• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

DEWA GEDE PRADNYA YUSTIAWAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

(2)

TESIS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

DEWA GEDE PRADNYA YUSTIAWAN NIM : 0890561077

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

(3)

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

DEWA GEDE PRADNYA YUSTIAWAN NIM : 0890561077

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 25 JULI 2011

Mengetahui

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana,

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Putu Sudarma Sumadhi, SH, SU. Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 1956 0419 1983 03 1003 NIP. 1959 0215 1985 10 2001

Pembimbing II

Dewa Gde Rudy, SH,MH.

NIP. 19590114 198601 1 001 Pembimbing I

Dr. Wayan Wiryawan, SH,MH NIP. 19550306 198403 1 003

(5)

Tesis Ini Telah Diuji

Oleh Panitia Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 25 JULI 2011

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 1243/UN14.4/HK/2011 Tanggal 14 Juli 2011

Ketua : Dr. I Wayan Wiryawan., SH., MH.

Anggota :

1. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum.

2. Marwanto, SH., M.Hum.

3. I Ketut Westra, SH., MH.

4. I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH.

(6)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dewa Gede Pradnya Yustiawan

Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar/11 Januari 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Dsn. Kawan, Ds.Satra, Kec/Kab. Klungkung.

Nomor Telepon : 085739000166

Jurusan : Magister Ilmu Hukum (Hukum Bisnis).

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Penulisan Tesis ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan / atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum.

Demikian surat pernyataan ini penulis buat sebagai pertanggungj awaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Juli 2011 Yang menyatakan

(Dewa Gede Pradnya Yustiawan) Nim : 0890561077

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan rasa puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, kasih dan anugerah-Nya, yaitu selama penulis melaksanakan studi di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana di Denpasar, dan setelah melalui proses panjang dan jalan yang tidak selalu lurus, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Perlindungan Industri Dalam Negeri dari Praktik Dumping” telah dapat diselesiakan dengan baik meskipun kurang sempurna.

Selesainya tugas akhir dalam penulisan dan penyusunan tesisi ini, tidak terlepas berkat dorongan, bantuan, bimbingan, arahan, kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini ijinkanlah dengan ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak yang berpartisipasi serta memberikan bantuan sampai terselesaikannya tesis ini, terutama disampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof.Dr.dr. I Made Bakta, SpPD(KHOM), Rektor Universitas Udayana, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi Ilmu Hukum, PascaSarjana Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana,

(8)

3. Bapak Prof. Dr. I Putu Sudarma Sumadi, SH, SU, Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi mahasiswa dan mengikuti Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak Putu Gede Arya Sumertha Yasa, SH, MH, Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH. MH. Selaku pembimbing I, sekaligus sebagai tim penguji dan sebagai Dosen selama penulis mengikuti pendidikan Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, yang penuh kesabaran dan ketelitiannya membimbing penulis di dalam penguasaan teori dan kedalaman penalaran, serta ketepatan metodologi, sistematika pemikiran serta kesimpulan, yang ditengah-tengah kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberi bimbingan substansi tesis dan arahan di dalam penelitian, penyusunan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

6. Bapak Dewa Gde Rudy, SH. MH, selaku pembimbing II, sekaligus sebagai Tim penguji dan sebagai Dosen selama penulis mengikuti pendidikan Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan secara teratur serta berkesinambungan telah memberikan bimbingan dan saran di dalam orisinalitas penelitian dan sumbangannya terhadap khasanah ilmu hukum, kepada penulis di dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Para tim penguji tesis, Bapak Dr. Wayan Wiryawan, SH.,MH. Bapak Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum. Bapak Marwanto, SH.,MHum. Bapak I Ketut Westra, SH.,MH. Dan Ibu I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH. sebagai penguji dan penelaah proposal tesis ini, yang dengan teliti mengkritisi tulisan tesis ini

(9)

dan yang telah banyak membantu dan memberi segala saran/masukan- masukan dan petunjuk yang bermanfaat bagi penulis di dalam menyelesaikan penelitian / tesis penulis ini.

8. Kepada para Guru Besar dan seluruh Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas udayana, yang tidak dapat penulis sebutkan nama beliau satu persatu, yang telah berkenan memberikan wawasan keilmuan khususnya Ilmu Hukum, sistematika pemikiran, kepada penulis selama penulis mengikuti perkuliahan dan memberikan dukungan dan arahan di dalam ketepatan metodologi dan kaidah-kaidah penulisan tesis, sehingga dapat membantu penyelesian tesis ini.

9. Bapak, Ibu seluruh staff administrasi program Pascasarjana Magister Ilmu hukum, yang telah memberikan pelayanan dan membantu dalam segala hal administrasi guna penyelesaian program pascasarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10. Teristimewa penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Ngakan Ketut Dunia, SH, MH. dan Ibu Anak Agung Ayu Wartini, SH., yang tidak pernah jenuh dalam membesarkan, mendidik, memberikan dorongan, dan memberikan nasehat yang terbaik sehingga menjadi motivator serta selalu mendoakan agar penulis bisa dengan segera menyelesaikan pendidikan pascasarjana Magister Ilmu Hukum dan menumbangkan ilmu pengetahuannya, dan juga kepada kedua kakak-kakak penulis yaitu Dw. Ayu Dewi Hermayanti,SE beserta suami, Dewa Gede Trisna Yuniawan, S.Kom beserta Istri yang telah memberikan banyak dorongan dan bantuannya kepada penulis.

(10)

11. Kepada yang tercinta Desak Nyoman Sri Lestari, Amd.Keb, beserta kedua orang tua dan keluarga yang telah banyak membantu penulis dan memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Teman-teman kuliah Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana Angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih untuk semuanya.

Akhirnya Kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan dan melimpahkan RahmatNya, kepada kita semua dan semoga ilmu yang penulis dapatkan bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara, serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu hukum. Terimakasih.

Denpasar, Juli 2011

Penulis

(11)

ABSTRAK

Perlindungan Industri Dalam Negeri dari Praktik Dumping

Dumping dalam perdagangan internasional merupakan perjanjian yang tidak jujur (unfair competition) yang biasa ditempuh oleh pengusaha, yaitu dengan menjual hasil produksinya di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan di dalam negeri, agar dapat merebut konsumen sebanyak mungkin praktik dumping yang dilakukan oleh pengusaha tersebut berakibat pada timbulnya kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

Untuk menghindari terjadinya kerugian perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

Permasalahannya adalah bagaimanakah pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping apakah yang dijadikan ukuran dalam menentukan adanya kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, dan upaya apakah yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping.

Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perlindungan industri dalam negeri dari praktek dumping sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai peraturan perlindungan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, kriteria yang dijadikan ukuran adanya kerugian dan upaya-upaya yang dilakukan oleh produsen dalam negeri akibat terjadinya praktik dumping.

Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu didalam pembahasan masalah disamping menggunakan atas ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku (Undang-undang), juga dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam praktik perdagangan dan pendekatan analisis konsep.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan perlindungan industri dalam negeri dari praktik dumping adalah pengaturan dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan WTO ( World Trade Organization), dan pengaturan dalam hukum nasional. Kriteria yang dijadikan ukuran dalam menentukan adanya kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping adalah kerugian material, ancaman akan terjadinya kerugian nyata yang akan dialami oleh industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dan terhalangnya pengembangan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Upaya yang dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping adalah mereka dapat menempuh prosedur-prosedur yang telah dinyatakan oleh Peraturan Pemerintah No.34 tahun 1996.

Kata Kunci : Industri dalam negeri, praktik dumping.

(12)

ABSTRACT

The Protection of Domestic Industry from the Dumping Practice

Dumping in international trading is an unfair competition which is commonly adopted by the entrepreneurs, that is by selling their product abroad with lower price then in domestic, in attention to have more customer. The strategy of dumping which is done by the entrepreneur gives an effect of financial loss to the domestic industries that produce the similar product.

To avoid the financial loss, the producers who produce the similar product need to do some effort. The problems are how is the control of protection for the domestic industries that produce the similar product, what is the measurement in establishing the financial loss for the domestic industries from the practice of dumping, and what effort can be done by the domestic producer who are suffered a financial loss because of the practice of dumping.

Therefore this research is aimed to know and understand the protection of domestic industries from the practice of dumping in purpose to have the regulation of domestic industrial protection that produce the similar product and the criteria for the measurement of the financial loss and the efforts which are done by the producers as the effect of the practice of dumping. The specification of this research is a descriptive analytic with the juridical normative method which means that in the analysis of the problems above are using rule of law, which is also connected with the reality that happen in the practice of trading and analytical concept method.

The result of this research show that the regulations of the domestic industrial protection from the practice of dumping are the regulation in GATT and WTO and national law regulation. The criteria for the measurement in stating the financial loss of the domestic industries which produce the similar product from the practice of dumping are the financial loss, the threat of a real financial loss wich will be faced by the domestic industries that produce the similar product and the obstruction of the development of the domestic industries. The effort to avoid the practice of dumping that can be done by them is to follow the government procedures which have been stated in the government regulation No. 34.

Key Words : Domestic Industry, Practice Of Dumping.

(13)

RINGKASAN

Perdagangan internasional atau perdagangan antarnegara dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan semakin bertambahnya hubungan dagang yang dilakukan antar lintas batas-batas negara yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan melakukan suatu sistem tertentu dan spesifik. Dalam usaha membangun hubungan perdagangan lintas negara agar terciptanya hubungan yang harmonis dan perdangan yang tertib maka perlu dibuat keentuan-ketentuan yang bersifat mengatur agar terciptanya suatu perdagangan yang fair. Tujuan dari penelitian tesis ini mengkaji tentang prinsip-prinsip hukum dalam perlindungan industri dalam negeri dari praktik dumping. Tesis ini terdiri dari Bab I sampai dengan Bab V.

Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, metode penelitian, jenis penelitian,jenis pendekatan, sumber bahan hukum, dan teknis analisis bahan hukum. Permasalahan yang diteliti adalah : bagaimanakah pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktek dumpig. Selain itu bagaimanakah kriteria penentuan harga normal dan penentuan kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis menurut GATT/WTO. Serta upaya apakah yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping. Pengkajian terhadap ketiga permasalahan dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif dengan pendektan peraturan-peraturan dan pendekatan konsep.

Bab II tinjauan umum tentang kerugian (injury) dan instrumen yang digunakan untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping, yang menguraikan tentang dumping, pengertian dumping, jenis-jenis dumping, barang dumping, dan Batas Harga Dumping ( Margin of Dumping).

Bab III adalah bab yang menguraikan tentang kerugian (injury) dan instrumen yang digunakan untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping yang membahas tentang kerugian (injury) yang meliputi pengertian kerugian (injury), Hubungan Kausalitas (Causality) Antara Kerugian (Injury) dan Barang Dumping, kemudian pembahasan mengenai Instrumen Yang digunakan Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri Dari Praktik Dumping yang menguraikan tentang anti dumping, subsidi, dan pembahasan mengenai safeguard.

Bab IV menjelaskan mengenai kebijakan pemerintah berkaitan dengan tuduhan dumping oleh produsen indonesia kepada negara pengesport. Pada bab IV membahas mengenai pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), yang menguraikan mengenai dasar hukum pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), struktur kelembagaan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), tugas pokok Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), penyelidikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Pembahasan selanjutnya menguraikan tentang pengenaan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, pengaturan dan penetapan, yang menjelaskan mengenai pengenaan bea masuk anti dumping, pengenaan bea masuk imbalan, pengenaan bea masuk tindakan pengamanan, pengenaan bea masuk pembalasan, dan pembahasan terakhir menguraikan tentang pengaturan dan penetapan.

Bab V merupakan Bab terakhir yaitu Bab penutup, dari penulisan dan penelitian ini yang meliputi : kesimpulan dan saran. Berdasarkan hasil pembahasan terhadap permasalahan pada Bab II, Bab III dan, Bab IV dapatlah diambil kesimpulan bahwa :

(14)

1. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 7 tahun 2006 ketentuan Bab IV ditambahkan dengan bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk imbalan, dan bea masuk pembalasan, produk-produk hukum lainnya yang terkait dengan upaya perlindungan industri dalam negeri dari praktek dumping adalah peraturan pemerintah nomor 34 tahun 1996 tentang bea masuk Anti Dumping dan bea masuk imbalan sebagai hukum materialnya, yang kemudian diikuti dengan dikeluarkannya beberapa keputusan Menteri Perindustrian dan perdagangan, yaitu keputusan menteri perindustrian dan perdagangan nomor 261/MPP/Kep/9/1996 sebagai hukum formalnya. Keputusan menteri Perindustrian dan perdagangan nomor 427/MPP/Kep/10/2000 mengenai pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Disamping keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, juga dikeluarkan keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2002 tentang tindakan pengamanan industri dalam negeri akibat lonjakan import. Peraturan-peraturan tersebut walaupun bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri yang memproduksi barang-barang sejenis dari praktek dumping, tetapi sampai saat ini belum ada peraturan khusus dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur anti dumping sebagai hukum nasional.

2. Hasil penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) ada yang ditutup karena Komite Ani Dumping Indonesia (KADI) mengalami kesulitan untuk membuktikan adanya kerugian (injury). Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) belum bisa mendifinisikan pengertian pengertian (injury) bagaimana suatu kinerja itu bisa menyebabkan kerugian (injury), keadaan tersebut akan menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bagi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

3. Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang mengalami kerugian atau ancaman kerugian karena adanya barang impor yang dijual secara dumping atau mengandung subsidi dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) baik secara perorangan atau kelompok.

