• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI PROTOZOA RUMEN SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI PROTOZOA RUMEN SECARA IN VITRO"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ii 

 

PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (

Hibiscus tiliaceus

L.)

TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI

PROTOZOA RUMEN SECARA

IN VITRO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagai persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Disusun oleh :

DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA

NIM. M0406024

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

iii 

 

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

Pengaruh Suplementasi Daun Waru (

Hibiscus tiliaceus

L.) Terhadap

Karakteristik Fermentasi dan Populasi Protozoa Rumen secara

In Vitro

Oleh

Digdyas Tirta Bimasmara Putra

NIM M0406024

Telah disetujui oleh pembimbing

Menyetujui tanda tangan

Pembimbing I

:

Tjahjadi Purwoko, M.Si

...

NIP.

197011302000031002

Pembimbing II

:

Hendra Herdian, S.Pt. MSc

...

NIP.

196812211998031007

Surakarta, Desember 2010

Mengetahui

Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Aggarwulan, M.Si

(3)

commit to user

iv 

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri

dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, ...

Digdyas Tirta Bimasmara Putra

NIM. M0406024

 

 

 

 

(4)

commit to user

 

PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (

Hibiscus tiliaceus

L.)

TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI

PROTOZOA RUMEN SECARA

IN VITRO

DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian

daun waru (

Hibiscus tiliaceus

L.) terhadap karakteristik fermentasi rumen yang

meliputi produksi gas, asam lemak volatil (VFA), konsentrasi amonia (NH

3

), dan

pH serta populasi protozoa rumen secara

in vitro

gas test.

Percobaan disusun dengan desain eksperimen model rancangan acak

lengkap yang terdiri atas kontrol negatif (

P. purpureum

200 mg bahan kering) ,

kontrol positif (

P. purpureum

200 mg bahan kering + 0,2 % monensin) dan 4

perlakuan berturut-turut adalah

P. purpureum

200 mg bahan kering + daun

Hibiscus tiliaceus

L. 5%,10%, 15% dan 20% bahan kering. Tiap perlakuan

dilakukan perulangan 3 kali . Data hasil penelitian diuji dengan Anova (

Analysis

of Varians

), apabila ada pengaruh perbedaan dilanjutkan dengan uji jarak

berganda Duncan.

Suplementasi daun waru tidak signifikan (P>0.05) mempengaruhi nilai

NH3 dan pH dibandingkan kontrol. Konsentrasi VFA total naik pada

suplementasi daun waru 5% dan 10%, kemudian turun pada level 15% dan 20%.

Suplementasi daun waru pada semua perlakuan signifikan (P<0.05) menurunkan

populasi protozoa dan produksi gas total. Nisbah A/P dan NGR turun pada level

5,10,dan 15% kemudian naik pada level 20%. Penurunan nisbah A/P dan NGR ini

berkorelasi terhadap penurunan gas metana. Disimpulkan bahwa level optimum

suplementasi daun waru dalam penelitian ini adalah 10%. Pada level ini telah

dapat memodifikasi karakteristik fermentasi rumen mengarah ke sintesis

propionat, menurunkan populasi protozoa 43,08% dan produksi gas 11,02%,

menaikkan total VFA dan tidak berpengaruh terhadap nilai pH maupun NH3.

Suplementasi daun waru (H

ibiscus tiliaceus

L.) dapat meningkatkan proporsi

propionat yang merupakan sumber energi utama bagi sapi pedaging.

(5)

commit to user

vi 

 

The Effect of

Supplementation Waru Leaves (

Hibiscus tiliaceus

L.)

on Fermentation Characteristic

and Rumen Population Protozoa In Vitro

DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA

Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta.

Abstract

 

The purpose of this study was to examine the effect of waru leaves

(

Hibiscus tiliaceus

L.) on rumen fermentation characteristics that include gas

production, VFA, NH

3

, pH and rumen population protozoa by in vitro gas test.

The experiment was designed with completely randomized experimental

design model consisted of negative control (

P. purpureum

200 mg DM), positive

control (

P. purpureum

200 mg DM + 0.2% monensin) and 4 treatments,

consecutive is

P. purpureum

200 mg leaf DM +

Hibiscus tiliaceus

L. leaves 5%,

10%, 15% and 20% DM. Each treatment was replicated 3 times. Data were tested

by ANOVA (Analysis of Variance), if there are differences influence will be

followed by Duncan multiple range test.

Supplementation of waru leaves

was not significant (P>0.05) affected the

value of NH3

and pH than the control. Total VFA concentration increased on

supplementation of waru leaves 5% and 10%, then decreased at the level of 15%

and 20%. Supplementation of waru leaves in all treatments significantly (P<0.05)

decreasing protozoa population and total gas production. A / P ratio and NGR

decreased at the level of 5,10, and 15% but then increased in level of 20%. The

decrease of A / P ratio and NGR is correlated to the decrease of methane gas. It

was concluded that the optimum level of supplementation waru leaves in this

study is 10%. At this level, it can modify rumen fermentation characteristics leads

to the synthesis of propionate, reduced protozoa population 43,08% and gas

production 11,02%, increasing total VFA and has no effect on the value of pH and

NH3. Supplementation of waru leaves (

Hibiscus tiliaceus

L.) can increase the

proportion of propionate which is the main energy source for beef cattle.

(6)

commit to user

vii 

 

HALAMAN MOTTO

Wujudkan impianmu dengan ketekunan, kerja keras, dan kesabaran. Walaupun

itu terasa berat tetapi tetap kerjakanlah.“

“Pergunakan kesempatan yang ada sebaik-baiknya dan berdoalah Kepada Dzat

Yang Maha Kuasa

“Do a good something for a Brighter future”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(7)

commit to user

viii 

 

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

™

Keluargaku, Almarhum Bapak Asmoro dan Ibu

Yuli Hastuti serta Kakak-kakakku tercinta atas

doa dan kasih sayang yang tak terhingga

™

Bapak Tjahjadi dan Bapak Hendra atas

semangat dan nasihat yang berharga bagi

penulis

™

Sahabat-sahabatku di Biologi dan UPT.BPPTK

LIPI Yogyakarta serta teman-teman kost yang

telah membantu dan semangatnya selama ini

™

Almamater tercinta

 

(8)

commit to user

ix 

 

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala

rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : “PENGARUH

SUPLEMENTASI DAUN WARU (

Hibiscus tiliaceus

L.) TERHADAP

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI PROTOZOA RUMEN

SECARA

IN VITRO

”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk

memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang

sangat berguna dan bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., PhD., selaku dekan FMIPA Universitas Sebelas

Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan saran dalam

penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.

Dr.Ir.Suharwaji, M.App.Sc, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis Balai

Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (UPT BPPTK LIPI) Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk

keperluan penelitian dan saran, sampai selesainya penyusunan skripsi.

(9)

commit to user

 

Hendra Herdian,S.Pt.MSc, selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya

penyusunan skripsi.

Dr.Artini Pangastuti,M.Si, selaku dosen penelaah I yang telah memberikan

banyak saran dan ide pemikiran baru selama penelitian sampai selesainya

penyusunan skripsi.

Dr.Agung Budiharjo,SSi,M.Si selaku dosen penelaah II yang telah

memberikan banyak saran dan ide pemikiran baru selama penelitian sampai

selesainya penyusunan skripsi.

Estu Retnaningtyas N., M. Si, selaku dosen pembimbing akademik dan

seluruh dosen di jurusan Biologi yang telah memberikan bimbingan, dukungan,

dan petunjuk selama masa perkuliahan.

Sahabatku di Biologi, Sutikno, Rosid, Ari, Budi, Andri, Risna, Vector,

Sari, Ana, Santi, Dian, Septi, Sasti, Ria, Kiki, Fina. Segenap teman penelitian di

LIPI Sigit, Devi, Anton, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama

penelitian. Teman-teman di almamater Biologi FMIPA UNS dan Kos terimakasih

atas semangat dan dukungannya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita

semua dan pihak-pihak yang terkait.

