• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal: Analisis Wacana Kritis Program Acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan Kompas TV Jawa Tengah T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal: Analisis Wacana Kritis Program Acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan Kompas TV Jawa Tengah T1 BAB V"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ANALISIS DAN BAHASAN HASIL PENELITIAN

Analisa pada penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemilihan dasar penggunaan bahasa Jawa dalam produksi program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam analisis ini akan dijelaskan dengan menggunakan 4 langkah metode analisis wacana kritis Fairclough yang juga memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam pemahaman Fairclough dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sociocultural practice.

Fairclough (dalam Haryatmoko, 2016:19-22) menawarkan empat langkah metode analisis wacana kritis yaitu,

5.1 Langkah Pertama, memfokuskan pada suatu ‘ketidakberesan sosial’

Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi maupun kurangnya kebebasan dan rasisme.

Kuthane Dhewe

Agus Sutiyono (Agus) selaku produser program acara Kuthane Dhewe mengungkapkan

Kami memproduksi sebuah program acara berita dengan bahasa Semarangan karena, kami televisi lokal yang kedekatan kami

dengan masyarakat tentunya yang berbau dengan apa yang ada di

sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian mereka berbicara

(2)

sampai ke pemirsa. Jangan sampai pemirsa tidak menangkap apa yang

disampaikan.1

Dari kutipan wawancara dengan Pak Agus, dapat peneliti jabarkan bahwa alasan dari terbentuknya program Kuthane Dhewe ini karena Kompas TV memiliki beberapa biro di beberapa daerah lokal dan salah satunya adalah Kompas TV Jawa Tengah. Dengan adanya stasiun lokal di daerah, tentunya Kompas TV juga memberikan slot lokal sendiri. Kuthane Dhewe sebagai salah satu program Kompas TV Jawa Tengah juga memiliki tujuan, yaitu ingin memberikan informasi kepada pemirsa dengan menghadirkan berita-berita yang berkaitan dengan informasi yang ada di Semarang dan juga sekitarnya. Pak Agus memaparkan,

“Slot lokal itu yang kami manfaatkan untuk membuat program-program yang memang ada kedekatan dengan masyarakat. Dapat

dibilang ya inilah kami menggali kearifan lokal yang ada di sekitarr

kami.”2

Dengan dihadirkannya program Kuthane Dhewe, diharapkan dapat memberikan informasi yang memang memiliki kedekatan emosional dengan warga Semarang. Sehingga warga Semarang dan juga sekitarnya bisa mengetahui berita terbaru dan teraktual dari daerah mereka. Kearifan yang ingin digali ini juga sebagai salah satu tujuan yang terdapat dalam visi Kompas TV Jawa Tengah itu sendiri yaitu,

“Menjadi partner bagi masyarakat dan pemerintah dalam menyukseskan program-program pembangunan, yang berbasis kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.”

Visi yang telah dicanangkan, Kompas TV Jawa Tengah tentunya juga akan memberikan tayangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari program acara

1

Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 11.00 WIB.

2

(3)

ini diharapkan dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan kepada masyarakat untuk menghargai nilai-nilai budaya Indonesia khususnya budaya lokal dan memberikan informasi terbaru baik isu politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang ada di Semarang dan sekitarnya.

Peneliti juga menjelaskan pada bagian latar belakang bahwa, parabola yang merupakan sistem program acara siaran berlangganan yang dapat memberikan informasi maupun tayangan yang tidak hanya bersifat nasional namun juga global. Ini dapat memberikan perubahan di kalangan masyarakat. Perubahan yang dimaksud yaitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai sosial yang bersifat pluralisme yang mana masyarakat memiliki sifat terbuka terhadap budaya di luar kebiasaan mereka. Dengan semakin terbuka dengan budaya luar, ini juga akan berdampak negatif, seperti ketika masyarakat lebih tertarik dengan budaya luar dan meninggalkan nilai-nilai budaya asli Indonesia karena tidak terbiasa menggunakan bahasa lokal dan maupun mengapresiasi budaya lokal dari daerahnya.

(4)

Selanjutnya alasan mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan dipilih sebagai bahasa pengantar dalam program Kuthane Dhewe karena jika Kompas TV Jawa Tengah menggunakan krama inggil segmennya adalah kalangan terbatas. Tidak semua usia memahami dan mengerti arti dari informasi yang disampaikan, akibatnya informasi yang diterima tidak utuh. Bahasa Jawa ngoko Semarangan dianggap sebagai bahasa yang mudah untuk dipahami, bahasa yang mudah dicerna oleh semua kalangan baik anak kecil, remaja maupun orang tua. Bahasa Semarang juga dianggap lebih sering didengar untuk wilayah-wilayah sekitar Semarang seperti Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Kudus, Jepara, Purwodadi, Pati, Rembang, Blora, Ungaran, Salatiga. Inilah mengapa perlunya adanya produksi program acara yang mengedepankan nilai budaya setempat. Program acara Kuthane Dhewe memilih bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar karena bertujuan untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat, bahwa bahasa tersebut adalah bahasa yang lahir, menjadi bahasa komunikasi dan juga sebagai identitas lokal masyarakat kota Semarang.

Moetojib dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya era globalisasi ini merubah kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang sudah ada belum dipahami dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi berikutnya. Budaya baru dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak ada waktu untuk mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah memperkenalkan dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu masyarakat khususnya generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan tidak mengerti tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada.

(5)

Indonesia Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran, dimana pada pasal 38 disebutkan bahwa,

“Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.”

Campursarinan

Fredy Priyanto (Fredy) selaku produser acara Campursarinan juga menjelaskan, bahwa alasan spesifik mengapa bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dipilih menjadi bahasa pengantar karena bahasa tersebut memiliki akar sosiokultural yang erat dengan keberadaan masyarakat dan lebih mudah untuk dipahami dan diterima oleh masyarakat.3 Program acara Campursarinan diproduksi sejak Kompas TV Jawa Tengah masih menggunakan nama TV Borobudur dengan tag linenya “TV-ne Jawa Tengah”. Setelah berganti menjadi Kompas TV Jawa Tengah, tag-line tersebut berganti menjadi slogan

“Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah” dan senantiasa melekat pada diri

program Campursarinan. Tentunya dari tag line dan slogan tersebut Campursarinan kemudian mempunyai tanggungjawab untuk memberikan tayangan yang tentunya berkualitas, menghibur dan juga mendukung dalam pengembangan budaya-budaya lokal. Sehingga diproduksilah sebuah program acara yang dapat menjadi alat untuk melestarikan konten-konten lokal khususnya di Jawa Tengah. Program ini juga digunakan sebagai media belajar bagi masyarakat untuk mengenal budaya-budaya yang ada di daerahnya.

Globalisasi juga menjadi bagian dalam menyusutnya rasa cinta terhadap budaya lokal. Masyarakat menjadi senang dengan trend baru dan tidak mengetahui budaya lokal yang memiliki nilai-nilai budaya yang dapat dipelajari

3

(6)

dan terus dijaga keberadaannya. Faktor tersebut juga menjadi alasan mengapa Kompas TV Jawa Tengah memproduksi sebuah acara yang tidak hanya kental dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia namun juga memberikan hiburan dengan menampilkan lagu-lagu campursari maupun lagu-lagu genre lain yang dapat di campursarikan.

Budaya lokal yang semakin ditinggalkan juga dijelaskan oleh Moetojib dalam Anshoriy (2013:26) menjelaskan bahwasanya, era globalisasi ini merubah kehidupan dengan sangat cepat di mana budaya yang sudah ada belum dipahami dan dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh generasi berikutnya. Budaya baru dan budaya lama bertemu tidak berselang lama dan tidak ada waktu untuk mengelolanya, dalam hal ini pengelolaan yang dimaksud adalah memperkenalkan dan menanamkan budaya asli ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai budaya leluhur. Dengan begitu masyarakat khususnya generasi muda tidak dapat membentuk identitasnya dan tidak mengerti tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada.

Dengan penjelasan di atas, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) tentang Standar Program acara Siaran (SPS) pada BAB XXV pasal 68 ayat 1 tentang Program acara Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan, menegaskan bahwa program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10% (sepuluh per seratus). Dalam rangka pemenuhan slot lokal Kompas TV Jawa Tengah menggunakan kesempatan tersebut untuk menghadirkan program acara Campursarinan. Dengan kesempatan ini, Campursarinan menyuguhkan program yang dapat memberikan pengetahuan tentang budaya-budaya yang ada di Semarang dan juga memelihara bahasa lokal itu sendiri. Pak Fredy juga menuturkan,

Jadi, ketika bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang terpenting bagi keberadaan

Kompas TV Jawa Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek

komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa. Bahasa

Jawa ngoko Semarang ini juga memakai bahasa Jawa yang halus namun

(7)

karena tidak lagi melihat status sosial, usia dalam menggunakannya.