Dari uraian tersebut diatas, maka perlu disarankan sebagai berikut :

1. untuk dapat memberikan perlindungan yang lebih efektif terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis terhadap persaingan barang perlu segera dibuat undang-undang yang secara khusus mengatur tentang anti dumping sebagai hukum nasional.

2. Batasan kerugian yang timbul akibat praktik dumping cukup dibatasi sampai pada kerugian nyata (material injury), dimana industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis telah benar-benar mengalami kerugian sebagai akibat adanya barang dumping.

3. Oleh karena masih lemahnya pemakaian istrument WTO oleh produsen dalam negeri yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terutama mengenai tata cara mengajukan bea masuk anti dumping (BMAD), tindakan anti subsdi, dan tindakan safeguard, maka instansi pemerintah terkait perlu meningkatkan sosialiasi sebagai ketentuan perdagangan yang disepakati WTO, sehingga dapat tercipta sistem perdagangan yang se

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN………..…. v

UCAPAN TERIMAKASIH... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

RINGKASAN... ix

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Orisinalitas Penelitian... 12

1.3. Rumusan Masalah... 16

1.4. Ruang Lingkup Masalah... 17

1.5. Tujuan Penelitian... 17

1.5.1. Tujuan Umum... 17

1.5.2. Tujuan Khusus... 18

1.6. Manfaat Penelitian... 18

1.6.1. Manfaat Teoritis... 18

1.6.2. Manfaat Praktis... 18

1.7. Landasan Teoritis... 19

1.8. Metode Penelitian... 36

1.8.1. Jenis Penelitian... 36

1.8.2. Jenis Pendekatan... 39

1.8.3. Sumber Bahan Hukum... 40

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum... 41

1.8.5. Teknis Analisis Bahan Hukum... 42

(16)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING... 44

Pengertian Dumping... 44

Jenis-Jenis Dumping... 48

Barang Dumping... 54

Batas Harga Dumping (Margin Of Dumping)... 58

BAB III PENENTUAN KERUGIAN (INJURY) DAN INSTRUMEN YANG DIGUNAKAN UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING... 62

3.1. Kerugian (Injury)... 62

3.1.1. Pengertian Kerugian (Injury)... 62

3.1.2. Hubungan Kausalitas (Causality) Antara Kerugian (Injury) Dan Barang Dumping... 62

3.2. Instrumen Yang Digunakan Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri Dari Praktik Dumping... 66

3.2.1. Anti Dumping... 69

3.2.2. Subsidi... 92

3.2.3. Safeguard... 97

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH BERKAITAN DENGAN TUDUHAN DUMPING OLEH PRODUSEN INDONESIA KEPADA NEGARA PENGEKSPOR... 108

4.1. Pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)... 108

4.1.1. Dasar Hukum Pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)... 108

4.1.2. Struktur Kelembagaan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)... 110

4.1.3 Tugas Pokok Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).... 112

4.1.4 Penyelidikan Oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)... 115

4.2. Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Bea Masuk Pembalasan, Pengaturan Dan Penetapan... 119

(17)

4.2.1. Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping... 119

4.2.2. Pengenaan Bea Masuk Imbalan... 131

4.2.3. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan... 133

4.2.4. Pengenaan Bea Masuk Pembalasan... 137

4.2.5. Pengaturan dan Penetapan...137

BAB V PENUTUP... 146

5.1. Simpulan... 146

5.2. Saran... 147

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-Lampiran.

Lampiran I. Komite Anti Dumping Indonesia Format Permohonan Penyelidikan Anti Dumping.

Lampiran II. Article XIX Of GATT 1994 Agreement On Safeguards.

Lampiran III. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002, Tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor.

Lampiran IV. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 85/MPP/Kep/2/2003, Tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Penyelidikan Atas Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dinamika perdagangan internasional diikuti dengan berbagai permasalahan yang kompleks sebagai konsekuensi dari suatu hubungan perdagangan yang wajar terjadi dalam dunia bisnis. Ciri khas perdagangan internasional adalah adanya hubungan dagang yang dilakukan antar lintas batas-batas negara yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan mengikuti suatu sistem tertentu dan spesifik. Jika berbicara tentang perdagangan internasional, hal itu tidak akan lepas dari eksistensi suatu sistem. Dalam perdagangan internasional, eksistensi suatu sistem merupakan patron yang membentuk dan mengarahkan kegiatan-kegiatan perdagangan ke dalam tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan1.

Dalam upaya membangun hubungan perdagangan lintas negara yang tertib, perlu dibuat ketentuan-ketentuan yang berupa aturan-aturan hukum yang bersifat mengatur yang diterima sebagai suatu kesepakatan bersama yang bertujuan menjamin agar terciptanya suatu perdagangan yang fair. Aturan hukum yang dimaksud berfungsi sebagai acuan (guidance) yang berlaku secara umum yang harus ditaati dan diawasi dan diberlakukan secara tegas untuk mengeliminasi atau mengurangi penyimpangan- penyimpangan yang dapat terjadi dalam hubungan perdagangan internasional. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah adanya eksistensi lembaga/organisasi yang

1 Christhophorus Barutu, 2007, Sejarah Sistem Perdagangan Internasional (Dari Upaya Pembentukan Internasional Trade Organization, Eksistensi General Agreement On Tariffs and Trade Sampai Berdirinya World Trade Organization), Jurnal Hukum Gloris Juris, Fakultas Hukum

Universitas Katholik Atmajaya, Volume 7, Nomor 1, 1 Januari 2007, April, Jakarta,(Selanjutnya disebut Christhophorus Barutu 1), h.5.

(19)

memiliki kekuatan hukum yang mampu mengatur segala masalah yang terkait dalam perdagangan internasional.

Keinginan lahirnya suatu organisasi perdagangan yang bersifat multilateral telah lama timbul untuk mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perdagangan global yang melibatkan kepentingan negara-negara di dunia yang memiliki komitmen bersama mewujudkan perdagangan internasional yang fair dan adil. Untuk mewujudkan integrasi sistem perdagangan dunia, beberapa negara besar mencoba untuk membentuk organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi suatu sistem perdagangan dunia yang ideal, yang dimualai dari upaya pembentukan Internasional Trade Organization (ITO), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947, sampai terbentuknya World Trade Organization (WTO). Upaya pembentukan organisasi perdagangan dunia ini mencerminkan adanya keinginan yang kuat untuk mewujudkan suatu sistem perdagangan yang fair.

The World Trade Organization (www.wto.org), the succecor to the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), was established in 1995 as the principle international body administering trade agreement among member states. The WTO acts as a forum for trade negotiations, seek to resolve trade disputes, and oversees national trade policies. It is governed by a ministerial conference, which meets every two year, while most operations are handled by its general counsil2.

Membajirnya barang impor ilegal telah membuat produsen domestik menjadi kurang bersemangat untuk berproduksi, dan karena alasan inilah yang menjadikan mereka berubah menjadi importir. Barang-barang ilegal tersebut masuk ke Indonesia bagaikan air hujan yang membanjiri pasar domestik dalam jumlah yang sangat besar.

