MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL
PACE (PROJECT, ACTIVITY, COOPERATIF LEARNING, EXERCISE) PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BINAMU KABUPATEN
JENEPONTO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh ROSLIAH NIM. 10536507415
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2020
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Rahasia keberhasilan adalah kerja keras dan belajar dari kegagalan’
Selama ada keyakinan semua akan menjadi mungkin
kupersembahkan karya ini untuk kedua orang tuaku saudara dan sahabat-sahabatku atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis mewujudkan harapan menjadi kenyataan
ABSTRAK
Rosliah, 2019. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Pembelajaran Matematika Melalui Penerapan Model PACE (project, activity, cooperative learning, exercise) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu.
Skripsi. Program Studi Matematika Fakultas Kegururan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Ibu Sukmawati dan Pembimbing II Bapak Muhammad Rizal Usman.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu. Subyek penelitian ini adalah kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020, dengan jumlah siswa 16 orang, siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan 4 kali pertemuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui kemampuan berpikir kreativitas siswa, aktivitas siswa dan keterlaksanaan pembelajaran selama pembelajaran berlangsung, dan tes untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa setelah pemberian tindakan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) terjadi peningkatan untuk semua indikator yang diamati yaitu, flexibility meningkat dari skor rata-rata 35,3% menjadi 42,6%. Sedangkan kategori fluency meningkat dari skor rata-rata 34,3% menjadi 45,8%, (b) skor rata-rata pada kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I sebesar sebesar 41,62 dengan standar deviasi 15,62 dan pada siklus II diperoleh rata-rata 72,50 dengan standar deviasi 18,57.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkan model pembelajaran PACE maka kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu meningkat.
Kata Kunci: Kemampuan berpikir kreatif, model pembelaran PACE, SMP Negeri 2 Binamu.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT dan dengan doa, usaha serta semangat yang penulis miliki, akhirnya penyusunan skripsi yang berjudul
―MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PACE (PROJECT, ACTIVITY, COOPERATIVE LEARNING, EXERCISE) PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BINAMU” dapat terselesaikan dengan baik sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis persembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat dikasihi dan sayangi ayahanda tercinta Muhammad ali dan ibunda Fatmawati yang senantiasa mengiringi setiap perjalanan penulis dengan do’a restu, memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang yang tulus tanpa pamrih, selalu memberi jalan menerima setiap pulang serta menjadi tempat rebah terbaik bagi penulis saat asa kian terpuruk dan harap tak lagi kokoh, ibarat lilin yang rela lenyap hanya untuk menerangi setiap jalanku. Cinta yang luar biasa ini tidak akan pernah mampu penulis balas hanya dengan selembar kertas bertuliskan kata cinta dan persembahan.
Untuk kakanda tersayang dan adik-adik tercinta yang selalu memberi dukungan moril dan materil serta mendukung dan memberikan semangat disetiap keluh juga kesah. Sungguh tiada yang paling mengharukan ketika ukiran senyum yang kalian berikan dikala melihat tawa lepas menceritakan betapa indahnya hari yang penulis lalui harus digadai dengan jarak hanya untuk meyelesaikan studi.
Serta terimakasih kepada seluruh keluarga besar atas segala kasih sayang, dukungan yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu.
Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Bapak Mukhlis, S.Pd., M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr. Sukmawati, M.Pd. selaku Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi selesai dengan baik.
5. Bapak Muhammad Rizal Usman, S.Pd., M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah berkenan membantu memberi saran dan masukan selama penyusunan sehingga skripsi selesai dengan baik.
6. Bapak/ Ibu dan Asisten Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini dan membekali penulis selama perkuliahan.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Sahabat seperjuangan Ardianti Amir, Sri Handayani, Mila Karmila, Eka Wahyuni dan Nurhalisa yang senantiasa menjadi pendengar terbaik bagi penulis dan teman-teman mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Angkatan 2015 terkhusus kepada kelas 2015 C yang tidak mampu penulis sebut satu per satu.
9. Para Beloved terima kasih untuk segala sabar yang tak ada habisnya. Terima kasih untuk setiap racikan tawa yang kalian seduh demi melarutkan gundah yang kian membatu. Aku yakin bertemu dengan kalian adalah bentuk kecintaan-Nya padaku. Terima kasih untuk pundak yang selalu lapang untukku ketika juang menertawakan asa yang kian menciut dan untuk setiap kedai mimpi yang kalian bangun untukku dikala cita yang penulis perjuangkan meruntuhkan segalanya.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, utamanya kepada Kampus Biru Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Billahi Fisabilil Haq Fastabiqul Khairat, Wassalamualaikum Wr. Wb
Makassar, desember 2019
Rosliah
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ...
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
SURAT PERJANJIAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 5
1. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 5
2. Pembelajaran Matematika ... 8
4. Pembelajaran PACE ... 9
5. Kerangka Pikir ... 13
6. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 14
7. Hipotesis Tindakan ... 14
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 15
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 15
C. Faktor yang Diselidiki ... 15
D. Prosedur Penelitian ... 16
E Instrumen Penelitian. ... 19
F. Teknik Pengumpulan Data ... 20
G. Teknik Analisis Data ... 21
H. Indikator Keberhasilan ... 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Siklus I ... 24
1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I...24
2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II...35
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 41
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 45
B. Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran ...17
Tabel 3.2. pedoman penskoran kemampuan berpikir kreatif...21
Tabel 3.3. kategori kemampuan berpikir kreatif...22
Tabel 3.4. kategori kemampuan guru mengelolah pembelajaran...23
Tabel 4.1. statistik skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa...27
Tabel 4.2. distribusi frekuensi dan persentase skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus I...27
Tabel 4.5. statistika skor kemampuan berpikir kreatif matematika melalui model pembelajaran PACE pada tes siklus II...36
Tabel 4.6. distribusi frekuensi persentase skor kemampuan berpikir kreatif matematika melalui model pembelajaran PACE pada tes akhir siklus II...37
Tabel 4.7. persentase ketuntasan kemampuan berpikir reatif matematika melalui model pembelajaran PACE pada tes akhir siklus II...37
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 4.1. persentase aktivitas siswa siklus I dan siklus II ... 28 Gambar 4.2. keterlaksanaan pembelajaran siklus I...32 Gambar4.3. keterlaksanaan pembelajaran siklus II...40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk peka terhadap situasi yang sedang dihadapi. Kondisi seperti ini akan memunculkan kemampuan berpikir kreatif, nampak dalam bentuk kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan yang baru serta memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari yang biasa menurut Evans (Suryana, 2013:
25).