Surakarta, Januari 2011

(10)

commit to user

xi   

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………

HALAMAN PENGESAHAN……….

HALAMAN PERNYATAAN………

ABSTRAK………

ABSTRACT………

HALAMAN MOTTO……….

HALAMAN PERSEMBAHAN……….

KATA PENGANTAR………

DAFTAR ISI………...

DAFTAR TABEL……….………..…

DAFTAR GAMBAR………..………

DAFTAR LAMPIRAN………..……….

DAFTAR SINGKATAN………

BAB I. PENDAHULUAN ...

A.

Latar Belakang...

B.

Rumusan Masalah...

C.

Tujuan Penelitian ...

D.

Manfaat Penelitian ...

BAB II. LANDASAN TEORI ...

(11)

commit to user

xii 

 

1.

Sistem Pencernakan Ruminansia ...

2.

Gas Metana Dalam Peternakan ...

3.

Gas Metana ...

a.

Deskripsi Gas Metana ...

b.

Sumber Gas Metana ...

c.

Akibat Gas Metana ...

1)

Pemanasan Global...

2)

Kepunahan Spesies ...

3)

Penurunan Kualitas Kesehatan Lingkungan ...

4.

Reduksi Metana Melalui Penurunan Protozoa...

5.

Penurunan Protozoa dengan Saponin...

6.

Tumbuhan Waru (

Hibiscus tiliaceus

L.) sebagai Agen Penurunan

Protozoa ...

B.

Kerangka Pemikiran ...

C.

Hipotesis ...

BAB III. METODE PENELITIAN ...

A.

Waktu dan Tempat...

B.

Alat dan Bahan ...

C.

Cara Kerja / Prosedur Penelitian ...

1.

Preparasi Sampel

Pennisetum purpureum

dan

Hibiscus tiliaceus

L. ...

2.

Analisis Proksimat Bahan ...

(12)

commit to user

xiii 

 

a.

Tahap Ekstraksi Daun ...

b.

Tahap pembuatan Kurva Standar ...

c.

Tahap Penghitungan Kadar Saponin...

4.

Preparasi Cairan Rumen dari Ternak Donor ...

5.

Desain Perlakuan ...

6.

Fermentasi secara In Vitro ...

7.

Pengukuran Produksi Gas, VFA, Konsentrasi N-NH3,

dan pH serta Penghitungan Jumlah Protozoa ...

D.

Analisis Data...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…...………

A.

Komposisi Kimia Bahan Penelitian………

 

B.

Pebahasan Umum ………..

BAB V. PENUTUP……….

A.

Kesimpulan……….

B.

Saran………

DAFTAR PUSTAKA……….

RIWAYAT HIDUP PENULIS………...………

27

28

28

28

29

29

31

32

33

33

34

50

50

50

51

(13)

commit to user

xiv 

 

DAFTAR TABEL

Tabel

1.

Komposisi Kimia Daun Waru (

Hibiscus tiliaceus

L.) dan

Rumput Kolonjono (

Pennisetum purpureum

)………

33

Tabel 2.

Jumlah Protozoa dan Karakteristik Fermentasi Cairan Rumen

dengan Suplementasi Daun Waru (

Hibiscus tiliaceus

L.),

Monensin serta Kontrol. ………

34

Tabel 3.

Konsentrasi Asam Asetat, Propionat, dan Butirat cairan rumen

yang mendapat perlakuan suplementasi daun waru pada taraf

yang berbeda, dan kontrol serta monensin.…………..…………..

43

Tabel 4.

Nisbah Perbandingan Asetat dan Propionat serta Nilai NGR

Cairan Rumen yang Mendapat Perlakuan Suplementasi Daun

Waru pada Taraf yang Berbeda, dan Kontrol serta

Monensin………...………

45

(14)

commit to user

xv 

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Simbiosis Protozoa dengan Metanogen ………

17

Gambar 2.

Hibiscus tiliaceus

L.………...………

21

Gambar 3.

Bagan/skema Kerangka Pemikiran...

25

Gambar 4.

Diagram Jumlah Protozoa, pH, Konsentrasi NH3, VFA Total,

dan Produksi Gas Cairan Rumen dengan Suplementasi Daun

Waru (

Hibiscus tiliaceus

L.), Monensin serta Kontrol…...………

50

Gambar 5.

Hibiscus tiliaceus

L. dan

Pennisetum purpureum

yang digunakan

dalam penelitian ………...………..

58

Gambar 6.

Pengambilan Cairan Rumen dari Sapi yang Telah

Difistula ....………...

58

Gambar 7.

Percobaan

in vitro

gas test ……….

58

Gambar 8.

Pengamatan Protozoa ………...……..

59

(15)

commit to user

xvi 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Komposisi Kimia Daun

Hibiscus tiliaceus

L. dari

Lab. Chem-mix Pratama, Yogyakarta.……… ………

60

Lampiran 2. 

Hasil Analisis VFA dari PAU UGM……...……...………

61

Lampiran 3. 

Data Hasil Penelitian...

63

Lampiran 4. 

Penentuan Kadar Amonia

……… ………..

64

(16)

commit to user

xvii   

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

Anova

ATP

BK

CH4

CO2

FAO

g

GRK

µl

ml

mg

pH

PK

VFA

mM

NH

3

NaCl

NGR

Analysis of Varians

Adenosine Triphosphate

Bahan kering

Metana

Karbondioksida

Food Agricultural Organitations

gram

Gas Rumah Kaca

mikroliter

mililiter

miligram

puissance Hidrogen

Protein Kasar

Volatile Fatty Acids

mili Mol

Amonia

Natrium klorida

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan bahan pangan hewani semakin hari semakin meningkat. Hal ini

seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesadaran

gizi dan kualitas hidup masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini

diperkirakan mencapai 220 juta jiwa, dan ini merupakan jumlah penduduk

terbesar keempat di dunia. Jumlah penduduk yang besar tersebut merupakan

pangsa pasar yang luar biasa besar untuk produk ternak, karena kebutuhan bahan

pangan asal hewan (daging, susu dan telur) merupakan kebutuhan primer yang

harus dipenuhi (Rusfidra, 2005).

Protein hewani asal ternak sangat diperlukan untuk pertumbuhan,

kecerdasan dan kesehatan tubuh manusia. Sampai saat ini tingkat konsumsi

protein hewani masyarakat Indonesia masih sangat rendah, sekitar 6

gram/kapita/hari. Sementara rata-rata konsumsi penduduk dunia mencapai 26

gram/kapita/tahun (Han, 1999). Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi

protein hewani penduduk Malaysia, Thailand dan Fhilipina, konsumsi protein

hewani penduduk Indonesia tergolong rendah. Apalagi konsumsi protein hewani

negara-negara industri maju, seperti Inggris, AS, Jepang dan Prancis berkisar

50-80 gram/kapita/hari (Rusfidra, 2005).

Ternak sapi merupakan hewan ternak terpenting dari jenis hewan ternak

(18)

commit to user

2

lahan. Selain itu, sapi juga berperan sebagai sumber pendapatan, tabungan hidup

(bioinvestasi), aset kultural dan religius, sumber gas bio dan pupuk kandang

(Rusfidra, 2005).

Di sisi lain peternakan telah dihadapkan pada permasalahan yang cukup

serius yakni berbagai dampak yang diakibatkan dari industri peternakan itu

sendiri. Selain limbah feses dan urine, gas metana (CH4) yang cukup tinggi juga

dihasilkan dari industri peternakan ini (Suryahadi et al., 2002).

Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan

yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, sektor peternakan

adalah salah satu penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius

dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global. Memelihara ternak untuk

konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbondioksida (CO2) terbesar

serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana (CH4) dan nitrooksida (NO)

terbesar. Sektor peternakan telah menyumbang 9% karbondioksida, 65%

nitrooksida, dan 37% gas metana. Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 23

kali lebih besar dan nitrooksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbondioksida

(Badunglahne, 2010).