Para produsen domestik merasa terjepit dengan adanya perdagangan yang tidak adil

2 Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research In A Nutshell, ST.Paul, Min, 2000, h.305

(20)

(unfair Trade) kompetisi seperti ini, mereka merasa adanya ketidak adilan dan merasa adanya perebutan pasar domestik oleh para importir ilegal3.

Walaupun semua negara anggota WTO telah sepakat untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas, dimana semua hambatan perdagangan baik berbentuk tarif maupun non tarif dihapuskan. Maka arus barang dapat masuk ke semua negara dengan bebas, persaingan dalam merebut pasar menjadi semakin ketat, kemungkinan praktek perdagangan yang tidak sehat seperti dumping, subsidi dan manipulasi dokumen dapat saja terjadi, walaupun anggota WTO diwajibkan untuk melakukan suatu perdagangan yang sehat (Fair Trade). Globalisasi perdagangan menuntut kesiapan setiap anggota untuk bersaing secara sehat dan terbuka4.

Pesatnya dinamika perkembangan perdagangan internasional menyisakan sejumlah permasalahan sebagai implikasi dari kegiatan perdagangan internasional itu sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengkristal dan menjadi hambatan (barrier) yang dapat mendorong terjadinya degradasi hubungan yang harmonis dalam hubungan perdagangan internasional. Dalam hubungan perdagangan internasional antarnegara, komitmen dalam mewujudkan perdagangan yang jujur dan fair merupakan tuntutan sangat penting yang tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah terbesar yang mudah diidentifikasi dan yang paling sering terjadi adalah justru terkait dengan pelanggaran prinsip kejujuran dan fair yang mengakibatkan terjadinya praktik dagang yang tidak sehat (Unfair Trade Practices) dalam melaksanakan aktifitas perdagangan internasional5.

3 Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2003, Sosialisasi Mal Praktek/ Unfair Trade, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 29 Juli 2003, h.1.

4 Ibid.

5 Christhophorus Barutu, 2007, Antidumping dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan pengaruhnya terhadap peraturan Antidumping Indonesia, Mimbar Hukum, Jurnal Berkala Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Volume 19, Nomor 1, Februari 2007, Yogyakarta,

(Selanjutnya disebut Christhophorus Barutu 2),h.53.

(21)

Ada banyak praktik perdagangan yang tidak sehat yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional dan yang paling banyak disorot adalah masalah dumping. Praktik dumping telah lama ditempatkan sebagai salah satu praktik dagang yang curang yang terjadi dalam konteks perdagangan internasional yang menimbulkan kerugian dan dapat memukul dunia usaha suatu negara tempat praktik dumping itu terjadi. Dengan menjual suatu jenis barang produksi ekspor dengan harga lebih rendah dari harga pasar dalam negeri, (negara pengimpor) mengakibatkan matinya pasar barang sejenis dalam negeri. Hal ini membuat barang-barang sejenis tersebut tidak lagi dapat bersaing secara kompetitif dan fair akibat perbedaan harga yang sangat drastis. Namun, dibalik itu semua hanya praktik dumping yang menimbulkan kerugian yang dapat dikategorikan sebagai unfair trade practices.

Bagi pelaku usaha yang melakukan ekspor yang terkena tuduhan dumping dapat berakibat berkurangnya ekspor, berkurangnya omzet penjualan, berkurangnya keuntungan yang didapat, wajib menanggapi serta memberikan informasi dan data- data yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Organization (WTO). Kemerosotan pendapatan, lebih jauh dapat mengakibatkan penurunan daya bayar perusahaan terhadap ongkos tenaga kerja, penurunan pembiayaan perusahaan, akhirnya penurunan daya produksi dan daya ekspor6.

Praktik dumping merupakan tindakan yang jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara yang mana setiap negara memerlukan perlindungan (protection) yang memadai, sehingga lahirlah suatu instrument kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah antidumping.

Dumping adalah suatu praktik penjualan barang di suatu pasaran ekspor dengan lebih

6 Ida Bagus Wyasa Putra, 1997, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional , Refika Adiatma, Bandung, h. 14.

(22)

rendah dari harga penjualan di pasar domestik, atau di bawah biaya produksi7. Kebijaksanaan anti dumping merupakan ketentuan-ketentuan yang menyoroti praktik dumping dan penjatuhan sanksi/hukuman terhadap pelaku praktik dumping dalam konteks perdagangan internasional.

Ketentuan GATT / WTO tahun 1994 mengatur kesepakatan menghapus hambatan perdagangan tersebut. Namun demikian masih ada juga perusahaan yang melakukan kegiatan curang, dengan menjual barang yang harganya ditekan serendah mungkin untuk dijual di negara lain yang mana barang tersebut juga diproduksi oleh perusahaan lain, tetapi untuk penjualan dalam negeri harga yang ditawarkan masih sama dengan perusahaan pesaingnya. Hal ini bertujuan untuk merebut pangsa pasar luar negeri atau negara lain agar memilih untuk bekerja sama tentunya dengan perusahaan mana yang menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pesaingnya.

Kini ditambah lagi dengan semakin berkembang dan terbukanya pasar bebas yang mengharuskan negara Indonesia juga terbuka dengan dunia perdagangan bebas yang terkadang menjatuhkan harga-harga barang yang sama di pasaran dengan harga barang perusahaan pesaingnya. Tujuan inilah yang sering dikenal dengan praktek dumping. Dumping dalam perdagangan internasional dipandang sebagai perbuatan curang, yakni merupakan persaingan yang tidak jujur (unfair competition). Dumping merupakan strategi persaingan yang biasa ditempuh oleh pengusaha, yakni strategi persaingan harga (price competition). Pengusaha menjual hasil produksinya di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga penjualan di dalam negeri. Agar dapat merebut konsumen sebanyak-banyaknya maka pengusaha

7 Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 1992, Anti Dumping Code Latar Belakang Penafsiran dan Tinjauan atas Sejumlah Tuduhan Terhadap Indonesia, Proyek Pengembangan Perdagangan Luar Negeri pusat, Departement Perdagangan Republik Indonesia , Jakarta, h. 1

(23)

menempuh strategi persaingan harga dengan menekan harga serendah mungkin untuk barang sejenis dengan perusahaan lain.

Selain strategi persaingan harga, dikenal pula strategi persaingan bukan harga (non price competition) persaingan bukan harga ini dapat ditempuh dengan advertasi, kualitas, atau atribut lainnya seperti kemasan, warna, aroma, dan lain-lain. Dampak persaingan yang tidak jujur (unfair competition) dapat merugikan berbagai pihak / negara dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengembangkan persaingan yang jujur dalam perdagangan internasional. Untuk mencapai hal tersebut maka munculah GATT (General Agrement on Tariff and Trade) GATT merupakan suatu persetujuan multilateral yang menentukan peraturan perdagangan internasional dengan tujuan untuk menciptakan perdagangan internasional yang bebas, terbuka dan kompetitif. Anggota GATT terdiri dari negara- negara yang ikut menandatangani dan menerapkan peraturan-peraturan yang telah ditandatangani (contracting parties).

