuai dengan judul yang dipilih oleh penulis. Penulis ingin menemukan hal yang baru dalam aspek tarekat, yakni guru yang bertarekat dalam mendidik, sebagai bentuk impelementasi ajaran tarekat yang sudah dipelajari guru.

Besar harapan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat untuk diri penulis sendiri maupun pembaca secara umum.

Penulis juga tidak lupa kepada pihak yang membantu dan mendukung selama proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimkasih sebanyak-sebanyaknya kepada semua pihak yang berperan, antara lain:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.,M.A., sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Sururin, M.Ag., sebagai D:ekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Drs. Abdul Haris, M.Ag., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

(9)

ii

4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag, sebagai Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan meluangkan waktunya menjadi dosen penasehat akademik saya;

6. Dr. Ahmad Shodiq M.Ag sebagai dosen pembimbing skripsi saya, yang telah ikhlas membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan-masukan dalam proses pembuatan skripsi ini;

7. Kedua orang tua saya, bapak Marzuki dan ibu Nur aeni yang telah ikhlas, sabar dalam membesarkan dan mendidik saya sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini;

8. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu, pengalaman, teladan dan pelajaran yang dapat saya ambil untuk kehidupan yang lebih baik lagi;

9. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta teladan dalam pembelajaran di kelas yang mengantarkan saya sampai saat ini;

10. Segenap dewan guru di Mumtaza Islamic School, Mr. Khalimi, Mr. Ali Mudasir, Mr. Azhar dan Ms. Kuni Afifah yang telah memberikan support dan membantu penulis dalam penelitian sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman satu angkatan jurusan Pendidikan Agama Islam, khususnya angakatan 2016 kelas A yang sudah memberikan banyak dukungan kepada saya;

12. Teman-teman pengurus DEMA FITK yang telah membantu saya dalam membagi waktu antara organisasi dan akademik khususnya dalam persiapan penulisan proposal skripsi;

13. Sahabat-sahabat PMII Cabang Ciputat, Komisariat Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Rayon Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan pengalaman dan ilmu yang luas biasa selama penulis berada di lingkungan kampus, dan selalu memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;

14. Sahabat-sahabat saya yang telah ikhlas mendampingi dan memberikan motivasi, Nazihah yang tidak bosan memberikan motivasi dan masukan dalam

(10)

iii

pembuatan skripsi ini, dan sahabat-sahabat yang selalu menemani dalam penulisan ini.

Penulis menyadari sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, jika terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam kegiatan penulisan proposal skripsi ini, saya mohon maaf yang setulus-tuliusnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semoga kita semua selalu diberkahi. Amin.

Ciputat, 11 April 2020 Penyusun

(11)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Penelitian Revelan ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 12

A. Pengertian Tarekat ... 12

B. Macam-Macam Tarekat ... 16

C. Nilai-Nilai Ajaran Tarekat...18

BAB III METODOLOGI ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Desain Penelitian ... 37

C. Teknik Pengumpulan Data ... 37

D. Pengecekan dan Keabsahan Data...43

E. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Profil Mumtaza Islamic School ... 48

B. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Ajaran Tarekat Pada Proses Pembelajaran ... 51

BAB V PENUTUP ... 71

A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 78

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Zaman modern ini, di lingkungan sosial sering kali kita menjumpai peristiwa-peristiwa yang kurang baik terutama yang berkaitan dengan masalah akhlak. Ligkungan sebagai tempat sosial untuk manusia melakukan kegiatan sehari-hari tidak luput dari kasus-kasus kejahatan. Mulai dari degradasi moral di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau pendidikan hingga lingkungan masyarakat itu sendiri.

Saat ini tampak adanya krisis kepribadian dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian seseorang. Hilangnya nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan terkikis, bahkan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, melakukan kejahatan intelektual dan merusak alam.1 Artinya, krisis kepribadian ini menyebabkan penurunan nilai-nilai moral dan akhlak manusia sehingga menyebabkan kerugian dan kerusakan di dalam muka bumi ini. Sebagai contoh terjadinya kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur kepada salah seorang remaja putri yang merupakan korban pencabulan oleh pamannya.2

Maraknya kasus kejahatan, pencurian, korupsi dan lain sebagainya yang masih menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai keagamaan masih tergolong rendah.3 Di lingkungan keluarga tidak jarang pula ditemui kasus kekerasan orang tua terhadap anak, kasus penganiayaan yang dilakukan orangtua. Bahkan tidak jarang pula kita melihat banyak anak yang melawan orang tua, kurang sopan santun kepada orang tua dan tergolong acuh kepada orang tua.

1 Mayudin, Achyar Zein, Edi Saputra. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Pengamalan Thariqat Naqsabandiyah di Pantai Cermin, Jurnal Edu Religia., Vol.2 No.4, 2018, h.501.

2 Idham Kholid, Selain Memperkosa, Pejabat Pelindung Anak di Lampung Diduga Jual Korban, Detik News. Senin, 6 Juli 2020, https://news.detik.com/berita/d-5081705/selain- memperkosa-pejabat-pelindung-anak-di-lampung-diduga-jual-korban/1, diakses pada Rabu, 2 September 2020 pukul 19.59 WIB.

3 Ibid., h.501.

(13)

Tindakan seseorang yang menunjukan kemerosotan moral juga sering kali terlihat di lingkungan masyarakat, adanya kasus pencurian, korupsi kepala desa, dan beberapa tindakan tidak terpuji banyak dilakukan. Banyak anak-anak yang tidak hormat kepada orang yang lebih tua, dan cenderung untuk apatis terhadap lingkungan, dan sebaliknya orang yang lebih tua tidak menyayangi yang lebih muda. Hal ini menunjukan kurangnya penanaman nilai moral terhadap diri seseorang. Sebagai contoh kasus ditemuinya kasus tersangka korupsi yang justru dilakukan oleh kepala sekolah, sebuah lembaga pendidikan yang seharusnya mencetak generasi yang berilmu dan bermoral justru terjadi kasus degradasi moral di dalamnya.4

Tidak jarang pula di sekolah terdapat banyak kasus yang menunjukan kemerosotan nilai moral itu sendiri, penyalahgunaan anggaran pendidikan oleh kepala sekolah, tindak kekerasan guru terhadap siswa, pencurian oleh siswa itu sendiri dan masih banyak lainnya bahkan siswa yang nakal semakin banyak ditemui. Berbagai krisis yang menimpa kehidupan manusia mulai dari krisis sosial, krisis struktural sampai krisis spiritual, semuanya bermuara pada persoalan makna hidup manusia. Modernitas dengan segenap kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi membuat manusia kehilangan orientasi. Kekayaan materi kian menumpuk, tapi jiwa mengalami kekosongan.5 Besarnya rasa cinta kepada dunia dengan kehidupan modern yang semakin menjajah umat manusia membuat manusia merasa lalai dan akhirnya menjadi krisis dalam kehidupan manusia.