Dalam hal ini kemudian yang dipilih adalah dialek Jawa ngoko khas

Semarangan. Yang mungkin terkesan sedikit aneh dan lucu bagi orang

Jawa Tengah di daerah selatan. Tapi itu yang memang sengaja dipilih,

karena ketika kita memilih bahasa Jawa seperti daerah selatan seperti

Solo atau Jogja tentu akan ada kesulitan pengertian bagi masyarakat

kota Semarang. Karena notabene orang-orang pesisir akan

menggunakan bahasa yang lebih lugas, dinamik dan ekspresif.4

Telah dijelaskan di atas bahwa Campursarinan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Itu artinya, Campursarinan tidak menggunakan bahasa sesuai struktur tata bahasa Jawa. Hal ini tidak dipermasalahkan, mengingat konten atau format program Campursarinan memang diproduksi dan ditayangkan tidak menggunakan tata bahasa Jawa yang benar, selama masyarakat memahami informasi yang disampaikan itulah yang menjadi tujuan program acara Campursarinan diproduksi dan ditayangkan. Didukung dengan hasil wawancara dari pihak pengamat bahasa Jawa, Pak Sunardi mengungkapkan bahwa,

Kalau menurut saya televisi memiliki kepentingan komersial dan kepentingan pemberitaan. Dan menurut saya bahasa pengantar

kedua program acara tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan

digunakan karena dianggap sebagai konsumsi untuk semua umur atau

dianggap setara dan tidak ada tingkatan-tingkatannya. Jadi semua umur

dapat memahami dan menonton acara tersebut mulai dari anak-anak,

anak muda, dan juga orangtua. Dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan

semua kalangan akan memahami dan mengerti informasi yang

disampaikan oleh program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan.

4

(8)

Sehingga menurut saya, penggunaan bahasa ngoko di acara Kuthane

Dhewe dianggap lumrah (sudah biasa).5

Tujuan yang terpenting adalah memelihara bahasa. Selain sebagai program yang mengajarkan kepada masyarakat tentang kearifan lokal, program acara Campursarinan juga ditambahkan lelucon-lelucon mengingat program acara Campursarinan masuk dalam kategori program acara hiburan. Sehingga bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia serta ditambahkan leluco dari para host memang menjadi hal yang dipertahankan sebagai ciri khas dari program acara Campursarinan. Bahasa pengantar yang digunakan juga menjadi strategi bagi program acara Campursarinan, ketika isi dari program acara mudah dipahami dan menghibur akan lebih menarik bagi masyarakat dan masyarakat dapat menikmati tayangan yang disuguhkan. Seperti yang Morissan (2008:223) sampaikan, program hiburan adalah segala bentuk siaran yang memiliki tujuan untuk menghibur, baik dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permainan. Alangkah lebih menarik jika program acara hiburan juga sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan isi-isi tayangan yang santai, tidak berat dan tentunya menghibur.

Program acara Campursarinan diproduksi memiliki tujuan untuk mengajarkan kepada masyarakat untuk menghargai budaya lokal yang ada. Budaya lokal yang ada di daerah diharapkan terus diupayakan untuk selalu dijaga dan terus dikembangkan. Berkurangnya rasa menghargai terhadap budaya lokal menjadi suatu ketidakberesan sosial yang harus diubah dan digantikan dengan tatanan sosial yang seharusnya, seperti bahasa lokal yang seharusnya dijaga, dilestarikan, dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.

5 Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa) pada hari Jumat, 9 Juni

(9)

5.2 Langkah Kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk

menangani ‘ketidakberesan sosial’

Kuthane Dhewe

Globalisasi juga menawarkan banyak teknologi yang semakin maju, dalam pertelevisian masyarakat mengenal adanya parabola. Parabola memberikan suguhan tayangan baik nasional maupun global. Fenomena ini sebagai

“ketidakberesan sosial” yang terjadi di masyarakat. Ketidakberesan ini terjadi

karena dampak negatif yang terjadi apabila masyarakat menerima dengan terbuka budaya luar dengan cuma-cuma tanpa memilahnya terlebih dahulu. Sehingga berakibat lunturnya nilai-nilai budaya asli yang digantikan dengan nilai-nilai budaya baru yang berbeda dari nilai budaya Indonesia. Dalam hal ini ketidakberesan sosial juga perlu untuk diidentifikasi hambatan-hambatan yang membuat ketidakberesan ini terjadi. Ada tiga cara yang digunakan Fairclough dalam menangani hambatan di atas,

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana

dan unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur-unsur kejadian.

Pada tahap pertama ini yang dimaksudkan dengan teks adalah data kebahasaan dalam program acara Kuthane Dhewe. Data kebahasaan ini adalah bahasa Jawa ngoko Semarang yang digunakan dalam program acara tersebut, baik naskah maupun bahasa tutur. Bahasa Jawa ngoko Semarangan adalah dialek khas atau bahasa lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah Semarang. Bapak Sunardi selaku pengamat budaya Jawa mengatakan,

Dialek lahir dan ada karena dipengaruhi tempat dan istilahnya masyarakat akan berinteraksi dengan tempat-tempat yang berdekatan

dengan tempat mereka tinggal. Daerah pantura adalah daerah pantai,

masyarakat di daerah pantai memiliki sifat yaitu cepat mengambil

keputusan. Semarang notabene pesisir membuat para nelayan tidak bisa

(10)

mengambil keputusan. Maka bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi harus diputus atau tidak semua kalimat dipakai, yang

terpenting orang yang satu dengan orang lain mengerti apa yang

disampaikan. Daerah pegunungan juga sama pasti memiliki cara

berkomunikasi yang berbeda, dialog dipengaruhi dari tempat.6

Maka bahasa Jawa ngoko Semarangan ini bisa dianggap terlahir karena dipengaruhi tempat atau wilayah. Semarang yang memang dekat dengan daerah pantai atau pesisir cenderung memiliki bentuk komunikasi yang terbilang lugas, dinamik dan ekspresif. Begitu juga dengan bahasa Jawa ngoko yang berkembang, memiliki dialek khas yang berbeda dari bahasa Jawa ngoko daerah lain. Jika dikaitkan dengan teks dengan unsur-unsur kejadian. Penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan dalam program acara Kuthane Dhewe menjadi bahasa pengantar utama karena masyarakat Semarang sudah terbiasa dengan bahasa tersebut. Sehingga, kesempatan inilah yang digunakan oleh Kompas TV Jawa Tengah untuk menjaga dan bertanggungjawab untuk melestarikan bahasa asli dan lahir di Semarang.

Sebelum Kompas TV Jawa Tengah ada, dahulu stasiun televisi ini bernama TV Borobudur. Program ini lahir saat TV Borobudur masih mengudara. Salah satu yang menjadi alasan adanya program acara Kuthane Dhewe dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarang tersebut yaitu karena pihak TV Borobudur ingin menyajikan program yang nantinya akan menjadi identitas TV Borobudur. Kemudian program acara ini tetap dipertahankan hingga sekarang karena dari pihak Kompas TV Jawa Tengah ingin menyajikan informasi lokal dari Semarang dan sekitarnya serta mewujudkan visi menjadi partnership bagi masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan bahasa Jawa ngoko Semarangan.

6

(11)

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian.

Langkah kedua dalam penggunaan bahasa dalam berita atau informasi yang disajikan tidak langsung ditayangkan dan diberitakan kepada masyarakat. Namun ada tahap seleksi bahasa atau mengolah bahasa, agar layak untuk ditayangkan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam hal ini produser sebagai pemegang kendali dalam produksi program acara Kuthane Dhewe di mana produser harus mengolah bahan berita yang telah diliput dan membuat naskah baik untuk presenter maupun naskah dubbing.

Produser mengolah bahan berita menjadi sebuah data kebahasaan berupa teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa ngoko Semarangan. Tujuannya agar naskah berita yang diproduksi sesuai dengan format acara yaitu menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan dan komunikatif sehingga masyarakat lebih mudah memahami informasi yang disampaikan.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun

analisis linguistik dan semiotik.

Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis interdiskursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis berbagai bentuk sosial.