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di Program Studi Pendidikan Matematika yang memiliki karakteristik: 1) materi bersifat abstrak, 2) membutuhkan kemampuan dalam menggeneralisasi dan mensintesis, 3) menekankan pada aspek penalaran deduktif, 4) memerlukan pemahaman secara analitik dan geometri, 5) memerlukan ide-ide kreatif.
Sejalan dengan hal tersebut dari Sugilar (Usman, 2014: 71) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa tidak dapat berkembang dengan baik apabila dalam proses pembelajaran guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembentukan konsep.
Berpikir kreatif secara umum dan dalam matematika merupakan bagian keterampilan hidup yang sangat diperlukan siswa dalam menghadapi kemajuan IPTEKS yang semakin pesat serta tantangan, tuntutan, dan persaingan global yang semakin ketat. Ketiga, individu yang diberi kesempatan berpikir kreatif akan tumbuh sehat dan mampu menghadapi
tantangan. Sebaliknya, individu yang tidak diperkenakan berpikir kreatif dan menjadi frustasi dan tidak puas.
Kemampuan berpikir secara kreatif merupakan buah dari semua bidang disiplin ilmu termasuk matematika Siswono (Wardhani, 2015: 32).
Pada dasarnya matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasi Ruseffendi (Wardhani, 2015: 32). Dalam matematika diajarkan proses keteraturan dalam memahami sebuah permasalahan yang diawali dari permasalahan yang sederhana sampai permasalan yang kompleks. Konsep-konsep dalam matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis (Ruseffendi, 1980: 50).
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara dengan Bapak Suwarna tanggal 15 Mei 2019 di kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam hal penyelesaian soal dikategorikan masih tergolong rendah, yakni kurangnya siswa yang mampu mencapai kategori kreatif atau sangat kreatif dalam hal kemampuan berpikirnya.
Kurangnya partisipasi siswa ketika proses pembelajaran dan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika. Kemampuan tersebut akibat dari proses pembelajaran yang sebagian besar siswa hanya berperan sebagai penerima, kurang aktif dalam menemukan atau mencari informasi baru dalam penyelesaian suatu masalah. Dengan masalah tersebut penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran PACE sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila perencanaan dan model yang digunakan dapat mempengaruhi potensi dan kemampuan yang dimiliki peserta didik dan keberhasilan tersebut akan tercapai apabila peserta didik dilibatkan dalam proses berpikirnya. Dengan demikian model yang tepat digunakan oleh guru matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran PACE.
Model pembelajaran PACE singkatan dari (Project, Activity, Cooperative learning dan Exercise), Model pembelajaran PACE merupakan modelpembelajaranyang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok kerja meliputi mengorganisasikan data, mengasosiasi data, menganalisis data, mengevaluasi data. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Hamdan Sugilar (2013) mengatakan bahwa pembelajaran PACE mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model pembelajaran PACE atau lebih tepat dalam mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara konkrit dan mandiri. Inovasi ini bermula diadopsi dari metode kerja para ilmuan dalam menemukan suatu pengetahuan baru.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model PACE ( Project, Activity,
Cooperativ Learning, Exercise ) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu”.
B. Rumusan Masalah
Dari tinjauan latar belakang tersebut, penulis rumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah penerapan model pembelajaran PACE dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Binamu?.
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis melalui model pembelajaran PACE siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagi guru, sebagai salah satu pedoman dalam bidang studi matematika untuk mengembangkan metode mengajar dalam upaya meningkatkan kemampuansiswa sehingga proses pembelajaran tidak monoton pada metode ceramah saja.
2) Bagi siswa, dapat membuat siswa lebih aktif dalam belajar matematika dan memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.
3) Bagi peneliti, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam memahami peningkatan kemampuan berpikir kreatif melalui model pembelajaran PACE.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Kemampuan Berpikir Kreatif a. Berpikir
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan Suryabrata (Siswono, 2018: 24) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, penarikan kesimpulan.
Pandangan ini menunjukan jika seseorang dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berpikir, orang tersebut akan menyusun hubungan antara bagian- bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Kemudian orang tersebut membentuk pendapat-pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, ia akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut.
Ruggiero (Siswono, 2018: 24) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfilla desire to understand). Pendapat ini menunjukan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.
Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir peserta didik untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir peserta didik untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasarkan perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir peserta didik untuk mengerjakan atau penyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi.
Evans (Siswono, 2018: 25) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (connections) yang terus-menerus (kontinu) sehingga ditemukan kombinasi yang ―benar‖ atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis.
Asosiasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-
hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya.
Berdasarkan pendapat di atas berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan Anonim (Siswono, 2018: 26).
b. Kemampuan Berpikir Kreatif
Guilfird (Siswono, 2018: 34) mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif yaitu pertama, setiap orang mampu menjadi kreatif sampai tingkat tertentu dalam cara tertentu. Kedua, kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Jadi, masing-masing orang mempunyai tingkat kreativitas yang berbeda-beda dan mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan kreativitasnya.
Hurlock (Siswono, 2018: 35) juga mengatakan bahwa kreativitas memiliki berbagai tingkatan seperti halnya pada tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka berpikir kreatif juga mempunyai tingkat.
Amabile (Siswono, 2018: 35) menjelaskan bahwa seseorang dapat mempunyai kemampuan (derajat lebih tinggi atau rendah) untuk menghasilkan karya-karya yang baru dan sesuai bidangnya, sehingga mereka
dikatakan lebih atau kurang kreatif. Proses pemikiran dan tingkah laku dapat saja lebih atau kurang menghasilkan karya-karya yang baru sesuai bidangnya, sehingga proses-proses itu dikatakan lebih atau kurang kreatif.
Penjelasan itu menunjukkan bahwa dalam suatu bidang, dapat dikatakan seseorang memiliki tingkat kreativitas yang berbeda sesuai dengan karya yang dihasilkan
Berdasarkan uraian di atas, indikator berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah berpikir lancar (fluency) dan berpikir luwes (flexibility),
a. Fluency mengacu pada kemampuan siswa untuk menghasilkan jawaban benar dan bernilai benar. Jawaban dikatakan beragam jika jawaban tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu.
b. Flexibility mengacu pada kemampuan siswa menghasilkan berbagai macam ide dengan pendekatan yang berbeda untuk menyelesaikan masalah.