Lingkungan pendidikan menjadi sarana untuk memperbaiki kualitas diri manusia, sekolah menjadi suatu lembaga pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menanamkan budi pekerti yang baik. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yaitu “Pendidikan naisonal berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

4 M. Sholihin, Kejari Bogor Tetapkan 6 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dana Bos Rp 17,1 M, Detik News, Kamis 23 Juli 2020, https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5105642/kejari- bogor-tetapkan-6-tersangka-baru-kasus-korupsi-dana-bos-rp-171-m, diakses pada Rabu, 2 September 2020 pukul 20.46 WIB.

5 Mayudin, Achyar Zein, Edi Saputra. “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Pengamalan Thariqat Naqsabandiyah di Pantai Cermin”, Jurnal Edu Religia. Vol. 2 No. 4, 2018, h.503.

(14)

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.6

Tujuan pendidikan nasional telah mencita-citakan bangsa yang sejahtera, yaitu bangsa dengan sumber daya manusia berkualitas, masyarakat yang mandiri, berkemauan, dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya.7 Tujuan pendidikan ini akan tercapai dalam bentuk perubahan tingkah laku peserta didik melalui proses pembelajaran. Sehingga, proses pembelajaran menjadi unsur yang paling penting dalam mencapai tujuan pendidikan.8

Pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya, yakni baik intelektual, sosial, emosional, maupun spiritualnya, terampil, serta berkepribadian dan dapat berperilaku dengan dihiasi akhlak mulia.9 Itulah sebabnya pendidikan sangat penting untuk meningkatkan kualitas masyarakat dan menanamkan nilai moral serta akhlak yang baik.

Tetapi faktanya di lembaga pendidikan, sekolah atau yayasan masih banyak penyelewengan, penyalahgunaan, dan kejadian-kejadian yang salah, baik dilakukan oleh petinggi sekolah, guru ataupun siswanya sendiri. Guru sebagai seorang Uswah tidak seharusnya terlibat dalam kasus-kasus yang kurang baik, seperti kekerasan, penganiayaan, pelecehan dan lain sebagainya. Ketimpangan yang terjadi ini menunjukkan bahwa masih banyak pula guru yang belum siap menjadikan dirinya sebagai seorang pendididik. Kasus penganiayaan guru terhadap siswa, kekerasan di sekolah atau bahkan yang paling sederhana adalah tidak

6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

7 Pri Ariadi Cahya Dinata, dkk, Self-Regulated Learning sebagai Strategi Membangun Kemandirian Peserta Didik dalam Menjawab Tantangan Abad 21, dalam Korespondensi Seminar Nasional Pendidikan Sains, Surakarta 22 Oktober 2016, h.140, diakses pada tanggal 7 Februari 2020, pukul 6.37 WIB.

8 Amam Rofiq, Peningkatan KualitasProses dan Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Pembelajaran Berbasis Multi Media di SMP Negeri 1 Banjarnegara, Jurnal Kependidikan Al-Qalam, Vol. VI, 2012, h. 84.

9 Abuddin Nata, Pengembangan Profesi Keguruan dalam Perspektif Islam, (Jakarta:

Rajawali Pres, 2018), h.1.

(15)

tulusnya guru dalam mengajar atau mengajar asal-asalan saja, itu semua masih sangat jauh dari konsep pendidikan yang seharusya dilakukan. Hal ini menunjukkan seorang guru harus mempunyai pedoman, nilai yang menjadikannya lebih baik dalam mendidik dan menjalani kehidupan.

Islam merupakan agama yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan melalui ibadah ritual seperti shalat, puasa haji, tetapi dalamnya mengatur semua aspek kehidupan, mulai aspek teologi, aspek ibadah, aspek sejarah, aspek politik, aspek hukum isalam, dan lainnya, artinya Islam terdiri dari beberapa aspek.10

Islam juga mengatur dalam hal pendidikan. Di dalam terminologi Islam, pendidikan itu berasal dari kata arab tarbiyyah. Istilah tarbiyah dapat berarti pendidikan rohani (tarbiyat ar-ruh), pendidikan mental/jiwa pendidikan (tarbiyah an-nafs), pendidikan intelektual (tarbiyyah al-aql) dan pendidikan jasmani (tarbiyat al-jism). Ide dibalik konsep tarbiyah adalah pendidikan harus memandu dan mengembangkan potensi manusia. Pengembangan ini perlu meliputi unsur- unsur kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang dengannya pendidikan dapat diukur.11

Kata Islam dalam Pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam itu bertolak dari pandangan Islam tentang manusia. al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang sekaligus mencakup dua tugas pokok. Fungi pertama, manusia sebagai khalifah Allah Swt. di bumi, makna ini mengandung arti bahwa manusia diberi amanat untuk memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan alam raya.

Fungsi kedua, manusia adalah makhluk Allah Swt. yang ditugasi untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Selain itu, disinilah manusia memiliki dua potensi, yakni potensi lahir dan batin. Potensi lahir adalah unsur fisik yang dimiliki

10 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2011), h.3.

11 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya (Jakarta: Kencana, 2010), h. 32-33.

(16)

oleh manusia tersebut. Sedangkan potensi batin adalah unsur batin yang dimiliki manusia yang dapat dikembangkan ke arah kesempurnaan.12

Untuk dapat menciptakan pendidikan yang berkualitas tentu harus dimulai dari seorang guru yang berkualitas juga. Guru harus dibekali dengan nilai moral yang baik, akhlak terpuji dan budi pekerti yang luhur agar dapat memberikan contoh dan pengajaran yang baik kepada siswanya, khususnya agar terhindar dari krisis ruhani dan kemerosotan akhlak.

Dalam ajaran Islam kita mengenal tasawuf, tasawuf merupakan aspek dalam Islam untuk mengedepankan kesucian jiwa dan penanaman nilai moral atau akhlak. Keimanan meliputi prinsip-prinsip yang dapat membimbing manusia menuju ihsan (kesempurnaan). Tasawuf mengajarkan untuk mengikuti salah satu kelompok suluk tertentu sesuai dengan petunjuk syariat dan sunnah (cara bertingkah laku yang menandakan kebulatan tekad dan ketetapan hati untuk mendapatkan rida Allah Swt. sesuai dengan contoh dari Nabi SAW).13

Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis keruhanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti, dan tujuan dari hidupnya. Ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka, lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersiram air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengarahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.14 Hidup di era modern seperti zaman sekarang ini memerlukan keseimbangan lahir dan batin, dunia dan akhirat untuk mencapai ketenangan dan kesuksesan lahir dan batin.

Dalam konteks kehidupan masyarakat Islam Indonesia, tasawuf juga telah memainkan peranan penting, bahkan telah menjadi ikon bagi setiap lembaga pendidikan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.15 Artinya pendidikan sangat berkaitan dengan ketenangan dan ketulusan dalam proses

12 Mayudin, Achyar Zein, Edi Saputra, Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Pengamalan Thariqat Naqsabandiyah di Pantai Cermin, Jurnal Edu Religia, Vol. 2 No. 4, 2018 h.

504-505.

13Syekh Muhammad Hisyam Ka’bani, Tasawuf dan Ihsan, Terj. Syamsu Rizal, (Jakarta:

Serambi, 2015), h. 5.