(12)

informasi yang disajikan dalam program acara Kuthane Dhewe adalah hasil proyeksi produser beserta tim dari pihak news. Topik yang diambil akan terlebih dahulu dibahas sebelum tim melakukan liputan pada keesokan harinya. Topik yang dipilih biasanya adalah topik-topik yang sedang menjadi isu hangat di masyarakat, baik di wilayah Semarang maupun sekitarnya. Setelah bahan liputan diserahkan kepada produser, produser mulai mengolah dan menata bahasa yang digunakan dalam naskah. Pak Agus juga menjelaskan bahwa,

Prosesnya yaitu reporter atau video jurnalis yang melakukan liputan. Hasil liputan mereka laporkan dalam bentuk visual dan naskah.

Kemudian proses produksin di handle oleh produser. Produser ini

memiliki posisinya penting, ketika reporter atau video jurnalis sudah

menyediakan bahan kemudian produser yang mengolah. Sehingga tidak

semua yang ditulis oleh reporter diubah ke bahasa Jawa ngoko

Semarangan, tetap ada penambahan data dan kemudian ditambahkan

narasi supaya menarik dan enak didengar oleh masyarakat.7

Tayangan program acara Kuthane Dhewe juga tidak menampilkan terjemahan dalam bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia. Ini menjadi cara untuk menjaga kekhasan dari program acara tersebut dengan tetap mempertahankan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan tanpa memberi makna pada setiap kata yang muncul, seperti judul berita maupun kalimat yang narator dan presenter sampaikan. Wacana yang disusun menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarang juga disesuaikan dengan bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Semarang sehingga masyarakat lebih mudah memahami dan mengerti maksud dari informasi yang diberikan.

7 Wawancara dengan Agus Sutiyono (Produser program acara Kuthane Dhewe) pada hari

(13)

Campursarinan

Telah dijelaskan bahwa KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) telah memberikan slot lokal sebesar 10% kepada stasiun televisi daerah untuk memberikan tayangan yang bertujuan untuk mengembangkan kearifan lokal. Kesempatan ini yang akhirnya Kompas TV Jawa Tengah gunakan sebagai cara untuk memperkenalkan budaya Jawa dari segi bahasa yaitu bahasa Jawa ngoko Semarang. Kemudian dalam produksi program acara Campursarinan dari sisi hiburan, program acara Campursarinan menapilkan lagu-lagu Campursarinan serta lelucon yang disampaikan host. Lagu-lagu tersebut juga menjadi budaya lokal yang ditayangkan dalam acara Campursarinan, sehingga masyarakat mengenal konten lokal baik bahasa dan budayanya seperti lagu-lagu campursari.

A. Pertama menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana

dan unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur-unsur kejadian.

Sama seperti program acara Kuthane Dhewe, program acara Campursarinan juga memiliki data kebahasan berupa bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Menurut Pak Fredy selaku produser program acara Campursarinan, bahasa pengantar ini telah digunakan sejak jaman TV Borobudur mengudara. Pak Fredy juga menjelaskan bahwa

Itu sebenarnya ada kolaborasi antara apa yang telah dibangun oleh TV Borobudur kemudian diakomodir oleh Kompas sebagai satu

kekuatan manajerial baru untuk mengelola keberadaan TV Borobudur

dengan misi untuk mempertahankan masyarakat pendukung acara ini.

Sehingga tetap dibangun komunikasi-komunikasi yang harmonis, dalam

hal ini acara yang dekat dengan kehidupan masyarakat khususnya Jawa

Tengah. Kenapa Jawa Tengah? Karena cover area atau power siarnya

memang masih sebatas sebagian daerah Jawa Tengah. Jadi, ketika

bicara bahasa yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur

(14)

Tengah maupun TVB pada waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat atau pemirsa.”8

Hal ini menjelaskan bahwa bahasa yang kemudian tumbuh dan melekat serta dekat dengan masyarakat yang akhirnya dipilah dan digunakan dalam program acara Campursarinan. Ketika TV Borobudur beralih menjadi televisi berjaringan yaitu Kompas TV Jawa Tengah, tentunya Kompas TV Jawa Tengah tidak ingin para penikmat acara Campursarinan beralih ke program acara lain. Sehingga strategi yang digunakan adalah mempertahankan program acara Campursarinan dan mempertahankan ciri khas dari program acara baik bahasa yang digunakan dan lagu-lagu yang dibawakan. Bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa Indonesia dipilih karena bahasa tersebut adalah bahasa lokal sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Semarang dan sekitarnya. Lalu bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional yang selalu digunakan untuk komunikasi di kehidupan sehari-hari.

B. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut

dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian.

Langkah kedua ini, bahasa dalam program acara ini dapat dilihat pada penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia baik dari tutur maupun naskah. Dalam program Campursarinan, penggunaan naskah dapat dijumpai ketika blocking time oleh klien. Ketika klien ingin mempublikasi suatu produk tertentu atau memaparkan program tertentu maka di sinilah pentingnya sebuah naskah untuk memberikan alur dalam sebuah produksi. Sebelum naskah digunakan dalam produksi program acara Campursarinan, produser memiliki tugas untuk mengolah baik alur, tata bahasa maupun kalimat lelucon. Kalimat lelucon ditambahkan agar suasana dan output program acara Campursarinan lebih menarik dan lebih hidup. Ketika naskah siap untuk diberikan

8 Wawancara dengan Fredy Priyanto (Produser program acara Campursari) pada hari Minggu, 4

(15)

kepada host, produser melakukan briefing kepada tim baik cameraman, audioman, lightingman untuk menentukan pengambilan gambar, mengatur suara yang masuk ke dalam ruang kontrol maupun pengaturan cahaya di dalam studio. Jika tidak ada blocking time atau saat jadwal reguler, produser hanya akan memberikan rundown kepada host. Rundown berguna untuk memberikan penjelasan kepada host, hal apa saja yang perlu disampaikan, pembagian segmen dan juga daftar lagu yang akan diputar saat acara berlangsung.

C. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun analisis linguistik dan semiotik.

Pada langkah ketiga ini, analisis yang akan digunakan yaitu analisis interdikursif. Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa analisis interdiskursif membandingkan genres, wacana dan style yang akan diartikulasikan bersama di dalam suatu teks sebagai bahan khas peristiwa, dan di dalam tatanan wacana yang lebih stabil sebagai bagian jaringan praktik, yang merupakan objek analisis berbagai bentuk sosial. Dalam program acara. Campursarinan sedikit berbeda dengan Kuthane Dhewe yang dalam pemilihan berita harus melakukan proyeksi terlebih dahulu karena sifat berita yang faktual, aktual. Campursarinan tidak memiliki tema tertentu, hanya format lagu saja yang setiap minggunya diubah oleh produser. Format yang digunakan seperti lagu duet maupun solo, jika format duet yang dipilih maka penyanyi yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan ataupun perempuan dan perempuan.

(16)

Rundown digunakan sebagai pedoman setiap segmen acara bagi para host saat membawakan program, acara Campursarinan sehingga host tidak harus terpaku dengan rundown yang diberikan dan lebih leluasa untuk berimprovisasi sehingga acara lebih terlihat natural. Namun kelemahannya adalah apa yang dibahas dalam program acara Campursarinan menjadi melebar. Kemudian tugas produser yang mengontrol host dan alur tayang dari program acara Campursarinan.

Program acara Campursarinan juga tidak menyisipkan terjemahan, bahasa Jawa ngoko Semarangan juga dianggap tidak sesuai struktur tata bahasa Jawa namun bahasa tersebut merupakan dialek yang memang tumbuh karena kebiasaan masyarakat Semarang. Yang terpenting adalah apa yang tumbuh di masyarakat yang kemudian Kompas TV Jawa Tengah kembangkan dan diberikan kembali kepada masyarakat yang diproduksi dan ditayangakan dalam bentuk sebuah program acara.

5.3 Langkah Ketiga, mengidentifikasi apakah tatanan sosial

‘membutuhkan’ ketidakberesan sosial

Mengidentifikasi apakah tatanan sosial „membutuhkan‟ ketidakberesan

sosial. Jika suatu tatanan sosial menghasilkan ketidakberesan yang besar maka harus ada penanganan dalam sistem tersebut. Ini adalah cara menghubungkan

antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟. Hal ini terkait dengan ideologi:

wacana selalu ideologis sejauh untuk menyumbang untuk mendukung suatu kekuasaan maupun dominasi tertentu.