Prinsip utama GATT adalah tidak ada diskriminasi (non discrimination) yang tercantum dalam klausa Most Favoured Nation (MFN). Prinsip ini mengharuskan setiap negara penandatangan persetujuan peraturan GATT memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan perdagangan internasional kepada negara penandatangan lain. Kelonggaran tarif yang diberikan kepada suatu negara atas dasar perjanjian bilateral, haruslah diberikan juga kepada negara penandatangan lain tanpa adanya perjanjian terlebih dahulu. Apabila terjadi perselisihan di antara negara penandatangan, GATT merupakan forum untuk konsultasi dalam penyelesaian sengketa (dispute settlement) dan juga mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah ditandatangani.

(24)

Indonesia merupakan salah satu negara anggota organisasi perdagangan dunia (The World Trade Organization/WTO), karena telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization sebagaimana diwujudkan dalam UU No. 7 tahun 1994. Sebagai negara anggota WTO, Indonesia harus mematuhi peraturan peraturan organisasi perdganan dunia tersebut. Keanggotaan tersebut membawa konsekuensi dikenakannya persetujuan-persetujuan yang ada dalam WTO. Salah satu persetujuan dalam WTO adalah persetujuan tentang pelaksanaan pasal IV dari persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan 1994. Isi persetujuan tersebut berkenaan dengan dumping dan anti dumping.

Indonesia termasuk negara yang mendapat tuduhan melakukan praktik dumping dari berbagai negara dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data dari pusat data bisnis indonesia, pada tahun 1996 ada tiga puluh empat komoditi ekspor indonesia yang dituduh melakukan praktek dumping. Tuduhan praktek dumping paling banyak dilakukan oleh Australia, hal tersebut tidaklah mengherankan karena dalam skala internasional Australia merupakan negara pengaju anti-dumping terbesar (kompas, edisi 11 Oktober 1996).

Kejayaan jepang sebagai raksasa perdagangan dunia saat ini, disebabkan karena keberhasilannya dalam memproteksi produksi dalam negeri sembari melakukan praktek dumping. Amerika Serikat yang menjadi pelopor dan lokomotif dari perdagangan dunia yang bebas, menurut James Bovard dalam bukunya “The Fair Trade Fraud”, sesungguhnya menerapkan berbagai proteksi tarif maupun non tarif terhadap perusahaan-perusahaan Amerika dari saingannya. Dengan adanya kesepakatan multilateral tentang penghapusan rintangan dagang baik berupa tarif maupun non tarif berakibat pada terbukanya pasar masing-masing negara. Dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut banyak pemerintah memberikan insentif yang

(25)

berlebihan dan perusahaan melakukan praktik-praktik dagang yang tidak sehat (unfair trade practice) yang bertentangan dengan kesepakatan WTO.

Seiring dengan semakin liberalnya pasar global, praktik dagang yang tidak sehat semakin marak dan setiap negara mulai sadar dan merasa perlu untuk memberi perlindungan terhadap industri dalam negeri dan perdagangan dalam negerinya.

Praktik perdagangan yang tidak sehat, termasuk praktik dumping dan atau subsidi yang dilakukan negara eksportir mengakibatkan kerugian (injury) bagi dunia usaha dan industri dalam negeri barang sejenis di negara pengimpor. Guna melindungi industri dalam negeri dari serbuan tuduhan praktik dumping, maka dibentuklah Komite Anti Dumping Indonesia (selanjutnya disingkat dengan KADI). Tugas pokok KADI yaitu melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri barang sejenis. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi mengenai dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung subsidi.

Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan kepada menteri perdagangan, sedangkan fungsi KADI yaitu merumuskan kebijakan penanggulangan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi.

Meneliti dan melakukan konsultasi penyelesaian berbagai permasalahan yang berkaitan dengan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi.

Mengawasi pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan impor barang dumping dan atau barang mengandung subsidi. Fakta yang sekarang terjadi adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjad makmur, sejahtera dan kuat8.

8 Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.2.

(26)

Dengan adanya KADI diharapkan dapat membantu industri dalam negeri Indonesia yang berhadapan dengan barang impor yang masuk ke Indonesia dengan cara yang tidak fair yaitu dengan dumping maupun dengan perolehan subsidi dari pemerintah negara pengekspor. Manfaat adanya instrumen anti dumping dan anti subsidi bagi Indonesia yakni dapat melindungi industri dalam negeri yang menghadapi barang impor yang diduga dumping maupun mengandung subsidi. Di lain pihak instrumen tersebut juga dapat digunakan negara lain untuk menghambat barang ekspor Indonesia yang masuk ke negaranya9. Bilamana produsen / eksportir indonesia berhadapan dengan tuduhan dumping dan subsidi dari suatu negara maka selain produsen / eksportir indonesia harus membela diri, pemerintah indonesia juga memberikan pembelaan. Institusi pemerintah yang mempunyai tugas melakukan pembelaan terhadap tuduhan dumping, subsidi maupun safeguard yaitu Departemen Perindustrian dan perdagangan c.q direktorat pengamanan perdagangan, Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI)10.

Pemerintah diminta lebih serius dalam melindungi industri dalam negeri, terutama dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan impor, untuk memberikan proteksi bagi produksi dalam negeri. Sekalipun indonesia terikat dengan WTO dan mendukung perdagangan bebas, bukan berarti menjadi halangan untuk melakukan proteksi. Masih banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus melanggar perjanjian WTO. Kehadiran Undang-undang anti dumping sangat di harapkan dalam menghadapi perdagangan bebas walaupun selamana ini sejak tahun 1996 Indonesia telah mempunyai ketentuan yang mengatur tentang bea masuk anti dumpig dan bea masuk imbalan (Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996). Namun perlu diketahui bahwa Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 merupakan salah satu peraturan

9 Direktorat Pengamanan Perdagangan, 2003, Unfair Trade Practices dumping & Subsidy, nurlaila, Yogyakarta 28 Juli 2003, h. 3.

10 Ibid, h.4

(27)

pelaksana dari Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, sedangkan masalah dumping merupakan masalah yang kompleks, yaitu tidak hanya berkaitan dengan masalah kepabeanan tetapi masih banyak keterkaitan dengan masalah lain, misalnya masalah mutu barang, politik, keuangan, kebijakan, dan sebagainya.

