• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DATARAN TINGGI DAN GAMBUT DATARAN RENDAH DI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DATARAN TINGGI DAN GAMBUT DATARAN RENDAH DI SUMATERA UTARA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DATARAN TINGGI DAN GAMBUT DATARAN RENDAH DI SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH :

ESTER JULIANA SITOHANG 187001013

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DATARAN TINGGI DAN GAMBUT DATARAN RENDAH DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ESTER JULIANA SITOHANG 187001013

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 November 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Sarifuddin, MP Anggota : 1. Dr. Ir. Mukhlis, M.Si

2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D 3. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

4. Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D

(5)
(6)

KAJIAN KARAKTERISTIK GAMBUT DATARAN TINGGI DAN GAMBUT DATARAN RENDAH DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian survey yang mengkaji karakteristik tanah gambut dataran tinggi Toba Sumatera Utara yaitu di Desa Matiti II, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara dan lahan gambut dataran rendah di Desa Sidomulyo, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara sebagai pembanding/kontrol lahan gambut pada umumnya Analisa tanah di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pada masing-masing areal dibuat profil pewakil untuk diamati morfologi dan karakteristik serta klasifikasi tanah menurut klasifikasi taksonomi tanah 2014. Sampel tanah diambil dari masing-masing lapisan di profil tanah untuk dianalisis tanah di laboratorium. Analisis tanah meliputi Bulkdensiti, pH H2O, pH NaF, KTK, KB, C-Organik, N-total, C/N ,DHL dan Kadar abu. Hasil penelitian menunjukkan Gambut dataran tinggi Toba memiliki tingkat kematangan hemik dari lapisan permukaan sampai dengan lapisan bawah permukaan (tier dasar). Sumber air dari gambut dataran tinggi Toba berasal dari curah hujan dengan posisi keberadaan lahan gambut yang berada disekitar bukit-bukit barisan yang mempengaruhi tingkat kematangan, laju dekomposisi dan kadar abu, C-organik di lahan gambut dataran tinggi Toba

<18%. Klasifikasi tanah menurut Soil Taxonomy 2014 pada gambut dataran tinggi Toba adalah Hydric Haplohemist.

Kata Kunci : Gambut dataran tinggi, gambut dataran rendah, karakteristik tanah, klasifikasi tanah.

(7)

CHARACTERISTICS STUDY OF PLATEAU PEATLAND AND COASTAL PEATLAND IN NORTH SUMATERA

ABSTRACT

Survey research that examines the characteristics of Toba plateau

peatland in North Sumatera, namely in the Village of Matiti II, Humbang Hasundutan Regency, North Sumatera and coastal peatlands as control of peatlands in general in Sidomulyo Village, Bilah Hilir Subdistrict, Labuhan Batu Regency, North Sumatera. Soil analysis at the Palm Oil Research Center Laboratory and Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. In each area a representative profile was made as well as morphology, characteristics and soil classification were observed according to the 2014 soil taxonomic classification. Soil samples were taken from each layer in the soil profile for soil analysis in the laboratory. Soil analysis included bulk density, pH H2O, pH NaF, CEC, KB, C-Organic, N-total, C/N, EC and ash content. The results showed that Toba plateau peatland had a hemic maturity level from the surface layer to the subsurface layer (base tier). The source of water from the plateau peatlands of the Toba came from rainfall, with the position of the peatlands around the rows of hills affecting the level of maturity, decomposition rate and and ash content, C-organic at the Toba plateau peatland <18%. Soil classification according to the 2014 Soil Taxonomy Toba plateau peatland is Hydric Haplohemist.

Keywords: Plateau peat, coastal peat, soil characteristic,soil classification.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Kajian Karakteristik Gambut Dataran Tinggi Dan Gambut Dataran Rendah di Sumatera Utara”.

Selama berlangsungnya kegiatan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Hasanuddin, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Sarifuddin, MP, selaku Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Dr. Mukhlis, M.Si., selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran serta kritikan bagi penulis demi selesainya penulisan tesis ini.

5. Kedua orangtua penulis Bapak Hisar Edi Syah Putra Sitohang dan Ibu Meri Sitorus serta adik-adik tercinta, yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan mendukung penulis sampai menyelesaikan tesis ini dengan baik.

(9)

6. Bapak O.W. Limbong, S.P. selaku RO (Asian Agri) dan Staff Asisten Lapangan PT. Hari Sawit Jaya yang telah membantu dalam penelitian di Gambut Dataran Rendah (Negeri Lama).

7. Rekan-rekan seperjuangan S2 AET 2018 yang memberikan dukungan dan meluangkan waktunya sebagai mitra diskusi selama penelitian dan penulisan tesis berlangsung.

Sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan penelitian ini nantinya. Akhirnya penulis berharap semoga kiranya tesis ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua terutama pihak yang memerlukannya.

Medan, 30 November 2020

Ester Juliana Sitohang 187001013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Binjai pada tanggal 28 Juli 1991 dari ayah Hisar Edi Syah Putra Sitohang dan Ibu Meri br.Sitorus. Penulis merupakan putri pertama dari enam bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA RK Trisakti Medan dan pada tahun 2010 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Program Studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah. Selama masa perkuliahan strata-1 penulis aktif sebagai anggota Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi, anggota Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Pemerintahan Mahasiswa FP USU, asisten praktikum di Laboratoratorium Pengelolaan Tanah dan Air, mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) FP USU. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstra universitas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Pada tahun 2015 penulis menyelesaikan pendidikan Strata -1.

Penulis pernah bekerja sebagai staff Acceptand di Cargo PT. Apollo Kualanamu, Medan pada tahun 2017-2018. Pada tahun 2018 melanjutkan pendidikan pada Program Magister Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pembentukan Lahan Gambut ... 4

2.2 Karakteristik Gambut ... 5

2.2.1 Karakteristik Fisik ... 6

2.2.2 Karakteristik Kimia ... 7

2.3 Klasifikasi Gambut ... 9

2.4 Ketebalan Bahan Tanah Organik ... 11

2.4.1 Tier Permukaan ... 12

2.4.2 Tier Bawah-Permukaan ... 12

2.4.3 Tier Dasar... 12

2.5 Sebaran Lahan Gambut ... 13

2.6 Gambut Dataran Tinggi di Kawasan Kaldera Toba ... 15

2.7 Gambut Dataran Rendah ... 17

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 20

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 1.Gambut Dataran Tinggi Toba ... 21

2.Gambut Dataran Rendah ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil ... 30

4.1.1 Morfologi Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba ... 30

4.1.2 Profil Gambut Dataran Tinggi Toba ... 30

4.1.3 Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba ... 32 4.1.4 Karakteristik Kimia Tanah Gambut Dataran Tinggi

(12)

4.1.5. Klasifikasi Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba ... 35

4.1.6 Tanah Gambut Dataran Rendah ... 37

4.1.7 Morfologi Tanah Gambut Dataran Rendah ... 37

4.1.8 Profil Gambut Dataran Rendah ... 37

4.1.9 Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Rendah ... 39

4.1.10 Karakteristik Kimia Tanah Gambut Dataran Rendah ... 40

4.1.11 Klasifikasi Tanah gambut Dataran Rendah ... 42

4.2 Pembahasan... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 4.1 Karakteristik Morfologi Tanah Gambut Dataran TinggiToba ... 32 4.2 Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran TinggiToba ... 33 4.3 pH Tanah, DHL, C-Organik, N-Total dan C/N Gambut Dataran

TinggiToba ... 33 4.4 Kation Tukar, KTK, KB dan Kadar Abu Gambut Dataran

Tinggi Toba ... 34 4.5 Karakteristik Morfologi Tanah Gambut Dataran Rendah ... 38 4.6. Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Rendah ... 39 4.7. pH Tanah, DHL, C-Organik, N-Total dan C/N Gambut Dataran

Rendah ... 40 4.8 Kation Tukar, KB, KTK dan Kadar Abu Gambut Dataran Rendah ... 40

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian ... 20 2 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 26 3 Peta Lokasi Penelitian di Labuhan Batu ... 29

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1 Foto Lubang Profil Pewakil Pada Gambut Dataran Tinggi ... 54 2 Pengambilan Sampel Menggunakan Bor Di Gambut Dataran Tinggi ... 54 3 Photo Lubang Profil Pewakil Pada Gambut Dataran Rendah ... 55

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambut adalah tanah yang jenuh air yang kaya akan bahan organik yang mengalami laju dekomposisi yang lebih lambat (Soil survey staff, 2014). Tanah gambut memiliki ketebalan 50 cm atau lebih dengan lapisan bahan organik yang cukup tebal (C-organik > 18%) (Agus dan Subiksa, 2008). Gambut biasanya terbentuk pada daerah berdrainase tidak baik yang dapat menghambat laju dekomposisi sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan. Gambut memiliki sifat yang khas, oleh karena itu sifat tanah gambut akan berbeda dari sifat tanah mineral.