Kuthane Dhewe

(17)

ngoko Semarang sebagai bahasa utama sebagai bahasa pengantar. Dan budaya yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan bahasa dalam program tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan.

Fairclough dalam Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) (Haryatmoko, 2016:21) menyebutkan bahwa hal ini adalah cara menghubungkan

antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟: jika suatu tatanan sosial dapat

ditunjukan menghasilkan ketidakberesan sosial yang besar maka, menjadi alasan untuk memikirkan agar diubah. Dari fenomena globalisasi, televisi juga menyumbangkan dampak yang juga berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dianut di kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki sifat terbuka, pada latarbelakang dijelaskan bahwa masyarakat menerima budaya yang berkembang baik budaya baru (budaya yang berasal dari luar kebiasaan masyarakat Indonesia) maupun budaya lama. Dan karena sifat masyarakat yang terbuka, budaya luar dapat mendominasi tatanan sosial di dalam masyarakat dan menggeser nilai-nilai budaya asli Indonesia. Kuthane Dhewe menjadi salah satu jalan untuk mengurangi ketidakberesan sosial. Di mana program ini memberikan pembelajaran kepada masyarakat, bahwa bahasa Jawa ngoko asli daerah Semarang ini seharusnya dilestarikan, digunakan dan diapresiasi.

Ketidakberesan sosial dalam penelitian ini adalah hadirnya dampak negatif dari budaya baru yang melunturkan nilai-nilai budaya dalam diri masyarakat. Sehingga dari ketidakberesan sosial yang kemudian mendapat penanganan oleh Kompas TV Jawa Tengah dengan memproduksi dan menayangkan program acara Kuthane Dhewe. Dapat dilihat juga dari visi Kompas TV Jawa Tengah, ingin menjadi partnership untuk memberikan informasi yang bermanfaat dengan mengusung kearifan lokal. Tidak hanya itu slogan Kompas TV Jawa Tengah yang

berbunyi “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, juga menjadi ideologi

(18)

digunakan oleh Kompas TV Jawa Tengah untuk menginspirasi masyarakat, sehingga masyarakat mau menerima dan menerapkan bahasa lokal, bahasa Jawa ngoko Semarangan.

Campursarinan

Seperti halnya program acara Kuthane Dhewe, Campursarinan juga diproduksi untuk memberikan tayangan yang dapat menanamkan nilai-nilai budaya bagi masyarakat. Dengan diproduksi dan ditayangkan program acara Campursarinan bertujuan untuk menanggulangi nilai-nilai budaya lokal yang terus ditinggalkan, semakin tidak diketahui masyarakat dan tidak dipahami oleh masyarakat.

Dewasa ini, globalisasi juga menjadi pengaruh bagi teknologi dunia contohnya seperti televisi yang mengalami perkembang dari jaman ke jaman. Televisi yang merupakan media elektronik juga menyumbangkan berbagai tayangan program acara yang bersifat informatif hingga hiburan. Tayangan yang diberikan juga semakin beragam yang terkadang tidak semua nilai budaya diangkat dan dapat dipelajari oleh masyarakat, contohnya seperti kita ketahui dewasa ini beberapa stasiun televisi hanya menyumbangkan tayangan yang tidak mendidik, terlalu mendramatisasi dan tayangan yang mengejar profit atau keuntungan saja. Sehingga masyarakat hanya mempelajari apa yang diberikan media tanpa melihat kegunaan tayangan program acara tersebut dalam kehidupannya.

(19)

Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dan lagu-lagu Campursarinannya. Hal ini digunakan dalam program acara Campursarinan untuk memperkenalkan kearifan lokal yang ada di sekitar cover area program acara Campursarinan yaitu Semarang dan daerah Jawa Tengah. Dari slogan Kompas TV Jawa Tengah yaitu

“Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa Tengah.”, Campursarinan yang merupakan

salah satu programnya juga memiliki tujuan yang selaras dengan slogan tersebut. Campursarinan diharapkan dapat menyuguhkan tayangan yang menjadi partnership bagi masyarakat untuk mempelajari budaya lokal yang ada di Semarang dan sekitarnya. Dan diharapkan dengan program acara ini masyarakat memberikan apresiasi dengan menjaga, menggunakan dan menghayati budaya-budaya yang ada di masyarakat.

5.4 Langkah Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk mengatasi hambatan-hambatan

(20)

5.4.1 Dimensi Teks

Teks menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2016:23) yaitu mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya atau semua bentuk linguistik teks (khasanah kata, gramatika, syntax, struktur matafora, retorika). Lalu Fairclough juga menambahkan (dalam Darma, 2009:89-90) bahwa teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Fairclough juga memasukan koherensi dan kohevisitas untuk melihat bagaimana kata atau kalimat tersebut digabung dan membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah. Yaitu yang Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

Kuthane Dhewe

A. Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu.

(21)

Gambar 8 cuplikan gambar bumper-in pembuka acara Kuthane Dhewe

Gambar 9 cuplikan gambar berita dari program acara Kuthane Dhewe yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2016

Berikut lead berita “Tolak Terorisme”

KANGGO NDUKUNG P ENCEGAHAN AKSI TERORISME NING INDONESIA MINGGU ESOK/ KOALISI MASYARAKAT KOTA SEMARANG NGELAR AKSI NOLAK TERORISME/ NING CAR F REE DAY DALAN P AHLAWAN SEMARANG// P ARA AKTIVIS IKI NGEJAK MASYARAKAT NDUKUNG AP ARAT TNI P OLRI MBRANTAS GERAKAN TERORIS// (Untuk mendukung pencegahan aksi terorisme di Indonesia pada minggu pagi, koalisi masyarakat kota Semarang menggelar aksi menolak terorisme di car free day di Jalan Pahlawan Semarang. Para aktivis ini mengajak masyarakat mendukung aparat TNI POLRI untuk memberantas gerakan teroris)

(22)

KARO NGGOWO P AMF LET SING TULISANE P ENOLAKAN MARANG BOM BUNUH DIRI NING MAP OLRES SURAKARTA/ KOALISI MASYARAKAT KUTO SEMARANG MINGGU ESOK NANDATANGANI P AMF LETP ENOLAKAN ANTITERORISME/ NINGCAR F REEDAYDALAN P AHLAWAN SEMARANG// TEROR KANTHI CORO BUNUH DIRI/ SAYANGNGE NGRUGIKKE AWAKKE DEWE UGA NYILAKANI WARGA SIP IL// KECAMAN MARANG AKSI TERORISME IKI DADI WUJUD DUKUNGAN KOALISI MASYARAKAT KUTO SEMARANG/ MARANG P EMBERANTASAN TERORISME NING INDONESIA// (Dengan membawa pamphlet yang bertuliskan penolakan bagi bom bunuh diri di Mapolres Surakarta, koalisi masyarakat kota Semarang Minggu pagi menandatangi pamphlet penolakan anti terorisme, di car free day di Jalan Pahlawan Semarang. Teror sampai dengan cara bunuh diri, sayangnya merugikan diri sendiri karena mencelakakan warga sipil. Pringatan untuk aksi terorisme ini menjadi wujud dukungan koalisi masyarakat kota Semarang, bagi pemberantasan terorime di Indonesia.)

TANDATANGAN P ENOLAKAN AKSI TERORISME IKI MENGKONE AREP DISERAHKE MARANG P IMP INAN P OLRI/ SING DADI WUJUD DUKUNGANMARANGP EMBERANTASANTERORISMESINGDILAKOKKE TNI P OLRI// (Tanda tangan penolakan aksi terorisme ini nantinya akan diserahkan kepada pimpinan POLRI, yang menjadi wujud dukungan untuk pemberantasan terorisme yang dilakukan TNI POLRI.)

HERI WIDODO/ KUTHANE DHEWE/ SEMARANG// (Heri Widodo, Kuthane Dhewe, Semarang.)

Berikut chit-chat presenter tentang “Tolak Terorisme”

(23)

Ane : “Koyo ngene ki keren, iki mergo aksi terorime.” (Seperti ini keren, ini karena aksi terorisme.)

Eri : “Yo koyo sek kedadean ning Surakarta kemaren.” (Ya seperti kejadian di Surakarta kemarin.)

Ane : “Ning Solo, koyo sing ning Prancis kae yo? (Di Solo, seperti yang di Prancis itu ya?)

Eri : “Akeh lah pokokke.” (Banyak lah pokoknya.)

Ane : “Tapi ojo wedi, malah kudu dilawan.” (Tapi jangan takut, harus dilawan.)