14 Syamsun Ni’am, Pengantar Belajar Tasawuf, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h.

87.

15 Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenademia Group, 2011), h. 312.

(17)

pembelajaran. Tasawuf juga sangat erat kaitannya dengan tarekat. Sebuah gerakan atau jalan yang ditujukan untuk menempuh ketenangan.

Inti dari Tarekat dalam arti ajaran adalah jalan yang harus ditempuh oleh kaum sufi dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui ajaran- ajaran yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh ulama-ulama sebelumnya sebagai upaya untuk penyucian hati dari sesuatu selain Allah Swt., dan untuk menghiasi zikir kepada Allah Swt.. Perkembangan Tarekat di Indonesia sangat pesat. Penyebarannya meliputi banyak profesi dan keahlian serta menjadi suatu idola pencapaian ketenangan batin dan ketinggian pencapaian spiritual dalam melawan hedonisme dan keterpurukan moral dan dimensi lain kehidupan manusia Indonesia saat ini.16 Tarekat dapat menjadi langkah yang menjadi obat dalam mengatasi krisis kepribadian dan menuju ketenangan batin sesuai dengan tuntunan yang benar.

Tarekat adalah sebuah istilah yang diturunkan dari ayat al-quran surat Al- Jin ayat 1617 :

ًق َد َغ ًءآ َم ْم ُهاَنْي َق ْسَ َ

لَ ِة َقْيِر َّطلا ىَلَع اْوُماَقَت ْسا ِوَّل ْنَأَو ا

“dan seandainya mereka menempuh jalan lurus mengikuti jalan (thariqah) yang telah ditetapkan, niscaya aku akan memberi mereka minum dengan air yang paling jernih.” (Q.S. Al-Jin [72]: 16)

Arti thariqah dalam ayat tersebut dijelaskan lebih jauh dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang di dalamnya Nabi SAW menyuruh umatnya untuk mengikuti sunah beliau dan sunah para sahabatnya. Kedua kata itu, sunnah dan thariqah, memiliki makna yang sama, yaitu “jalan”. Jadi, istilah tarekat dapat diterapkan pada berbagai kelompok orang yang mengikuti madzhab pemikiran yang dikembangkan oleh seorang alim atau syekh tertentu.

Meskipun para syekh menerapkan metode pembinaan yang berbeda-beda, tujuan mereka sama saja. Situasinya mirip dengan apa yang terjadi pada institusi pengobatan atau hukum di zaman sekarang. Pendekatan yang digunakan setiap

16 Luqman Abdullah, Kontribusi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Dukuh Tompe Kabupaten Boyolali), Jurnal Pendidikan Islam, Vol.

1 No. 1, 2018, h. 3.

17 H. Zaini Dahlan, Qur’an Karim dan Terjemahan, (Yogyakarta: UII Press, 2017), h.1049.

(18)

universitas mungkin saja berbeda-beda, tetapi muatan hukum atau praktik pengobatannya sama saja. Ketika seorang mahasiswa lulus salah satu fakultas, ia akan menunjukkan karakter khas almamaternya.

Dengan cara yang sama, murid seorang syekh tertentu akan menunjukkan ciri khas ajaran dan karakter syekh tersebut. Karena itu setiap madzhab sufi mempunyai nama yang berbeda-beda dan cara yang berbeda-beda dalam metodologi praktis pembinaan rohani. Metode sufi yang ditempuh para salik menuju Allah Swt. merupakan suatu rancangan perjalanan yang telah diasah dengan baik yang memetakan rangkaian kemajuan lahir dan batin dalam keimanan dan amaliah seperti ahlushuffah, zawiyah, ribath dan lainnya.

Banyak metode pola semacam ini yang berkembang menjadi lembaga pendidikan yang sangat terkenal. Sebagai contoh, ada dua ribath yang didirikan oleh seorang sufi, Abdullah Ibn Al-Mubarak di Merv yang bertahan cukup lama, begitu pula Khaniqah Baibarsiyyah di Kairo.18 Metode yang dipakai oleh orang- orang sufi sudah dikenal lama oleh peradaban Islam dan dapat digunakan oleh pendidikan saat ini.

Disini penulis ingin menunjukkan bahwa ada nilai-nilai moral dalam tarekat yang bisa menjadi pedoman pendidikan seorang guru kepada siswanya, khususnya nilai yang terkandung dalam hubungan mursyid terhadap murid. Dalam tarekat sendiri tentu ada tiga hal dasar yang terkonseptualisasi dalam ajarannya, yaitu : Pertama Takhalli (menjauhkan diri dari segala tindakan yang tercela), biasa disebut dengan pembersihan jiwa dari sifat-sifat kemanusiaan seperti kelezatan, kemanfaatan, nafsu dll. Upaya ini menyentuh aspek lahiriah dan jasmani manusia.

Kedua Tahalli (melakukan semua tindakan yang terpuji) biasanya dilakukan dengan menghiasi diri dengan sifat-sifat insaniyah. Proses ini menyentuh aspek spiritual dan ruhani kemanusiaan seseorang. Ketiga Tajalli (menghias diri dengan akhlak terpuji sehingga Allah Swt. akan menampakkan cahaya di dalam dirinya).

Dengan demikian tarekat tidak hanya sebagai tempat untuk berdzikir dengan hitungan-hitungan tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah terciptanya akhlak

18 Syekh Muhammad Hisyam Ka’bani, Tasawuf dan Ihsan, Terj. Syamsu Rizal, (Jakarta:

Serambi, 2015) h. 8-9.

(19)

mulia sebagai perwujudan akhlak Islam.19 Tarekat bukan sebagai metode guru dalam pendidikan, tetapi dengan tarekat ada nilai-nilai khusus yang dapat diambil dan diteladani untuk kehidupan sehari-hari, termasuk dalam proses pembelajaran.

Dengan meneliti nilai yang terkandung dalam tarekat, khususnya hubungan mursyid dengan murid, kebiasaannya, amal jariyahnya dan ikatan dalam ajaran tarekat, peneliti berharap akan mengetahui peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan nilai-nilai ajaran tarekat tersebut, sehingga tidak ditemui lagi degradasi moral, kejahatan-kejahatan maupun kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan guru.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan, terdapat masalah yang teridentifikasi yaitu maraknya kasus degradasi moral, krisis keperibadian, kasus kejahatan dan kekerasan yang menyebabkan kerusakan dan kerugian di lingkungan masyarakat tak terkecuali di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi sarana perbaikan moral. Bahkan tidak jarang guru menjadi pelaku dari masalah tersebut, padahal ia seharusnya menjadi teladan bagi peserta didiknya. Adapun Islam telah mengatur pendidikan yang seharusnya dapat berperan sebagai penanaman moral dan perbaikan nilai sosial, salah satunya dengan tasawuf dan lebih spesifik dengan tarekat.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian tidak melebar, maka peneliti tidak akan membahas semua masalah yang teridentifikasi tetapi hanya dibatasi pada aspek nilai-nilai ajaran tarekat mengenai hubungan muryid dan murid yang diimplementasikan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran dengan penelitian di Mumtaza Islamic School yang berlokasi di Jl. Kayu Manis Raya No.1, Pd.Cabe Udik, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Banten.