Adapun gambut dalam akan didominasi oleh bahan organik yang sangat tebal dan gambut dangkal didominasi bahan organik bercampur tanah mineral khususnya liat (Noor, et al. 2016).

Salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan fungsi lingkungan untuk kepentingan kehidupan seluruh makhluk hidup baik tumbuhan, hewan dan manusia adalah lahan gambut. Adapun beberapa fungsi dari lahan gambut yaitu sebagai penyimpanan air, habitat keragaman hayati, fungsi lindung dan fungsi produksi. Beberapa fungsi penting inilah yang menjadikan lahan gambut harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya (Masganti dan Anda, 2016).

Di Indonesia lahan gambut memiliki luas sekitar 14,9 juta ha (7,8%) dari luas total wilayah Indonesia. Lahan gambut tersebut tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Di Sumatera lahan gambut ditemukan seluas 6,4 juta ha atau 43,1% dari total gambut yang berada di Indonesia (BBSDLP, 2011)

(17)

Pada beberapa daerah tanah gambut tidak hanya terbentuk pada dataran rendah namun terdapat juga pada dataran tinggi. Hasil identifikasi dan karakteristik tanah gambut menunjukkan bahwa lahan gambut di Indonesia juga juga umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian tempat lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut. Lahan gambut dataran tinggi di Indonesia ditemukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Paniai Provinsi Papua dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara (BBSDLP, 2011)

Di Provinsi Sumatera Utara ditemukan lahan gambut dataran tinggi pada kawasan kaldera Toba tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan luas 6.289 ha. Gambut dataran tinggi Toba ini terdapat di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Doloksanggul dan Kecamatan Pollung, ketiganya berada di Kabupaten Humbang Hasundutan (Purba et al. 2017). Lahan gambut dataran tinggi terbilang unik karena berada di dataran tinggi yang memiliki temperatur udara lebih rendah dan tidak terpengaruh oleh pasang surut pantai dan hanya bergantung dengan curah hujan (Hardjowigeno. 1996). Menurut hasil penelitian Prasetyo dan Suharta (2011) di lahan gambut dataran tinggi ditemukan kejenuhan Al dan Al yang dapat dipertukarkan tinggi, retensi P tinggi dan adanya kandungan mineral amorf.

Oleh karena itu, dari uraian di atas penulis ingin mengkaji karakteristik tanah gambut dataran tinggi dan tanah gambut dataran rendah di Sumatera Utara.

(18)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik lahan gambut dataran tinggi Toba dan lahan gambut dataran rendah sebagai gambaran lahan gambut pada umumnya (kontrol).

1.3 Kegunaan Penelitian

 Sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Magister di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

 Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Lahan Gambut

Laju pembentukan tanah gambut berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain dengan dekomposisi yang cukup lambat hal ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu : sumber air, iklim (suhu, curah hujan,dan kelembaban), vegetasi atas tanah gambut, drainase dan sumber mineral yang terkandung dalam air (Maas, 2012). Secara umum, pembentukan tanah di Indonesia memiliki jenis batuan induk tanah yang berbeda-beda namun ada beberapa jenis batuan dan bahan induk yang dominan diantaranya, bahan organik, aluvium, batu gamping, batuan sedimen, batuan morfik, batuan plutonik, batuan volkanik dan tufa. Bahan induk dari tanah gambut sendiri tersusun dari bahan organik sehingga tanah gambut juga disebut tanah organik (Subagyo et al., 2000).

Pembentukan tanah gambut membutuhkan waktu yang lama dan dapat terjadi ribuan tahun sampai puluhan ribu tahun. Proses pembentukan tanah gambut dimulai dari adanya cekungan yang membentuk seperti danau dangkal yang lama kelamaan dipenuhi oleh tumbuhan air dan vegetasi lahan basah.

Tumbuhan air dan vegetasi basah lain yang berada di dalam cekunngan yang mati dan membusuk akan menyusun lapisan yang kemudian berubah menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dan substratum (lapisan dibawahnya) sebagai tanah mineral. Tumbuhan berikutnya yang tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan- lapisan karena dekompisisi bahan organik sehingga danau tersebut lama-kelamaan menjadi penuh (Susanto et al.

2018).

(20)

Akibat proses pembentukan gambut yang khas ini maka sifat tanah gambut berbeda dengan tanah mineral. Bahan utama pembentukan tanah gambut terutama gambut tropika adalah sisa-sisa tumbuhan terutama pepohonan. Pembentukan gambut dalam dominan dibentuk oleh bahan organik sedangkan gambut yang dangkal dibentuk bahan organik serta bercampur dengan bahan mineral seperti liat (Noor, et al. 2016).

Danau dangkal yang berbentuk cekungan yang terisi vegetasi tumbuhan yang sudah mati dan air disebut dengan gambut topogen karena pembentukkanya dimulai dari cekungan-cekungan (Susanto et al. 2018). Gambut topogen memiliki tingkat kesuburan lebih tinggi dibandingkan dengan gambut ombrogen hal ini dikarenakan adanya pengaruh pengkayaan bahan mineral sedangkan gambut ombrogen kesuburannya lebih rendah karena tidak dapat pengkayan mineral dari mineral yang terkandung dalam air yang masuk kedalam tanah gambut. Gambut yang terbentuk diatas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen.

Tanaman yang tumbuh diatas gambut topogen akan lebih tumbuh subur dibandingkan gambut ombrogen. Hasil pelapukan yang berada ditengah-tengah cekungan akan membentuk lapisan gambut baru yang lama-kelamaan membentuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung (Agus dan Subiksa, 2008).

2.2 Karakteristik Gambut

Karakteristik khas dan spesifik tanah gambut yang membedakan dengan sifat tanah mineral terkait dengan kematangan, kandungan bahan penyusun, ketebalan, dan lingkungan sekitarnya yang berbeda, antara lain : irreversible drying (mudah mengalami kering tak balik), subsidence, rendahnya daya dukung

(21)

(bearing capacity) lahan terhadap tekanan, rendahnya kesuburan tanah dan hara kimia serta terbatasnya jumlah mikroorganisme tanah (Noor, et al. 2016)

2.2.1 Karakteristik Fisik

Karakteristik fisika tanah gambut meliputi beberpa faktor berikut ini yaitu:

kematangan, ketebalan, kadar air, lapisan dibawahnya (substratum), porositas, berat isi dan daya hantar hidrolik. Karakteristik fisika tanah gambut memiliki hubungan satu dengan yang lain dan saling berpengaruh, semua karakteristik fisik terkait dengan kadar bahan organik atau ketebalan gambutnya. Karakteristik fisik tanah gambut adalah salah satu parameter untuk menjadi bahan pertimbangan utama dalam penilaian kesesuaian lahan (evaluasi lahan) untuk pertanian (Noor, et al. 2016). Adapun karakteristik fisik gambut yang penting dalam

pemanfaatannya untuk pertanian meliputi berat isi (bulk density), kadar air, daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008)

Rendahnya bulkdensiti tanah gambut mengakibatkan daya menahan ataupun menyangga beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah sehingga pengolahan tanah secara mekanis sulit dilakukan. Daya menahan beban yang sangat rendah akan menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi, begitupun dengan tanaman budidaya terutama tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan karet dimana tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan akan menjadi doyong sampai roboh. Pertumbuhan kelapa sawit yang miring atau doyong dianggap masyarakat menguntungkan karena akan memudahkan dalam pemanenan kelapa sawit (Agus dan Subiksa, 2008). Bulkdensiti gambut di daerah dataran rendah memiliki nilai berkisar antara 0,1-0,3 g/cm3 (Noor, et al. 2016)

(22)

Porositas tanah gambut umumnya tinggi antara 70-95%. Jika dikeringkan terus-menerus porositas tanah gambut akan berkurang. Ukuran penurunan harga porositas gambut akibat pengeringan bergantung pada derajat perubahan gambut.