2. Pembelajaran Matematika
Scoenfeld (Uno, 2007:130) mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan dan membuat masalah. Menurut Marpaung (2008:24), dalam suatu pembelajaran matematika siswa perlu aktif melakukan proses matematisasi. Proses matematisasi meliputi pemberian kesempatan kepada siswa untuk merekonstruksi pengetahuan melalui kegiatan: mengamati, mengklasifikasi, menyelesaikan masalah, berkomunikasi, berinteraksi dengan
yang lain termasuk dengan gurunya, melakukan refleksi, melakukan estimasi, mengambil kesimpulan, menyelidiki keterkaitan, dan sebagainya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses matematisasi di mana siswa merekonstruksi pengetahuan yang dimiliki, membangun pemahaman sendiri dan menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan nyata sehingga siswa mempunyai pemahaman konsep matematika yang baik.
3. Model pembelajaran PACE
Model pembelajaran PACE yang merupakan singkatan dari Proyek (Project), Aktivitas (Activity), Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan Latihan (Exercise). Menurut Suherman (Wardhani, 2015:35) Model pembelajaran PACE ini menganut teori pembelajaran konstruktivisme.
Di mana dalam konstruktivisme, ada aktivitas siswa yang diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas. Aktivitas dalam konstruktivisme ini sejalan dengan aktivitas siswa pada saat diajarkan dengan model pembelajaran PACE. Dalam model pembelajaran PACE menekankan pembelajaran aktif melalui kerja kelompok dan diskusi kelas Lee (Wardhani, 2015:36).
Model pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran PACE. Model yang diharapkan agar siswa mampu menemukan dan memahami konsep atau prinsip matematika. Seperti pemikiran di atas maka pengajaran di dalam kelas juga memiliki aspek yang sama, berdasarkan prinsip saling ketergantungan. Setiap
siswa mempunyai kemampuan serta cara berpikir sendiri dalam menyelesaikan masalah (Rahman, 2018: 27).
Model pembelajaran PACE didasarkan pada prinsip-prinsip: (1) mengutamakan pengkonstruksian pengetahuan sendiri melalui bimbingan, (2) praktik dan umpan balik merupakan unsur penting dalam mempertahankan konsep-konsep baru, serta (3) mengutamakan pembelajaran aktif dalam memecahkan suatu masalah (Lee, 1999).
Model pembelajaran PACE sudah dikembangkan dalam pembelajaran Statistika Matematika. Hal ini dikarenakan dalam mata pelajaran tersebut jarang menggunakan teknologi komputer, justru lebih banyak membutuhkan analisis teori yang bersifat abstrak dan lebih menekankan pada aspek penalaran deduktif, maka Model PACE dalam Statistika tersebut akan dilakukan based paper. Dengan kata lain, pembelajaran menggunakan Lembar Kerja Aktivitas (LKA) (Lee, 1999).
Proyek (Project) dalam model pembelajaran ini merupakan sektor yang sangat penting dalam penerapan model pembelajaran PACE. Laviatan (Wardhani, 2015:36). mengatakan bahwa proyek merupakan bentuk pembelajaran yang inovatif yang menekankan pada kegiatan kompleks dengan tujuan pemecahan masalah yang berdasarkan pada kegiatan inkuiri.
Proyek dilakukan dalam bentuk kelompok. Mereka dapat memilih sendiri topik yang dianggap menarik. Mereka diminta untuk mencari solusi atau penyelesaian dari permasalahan yang dipilihnya. Mereka diharuskan membuat laporan dari proyek yang dikerjakan. Dalam proyek ini, siswa
dituntut untuk terlibat secara aktif dan kreatif. Melalui proyek, siswa lebih memahami konsep dan dapat meningkatkan retensinya serta dapat menggali kemampuan matematisnya, baik kemampuan kognitif maupun efektif.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan awal dari konstruktivisme sosial (social contructivism) Subanji (Wardhani, 2015:36). Slavin (Wardhani, 2015:36). Mengembangkan pembelajaran kooperatif dan mendefinisikan sebagai suatu metode pembelajaran di mana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain.
Aktivitas (Activity) dalam Model pembelajaran PACE bertujuan untuk siswa mengenalkan terhadap informasi atau konsep-konsep yang baru.
Hal ini dilakukan dengan memberikan Lembar Kerja Aktivitas (LKA). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan tugas, yaitu bahwa pemilihan tugas harus memperhatikan topik matematika yang relevan, pemahaman, minat, pengalaman siswa, dan cara siswa belajar matematika Sumarmo (Wardhani, 2015:37).
Latihan (Exercise) dalam Model pembelajaran PACE bertujuan untuk memperkuat konsep-konsep yang telah dikonstruksi pada tahap aktivitas dan pembelajaran kooperatif dalam bentuk penyelesaian soal-soal.
Tahap latihan merupakan refleksi atas hasil usaha siswa seperti dalam Polya pada langkah ke-4 nya, yaitu memeriksa kembali hasil dan proses Polya (Wardhani, 2015:38).
Adapun langkah-langkah pembelajaran dari Model pembelajaran PACE adalah sebagai berikut:
1. Dalam tahap aktivitas, guru memberikan LKA (Lembar Kerja Aktivitas) kepada siswa untuk dikerjakan disekolah setelah pembelajaran. Pada saat pembelajaran, guru membahas LKA secara klasikal yang dikerjakan oleh siswa dengan memperhatikan peran aktif siswa agar tidak terjadi miskonsepsi.
2. Dalam tahap pembelajaran kooperatif, guru memberikan LKD (Lembar Kerja Diskusi) ke setiap kelompok terkait dengan materi yang dibahas. Ini merupakan kelanjutan dari LKA.
3. Dalam tahap latihan, guru memberikan tugas tambahan untuk memperkuat konsep-konsep yang telah dikonstruksi pada tahap aktivitas dan pembelajaran kooperatif dalam bentuk penyelesaian soal-soal.