Dalam menerapkan ketentuan anti dumping berdasarkan GATT-WTO, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996 kurang mengakomodasi semua ketentuan GATT-WTO tentang anti dumping. Prosedur penyelesaian sengketa GATT pada dasarnya mempunyai tiga tujuan, yaitu realisasi dari tujuan GATT, perlindungan keuntungan yang berasal dari perjanjian, dan untuk penyelesaian sengketa itu sendiri11, sehingga masih adanya kekaburan yang perlu penafsiran-penafsiran terutama dalam penentuan harga normal, kerugian (Injury), dan Causal Link sehingga tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada produsen dalam negeri dimana dalam kasus tindakan dumping sering kali merugikan produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

Pada penelitian perlindungan industri dalam negeri dari praktik dumping ini ternyata belum ada peraturan perundang-undangannya yang secara khusus mengatur mengenai masalah dumping sebagai hukum nasional dalam arti terdapat kekosongan hukum, atau lebih tepatnya lagi disebut kekosongan undang-undang.

1.2. Orisinilitas Penelitian.

Penelitian tentang “Perlindungan Industri Dalam Negeri Dari Praktik Dumping” dilakukan untuk mengetahui : (1). Bentuk pengaturan perlindungan terhadap ndustri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, (2). Cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang

11 Faisal Salam, 2007, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, h. 442.

(28)

memproduksi barang sejenis, (3). Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif dengan tujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Jenis pendekatan yang digunakan adalah : (1). Pendekatan perundang-undangan (statue Approach), (2). Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), (3). Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach), (4). Pendekatan konsep (conseptual Approach).

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil penelitian yang berkaitan dengan dumping adalah dapat dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Umi martina dalam rangka penulisan tesis untuk penyelesaian studi Pada Program Studi Magiter (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Konsentrasi Hukum Bisnis (2011). Umi martina menuis tentang “ Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Pelaku Usaha Indonesia Dalam Kasus Dumping” permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah : (1). Apakah pengaturan penyelesaian sengketa dumpinf menurut World Trade Organization (WTO) telah menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan pelaku usaha Indonesia yang terkena tuduhan dumping. (2). Bagaimakah pengaturan putusan penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Orgaization (WTO) agar pengaturan tersebut dalam praktik secara nyata dapat melindungi kepentingan pelaku usaha Indonesia.12

Penelitian yang dilakukan oleh Umi martina bertujuan : (1). Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian sengketa duping menurut World Trade Organization (WTO) telah menjamin perlindungan hukum bagi pelaku usaha Indonesia yang terkena tuduhan dumping. (2). Untuk mengethaui pengaturan putusan

12. Ni Wayan Umi Martina, 2011, Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Pelaku Usaha Indonesia dalam Kasus Dumping. Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Konsentrasi Hukum Bisnis, h.17-18.

(29)

penyelesaian sengketa dumping melalui World Trade Organization (WTO) agar pengaturan tersebut dalam praktik secara nyata dapat melindungi kepentingan hukum pelaku usaha Indonesia.13

Dari hasil penelitian dan pembahasannya disimpulkan, bahwa : (1). Hukum material dan hukum formal yang tersedia dalam skema perjanjian World Trade Organization (WTO) ternyata belum mampu menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum posisi pelaku usaha indonesia dalam berbagai kasus dumping. (2). Pengaturan putusan penyelesaian sengketa dumping melalui WTO Agreement yang hanya menyediakan kewenangan memutus sengketa dumping, hendaknya WTO Agreement diberikan penambahan norma yang mencakup kewenangan untuk mengawasi putusan dan kewenangan melaksanakan putusan (eksekusi), yang justru merupakan kewenangan yang paling menentukan dalam perlindungan hukum bagi kepentingan pelaku usaha Indonesia dalam kasus dumping. Potensi perlindungan hukum bagi pengusaha Indonesia yang dihasilkan oleh skema preventif dan skema represif hukum, baik dalam pengaturan domestik maupun internasional sangat dipengaruhi oleh posisi politik suatu negara dalam konstelasi perdagangan internasional. Dalam kasus tertentu skema perlindungan demikian itu dapat berfungsi cukup baik, namun dalam keadaan lainnya dapat tidak berfungsi sama sekali.14

Penelitian yang dilakukan oleh umi martina mengangkat dan membahas permasalahan yang sangat berbeda dengan permasalahan yang diangkat dan dibahas peneliti. Demikian juga latar belakang masalah, rumusan masalah yang diteliti dan dibahas, tujuan penelitian maupun pembahasannya jauh berbeda dengan latar belakang masalah, rumusan masalah yang diteliti dan dibahas, tujuan penelitian maupun pembahasannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti.

13 Ibid, h. 18-19.

14 Ibid, h. 137-139.

(30)

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Edrianto malrano tentang ”Perlindungan Hukum Anti Dumping Bagi Industri Domestik Terkait Dengan Anti Dumping Duties Dalam Mengantisipasi Era Pasar Bebas (Free Trade) di Indonesia”, ditulis dalam bentuk tesis dalam rangka penyelesaian Program Magister Ilmu Hukum Pada Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Penelitian yang dilakukan Edrianto bertujuan untuk mengetahui : (1). Pelaksanaan perlindungan anti dumping terhadap industri dalam negeri Indonesia. (2). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan anti dumping yang terjadi akibat lemahnya perangkat hukum yang ada.

Hasil penelitian tesebut menunjukan bahwa : (1). Pelaksanaan perlindungan hukum anti dumping dapat dilakukan dengan tindakan pengamanan bea masuk anti dumping, tindakan safeguard serta sosialisasi-sosialisasi instrumen anti dumping yang dilaksanakan oleh KADI-KPPI di bawah kordinasi Deperindag dan Depkeu. (2).

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam megaasi permasalahan anti dumping, terkait dengan faktor perangkat hukum, faktor pihak pemerintah, faktor dunia industri, dan faktor pihak luar. Proteksi anti dumping yang telah ada belum mampu memberikan hasil yang maksimal seperti yang kita kira. Jika masalah ini tidak ditangani segera maka ini akan menjadi masalah serius kedepannya dan tentu saja hal ini akan menyebabkan kehancuran industri nasional15.

Penelitian yang dilakukan oleh Edrianto membahas masalah yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Edrianto memfokuskan penelitiannya pada pelaksanaan perlindungan anti dumping terhadap industri dalam negeri Indonesia, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatsi permasalahan anti dumping yang

15 Malrano, Edrianto, Perlindungan Hukum Anti Dumping Bagi Industri Domestik Terkait Dengan Anti Dumping Duties Dalam Mengantisipasi Era Pasar Bebas (Free Trade) Di Indonesia.

http// programpascasarjanaugm.blogspot.com/pdf. Artikel diakses pada hari selasa tanggal 28 Juni 2011. pukul 22.00.

(31)

terjadi akibat lemahnya perangkat hukum yang ada. Penelitian yang dilakukan peneliti menitik beratkan pada bentuk pengaturan perlindungan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping, cara penentuan kerugian (Injury) bagi Industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang kurang jelas dan terlalu luas, sehingga mengalami kesulitan dalam menentukan adanya kerugian (Injury) atau untuk membuktikan adanya kerugian, hal tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bagi KADI, dan upaya yang dilakukan produsen dalam negeri yang mengalami kerugian akibat praktik dumping yaitu mengajukan permohonan perlindungan kepada KADI dan jika terbukti adanya dumping atau subsidi dan kerugian atau ancaman kerugian akan ditetapkan besarnya perlindungan yang dapat diberikan dengan menaikan bea masuk impor.

Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti memiliki kekhususan yang menunjukan orisinilitas penelitian.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti dan dibahas lebih lanjut dalam tesis ini. Adapun maslah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping.

2. Bagaimanakah cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

3. Upaya apakah yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping.

(32)

1.4. Ruang Lingkup Masalah

Agar pembahasan tidak keluar dari permasalahan, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pengaturan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik Dumping, cara yang digunakan dalam penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, dan upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping.

1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum terkait dengan paradigma science as a proses (Ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandeg (final) dalam penggaliannya atas kebenarannya16.Dari paradigma tersebut tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum terutama yang berkaitan dengan dumping.

1.5.2 Tujuan Khusus

Di samping tujuan umum tersebut di atas, penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk :

16 Pogram Study Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Hukum Normatif. h.10.

(33)

a. Mengungkapkan bentuk landasan-landasan yuridis sistem perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dari praktik dumping.

b. Untuk mengetahui cara penentuan kerugian (Injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis

c. untuk mengetahui Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang dirugikan akibat terjadinya praktik dumping.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1.6.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan substansi disiplin ilmu hukum, khususnya dalam praktik dumping yang berkaitan dengan industri dalam negeri.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan pemikiran yang selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dari praktik dumping.

1.7. Landasan Teoritis.

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain yang akan

(34)

dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian17. Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan-persoalan, teori-teori hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk pembuatan kajian ilmiah terhadap hukum positif konkret18. Teori hukum secara essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa Teori Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum19.

Penyelesaian sengketa dumping menurut World Trade Organization (WTO) dapat diselesaikan melalui konsultasi, konsiliasi, apabila konsiliasi gagal. Maka Dispute Settlement Body (DSB) membentuk panel untuk memeriksa kasus tersebut.

First, Negotiation in an international legal context often involves cultural barriers that may make it more difficult to reach an agreement, second, it often is complicated by language barriers, which increases the changes of misunderstanding; these barriers are often compounded by the use of translator, third, it is often influenced by political consideration20. Pada tangal 4 Juni 1998 pemerintah mengeluarkan paket deregulasi yang mencakup sasaran yang cukup luas, yaitu meliputi sebelas langkah yang terdiri atas kelanjutan penjadwalan penurunan tarif bea masuk, perubahan tarif bea masuk barang modal, penghapusan bea masuk tambahan, penyederhanaan tata niaga impor, ketentuan anti dumping, kemudahan ekspor, kemudahan pelayanan bagi perusahaan eksportir tertentu di sektor tertentu, penyederhanaan perijinan bagi ndustri, penyelenggaraan tempat penimbunan berikat/gudang, kelonggaran kegiatan

17 Supasti Darmawan, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Makalah Kedua, dipresntasikan pada Loka Karya Pascasarjana Universitas Udayana,

18 Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke, 2000, Apakah Teori Hukum Itu, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, h.40.

19 H.R Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 59

20 Larry L. Teply, 1992, Legal Negotiation In A Nutshell, ST. Paul, Mina, West Publishing CO, USA, h.30.

(35)

ekspor dan impor bagi perusahaan PMA manufaktur, penyederhanaan prosedur impor limbah untuk bahan baku industri.

Prinsip-prinsip dasar GATT/WTO jelas mendukung terciptanya sistem perdagangan internasional yang harmonis, fair, dan terbuka. Namun di sisi lain untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan sebagai implikasi dari hubungan bisnis internasional, maka perlu dibentuk ketentuan-ketentuan sebagai instrumen pengamanan perdagangan yang dapat dipergunakan oleh seluruh negara anggota untuk melidungi kepentingannya dari praktik-praktik perdagangan curang yang dilakukan mitra bisnis nya. Jika dilihat dari beberapa pengecualian dari prinsip- prinsip dasar GATT/WTO terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengamanan perdagangan, antara lain, antidumpig, subsidi, dan safeguard.

Tindakan anti dumping, safeguard, dan subsidi merupakan tiga instrumen kebijakan pengamanan perdagangan yang diakui oleh GATT/WTO dan negara-negara anggota diperkenankan untuk mempergunakan ketiga instrumen ini untuk melindungi industri dalam negerinya (domestic industry) dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan sistem perdgangan yang fair. Pengaturan antidumping, subsidi dan safeguard mulai diakomodasi dalam GATT 1947 dan kemudian dipertegas lagi dalam GATT 1994. Putaran Uruguay yang kemudian membentuk berdirinya WTO mengakomodasi masalah-masalah antidumping, subsidi, dan safeguard dan merupakan bagian dari persetujuan-persetujuan yang dihasilkan yang menjadi lampiran dari WTO agreement, yaitu terdapat dalam lampiran 1A : pesetujuan dalam perdagangan barang, dimana berturut-turut sebagai berikut : persetujuan tentang pelaksanaan pasal VI antidumpig, persetujuan tentang subsidi dan tindakan imbalan, dan selanjutnya persetujuan tentang tindakan pengamanan.

(36)

Instrumen anti dumping dan anti subsidi oleh WTO tidak dibolehkan untuk dijadikan alat proteksi. Instrumen tersebut hanya bertujuan untuk mencegah atau menghapuskan perdagangan yang tidak fair. Meskipun demikian, sebagian besar negara-negara anggota WTO telah menyalahgunakan instrumen tersebut untuk tujuan proteksi industri dalam negeri mereka. Hal tersebut ditunjukan oleh fenomena beberapa tahun terakhir ini, dimana anti dumping menjadi sangat populer. Subsidi dibandingkan anti dumping tidak terlalu banyak mengingat semakin kedepan pemberian subsidi oleh pemerintah semakin berkurang. Indonesia merupakan salah satu negara anggota organisasi perdagangan Dunia berkewajiban untuk berperan aktif dalam mewujudkan tatanan perdagangan dunia yang adil dan saling menguntungkan.

Ketentuan tentang anti dumping sebagaimana tersebut dalam huruf e, diatur dalam peraturan pemerintah No. 34 tahun 1996. pada Bab II PP tersebut disebutkan tentang komite anti dumping Indonesia (KADI). KADI dibentuk untuk mengganti permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan. Dumping dan barang mengandung subsidi. Komite ini dibentuk oleh Menteri perindustrian dan perdagangan. KADI dipimpin oleh seorang ketua beranggotan unsur-unsur dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Keuangan, dan Departemen atau lembaga Non Departemen terkait lainnya.

Adapun tugas Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) adalah melakukan penelitian terhadap barang dumping dan barang mengandung subsidi.

Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi. Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh menteri prindustrian dan perdagangan dan, membuat laporan pelaksanaan tugas. Komite anti dumping dapat melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai barang dumping dan atau barang mengandung subsidi atas

(37)

permohonan industri dalam negeri. Disamping itu komite ini juga dapat melakukan penyelidikan tanpa adanya permohonan dari industri dalam negeri.