Pada tingkat perkembangan saprik, penurunan porositas yang paling mencolok diikuti oleh tingkat perkembangan hemik dan paling sedikit pada tingkat perkembangan fibrik. Perbedaan porositas ini membuat perbedaan dalam kapasitas menahan air. Perbedaan porositas ini membuat perbedaan dalam kapasitas menahan air. Porositas memiliki hubungan positif dengan kedalaman atau tingkat perkembangan gambut dan juga diidentifikasi dengan tingkat kematangan, konduktivitas hidrolik secara horizontal lebih cepat atau lebih tinggi dibandingkan dengan daya konduktivitas hidrolik secara vertikal (Noor, et al.

2016)

Sifat gambut lain ialah sifat kering tak balik (irreversible drying) yang terjadi karena tanah gambut yang mengalami kekeringan yang berlebihan sehingga koloid tanah gambut menjadi rusak dan mengakibatkan kerugian dari segi fungsi hidrologi dan fungsi produksi dari gambut tersebut. Kekeringan yang terjadi akan menyebabkan bahan organik mudah terbakar sehingga akan mengubah gambut menjadi arang yang tidak dapat lagi menyerap hara dan menahan air. Kondisi demikian akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan vegetasi sekitarnya (Wahyunto, et al. 2005).

2.2.2 Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia tanah gambut sangat beragam diantaranya ada beberapa karakter kimia tanah gambut yang utama dan spesifik yaitu : kemasaman tanah, kapasitas tukar kation, kadar abu, ketersediaan unsur hara makro dan

(23)

mikro, kadar asam organik dan kadar pirit. Ketersediaan sejumlah unsur hara yang rendah pada tanah gambut seperti pH rendah (masam), unsur hara makro (Ca, Mg, K dan P) serta unsur hara mikro (Cu, Zn, Mn, dan B) yang rendah memperlihatkan tingkat kesuburan gambut yang sangat rendah dimana gambut juga mengandung asam-asam organik yang beracun (Noor, et al. 2016)

Salah satu sifat kimia yang menjadi kendala pada tanah gambut yaitu adanya asam-asam organik yang beracun dan tinggi sehingga tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang tinggi (Andriesse, 1988, Masganti, 2003a).

Lahan gambut yang memiliki tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan nilai pH berkisar pH 3-5. Salah satu penyebab tingkat kemasaman yang tinggi tanah gambut adalah karena kondisi drainase yang tidak baik dan hidrolis asam-asam organik (Noor, et al. 2016)

Kadar Al dd (Aluminium dapat dipertukarkan) pada tanah gambut umumnya sangat rendah sampai sedang serta diikuti dengan pH tanah gambut yang rendah sebaliknya kadar H dd meningkat sesuai dengan menurunnya nilai pH. Hal ini terjadi karena sumber Al atau mineral-mineral tanah pada tanah gambut jumlahnya sedikit (Hartatik, et al. 2004).

Rendahnya daya simpan P di tanah gambut menjadi salah satu masalah (masganti, 2003 a). Tanah gambut memiliki daya simpan P yang rendah karena P diikat oleh senyawa organik dengan ikatan yang lemah dimana ion P hanya terikat pada tapak jerapan di tanah gambut yang mudah tercuci dan terlepas oleh air lindian (leached) seperti air hujan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini dengan memperkuat ikatan tersebut agar efektif dalam menjerap P (Masganti et al., 2002; Masganti, 2003b) Penggunaan fosfat alam adalah salah satu cara untuk

(24)

memperkuat ikatan serta mengatur waktu pemberian amelioran dan pemupukan P (Masganti, 2003a)

Kendala lainnya pada lahan gambut ialah Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut cukup tinggi pada umumnya tetapi KTK tanah yang tinggi tidak mencerminkan ketersediaan unsur hara terutama basa-basa kation yang tinggi.

Semakin meningkat KTK sejalan dengan meningkatnya kandungan bahan organik. KTK dalam gambut didominasi oleh ion H+ yang sekaligus menjadi sumber kemasaman (Masganti et al. 2017).

2.3 Klasifikasi Gambut

Gambut dapat di klasifikasikan berdasarkan berbagai faktor antara lain:

tingkat kematangan, kedalaman gambut, kesuburan gambut dan posisi pembentukan dari tanah gambut itu (Agus dan Subiksa, 2008).

Berdasarkan tingkat kematangannya tanah gambut diklasifikasikan menjadi: (1) Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah mengalami dekomposisi lanjut dengan ciri bahan asal sudah tidak dapat dikenali, memiliki warna coklat tua sampai hitam, dan bilang diremas akan meninggalkan seratnya

<15%. (2) Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut yang masih mengalami proses dekomposisi atau masih setengah lapuk sehingga bahan asalnya masih bisa dikenali, memiliki warna coklat dan bila diremas akan meninggalkan bahan serat sekitar 15-75%. (3) Gambut fibrist (mentah) adalah gambut yang belum mengalami dekomposisi/ gambut belum melapuk sehingga bahan asal akan dapat deikenali, memiliki warna coklat dan bila diremas akan terisa serta >75%

(Agus dan Subiksa, 2008)

(25)

Tanah gambut dapat dibagi berdasarkan ketebalannya, yaitu menjadi tiga bagian dalam potensi pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya tanaman pangan.

Adapun tiga bagian ketebalan/kedalaman tanah gambut yaitu : (1) gambut dangkal yang memiliki ketebalan gambutnya 0,5 m<1m, (2) gambut sedang yang memilki ketebalan gambutnya 1-3 m, dan (3) gambut dalam yang memiliki ketebalan gambutnya >3 m (Masganti et al. 2017) sedangkan Adimihardja et al (1998) membagi gambut menjadi empat kategori, yakni (a) gambut dangkal/tipis dengan ketebalan 50-100 cm, (b) gambut sedang dengan ketebalan 101-200 cm, (c) gambut dalam dengan ketebalan 201-300 cm, dan (d) gambut sangat dalam jika ketebalannya lebih dari 300 cm.

Gambut dapat dibedakan berdasarkan lokasi dan berbagai tingkat kesuburan, yaitu:

1. Gambut Oligotrofik adalah gambut yang miskin mineral, basa-basa dan tidak subur. Gambut oligotrofik tebal dan bagian kubah gambut tidak dipengaruhi lumpur sungai pada umumnya.

2. Gambut eutrofik adalah gambut subur yang kaya akan mineral dan basa serta unsur lainnya.

3. Gambut mesotrofik adalah gambut yang memiliki sifat antara oligotrofik dan eutrofik dengan demikian gambut tersebut termasuk gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang (Prasetyo dan Suharta, 2011)

Menurut proses pembentukannya Rieley et al. (1996) membagi gambut menjadi tiga kelompok, yakni:

(26)

1. Gambut Ombrogen adalah gambut yang prose pembentukannya hanya dipengaruhi oleh curah hujan.

2. Gambut Topogen adalah gambut yang proses pembentukannya akan dipengaruhi oleh kadaan topografi (cekungan) dan air tanah.

3. Gambut Pegunungan adalah gambut yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh gunung atau bukit, biasanya gambut ini lebih subur dari pada gambut topogen.

2.4 Ketebalan Bahan Tanah Organik

Ketebalan bahan alam di atas bahan limnic, bahan mineral, air, atau permafrost digunakan untuk mengkarakterisasi Histosols dan Histels. Untuk alasan fungsional segmen kontrol singkat telah disiapkan untuk mengkarakterisasi Histosols dan Histels. Karakterisasi jenis Histosol pada jenis bahan tanah di lapisan permukaan, area kontrol memiliki ketebaan 130 cm -160 cm dari permukaan tanah, jika tidak ada kontak tebal, litik atau tidak berdaya, lapisan air yang tebal di dalamnya menjadi salah satu batasan ini.

Areal kontrol yang lebih tebal (160 cm) digunakan, jika lapisan permukaan memiliki kedalaman hingga 60 cm, ¾ atau lebih banyak volume untaian berasal dari Sphagnum, Hypnim atau lumut yang berbeda, atau jika lapisan permukaan memiliki kedalaman hingga 60 cm. memiliki berat volume di bawah 0,1 g/cm3(Soil Survey Staff, 2014)

Penampang kontrol Histosols dan Histels untuk sementara dibagi ke dalam tiga tier (lapisan) yaitu: tier permukaan, tier bawah-permukaan, dan tier dasar.

(27)

2.4.1 Tier Permukaan

Kadar Histosols dan Histels ditentukan dari permukaan tanah sampai kedalaman 60 cm, jika memenuhi (1) Bahan pada kedalaman yaitu bahan berserat dan tiga perempat bagian atau sebagian besar volume serat tersebut berasal dari sphagnum atau tumbuhan hijau lainnya, (2) bahan pada kedalaman ini memiliki volume yang beratnya dibawah 0,1 g/cm3. Jika bahan tidak memenuhi syarat kebutuhan tersebut, ketinggiannya ditentukan dari awal hingga kedalaman 30 cm.