D. Rumusan Masalah

Terjadi ketimpangan antara pendidikan yang seharusnya dilakukan dengan parilaku sosial dalam lingkungan pendidikan, maka berdasarkan masalah yang sudah dibatasi, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu

19 Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2013), h.5.

(20)

“bagaimana peran guru pendidikan agama Islam dalam mengimplementasikan nilai-nilai ajaran tarekat pada proses pembelajaran?”.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru pendidikan agama Islam dalam mengimplementasikan nilai-nilai ajaran tarekat mengenai hubungan guru dan murid, dalam proses pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah wawasan baru

Penelitian ini akan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kejadian di lingkungan sekitar kaitannya dengan pendidikan dan agama.

Dengan ini maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini akan memberikan wawasan yang baru kepada pembacanya, khususnya pada aspek pendidikan Islam, implementasi guru yang bertarekat dan hubungannya kepada siswanya.

2. Secara praktis penelitian ini dapat dipraktikan sesuai teori yang telah ditemukan.

Setelah penelitian selesai dan menermukan teori yang tepat, maka sebagai wujud amal terhadap ilmu, kita dapat mengaplikasikan apa yang sudah dibaca dan dipelajari dalam penelitian ini dalam kehidupan kita agar dapat memperbaiki masalah-masalah di lingkungan sekitar.

G. Penelitian Revelan

Dalam membuat penelitian ini, penulis mencari beberapa penelitian yang terkait dengan masalah tarekat dan implementasinya dalam kehidupan sosial, maka penulis menemukan beberapa penelitian yang sesuai, diantaranya adalah :

1. Jurnal yang ditulis oleh Luqman Abdullah dengan judul Kontribusi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Dukuh Tompe Kabupaten Boyolali) dalam penelitian ini menemukan bahwa kontribusi tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap pendidikan agama Islam adalah meningkatkan pengetahuan agama Islam, menambah keimanan dan meningkatkan amal sholeh, sedangkan kontribusi

(21)

dalam perubahan perilaku sosial adalah merubah rasa gelisah menjadi tenang, sifat kasar menjadi penyayang. Dalam penelitian ini fokus terhadap tarekat Qadiiriyah wa Naqsabandiyah dan kontribusinya terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perilaku sosial. Hal penting yang dapat peneliti pelajari adalah kontribusi tarekat ini terhadap Pendidikan Agama Islam dan perilaku sosial cukup signifikan.20

2. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Zainuri Wahid yang ditulis pada tahun 2015 merupakan lulusan UIN Sunan Kalijaga dengan judul, Tarekat sebagai Model Pendidikan Agama Islam pada Lanjut Usia (Studi Metode dan Materi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah). Penelitian bertujuan untuk membahas secara mendalam peran tarekat terhadap kondisi keagamaaan pada lanjut usia.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan hal penting yang dapat penulis pelajari adalah materi dan metode dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah ini menjadi pedoman mukmin sejadi, dan tarekat sebagai model Pendidikan Agama Islam sangat dibutuhkan oleh lanjut usia.21

3. Jurnal yang ditulis oleh Mayudin, Achyar Zein dan Edi Saputra dalam Jurnal Edu Religia vol.2 No.4 tahun 2018 dengan judul Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Pengamalan Thariqat Naqsabandiyah di Pantai Cermin. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif dengan fokus wawancara dan penelitian lapangan. Penelitian ini menyebutkan bahwa ketika suatu ajaran sudah tertanam di dalam hati seorang, maka mereka tidak akan berani melanggar atau mengingkari apa yang sudah diyakininya karena menjadi sebuah prinsip, sama halnya dengan prinsip thariqat, nilai pendidikan Islam terdapat dalam ajaran thariqat Naqsabandiyah terkandung dalam berbagai maqamat yang merupakan dorongan seseorang pengikutnya untuk mengamalkan kebaikan.22

20 Luqman Abdullah, Kontribusi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Dukuh Tompe Kabupaten Boyolali), Jurnal Pendidikan Islam, Vol.

1 No. 1, 2018, h. 1.

21 Ahmad Zaenurohman Wahid, “Tarekat Sebagai Moedel Pendidikan Agama Islam pada Lanjut Usia (Studi Metode dan Materi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyyah)”, Skripsi pada Program Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015, h. 9, tidak dipubikasikan.

22 Mayudin, Achyar Zein, Edi Saputra. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Pengamalan Thariqat Naqsabandiyah di Pantai Cermin, Jurnal Edu Religia, Vol. 2 No. 4, 2018, h.

500.

(22)

4. Jurnal yang ditulis oleh Bahar Agus Setiawan, Benni Prasetiya, Sofyan Rofi, dalam jurnal POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 5, No. 1 tahun 2019 dengan judul Implementasi Tasawuf Dalam Pendidikan Agama Islam:

Independensi, Dialog Dan Integrasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan independensi, dialog, dan integrasi. Pembahasan dalam jurnal ini menyebutkan bahwa pendidikan di era globalisasi dan modernisasi harus mampu kompetitif dan bisa menyelesaikan problematika kehidupan dan permasalahan dalam pendidikan sekitar. Dalam jurnal ini membahas bahwa tasawuf menjadi pionir dalam membangun dan mengembangkan pendidikan Islam agar mampu mencetak manusia yang seimbang antara dunia dan akhirat atau biasa disebut dengan insan kamil23

Dari beberapa penelitian diatas, penulis hanya menemukan penelitian yang terfokus pada kontribusi dan implementasi antara tarekat dengan pendidikan Islam saja. Belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang peran guru pendidikan agama Islam dalam mengimplementasikan nilai-nilai ajaran tarekat pada proses pembelajaran. Sehingga penulis mengambil judul penelitian tersebut untuk dapat meneliti dan memberikan pengetahuan baru.

23 Bahar Agus Setiawan, Benni Prasetiya, Sofyan Rofi, Implementasi Tasawuf Dalam Pendidikan Agama Islam: Independensi, Dialog Dan Integrasi, Jurnal POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 5, No., 2019, h. 64.

(23)

12

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Tarekat

Tarekat merupakan bentuk praktis dari ajaran tasawuf, tarekat mengalami perkembangan makna, dari makna pokok menjadi makna psikologis, sampai makna secara keorganisasian. Kata tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni thoriqoh, yang secara harfiah berarti jalan, sebagai makna pokok. Kata tersebut semakna dengan kata syariat, syirat, sabil dan minhaj. Tetapi secara istilah, tarekat mengandung arti jalan menuju Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan cara mentaati ajarannya.