Di samping berdampak buruk bagi atmosfer, pembentukan metana juga

berpengaruh negatif terhadap hewan ruminansia itu sendiri, yaitu dapat

menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna.

Fermentasi dari pencernaan ternak (enteric fermentation) menyumbang sebagian besar emisi gas metana yang dihasilkan peternakan. Pembentukan gas metana di

(19)

commit to user

3

pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2 oleh H2

yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba metanogenik (Thalib,

2008). Perlu dilakukan langkah pengurangan produksi metana dari ternak

ruminansia.

Populasi protozoa di dalam rumen diketahui berbanding lurus dengan

produksi gas metana, artinya produksi gas metana berkurang bila populasi

protozoa rumen menurun (Thalib, 2008). Populasi protozoa di dalam rumen dapat

dikurangi dengan memberikan agen defaunasi protozoa seperti saponin. Hal lain

yang mempengaruhi produksi gas metana adalah karakteristik fermentasi rumen.

Karakteristik fermentasi (pola fermentasi) pada rumen yang mengarah kepada

sintesis asam propionat lebih menguntungkan. Asam propionat tersebut cenderung

menurunkan produksi energi yang terbuang dalam bentuk metana (CH4).

Umumnya yang sering digunakan sebagai pakan sapi adalah rumput

kolonjono (Pennisetum purpureum) karena mudah didapatkan. Sayangnya, kadar serat kasar rumput kolonjono cukup tinggi sehingga memicu produksi metana

yang lebih besar. Dalam penelitian ini digunakan daun waru sebagai suplementasi.

Daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) diketahui mengandung senyawa saponin. Kandungan saponin dalam daun waru diharapkan dapat digunakan sebagai agen

defaunasi protozoa dan dapat mempengaruhi karakteristik fermentasi rumen, yang

pada akhirnya diharapkan dapat mereduksi gas metana dari proses peternakan,

(20)

commit to user

4

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap karakteristik fermentasi yang meliputi produksi gas, VFA,

konsentrasi NH3, dan pH serta populasi protozoa rumen secara in vitro? 2. Pada level berapa pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) paling

optimum dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan menurunkan

populasi protozoa rumen secara in vitro di penelitian ini?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap karakteristik fermentasi (produksi gas, VFA, konsentrasi NH3, pH) dan

populasi protozoa rumen secara in vitro.

2. Mengetahui level pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) yang optimum dapat memperbaiki karakteristik fermentasi (produksi gas, VFA, konsentrasi

(21)

commit to user

5

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

tentang penggunaan daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) untuk memperbaiki karakteristik fermentasi rumen yang meliputi produksi gas, VFA, konsentrasi

NH3, dan pH serta mengetahui pengaruh pemberian daun waru dalam

menurunkan populasi protozoa rumen secara in vitro.

2. Memberikan gambaran pada level berapakah daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) optimum dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan menurunkan

(22)

commit to user

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sistem Pencernakan Ruminansia

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang

dialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan. Proses

pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih komplek dibandingkan

proses pencernaan pada jenis ternak lainnya (Ecoshopy, 2006).

Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut

jala), rumen (perut beludru), omasum (perut buku), dan abomasum (perut sejati)

Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandang

sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai

perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi

omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi

penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini

dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances

dan Siddon, 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah

sekum, kolon, dan rektum. Pada pencernaan bagian belakang tersebut juga terjadi

aktivitas fermentasi. Namun, belum banyak informasi yang terungkap tentang

peranan fermentasi pada organ tersebut. Proses pencernaan pada ternak

ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen

(23)

commit to user

7

Pada sistem pencernaan ruminasia terdapat suatu proses yang disebut

memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk

sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada

dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali

(proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi).

Selanjutnya, pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen.

Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut

bermanfaat untuk pengadukan digesta inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu

kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta meninggalkan

retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice ( Tilman et al., 1986).

Lambung rumen sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga

perut. Lambung rumen mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan

sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada rumen juga

terjadi proses pembusukan dan peragian (Sulistyowati, 2009). Isi seluruh perut

pada sapi dewasa sekitar 90 – 208 liter. Rumen merupakan bagian perut terbesar

yang berukuran sekitar 80 % dari seluruh perut, omasum 8%, abomasum 7%, dan

retikulum 5% (Akoso, 1996).

Proses pencernaan ruminansia dimulai di ruang mulut. Di dalam ruang

mulut, ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil

dengan cara pengunyahan dan pembasahan dengan saliva. Dari mulut ransum

masuk kedalam rumen melalui esofagus. Di dalam rumen, proses penghancuran

partikel-partikel ransum berlanjut terus. Komponen atau bagian ransum yang

(24)

commit to user

8

dalam bentuk bolus-bolus. Oleh karena itu, setelah merumput, ternak ruminansia

biasanya berbaring dan mengunyah-ngunyah rumput ataupun hijauan lain yang

dikeluarkan kembali dalam bentuk bolus-bolus dari rumen ke mulut (Siregar,

1994).

Ransum yang sudah terproses halus di dalam rumen akan segera

mengalami proses fermentasi. Dalam proses ini berjuta-juta bakteri dan

mikroorganisme lainnya bekerja mengolah protein dan juga non-protein nitrogen

yang terdapat di dalam ransum menjadi asam-asam amino esensial (Siregar,

1994).

Adanya rumen dan kegiatan-kegiatan mikroorganisme didalamnya

menyebabkan ternak ruminansia mampu mencerna sejumlah besar hijauan

maupun pakan kasar lainnya. Bahkan, hijauan merupakan ransum pokok ternak

ruminansia. Di dalam rumen, senyawa-senyawa non-protein nitrogen dapat diubah

menjadi protein mikrobial. Oleh karena itu, kandungan protein ransum ternak

ruminansia tidak perlu setinggi dan selengkap kandungan protein ternak

non-ruminansia seperti unggas dan babi (Siregar, 1994).

Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang

mengandung serat tinggi menjadi asam lemak volatil (Volatile Fatty Acids / VFA) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat

dan asam isovalerat. VFA diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan

sebagai sumber energi oleh ternak. Produk metabolisme yang tidak dimanfaatkan

oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui

(25)

commit to user

9

rumen itu sendiri, karena biomasa mikroba yang meninggalkan rumen merupakan

pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant, et al. (1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia

berasal dari protein mikroba.

VFA terdiri atas asam-asam organik yang mudah menguap/atsiri, mulai

dari rantai karbon satu sampai dengan rantai karbon lima, yaitu asam asetat,

propionat, butirat, dan valerat. VFA dihasilkan oleh bakteri tertentu dan

jumlahnya tergantung pada jumlah bakteri dalam rumen. Asam asetat adalah yang

paling banyak diproduksi oleh hampir semua jenis bakteri, diikuti asam propionat,

butirat, dan valerat. Komponen utama VFA adalah asam asetat, propionat, dan

butirat (Jouany, 1991; Hungate, 1966). Asam asetat yang terbentuk dalam rumen

sekitar 63% molar, asam propionat 22% molar, dan asam lainnya 15% molar

(Hungate, 1988).

Ternak ruminansia memperoleh protein untuk pertumbuhan dari pakan

yang dikonsumsi dan mikroba dalam rumen. Salah satu cara untuk

mengefisienkan protein adalah dengan meningkatkan protein mikroba melalui

peningkatan pertumbuhan mikroba rumen (Hungate, 1966). Meningkatnya jumlah

mikroba rumen mengakibatkan sintesis protein yang semakin tinggi yang diikuti

dengan pembentukan senyawa asam lemak volatil (volatile fatty acid, VFA) yang merupakan hasil fermentasi mikroba rumen (Askar dan Abdurachman, 2002).

Degradasi dan fermentasi komponen serat pakan oleh mikroba rumen,

selain menghasilkan asam lemak mudah terbang, juga membentuk gas metana

(26)

commit to user

10

energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan komponen energi yang tidak dapat

dimanfaatkan ternak (Haryanto, 2009).