Beberapa tanah alami memiliki lapisan permukaan mineral dibawah 40 cm, karena banjir, emisi vulkanik, penambahan bahan mineral untuk memperluas daya dukung tanah atau penyebab lainnya. Jika lapisan mineral tersebut tebal dengan ketinggian 30-40 cm, maka lapisan tersebut merupakan permukaan dan sebagian lapisan bawah permukaan (Soil, Survey Staff, 2014).

2.4.2 Tier Bawah-Permukaan

Ketebalan bawah permukaan biasanya 60 cm. Jika area kontrol ditutup pada kedalaman yang lebih dangkal (pada kontak yang tebal, litik atau paralitik, atau lapisan air atau didalam permafrost),dalam keadaan sekarang, permukaan bawah permukaan diperiksa dari jangkauan terjauh yang lebih rendah dari permukaan jangkauan terjauh paling bawah dari segmen kontrol. Tingkat bawah permukaan dalam keadaan sekarang mencakup setiap lapisan mineral tidak kukuh yang mungkin ada di dalam ke dalam tersebut (Soil Survey Staff, 2014).

2.4.3 Tier Dasar

Ketebalan permukaan dasar adalah 40 cm kecuali jika area kontrol memiliki batasan bawah pada kedalaman yang lebih dangkal (pada kontak tebal, litik atau tidak bergerak atau lapisan air, atau di permafrost). Oleh karena itu, jika

(28)

bahan organik tebal, terdapat dua potensi ketebalan area kontrol, bergantung pada ada atau tidaknya tampilan penutup permukaan yang terbuat dari tanaman hijau berserat atau bahan alami lainnya yang memiliki berat volume rendah ( di bawah 0,1 g/cm3), sama seperti ketebalan penutup permukaan. Jika fibrik dengan kedalaman 60 cm, dan merupakan bahan utama pada kedalaman itu (membentu 3/4 atau lebih banyak dari volume filamen), maka kontrol lintas area 160 cm. Jika fibrik tipis atau hilang maka penampang kontrol turun hingga kedalaman 130 cm (Soil Survey Staff, 2014).

2.5 Sebaran Lahan Gambut

Sebaran lahan gambut sangat lah dinamis dikarenakan arakteristik, distribusi, dan luasan lahan gambut terus-menerus akan mengalami perubahan.

Sifat yang dinamis itu membuat data hasil validasi tanah gambut pada kawasan- kawasan pewakil perlu diperbarui secara berkala agar informasi yang dihasilkan mendekati kondisi sebenarnya (Wahyunto et al. 2016).

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2011 menerbitkan data luas gambut di Indonesia adalah 14,9 juta ha (Ritung et al, 2011) . Perbedaan definisi, teknis survey dan pemetaan yang digunakan serta sifat gambut yang dinamis membuat data sebaran dan luasan gambut akan sangat bervariasi pada berbagai sumber (Wahyunto, et al. 2016).

Sebaran lahan gambut akan dipengaruhi letak wilayah dan cara pembentukannya. Beberapa Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah gambut yaitu: iklim (basah), topografi (datar-cekung), organisme (vegetasi), bahan induk (termasuk bahan mineral sebagai substratum), dan waktu pembentukannya. Pembentukan gambut terjadi dalam kondisi anaerob dengan laju

(29)

dekomposisi yang lebih lambat sehingga akan selalu digenangi air pada kondisi iklim tropis dan lembab. Adanya cekungan-cekungan keci maupun cekungan besar yang diisi oleh bahan organik yang menumpuk sedikit demi sedikit dan berdrainase jelek akan mengawali terbentuknya gambut. Cekungan yang ada memiliki lapisan sedimen hasil endapan dari bebrbagai masa geologi yang lalu.

Perubahan relief di atas lapisan sedimen ini sejalan dengan masa regresi pemunduran (retreat) laut terhadap daratan atau naiknya permukaan daratan dan turunnya permukaan laut (Wihardjaka dan Nurida, 2014).

Sebaran lahan gambut di pulau Sumatera pada umumnya ditemukan di rawa-rawa gambut sepanjang pantai timur, yaitu dengan urutan dominasi berturut- turut terdapat di wilayah provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara dan Lampung. Pada daerah pedalaman/hilir sungai sebaran lahan gambut sekitar 50-300 km dari garis pantai. Penyebarannya di bagian hilir sungai sebagian besar mencapai sekitar 10-50 km dari garis pantai. Tanah gambut dan tanah mineral (non gambut) secara bersama-sama membentuk lahan rawa. Di wilayah yang lebih kecil, lahan gambut juga ditemukan di dataran pantai barat pulau, khususnya di wilayah propinsi Bengkulu, Sumatera Barat dan Aceh. (Wahyunto et al. 2005)

Wilayah Sumatera Utara merupakan wlayah dengan luas lahan gambut terluas ke-empat, yaitu sekitar 325.296 ha. Luas lahan gambut terluas terletak di pesisir timur, tepatnya di wilayah Labuhan Batu dan Asahan, masing-masing seluas 192 ribu ha (59,0 % luas gambut total propinsi), dan 24 ribu ha (7,4 %). Di pesisir barat terdapat lahan gambut di wilayah kabupaten Tapanuli Selatan seluas 86 ribu ha (26,3 %), dan di kabupaten Tapanuli Tengah dengan luas sekitar 17 ribu ha (5,2 %). Disamping itu, masih terdapat lahan gambut pelembahan di

(30)

bagian tengah propinsi, yakni di wilayah kabupaten Tapanuli Utara seluas 7 ribu ha (2,2 %) (Wahyunto et al. 2005)

Sebagian besar lahan gambut di wilayah Sumatera Utara, atau sekitar 70 % merupakan gambut-sedang. Lahan gambut-sedang ini banyak terdapat di daerah kabupaten Labuhan Batu, Tapanuli Selatan dan Asahan. Penyusun utama gambut-sedang ini adalah gambut Saprits dan mineral, Hemik dan mineral dan Saprits atau Hemik. Gambut dalam dan gambut dangkal memiliki laju wilayah yang hampir sama, yaitu 15,3 % untuk gambut-dalam dan 14.5 % berupa gambut dangkal. Gambut yang dalam umumnya didominasi oleh Saprists, dan gambut- dangkal seluruhnya berupa Hemists/mineral (Wahyunto et al. 2005).

2.6 Gambut Dataran Tinggi di Kawasan Kaldera Toba

Danau Toba/Kaldera Toba terbentuk melalu proses vulkanik-tektonik yang sangat dahsyat (super eruption) berawal dari Gunung Toba yang meletus 74.000 tahun yang lalu . Letusan ini berpusat di danau Toba dan mengeluarkan tuff-liperit yang menutupi daerah hampir 20.000 km2. Kemudian diikuti runtuhnya atap magma, sehingga terbentuk kawah yang dalam, kemudian terisi air dan terbentuk danau yang besar (Van Bemmelen, 1949).

Danau Toba terbentuk setidaknya melaluo empat fase letusan besar, tiga kali diantaranya terjadi dalam 1 juta tahun terakhir dan letusan awal diperkirakan terjadi 1,2 juta tahun yang lalu (Haranggaol Decite Tuff/HDT) dan menciptakan kaldera Haranggaol. Letusan berikutnya terjadi sekitar 840.000 tahun yang lalu (Oldest Tuff/OTT) yang menghasilkan kaldera di timur Danau Toba meliputi Parapat, Porsea. Sekitar 501.000 tahun lalu (middle Toba Tuff/MTT) dan menghasilkan kaldera utara di Silalahi dan Haranggaol. Letusan Terakhir, sekitar

(31)

74.000 tahun lalu yang dikenal sebagai Youngest Toba Tuff (YTT) adalah yang terdahsyat dan membentuk danau seperti sekarang (Arif, et al. 2014).

Secara geografis wilayah Kabupaten Humbahas berada disebelah timur Kaldera Toba sehingga pembentukan wilayah tersebut dipengaruhi oleh Oldest Tuff/OTT pada 840.000 tahun yang lalu. Dikawasan ini terdapat cekungan- cekungan yang disebabkan letusan Gunung Toba yang tidak memiliki aliran keluar masuk air dan terjadi penimbunan biomassa oleh tumbuh-tumbuhan seperti pohon-pohon dan tanaman lainnya secara terus menerus sehingga menjadi lapisan tanah gambut (Arif, et al. 2014).