Istilah tarekat dalam tasawuf sering dihubungkan dengan istilah lain yakni syariah (syariat) dan hakikat (hakikat). Ketiga istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan peringkat penghayatan keagamaan seorang muslim. Penghayatan pringkat awal disebut syariat, peringkat kedua disebut tarekat dan peringkat ketiga adalah hakikat. Syariat merupakan jenis penghayatan keagamaan eksoterik, sedangkan tarekat merupakan jenis penghayatan keagamaan esoteris, adapun hakikat secara harafiyah berarti kebeneran, namun yang dimaksud dengan hakikat disini ialah pengetahuan yang hakiki tentang Tuhan yang diawali dengan pengamalan syariat dan tarekat secara seimbang.

Dengan arti tersebut, maka kata tarekat sering dimaksud sebagai “cara” atau metode, yakni cara atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi SAW, dikerjakan oleh sahabat-sahabat dan tabi’in, dan secara sambung menyambung diteruskan oleh guru-guru tarekat.1 Secara umum tarekat mempunyai dua kata kunci, yakni cara atau proses sebagai jalan, dan guru atau mursyid sebagai pembimbing. Untuk sampai kepada tujuan harus melewati proses jalan dengan bimbingan seorang guru yang guru tersebut mempunyai sanad sampai Nabi SAW.

Secara bahasa tarekat (thariqah) berarti jalan, tarekat dipahami sebagai jalan spiritual yang ditempuh seorang sufi. Nama tarekat disinbatkan kepada nama- nama pendirinya atau julukan yang diberikan pada pengikutnya.2 Arti dasar tarekat adalah jalan, jalan yang lurus. Adapun yang dimaksud tarekat adalah jalan yang

1 Sokhi Huda, Tasawuf Kultural Fenomena Sholawat Wahidiyah, (Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, 2008). h.61-62.

2 Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 15.

(24)

mesti dilalui oleh seorang salik untuk menuju pintu-pintu Tuhan. Secara keilmuan, tarekat dapat dibedakan dari akidah dan syariat tetapi dalam aplikasinya tarekat tidak dapat dipisahkan dari kedua aspek tersebut. Itulaah sebabnya ada sementara pakar yang menyatakan bahwa tarekat sebenarnya adalah inti ajaran Islam.

Pernyataan tersebut tidaklah keliru kalau yang dimaksud adalah substansi ajaran tarekat adalah dzikrullah.3 Sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dilakukan dengan proses dzikir, mengingat Allah melalui petunjuk dari guru tarekat.

Secara terminologi tarekat adalah suatu jalan atau upaya yang harus ditempuh seorang salik (orang yang menempuh kehidupan sufistik), dalam rangka membersihkan jiwanya sehingga dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt..4 Jalan ini maksudnya proses menaikkan kualitas dan kedudukan manusia di hadapan Allah Swt., sehingga dengan jalan ini manusia akan merasaka kedekatan lebih kepada Allah Swt..

Tarekat juga bermakna pengamalan ajaran-ajaran Islam yang teliti dan rasa hati-hati kemudia mengamalkan amalan-amalan yang dianjurkan disertai mengamalkan ibadah dan riyadlah. Menjauhi hal yang samar (syubhat) dan hal yang tidak pasti hukumnya ialah sebuah bentuk konkret dari rasa kehati-hatian tersebut. Adapun permisalan dari amalan yang dianjurkan adalah seperti shalat sunah rawatib, shalat tarawih, shalat tahajud dan amalan anjuran lainnya.

Kemudian lidahnya basah akan dzikrullah beristigfar, bertahlil, puasa daud ialah perumpaan dari riyadhah. Thoriqah merupakan bagian kecil dari praktik peribadatan yang mencoba memasuki dunia tasawuf. Tarekat dapat berfungsi untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan nafsu dan sifat-sifatnya, untuk kemudian menjauhi yang tercela dan mengamalkan yang terpuji.5 Dengan ini tarekat bisa menjadi langkah untuk menjauhi sifat-sifat tercela yang nantinya akan diganti oleh sifat-sifat terpuji yang terwujud dalam amal sholeh.

3 Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 7.

4 Syahrul A’dam, Implikasi Hubungan Kyai dan Tarekat pada Pendidikan Pesantren, Jurnal Kordinat Vol.XV No.1, 2016, h. 20.

5 Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), h.

97.

(25)

Tarekat merupakan suatu sarana atau ikatan untuk menempuh ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan baik. Tarekat menurut Syekh Amin Al-Kurdi adalah menjauhkan diri dari segala yang dilarang syara’, dzahir maupun batin dan mengikuti segala perintah dari Allah Swt. yang diusahakan dengan sekuat tenaga yang ada dalam masing-masing kita.6 Tarekat bisa dikatakan sebagai langkah untuk menempuh ketenangan batin dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang-Nya. Ilmu tarekat juga mempunyai pengertian yang bertujuan memperbaiki akhlak manusia, yang seperti yang dikatakan oleh Abdul Hadi, dalam bukunya yang berjudul Kebangkitan Kaum Sufi Kontemporer, ia berkata bahwa tarekat adalah “ilmu tentang cara untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela kemudian mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji agar mendapatkan posisi yang dekat dengan Allah Swt. ‘azza wa jall.”7 Ilmu tarekat merupakan sebuah sarana untuk memperbaiki pribadi manusia, terutama akhlak dalam kehidupan sehari-hari dengan cara membersihkan dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat yang baik, dengan ini maka akan membentuk kebiasaan dan akhlak yang baik.

Selanjutnya tarekat yang dimaknai sebagai jalan spiritual menuju Tuhan tidak mudah kita kenal, sebagaimana kita bisa mengenali jalan raya (syari’ah) tapi makna tarekat ini adalah jalan kecil atau bagian yang kadang merasa tidak perlu untuk dilalui. Padahal jalan inilah yang akan mengantarkan kepada kedekatan menuju Allah Swt..8 Untuk menempuh tarekat ini perlu usaha lebih dan sungguh- sungguh karena tarekat tidak seperti syariat, tetapi perlu mencari mursyid untuk memberikan sebuah kalam hikmah dan jalan yang ditempuh untuk mencapai ketenangan hati.

Seorang pengikut tarekat ketika melakukan amalan-amalan tarekat berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan diri ke sisi Allah Swt.. Dalam pengertian ini, sering kali

6 Luqman Abdullah, Kontribusi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Dukuh Tompe Kabupaten Boyolali), Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 1, 2018, h. 5-6.

7 Abdul Hadi, MA., Kebangkitan Kaum Sufi Kontemporer Indonesia: JATMAN, (Kendal:

Pustaka Amanah, 2018), h. 30.

8 Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 176.

(26)

perkataan tarekat dianggap sinonim dengan istilah tasawuf, yaitu dimenisi esoteris dan aspek yang mendalam dari agama Islam. Sebagai istilah khusus, perkataan tarekat lebih sering dikaitkan dengan suatu organisasi tarekat-tarekat, yaitu sekelompok organisasi yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan suatu sumpah yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut. Sehingga dalam unsur-unsur tersebut, salah satunya yang terpenting dalam tarekat adalah silsilah9 karena dengan silsilah guru ini suatu ajaran dalam Islam bisa dikatakan valid dan terjamin, sehingga tidak ragu bagi para umat untuk mengamalkannya.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil makna keseluruhan tentang tarekat yakni sebuah jalan atau tahapan dalam beragama Islam yang jika dilalui dengan bimbingan seorang guru atau miursyid akan dapat menghantarkan manusia kepada inti agama atau biasa dikenal dengan mengenal Allah Swt. untuk dekat kepada-Nya dan mencari ridho-Nya, sehingga akan mendapatkan ketenangan batin dan akhlak yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

B. Macam-macam Tarekat

Tarekat, sebagai bentuk ajaran dan tahapan dalam Islam mempunyai banyak jenis, ada yang sudah masyhur dan ada yang masih asing di kehidupan kita. Karena awal mulanya tarekat hanya sebuah doktrin bukan sebuah wadah yang mengikat.