4. Pada tahap proyek, guru memberikan tugas proyek kepada siswa yang dikerjakan dalam bentuk kelompok. siswa dapat memilih sendiri topik yang dianggap menarik sesuai dengan materi. Mereka diminta untuk mencari solusi/penyelesaian dari permasalahan yang dipilihnya. Mereka diharuskan membuat laporan dari proyek yang dikerjakan dan dikumpulkan pada waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan antara guru dan siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, model PACE dalam kajian ini merupakan salah satu model pembelajaran berlandaskan konstruktivisme
yang memiliki tahap/fase: Proyek (Project), Aktivitas (Activity), Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan Latihan (Exercise) 4. Kerangka pikir
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu
Kurangnya
kemampuan berpikir kreatif siswa
Strategi pembelajaran PACE (Project, Activity, Cooperative Learning, Exercise)
Project: Dilakukan dalam kelompok untuk mencari masalah dan menyelesaikannya
Activity: Memberikan tugas dalam bentuk lembar kerja aktivitas
Cooperative learning:
Siswa belajar bersama- sama dalam kelompok
Exercise: Diberikan tugas tambahan kepada siswa.
PACE secara teoritis dan didukung hasil penelitian yang relevan diyakini mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pembelajaran matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu.
5. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
a. Evans (Suryana, 2013: 25). Berpikir kreatif nampak dalam bentuk kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan yang baru serta memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari yang biasa.
b. Siswono (Wardhani, 2015: 32). Kemampuan berpikir secara kreatif merupakan buah dari semua bidang disiplin ilmu termasuk matematika.
c. Guilfird (Siswono, 2018: 34) mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif yaitu pertama, setiap orang mampu menjadi kreatif sampai tingkat tertentu dalam cara tertentu. Kedua, kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Jadi, masing-masing orang mempunyai tingkat kreativitas yang berbeda- beda dan mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan kreativitasnya.
d. Model pembelajaran PACE yang merupakan singkatan dari Proyek (Project), Aktivitas (Activity), Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan Latihan (Exercise). Ini dikembangkan oleh Lee (Wardhani, 2015:35).
6. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan beberapa teori pendukung dan kerangka pikir di atas maka hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model pembelajaran PACE dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu.
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas ( PTK ).
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu yang berlokasi Jl. Aspol No. 1 Panaikang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu. \
2. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Binamu sebanyak 16 orang dengan jumlah laki-laki 7 orang dan perempuan 9 orang.
C. Faktor yang Diselidiki
1. Faktor input, yaitu melihat seberapa besar tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum diterapkan model pembelajaran PACE berdasarkan hasil observasi awal mata pelajaran matematika pada siswa kelas VIII.
2. Faktor proses, yaitu dengan melihat bagaimana kinerja siswa serta kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung,
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi yang akan diajarkan.
b. Guru memberikan apersepsi sehingga siswa dapat termotivasi untuk mempelajari materi yang akan disampaikan guru.
c. Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PACE.
d. Guru memberikan tes kemampuan berpikir kreatif untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam berpikir kreatif.
3. Faktor Output, yaitu kemampuan berpikir kreatif meningkat setelah diterapkan model pembelajaran PACE pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan selama dua siklus yang merupakan kegiatan saling berkaitan. Dalam artian bahwa pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan dari siklus I. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Siklus I
a. Tahap perencanaan
1) Mengadakan pertemuan dengan guru matematika untuk menelaah kurikulum dan mempersiapkan materi pembelajaran.
2) Membuat perangkat pembelajaran untuk setiap pertemuan, yang meliputi: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terkait pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PACE, lembar kerja aktivitas
dan lembar kerja diskusi dan membuat soal tes kemampuan siklus berpikir kreatif di setiap siklusnya.
b. Tahap tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dalam bentuk tindakan dan mensosialisasikan model pembelajaran PACE
Tabel 3.1 langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
Kegiatan Kegiatan guru
Kegiatan awal (pendahuluan)
1. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengarahkan siswa untuk berdoa sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
2. Guru mengecek dan menanyakan kehadiran siswa.
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pembelajaran dengan model pembelajaran PACE .
4. Guru memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang pelajaran sebelumnya yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan dibahas.
5. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar dan memberikan arahan mengenai proses pembelajaran.
Kegiatan inti Mengamati
1. Guru memberikan informasi kepada siswa mengenai topik pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
2. Guru memberikan sebuah kasus untuk digunakan sebagai latihan aplikasi pengetahuan yang dapat merangsang pegetahuan siswa dengan menggunakan LKA.
Menanya
1. Guru mengajak siswa untuk menggali pemahaman terkait konsep yang dipelajari dengan menghubungkannya dengan kasus yang diberikan sebelumnya.
2. Guru membagikan lembar diskusi kepada masing-
masing kelompok dengan menjelaskan langkah-langkah yang harus diperhatikan untuk menyelesaikan lembar diskusi kelompok.
3. Guru meminta setiap kelompok mengamati lembar kerja diskusi pada soal.
Mengumpulkan dan menganalisis data
1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide terkait konsep yang dipelajari.
2. Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan SPLD seperti yang terdapat pada LKA
Kegiatan Kegiatan guru
Kegiatan inti dan LKD.
Mengkomunikasikan
1. Guru meminta perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi tentang SPLDV.
2. Memberikan umpan balik dan penegasan terhadap hasil pekerjaan siswa.
3. Guru memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok berupa pujian.
Mengasosiasikan
Siswa diberikan latihan mandiri atau LKA ( lembar kerja aktivitas).
Penutup 1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi tentang SPDLV dalam penyelesaikan permasalahan.
2. Guru menutup pembelajaran dan menyampaikan pembelajaran berikutnya yang akan mereka pelajari
c. Tahap pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi dengan menggunakan lembar observasi untuk melihat dan mengamati aktivitas siswa (lihat lampiran).