Tanah gambut pada daerah Kabupaten Humbahas hanya dipengaruhi oleh air hujan saja sehingga tanah gambut termasuk gambut ombrogen sehingga tingkat kesuburan tanah gambut termasuk rendah (Noor, et al. 2016). Sebaran lahan gambut yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan ada di kecamatan yaitu : Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Pollung dan Kecamatan Dolok Sanggul.

Selain Kabupaten Humbang Hasundutan gambut dataran tinggi lainnya yang berada di Indonesia adalah gambut dataran tinggi Papua yang sebagian besar sifat tanahnya hampir sama dengan gambut dataran tinggi Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu lahan gambutnya termasuk jenis gambut ombrogen (miskin- hara oligotrofik), umumnya terdapat didaerah cekungan yang ketersediaan hara essentialnya sangata rendah terutama hara N,P, K, Ca, Zn, Cu, dan Si dengan nilai pH berkisar antara 3-4 dan sumber hara hanya dari air hujan saja (Istomo, 2005).

(32)

2.7 Gambut Dataran Rendah

Umumnya gambut terdapat pada dataran rendah, terbentuk di daerah pesisir pantai dan sering disebut sebagai lahan basah pesisir dengan tipe lahan yang berkembang terutama di dataran rendah dekat dengan pesisir pantai, dibelakang hutan bakau di sekitar sungai atau danau. Gambut ini terbentuk dibagian pedalaman dataran pantai atau yang terbentuk di daerah yang kena pasang surut disebut dengan gambut topogen. Pasokan air dari gambut topogen biasnya didapat dari aliran permukaan sehingga mengandung unsur hara yang relatif tinggi (Wahyunto, et al. 2006).

Sumatera memiliki lahan gambut yang paling luas yang disusul oleh Kalimantan dan Papua. Di pulau Sumatera penyebaran lahan gambut terluas ada dibeberapa daerah seperti di sepanjang pantai timur, yaitu di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Aceh dan Jambi (Wahyunto, et al. 2016). Hutan rawa gambut yang ada di Provinsi Riau telah mengalami deforestasi dan degradasi yang cukup tinggi serta adanya ahli fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan ataupun rakyat. Provinsi ini kehilangan lebih dari 9.000 km2 hutan rawa gambut pada periode ini. Tahun 2010 hutan rawa gambut di Provinsi Riau hanya tinggal 36 % dari total luas lahan rawa gambut yang ada (Nurjanah, et al.

2013)

Kabupaten Labuhan Batu salah satu wilayah yang terletak di pesisir pantai timur sumatera dan memilki zona iklim Indo-Australia yang bercirikan suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Kondisi geologi dari Kabupaten Labuhan Batu merupakan daerah belakang busur (back are basin) sehingga membentuk kondisi geologi yang relatif seragam disebelah timurnya dan

(33)

daerah penyangga disebelah barat. Kondisi struktur geologi di daerah Labuhan batu memperlihatkan adanya kelurusan-kelurusan sebagai indikasi adanya rekahan-rekahan atau sebagai bidang lemah di permukaan atau dibawah permukaan bumi (BPS Labuhan batu, 2019)

Lahan gambut yang berada di daerah Labuhan batu tersebut dipengaruhi pasang surut air laut dan sungai sehingga terjadi pengkayaan atau penambahan mineral oleh karena pasang surut air laut. Pengaruh pasang surut air laut membuat gambut lebih subur dan termasuk kedalam gambut eutrofik (Ritung dan Sukarman, 2016)

(34)

BAB III

BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu di lahan gambut dataran tinggi Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan dan lahan gambut dataran rendah sebagai kontrol lahan gambut pada umumnya di Kabupaten Labuhan Batu.

Analisis sampel tanah dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan April 2020 sampai dengan selesai.

3.2 Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah profil pewakil, Formulir isian profil sampel tanah dari masing-masing profil yang diambil tiap lapisan masing-masing pada gambut dataran tinggi dan dataran rendah. Key to Soil Taxonomy 2014, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Adapun alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), pisau pandu, bor gambut, Munsell Soil Colour Chart, meteran, ring sampel, kantongan plastik, label, tali plastik, spidol permanen, kamera, shaker serta alat- alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan mengkaji perbedaan karakteristik tanah gambut dataran tinggi Toba dan gambut dataran rendah Labuhan Batu sebagai pembanding / kontrol lahan gambut pada umumnya. Pada lahan gambut dataran tinggi Toba penentuan lokasi pembuatan profil dilakukan

(35)

pada tipe penggunaan lahan budidaya tanaman tahunan (kopi) sedangkan pada lahan gambut dataran rendah penentuan lokasi pembuatan profil dilakukan pada lahan budidaya tanaman tahunan (Kelapa Sawit).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Gambut Dataran Tinggi Toba dan Dataran Rendah di Sumatera Utara

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Adapun tahapan- tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan penelitian seperti: konsultasi dan bimbingan dengan komisi pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peralatan, studi literatur, dan penyusunan rencana kerja dilapangan yang berguna untuk mempermudah

(36)

pekerjaan di lapangan secara sistematis sehingga akan didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

2. Survei Pendahuluan

Dilakukan survei pendahuluan atau pengecekan lokasi penelitian. Penentuan titik koordinat, pengumpulan data-data sekunder dilokasi penelitian dan pembuatan profil pewakil di gambut dataran tinggi dan gambut dataran rendah.

3. Survei Utama

Setelah melakukan survei pendahuluan, survei utama dilakukan dengan cara mengamati profil tanah di masing-masing lokasi dan mengambil sampel tanah dengan acuan buku Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balitanah, 2004) untuk selanjutnya di deskripsikan dan di klasifikasikan menurut taksonomi tanah yang mengacu kepada buku Key to Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional. Pada penentuan lokasi pembuatan dua profil pewakil dilakukan pada tipe penggunaan lahan yang berbeda yaitu:

Pengamatan Morfologi

Dilakukan pengamatan morfologi yang sama pada kedua tempat, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah, yang meliputi: Warna tanah, ketebalan Gambut, kematangan gambut, drainase , dan vegetasi sekitarnya.

4. Analisis Laboratorium

Setiap sampel dari masing-masing profil dilakukan analisis sebagai berikut:

- Bulk density (BD) dengan ring sampel

- pH H2O (1:2,5) dan pH NaF metode elektrometri

- Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah, dengan ekstraksi NH4oAc 1 N pH 7 - C-Organik, dengan metode Walkley & Black

(37)

- N-total dengan metode Kjeldahl - Rasio C/N

- Basa-basa Tukar (Ca, Mg, K dan Na), dengan ekstraksi NH4oAc 1 N pH 7 - Kejenuhan Basa

- Daya Hantar Listrik (DHL) dengan metode elektrometri (EC meter) - Analisis Kadar Abu

5. Klasifikasi tanah

Setelah analisa laboratorium, dilakukan klasifikasi hinggai tingkat sub grup menggunakan buku Key to Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional.

(38)

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 1. Gambut Dataran Tinggi Toba

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) dengan ketinggian 1.338 - 1.414 m dpl. Kabupaten Humbang Hasundutan Terletak pada garis 20 1’ - 20 28’ Lintang Utara dan 980 10’ - 980 58’ Bujur Timur. Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan berbatasan dengan :

Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Bharat Sebelah Utara : Kabupaten Samosir

Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki iklim yang tergolong dalam daerah tropis basah dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Musim kemarau terjadi dibulan April hingga Agustus dan musim hujan biasanya terjadi pada bulan September hingga bulan Maret. Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki suhu sekitar 17°C – 29°C dan rata-rata kelembaban udara (RH) sebesar 85,94 persen. Jumlah rata- rata curah hujan di daerah ini pada tahun 2015 sebesar 228,7 mm dan jumlah rata-rata hari hujan yang terjadi tahun 2018 sebesar 18 hari hujan. Ketinggian tempat di Kabupaten Humbang Hasundutan mempengaruhi suhu udara dimana pada setiap kenaikan 100 m suhu udara akan turun rata-rata 0,6o sehingga makin tinggi suatu tempat/daerah maka akan menyebabkan penurunan suhu menjadi lebih rendah pada tempat tersebut (BPS Humbahas, 2020).