Banyaknya jenis tarekat sehingga muncul ada yang mu’tabarah dan ghoiru mu’tabarah.

Beragamnya jenis tarekat dalam Islam termasuk tarekat yang masuk di Indonesia, sehingga untuk tarekat yang mu’tabarah di Indonesia dipersatukan dengan suatu organisasi yang dinamakan Jam’iyah Ahli Thoriqah Mu’tabarah An- Nahdliyah atau biasa dikenal dengan JATMAN. Organisasi otonom yang tidak dibawah naungan pemerintah ini di dirikan di Jawa Timur pada tahun 1957.

JATMAN menaungi tarekat-tarekat sebagai wadah untuk konsultasi dan

9 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 9.

(27)

melegitimasi tarekat-tarekat dari unsur-unsur luar untuk menjamin keberadaan mereka.10

Untuk memperdalam pembahasan tentang tarekat, berikut macam-macam tarekat yang mu’tabarah :

1. Tarekat Qodiriyyah

Tarekat ini didirikan oleh ulama ‘alim yang masyhur di dunia Islam, yakni Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Tarekat ini berkembang dan berpusat di Iraq dan Syiria, kemudian berkembang ke negara-negara dunia dan diikuti oleh banyak umat muslim di Yaman, Mesir, India, Afrika bahkan Indonesia. Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes, karena apabila murid sudah mencapai derajat syekh maka murid tersebut tidak wajib untuk mengikuti tarekat gurunya, bahkan boleh memodifikasi dari tarekat-tarekat lain.11

2. Tarekat Naqsabandiyah

Tarekat ini didirikan oleh ulama dari daerah Turkistan (Bukhoro), Syaikh Bahauddin Naqsabandiy. Tarekat ini dibawa ke India dan mengalami perkembangan pada masa Syaikh Al-Faruqi Al-Sirhindi yang dikenal sebagai seorang mujaddid dengan membawa ajaran wahdat as-syuhud. Tarekat Naqsabandiyah ini mengajarkan sebelas aturan dalam suluk, dan kemudian dalam perkembangannya, tarekat ini juga dikembangkan dengan tarekat Qodiriyyah menjadi Tarekat Qodiriyyah wa Naqsabandiyah.12

3. Tarekat Qodiriyyah wa Naqsabandiyyah

Tarekat ini didirikan oleh seorang ulama besar yang berasal dari Nusantara yang tinggal di Makkah dan menjadi Imam Besar Masjidil Haram yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas (w. 1878 M). Tarekat ini merupakan gabungan dari dua tarekat besar, yakni tarekat Qodiriyyah dan tarekat Naqsabandiyyah, sehingga tarekat ini biasa disebut dengan TQN. Karena penggabungan dua tarekat, inti ajaran TQN ini mempunyai prinsip ajaran tarekat bersifat saling melengkapi, terutama dalam hal jenis dzikir dan metodenya. Tarekat Qadiriyyah menekankan

10 Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadirriyah Naqsabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya, (Jakarta: Kencana, 2010), h.30.

11 Agus Riyadi, Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf (Melacak Peran Tarekat dalam Dakwah Islamiyah), Jurnal At-Taqaddum, Vol. 6 No. 2, 2014, h. 375.

12 Wawan Hernawan, Analisis Historis Pertumbuhan dan Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Jurnal Wawasan, Vol. 36 No. 1, 2013, h. 48.

(28)

ajaran dzikirnya dengan menggunakan metode jahr (bersuara), sedangkan Tarekat Naqsabandiyyah menekankan ajaran dzikirnya dengan menggunakan metode sirri (tanpa suara), atau dzikir lathifah. Penggabungan dua tarekat itu dimaksudkan agar para muridnya dapat mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih efektif dan efisien.13

4. Tarekat Syadziliyah

Tarekat ini didirikan oleh seorang Syaikh bernama Abu Hasan As-Syadzily, beliau merupakan tokoh sufi yang kaya dan mengajarkan dalam tarekatnya bahwa seorang sufi tidak harus berpakaian lusuh, tidak harus fakir tidak mempunyai harta benda, tetapi boleh mempunyai harta benda bahkan kaya raya asalkan hatinya tidak mencintai harta tersebut, hatinya tidak terbesit untuk menggantungkan diri terhadap dunia, dan berharap akan materi.14

5. Tarekat Syattariyah

Tarekat ini didirikan oleh ulama dari India bernama Syaikh Abdullah Syattar, tarekat ini berkembang sampai ke negara-negara Makkah dan Madinah.

Bahkan masuk ke Indonesia dibawa oleh seorang ulama yang bernama Abdul Ra’uf Al-Sinkili dari Aceh yang berguru kepada seorang ulama ‘alim di Makkah yang bernama Syaikh Ahmad Al-Qushashi.15

Tarekat, betapapun bervariasi namanya dan jenisnya, tetap satu tujuan;

yaitu suatu tujuan moral yang mulia. Tidak terdapat perbedaan prinsipal antara satu tarekat dengan lainnya. Perbedaan yang ada terletak pada jenis wirid dan dzikir serta tata cara pelaksanaannya.16 Secara umum walaupun terekat mempunyai banyak jenisnya, tetapi inti dari ajaran tarekat tetaplah sama, yakni mencapai derajat hakikat dan ma’rifat kepada Allah, dan terutama masalah ketenangan hati dan akhlak, hanya saja melalui proses yang berbeda dengan guru yang berbeda pula.

13 Mu’min, Ma’mun, Sejarah Tarekat Qodiriyyah Wan Naqsabandiyyah Piji Kudus, (Kudus: Fikrah STAIN KUDUS, 2014), hlm. 364.

14 Saifudin Zuhri, Tarekat Syadziliyah dalam Perspektif Perilaku Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Teras, 2011), h.6.

15 Wawan Hernawan, Analisis Historis Pertumbuhan dan Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Jurnal Wawasan, Vol. 36 No. 1, 2013, h. 48.

16 Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok: Pustaka Iman, 2009), h. 183.

(29)

C. Nilai-nilai Ajaran Tarekat

Nilai, merupakan suatu sesuatu hal pokok yang melekat pada diri setiap manusia yang patut untuk dijalankan, dijadikan acuan, dan dipertahankan sebagai makhluk Allah yang paling sempurna karena mempunyai akal dan hati.17 Sehingga nilai merupakan pedoman dan pondasi dalam diri manusia yang biasanya dikaitkan dengan moral, etika dan kebaikan yang harus dilakukan oleh setiap manusia untuk mencerminkan pengamalan nilai.