Fermentasi dari pencernaan ternak (enteric fermentation) menyumbang sebagian besar emisi gas metana yang dihasilkan peternakan. Pembentukan gas

metana di dalam rumen merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Pada

prinsipnya, pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2

oleh H2 yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikrobia metanogenik.

Pembentukan gas metana di dalam rumen berpengaruh terhadap pembentukan

produk akhir fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP, yang

akhirnya mempengaruhi efisiensi produksi mikrobial rumen (Badunglahne, 2010).

2. Gas Metana Dalam Peternakan

Menurut Johnson dan Johnson (1995), Pelchen dan Peters (1998), gas CH4

yang dikeluarkan dari rumen mengindikasikan energi yang hilang dari tubuh

ternak ruminansia dengan variasi 7% – 12% dari energi yang terkonsumsi. Moss

(2000) menyatakan bahwa populasi ruminansia mempunyai kontribusi sebesar

12% – 15% dari pencemaran CH4 di atmosfer.

Seperti dilaporkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2006,

dari industri peternakan tercatat emisi gas penyebab efek rumah kaca paling

dominan adalah metana (37%), sedangkan karbondioksida (CO2) hanya 9%.

Masih menurut FAO, dalam lingkup global pun industri peternakan penyumbang

emisi gas rumah kaca (GRK) tertinggi, yaitu 18%, bahkan melebihi emisi gas

(27)

commit to user

11

Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan

yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, sektor peternakan

adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang

paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global. Memelihara

ternak untuk konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbondioksida

terbesar serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana dan nitrooksida

terbesar. Sektor peternakan telah menyumbang 9% racun karbondioksida, 65%

nitrooksida, dan 37% gas metana (Badunglahne, 2010).

Di Indonesia, emisi metana (CH4) per unit pakan atau laju konversi metana

lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi

jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metana

(Suryahadiet al., 2002). Susetyo ( 1969 ) menyatakan, rendahnya kualitas hijauan di Indonesia disebabkan antara lain oleh sifat pertumbuhan yang cepat sehingga

cepat berbunga dan berbiji yang mengakibatkan kandungan serat kasar tinggi.

Menurut Haryanto (2009) degradasi dan fermentasi komponen serat pakan

oleh mikroba rumen, selain menghasilkan asam lemak volatil, juga membentuk

gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Gas metana yang terbentuk berkisar

8-15% dari energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan komponen energi yang

tidak dapat dimanfaatkan ternak. Gas ini mempunyai efek rumah kaca, yang oleh

pengamat lingkungan dinilai ikut berkontribusi terhadap berkurangnya lapisan

ozon di atmosfer bumi, sehingga meningkatkan intensitas masuknya sinar

ultraviolet dari matahari dan suhu global. Oleh karena itu, upaya untuk

mengurangi pembentukan gas metana dari proses pencernaan pakan ruminansia

(28)

commit to user

12

3. Gas Metana

a. Deskripsi Gas Metana

Metana adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH4. Ini adalah alkana

sederhana, dan komponen utama gas alam (David dan Kenneth, 2003). Metana

adalah gas dengan emisi rumah kaca 23 kali lebih ganas dari karbondioksida

(CO2), yang berarti gas ini merupakan kontributor yang sangat buruk bagi

pemanasan global yang sedang berlangsung (Nicky, 2010).

Gas metana (CH4) merupakan hasil fermentasi anaerob karbohidrat

struktural maupun non struktural oleh metanogen (mikrobia penghasil metana) di

dalam rumen ternak ruminansia, dan selanjutnya dikeluarkan ke atmosfer melalui

proses eruktasi (Santoso dan Hariadi, 2007).

b. Sumber Gas Metana

Menurut Ensiklopedia Britanica, gas metana dapat terkumpul pada

cekungan batubara. Gas metana juga dapat terbentuk akibat dekomposisi dari

tanaman yang dimakan oleh mikroba metanogen. Selain itu gas metana ada di

dalam rumen, atau hancuran tumbuhan yang sedang dicerna dalam perut sapi

(Witarto, 2008).

Sumber gas metana atau CH4 ada di mana-mana, bukan hanya dari rawa

atau lahan basah. Gas metana juga bisa muncul akibat aktivitas manusia, mulai

dari toilet di rumah tangga, lahan pertanian, dan peternakan, hingga tempat

pembuangan sampah. Namun, penghasil metana paling menonjol adalah sektor

(29)

commit to user

13

c. Akibat Gas Metana

1. Pemanasan Global

Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 23 kali lebih besar dan

nitrooksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbondioksida. Pemanasan global

(global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2),

karbonmonoksida (CO), gas metana (CH4), dinitrooksida (N2O),

chloroflourocarbon (CFC), yang terdiri dari haloflouricarbon (HFC) dan

perflourocarbon (PFC) serta sulfur hexaflouride (SF6) sehingga energi matahari

terperangkap dalam atmosfer bumi. Panas matahari masuk ke bumi, sebagian akan

diserap bumi dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa sebagai

gelombang panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke

angkasa, terperangkap di dalam bumi akibat meningkatnya konsentrasi gas

tersebut menyelimuti atmosfer bumi. Maka, panas matahari yang tidak dapat

dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula yang berakibat bumi jadi semakin

panas (Badunglahne, 2010).

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi

lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut,

perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya

flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit). Dampak bagi aktivitas

sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan

(30)

commit to user

14

jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman

penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko

kanker dan wabah penyakit). Pemanasan global juga membawa satu potensi

bencana besar, yaitu mencairnya metana hydrates yakni metana beku yang

tersimpan dalam bentuk es. Jumlahnya sebanyak 3.000 kali dari metana yang ada

di atmosfer. Planet bumi menyimpan metana beku dalam jumlah yang sangat

besar yang disebut dengan metana hydrates atau metana clathrates. Metana

hydrates banyak ditemukan di kutub utara dan kutub selatan, dimana suhu

permukaan air kurang dari 00C, atau dasar laut pada kedalaman lebih dari 300

meter, dimana temperatur air ada di kisaran -200C (Badunglahne, 2010).

Pemanasan global akan membuat suhu es di kutub utara dan kutub selatan

menjadi semakin panas, sehingga metana beku yang tersimpan dalam lapisan es di

kedua kutub tersebut juga ikut terlepas ke atmosfer. Para ilmuwan memperkirakan

bahwa Antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton metana beku, dan gas ini

dilepaskan sedikit demi sedikit ke atmosfer seiring dengan semakin banyaknya

bagian-bagian es di antartika yang runtuh (Badunglahne, 2010).

Pemanasan global akibat akumulasi gas-gas di atmosfer, di antaranya

metana, menimbulkan efek lanjutan, yaitu perubahan iklim dan kondisi

lingkungan bumi yang memburuk. Selama ini perhatian banyak dipusatkan untuk

menekan gas karbon. Padahal, metana-lah yang menjadi penyebab terbesar

pemanasan global. Maka, belakangan sasaran mulai diarahkan pada gas yang satu

(31)

commit to user

15

b. Kepunahan Spesies

Penghitungan jumlah rata-rata metana dalam 20 tahun terakhir meningkat

72 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2. Bila itu terjadi, ancaman

kepunahan spesies di muka bumi akan membayang, seperti yang pernah terjadi

pada masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) 55 juta tahun lalu dan

pada akhir periode Permian sekitar 251 juta tahun lalu. Lepasnya gas metana

dalam jumlah besar mengakibatkan turunnya kandungan oksigen di muka bumi

ini hingga mengakibatkan punahnya lebih dari 94 persen spesies di muka bumi

(Ikawati, 2010).

c. Penurunan Kualitas Kesehatan Lingkungan

Saat ini dunia memfokuskan strategi pada pengurangan emisi CO tetapi

sedikit yang berkonsentrasi pada pengurangan emisi metana. Padahal, metana

tergolong gas berbahaya, bukan hanya menimbulkan efek GRK yang nyata,

melainkan juga membantu terbentuknya lapisan ozon di permukaan tanah yang

membahayakan bagi kesehatan manusia (Ikawati, 2010).