Eri : “Bener banget, kudu berani kudu ngaku kalo kita ki isoh babas abis

kabeh terorisme.” (Betul sekali, harus berani harus mengaku kalau kita itu bisa membabat habis semua terorisme.)

Ane : “Iki, salah sijine lewat aktivitas iki sing positif iki mau. Nganggo

ngelawan aksi terorisme.” (Ini salah satunya lewat aktivitas yang positif ini tadi. Untuk melawan aksi terorisme.)

Eri : “Yo mugo-mugo akeh wong sing isoh ngadakke kegiatan koyo ngene meneh. Isoh membuat masyarakat aman. Koyo ngono kuwi ora takut

mbek terorisme. Malah kita pengen isoh membabas habis.” (Ya semoga banyak orang yang bisa mengadakan kegiatan seperti ini lagi. Bisa membuat masyarakat aman. Seperti ini tidak takut terhadap terorisme. Malahan kita ingin bisa membabas habis.)

Ane : “Nah,bener. Yowis ojo nangdi-nagdi, tetep nang Kuthane Dhewe

amergone ono pawarta” (Nah, betul. Ya sudah jangan kemana-mana, tetap di Kuthane Dhewe karena ada informasi.)

(24)

MLEBU TAHUN AJARAN ANYAR BAKUL BUKU TULIS NING KENDAL NGERAUP KEUNTUNGAN GEDHE// ENTENI PAWARTANE/ SAKWISE PARIWARA// (Masuk tahun ajaran baru penjual buku tulis di Tegal mendapatkan keuntungan besar. Tunggu informasinya, setelah jeda iklanberikut ini.)

Langkah keempat ini merupakan cara unutk mengatasi hambatan untuk menangani ketidakberesan sosial. Yang pertama adalah dimensi teks yang memiliki tiga elemen. Elemen pertama membahas apa yang ditampilkan dalam teks, dapat dilihat baik bumper-in, naskah berita, sub judul maupun chit-chat dari kedua presenter menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Bumper-in bertuliskan Kuthane Dhewe atau berarti kotanya kita, ini memiliki arti program ini ada dan lahir di Semarang, sesuai dengan tujuan program ini diproduksi yaitu memberikan informasi seputar Semarang maupun sekitarnya. Dilihat dari bahasa pengantar yang dipakai bahasa Jawa ngoko Semarangan memiliki struktur bahasa

Jawa ngoko yang terkesan tidak mengikuti “pakem” atau tata bahasa Jawa yang

baik dan benar. Pak Agus juga memberikan jawaban, beliau berkata bahwa “Tujuan yang terpenting menurut saya itu adalah informasi yang kami sampaikan sampai ke masyarakat. Sampai dalam artian mereka

paham, mereka mengerti isi berita dan mendapatkan manfaat dari berita itu.”9

Pak Agus juga mengatakan bahwa bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan adalah bahasa keseharian masyarakat Semarang dan tidak melihat struktur bahasa Jawa. Selain itu dalam proses pemindahan bahasa dari Indonesia ke Jawa ngoko khas Semarang produser mempunyai peranan penting untuk menyajikan berita ke dalam bentuk yang lebih komunikatif sehingga mudah dipahami dan dimengerti. Pak Sunardi selaku pengamat budaya Jawa menuturkan, bahasa yang tidak sesuai struktur bahasa Jawa namun untuk tujuan komersial khususnya televisi dianggap sebagai hal yang wajar. Jika menggunakan bahasa

9

(25)

Jawa ngoko, masyarakat dari usia anak-anak hingga orang tua tentunya dapat memahami bahasa tersebut.10

Nilai budaya Jawa dalam bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga digunakan untuk mengungkapkan identitas TV Borobudur (sebelum Kompas TV Jawa

Tengah) bahwa stasiun televisi ini merupakan televisi “milik orang Jawa Tengah

dan asli dari Jawa Tengah” dan menandai bahwa stasiun ini memiliki ciri khas

yang berbeda dari stasiun televisi lainnya. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa ideologi yang nampak yaitu dengan bahasa pengantarnya sebagai identitas program acara Kuthane Dhewe serta visi dan slogan yang mengisyaratkan bahwa program acara Kuthane Dhewe sebagi media bagi masyarakat yang diproduksi dan ditayangkan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang bermaanfaat bagi masyarakat.

B. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan

diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka.

Pada elemen kedua ini, sampel berita di atas menggambarkan bahwa Kompas TV Jawa Tengah baik produser, wartawan juga mendukung program acara Kuthane Dhewe dengan mempertahankan program acaranya dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan sebagai bahasa pengantar utama. Sampel di atas juga memberikan informasi seputar Semarang yang memang menjadi tujuan program acara Kuthane Dhewe untuk menyuguhkan informasi dari daerah Semarang dan sekitarnya kepada masyarakat. Sehingga hubungan Kompas TV Jawa Tengah dengan masyarakat untuk menyajikan hal-hal yang dekat dengan masyarakat baik secara kedekatan emotional dan kearifan lokalnya akan terealisasi.

10

(26)

Secara terbuka, berita ini disampaikan untuk mendukung sistem sosial yang damai dan aman dari peperangan dan terorisme, sehingga perlu adanya aksi untuk memberantas aksi terorisme seperti ini. Dari chit-chat kedua presenter juga

mendukung informasi yang disajikan serta “membenarkan” bahwa aksi yang

dilakukan seharusnya memang harus terus diupayakan dan dilakukan untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa, kita sebagai masyarakat jangan takut untuk memerangi terorisme itu sendiri. Chit-chat kedua presenter merupakan interaksi yang dibangun dari program acara Kuthane Dhewe melalui kedua presenter kepada para pemirsa atau masyarakat. Interaksi tidak langsung ini juga diharapkan dapat membangun relasi yang baik antara Kompas TV Jawa Tengah dengan pemirsa penikmat program acara Kuthane Dhewe.

Masyarakat sebagai pemirsa juga memberikan tanggapan yang baik, karena para pemirsa juga menikmati program acara yang diberikan. Ketiga pemirsa juga menjelaskan bahwa dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan, mereka lebih mudah untuk memahami isi berita yang disampaikan. Program ini juga dianggap sebagai media pembelajaran yang baik untuk masyarakat yang mau mengetahui dan belajar tentang bahasa Jawa ngoko Semaranga-an.

C. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan

pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

(27)

masyarakat tentang informasi seputar Semarang dan sekitarnya yang disertai dengan bahasa pengantar Jawa ngoko Semarangan.

Untuk pihak pembaca, dalam hal ini mereka memiliki identitas sebagai pemirsa maupun sebagai masyarakat yang menerima informasi. Atau dapat dikatakan masyarakat merupakan khalayak yang hanya menjadi konsumen. Masyarakat sebagai khalayak, layak untuk mendapatkan informasi yang tentunya bermanfaat dan dapat dimengerti isi atau informasi dari berita yang disampaikan dan ditayangkan. Sehingga dipilihlah bahasa Jawa ngoko Semarangan yang memiliki kedekatan emotional dengan masyarakat dan menjadi bahasa keseharian para pemirsa sehingga lebih mudah untuk dipahami. Bahasa Jawa ngoko Semarangan juga ditampilkan sebagai identitas orang Jawa Tengah khususnya Semarang.

Campursarinan

A. Pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu.

(28)

Gambar 10 cuplikan gambar bumper-in pembuka program acara Campurarinan Berikut cuplikan chit-chat kedua host Campursarinan,

Dina : “Sek-asek asek. Wau enten Mbak Eva-Suketeki. Masih tetep di acara Campursarinan, Kompas TV Jawa Tengah barengan Dina kaliyan Kang Jamal. Yok, saiki memang salam-salam wae Kang. (Asik-asik. Tadi ada Mbak Eva-Suketeki. Masih tetap di acara Campursarinan, Kompas TV Jawa Tengah bersama Dina dan Kang Jamal. Yuk, sekarang salam-salam saja, Kak.)

Jamal : “Meniko katur para pandemen ingkang saking denging kutho

Semarang.” (Ya itu untuk para penggemar dari Kota Semarang.)