Tarekat, sebagai proses tahapan dan proses ajaran Islam untuk lebih dekat dengan Allah tentu mempunyai nilai-nilai atau inti ajaran yang beragam. Nilai-nilai ajaran tarekat tersebut merupakan sebuah dasar, pedoman untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik lagi. Sehingga nilai bukan dilihat dari segi normatif angka, tetapi kualitas dan inti dari apa yang dapat kita ambil.

Konsep ajaran tarekat merupakan sesuatu yang sangat penting, dimana akan berhubungan dengan keadaan spiritual. Luasnya ajaran dalam tarekat ini menjadikan tarekat sebagai suatu jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan ma’rifat. Maka dari itu, penelitian ini tidak akan membahas seluruh ajaran dalam tarekat tetapi fokus hanya kepada nilai-nilai yang dapat diambil oleh penganut terekat dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

1. Maqamat dalam Tarekat

Secara etimologis, maqamat adalah jamak dari maqam yang berarti kedudukan, posisi, tingkatan (station) atau kedudukan dan tahapan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Maqamat yang arti dasarnya “tempat berdiri”

dalam terminologi sufistik berarti tempat atau maratabat seorang hamba dihadapan Allah Swt. pada saat ia mengahadap kepada Allah Swt.. Sedangkan menurut istilah maqamat adalah suatu tahap yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai kepada Allah Swt..18 Sementara itu, menurut ilmu tasawuf, maqamat merupakan kedudukan seorang hamba dihadapan Allah Swt. yang diperoleh melalui peribadatan, mujahadat dan latihan spiritual lainnya, atau secara teknis, maqamat

17 Tri Sukitman, Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran (Upaya Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Berkarakter) Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Vol.2 No. 2, 2016, h.

87

18 Mohammad Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 116.

(30)

ini berarti usaha maksimal yang dilakukan seorang sufi untuk meningkatkan kualitas spiritual dan kedudukannya dihadapan Allah Swt..19 Artinya usaha maksimal dalam tarekat yang akan meningkatkan kualitas tahapan dalam tarekat yang disebut dengan maqamat, jika tidak dengan usaha maksimal maka bukan disebut sebagai maqamat.

Dalam setiap tarekat tentu mempunyai maqamat atau tingkatan. Maqamat adalah tahap-tahap perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk memperolehnya.20 Dengan demikian, maqamat seperti halnya tujuan yang harus dicapai dengan usaha maksimal yang dilakukan oleh penganut tarekat dengan bimbingan gurunya. Maqamat inilah yang akan menjadi sebuah pedoman atau nilai yang akan di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada bermacam-macam maqamat dalam tarekat yang masyhur adalah menurut Al-Kalabadzi, Al-Qushairi dan Al-Ghazali.

Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa maqamat dalam tarekat sebagai berikut21 :

a. Tobat

Menyesali perbuatan dosa yang dilakukan di masa lalu, lalu bertekad untuk menghentikan atau tidak mengulangi perbuatan dosa itu kembali.

Taubat bukan hanya meninggalkan segala hal yang tidak disukai oleh hati dan perasaan denngan menghindarinya saja, melainkan juga dengan kembali kepada Allah Swt. dari segala hal yang tidak disukai dan tidak diridhai-Nya, termasuk hal-hal yang dianggap oleh akal sebagai sesuatu yang baik dan berguna.22

b. Sabar

Sabar dibagi menjadi dua, sabar fisik dan sabar jiwa. Sabar fisik yakni tabah dan tegar dalam menerima cobaan atau beban fisik, baik pekerjaan berat atau penyakit. Sedangkan sabar jiwa merupakan menahan diri dari berbagai keinginan tabiat atau tuntutan hawa nafsu.

19 Syamsun Ni’am. Tasawuf Studies Pengantar Belajar Tasawuf, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 137.

20 Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 180.

21 Ibid., h. 197-202.

22 Muhammad Fathullah Ghulen, Kalbin Zumrut Tepeleri. Terj. Fuad Syaifuddin Nur, 2014 h.25.

(31)

Hakikat sabar yang sebenarnya bukan rela menerima segala-galanya, tetapi hakikat sifat sabar adalah suatu sikap jiwa yang sanggup menerima segala sesuatu yang telah menjadi ketentuan Tuhan dengan dibarengi upaya-upaya yang tangguh dalam menghadapinya.23

c. Kefakiran

Fakir disini diartikan sebagai ketidaksediaannya apa yang dibutuhkan oleh seseorang atau sesutu. Maka seluruh wujud selain Allah Swt. adalah fakir karena mereka membutuhkan bantuan Tuhan untuk kelanjutan wujudnya.

Fakir juga diartikan sebagai kebutuhan manusia akan harta, yakni keberadaan harta tidak mengubah kebahagiaan seseorang, ini berkaitan dengan zuhud.

d. Zuhud

Secara harfiah, zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduaniawian. Artinya, kehidupan duniawi dan kekayaan duniawi tidak mempengaruhi hidupnya dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat.24 Zuhud didefinisikan sebagai tidak ada perbedaan antara kekayaan dan kemiskinan, kemuliaan dan kehinaan, pujian atau celaan. Artinya tidak beregembira dan tidak sedih karena harta, kedudukan atau pujian.

e. Tawakal

Tawakal artinya menyerahkan urusan kepada seseorang, yang kemudian disebut wakil, dan memercayakan kepadanya dalam urusan tersebut. Tetapi yang dimaksud wakil ini bukanlah manusia atau makhluk lain tetapi menyerahkan segalanya pada Allah Swt..

f. Mahabbah

Mahabbah biasa disebut dengan mencintai Allah Swt.. Orang yang mencintai sesuatu, yang tidak punya keterkaitan dengan Allah Swt., maka orang itu melakukannya karena kebodohan dan kurangnya mengenal Allah Swt..

Mahabbah ini bisa diartikan mencintai segala sesuatu berdasarkan cinta kepada Allah Swt..

g. Ridha

23 Yunasril Ali, Pilar-pilar dalam Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.86

24 Mohammad Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 117.

(32)

Ridha ini terkait erat dengan cinta, kalau cinta kepada Allah Swt. sudah tertanam di hati seseorang, maka cinta tersebut akan menimbulkan rasa ridha atau senang atas semua perbuatan Tuhan. Ridha dapat diartikan pula sebagai ikhlas sehingga ibadah akan berdasarkan rasa ikhlas dan butuh kepada Allah.

Berdasarkan macam-macam perbedaan pendapat mengenai maqamat, ada maqamat yang disepakati oleh para sufi, diantaranya adalah at-taubah, zuhud, wara’, fakir, sabar, tawakkal, dan ridho. Sedangkan untuk tawadhu, mahabbah dan ma’rifah terkadang ada yang menyebutnya tasawuf terkadang ada yang menyebutnya ittihad dan hal (tercapainya kesatuan wujud ruhaniyah dengan Tuhan).25 Banyak perbedaan dalam menentukan maqam atau kedudukan seseorang dalam tarekat ini, semua itu adalah proses yang terjadi di dalam diri manusia saat bertarekat sehingga tahapan tahapan atau kedudukan itu akan berjalan dan naik berdasarkan keadaan diri sang salik.