Kandungan metana yang tinggi akan mengurangi konsentrasi oksigen di

atmosfer. Jika kandungan oksigen di udara hingga di bawah 19,5 persen, akan

mengakibatkan aspiksi atau hilangnya kesadaran makhluk hidup karena

kekurangan asupan oksigen dalam tubuh. Meningkatnya metana juga

meningkatkan risiko mudah terbakar dan meledak di udara. Reaksi metana dan

oksigen akan menimbulkan CO2 dan air (Ikawati, 2010).

4. Reduksi Metana Melalui Penurunan Protozoa

Berbagai teknik telah dilakukan untuk menekan produksi gas metana yang

(32)

commit to user

16

monensin (Van Nevel dan Demeyer, 1977); a-asam bromoethanesulfonat (Balch

dan Wolfe, 1979); nitrat/nitrit (Takahashi dan Young, 1991). Namun demikian,

penggunaan bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi dan dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan residu dalam produk ternak serta efek toksik

terhadap ternak, sehingga penggunaan bahan aditif tersebut tidak

direkomendasikan untuk digunakan dalam mengontrol produksi gas metana

(McAllisteret al., 1996).

Gas metana dalam tubuh ternak dihasilkan oleh mikroba metanogen.

Mikroorganisme penghasil gas metana ini hanya bekerja dalam kondisi anaerob

dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme penting dalam

kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu memanfaatkan

hidrogen dan asam asetat. Rumen sapi merupakan tempat yang cocok bagi

perkembangan metanogen. Gas metana dalam konsentrasi tertentu dihasilkan di

dalam rumen sapi tersebut (Shiddieqy, 2009). Mikroba metanogen dapat berperan

merubah asam asetat dan etanol menjadi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Mikroba metanogen pembentuk metana antara lain : Metanococcus, Metanobacterium, dan Metanosarcina(Rahayu, 2010).

Dewasa ini penggunaan bahan pakan aditif yang bersifat alami sebagai

pengganti bahan pakan aditif yang bersifat kimiawi termasuk antibiotik dan

ionofor sebagai manipulator fermentasi dalam rumen semakin populer. Beberapa

(33)

commit to user

17

bersifat toksik terhadap protozoa dan bakteri dalam rumen, sementara sekitar 9%

– 25% dari metanogen bersimbiosis dengan cara menempel pada permukaan

protozoa (Stumm et al., 1982).

Hampir semua protozoa rumen adalah ciliata yang bersifat predator terhadap

bakteri pencerna serat, dan mikroba ini juga berperan sebagai habitat mikrobia

metanogen penghasil gas metana (Thalib, 2008). Lebih lanjut dinyatakan bahwa

populasi protozoa di dalam rumen berbanding langsung dengan produksi gas

metana, artinya produksi gas metana dapat berkurang bila populasi protozoa

rumen menurun. Dengan demikian, emisi gas metana dapat dikurangi dengan

memberikan zat defaunator protozoa seperti saponin (Thalib, 2008). Hubungan

simbiosis antara prptozoa dengan metanogen dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:33.612.133.508.217.565.2]

Scaning mikroskop elektron metanogen yang menempel pada permukaan protozoa ciliata rumen. Eremoplastron bovis (kiri), Diplodinium dentatum (kanan).

Gambar 1. Simbiosis Protozoa dengan Metanogen (Vogels et al.,1980) Eliminasi protozoa rumen meningkatkan jumlah bakteri selulolitik, karena

(34)

commit to user

18

berkurangnya populasi protozoa maka aktivitas bakteri selulolitik di dalam rumen

meningkat, sehingga menghasilkan lebih banyak asam propionat dan lebih sedikit

gas metana. Pola fermentasi pada rumen yang mengarah kepada sintesis asam

propionat akan menguntungkan dari segi efisiensi penggunaan energi pakan.

Secara alami dengan peningkatan produksi asam propionat tersebut cenderung

menurunkan produksi energi yang terbuang dalam bentuk CH4 (Orskov dan Ryle,

1990 ; Tilman et al., 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan semakin tingginya asam propionat, maka prekusor pembentuk glikogen semakin banyak,

sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ternak. Pada reaksi stoikiometri

sintesis asam propionat banyak menggunakan gas H2 sedangkan sebaliknya pada

sintesis asam asetat banyak dihasilkan gas H2. Gas hidrogen (H2) bersama-sama

dengan gas CO2 merupakan prekursuor untuk sintesis CH4.

Newbold et al. (1995) melaporkan bahwa metanogen berasosiasi dengan protozoa ciliata dan bertanggung-jawab atas 9–25% dari metanogenesis pada

cairan rumen. Pada satu observasi, defaunasi dari rumen mengakibatkan

penyusutan penghasilan metana (Ushida et al., 1997). Pada satu studi perbandingan dari jenis individu protozoa terhadap pemancaran/emisi metana,

disimpulkan bahwa penyingkiran/elimninasi dari Entodinium caudatum dapat mengurangi pemancaran metana dari rumen tanpa berpengaruh kurang baik

terhadap degradasi pakan (Ranilla et al., 2007). Guo et al. (2008) meyakinkan bahwa suplementasi dari saponin secara tidak langsung menghalangi produksi

(35)

commit to user

19

5. Penurunan Protozoa dengan Saponin

Saponin adalah glikosida terpen atau steroid yang terdistribusi luas dalam

tumbuhan, dan telah dilaporkan lebih dari 500 jenis tumbuhan mengandung

saponin (Fitroh,1997). Saponin dapat diekstraksi dengan pelarut metanol

menggunakan cara maserasi, kemudian dilanjutan pemisahan dan pemurnian

dengan kromatografi kolom vakum dan kromatografi kolom (Fitroh,1997).

Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada

ruminansia dibandingkan pada non ruminansia. Saponin dapat meningkatkan

sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam

rumen. Sumber utama protein bagi ternak ruminansia adalah protein pakan yang

lolos dari degradasi di dalam rumen (UDP) dan protein mikroba rumen.

Peningkatan sintesis protein mikroba rumen dan protein by-pass berarti meningkatkan pasokan nutrien ke dalam intestin. Penurunan degradasi protein

dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-saponin yang

sedikit tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi

yang menyebabkan penurunan total populasi protozoa rumen. Penurunan populasi

protozoa dapat meningkatkan aliran N bakteri rumen ke duodenum, karena

pemangsaan protozoa terhadap bakteri menurun tajam ( Suparjo, 2009).

Saponin adalah glikosida yang berinteraksi dengan kolesterol yang ada di

membran dari sel protozoa dan menyebabkan lysis sel (Hess et al. 2003). Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa), tetapi

tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih

(36)

commit to user

20

kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping

bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri

mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut

dengan menghilangkan rantai karbohidrat ( Suparjo, 2009).

6. Tumbuhan Waru (Hibiscus tiliaceus L.) sebagai Agen Penurun Protozoa

Waru termasuk suku malvaceae. Banyak terdapat di Indonesia, di pantai

yang tidak berawa, di tanah datar, dan di pegunungan hingga ketinggian 1700

meter diatas permukaan laut. Banyak ditanam di pinggir jalan dan di sudut

pekarangan sebagai tanda batas pagar. Pada tanah yang baik, tumbuhan itu

batangnya lurus dan daunnya kecil. Pada tanah yang kurang subur, batangnya

bengkok dan daunnya lebih lebar (Syamsuhidayat et.al, 1991).

Tumbuhan waru asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang

tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, atau Coastal cottonwood dalam bahasa Inggris. Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi

tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800

sampai 2000mm (Wikipedia, 2010).

Pohon ini cepat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang

40-50 cm; bercabang dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal, berangkai,

berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter

kurang dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan

(37)

commit to user

21

berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm,

meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin. Bunga waru merupakan bunga

tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun

mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu

pada pangkal, bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi

kemerah-merahan. Tabung benang sari keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning.

Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh sekat semu, dengan banyak

bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm, beruang 5 tidak

sempurna, membuka dengan 5 katup (Syamsuhidayat et.al, 1991).