Dina : “Ya masih nuansa lebaran, kita juga mohon maaf apabila dalam kita tayang-tayang gini ada salah ucapan, perilaku dan tindakan kita juga mohon maaf lahir dan batin. Ya, amin. Oke, sakderenge yang pengen disalam-salamin yok, biasa kita kali ini tetep digoya ng-goyang sama

Mahendra Musik. Ada Mas Ali dan juga Mister…” (Ya masih dalam nuansa Lebaran, kita juga mohon maaf apabila dalam kita tayang-tayang seperti ini ada salah ucapan, perilaku dan tindakan kita juga mohon maaf lahir dan batin. Ya, amin. Oke, sebelum ingin disalam-salamin yuk, biasa kita kali ini tetap digoyang-goyang bersama Mahendra Musik. Ada Kak Ali dan juga Mister.)

(29)

Dina : “Lha wes duwe bojo kok joko terus to Mas?” (Ya sudah punya istri kok Joko terus to Kak?)

Jamal : “Yo kui emang nasibe deknen apik.” (Ya itu memang nasibnya dia bagus.)

Dina : “Apik banget ya, berarti lek jenenge bapak mu Joko yo tetep…”(Bagus sekali ya, berarti kalau namanya Bapak kamu Joko ya …)

Jamal : “Ora, bapak ku Soleh. Dadi aku ki anak soleh.” (Tidak, Bapak ku bernama Soleh. Jadi aku adalah anak soleh.)

Dina : “Oh, anake Soleh ya. Iya bener-bener.” (Oh, anaknya Soleh ya. Iya betul-betul.)

Jamal : “Ini untuk yang terhormat Ibu Atik yang ada di Trangkil, takwa, cerdas, trangkil. Haha, dan juga siapa mas namanya (bertanya pada Mas Ali), Dek Rama. Mengucapkan selamat menjalankan sholat teraweh ya. Loh, teraweh kan wes winginane.” (Ini untuk yang terhormat Ibu Atik yang ada di Trangkil, takwa, cerdas, trangkil. Haha, dan juga siapa mas namanya (bertanya pada Mas Ali), Dek Rama. Mengucapkan selamat menjalankan sholat teraweh ya. Lo, kan teraweh sudah kemarennya.)

Dina : “La berarti sing oon ki sapa?” (La ini berarti yang oon siapa?) Jamal : “La iki kan delay.” (La ini kan delay (tertunda).)

Dina : “Kowe nak ngomong Dek Rama, kelingan anak ku Cila. Hahahaha (tertawa terbahak-bahak). Cila gitu ya.” (Kamu kalau berbicara tentang Dek Rama, keingat sama anak saya Cila. Hahahahaha. Cila gitu ya.) Jamal : “Cila, jeneng kok Cila. Jeneng lengkape pecicila.” (Cila, nama kok Cila.

Nama lengkapnya pecicila.)

(30)

Jamal : “Namae temen anak saya itu Demitri Patcanov. Wah namanya itu…”

(Namanya anak teman saya itu Demitri Patcanov. Wah namanya itu…)

Dina : “Keturunan Portugis, Belanda.” Jamal : “Kok Portugis, Rusia.”

Dina : “Oh Rusia.”

Jamal : “Sebenarnya ngak, Demitri itu ibunya Sademi bapake Triyono. Demitri.” Dina : “Aku ngerti, panggilannya?” (Aku tahu, panggilannya?)

Jamal : “Patcanov itu tanggal papat sasi November. Panggilannya Demit.” (Patcanov itu tanggal empat bulan November. Panggilannya Demit.) Dina : “Oke, koyo sing ngomong. Oke deh langsung ke lagu, ini ada Mbak Ita

dengan lagu Ilat Tanpo Balung. Yuk cap cus.” (Oke, seperti yang berbicara. Oke deh langsung ke lagu, ini ada Mbak Ita dengan Lagu Lidah Tanpa Tulang. Yuk langsung saja.)

--- Masuk ke lagu (Ilat Tanpo Balung), dan dilanjutkan iklan.

Langkah keempat ini merupakan cara untuk mengatasi hambatan untuk menangani ketidakberesan sosial. Yang pertama adalah dimensi teks yang memiliki tiga elemen. Elemen pertama membahas apa yang ditampilkan dalam teks, dapat kita lihat baik bumper-in, chit-chat dari kedua host menggunakan bahasa Jawa ngoko khas dari Semarang yang juga disisipkan bahasa Indonesia dan lelucon yang menghibur para pemirsa. Bumper-in bertuliskan Campursarinan yang berarti bahwa program hiburan ini dikhususkan untung menayangkan maupun memutar lagu-lagu dangdut yang di campursarikan dan lagu campursari itu sendiri.

(31)

Dialek yang dipilih kenapa ngoko Semarangan itu jelas poinnya di masyarakat kota Semarang. Mengapa tidak bahasa Solo atau

Jogja? Karena stasiun televisi lain di Semarang sudah ada yang

menggunakan dan mengangkat bahasa-bahasa Solo atau Jogja dalam

program acaranya. Bedanya dalam program acara Campursarinan

disengaja menggunakan konsep-konsep dan treatment bahasa Jawa

ngoko khas Semarangan, kita harapkan ini menjadi nuansa baru yang

lebih komunikatif dari segi acara dan audiencenya. Karena bahasa yang

digunakan juga berasal dari bahasa di Kota Semarang itu sendiri.11

Bahasa dipilih bukan hanya sebagai identitas program acara Campursarinan sebagai salah satu program Kompas TV Jawa Tengah yang mengusung kearifan lokal, tentunya pemilihan dasar bahasa pengantar ini tidak lepas dari budaya masyarakat Semarang yang ingin diperkenalkan kepada masyarakat dan dikemas dengan format hiburan. Pak Fredy juga menjelaskan bahwa yang menjadi unsur penting dari tayangan ini adalah, ketika bahasa yang digunakan dapat dimengerti oleh pemirsa maupun masyarakat. Walaupun bahasa pengantar tersebut tidak sesuasi dengan struktur bahasa Jawa dan kurang tepat, program acara Campursarinan lebih mengedepankan unsur komunikatif bagi masyarakat. Sehingga apa yang disampaikan oleh host juga dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.

Pak Sunardi selaku pengamat bahasa Jawa, juga memberikan jawaban atas fenomena penggunaan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko Semarang yang disisipi bahasa Indonesia dalam program acara Campursarinan tersebut. Beliau menyetujui pemilihan bahasa dalam program acara tersebut, bagi Beliau sah saja jika program acara tidak mengikuti struktur bahasa Jawa yang baik dan benar,

dalam hal ini adalah “pakem”. Untuk program acara dengan format hiburan masih

dibebaskan jika menggunakan struktur bahasa Jawa yang kurang tepat maupun tidak sesuai dengan struktur tata bahasa Jawa yang benar. Jika bahasa Jawa ngoko

11

(32)

Semaranga ini sebagai bahasa pengantar tetap digunakan dalam program acara Campursarinan maka Kompas TV Jawa Tengah dianggap telah ikut andil dalam melestarikan budaya yang berkembang di masyarakat.

Ideologi yang dibangun dalam teks yang terlihat pada penggunaan bahasa pengantar dalam program acara Campursarinan tentu tidak lepas dari visi dan slogan Kompas TV Jawa Tengah. Di mana visi dan slogan tersebut mempunyai tujuan untuk menyajikan tayangan yang mendukung budaya atau kearifan lokal di daerah Semarang dan sekitarnya. Hal ini diterapkan untuk menjaga dan melestarikannya apa yang telah ada di daerah tersebut. Serta memenuhi tanggung jawab moral, struktural, sosial kepada masyarakat dan juga pemerintah, bahwasanya stasiun televisi lokal juga harus mampu memenuhi fungsi media, dalam program acara Campursarinan salah satunya fungi hiburan, memberikan informasi dan pengetahuan.

B. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan

diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka.

Pada elemen kedua ini, relasi ditunjukan dari bagaimana bahasa pengantar yang digunakan dalam program acara Campursarinan akhirnya digunakan untuk mengemas acara yang berformat hiburan. Bahasa yang dipilih menjadi salah satu hal yang nampak bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi Kompas TV Jawa Tengah untuk menjawab kebutuhan masyarakat dengan menyajikan program-program yang memiliki kedekatan emosial dan akar sosiokultural yang dekat dengan masyarakat.

(33)

digunakan untuk menyegarkan kehidupan masyarakat, karena formatnya hiburan sudah dipastikan program tersebut menyediakan konten yang ringan, menarik, menyajikan candaan-candaan yang lucu. Hal ini bertujuan untuk memberikan relaksasi bagi masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan yang dijalaninya.