1. Mengamati aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung dengan model pembelajaran yang diterapkan.
2. Menganalisis kesesuaian tindakan yang diterapkan dalam proses pembelajaran.
d. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan evaluasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas data yang terhimpun sebagai bentuk dampak tindakan yang telah dirancang. Refleksi dilakukan untuk mengetahui adanya kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil pemikiran refleksi kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan siklus berikutnya apakah perlu dilakukan tindakan modifikasi. Kegiatan refleksi pada penelitian ini adalah:
1. Mengingat dan merenungkan kembali kesesuaian tindakan yang telah dilakukan melalui hasil observasi.
2. Mendiskusikan hasil refleksi yang telah dibuat bersama dengan guru mata pelajaran matematika.
3. Mengevaluasi tingkat keberhasilan yang telah dicapai sesuai dengan tujuan pemberian tindakan.
2. Siklus II
Tahap ini dilaksanakan selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan untuk proses belajar mengajar dan 1 kali pertemuan digunakan untuk tes siklus. Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus ini relatif sama dengan perencanaan pada siklus 1. Namun, pada beberapa bagian dilakukan
perbaikan atau penambahan sesuai dengan kenyataan dan masalah-masalah yang ditemukan khususnya berkaitan dengan jenis tindakan seperti, merumuskan tindakan selanjutnya berdasarkan refleksi siklus 1 yaitu dengan memberikan penekanan lebih dengan menggunakan metode lain tentang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
E. Insrumen penelitian
Pada penelitian ini, Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan tes kemampuan berpikir kreatif matematika dalam menerapkan model PACE.
1. Tes kemampuan berpikir kreatif dalam bentuk uraian
Tes kemampuan berpikir kreatif dimaksudkan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Tes kemampuan berpikir kreatif disusun untuk penelitian dalam bentuk tes uraian.
2. Lembar observasi
a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan model PACE.
b. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi yang digunakan adalah lembar obsevasi keterlaksanaan pembelajaran guru dalam mengelola pembelajara.
F. Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi :
1. Observasi
Observasi dilakukan di kelas yang menjadi subyek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran secara langsung kegiatan belajar siswa di kelas.Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengetahui adanya perubahan tingkah laku tindakan belajar siswa yaitu perningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika melalui model pembelajaran PACE.
2. Tes
Tes adalah pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes digunakan kepada semua siswa pada akhir siklus.
G. Teknik Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode statistika deskriptif. Untuk keperluan tersebut digunakan tabel distribusi, rata-rata, standar deviasi dan persentase. Untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa setelah dilakukan tes berpikir kreatif, maka digunakan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui dua indikator yaitu fluency dan flexibility.
1. Data Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Pemberian skor penilaian kemampuan berpikir kreatif untuk setiap indikator pada penelitian ini mulai dari 0-4. Adapun pedoman penskoran kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut:
Table 3.2 Pedoman penskoran kemampuan berpikir kreatif Aspek yang
diukur Skor Respon siswa terhadap soal atau masalah Fluency 0 Tidak menjawab
1
Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.
2
Memberikan suatu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi penyelesaian dan pengungkapannya kurang jelas.
3
Memberikan lebih dari satu idea atau jawaban yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi penyelesaiannya kurang jelas.
4
Memberikan lebih dari satu idea atau jawaban yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap dan jelas.
Aspek yang
diukur Skor Respon siswa terhadap soal atau masalah Flexibility 0
Tidaak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semuanya salah.
1
Memberikan jawaban hanya dengan satu cara dan mendapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah
2 Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan hasilnya benar.
3
Memberikan jawaban lebih dari satu cara tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.
4 Membarikan jawaban lebih dari satu cara, proses perhitungan dan hasilnya benar.
Setelah diperoleh data dari skor siswa, maka akan dilakukan pengkategorian. Pengkategorian skor hasil tes digunakan kriteria berikut:
Tabel 3.3 Kategori Kemampuan Berpikir Kreatif
Rentang Nilai Kategori
90 – 100 Sangat tinggi
80-89 Tinggi
75-79 Sedang
55-74 Rendah
< 55 Sangat rendah
Sumber :(Edi Surahman, 2015:40).
2. Data hasil observasi
a. Data pengamatan aktivitas belajar siswa
Data hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dianalisis dan dideskripsikan. Adapun analisis observasi kegiatan siswa menggunakan teknik persentase:
NP = x 100 Keterangan:
NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum penilaian aktivitas b. Data keterlaksanaan pembelajaran
Data mengenai kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran dianalisis dengan menggunakan persentase skor rata-rata dan selanjutnya dikonfirmasikan dengan interval penentuan kategori kemampuan guru mengelolah pembelajaran, sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kategori Kemampuan Guru Mengelolah Pembelajaran
Tingkat Kemampuan Kriteria
0,00 - 0,49 Tidak Baik
0,50 – 1,49 Kurang Baik
1,50 – 2,49 Cukup Baik
2,50 – 3,49 Baik
3,50 – 4.00 Sangat Baik
Sumber :Zakaria Yusran (2014:35)
H. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan model pembelajaran PACE, berikut indicator keberhasilannya: “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menunjukkan jumlah siswa yang mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 50% dari keseluruhan jumlah siswa”.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Adapun yang dianalisis adalah deskriptif mengenai perubahan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika setelah diterapkan kemampuan berpikir kreatif melalui penerapan model PACE dengan membandingkan hasil akhir siklus I dan siklus II. Selain itu, akan dianalisis data tentang keterlaksaan pembelajaran guru dan aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas, selain itu akan dianalisis pula data tentang LKA dan LKD siswa terhadap pembelajaran.
1. Deskripsi hasil penelitian siklus I
Materi yang diajarkan pada siklus 1 yaitu memahami konsep persamaan linear dua variabel, menyelesaiakan sistem persamaan linear dua variabel dengan menggambar grafik dan menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan cara subtitusi. Tahap-tahap yang dilakukan pada siklus I yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
1. Mengadakan pertemuan dengan guru matematika untuk menelaah kurikulum dan mempersiapkan materi pembelajaran.
2. Membuat perangkat pembelajaran untuk setiap pertemuan, yang meliputi: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terkait pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PACE, lembar kerja aktivitas dan lembar kerja diskusi.
b. Tahap Pelaksanaan (Tindakan)
Tahap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I terdiri dari 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan sebagai proses pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes siklus 1, dengan materi sistem persamaan linear dua variabel. Pada penelitian ini peneliti sendiri yang bertindak sebagai guru bidang studi matematika. Kegiatan pembelajaran dibagi dalam tiga tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Tahap-tahap tersebut sesuai dengan RPP dan sintak model PACE.