Dengan bedirinya WTO pada tahun 1995, maka semua kesepakatan perjanjian GATT 1947 kemudian diatur di dalam WTO plus isu-isu baru yang sebelumnya tidak diatur seperti perjanjian TRIPs (Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan perdagangan), Jasa (GATS) dan aturan investasi (TRIMs) tugas utama WTO adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan- hambatan perdagangan seperti tariff dan non tariff (misalnya regulasi) serta menyediakan forum perundingan perdagangan internasional, penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya.

Meskipun dalam unsur pokok WTO tersebut penurunan tariff merupakan hal yang menjadi perhatian utama tetapi kenyataannya masih banyak negara anggota WTO yang menggunakan hambatan non tariff dalam rangka melindungi industri dalam negerinya seperti penerapan trade remedy (dumping, subsidi, dan safeguard) serta berbagai hambatan perdagangan lainnya.

Sejak dibentuknya WTO, dinamika perkembangan penggunaan trade remedy semakin meningkat dan menunjukan trend yang positif. Penggunaan trade remedy tidak hanya dilakukan oleh negara maju tetapi juga oleh negara berkembang. Bahkan diantara sesama negara ASEAN pun penerapan trade remedy sudah tidak terelakan lagi. Untuk kasus-kasus tertentu beberapa negara sangat protektif terhadap industri dalam negerinya sehingga menggunakan segala celah yang ada dalam Agreement baik dumping, subsidi, dan safeguard untuk menjustifikasi penerapan trade remedy tersebut.

Pada intinya GATT mengatur hambatan-hambatan tariff dan non tariff dalam perdagangan internasional. Yang dimaksud dengan hambatan yang bersifat tariff

(38)

adalah hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara, baik yang disebabkan oleh diberlakukannya tariff bea masuk maupun taiff lainnya yang tinggi oleh suatu negara terhadap suatu barang. Barang yang dikenakan tariff tinggi oleh suatu negara akan menjadikan harga jual barang tersebut di negara tujuan menjadi sangat mahal sehingga dapat dipastikan barang tersebut menjadi tidak kompetitif dibanding dengan barang sejenis lain yang diproduksi dalam negeri, sedangkan yang dimaksud dengan hambatan non tariff adalah hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang di sebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan tarif atas suatu barang.

Hambatan ini, misalnya berupa penerapan standar tertentu atas suatu barang ekspor yang sedemikian sulit dicapai oleh para eksportir sehingga barang impor yang tidak memenuhi standar tersebut akhirnya tidak dapat masuk dan dijual di negara importir.21

Dalam persetujuan-persetujuan yang dibentuk oleh GATT dan WTO terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar, yaitu perlakuan yang sama untuk semua anggota, prinsip ini diatur dalam artikel I GATT 1994, berdasarkan prinsip ini suatu kebijakan perdagangan antara negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar nondiskriminasi. Artinya semua negara terikat untuk memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan impor dan ekspor produk-produk termasuk biaya lainnya.

Perlakuan yang sama tersebut harus dilakukan seketika tanpa syarat terhadap produk- produk yang berasal atau yang ditujukan ke semua negara anggota GATT22. Misalnya, suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tariff yang berbeda pada

21 A. Setiadi, 2001, Antidumping: Dalam Perspektif Hukum Indonesia, S&R Legal Co.,Jakarta,.h.1.

22 Astim Riyanto, 2003, World Trade Organization (organisasi Perdagangan Dunia), Yapemdo, Bandung, h.54.

(39)

suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya23. atau keringanan tariff masuk impor yang diberikan pada suatu negara harus diberikan pula pada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.

Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat (immediately and unconditionally) terhadap produk yang berasal atau yang ditunjukan kepada semua anggota GATT. Karena itu sesuatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan dikriminasi terhadapnya. Namun dalam prinsip perlakuan yang sama untuk semua anggota ini ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini, beberapa pengecualian diperbolehkan, seperti negara-negara yang berada dalam suatu wilayah dapat membentuk persetujuan perdagangan bebas di mana tidak berlaku untuk barang-barang dari luar kelompok ini.

Sebuah negara dapat mengenakan hambatan terhadap produk-produk negara tertentu yang dinilai tidak adil (fair) dalam melakukan perdagangan. Pada bidang jasa, sebuah negara diperbolehkan melakukan diskriminasi dalam batas-batas tertentu. Pengeculian ini hanya diizinkan untuk kondisi-kondisi tertentu.24 Pengecualian lainnya adalah apa yang disebut dengan ketentuan pengamanan (safeguard rule). Pengecualian ini mengakui bahwa suatu pemerintah apabila tidak mempunyai upaya lain, dapat melindungi atau memproteksi untuk sementara waktu industri dalam negerinya.

Prinsip lain yang diatur dalam Article III GATT 1994 yaitu perlakuan internasional (National treatment), dalam prinsip ini mengatur tentang ketentuan bahwa suatu produk /barang yang diimpor dari negara lain tidak boleh diberi perlakuan yang berbeda dengan maksud untuk memberikan proteksi pada produksi

23 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia, http://www.dprin.go.id/ind/publikasi/djkipi/wto.html; artikel diakses pada tanggal 10-03-2010 pukul 13.30

24 Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Direktorat Jendral multilateral Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2002, Sekilas WTO (World Trade Organization), Jakarta, ,h.41.

Referensi

Dokumen terkait

Pengajaran model adalah pengajaran yang dilakukan praktikan dengan cara mengamati guru pamong mengajar. Kegiatan ini juga dilakukan pada minggu pertama PPL II. Hal ini

Dalam penelitian teknik pengumpulan data menggunakan metode Angket.Metodeangketyaitu sejumlah pertanyaan tertulis tentang hal–hal yang diteliti yang digunakan

Pengalokasian kepemilikan risiko ( ownership of risk ) terhadap risiko–risiko dominan ( major risk ) pada kategori tidak dapat diterima ( unacceptable ) yaitu pada

Segmentasi pasar wisata pada Bukit Mas Cottage & Resto adalah wisatawan domestik yang tinggal di sekitar Kota Bandar Lampung, dengan tujuan untuk refreshing dan liburan menikmati

Dari hasil perhitungan SPSS di atas, menjelaskan bahwa antara Rasio hutang dengan Tingkat pengembalian aktiva menghasilkan nilai kontanta (a) sebesar 10,024 yang

Telah  diketahui  juga  bahwa  bahwa  secara  parsial  NPF  tidak  berpengaruh 

Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu izin pemanfaatan tanah, termasuk perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 14 dan perolehan

kurangnya evaluasi proses ataupun skala sikap. Evalusi yang dilakukan oleh guru Al-Qur’an Hadis, baru mencakup aspek kognitifnya saja, belum sampai mencapai aspek afektif