Relasi juga terbangun ketika program acara Campursarinan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan pesan dan salam melalui telepon interaktif maupun media sosial yang disediakan. Hal ini dibangun untuk memberi ruang kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan host maupun kepada masyarakat lainnya. Masyarakat sebagai pemirsa juga setuju jika program acara Campursarinan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa Indonesia karena lebih mudah untuk dipahami dan lebih menarik karena tidak terlalu formal.

C. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

Produser di sini memiliki peranan penting, sebagai kepala dalam produksi program acara Campursarinan. Produser juga memiliki tugas untuk menyiapkan segala kebutuhan produksi baik rundown, menjadi koordinator tim dan juga sebagai pengontrol saat produksi berlangsung. Produser harus mampu mempertahankan program acara dan diproduksi sesuai dengan tujuan dan visi Kompas TV Jawa Tengah. Sehingga saat pembuatan rundown, tidak lupa produser menyisipkan daftar lagu campursari dan juga menjelaskan bagian-bagian rundown serta memberikan pengarahan kepada host dan tim sebelum produksi dilaksanakan.

(34)

berpartisipasi dan berinteraksi dengan host maupun dengan masyarakat lainnya dengan mengirimkan salam maupun request lagu. Host dan pemirsa juga menjadi faktor penting karena program acara Campursarinan terlihat lebih hidup dan tidak monoton dengan adanya interaksi tersebut.

5.4.2 Dimensi Discourse Practice

Discourse practice menurut Fairclough (dalam Eriyanto, 2001; Haryatmoko, 2016) memusatkan pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Produksi teks berhubungan dengan pola dan rutinitas dalam pembentukan berita di bagian redaksi. Selain itu pada dimensi ini ada proses menghubungkan antara produksi dan konsumsi teks, fokusnya diarahkan pada cara pengarang teks mengambil wacana dan genre dengan memperhatikan bagaimana hubungan kekuasaan dimainkan.

Kuthane Dhewe

(35)

Alasan penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yaitu karena bahasa ini dianggap lebih mudah untuk dipahami, karena faktor kedekatan emosional dari masyarakat. Pak Agus menjelaskan bahwa sesuatu yang dekat dengan masyarakat tentunya akan memberikan manfaat yang lebih, karena masyarakat menjadi lebih tahu informasi dan isu dari daerah mereka dan masyarakat juga mendapat manfaat yang secara tidak langsung masyarakat dapat menjadikan program acara Kuthane Dhewe sebagai mediator untuk belajar bahasa Jawa ngoko Semarangan ini. Pak Sunardi sebagai pengamat budaya Jawa juga menuturkan bahwa bahasa Jawa akan tetap terus berkembang dan eksis, ketika bahasa Jawa ini masih terus digunakan dan dijaga keberadaannya.

Posisi Kompas TV Jawa Tengah sebagai pemilik program acara, tentunya juga mendapat keuntungan dengan diterimanya program acara ini di masyarakat. Penerimaan ini yang akhirnya digunakan Kompas TV Jawa Tengah untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tentunya dengan mengangkat isu yang ada di daerah Semarang dan sekitarnya. Visi dan slogan yang disematkan dalam profil Kompas TV Jawa Tengah juga menjadi hal yang selalu di wujudkan, mengingat itu sebagai tanggung jawab stasiun tersebut untuk memberikan tayangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan mengandung nilai budaya.

Campursarinan

(36)

menyisipkan tema tertentu pada program acara Campursarinan. Sehingga saat briefing produser hanya akan memberi penjelaskan pada setiap bagian rundown serta memberikan pengarahan saja kepada tim dan host. Namun produser harus tetap fokus untuk mengontrol proses produksi sehingga proses produksi tetap berjalan baik.

Tema dalam program acara Campursarinan dapat diubah jika terjadi blocking time oleh klien yang ingin memperkenalkan sebuah produk. Produser bertugas untuk membuat sebuah naskah yang nantinya akan memerikan gambaran umum untuk alur produksi bagi host dan juga tim. Saat blocking time, produser bertanggung jawab untuk membuat sebuah naskah untuk memberi alur pada saat produksi. Naskah yang diproduksi juga ditambahkan lelucon segar sehingga saat program acara ditayangkan akan terkesan menarik dan lebih hidup. Sehingga dari masyarakat mengetahui produk maupun program dari klien yang ingin diperkenalkan dan masyarakat juga mengetahui informasi tentang produk tersebut. Naskah juga dibuat dengan tidak meninggalkan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa Indonesia untuk mempertahankan identitas program acara Campursarinan dengan bahasa pengantar yang menjadi ciri khasnya dan juga tetap menyajikan lagu-lagu campursarinya.

5.4.3 Dimensi Sociocultural Practice

(37)

membentuk praktis sosial. Fairclough juga membagi praktik sosial ini menjadi tiga level yaitu situasional, institusional dan sosial.

5.4.3.1 Level Situasional

Teks dihasilkan dari situasi tertentu yang khas sehingga teks dihasilkan berbeda dari teks yang lain.

Kuthane Dhewe

Pada tahap dimensi sociocultural practice, memperlihatkan bahwa sosial di luar media mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam media. Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan yang telah dijabarkan, pada level situasional dapat kita lihat bahwa program acara Kuthane Dhewe merupakan program acara yang diproduksi dan ditayangkan menggunakan bahasa pengantar Jawa ngoko Semarangan. Program ini menggunakan bahasa tersebut karena program acara Kuthane Dhewe sendiri diproduksi di Semarang, sehingga untuk memudahkan masyarakat dalam memahami informasi yang diberikan maka, dipilihlah bahasa Jawa ngoko Semarangan. Faktor daerah atau domisili dan covered area dari kantor Kompas TV Jawa Tengah berada turut memberikan pengaruh dalam pemilihan bahasa pengantar program acara Kuthane Dhewe. Bahasa ini juga digunakan oleh masyarakat Semarang dengan demikian sangat menarik jika bahasa yang digunakan dalam produksi program acara tersebut adalah bahasa Jawa yang memang telah memiliki kedekat dengan masyarakat.

Campursarinan

(38)

Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan yang telah dijabarkan, pada level situasional dapat kita lihat bahwa program acara Campursarinan merupakan program acara yang diproduksi menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Bahasa pengantar tersebut digunakaan dalam program acara Campursarinan karena, Semarang notabene sebagai domisili dari kantor Kompas TV Jawa Tengah sehingga untuk memudahkan masyarakat yang ada di sekitar area domisili Kompas TV Jawa Tengah untuk memahami informasi dan bahasa yang digunakan. Dalam program acara Campursarinan yang merupakan program acara hiburan ditambahkan juga bahasa-bahasa lelucon untuk menghidupkan suasana program acara Campursarinan dan tidak terkesan monoton, sepi dan lebih menarik.

5.4.3.2 Level Institusional

Berasal dari dalam maupun luar media yang akan menentukan proses sebuah produksi berita atau teks. Tidak hanya itu saja, faktor dari institusi seperti ekonomi media, tema berita, persaingan antar media, modal atau kepemilikan terhadap media dan faktor politik turut mempengaruhi dalam proses produksi sebuah berita atau teks.

Kuthane Dhewe

(39)

merealisasikan tujuan tersebut. Dengan visi yang melekat, tentunya Kompas TV Jawa Tengah juga harus sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Didukung dengan adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran,

“Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal

dan apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.”12

Salah satu program acara di Kompas TV Jawa Tengah yaitu program acara Kuthane Dhewe juga diproduksi dan ditayangkan dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan. Bahasa yang digunakan tentunya tidak terlepas dari dukungan UU RI Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran. Sehingga untuk mendukung Kompas TV Jawa Tengah sebagai stasiun lokal atau daerah, program acara Kuthane Dhewe diproduksi dan ditayangkan menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan dan memberikan informasi yang mengangkat isu-isu yang terjadi di wilayah Semarang dan sekitarnya. Dengan adanya program acara Kuthane Dhewe yang memiliki keunikan dari segi bahasa pengantar, ini dapat menjadi strategi bagi Kompas TV Jawa Tengah seperti, menarik perhatian dan minat masyarakat untuk menyaksikan program tersebut karena menggunakan bahasa lokal dan menjadi ciri khas bagi program acara Kuthane Dhewe yang membedakan dari stasiun televisi lainnya.