Secara umum pengklasifikasian tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dikotyledonae

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

[image:37.612.132.505.217.633.2]

Jenis : Hibiscus tiliaceus L. (Syamsuhidayat et.al, 1991)

(38)

commit to user

22

Dalam pengobatan tradisional, akar waru digunakan sebagai pendingin

bagi sakit demam, daun waru membantu pertumbuhan rambut, sebagai obat batuk,

obat diare berdarah/berlendir, amandel. Bunga digunakan untuk obat trakhoma

dan masuk angin (Martodisiswojo dan Kolonjonokwangun, 1995). Kandungan

kimia daun dan akar waru adalah saponin dan flavonoid. Disamping itu, daun

waru juga paling sedikit mengandung lima senyawa fenol, sedang akar waru

mengandung tanin (Aishah, 1994; Syamsuhidayat et al, 1991). Chen et al telah mengisolasi beberapa senyawa dari kulit batang waru, yaitu : skopoletin,

hibiscusin, hibiscusamide, vanilic acid, hydroxybenzoic acid, syringic acid,

P-hidroxybenzaldehyde, scopoletin, N-TRANS- feruloytyramine, N-CIS-

feruloytyramine, campuran beta-sitosterol dan stigmasterol, campuran sitostenone

dan stigmasta-4,22-dien-3-one. Dari uji sitotoksik senyawa-senyawa tersebut,

terdapat tiga senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker sangat baik terhadap

sel P-388 dan sel HT-29 secara invitro dengan nilai IC 50 < 4 mug/ml.

Daun dan akar Hibiscus tiliaceus mengandung saponin dan flavonoida, di samping itu daun juga mengandung polifenol dan akar mengandung tanin

(anonim, 2006). Daun Hibiscus tiliaceus mengandung alkaloid, asam-asam amino, karbohidrat, asam organik, asam lemak, saponin, sesquiterpene dan

sesquiterpenoid quinon, steroid, triterpene (Bandaranayake, 2002). Berdasarkan

skrining fltokimia tangkai dan tulang daun waru mengandung senyawa fenol,

(39)

commit to user

23

Satu pohon waru dapat menghasilkan kurang lebih 50 kg daun basah atau

sekitar 8,5 kg DM pertahun. Dengan kandungan kimia protein 18,09%, serat

19,97 %, daya cerna 61 %, energi bruto 4,45 % dan bahan kering 28,24 %, daun

waru sangat cocok digunakan sebagai pakan ternak. Sapi dan kambing sangat

menyenangi daun atau cabang muda waru. Saponin yang terkandung dalam daun

waru akan memperlancar kecernaan dan sekaligus membunuh protozoa pemakan

(40)

commit to user

24

B. Kerangka Pemikiran

Ternak ruminansia menghasilkan gas metana (CH4) sebagai bentuk dari

proses metabolisme dalam tubuhnya. Gas ini dianggap sebagai salah satu bentuk

hilangnya energi dari ternak.

Gas metana merupakan salah satu penyebab efek rumah kaca dan

pemanasan global yang sangat tinggi. Hal ini merupakan ancaman bagi kelestarian lingkungan, karena memiliki dampak yang sangat buruk dalam

berbagai segi kehidupan

Eliminasi gas metana di ternak dapat melalui proses defaunasi protozoa

dengan saponin, hal ini dilakukan karena sebagian mikrobia metanogen di dalam

rumen hidup bersimbiosis dengan protozoa.

Dalam daun tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.) diketahui mengandung senyawa saponin yang cukup, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai agen

(41)

commit to user

25

Secara bagan/skematis dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini :

Gambar 3. Bagan/skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Daun Hibiscus tiliaceus L. dapat mempengaruhi karakteristik fermentasi rumen dan menurunkan populasi protozoa rumen secara in vitro

Peternakan sapi penting

tetapi

Peternakan sapi hasilkan gas Metana (CH4)

Metanogen bersimbiosis dengan

Protozoa Rumen

Gas Metana (CH4) di sapi dihasilkan oleh metanogen

Hibiscus tiliaceus L.

Saponin Gas Metana

(CH4)

Pemanasan Global

Efek rumah kaca Bahan Kering

Defaunasi Protozoa

(42)

commit to user

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus

2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium

Kimia Analisis, dan Laboratorium Pakan Unit Pelaksana Teknis Balai

Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia – Yogyakarta (UPT. BPPTK LIPI Yogyakarta), Desa Gading, Kec.

Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Analisa VFA dilakukan di Pusat

Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Analisa proksimat

komponen bahan dilakukan di Lab. Chem-mix Pratama, Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : hemositometer,

mikroskop, mikropipet, pipet tetes, alat tulis, spatula, gelas arloji, tabung reaksi,

gelas ukur, corong, hitter, blender, timbangan analitik, syiringe 100 ml, klem,

spektrofotometer, saringan, kain, termos, dispenser, sarung tangan, kalkulator,

thermometer, pH meter, jam arloji, oven, water bath, sentrifus,dan freezer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cairan rumen sapi,

larutan buffer, aquades, saponin, etanol 70 %, konsentrat, rumput kolonjono

(Pennisetum purpureum) dan daun waru (Hibiscus tiliaceus L.), kertas Whatman no.42, gas CO2 , larutan asam metafosforat 25%, formalin, NaCl, monensin

(43)

commit to user

27

C. Cara Kerja / Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sampel Pennisetum purpureum dan Hibiscus tiliaceus L.

Sampel rumput kolonjono (Pennisetum purpureum) dipotong dari Kebun Koleksi Hijauan, BPPTK LIPI Yogyakarta pada umur + 60 hari setelah

penanaman, kemudian dicacah dengan ukuran 3–5 cm. Sampel daun Hibiscus tiliaceus L. dikoleksi dari beberapa pohon Hibiscus tiliaceus L. yang tumbuh di Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta yang sebelumnya telah

diidentifikasi sebagai Hibiscus tiliaceus L. Sampel daun Hibiscus tiliaceus L. dipisahkan dari batangnya, kemudian dicacah dengan ukuran 3–5 cm juga,

kemudian bersama-sama dengan sampel rumput kolonjono dikeringkan dalam

oven 55 – 60º C selama 72 jam. Setelah sampel kering dan beratnya konstan,

selanjutnya digiling menggunakan blender kemudian disaring dengan saringan 1

mm. Kemudian, dilakukan analisa proksimat komponen bahan dan kadar saponin.

Sampel selanjutnya dipergunakan untuk percobaan in vitro.

2. Analisis Proksimat Bahan

Analisa proksimat komposisi kimia bahan mencakup kadar air, kadar abu,

kadar protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat dianalisakan di Lab. Chem-mix

Pratama, Yogyakarta.

3. Analisis Kandungan Saponin pada Daun Hibiscus tiliaceus L.

a. Tahap Ekstraksi Daun

Simplisia daun waru digerus dengan mortar hingga menjadi serbuk,

kemudian 0,1 gram serbuk yang telah halus diekstraksi dengan 10 mL etanol 70%

(44)

commit to user

28

saring , filtrat didinginkan selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 425 nm dengan larutan pembanding saponin (Sigma) (Stahl, 1985)

b.Tahap pembuatan Kurva Standar

Dibuat larutan standar saponin (Sigma) dengan 4 variasi konsentrasi yaitu

20 mg, 40 mg, 80 mg, 100 mg saponin yang masing –masing dilarutkan dalam 10

mL etanol 70%. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan

spektrofotometer UV-vis uv fis Dynamica RB-10 pada panjang gelombang 425

nm (Stahl, 1985), sehingga diperoleh kurva larutan standar saponin.

c. Tahap Penghitungan kadar Saponin

Hasil ekstraksi daun dihitung kadarnya dengan menggunakan

spektrofotometer UV-vis berdasarkan kurva larutan standar (Sigma). Kemudian

kadar yang diperoleh dikonversi ke dalam bentuk mg/gr berat kering daun dengan

rumus :

S = kadar saponin sampel x volume pengenceran

Berat sampel daun (Hary, 1998)