Pertemuan pertama pada tanggal 18 september 2019 (orientasi siswa pada masalah) yaitu guru membuka pembelajaran dengan salam pembuka, perkenalan dan memeriksa kehadiran siswa. Kemudian guru memberitahukan materi yang akan dibahas serta menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang ingin dicapai. Kemudian guru memberikan LKA (lembar kerja aktivitas) dan LKD (lembar kerja diskusi) dimana dalam kelompok pembelajaran terdiri 3 orang siswa.
Kegiatan selanjutnya yaitu pertemuan kedua pada tanggal 19 september 2019 (mengorganisasikan peserta didik). Guru menjelaskan materi yang akan dibahas serta menyeampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang ingin dicapai menggunakan langkah-langkah model PACE.
Kemudian guru memberikan LKA (lembar kerja aktivitas), dan LKD (lembar kerja diskusi). Kemudian guru memberi kepada siswa untuk menanyakan hal- hal yang belum dimengerti.
Pertemuan 3 pada tanggal 25 september 2019 (membimbing penyelidikan individu maupun kelompok). Selama proses diskusi kelompok berlangsung, jika siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKA dan LKD, guru membimbingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah agar siswa bisa memecahkan permasalahan, dan menuntun mereka dalam mengerjakan LKA dan LKD sesuai dengan langkah-langkah model PACE. Setiap kelompok yang sudah yakin dengan jawaban yang mereka dapatkan, mereka diarahkan untuk menuliskan jawaban pada lembar LKD.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan hasil kerja kelompok. Salah satu kelompok tampil mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya.
Pada akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan kepada siswa yang telah mempresentasikan hasil kerjanya, mengumpulkan hasil kerja, dan guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan.
Selanjutnya pada kegiatan penutup, siswa bersama-sama dengan guru merefleksi kegiatan yang telah digunakan. Guru menyampaikan pertemuan berikutnya akan diadakan tes siklus I, dan guru menutup pembelajaran dengan memberi salam.
c. Tahap Pengamatan
1) Analisis Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa pada siklus I
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka diperoleh data hasil berpikir kreatif siswa pada siklus I. Data kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa pada siklus I diperoleh melalui pemberian tes kemampuan berpikir kreatif matematika setelah penyajian sub pokok pembahasan sistem persamaan linear dua variabel. Adapun deskriptif skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Statistik Skor Kemampuan Berpikir Kreatif matematika siswa
Statistika Nilai Statistika
Subjek
Skor Maksimum Ideal Skor Tertinggi
Skor Rendah Rata-Rata
Modus Standar Deviasi
Median Rentang
16 100
66 16 41,62
41 15,62 41,00 50
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dikemukakan bahwa jumlah siswa yang mengikuti tes akhir siklus I berjumlah 16 orang. Dimana skor tertinggi yaitu 66, sedangkan skor terendah yaitu 16, rentang skor 50 (selisih skor tertinggi dengan skor terendah), dimana skor rata-ratanya adalah 41.62 dengan standar deviasi 15,62.
Apabila skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa tersebut dikelompokkan kedalam 5 kategori, maka diperoleh distrubusi frekuensi dan presentase skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus I, sebagai berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Pada Siklus I
Skor Kategori Frekuensi Persentase %
90-100 Sangat tinggi 0 0
80-89 Tinggi 0 0
75-79 Sedang 3 18,75
55-74 Rendah 1 6,25
<55 Sangat rendah 12 75
Jumlah 16 100
Berdasarkan Tabel 4.2, maka dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada siklus I dari 16 siswa, ada 12 orang siswa yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 75% orang siswa yang berada pada kategori rendah dengan persentase 6,25% dan pada kategori sedang 18,75%
2) Observasi Aktivitas Siswa
Data sikap siswa pada siklus I diperoleh melalui lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran setiap pertemuan. Adapun deskripsi sikap siswa pada siklus I dapat dilihat tabel 4.3 (Lampiran B).
Gambar 4.1 persentase Aktivitas Siswa Keterangan:
A = Tahap perkenalan
B = Siswa yang menyimak dan mendengarkan penjelasan guru selama pembelajaran berlangsung
C = Siswa yang mengamati permasalah yang diberikan D = Siswa mencari solusi dan menyelesaikannya
E = Siswa yang belajar bersama-sama dan saling tukar pikiran
F = Siswa yang berani mempresentasikan hasil kerjanya dipapan tulis
G = Siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan guru H = Siswa yang melakukan aktivitas lain ( bercerita, main hp dan yg lain-lain)
Berdasarkan data hasil aktivitas siswa pada gambar 4.1, tentang hasil aktivitas siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:
95.80% 95.80% 95.80%
37.50%
29.16%
39.50%
33.30%
41.60%
100% 100% 100%
45.83%
39.58% 45.83% 45.83%
54.16%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
a b c d e f g h
Persentase
Komponen yang diamati
siklus 1 siklus 2
a. Pertemuan pertama pada siklus I yang merupakan awal penerapan model pembelajaran PACE yang baru dialami oleh siswa, sehingga dalam pertemuan ini merupakan tahap pengenalan dan adaptasi terhadap suasana belajar yang baru dan berbeda dengan pertemuan sebelumnya.
b. Kehadiran siswa pada pertemuan pertama dalam pembelajaran pada siklus I adalah 87,5,% dari jumlah siswa, sedangkan pada pertemuan kedua dan ketiga siswa yang hadir mencapai 100 %.
c. Siswa yang menyimak dan mendengarkan penjelasan guru selama pembelajaran lebih banyak dengan antusias siswa dalam memperhatikan penjelasan yang dipaparkan oleh guru.
d. Siswa yang menyelesaikan masalah yang diberikan dalam bentuk kelompok dari pertemuan pertama 31,2%, pertemuan kedua 37,5% dan pertemuan ketiga 43,7%.
e. Siswa yang belajar bersama-sama dalam kelompok dan saling tukar pikiran terbilang masih sedikit yaitu pertemuan pertama 25%, pertemuan kedua 31,2% dan pertemuan ketiga mencapai 31,2%.
f. Siswa yang berani mempresentasikan hasil kerjanya dipapan tulis dari pertemuan pertama yaitu 37,5%, kedua 43,7% dan ketiga 37,5%.
g. Siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan guru masih cenderung rendah dengan 25% siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan pada pertemuan pertama, 31,2% siswa pada pertemuan kedua dan 43,7% siswa pada pertemuan ketiga.
h. Siswa yang melakukan aktivitas lain seperti bercerita, tidur dan bermain hp pada pertemuan pertama 37,5% kedua 43,7% dan pertemuan ketiga 43,7%.