Kemudian dari segi ekonomi media, sebagai salah satu biro Kompas TV di daerah tentu diberikan slot lokal untuk memproduksi serta menayangkan program acara yang mengangkat tentang kearifan lokal daerahnya. Ini sebagai strategi stasiun televisi dan tujuan dari diproduksinya program acara Kuthane Dhewe. Pak Agus menuturkan bahwa,

12

(40)

Jadi ketika program acara dari Kompas TV Jawa Tengah mendapat respon baik dari masyarakat itu merupakan

apresiasi bagi Kompas TV Jawa Tengah. Dari respon tersebut,

para pihak sponsor maupun pengiklan dan klien melihat bahwa

Kompas TV Jawa Tengah dapat dipercaya untuk memproduksi

sekaligus menanyangan produk mereka. Sehingga tingkat

kepercayaan klien kepada Kompas TV Jawa Tengah yang

kemudian membuat klien memutuskan untuk bekerja sama

dengan kami. Produk klien yang diproduksi dan ditayangkan

dalam bentuk workshop special, iklan maupun feature.13

Kompas TV Jawa Tengah sebagai salah satu media televisi lokal di Semarang mendapatkan kepercayaan baik dari masyarakat dan juga para klien. Kemudian dari para klien, Pak Agus menjelaskan bahwa kaitannya dengan keuntungan media Kompas TV Jawa Tengah tidak lagi menargetkan berapa banyak klien atau sponsor yang ingin mempublish produk mereka. Namun hingga sekarang masih ada klien yang ingin beriklan dan juga memperkenalkan produk serta program mereka. Ini disebut sebagai bisnis kepercayaan, para klien mempercayakan produk atau program mereka untuk diperkenalkan kepada msyarakat melalui Kompas TV Jawa Tengah. Sehingga para klien memiliki penilaian tersendiri untuk Kompas TV Jawa Tengah dan mempercayakan produk dan programnya untuk diproduksi Kompas TV Jawa Tengah. Walaupun produk dan program ditayangkan bersamaan dengan penayangan program acara Kuthane Dhewe namun produk dan program akan diproduksi dan ditayangkan dalam bentuk workshop special, iklan maupun feature.

13

(41)

Campursarinan

Faktor daerah juga mempengaruhi penggunaan bahasa dalam sebuah produksi program acara. Program acara Campursarinan yang merupakan salah satu program acara di Kompas TV Jawa Tengah tentunya memiliki visi yang selaras dengan tujuan Kompas TV Jawa Tengah. Bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia menjadi identitas program acara Campursarinan untuk menarik minat masyarakat untuk menyaksikan program tersebut.

Persaingan antar stasiun televisi juga turut mempengaruhi level institusional, setiap stasiun tentu berlomba-lomba menyajikan tayangan atau program acara yang berbeda dari stasiun lainnya. Hal ini digunakan untuk menarik minat pasar dan klien, tentu penggunaan bahasa pengantar dalam program acara Campursarinan tidak luput dari faktor tersebut. Bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia dan menampilkan lagu-lagu campursari juga menjadi identitas dan ciri khas bagi program acara Campursarinan yang membedakan dari program acara dari stasiun televisi lainnya di daerah Semarang maupun Jawa Tengah. Dan diharapkan dengan ciri khas yang berbeda ini dapat menarik minat masyarakat untuk senantiasa setia dengan program acara tersebut.

(42)

Dalam program acara Campursarinan, interaksi antara host dan masyarakat dibangun dari telepon interaktif dan juga media sosial. Masyarakat diperbolehkan untuk memberikan salam dan pesan melalui nomer telepon dan media sosial yang sudah disediakan. Selain itu program acara Campursarinan termasuk dalam kategori program hiburan sehingga ditambahkan lelucon oleh para host untuk menghidupkan suasana program acara dan terlihat lebih menarik. Dari interaksi yang dibangun dalam program acara Campursarinan yang kemudian dimanfaatkan oleh klien untuk memperkenalkan produk maupun program tertentu kepada masyarakat. Produk dan program dari klien masuk ke dalam program acara Campursarinan pada saat blocking time, klien jutru tertarik memperkenalkan produk dan program mereka karena program acara Campursarinan dianggap sebagai program acara yang mampu mendekatkan masyarakat dengan budaya yang ada di daerah mereka khususnya bahasa Jawa ngoko Semarangan. Sehingga ketika klien akan memperkenalkan produk atau program mereka, masyarakat lebih mudah memahami dan mengerti bahasa pengantar yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari produk dan program tersebut.

5.4.3.3 Level Sosial

Berpengaruh pada wacana yang muncul dalam pemberitaan. Wacana yang muncul dapat menentukan perubahan masyarakat.

Kuthane Dhewe

(43)

“Manfaatnya sebagai warga Semarang adalah mengetahui kejadian atau informasi apa yang terjadi di

Semarang. Selain itu, kita menjadi lebih tahu dan mengenal kota kita sendiri melalui tv lokal.”14

Selain Reni, Elvana Azasa Bela juga memberikan jawaban sebagai berikut,

“Karena televisi sekarang ini menjadi pengaruh terbesar untuk masyarakat. Jadi bahasa Jawa itu harus tetap

digunakan dan dilestarikan karena sudah jarang sekali

digunakan. Sehingga, lewat program acara di Kompas TV Jawa

Tengah tersebut dapat memperngaruhi masyarakat untuk

menggunakan bahasa Jawa khususnya Jawa Semarangan agar budaya Jawa itu tidak hilang begitu saja.”15

Dengan dipertahankannya program acara Kuthane Dhewe tersebut, masyarakat menjadi lebih paham dan mengetahui tentang peristiwa yang terjadi di Semarang dan sekitarnya. Selain itu masyarakat juga belajar tentang budaya Jawa khususnya bahasa Jawa ngoko Semarangan. Program acara Kuthane Dhewe yang yang mengangkat kearifan lokal berupa berita atau informasi seputar Semarang dan sekitarnya, tentunya juga bertujuan untuk memenuhi visi dan tujuan dari Kompas TV Jawa Tengah yaitu, memberikan pelayanan yang baik dan menginspirasi bagi masyarakat Jawa Tengah dan selaras dengan slogannya “Inspirasi Indonesia. Inspirasi Jawa

Tengah.”.

Sesuai definisi berita menurut Hornbby dalam Tamburaka

(2012:135) yang menjelaskan bahwa “news” sebagai laporan tentang apa

yang terjadi dan paling mutakhir atau sangat baru. Dari berita yang

14

Wawancara dengan Reni Nur Anggraeni (Pemirsa Kompas TV Jawa Tengah) pada hari Jumat, 2 Juni 2017 pukul 15.00 WIB.

15

(44)

disajikan, masyarakat mendapat manfaat yaitu pengetahuan baru terkait informasi seputar Semarang dan sekitarnya. Dari bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan, diharapkan masyarakat dapat mengapresiasi bahasa Jawa ngoko Semarangan dengan cara melestarikannya, menjaga dan menggunakan bahasa tersebut sebagai salah satu bahasa dalam komunikasi sehari-hari.

Campursarinan

Program acara Campursarinan juga diminati oleh para pemirsa yang merupakan masyarakat Semarang. Para pemirsa menuturkan bahwa lelucon yang disampaikan oleh host juga dianggap menghibur para pemirsa selain itu masyarakat juga dapat belajar dari bahasa pengantar yang digunakan yaitu bahasa Jawa ngoko Semaranga. Masyarakat menjadi lebih tahu beberapa bahasa daerah yang berasal dari Semarang baik masyarakat asli Semarang maupun pendatang. Dari lagu yang diputar, masyarakat menjadi tahu tentang lagu-lagu lokal yang ada di Jawa Tengah seperti lagu-lagu campursari.

Gambar

Gambar 8 cuplikan gambar bumper-in pembuka acara Kuthane Dhewe
Gambar 10 cuplikan gambar bumper-in pembuka program acara Campurarinan

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran kooperatif model jigsaw merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas. empat sampai

pidana pada putusan No: 94/Pid.B/2014/PN.LW dan No: 95/Pid.B/2014/PN.LW terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan pada Pengadilan Negeri Liwa

Strategi yang menjadi prioritas dalam pengembangan industri produk olahan minyak pala dalam rangka pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bogor adalah perluasan areal

[r]

depth, that is the mood structure realized in students’ Recount texts and the data.. are not in statistical

Disamping tidak dicantumkannya secara tegas asas-asas umum pe nye- lenggaraan bangunan gedung dalam batang tubuh, pengaturan sanksi dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok

Sehingga tanah ulayat yang didaftarkan menjadi Hak Pengelolaan lebih mirip dengan pemberian hak kepada kesatuan masyarakat hukum adat atau daerah swatantra yang disebutkan

Terbilang : Lima puluh tujuh juta delapan ratus sembilan puluh rihu