Kabupaten Humbahas adalah salah satu dari 8 kawasan administrasi yang berada di kawasan Danau Toba. Kawasan Kaldera Toba didominasi oleh

(39)

perbukitan atau pegunungan dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan (0–8 %), landai (8–15 %), agak curam (15–25 %), curam (25–45 %), sangat curam sampai dengan terjal (> 45 %). Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada pada ketinggian dibawah 500 m dpl hanya sekitar 12 % meliputi sebagian Kecamatan Pakkat dan Tarabintang, 500-1000 m dpl sekitar 36

% meliputi Kecamatan Tarabintang, Baktiraja, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian antara 1000-1500 m dpl sekitar 48 % meliputi Kecamatan Doloksanggul, Pollung, Lintongnihuta, Paranginan, Onanganjang, Sijamapolang, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian di atas 1500m dpl sekitar 3 % meliputi daerah Dolok Pinapan (BPS humbahas, 2020).

Kabupaten Humbang Hasundutan berada di kawasan jajaran Bukit Barisan dengan keadaan fisiografi umumnya berbukit dan bergelombang dengan selingan daratan, terletak pada ketinggian 330 - 2.075 m dpl dan merupakan suatu kawasan pertanian agrobisnis dengan potensi pengembangan yang cukup besar. Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada daerah pegunungan Bukit Barisan, maka keadaan topografi daerah ini berupa daerah berbukit, bergelombang, serta sebagian dataran tinggi.

Areal pengambilan sampel penelitian berada di Desa Matiti II di Kecamatan Dolok Sanggul dengan ketinggian 1.309 m dpl. Areal gambut di daerah ini banyak digunakan masyarakat untuk lahan pertanian seperti kopi, sawah dan tanaman hortikultura (cabe, tomat dan sayuran). Pengambilan sampel dilakukan pada lahan tanaman kopi jenis arabika berumur 15 tahun milik rakyat.

(40)

Sebagian lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi perumahan penduduk (BPS humbahas, 2020).

(41)
(42)

2. Gambut Dataran Rendah

Gambut dataran rendah yang diteliti di Kabupaten Labuhan Batu yang secara geografis terletak pada 1041 – 2044 Lintang Utara, 99033 – 100022 Bujur Timur dengan ketinggian 0 - 2.151 m di atas pemukaan laut. Kabupaten Labuhan Batu merupakan salah satu kabupaten yang luas dan berada di wilayah pantai timur di bagian tenggara Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhan Batu berbatasan dengan :

Sebelah Timur : Provinsi Riau

Sebelah Selatan : Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Labuhanbatu Utara Sebelah Utara : Kabupaten Labuhanbatu Utara

Kabupaten Labuhan Batu terdiri dari 9 kecamatan dengan 98 desa/kelurahan dan terletak pada zona iklim Indo-Australia yang bercirikan suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Topografi secara umum menyuguhkan bentuk relief permukaan datar atau hampir datar dan sebagian membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi. Kemiringan berkisar 0-16% dengan ketinggian 0-370 m di atas permukaan laut (BPS Labuhanbatu, 2019).

Lokasi penelitian berada di Desa Sidumulyo, Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu dengan ketinggian 15 m di atas permukaan laut. Suhu udara di tempat pengambilan sampel yaitu di PT. Hari Sawit Jaya (Asian Agri) berkisar antara 29 oC - 32 oC dan rata-rata kelembaban udara (RH) sebesar 35,6%.

Jumlah rata-rata curah hujan di PT.Hari Sawit Jaya (Asian Agri) tahun 2019 sebesar 8,83 mm dengan jumlah rata-rata hari hujan yang terjadi tahun 2019

(43)

sebesar 11 hari hujan. Lahan gambut yang berada di PT. Hari Sawit Jaya (Asian Agri) tersebut dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga ada pengkayaan mineral akibat pasang surut tersebut. Pengaruh pasang surut air laut menjadikan gambut lebih subur sehingga dapat dikelompokkan sebagai gambut eutrofik (BPS Labuhanbatu, 2019).

(44)
(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba

Pengamatan sifat morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba meliputi tingkat kedalaman tanah gambut, warna, konsistensi, batas topografi, dan batas lapisan. Pada tanah gambut dataran tinggi dibuat 1 profil pewakil yang berada di desa Matiti II, Kecamatan Dolok Sanggul. Pada profil dilakukan pengamatan morfologi tanah menurut pedoman pengamatan tanah Soil Survey Staff (2014) dan pengambilan contoh tanah tiap lapisan untuk dianalisis di laboratorium.

Deskripsi profil tanah dari lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

4.1.2 Profil Gambut Dataran Tinggi Toba

Lokasi : Desa Matiti II, Kecamatan Dolok sanggul

Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara

Kode : Profil 1

Koordinat : N 02o15.32o

E 98o43.20o

Klasifikasi soil Taxonomy : Hydric Haplohemist

Fisiografi : Cekungan

Karakteristik Lereng : 0-3% (datar-agak datar)

Elevasi : 1409 m dpl

Ketebalan gambut : >3 m

Bahan Induk : Hutan Koniferus

Epipedon : 0-130 cm Hemik

(46)

Gambar penampang profil Lapisan Kedalaman (cm)

Deskripsi

(menggunakan bor )

(menggunakan bor )

Oe1 0-60 Coklat gelap

kemerahan (5YR 2,5/1), tingkat kematangan hemik, konsistensi agak lekat, agak plastis, batas baur lurus.

Oe2 60-90 Hitam Kecoklatan (10YR 2/1), tingkat kematangan hemik, konsistensi agak lekat, agak plastis, batas baur lurus

Oe3 90-130 Hitam Kecoklatan (10YR 2/1), tingkat kematangan hemik, konsistensi agak lekat, agak plastis, batas baur lurus.

(47)

Tabel 4.1. Karakteristik Morfologi Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba Lapisan Kedalaman

---cm---

Warna Tanah Konsistensi Batas Topografi

Batas Lapisan

Oe1 0-60 Coklat gelap

kemerahan (5 YR 2,5/1)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Oe2 60-90 Hitam

Kecoklatan (10 YR 2/1)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Oe3 90-130 Hitam

Kecoklatan (10 YR 2/1)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Dari hasil pengamatan profil pada gambut dataran tinggi Toba, terjadi perubahan warna tanah dari permukaan tanah hingga kelapisan bawah. Pada profil pewakil terlihat keadaan morfologi dari tier permukaan hingga kelapisan sub- permukaan (tier bawah-permukaan) terjadi perubahan warna tanah. Warna tanah dari lapisan permukaan ke lapisan sub-permukaan semakin berwarna gelap (hitam) sedangkan di lapisan sub-permukaan sampai ke lapisan bawah permukaan (tier dasar) tidak terjadi perubahan warna. Nilai Hue dari 5 YR menjadi 10 YR dan nilai value berubah dari 2,5 menjadi 2 tetapi nilai chroma tetap 1 di lapisan permukaan (tier permukaan sampai ke lapisan sub permukaan (tier bawah- permukaan) sedangkan pada lapisan bawah permukaan (tier dasar) warna tanah yaitu 10 YR 2/1.

4.1.3 Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba

Karakteristik fisika yang diamati pada gambut dataran tinggi yaitu tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik dan bulk densiti. Karakter fisik dari gambut dataran tinggi Toba seperti yang tersaji pada Tabel 4.2 berikut ini:

(48)

Tabel 4.2. Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba

Lapisam Kedalaman Tingkat Kematangan Bulk densiti

---cm--- g/cm 3

Oe1 0-60 Hemik 0,25

Oe2 60-90 Hemik 0,16

Oe3 90-130 Hemik -

Dari Tabel 4.2, tersaji bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik pada berbagai tingkat kedalaman tanah gambut. Lahan gambut dataran tinggi Toba memiliki tingkat kematangan hemik (setengah matang) pada lapisan permukaan, lapisan sub permukaan sampai pada lapisan bawah.

Bulk densiti pada gambut dataran tinggi Toba semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman tanah gambut. Kedalaman tanah gambut tersebut yaitu sebesar 0,25 g.cm-3 pada kedalaman 0 – 60 cm dan 0,16 g.cm-3 pada kedalaman 60 – 90 cm.