2. Proses Pendidikan dalam Tarekat

Proses pendidikan dalam tarekat sangat melibatkan guru atau biasa dikenal dengan mursyid. Sistem hubungan antara mursyid dan murid menjadi landasan bagi pertumbuhan tarekat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.26 Fungsi mursyid yang demikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka menjalani maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan bimbingannya.

Hubungan antar keduanya merupakan hal pokok yang harus ada dalam tarekat, sehingga sangat penting dalam tarekat untuk menjaga dan mengamalkan hubungan antar keduanya. Proses mendidik mursyid terhadap muridnya sangat penting sehingga ini merupakan proses pendidikan dalam tarekat dengan peran penuh antara hubungan musyid dengan muridnya yang sama-sama berperan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai, yakni dekat dengan Allah.

Hubungan mursyid dengan murid lebih dari hubungan guru dan murid pada umunya, tanggung jawab mursyid sangatlah besar terhadap muridnya, karena mursyid bukan hanya mendidik, mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga membimbing menuju Allah.

25 Mohammad Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 117.

26 J. Spencer Trinun, The Suji Orderer in Islam, (London: Oxford University Press, 1973), h. 5.

(33)

a. Mursyid

Mursyid atau biasa dikenal dalam kehidupan umum disebut dengan guru dalam sistem tasawuf adalah Asyrafunnasi fi-thariqah artinya orang yang paling tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Musryid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. sekaligus memberikan contoh/tauladan bagaimana ibadah yang benar secara syariat dan hakikat. Guru tidak sekedar memberikan materi tasawuf, tetapi yang paling penting adalah melakukan talqin atau bai’at yang tidak bisa diwalikan oleh orang lain.27 Mursyid atau guru merupakan faktor penting keberhasilan seseorang mencapai sesuatu, khususnya dalam Islam dan dalam tarekat ini peran guru sangat dibutuhkan untuk menuntun, membimbing dan memberikan contoh untuk lebih dekat dengan Allah Swt. untuk mencapai tujuan dan mencapai ketenangan.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Mursyid atau al-mu’allim, al- mudarris dan al-walid, adalah orang-orang yang bertugas dan bertanggung jawab atas muridnya terhadap pendidikan dan pengajaran, serta betugas untuk menyempurnakan , mensucikan, menjernihkan dan membimbing murid- muridnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kepribadian seorang guru juga sangat penting, guru itu harus mengamalkan seluruh ilmunya. Jangan sampai perkataan dengan perbuatannya berbeda, karena ilmu dilihat menggunakan mata hati, dan amal menggunakan mata kepala.28

Imam Al-Ghazali juga menggambarkan tugas (wadzifah) mursyid yang sangat berat yang merupakan tanggung jawab dunia dan akhirat, diantaranya adalah29 :

1. Seorang mursyid harus mencintai muridnya seperti mencintai anaknya sendiri.

2. Seorang mursyid harus mengikuti teladan dan contoh Rasulullah dalam arti tidak boleh mengharapkan imbalan dan upah dari pekerjaannya selain kedekatan kepada Allah.

27 Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 173.

28 M. Akmansyah, Eksistensi Guru (Mursyid) dalam Pendidikan Spiritual Perspektif Abu Hamid Al-Ghazali (1058M-1111M), Jurnal Al-Tadzkiyyah : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, 2015, h. 315-316

29 Ibid,. h. 316.

(34)

3. Seorang mursyid berkewajiban mengingatkan muridnya bahwa tujuan pendidikan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk kekuasaan atau kebanggaan diri.

4. Seorang mursyid harus mencegah murid-muridnya dari sifat dan perilaku jahat.

5. Seorang mursyid tidak merendahkan ilmu lain dihadapan muridnya.

6. Seorang mursyid mengajar murid-muridnya hingga batas kemampuan pemahaman mereka.

7. Seorang mursyid harus menjelaskan kepada murid yang terbelakang dengan jelas dan sesuai dengan tingkat pemahamannya yang terbatas.

8. Seorang mursyid atau guru harus melakukan terlebih dahulu apa yang diajarkannya dan tidak boleh berbohong atau tidak melakuka atas apa yang disampaikannya.

Kedudukan Mursyid atau guru dalam tarekat menempati posisi penting dan menentukan. Seorang Musrsyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina murid-murid dalam kehidupan lahiriyah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat seperti berbuat dosa besar atau kecil, tetapi juga membimbing memimpin dan membina murid-muridnya melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh agama dan melaksanakan amal sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt..30 Artinya jelas disini bahwa sebagai seorang Mursyid atau guru, sudah menjadi kewajibannya untuk membimbing, memberi pelajaran, memberikan contoh dan bertanggung jawab atas murid-muridnya. Secara tidak langsung Musryid atau guru haruslah orang yang bisa menilai dan melihat potensi muridnya, untuk memberikan pelajaran yang akan diberikan dan menentukan tahapan apa yang pantas diberikan kepada muridnya.

Musyid dalam kehidupan umum biasa dikenal dengan guru, ada sedikit perbedaan antara guru biasa dengan mursyid karena mursyid haruslah orang pilihan dan bertanggung jawab dunia akhirat kepada muridnya. Seorang guru

30 Luqman Abdullah, Kontribusi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terhadap Pendidikan Agama Islam dan Perubahan Perilaku Sosial Jamaah (Studi Kasus Jamaah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Dukuh Tompe Kabupaten Boyolali), Jurnal Pendidikan Islam, Vol.

1 No. 1, 2018, h. 6.

Gambar

Tabel Indikator Wawancara.

Referensi

Dokumen terkait

Prevalensi gondok hasil pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi) pada penelitian ini lebih rendah sebesar 11,71 % jika dibandingkan dengan pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi)

Meskipun Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mensistematisasikan tasawufnya dalam bentuk maqamat-maqamat atau ahwal-ahwal secara berurutan seperti kebanyakan sufi,

Hasil pengujian hipotesis ketiga mengindikasikan bahwa keterlibatan kepemilikan asing dapat meningkatkan nilai perusahaan karena investor asing menganggap perusahaan yang

Solusi terbaiknya adalah disimpan pada toko buah dan sayuran yang menyediakan sistem pendinginan yang komplit seperti yang ada di mall-mall kota besar, sedangkan

(1) Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap, dan Pihak Lain yang telah melakukan Perjalanan Dinas Jabatan menyampaikan seluruh bukti pengeluaran asli

Untuk membuktikan hipotesis tersebut data terlebih dahulu diuji dengan tiga analisis yakni uji normalitas, uji kesamaan varian (homogenitas) dan selanjutnya uji

Dua pigmen pada pakan ini sangat berfungsi dalam membentuk warna yolk (Akbarillah et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi

Salah satu penyebabgagalnya tindakan pengendalian yang telah dilakukan adalah kurang baiknya system penangkalan disetiap pintu masuk daerah (karantina), sementara itu