Dari tabel terlihat bahwa pada siklus I siswa masih kurang termotivasi belajar sehingga kurang terfokus pada materi. Hal ini nampak pada banyaknya siswa yang mengajukan pertanyaan pada masalah yang diberikan masih dan kurangnya keberanian siswa dalam mengajukan solusi. Sikap siswa umumnya masih kurang memberikan respon positif terhadap model yang digunakan. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa diberikan pertanyaan sebelum proses pembelajaran apalagi bekerja secara berkelompok untuk menyelesaikan masalah.
Pada setiap pertemuan untuk siklus I, juga dicatat hal-hal yang berkaitan dengan siswa utamanya dalam kemampuan berpikirnya.
a. Flexibility atau flexibilitas siswa
Fleksibilitas siswa diukur dengan memperhatikan 2 kategori yakni:
1) Siswa mencari solusi atau menyelesaikan dari permasalahan yang diberikan dalam bentuk kelompok, maksudnya adalah siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara saling tukar pikiran antar kelompok. Namun, rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu yang diberikan merupakan salah satu ciri bahwa siswa tersebut mempunyi bakat. Siswa yang mencari solusi atau menyelesaikan permasalahan disiklus I mencapai 37,45%
2) Siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan, artinya siswa tersebut mampu menelaah dan menerima dengan baik apa yang telah diberikan guru. Siswa yang ampu menyelesaikan permasalahan pada siklus I mencapai 33,3%
b. Fluency
Fluency siswa diukur dengan memperhatikan 2 kategori yakni:
(1) Siswa yang berani mengemukakan alasannya atau menerima tugas yang diberikan mencapai 39,56% pada siklus I.
(2) Siswa belajar bersama-sama dalam kelompok atau anggota dalam kelompok tersebut untuk saling tukar pikiranmencapai 29,13% pada siklus I.
3) Data Keterlaksanaan Pembelajaran
Data hasil lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada tabel 4.4 (Lampiran B).
2.8
3.5
3.9
3.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 rata-rata
Gambar 4.2 keterlaksanaan pembelajaran siklus I Aspek yang diamati pada keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran PACE sistem persamaan linear dua variabel dan deskripsi keterlasksanaan pembelajaran dengan rata-rata pada lembar observasi adalah 3,41 dengan kategori baik.
d. Refleksi
Pada awal pengajaran siklus I dengan diterapkan model pembelajaran PACE pada umumnya siswa belum mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, karena pada umumnya siswa hanya mendengar dan melakukan apa yang diperintahkan oleh guru. Siswa masih merasa kaku dan tegang unuk mengungkapkan pendapatnya atau pertanyaannya, sehingga guru sesering mungkin memberikan penguatan kepada siswa.
Selain itu, suasana ribut dalam kelas yang sering terjadi pada saat pembelajaran berlangsung yang dipicu oleh responden yang tidak memperhatikan penjelasan peneliti dan memilih mengganggu temannya. Pada siklus ini siswa yang aktif hanya terihat pada siswa yang sama disetiap pertemuannya yakni siswa yang tergolong ―bisa‖, tetapi hal ini dapat memberikan contoh dan motivasi kepada temannya.
Proses pembelajaran pada pertemuan kedua penelitian adalah membahas tentang sistem persamaan linear dua variabel mengenai grafik.
Menyikapi proses pembelajaran tersebut, bentuk refleksi lebih ditekankan pada
bagaimana pengelolaan kelas yang lebih baik untuk pertemuan berikutnya dan memotivasi siswa untuk lebih giat belajar.
Proses pebelajaran pada pertemuan ketiga siklus I, membahas materi sistem persamaan linear dua variabel mengenai subtitusi. Peneliti berusaha memberikan motivasi dan umpan balik terhadap hasil refleksi pada siklus I dan peneliti juga sebagai contoh menunjukkan bahwa guru itu sebagai fasilitator, sehingga siswa harus lebih banyak bertanya yang dipelajari dan mengajarkan LKD dan LKA sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuannya dan mengerjakan tugas dengan pemikirnya sendiri. Namun untuk membimbing setiap siswa dengan kemampuan yang heterogen dan tergolong rendah ini, proses pembelajaran akan membutuhkan banyak waktu. Untuk itu, bentuk refleksi lebih ditekankan pada pengelolaan waktu agar proses pembelajaran tercapai.
Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa, pada awal pertemuan siklus I siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diberikan.
Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya siswa sudah mulai terbiasa dan tertarik dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya peserta didik yang tidak hadir pada saat mata pelajaran matematika berlangsung. Dari hasil pengamatan secara keseluruhan mulai dari pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga pada siklus I, terlihat bahwa pada umumnya siswa semangat mencatat poin-poin penting dari materi yang diberikan dan mengerjakan tugas dengan bekerja sama dengan kelompok masing-masing, namun dari hasil pengamatan peneliti pula, ternyata masih ada
beberapa siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru atau siswa dan masih ada beberapa siswa juga yang malu-malu bertanya ketika temannya memamparkan atau menjelaskan materi serta masih ada juga beberapa siswa yang main-main saat diskusi ataupun mengganggu temannya. Melihat situasi tersebut, peneliti kemudian menindaklanjuti dengan memberikan motivasi siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sedangkan dari tugas/latihan yang diberikan, baik itu latihan yang dikerjakan dikelas maupun dirumah, sebagian besar siswa sudah dapat mengerjakannya.
Pada akhir pertemuan siklus I, siswa diberikan tes untuk menguji kemampuan mereka atas materi yang telah dibahas selama pembelajaran disiklus I. Dalam pelaksanaan tes tersebut berlangsung dengan tertib dan lancar, walau masih ada siswa yang berusaha menyontek pekerjaan temannya.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan hasil observasi serta masalah-masalah yang muncul pada siklus I, maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus II.