4. Preparasi Cairan Rumen dari Ternak Donor

Cairan rumen diproses dari donor 2 ekor sapi betina Peranakan Ongole

milik UPT. BPPTK LIPI Yogyakarta yang difistula bagian rumennya dengan

rata-rata bobot badan 337 ± 52 kg. Ternak diberi pakan pada jam 08.00 dan 15.00

WIB setiap hari dengan pakan basal yang terdiri atas rumput kolonjono (P. purpureum) dan konsentrat (70 : 30) sesuai dengan kebutuhan hidup pokok. Cairan rumennya diambil menggunakan aspirator dan dimasukkan dalam termos

agar suhunya konstan. Cairan rumen disaring dengan kain blacu 2 lapis untuk

menghilangkan partikel pengotor, kemudian digunakan sebagai donor cairan

(45)

commit to user

29

5. Desain Perlakuan

Percobaan ini disusun dengan desain eksperimen model rancangan acak

lengkap yang terdiri atas 1 kontrol, 5 perlakuan dan tiap perlakuan dilakukan

perulangan 3 kali, sebagai berikut :

Kontrol :P.purpureum(200 mg)

Perlakuan I :P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (5% BK) Perlakuan II :P. purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (10% BK) Perlakuan III :P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (15% BK) Perlakuan IV :P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (20%BK) Perlakuan V :P.purpureum (200 mg) + monensin (0,2% BK)

Keterangan : BK adalah berdasarkan berat kering P.purpureum 200 mg.

Dalam percoban ini digunakan rumput kolonjono (P. purpureum). sebagai substrat pokok. Kontrol negatif P. purpureum tanpa penambahan bahan, kontrol positif (Perlakuan V) dengan penambahan monensin 0,2%. Monensin digunakan

karena penggunaan zat ini telah dapat mengurangi produksi gas dan memanipulasi

fermentasi rumen.

6. Fermentasi secara In Vitro

Untuk fermentasi secara invitro menggunakan metode Menke & Steingass (1988). Metode ini dimulai dengan penimbangan substrat sebanyak yang telah

ditentukan sesuai dengan perlakuan. Substrat dimasukkan dalam syringe

berukuran 100 ml (Model Fortuna, Häberle Labortechnik, Germany). Disiapkan

larutan bufer yang terdiri dari main element solution, trace element solution,

(46)

commit to user

30

sebagai berikut: Main Element Solution terdiri dari Disodium Hidrogen Phosphat, Potassium dihidrogen Phosphat, Magnesium sulphat 7H2O dan Aquades. Trace Element Solution terdiri dari Calcium chloride, Manganese chloride, Cobalt chloride dan Aquades. Buffer terdiri dari Amonium Hidrogen Carbonat, Sodium Hidrogen Carbonat dan Aquades. Resazurin Solution terdiri dari Resazurin dan Aquades.Reduction Solution terdiri dari NaOH 1N, Na2S.7H2O dan Aquades.

Tiga puluh mililiter campuran larutan buffer dan cairan rumen (2 : 1)

diinjeksikan ke dalam setiap syringeyang telah berisi substrat sampel didalamnya melalui selang silikon dengan dispenser yang telah diatur volumenya. Sebelum

dimasukkan ke dalam syringe, piston terlebih dahulu dilumuri dengan vaselin. Hal ini dilakukan agar gas tidak bocor keluar. Gelembung gas yang terdapat di dalam

syringedikeluarkan, lalu selang silikon ditutup dengan klem, posisi piston dibaca dan dicatat pada jam ke nol (V0). Proses inkubasi kemudian dilakukan pada suhu

39oC dalam water bath incubator.

Produksi gas yang dihasilkan diamati pada selang waktu inkubasi 3, 6, 9,

12, 24 dan 48 jam. Jika posisi piston di atas 60 ml, nilai ini dicatat lalu klem

dibuka dan piston dikembalikan pada posisi 30 ml, kemudian jumlah gas

sebelumnya dicatat. Pembacaan dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi

(47)

commit to user

31

7. Pengukuran Produksi Gas, VFA, Konsentrasi N-NH3, dan pH serta

Penghitungan Jumlah Protozoa

Produksi gas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(V48– V0 – Gb0)

B

Keterangan :

PG = produksi gas

V48 =volume gas (ml) 48 jam

V0 = volume gas (ml) awal inkubasi

Gb0 = produksi gas rata-rata blanko pada inkubasi 48 jam

B = berat sampel uji dalam mg bahan kering pada suhu 39 0C.

BK = bahan kering dalam standar 200 mg

Setelah inkubasi 48 jam, 10 ml sub sampel cairan rumen diambil dari

masing-masing tabung dan diukur pH-nya menggunakan pH meter digital (Hanna

Hi 8520), untuk diketahui pH setelah proses fermentasi.

Sebanyak 0,4 ml sub sampel cairan rumen ditambahkan 2 ml larutan asam

metafosforat 25%, kemudian disentrifugasi pada 9000 g selama 10 menit

kemudian diambil supernatannya dan dimasukkan ke dalam freezer –20°C

sampai dengan analisis volatile fatty acids (VFA) yang meliputi asam asetat, asam propionat dan asam butirat menggunakan kromatografi gas. Nilai konsentrasi

asam asetat (A), asam propionat (P) dan asam butirat (B) digunakan untuk

menghitung Nisbah A/P dan NGR dengan Rumus : Nisbah A/P = A/P

NGR = (A+2B+V) / (P+V)

(Orskov, 1975)

(48)

commit to user

32

Penghitungan Nisbah A/P dan NGR disini digunakan untuk

menggambarkan produksi gas metana. Nisbah A/P rendah menyebabkan NGR

juga rendah. NGR adalah perbandingan antara asam lemak terbang yang bersifat

non-glukogenik dan glukogenik. Nilai NGR berhubungan erat dengan produksi

gas metana. NGR dan metana mempunyai korelasi positif, yang berarti semakin

rendah nilai NGR semakin rendah pula produksi metana.

Sebanyak 2 ml sub sampel dipreparasi (disentrifugasi pada 15000 g selama

15 menit) dan dianalisis konsentrasi NH3 menggunakan metode Chaney dan

Marbach (1962).

Untuk keperluan penghitungan protozoa, 1 ml sub sampel cairan rumen

lainnya ditambahkan 0,8 ml larutan formaldehid salina yang terdiri atas 37% (v/v)

formalin dan 0,9% (w/v) NaCl dengan perbandingan 1 : 9 (Ogimoto dan Imai,

1981), kemudian ditambahkan metylen green sebagai pewarna protozoa.

Selanjutnya populasi protozoa dihitung menggunakan hemositometer di bawah

mikroskop.

D. Analisis Data

(49)

commit to user

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Kimia Bahan Penelitian

[image:49.612.135.503.213.475.2]

Komposisi kimia dari daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan rumput kolonjono (Pennisetum purpureum) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan Rumput Kolonjono (Pennisetum purpureum)

P. purpureum H. tiliaceus L. Abu (% BK) 15,90 10,79

Protein (%BK) 11,50 17,08

Lemak (%BK) 3,20 3,45

Serat kasar (% BK) 29,30 22,77

Karbohidrat (% BK) 40,10 45,91

Saponin (mg/gr BK) 7,55 8,93

Total tanin (%BK) 8,01 12,90

Kandungan protein kasar (PK) dari Pennisetum purpureum dan Hibiscus tiliaceus L. lebih tinggi dari konsentrasi minimum PK (7%) yang dibutuhkan aktivitas mikroba (Crowder dan Chheda, 1982). Kandungan protein yang cukup

tinggi ini baik untuk kebutuhan protein ternak. Kandungan serat kasar daun waru

lebih rendah dari rumput kolonjono, hal ini sesuai untuk mengurangi produksi gas

metana. Berdasarkan teori, gas metana akan lebih besar dihasilkan jika kandungan

serat kasar juga lebih besar. Kandungan karbohidrat daun waru yang tinggi

(50)

commit to user

34

waru yang digunakan dalam penelitian ini 8,93 mg/g BK, masih lebih rendah dari

kandungan saponin Acacia mangium Willd 16,7 mg/g BK yang digunakan dalam penelitian Santoso dan Hariadi (2007).