4.1.4 Karakteristik Kimia Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba

Karakteristik kimia yang diamati pada gambut dataran tinggi Toba yaitu pH H2O, pH NaF. Kejenuhan Basa, KTK, DHL, C-organik, N-total, C/N dan kadar abu. Karakter kimia dari gambut dataran tinggi Toba seperti yang tersaji pada Tabel 4.3 dan 4.4 berikut ini:

Tabel 4.3. pH Tanah, DHL, C-Organik, N-Total dan C/N Gambut Dataran Tinggi Toba

Lapisan Tingkat Kedalaman

pH DHL C-Org N-Tot C/N

H2O NaF

---- cm ---- mmhos/cm --- % ---

Oe1 0-60 5,24 8,10 41,63 13,54 0,65 20,83

Oe2 60-90 4,76 6,95 78,18 9,61 0,87 11,04

Oe3 90-130 4,76 6,94 49,72 16,60 0,91 18,24

(49)

Tabel 4.4. Kation Tukar,KTK, KB dan Kadar Abu Gambut Dataran Tinggi Toba Lapisan Tingkat

Kedalaman

Kation Tukar KTK KB Kadar

Abu

K Ca Mg Na

---- cm ---- --- m.e/100 g --- m.e/100g --- % ---

Oe1 0-60 0,69 21,44 2,19 0,26 91 27,01 8,9

Oe2 60-90 0,33 19,68 4,52 0,45 53 46,28 3,0 Oe3 90-130 0,90 7,95 3,88 0,14 63 20,20 1,7 Dari Tabel 4.3 dan 4.4 hasil pengamatan profil pada gambut dataran tinggi Toba memiliki nilai pH H2O dalam kriteria masam sampai sangat masam pada lapisan permukaan sampai tier dasar. Pada dataran tinggi Toba nilai pH NaF pada lapisan permukaan lebih tinggi dan pH NaF semakin rendah pada lapisan sub permukaan ( tier bawah-permukaan) sampai dengan tier dasar.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada gambut dataran tinggi Toba termasuk kedalam kriteria tinggi hingga sangat tinggi yaitu sebesar 53-91 me/100g. Pada tier permukaan nilai KTK tanah gambut lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sub permukaan (tier bawah-permukaan) sampai dengan tier dasar.

Daya hantar listrik (DHL) pada gambut dataran tinggi Toba pada lapisan permukaan lebih rendah dibandingkan dengan lapisan sub permukaan (tier bawah- permukaan) dan pada lapisan tier dasar DHL menurun dibandingkan lapisan sebelumnya.

Kadar C-organik pada gambut dataran tinggi Toba pada seluruh lapisan tergolong sangat tinggi >5%. Pada Lapisan permukaan kadar C-organik lebih tinggi dibandingkan di lapisan sub permukaan (tier bawah-permukaan) dan meningkat di lapisan tier dasar. Rasio C/N pada lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sub permukaan dan tier dasar yang C/N semakin rendah.

(50)

Kejenuhan Basa (KB) pada gambut dataran tinggi termasuk kedalam KB yang rendah hal ini dapat dilihat dari kation-kation basa pada setiap lapisan yang nilainya tidak jauh berbeda. Kadar abu pada gambut dataran tinggi Toba di lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sub permukaan dan tier dasar.

4.1.5 Klasifikasi Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba

Profil pewakil pada gambut dataran tinggi Toba diklasifikasikan berdasarkan Soil Taxonomy menurut Key to Soil Taxonomy edisi ke-12 (2014) dan Klasifikasi Tanah Nasional edisi 1 (2014).

A. Soil Taxonomy 2014

Ordo, Tanah pada profil pewakil memiliki bahan organik dan potongan kayu yang berdiameter lebih dari 20 mm, dan tidak begitu terdekomposisi sehingga sulit diremas atau dipecah dengan tangan. Sebagian tanah organik memiliki lapisan permukaan mineral setebal kurang dari 40 cm, tanah organik yang terdiri dari bahan saprik dan hemik dari tiga perempat (dari volume) atau lebih dari volume serat-seratnya berasal bahan induk kayu. Lapisan permukaan sampai sedalam 60 cm memiliki berat volume kurang dari 0,1 g/cm3. Hal tersebut menegaskan bahwa tanah dari profil pewakil memenuhi sifat tanah organik yang diklasifikasikan sebagai ordo Histosol.

Sub Ordo, Hasil pengamatan profil pewakil memiliki kedalaman bahan organik yang lebih dari bahan tanah hemik, gambut setengah matang dengan bahan asalnya masih bisa dikenali dan bila diremas kandungan seratnya yang tertinggal ditelapak tangan antara sepertiga dan duapertiga jumlah semula, masih terlihat bahan organik (serat) baik pada permukaan sampai bagian tier bawah. Hal

(51)

ini menyatakan bahwa tanah ordo Histosol dan memiliki kriteria dalam sub ordo hemist.

Great Grup, Hasil pengamatan dilapangan pada profil pewakil memenuhi kategori sub ordo hemist lainnya sehingga termasuk kedalam great grup Haplohemist.

Sub Grup, Pada pengamatan profil pewakil great grup haplohemist ini memiliki lapisan air di dalam penampang kontrol, di bawah tier permukaan sehingga termasuk dalam sub grup Hydric Haplohemist.

Berdasarkan Key to Soil Taxonomy 2014, bahwa profil tanah gambut dataran tinggi yang berlokasi di Desa Matiti II , Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki klasifikasi tanah sebagai berikut : Ordo : Histosol

Sub Ordo : Hemist Great Grup : Haplohemist

Sub Grup : Hydric Haplohemist.

B. Klasifikasi Tanah Nasional.

Jenis Tanah, Tanah yang mempunyai bahan organik setebal ≥ 50 cm dan memiliki bulkdensity < 0,1 gr/cm3 diklasifikasikan dalam jenis tanah Organosol.

Macam Tanah, Dari hasil pengamatan dapat diketahui tanah organosol yang didominasi bahan hemik setebal 50 cm atau berlapis sampai 80 cm dari permukaan sehingga macam tanah termasuk ke dalam Organosol Hemik.

Berdasarkan Klasifikasi Tanah Nasional, bahwa profil pewakil gambut dataran tinggi yang berada pada lokasi di Desa Matiti II, Kecamatan Dolok

(52)

Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki klasifikasi tanah sebagai berikut:

Jenis Tanah : Organosol

Macam Tanah : Organosol Hemist 4.1.6 Tanah gambut dataran rendah

Lokasi profil pewakil untuk gambut dataran rendah berada di desa Sidomulyo, Kecamatan Bilah Hilir pada ketinggian 15 m dpl, pada lahan budidaya kelapa sawit milik PT. Hari Sawit Jaya (Asian Agri Group) berumur 9 tahun dan merupakan tanaman generasi kedua.

4.1.7 Morfologi tanah gambut dataran rendah

Pengamatan sifat morfologi tanah meliputi tingkat kedalaman tanah gambut, warna, konsistensi, batas topografi, dan batas lapisan. Pada profil pewakil dilakukan pengamatan morfologi tanah menurut pedoman pengamatan tanah Soil Survey Staff (2014) dan pengambilan contoh untuk dianalisis di laboratorium.

Deskripsi profil tanah dari lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

4.1.8 Profil Gambut Dataran Rendah

Lokasi : Desa Sidumulyo, Kec. Bilah Hilir, Kab. Labuhan Batu, Prov. Sumatera Utara

Kode : Profil 1

Koordinat : N 02o24.115o

E 100o01.141o Klasifikasi soil Taxonomy : Typic Haplosaprist

Fisiografi : Cekungan

Karakteristik Lereng : 0-3% (datar-agak datar)

Elevasi : 15 m dpl

Ketebalan gambut : >3 m

Bahan Induk : Hutan Rawa Gambut

Epipedon : 0-90 cm Saprik, 90-130 Hemik

(53)

Gambar penampang profil Lapisan Kedalaman (cm)

Deskripsi

Oa1 0-60 Coklat gelap

kemerahan (5YR 2,5/2), tingkat kematangan saprik, konsistensi agak lekat, agak plastis, batas baur lurus

Oa2 60-90 Coklat gelap

kemerahan (5YR 2,5/2), tingkat kematangan saprik, konsistensi agak lekat, agak plastis, batas baur lurus

Oe 90-130 Coklat gelap

kemerahan (5YR 3/2), tingkat kematangan hemik, konsistensi agak telat, agak plastis, batas baur lurus.

(54)

Tabel 4.5. Karakteristik Morfologi Tanah Gambut Dataran Rendah Lapisan Kedalaman

---cm---

Warna Tanah Konsistensi Batas Topografi

Batas Lapisan

Oa1 0-60 Coklat gelap

kemerahan (5 YR 2,5/2)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Oa2 60-90 Coklat gelap

kemerahan (5 YR 2,5/2)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Oe 90-130 Coklat gelap kemerahan (5 YR 3/2)

Agak lekat, agak plastis

Lurus/rata Baur

Dari hasil pengamatan Tabel 4.5 profil pada gambut dataran rendah tidak terjadi perubahan warna tanah dari permukaan tanah hingga kelapisan bawah (tier dasar). Pada profil pewakil tersebut keadaan morfologi dari permukaan hingga kelapisan sub-permukaan tidak ada perubahan warna tanah, konsistensi, batas topografi dan batas lapisan. Dari lapisan sub-permukaan hingga ke lapisan bawah, terlihat adanya peningkatan nilai value warna tanah yaitu 2,5 meningkat menjadi 3 sedangkan konsistensi, batas topografi dan batas lapisan tidak ada perubahan.