1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II a. Tahap Perencanaan
Sebelum melaksanakan siklus II, peneliti terlebih dahulu juga mempersiapkan beberapa perangkat yaitu: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 4, 5 dan 6), Lembar Kerja Aktivitas (LKA 4, 5 dan 6), Lembar Kerja Diskusi (LKD 4, 5 dan 6), lebar observasi siswa dan soal tes siklus II.
b. Tahap Pelaksanaan (Tindakan)
Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini dilaksanakan 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan digunakan sebagai proses pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes siklus II. Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 2, 3 dan 9 September 2019 dengan materi menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan eliminasi, menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode gabungan (Eliminasi-subtitusi) dan menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel khusus.
Berdasarkan refleksi siklus I karena masih banyak siswa tidak tepat waktu masuk di kelas maka guru memberikan penekanan bahwa siswa yang terlambat 5 menit, tidak diperbolehkan masuk kelas lagi. Selain itu siswa yang kurang bekerja sama dengan teman kelompoknya, tidak memberikan tanggapan pada kelompok lain maka pengamat menyarankan untuk memberikan hadiah kecil dan nilai tambahan pada kelompok yang paling aktif.
c. Tahap Pengamatan (Observasi)
1. Analisis Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka diperoleh data hasil berpikir kreatif siswa pada siklus II. Data kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus II diperoleh melalui pemberian tes kemampuan berpikir kreatif matematika setelah penyajian sub pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel mengenai metode eliminasi,
gabungan (subtitusi-eliminasi) dan variabel khusus. Adapun deskriptif skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus II dapat dilihat pada table 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Statistik Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Melalui Model Pembelajaran PACE pada Tes Akhir Siklus II
Statistika Nilai Statistika
Subjek
Skor Maksimum Ideal Skor Tertinggi
Skor Rendah Rata-Rata
Modus Standar Deviasi
Median Rentang
16 100
91 41 72,50
83 18,57 83,00 50
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari skor 0-100, skor terendah yang diperoleh yaitu skor 41, sedangkan skor tertinggi yang diperoleh siswa skor 91. Hal Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus II sudah mencapai nilai KKM.
Jika Skor kemampuan berpikir kraetif siswa pada siklus I tersebut dikelompokkan kedalam 5 kategori (kelas Interval), maka diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Peresentase Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Melalui Model Pembelajaran PACE pada Tes Akhir Siklus II.
Skor Kategori Frekuensi Persentase %
90-100 Sangat tinggi 4 25
80-89 Tinggi 5 31,25
75-79 Sedang 2 12,5
55-74 Rendah 1 6,25
<55 Sangat rendah 4 25
Jumlah 16 100
Berdasarkan Tabel 4.6, maka dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada siklus I dari 16 siswa, 4 orang berada dikategori sangat rendah dengan persentase 25% dan yang berkategori sangat tinggi 4 orang dengan persentase 25%. Adapun Persentase ketuntasan kemampuan berpikir kreatif matematik melalui model pembelajaran PACE pada tes akhir siklus II ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Persentase Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Melalui Model Pembelajaran PACE pada Tes Akhir Siklus II
No. Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 0-74 Tidak tuntas 5 31,25
2 75-100 Tuntas 11 68,75
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh 11 siswa dikategorikan tuntas dengan persentase 68,75% dan 5 orang siswa dikategorikan tidak tuntas dengan persentase 31,25%. Dari hasil yang diperoleh ini, dapat dinyatakan bahwa pada siklus II ini telah terjadi peningkatan dalam kemampuan berpikir siswa.
2. Data Aktivitas Siswa
Pengamatan terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran menggunakan lembar aktivitas siswa. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika setiap pertemuan dinyatakan dalam persentase lihat pada gambar 4.1 (Lampiran B)
Berdasarkan data hasil aktivitas siswa pada gambar 4.1, tentang hasil observasi siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kehadiran siswa pertemuan pertama dalam pembelajaran pada siklus II adalah sebanyak 16 orang orang siswa yang hadir pada pertemuan pertama sampai dengan petemuan ketiga.
2. Siswa yang menyimak dan mendengarkan penjelasan guru selama pembelajaran lebih banyak dengan antusias siswa dalam memperhatikan penjelasan yang dipaparkan oleh guru.
3. Siswa yang menyelesaikan masalah yang diberikan dalam bentuk kelompok pada siklus II dari pertemuan pertama 37,5% pertemuan kedua 43,7% dan pertemuan ketiga 56,2%.
4. Siswa yang belajar bersama-sama dalam kelompok dan saling tukar pikiran terbilang masih sedikit yaitu pertemuan pertama 31,2% pertemuan kedua 37,5% dan pertemuan ketiga mencapai 50%.
5. Siswa yang berani mempresentasikan hasil kerjanya dipapan tulis juga terlihat 43,7% pada pertemuan pertama, 50% siswa pada pertemuan kedua dan pertemuan ketiga 43,7%.
6. Siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan guru juga mengalami peningkatan dengan 37,5% siswa pada pertemuan pertama dan 43,7% siswa pada pertemuan kedua dan 56.2% pada pertemuan ketiga.
Pada siklus II sudah nampak adanya kelompok yang bersaing dan kelihatan bahwa sudah muncul rasa ingin tahu terhadap materi yang dibahas.
Pada minggu ke dua siklus II ini pada dasarnya hampir sama dengan siklus minggu pertama siklus II, hanya saja pada minggu ke dua ini perhatian dan motivasi semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya frekuensi siswa yang mengajukan solusi ketika guru memberikan masalah, mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang diberikan dan mengajukan solusi atau memberikan tanggapan dalam kelompok.Hal ini menandakan bahwa kesungguhan siswa untuk belajar.
Pada setiap pertemuan untuk siklus II, juga dicatat hal-hal yang berkaitan dengan siswa utamanya dalam kemampuan berpikirinya.
a. Flexibility atau flexibilitas siswa
b. Fleksibilitas siswa diukur dengan memperhatikan 2 kategori yakni:
1) Siswa mencari solusi atau menyelesaikan dari permasalahan yang diberikan dalam bentuk kelompok, maksudnya adalah siswa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara saling tukar pikiran antar kelompok. Namun, rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu yang diberikan merupakan salah satu ciri bahwa siswa tersebut mempunyi bakat. Siswa yang mencari solusi atau menyelesaikan permasalahan disiklus II mencapai rata- rata 45,8%.
2) Siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan, artinya siswa tersebut mampu menelaah dan menerima dengan baik apa yang telah diberikan guru. Siswa yang ampu menyelesaikan permasalahan pada siklus II mencapai rata-rata 45,8%.