B. Pembahasan Umum

[image:50.612.128.514.200.645.2]

Pengaruh suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap karakteristik fermentasi dan populasi protozoa rumen secara in vitro disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Protozoa dan Karakteristik Fermentasi Cairan Rumen dengan Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Monensin serta Kontrol.

Variabel Suplementasi Hibiscus tiliaceus L. monensin

0% 5% 10% 15% 20%

pH 7.06a 7.07a 7.05a 7.03a 7.11a 7.15a

Konsentrasi NH3

(mg/100ml) 35.63 a

36.72a 37.96a 38.13a 34.88a 33.99a

Jumlah Protozoa

(x 104/ml) 16,25 d

14,50c 9,25b 9,00b 6,75a 7,25a

% Penurunan

terhadap kontrol 0,00 10,77 43,08 44,62 58,46 55,38

VFA Total

(mMol) 137.39

ab

152.93b 165.81b 127.15ab 129.54ab 106.67a Produksi gas

(ml/200mg ) 47.17 e

44.2d 41.97c 40.43c 38.47b 18.48a

% Penurunan

terhadap kontrol 0,00 6,11 11,02 14,29 18,44 60,82

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip a,b,c,d yang berbeda ke arah kolom, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(51)

commit to user

35

Dari berbagai data yang terurai tersebut diatas dapat dibuat dalam bentuk

[image:51.612.134.508.155.607.2]

diagram seperti di bawah ini .

Gambar 4 . Diagram Jumlah Protozoa, pH, Konsentrasi NH3, VFA Total, dan Produksi Gas Cairan Rumen dengan Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceusL.), Monensin serta Kontrol.

Jum

lah P

ro

toz

o

a

x

10

4 se

l/m

l

P

roduk

si G

a

s (m

l)

V

T

A

T

otal

(mMol

)

Konsentrasi NH

3

(mg/100 ml)

(52)

commit to user

36

Secara umum terlihat bahwa suplementasi daun waru mampu menurunkan

populasi protozoa maupun produksi gas. Penurunan jumlah protozoa dan

penuruan produksi gas pada level 5% paling kecil. Penurunan jumlah protozoa

dan penuruan produksi gas pada level 10% dan 15% tidak menunjukkan

perbedaan nyata.

Pada level suplementasi daun waru 20% menghasilkan penurunan jumlah

protozoa yang sangat tinggi (58,46%) dan penurunan produksi gas sebesar

18,44%, tetapi pada level ini nampaknya mikroorganisme rumen terganggu. Hal

ini dapat dilihat dari produksi VFA yang lebih rendah jika dibandingkan pada

suplementasi 5% maupun 10%, lebih rendahnya produksi VFA ini mengurangi

pasokan energi untuk ternak.

Pada semua perlakuan tidak memberikan perbedaan nyata pada

konsentrasi NH3 maupun nilai pH. Dapat dikatakan bahwa suplementasi daun

waru yang optimum dan telah dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan

menurunkan populasi protozoa rumen adalah pada level 10%. Untuk lebih

jelasnya dari masing-masing variabel diuraikan dengan pembahasan di bawah ini.

Derajat Kesamaan (pH) Cairan Rumen

Tinggi rendahnya pH cairan rumen merupakan salah satu faktor penentu

baik tidaknya kondisi rumen untuk berlangsungnya proses fermentasi. Putra dan

Puger (1995) menyatakan bahwa aktivitas mikroba rumen membutuhkan kondisi

pH tertentu yang berhubungan dengan kondisi lingkungan rumen yang sedang

(53)

commit to user

37

6,0-7,0, pada kisaran pH ini, pertumbuhan mikroba rumen maksimal dan aktivitas

fisiologisnya meningkat, terutama yang berhubungan dengan fermentasi rumen.

Van Soest (1994) menyatakan aktivitas bakteri selulolitik terhambat

apabila pH cairan rumen dibawah 6,2 dan aktivitas akan optimal di dalam rumen

pada pH 6,7 + 0,5 point. Losodu et al (1979) menyatakan bahwa pH cairan rumen pada sapi yang mendapat pakan urea dengan larut 7 % rata-rata mencapai 7,5.

Nilai pH cairan rumen kontrol dalam penelitian ini adalah 7,06. Derajat

kesamaan (pH) cairan rumen yang mendapat perlakuan suplementasi daun waru

5%, 10%, 15%, 20% dan monensin 0,2% masing-masing adalah 7,07; 7,05; 7,03,

7,11 dan 7,15. Dibandingkan dengan nilai pH kontrol 7,06, terlihat adanya

kenaikan nilai pH pada perlakuan monensin 0,2% dan suplementasi daun waru

20%, masing-masing 7,11 dan 7,15. Sedangkan, nilai pH cairan rumen pada

perlakuan suplementasi daun waru 5%,10% dan 15% masing-masing 7,07; 7,05;

dan 7,03, relatif tidak berbeda dengan kontrol 7,06. Hasil analisis menyatakan

bahwa pH cairan rumen suplementasi daun waru maupun monensin tidak berbeda

dengan kontrol (P>0,05).

Kisaran pH antara 7,03-7,15 yang didapat dalam penelitian ini, masih

berada pada kisaran pH normal sebesar 5,5 – 7,2 sesuai Owens dan Goestsch

(1988) dan mengimplikasikan berlangsungnya aktivitas bakteri selulolitik yang

optimal (6,7 + 0,5 point) sesuai Van Soest (1994). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa penambahan daun waru sampai pada level tertinggi penelitian ini (20%)

tidak berpengaruh terhadap kondisi pH cairan rumen yang normal, sehingga

(54)

commit to user

38

Derajat keasaman (pH) antara 7,03-7,15 yang didapat dalam penelitian ini

juga mengindikasikan terjadinya proses deaminasi yang baik. Menurut

Widyobroto et al. (1994) deaminasi berlangsung pada pH 6 sampai 7, sedang pada pH lebih dari 7,2 atau kurang dari 4,2 deaminasi tidak berlangsung. Deaminasi

menghasilkan NH3, CO2, dan VFA, sedang pada tahap dekarboksilasi

menghasilkan amine dan CO2 akibat aktivitas dekarboksilase. pH rendah akan

menyebabkan kondisi rumen menjadi asam dan menurunkan populasi mikroba

sehingga proses proteolisis akan dihambat dan sebagai akibatnya degradasi

pakan akan turun (Madigan et al., 2003).

Konsentrasi Amonia (NH3)

Dalam penelitian ini dilakukan

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan
Gambar 1. Simbiosis Protozoa dengan Metanogen …………………………
Gambar 1. Simbiosis Protozoa dengan Metanogen (Vogels et al.,1980)
Gambar 2. Hibiscus tiliaceus L.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hutang mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam berinvestasi secara tepat, hal ini memberikan tekanan untuk terus melakukan perbaikan dalam mewujudkan efisiensi operasional

Optimisme yang dimiliki akan menampilkan pribadi yang memiliki tujuan hidup yang diketahui baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga perilaku lebih terarah dan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi

In the curriculum of the English Department of Petra Christian University, reading and writing are included in one four-credit course; it is called Written English

Mata kuliah ini memfasilitasi, mahasiswa S1 PGSD untuk menguasai kemampuan mengkaji materi dan menentukan strategi pembelajaran PKn di Sekolah Dasar yang

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa laba sebelum dilakukannya penerapan perencanaan pajak mengalami kenaikan sebesar Rp. 38.059.657, hal ini karena ada penambahan biaya yang

Dalam proses evaluasi materi akan dilihat efek terhadap sikap dan kemampuan siswa dalam mengerjakan materi tersebut.Sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan,

Usaha mikro kecil menengah di Indonesia mulai banyak tumbuh dan berkembang seiring dengan daya saing global yang semakin ketat. Usaha mikro kecil menengah