4.1.9 Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Rendah

Hasil analisis sifat fisika tanah gambut dari profil pewakil ditemukan perbedaan pada beberapa parameter yang diamati. Karakteristik fisika yang diamati pada gambut dataran rendah yaitu tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik dan bulk densiti. tersaji pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6. Karakteristik Fisika Tanah Gambut Dataran Rendah

Lapisan Kedalaman Tingkat Kematangan/ Bulk density

---cm--- g/cm 3

Oa1 0-60 Saprik 0,15

Oa2 60-9 Saprik 0,13

Oe 90-130 Hemik 0,08

(55)

Dari Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik pada berbagai tingkat kedalaman tanah gambut. Lahan gambut dataran rendah memiliki tingkat kematangan saprik (matang) pada lapisan permukaan dan lapisan sub permukaan sedangkan pada lapisan bawah memiliki tingkat kematangan hemik (setengah matang).

Bulk densiti pada gambut dataran rendah berbeda-beda pada tingkat kedalaman tanah gambut tersebut yaitu sebesar 0,15 g.cm-3, 0, 13 g.cm-3 dan 0,08 g.cm-3. Semakin tinggi tingkat kedalaman tanah gambut bulk densiti semakin rendah dan diikuti dengan tingkat kematangan gambut dimana pada kedalaman 0- 90 cm tingkat kematangan tanah gambut adalah saprik dan pada kedalaman 90- 130 cm tingkat kematangan tanah gambut adalah hemik.

4.1.10 Karakteristik Kimia Tanah Gambut Dataran Rendah

Karakteristik kimia yang diamati pada gambut dataran t\rendah yaitu pH H2O, pH NaF. Kejenuhan Basa, KTK, DHL, C-organik, N-total, C/N dan kadar abu. Karakter kimia dari gambut dataran rendah seperti yang tersaji pada Tabel 4.7 dan 4.8 berikut ini:

Tabel 4.7. pH Tanah, DHL, C-Organik, N-Total dan C/N Gambut Dataran Rendah Lapisan Tingkat

Kedalaman

pH DHL C-Org N-Tot C/N

H2O NaF

---- cm ---- mmhos/cm --- % ---

Oa1 0-60 3,86 6,55 56,00 23,49 1,07 21,95

Oa2 60-90 3,27 6,49 85,00 30,41 0,90 33,78

Oe 90-130 3,26 6,37 130,0 30,56 0,87 35,13

Tabel 4.8. Kation Tukar, KB, KTK dan Kadar Abu Gambut Dataran Rendah Lapisan Tingkat

Kedalaman

Kation Tukar KTK KB Kadar

K Ca Mg Na Abu

---- cm ---- --- m.e/100 g --- m.e/100g --- % --- Oe1 0-60 0,52 25,09 2,46 0,24 114 24,62 7,1

Oe2 60-90 0,93 5,28 6.08 0,43 162 7,85 3,3

Oe3 90-130 1,22 3,09 5,10 0,56 120 8,31 2,0

(56)

Dari Tabel 4.7 dan 4.8 hasil pengamatan profil pada gambut dataran rendah memiliki nilai pH H2O dalam kriteria sangat masam pada lapisan permukaan sampai tier dasar. Pada gambut dataran rendah nilai pH NaF pada lapisan permukaan lebih tinggi dan pH NaF semakin rendah pada lapisan sub permukaan ( tier bawah-permukaan) sampai dengan tier dasar.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada gambut dataran rendah termasuk kedalam kriteria sangat tinggi yaitu sebesar 114-120 me/100g. Pada tier permukaan nilai KTK tanah gambut lebih rendah dibandingkan dengan lapisan sub permukaan (tier bawah-permukaan) sampai dengan tier dasar yang nilai KTK semakin tinggi.

Daya hantar listrik (DHL) pada gambut dataran rendah pada lapisan permukaan lebih rendah dibandingkan dengan lapisan sub permukaan (tier bawah- permukaan) dan pada lapisan tier dasar DHL meningkat dibandingkan lapisan sebelumnya.

Kadar C-organik pada gambut dataran rendah pada seluruh lapisan tergolong sangat tinggi >5%. Pada Lapisan permukaan kadar C-organik lebih rendah dibandingkan di lapisan sub permukaan (tier bawah-permukaan) dan meningkat di lapisan tier dasar. Rasio C/N pada lapisan permukaan lebih rendah dibandingkan dengan lapisan sub permukaan dan tier dasar yang C/N semakin tinggi.

Kejenuhan Basa (KB) pada gambut dataran rendah termasuk kedalam KB yang rendah hal ini dapat dilihat dari kation-kation basa pada setiap lapisan yang nilainya tidak jauh berbeda. Kadar abu pada gambut dataran rendah di lapisan

(57)

permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sub permukaan dan tier dasar.

4.1.11 Klasifikasi Tanah Gambut Dataran Rendah

Profil pewakil pada gambut dataran rendah diklasifikasikan berdasarkan Soil Taxonomy menurut Key to Soil Taxonomy edisi ke-12 (2014) dan Klasifikasi

Tanah Nasional edisi 1 (2014).

A. Soil Taxonomy 2014

Ordo, Tanah pada profil pewakil memiliki bahan organik dan potongan kayu yang berdiameter ≥ 20 mm, dan tidak terdekomposisi secara keseluruhan sehingga ketika diremas akan meninggalkan sisa ditangan. Sebagian tanah organik memiliki lapisan permukaan mineral setebal kurang dari 40 cm yang terdiri dari bahan saprik, hemik atau fibrik dari tiga perempat (dari volume) atau lebih dari volume serat-seratnya berasal bahan induk kayu. Lapisan permukaan sampai sedalam 60 cm memiliki berat volume kurang dari 0,1 g/cm3. Hal tersebut menegaskan bahwa tanah dari profil pewakil memenuhi sifat tanah organik yang diklasifikasikan sebagai ordo Histosol.

Sub Ordo, Hasil pengamatan profil pewakil memiliki kedalaman bahan organik yang lebih dari bahan tanah saprik daripada jenis lain dan bahan organik baik pada bagian tier bawah, tidak terdapat lapisan mineral yang kontinyu setebal 40 cm atau lebih yang batas atasnya di dalam tier bawah. Tanah gambut ini sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali dan bila diremas kandungan seratnya yang tertinggal ditelapak tangan < 1/3 jumlah semula. Hal ini menyatakan bahwa tanah ordo Histosol dan memiliki kriteria dalam sub ordo saprik.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Gambut Dataran Tinggi Toba dan Dataran  Rendah di  Sumatera Utara
Gambar penampang profil  Lapisan  Kedalaman  (cm)
Gambar penampang profil  Lapisan  Kedalaman  (cm)

Referensi

Dokumen terkait

- Termasuk Andisol, karena memiliki sifat tanah andik yang ketebalannya mencapai 60 cm dari permukaan tanah mineral atau dari lapisan tanah organik..

Sehingga pada penelitian ini dilakukan suatu simulasi yang akan membandingkan kinerja dari photovoltaic antara dataran tinggi dengan dataran rendah menggunakan

Spesies isolat jamur entomopatogen Aphis gossypii yang ditemukan di agroekosistem sayur dataran rendah dan dataran tinggi Sumatera Selatan.. Spesies/metode Lokasi ditemukan isolat

Adapun judul dari skripsi ini adalah ” KEANEKARAGAMAN HAYATI PENYAKIT-PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH JAMUR PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN TINGGI DAN RENDAH DI

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada unsur kecepatan antara siswa Sekolah Dasar di dataran tinggi dengan Sekolah Dasar di dataran rendah, dimana

Tanah gambut umumnya dicirkan dengan kandungan C organik pada lapisan permukaan yang tinggi (&gt; 25 persen) dengan ketebalan gambut melebih 100 cm, sedangkan

Pedon P3 termasuk Great Group Fulvudand karena batas atas pada, lebih dalam dari 30 cm dari permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat-sfat tanah andik,

Dari pendapatan bersih yang terima petani yang paling kecil adalah dataran rendah, dikarenakan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani kubis lebih besar dalam penggunaan pupuk, pestisida